Anda di halaman 1dari 99

KARYA ILMIAH AKHIR

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN PENERAPAN RELAKSASI BENSON UNTUK MENGATASI
NYERI POST OPERASI CA RECTUM RS DARMO SURABAYA

Oleh:
NAJMIYATU ZUHRIYAH
NIM.1120021155

DOSEN PEMBIMBING

CHILYATIZ ZAHROH, S.Kep., Ns., M.Kep.


NPP.1104811

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023
KARYA ILMIAH AKHIR

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN PENERAPAN RELAKSASI BENSON UNTUK MENGATASI
NYERI POST OPERASI CA RECTUM RS DARMO SURABAYA

Oleh:

NAJMIYATU ZUHRIYAH
NIM.1120021155

DOSEN PEMBIMBING

CHILYATIZ ZAHROH, S.Kep., Ns., M.Kep.


NPP.1104811

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023

i
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENERAPAN RELAKSASI BENSON UNTUK MENGATASI
NYERI POST OPERASI CA RECTUM RS DARMO SURABAYA

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Ners (Ns.)
Program Studi Profesi Ners
Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Oleh :
NAJMIYATU ZUHRIYAH
NIM. 1120021155

Disetujui Oleh Dosen Pembimbing :

CHILYATIZ ZAHROH, S.Kep., Ns., M.Kep.


NPP.1104811

ii
LEMBAR PENGESAHAN NASKAH KARYA ILMIAH AKHIR

Karya Ilmiah Akhir ini telah diajukan oleh

Nama : Najmiyatu Zuhriyah


NIM : 1120021155
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Penerapan Relaksasi Benson Untuk Mengatasi Nyeri Post
Operasi Ca Rectum RS Darmo Surabaya

Karya Ilmiah Akhir ini telah diuji dan dinilai


Oleh tim penguji
Program Studi Profesi Ners
Pada Tanggal : Februari 2023

Oleh Tim Penguji

1. Ketua Penguji :
Chilyatiz Zahro, S.Kep.Ns., M.Kep :………………………….
NPP : 1104811
2. Penguji I
Iis Noventi, S.Kep.Ns., M.Kep :…………………………..
NPP : 18011174
3. Penguji II
Arif helmi Setiawan, S.Kep.Ns., M.Kep :…………………………..
NPP : 9904626

Mengetahui.
Ka. Prodi S1 Profesi Ners

Siti Nurjanah, S.Kep.Ns., M.Kep


NPP.0206713

iii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Najmiyatu Zuhriyah


NIM : 1120021155
Tanda Tangan :

Tanggal :

iv
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Karya : Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Ilmiah Akhir Penerapan Relaksasi Benson Untuk Mengatasi Nyeri Post
Operasi Ca Rectum RS Darmo Surabaya
Penyusun : Najmiyatu Zuhriyah
NIM : 1120021155
Program Studi : Profesi Ners
Fakultas : Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan
Pembimbing : Chilyatiz Zahroh, S.Kep.Ns.M.Kep
Tanggal Ujian : 20 Januari 2023

Disetujui Oleh Pembimbing

Chilyatiz Zahroh, S.Kep.Ns.M.Kep


NPP. 1104811

Mengetahui.
Ka. Prodi S1 Profesi Ners

Siti Nurjanah, S.Kep.Ns., M.Kep


NPP.0206713

v
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN PENERAPAN RELAKSASI BENSON UNTUK MENGATASI
NYERI POST OPERASI CA RECTUM RS DARMO SURABAYA

KARYA ILMIAH AKHIR INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL,

Oleh :
Pembimbing

Chilyatiz Zahroh, S.Kep.Ns.M.Kep


NPP. 1104811

Mengetahui,
Ka. Program Studi Profesi Ners

Siti Nurjanah, S.Kep., Ns., M.Kep


NPP. 02 06 713

vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, saya yang


bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Najmiyatu Zuhriyah
NIM 1120021155
Program Studi : Profesi Ners
Fakultas : Keperawatan dan Kebidanan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

Dengan pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-
ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN PENERAPAN RELAKSASI BENSON UNTUK MENGATASI
NYERI POST OPERASI CA RECTUM RS DARMO SURABAYA

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Non-ekslusive ini Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya berhak menyimpan, mengalihkan media/formatkan, mengolah
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan Tugas
Akhir saya selama tetap menCantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Surabaya
Pada Tanggal :

Yang menyatakan,

Najmiyatu Zuhriyah
NIM. 1120021155

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Karya Ilmiah
Akhir ini dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Penerapan Relaksasi Benson Untuk Mengatasi Nyeri Post Operasi Ca Rectum RS
Darmo Surabaya” Sebagai salah satu persyaratan Akademik dalam rangka
menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Ners di Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya. Penulisan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, baik materi, moral maupun spritual. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Chilyatiz Zahroh, S.Kep.,M.Kep selaku sebagai Dosen Pembimbing yang


dengan penuh kesabaran mendampingi dan mengarahkan penulis dalam
menyusun Karya Ilmiah Akhir ini
2. Siti Nurjanah, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Kepala Prodi S1 Keperawatan dan
Prodi Profesi Ners yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas dalam
penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
3. Khamida, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
4. Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng selaku Rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya.
5. Direktur RS Darmo yang telah memberikan kesempatan melanjutkan
pendidikan dan menyediakan tempat penelitian dalam penyelesaian KIA
6. Seluruh dosen dan staf pendidikan di Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya yang telah membantu dalam
kelancaran proses pengerjaan Karya Ilmiah Akhir ini.
7. Responden yang terlibat dalam penelitian ini
8. Sahabat dan teman-teman Prodi Profesi Ners Alih Jenjang Angkatan 2021
yang telah banyak memberikan bantuan serta masukan dalam penyelesaian
skripsi ini.
9. Dan semua pihak yang terkait dalam kelanCaran pembuatan Karya Ilmiah
Akhir ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal dan perbuatan
yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir ini
memerlukan masukan agar penelitian dapat dilaksanakan, sehingga peneliti
mengharapkan masukan dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis maupun pihak lain yang membutuhkannya.

Surabaya, 20 Januari
20223 Penulis

Najmiyatu Zuhriyah

viii
ABSTRAK

Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penerapan Relaksasi Benson


Untuk Mengatasi Nyeri Post Operasi Ca Rectum RS Darmo Surabaya

Oleh
Najmiyatu Zuhriyah

Nyeri post operasi kanker kolorektal berdampak pada fisik, psikologis,


sosial, dan spiritual. Sehingga diperlukan upaya untuk mengatasi hal tersebut.
Beberapa teknik nonfarmakologi seperti distraksi, relaksasi dan imajinasi
terbimbing, dapat membantu mengurangi persepsi terhadap nyeri dengan
memberikan strategi koping yang tepat, sehingga dapat mentoleransi nyeri akut,
menurunkan kecemasan, dan meningkatkan efektivitas dari terapi analgesik.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis asuhan keperawatan pada pasien
dengan penerapan relaksasi benson untuk mengatasi nyeri post operasi Ca rectum
di RS Darmo Surabaya. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus
dengan 1 pasien perempuan post operasi Ca rektum, berusia 80 tahun. instrumen
dalam pengumpulan data menggunakan format asuhan keperawatan persistem
melalui proses wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik. Pengkajian
dilakukan pada 26 September 2022. Untuk mengukur nyeri digunakan format
VAS sesuai dengan format rumah sakit tempat perawatan. Intervensi yang
digunakan dalam mengatasi nyeri adalah relaksasi benson. Implementasi
dilakukan selama 3 hari mulai tanggal 26 s/d 29 September 2022 dengan
menggunakan panduan SDKI, SLKI dan SIKI Setelah diberikan intervensi selama
3x24 jam dengan relaksasi benson yang dilakukan selama 10 menit sebanyak 1
kali setiap shift. Hasil evaluasi ditemukan ada penurunan nyeri dengan tanda-
tanda pasien terlihat tenang dan rileks, pasien dapat melakukan aktivitas mandiri
dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemberian relaksasi benson dapat
menurunkan nyeri pasien post operasi Ca rektum.

Kata kunci: Ca rektum, post operasi, asuhan keperawatan, relaksasi benson

ix
ABSTRACT

Analysis of Nursing Care in Patients with the AppliCation of Benson Relaxation


to Overcome Postoperative Ca Rectum Pain Darmo Hospital Surabaya

By

Najmiyatu Zuhriyah

Pain after colorectal cancer surgery has an impact on the physical, psychological,
social, and spiritual. So efforts are needed to overcome this. Several non-
pharmacological techniques such as distraction, relaxation and guided imagery,
can help reduce perceptions of pain by providing appropriate coping strategies,
so that they can tolerate acute pain, reduce anxiety, and increase the effectiveness
of analgesic therapy. The purpose of this study was to analyze nursing care for
patients with the application of benson relaxation to treat postoperative pain in
the rectum cavity at Darmo Hospital, Surabaya. The research method used was a
case study with 1 female patient after rectal cancer surgery, aged 80 years.
Instruments in data collection used the format of systemic nursing care through
interviews, observations and physical examinations. The assessment was carried
out on September 26, 2022. To measure pain, the VAS format was used according
to the format of the hospital for treatment. The intervention used to treat pain is
benson relaxation. Implementation was carried out for 3 days from 26 to 29
September 2022 by using a guide SDKI, SLKI and SIKI. After being given an
intervention for 3x24 hours with Benson relaxation carried out for 10 minutes 1
time per shift. The results of the evaluation found that there was a decrease in
pain with signs that the patient looked calm and relaxed, the patient was able to
carry out independent activities and vital signs were within normal limits. Giving
benson relaxation can reduce pain in patients post rectal Ca surgery.

Key words: rectum Ca, post surgery, nursing care, benson relaxation

x
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM .............................................................................................. i


LEMBAR PRASYARAT GELAR NERS (Ns).................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN NASKAH KARYA ILMIAH AKHIR..................... iii
PERNYATAAN ORISINILITAS......................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................. v
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................ vii
KATA PENGANTAR........................................................................................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................... ix
ABSTRACT............................................................................................................ x
DAFTAR ISI......................................................................................................... xi
Daftar Isi .............................................................................................................. xii
Daftar Tabel .......................................................................................................... xiv
Daftar Gambar ...................................................................................................... xv
Daftar Lampiran.................................................................................................. xvi
Daftar Singkatan, Simbol, danIstilah.................................................................. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan ................................................................................................. 4
1. Tujuan Umum .................................................................................. 4
2. Tujuan Khusus.................................................................................. 4
D.Manfaat ................................................................................................. 5
1. Manfaat Bagi Penulis ....................................................................... 5
2. Manfaat Bagi Profesi Keperawatan ................................................. 5
3. Manfaat Bagi Rumah Sakit .............................................................. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Ca Rectum............................................................................... 7
1. Definisi.............................................................................................. 7
2. Anatomi fisiologi Rectum................................................................. 7
3. Etiologi.............................................................................................. 9
4. Patofisiologi...................................................................................... 10
5. Tanda dan Gejala.............................................................................. 12
6. klasifikasi Ca Rectum....................................................................... 13
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang.................................................. 13
8. Deteksi Dini...................................................................................... 14
9. Penatalaksanaan................................................................................ 17
10. Komplikasi...................................................................................... 20

xi
B. Konsep Nyeri ....................................................................................... 20
1. Pengertian Nyeri Akut ..................................................................... 20
2. Etiologi Nyeri Akut .......................................................................... 20
3. Patofisiologi Nyeri ........................................................................... 21
4. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Akut .......................................... 22
4. Pengukuran Intensitas Nyeri ............................................................ 23
6. Tanda dan Gejala ............................................................................. 25
C. Konsep Relaksasi Benson..................................................................... 26
1. Pengertian Relaksasi Benson............................................................ 26
2. Komponen Relaksasi Benson........................................................... 27
3. Cara Kerja Relaksasi Benson............................................................ 28
4. Manfaat Relaksasi Benson................................................................ 30
5. Langkah-langkah Terapi Relaksasi Benson...................................... 30
6. EBN dalam Mengatasi Nyeri............................................................ 31
D. Konsep Asuhan Keperawatan............................................................... 35
1. Pengkajian......................................................................................... 35
2. Diagnosa Keperawatan..................................................................... 40
3. Intervensi Keperawatan.................................................................... 40
4. Implementasi Keperawatan............................................................... 46
5. Evaluasi Keperawatan....................................................................... 46

BAB 3 METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian.................................................................................. 48
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 48
C. Subyek Penelitian ................................................................................. 48
D. Pengumpulan Data ............................................................................... 48
E. Etika Penelitian .................................................................................... 49

BAB 4 GAMBARAN KASUS


A. Pengkajian ............................................................................................ 50
B. Data Penunjang(Lab/Foto/dll)............................................................... 52
C. Terapi.................................................................................................... 53
D. Analisa Data.......................................................................................... 53
E. Daftar Diagnosa Keperawatan ............................................................. 55
F. Intervensi Keperawatan ........................................................................ 55
G. Implementasi dan Evaluasi................................................................... 56

BAB 5 PEMBAHASAN
A. Analisa Proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penerapan
Relaksasi Benson Untuk Mengatasi Nyeri Post operasi Ca Rectum di
RS Darmo Surabaya..............................................................................
...........................................................................................................60
B. Analisis Pengaruh Penerapan Relaksasi Benson Untuk Mengatasi
Nyeri Post Operasi Ca Rectum di RS Darmo Surabaya.......................
...........................................................................................................62
BAB 6 PEMBAHASAN
A. Kesimpulan........................................................................................... 65
B. Saran .................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67


LAMPIRAN ......................................................................................................... 70
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN.1 Lembar Konsultasi Karya Ilmiah Akhir....................................... 70


LAMPIRAN.2 SOP Terapi Relaksasi Benson...................................................... 72
LAMPIRAN.3 Asuhan Keperawatan.................................................................... 73
LAMPIRAN.4 ...................................................................................................... 68
xii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kanker rektum merupakan keganasan pada rektum yang terjadi akibat timbul

di mukosa/epitel dimana lama kelamaan timbul nekrosis dan ulkus (Nugroho,

2016). Faktor risiko terjadinya kanker rektum adalah usia, ras, jenis kelamin,

riwayat keluarga, aktivitas fisik, diet, merokok, konsumsi alkohol, dan diabetes

(Rahdi DR, 2015). Lebih dari 30% kasus kanker rektum di Indonesia ditemukan

pada pasien yang berusia 40 tahun atau lebih muda (American Cancer Society,

2015). Penanganan yang dapat dilakukan pada kanker rektum adalah kemoterapi

dan pembedahan atau prosedur operasi. Akan tetapi dampak dari adanya prosedur

pembedahan adalah nyeri akut. Adanya pemutusan pada kontinuitas kulit dan

jaringan akan merangsang respon nyeri pasien. Rasa nyeri pasien juga dipengaruhi

oleh berbagai faktor, termasuk psikologi dari pasien (Yodang dan Nuridah, 2021).

Nyeri post operasi kanker kolorektal berdampak pada fisik, psikologis, sosial, dan

spiritual.

Dampak fisik antara lain, kelelahan, nafsu makan menurun, muntah,

penurunan kekuatan otot. Dampak psikologis yaitu; kesulitan konsentrasi,

ketakutan, depresi dan juga kecemasan. Dampak sosial yaitu penurunan hubungan

sosial dan gangguan penampilan. Dampak spiritual yaitu, peningkatan perasaan

menderita, gangguan arti dan tujuan hidup, gangguan dalam keyakinan religius

(Gehdoo, 2016).

Kanker rektum adalah kanker ketiga yang banyak terjadi didunia dengan

presentasi 11,2% atau 1.849.518 kasus dari jumlah seluruh penderita kanker
2

diseluruh dunia, dan kanker kedua dengan jumlah kematian 9.2% atau 880.792 di

tahun 2018. Dalam kurun waktu 5 tahun terjadi 1.021.005 kasus di Asia dengan

43.324 kasus baru setiap tahunnya. Di Indonesia, kanker rektum adalah kanker yang

sering terjadi baik pada pria dan wanita, prevalensi tahun 2013 sampai 2018 terjadi

32.069 kasus dengan 14.112 kasus baru di tahun 2018 (The Global Cancer

Observatory, 2019). Hasil survei RISKESDAS, kanker kolorektal ada sebanyak 5,7%

dari semua jenis kanker di Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018

menyebutkan bahwa kanker kolorektal menempati urutan ke 9 dari 10 peringkat utama

penyakit kanker yang diderita pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia

dengan jumlah kasus sebanyak 1.810 (Sayuti & Nouva, 2019). Sebanyak 80% pasien

paska operasi mengalami nyeri (Yin et al, 2020). Nyeri pasien kanker rektal dengan

post operasi pembedahan dirasakan pelvis/rektum/genitalia (77.4%), abdomen (13%),

dan pinggang (8.7%). Kanker rektum di Rumah Sakit Darmo Surabaya mencapai 34

pasien dalam kurun waktu Januari - November 2022 dengan tindakan operasi 25

pasien. Secara keseluruhan pasien mengalami permasalahan nyeri post operasi.

Prosedur pembedahan mengakibatkan terputusnya kontinuitas kulit dan jaringan

sehingga merangsang pengeluaran mediator radang dan merespon nyeri. Nyeri yang

dipersepsikan oleh pasien berbeda-beda tergantung kondisi pasien dan pengalaman

nyeri sebelumnya. Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat

dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (PPNI,

2018). Hasil penelitian menunjukkan insidensi nyeri pada post operasi kanker rektum

sejumlah 28% dari penderita kanker pada awal diagnosis dan akan meningkat menjadi
3

40% hingga 80% apabila tidak dilakukan penanganan segera (Mercadante, 2017).

Faktor-faktor yang mengakibatkan peningkatan nyeri yaitu aktivitas fisik (34.8%),

berjalan (30.4%), mengangkat (21.7%), overextending (17.4%), berdiri (13%),

berkemih/ buang air besar (38.7%), tidur (8.7%), dan hal lain seperti diet, stres dan

cuaca (39%) (Lowery et al. 2016).

Penatalaksanaan nyeri paska operasi yang tidak tepat dan akurat dapat

menimbulkan risiko komplikasi, memperlambat proses penyembuhan, dan akan

memicu respon stres. Anggorowati et al.,(2021) menyebutkan pengendalian nyeri

secara farmakologis efektif untuk nyeri sedang dan berat. Pemberian farmakologi

tidak bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien sendiri untuk mengontrol

nyerinya sehingga dibutuhkan kombinasi dengan nonfarmakologi agar sensasi

nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan tidak memanjang. Beberapa teknik

nonfarmakologi seperti distraksi, relaksasi dan imajinasi terbimbing, dapat

membantu mengurangi persepsi terhadap nyeri dengan memberikan strategi

koping yang tepat, sehingga dapat mentoleransi nyeri, menurunkan kecemasan,

dan meningkatkan efektivitas dari terapi analgesik (Wardah et al., 2020).

Relaksasi Benson merupakan pengembangan dari metode relaksasi nafas

dalam dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat menciptakan suatu

lingkungan yang tenang sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi

kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi. Relaksasi benson bekerja dengan cara

mengalihkan fokus seseorang terhadap nyeri dan dengan menciptakan suasana

nyaman serta tubuh yang rileks maka tubuh akan meningkatkan proses analgesia

endogen hal ini diperkuat dengan adanya kalimat yang memiliki efek
4

menenangkan. Kelebihan dari teknik relaksasi benson yaitu lebih mudah

dilakukan oleh pasien dan dapat menekan biaya pengobatan.

Penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi dengan pendekatan relaksasi benson

dapat mengurangi tingkat stress, kecemasan, rasa tidak nyaman, dan juga dapat

menurunkan metabolisme, kontraksi jantung, tekanan darah, serta melepas

hormon yang berpengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri. Nyeri pasca

operasi biasanya diikuti dengan cemas, takut, dan depresi. Reaksi emosional ini

akan meningkatkan respon simpatik yaitu meningkatnya kadar katekolamin,

noradrenalin, dan norepinefrin yang akan mempeparah intensitas nyeri. Relaksasi

benson ini sudah dilakukan di beberapa penelitian.

Berdasarkan masalah diatas maka penulis bermaksud melalkukan penerapan

intervensi managemen nyeri akut pada dengan penerapan relaksasi benson untuk

mengatasi nyeri post operasi Ca rectum RS Darmo Surabaya.

B. Rumusan Masalah

Melihat banyaknya orang dengan post operasi Ca rectum serta uraian latar

belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk membuat tulisan tentang “

Bagaimana analisis asuhan keperawatan pada pasien dengan penerapan relaksasi

benson untuk mengatasi nyeri post operasi Ca rectum RS Darmo Surabaya”?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Menganalisis asuhan keperawatan pada pasien dengan penerapan relaksasi

benson untuk mengatasi nyeri post operasi Ca rectum RS Darmo Surabaya.

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khususnya diantaranya:


5

a. Menganalisis proses pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan

penerapan relaksasi benson untuk mengatasi nyeri post operasi Ca rectum RS

Darmo Surabaya.

b. Menganalisis proses penegakan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

penerapan relaksasi benson untuk mengatasi nyeri post operasi Ca rectum RS

Darmo Surabaya.

c. Menganalisis proses penyusunan intervensi keperawatan pada pasien dengan

penerapan relaksasi benson untuk mengatasi nyeri post operasi Ca rectum RS

Darmo Surabaya.

d. Menganalisis proses implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan pada

pasien dengan penerapan relaksasi benson untuk mengatasi nyeri post operasi

Ca rectum RS Darmo Surabaya.

e. Menganalisis proses evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan

penerapan relaksasi benson untuk mengatasi nyeri post operasi Ca rectum RS

Darmo Surabaya.

D. Manfaat

1. Manfaat bagi penulis

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan

keperawatan yang komperehensif pada pasien dengan nyeri post operasi Ca

rectum RS Darmo Surabaya.

2. Manfaat bagi profesi keperawatan

Sebagai bahan masukan perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan

terutama pada pasien dengan nyeri post operasi Ca rectum RS Darmo Surabaya.
6

3. Manfaat bagi rumah sakit

Sebagai bahan wacana untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan

post operasi Ca rectum di RS Darmo Surabaya supaya derajat kesehatan pasien

dapat meningkat.
7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ca Rectum

1. Definisi

Kanker rektum adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas didalam permukaan

usus besar atau rektum. Kanker rektum merupakan salah satu dari keganasan pada

kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian rektum yang terjadi akibat

timbulnya di mukosa/epitel dimana lama kelamaan timbul nekrose dan ulkus .

Kanker rektum adalah pertumbuhan sel abnormal atau maligna pada daerah

rektum. Kanker rectum adalah keganasan yang terjadi pada bagian rectum.

Biasanya kanker rectum secara teori tergabung dengan kanker kolon, yang disebut

kanker kolorectal ( Muttaqin & Sari, 2014). Kanker kolorectal (KKR) adalah

keganasan yang berasal dari jaringan usus besar terdiri dari kolon yang merupakan

bagian terpanjang dari usus besar dan atau rectum yang merupakan bagian kecil

terakhir dari usus besar sebelum anus (Kemenkes RI, 2017).

2. Anatomi Fisiologi Rektum

Fungsi utama dari rektum dan kanali anal ialah untuk mengeluarkan masa

feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut

dengan cara yang terkontrol. Rektum dan kanalis anal tidak begitu beperan dalam

proses pencernaan, selain hanya menyerap sedikit cairan. Selain itu sel-sel goblet

mukosa mengeluarkan mucus yang berfungsi sebagai pelicin untuk keluarnya

masa feses. Pada saat rektum tidak berisi feses hal ini sebagian diakibatkan

adanya otot sfingter yang tidak begitu kuat terdapat pada rectosigmoid junction
8

kirakira 29 cm dari anus. Terdapatnya lekukan tajam dari tempat ini juga member

tambahan penghalang masuknya feses ke rektum. Bila suatu gerakan mendorong

feses ke arah rektum, secara normal hasrat defekasi akan timbul, yang ditimbulkan

oleh reflek kontraksi dari rektum dan relaksasi dari otot sfingter. Feses tidak

keluar secara terus-menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya

kontraksi tonik otot sfingter ani interna dan externa (Paulista, 2017).
9

3. Etiologi

Etiologi dan faktor predisposisi penyebab kanker rektum masih belum

diketahui pasti,namun telah dikenali beberapa faktor predisposisi. Faktor

predisposisi lain mungkin berkaitan dengan kebiasaan makan. Hal ini karena

Kanker rektum terjadi serkitar sepuluh kali lebih banyak pada penduduk wilayah

barat yang mengkonsumsi lebih banyak makanan mengandung karbohidrat murni

dan rendah serat,dibandingkan produk primitif (Misalnya,di Afrika) yang

mengkonsumsi makanan tinggi serat. Beberapa faktor risiko/faktor predisposisi

terjadinya kanker rectum menurut (Smeltzer, Burke, Hinkle & Cheever, 2010)

sebagai berikut:

a. Diet rendah serat Kebiasaan diet rendah serat adalah faktor penyebab utama,

(Price Sylvia A, 2012) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan kaya

karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan

degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak,

dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik.

b. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi

karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi

feses meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan

mukosa usus bertambah lama.

c. Lemak Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah

steroid menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen.

d. Polip (colorectal polyps) Polip adalah pertumbuhan sel pada dinding dalam

kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.
10

Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip

(adenoma) dapat menjadi kanker.

e. Inflamatory Bowel Disease Orang dengan kondisi yang menyebabkan

peradangan pada rectum (misalnya colitis ulcerativa) selama bertahun-tahun

memiliki risiko yang lebih besar.

f. Riwayat kanker pribadi Orang yang sudah pernah terkena kanker kolorectal

dapat terkena kanker kolorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita

dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium), atau payudara

mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker rektum.

g. Riwayat kanker rektal pada keluarga Jika mempunyai riwayat kanker rekti

pada keluarga, maka kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar,

khususnya jika terkena kanker pada usia muda.

h. Faktor gaya hidup Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang

tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko

yang lebih besar terkena kanker kolorectal serta kebiasaan sering menahan

tinja/defekasi yang sering.

i. Usia di atas 50 Kanker rektum biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih

tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis

setelah usia 50 tahun ke atas.

3. Patofisiologi

Kanker Rektum terutama (95%) adenokarisinoma (muncul dari lapisan epitel

usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta

merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya. Sel kanker

dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar kebagian tubuh yang lain (paling
11

sering ke hati) (Oliver, 2013). Karsinogen adalah substansi yang mengakibatkan

perubahan pada struktur dan fungsi sel menjadi bersifat maligna. Maligna

merupakan peroses perubahan sel normal menjadi sel kanker. Transformasi

maligna diduga mempunyai sedikitnya tiga tahapan proses seluler yaitu inisiasi

merupakan perubahan dalam bahan genetika yang memicu sel menjadi ganas,

promosi yaitu perubahan sel menjadi ganas dan progresi yaitu tahap akhir

terbentuknya sel kanker (Smeltzer, Burke, Hinkle & Cheever, 2010).

Kanker kolorektal dapat timbul melalui interaksi yang kompleks antara dua

faktor yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik biasanya pada kasus

sindrom herediter seperti Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dan Hereditary

Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPCC). Kanker kolorektal terjadi sebagai

akibat kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan sel.

Perubahan kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa kemudian akhirnya

menjadi karsinoma kolon melibatkan mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel.

Risiko kanker kolorektal meningkat pada masyarakat yang bermigrasi pada daerah

yang insidensnya tinggi sehingga akan berpengaruh pada perbedaan pola makan.

Makanan yang mengandung lemak hewani terutama dari daging merah akan

berpengaruh pada kejadian kanker kolorektal.Penelitian pada binatang yang

diberikan diet lemak tinggi akan terjadi proliferasi kolonosit dan pembentukan

tumor yang meningkat. Sebaliknya masyarakat yang mengkonsumsi ikan laut

akan memiliki insidens kanker kolorektal yang rendah. Kebiasaan minum alkohol

akan meningkatkan 2-3 kali lipat kejadian kanker kolorektal. Adapun penyakit

yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal seperti penyakit

Inflammatory Bowel Disease (IBD), kanker serviks yang menjalani radioterapi


12

dan kanker kandung kemih yang menjalani uretero-sigmoidektomi (Setiatiet al.,

2014).

4. Tanda dan Gejala

Manifestasi Klinis Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama

dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada

kebiasaan defekasi atau perdarahan rektum. Gejala sangat ditentukan oleh lokasi

kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala

yang paling menonjol adalah (Smeltzer, Burke, Hinkle & Cheever, 2015):

a. Perubahan kebiasaan defekasi

b. Terdapat darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua

c. Gejala anemia tanpa diketahui penyebabnya

d. Anoreksia

e. Penurunan berat badan tanpa alasan

f. Keletihan

g. Mual dan muntah-muntah

h. Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya setelah BAB

i. Feses menjadi lebih sempit (seperti pita)

j. Perut sering terasa kembung atau keram perut

Gejala yang dihubungkan dengan lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak

lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian (umumnya konstipasi),

serta feses berdarah. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai

radiks saraf, pembuluh limfe, atau vena menimbulkan gejala gejala pada tungkai

atau perineum, hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi, atau

sering berkemih dapat. timbul sebagai akibat tekanan pada alat-alat tersebut.
13

Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi

bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional,

terkadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses peritoneum (Fauziyyah,

2015).

5. Klasifikasi Ca Rektum

Klasifikasi menurut (Black, J.C & Hawks, 2014):

a. Stadium 0 (Carcinoma in situ) Kanker belum menembus membran basal dari

mukosa kolon atau rektum.

b. Stadium I Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau

ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum

tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rectum.

c. Stadium II Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari

dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar

pada kelenjar getah bening.

d. Stadium III Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi

belum pada organ tubuh lainnya.

e. Stadium IV Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Menurut Brunner dan Suddart (2015) Ada beberapa pemeriksaan penunjang.

a. FeCal occulat blood test Pemeriksaan darah samar pada feses di bawah

mikroskop

b. Endoskopi Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat

dilakukan dengan sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di rektosigmoid) atau

dengan kolonoskopi total.


14

c. Biopsi Tindakan pembedahan untuk pengambilan sel atau jaringan abnormal .

d. Ultrasonogrsfi (USG) Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada rektum,

tetapi USG digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker

kekelenjar getah bening di abdomen dan hati.

e. Laboratorium Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar

bilirubin dapat meninggi , indikasi telah mengenai hepar..

7. Deteksi dini

Deteksi dini dan diagnosis pada penatalaksanaan kanker kolorektal memiliki

peranan penting dalam memperoleh hasil yang optimal yakni meningkatnya

survial dan menurunnya tingkat morbiditas dan mortalitas para penderita kanker

kolorektal. (Zahari, 2007:104). Apabila penyakit kanker diketahui pada stadium

awal, maka peluang untuk sembuh dari penyakit semakin besar. Terdapat berbagai

macam Cara untuk mendeteksi adanya kanker kolorektal pada pasien, diantaranya

(Alteri, et al, 2017:19-21):

a. Pemeriksaan Colok Dubur Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap

pasien dengan jegala anorektal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan

keutuhan sfingter ani dan menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada

rektum 1/3 tengah dan distal. Terdapat 2 gambaran khas pemeriksaan colok

dubur, yaitu indurasi dan penonjolan tepi, yang dapat berupa:

1) Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu

suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.

2) Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi

umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi.


15

3) Suatu bentuk khas dari ulkus malina dengan tepi noduler yang menonjol

dengan suatu kubah yang dalam.

4) Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk

cincin

b. Screening

Screening kanker kolorektal adalah proses mencari sel kanker atau prakanker

pada orang yang tidak memilki gejala penyakit. Dari waktu sel-sel abnormal

pertama mulai tumbuh menjadi polip, biasanya membutuhkan waktu sekitar 10

dampai 15 tahun polip tersebut berkembang menjadi kanker kolorektal. Screening

yang dilakukan secara rutin dapat mencegah kanker kolorektal. Hal ini

dikarenakan polip yang ditemukan dapat disembuhkan dan dihilangkan sebelum

berubah menjadi sel kanker. Proses screening juga dapat digunakan untuk

menemukan sel kanker sedini mungkin, sehingga kanker berpeluang besar untuk

sembuh. Screening dapat dilakukan secara rutin pada usia 50 tahun, pada orang

yang memiliki riwayat keluarga terkena kanker, dan orang yang memilki faktor

resiko kanker.

c. Flexible Sigmoidoscopy

Proses ini dilakukan dengan melihat salah satu bagian dari usus besar dan

rektum dengan sigmoidoscopy fleksibel, alat ini memiliki lampu pada tabung

yang berukuran setebal jari dengan kamera kecil pada ujung alat. Alat ini

dimasukkan melalui rektum dan bagian bawah usus besar. Gambar itu akan

terlihat pada layar monitor. Dengan menggunakan sigmoidoscopy maka dokter

dapat melihat bagian dalam rektum dan usus besar untuk mendeteksi kelainan
16

apapun. Karena sigmoidoscopy berukuran 60 cm, maka dokter dapat melihat

seluruh rektum tetapi hanya dapat melihat setengah bagian dari usus besar.

d. Double Contrast Barium Enema (DCBE)

Pendeteksi kanker menggunakan DCBE ini menggunakan barium dengan

kontras udara. Barium sulfat merupakan cairan berkapur, dan udara

digunakanuntuk menguraikan bagian dalam usus besar dan rektum untuk mencari

daerah yang mengandung sel abnormal. Jika terdapat daerah yang mencurigakan

pada tes ini yang dilihat menggunakan sinar X maka dilakukan tes colonoscopy

untuk mengetahui penyakit lebih lanjut. Dengan kata lain tes ini hanya dapat

membantu dokter untuk mengetahui posisi sel abnormal.

e. CT-Scan

CT-Scan adalah sinar X yang menghasilkan gambar penampang rinci tubuh.

Jika pada tes sinar X, gambar yang diambil hanya dari satu arah. Pada CT-Scan,

terdapat banyak gambar yang dapat diambil dari berbagai arah. Lalu

gambargambar irisan bagian tubuh ini akan digabungkan untuk dipelajari kembali

oleh dokter. Terdapat dua jenis CT colonography, yaitu dengan dua dimensi dan

tiga dimensi. Tes ini memungkinkan dokter mencari polip atau kanker.

f. Colonoscopy

Pada tes ini, dokter melihat seluruh panjang usus besar dan rektum dengan

colonoscope. Colonoscope adalah versi lama dari sigmoidoscopy. Alat ini

dimasukkan melalui rektum ke dalam usus besar. Colonoscope memiliki kamera

video di ujung yang terhubung ke display sehingga dokter dapat melihat dan

meneliti bagian dalam usus besar. Dengan alat colonoscopy dapat dilakukan

deteksi dan pembuangan polip serta biopsi kanker selama pemeriksaan.


17

g. Tes Darah Tinja

Tes ini untuk mencari darah samar (darah yang tidak dapat dilihat dengan

mata telanjang) dalam tinja. Tes ini dilakukan karena jika seseorang terkena

polipatau kanker kolorektal maka pembuluh darah di permukaan sering rapuh dan

mudah rusak oleh berlalunya feses.

h. Carcinoembryonic

Antigen (CEA) adalah zat yang ditemukan dalam darah beberapa orang yang

sudah terkena kanker kolorektal. Dokter menggunakan tes ini untuk mengetahui

perkembangan penyakit sebelum pengobatan dimulai. Tes ini memudahkan dokter

untuk mengambil tindakan lanjut dari pengobatan.

8. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk kanker kolorektal dibagi menjadi 3 macam yaitu

kemoprevensi, endoskopi dan operasi, serta terapi adjuvan. Kemoprevensi

menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap

berhubungan dengan penurunan mortalitas kankel kolorektal. Obat OAIN seperti

sulindac dan celecoxib telah terbukti efektif menurunkan kejadian berulangnya

adenoma pada pasien dengan FAP (Familial Adenomatous Polyposis). Operasi

akan mengakibatkan mortalitas sebesar 5 % tetapi bila dilakukan pada keadaan

emergensi maka akan menjadi lebih tinggi mortalitasnya. Sepertiga pasien yang

menjalani operasi akan mengalami rekurensi. Kemoterapi adjuvan yang diberikan

bertujuan untuk mengurangi tingkat rekuransi kanker kolorektal setelah operasi.

contohnya, Irinotecan (CPT 11) inhibitor topoisomer dapat memperpanjang

waktu harapan hidup. Oxalipatin analog platinum juga dapat memperbaiki respon

setelah diberikan 5-FU dan leucovarin (Setiati et al., 2014).


18

Menurut NCCN Guidelines version2 (2015), pengobatan Kanker Kolorektal

berdasarkan Sistem TNM American Joint Comitte on Cancer (AJCC), edisi ke 7,

tahun 2009 yaitu:

a. Stadium I:

Eksisi transanal atau reseksi transabdomen + teknik TME bila resiko tinggi,

observasi.

b. Stadium IIA-IIIC:

Neoadjuvan kemoradioterapi (5-FU/RT short course atau capecitabine/RT

short course), reseksi transabdominal (AR atau APR) dengan teknik TME dan

terapi adjuvan (5-FU ± leucovorin or FOLFOX or CapeOX).

c. Stadium IIIC dan/atau localy unresectable:

Neoadjuvant: 5-FU/ RT or Cape/RT or 5-FU/Leuco/RT (RT: Long course

25x), reseksi trans-abd resection + teknik TME bila memungkinkan dan adjuvant

in any T (5-FU ± leucovorin or FOLFOX or CapeOx).

d. Stadium IVA/B (metastasis dapat direseksi):

Kombinasi kemoterapi atau reseksi staged/synchronous lesi metastasis + lesi

rektum atau 5-FU/pelvic RT. Lakukan re-assessment untuk menentukan stadium

dan kemungkinan reseksi.

e. Stadium IVA/B (metastasis synchronous tidak dapat direseksi atau secara

medis inoparabel):

Bila simptomatik (terapi simptomatis: reseksi atau stoma ataukolon stenting),

lanjutkan dengan kemoterapi untuk kanker lanjut. Bila asimptomatik berikan

terapi non-surgikal lalu reassess untuk menentukan kemungkinan untuk reseksi.


19

f. Pembedahan

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama

ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif.

Tindakan bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe

regional. Bila sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer akan di reseksi juga

dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel,

dan nyeri (Sjamsuhidayat & de Jong, 2015).

g. Kolostomi

Kolostomi adalah pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar

melalui dinding perut dengan tindakan bedah bila jalan ke anus tidak bisa

berfungsi, dengan cara pengalihan aliran feses dari kolon karena gangguan fungsi

anus (Suratun & Lusianah, 2016)

h. Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan karsinoma dengan menggunakan x-ray

berenergi tinggi untuk membunuh sel karsinoma. Terdapat 2 Cara pemberian

terapi radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal. Radiasi eksternal

(external beam radiation therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat

tinggi secara tepat diarahkan pada sel karsinoma. Terapi radiasi tidak menyakitkan

dan pemberian radiasi hanya berlangsung menit (American Cancer Society, 2013).

i. Kemoterapi

Kemoterapi pada kanker kolorektal dapat dilakukan sebagai terapi ajuvan,

neoaduvan atau paliatif. Terapi ajuvan direkomendasikan untuk kanker rektum

stadium II dan stadium III yang memiliki risiko tinggi (Komite Penanggulangan

Kanker Nasional, 2015).


20

9. Komplikasi

Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.

Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon

dan rektum yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan

mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan atau sepsis dapat

menimbulkan syok (Smeltzer dan Bare, 2015)

B. Konsep Nyeri

1. Pengertian nyeri akut

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari tiga

bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

2. Etiologi nyeri akut

Penyebab nyeri akut salah satunya adalah agen pencedera fisik (prosedur

operasi) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Nyeri merupakan suatu kondisi

yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu.

Nyeri bersifat subjektif dan individual (Potter & Perry, 2016). Nyeri juga

merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare, 2016). Nyeri

akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah,

dan memiliki awitan bedah yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan

sampai berat) serta berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang

dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.
21

3. Patofisiologi nyeri

Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Pasien

yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala perspirasi meningkat,

denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Nyeri ini biasanya berlangsung

tidak lebih dari enam bulan. Awitan gejalanya mendadak dan biasanya penyebab

serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan

tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri. Teori

Gate control mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat

oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme

pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di dalam kornu

dorsalis pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik. Suatu keseimbangan

aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur

proses pertahanan. Neuron delta A dan C melepaskan substansi P untuk

menstransmisikan impuls melalui mekanisme petahanan.

Neuron beta A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan

neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut

beta A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Apabila masukan yang

dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka

pertahanan tersebut dan pasien akan mempersepsikan nyeri. Saat impuls

diantarkan ke otak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang

memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen,

seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari

tubuh. Neuro modulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat

pelepasan substansi P (Potter & Perry, 2010). Terdapat tiga komponen fisiologis
22

dalam nyeri yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri

mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki

medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya

sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri

dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral,

maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang

pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam

upaya mempersiapkan nyeri (Potter & Perry, 2016).

4. Faktor yang mempengaruhi nyeri akut

Faktor yang dapat mempengaruhi nyeri akut pada pasien post operasi Ca

rectum yaitu etnik dan nilai budaya, tahap perkembangan, lingkungan dan

individu pendukung, Ansietas dan stress (Mubarak, 2015)

a. Etnik dan nilai budaya Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan

nyeri adalah sesuatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih

perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku

psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini dapat memengaruhi

pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.

b. Tahap perkembangan Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan

variabel penting yang akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri.

Dalam hal ini, anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri

yang mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat

menghambat penanganan nyeri yang mereka rasakan dibandingkan orang

dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka.
23

c. Lingkungan dan individu pendukung lingkungan yang asing, tingkat

kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan

tersebut akan dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga

dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi

persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang sendirian, tanpa

keluarga atau teman-temannya yang mendukungnya, cenderung merasakan

nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari

keluarga dan orang-orang terdekat.

d. Ansietas dan stress Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang

terjadi. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol

nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.

Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri

yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan

yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka

5. Pengukuran intensitas nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri yang

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual, serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan

objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respons fisiologis tubuh

terhadap nyeri itu sendiri, namun pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat

memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.


24

a. Skala intensitas nyeri deskritif

Skala deskritif adalah alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih

objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale-VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri atastiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun

dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini di-ranking dari “tidak

terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

b. Skala penilaian nyeri numerik

Skala penilaian numerik (NumeriCal Rating Scales-NRS) lebih digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi data. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.

Gambar 2.2 Skala Nyeri Numerik

c. Skala analog visual

Skala analog visual (Visual Analog Scale-VAS) tidak melabel subdivisi. VAS

merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri terus-menerus dan

pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien

kebebasan
25

penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan

pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat

mengidentifikasi setiap titik paada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata

atau satu angka.

Gambar 2.3 Skala Nyeri Analog Visual

d. Skala nyeri menurut Bourbanis

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan

tidak menghabiskan waktu banyak saat pasien melengkapinya.

Gambar 2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis

6. Tanda dan gejala

Menurut Tim Pokja SDKI PPNI (2017), data mayor dan data minor pada

nyeri akut antara lain:

Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Mayor Minor Nyeri Akut

Gejala Mayor Dan Minor


Subjektif Obyektif
Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersifat protektif (misalnya
waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
26

Gejala Mayor Dan Minor


Subjektif Obyektif
5. Sulit tidur
Tidak ditemukan data subjektif 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
(Sumber : TIM POKJA SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi dan Indikator diagnostic. 2017)

C. Konsep Relaksasi Benson

1. Pengertian relaksasi benson

Relaksasi adalah suatu teknik yang dapat membuat pikiran dan tubuh menjadi

rileks melalui sebuah proses yang secara progresif akan melepaskan ketegangan

otot di setiap tubuh (Potter & Perry, 2016). Teknik relaksasi berguna dalam

berbagai situasi, misalnya nyeri, cemas, kurangnya kebutuhan tidur, stres, serta

emosi yang ditunjukkan. Relaksasi memelihara reaksi tubuh terhadap respon fight

or flight, penurunan respirasi, nadi, dan jumlah metabolik, tekanan darah dan

energi yang digunakan (Potter & Perry, 2016). Relaksasi Benson merupakan

pengembangan metode relaksasi pernafasan dengan melibatkan keyakinan yang

dianut oleh pasien yang dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan yang

lebih baik. Dengan menggunakan relaksasi benson otot-otot tubuh akan menjadi

lebih relaks sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman (Benson &

Proctor, 2016). Relaksasi benson ini bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi

kecemasan, menurunkan ketegangan otot-otot dan tulang. Manfaat dari teknik


27

relaksasi benson terbukti memodulasi stres terkait kondisi seperti : marah, cemas,

disritmia, nyeri, depresi, hipertensi dan insomnia serta menimbulkan perasaan

yang lebih tenang (Benson & Proctor, 2016).

Purwanto (2015) menjelaskan relaksasi benson merupakan relaksasi dengan

menggunakan keyakinan agama yang dianut yang dapat membantu pasien

mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik. Pada relaksasi

benson dapat ditambahi dengan dzikir dengan kalimat-kalimat yang mudah

diucapkan seperti astaghfirullah, subhanallah, alhamdulillah, allahu akbar, laa ilaa

ha illallah. Dzikir merupakan solusi terbaik, iman kepada Allah dapat

menyembuhkan gangguang kejiwaan, kecemasan sekaligus memberikan rasa

aman dan tentram dalam jiwa seseorang, hendaklah berdzikir kepada Allah SWT.

Berdzikir dalam artian luas menyebabkan orang-orang dapat memahami dan

menghadirkan tuhan dalam pikiran, perilaku dan sabagainya (QS. Ar-Rad/13:28)

2. Komponen Relaksasi Benson

Benson & Proctor (2016) menjelaskan relaksasi benson terdiri dari empat

komponen dasar yaitu:

a. Suasana tenang

Suasana yang tenang membantu efektivitas pengulangan kata atau kelompok

kata dan dengan demikian mempermudah menghilangkan pikiran-pikiran yang

mengganggu.

b. Perangkat mental

Untuk memindahkan pikiran-pikiran yang berorientasi pada hal-hal yang

logis dan yang berada di luar diri diperlukan suatu rangsangan yang konstan yaitu
28

satu kata atau frase singkat yang diulang-ulang dalam hati sesuai dengan

keyakinan. Kata atau frase yang singkat merupakan fokus dalam melakukan

relaksasi benson. Fokus terhadap kata atau frase singkat akan meningkatkan

kekuatan dasar respon relaksasi dengan memberi kesempatan faktor keyakinan

untuk memberi pengaruh terhadap penurunan aktivitas saraf simpatik. Mata

biasanya terpejam apabila tengah mengulang kata atau frase singkat. Relaksasi

benson dilakukan 1 atau 2 kali sehari selama antara 10 menit. Waktu yang baik

untuk mempraktikkan relaksasi benson adalah sebelum makan atau beberapa jam

sesudah makan, karena selama melakukan relaksasi, darah akan dialirkan ke kulit,

otot-otot ekstremitas, otak, dan menjauhi daerah perut, sehingga efeknya akan

bersaing dengan proses makan (Benson & Proctor, 2016).

c. Sikap pasif

Apabila pikiran-pikiran yang mengacaukan muncul, pikiran tersebut harus

diabaikan dan perhatian diarahkan lagi ke pengulangan kata atau frase singkat

sesuai dengan keyakinan. Tidak perlu cemas seberapa baik melakukannya karena

hal itu akan mencegah terjadinya respon relaksasi benson. Sikap pasif dengan

membiarkan hal itu terjadi merupakan elemen yang paling penting dalam

mempraktikkan relaksasi benson.

d. Posisi nyaman

Posisi tubuh yang nyaman adalah penting agar tidak menyebabkan

ketegangan otot-otot. Posisi tubuh yang digunakan, biasanya dengan duduk atau

berbaring di tempat tidur.


29

3. Cara kerja relaksasi benson

Relaksasi benson dilakukan dengan melakukan inspirasi panjang yang

nantinya akan menstimulasi secara perlahan-lahan reseptor regang paru karena

inflamasi paru. Keadaan ini memberikan sinyal yang kemudian dikirim ke

medulla oblongata yang akan memberikan informasi tentang peningkatan aliran

darah. Informasi ini akan diteruskan ke batang otak, akibatnya saraf parasimpatis

mengalami peningkatan aktivitas dan saraf simpatis mengalami penurunan

aktivitas pada kemoreseptor, sehingga peningkatan tekanan darah dan inflamasi

paru akan menurunkan frekuensi denyut jantung dan terjadi vasodilatasi pada

sejumlah pembuluh darah (Rice, 2016).

Saat seseorang mengalami ketegangan yang bekerja adalah sistem saraf

simpatis. Aktivasi sistem saraf simpatis akan mengakibatkan terjadinya

peningkatan frekuensi jantung, peningkatan nadi, dilatasi arteri koronaria, dilatasi

pupil, dilatasi bronkus dan meningkatkan aktivasi mental, sedangkan pada waktu

rileks yang bekerja adalah sistem saraf parasimpatis, dengan demikian relaksasi

dapat menekan rasa tegang, sehingga timbul perasaan rileks dan penghilangan.

Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin

Releasing Hormone (CRH) dan Corticotropin Releasing Hormone (CRH)

mengaktifkan anterior pituitary untuk mensekresi encephalin dan endorphin yang

berperan sebagai neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati sehingga

menjadi rileks dan senang. Di samping itu, pada anterior pituitary sekresi

Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) menurun, kemudian Adrenocorticotropic

Hormone (ACTH) mengontrol adrenal cortex untuk mengendalikan sekresi


30

kortisol. Menurunnya kadar Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) dan kortisol

menyebabkan stres dan ketegangan menurun (Sholeh, 2016).

4. Manfaat relaksasi benson

Relaksasi benson lebih mudah dilakukan bahkan dalam kondisi apapun serta

tidak memiliki efek samping apapun. Di samping itu, kelebihan dari teknik

relaksasi lebih mudah dilaksanakan oleh pasien, dapat menekan biaya pengobatan,

dan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya stres (Yosep, 2017). Menurut

Miltenberger (2014), bahwa manfaat relaksasi benson yaitu mengurangi nyeri,

mengatasi gangguan tidur (insomnia), mengatasi kecemasan, dan sebagainya. Hal

ini juga senada dengan apa yang disampaikan Mander (2014) yang menyatakan

bahwa keuntungan pengajaran teknik relaksasi benson pada pasien bedah ortopedi

yang tidak lagi mendapat obat analgesia sistemik menunjukkan skor distres yang

lebih rendah, skor nyeri lebih rendah, dan menderita insomnia lebih sedikit.

5. Langkah-langkah terapi relaksasi benson

Prosedur teknik relaksasi benson Langkah-langkah relaksasi benson menurut

Datak (2018) adalah sebagai berikut.

a. Ambil posisi yang dirasakan paling nyaman.

b. Pejamkan mata dengan pelan tidak perlu dipaksakan, sehingga tidak ada

ketegangan otot sekitar mata.

c. Kendurkan otot-otot serileks mungkin, mulai dari kaki, betis, paha, perut, dan

lanjutkan ke semua otot tubuh. Tangan dan lengan diulurkan kemudian

lemaskan dan biarkan terkulai wajar. Usahakan agar tetap rileks.

d. Mulai dengan bernapas yang lambat dan wajar, serta mengucapkan dalam hati
31

satu kata atau kalimat sesuai keyakinan pasien, kalimat yang digunakan

berupa kalimat pilihan pasien. Pada saat menarik napas disertai dengan

mengucapkan kalimat sesuai keyakinan dan pilihan pasien di dalam hati dan

setelah mengeluarkan napas, ucapkan kembali kalimat sesuai keyakinan dan

pilihan pasien di dalam hati. Sambil terus melakukan langkah nomor 5 ini,

lemaskan seluruh tubuh disertai dengan sikap pasrah.

e. Teruskan selama 10 menit, bila sudah selesai bukalah mata perlahan-lahan.

6. EBN Dalam Mengatasi Nyeri


Berdasarkan hasil dari pencarian literature review melalui publikasi Goggle

Scholer, Sains Direct peneliti memakai istilah kata kunci “managemen, pain””

Benson relaxation” AND “post operation ”. Peneliti menemukan 801 jurnal yang

sinkron menggunakan istilah kunci tadi. Jurnal penelitian kemudian diskrining,

sebasar 90 jurnal dieklusi dari tahun 2017 ke bawah, asessmen kelayakan 20

Jurnal, jurnal yang sudah di duplikasikan dan jurnal yang tidak sesuai dengan

kriterian inklusi dan ekslusi, sehingga diperoleh 6 jurnal yang akan di review dan

digunakan sebagai acuan dalam penerapan manajemen nyeri akut pada pasien post

operasi.
32

Tabel 2.1 hasil review jurnal

Judul dan Sumber


No Metode Hasil penelitian
author
1 The Effect of Open Access D: quasi eksperimen Hasil penelitian
Benson Maced J Med S: 28 responden yang mengungkapkan bahwa
Relaxation on Sci. 2022 Feb dibagi menjadi 2 intensitas nyeri
Quality of Sleep 10; 10(G):99- kelompok menurun dan kualitas
and acute pain 104. V: relaksasi benson tidur meningkat setelah
of Cancer kualitas tidur dan dilakukan intervensi.
Patients nyeri
I: VAS dan PSQI
(Efendi et A: Uji wilcoxon
al.,2022)
2 Effectiveness of Journal of D: quasi eksperimen Penelitian ini
Benson’s South Asian S: 60 responden yang mengungkapkan
Relaxation Federation of dibagi menjadi 2 perbedaan yang
Therapy on Obstetrics and kelompok signifikan antara stres
Reduction of Gynaecology V: relaksasi benson dan nyeri pretest dan
Postcesarean Volume 13 , dan nyeri posttest pada kelompok
Pain and Stress Issue 2, Year I: VAS eksperimen, yang
among Mothers 2021 A: Uji wilcoxon signifikan secara
in a Selected statistik dengan p-value
Hospital at <0,05. Pada kelompok
Kochi kontrol, stres pretest
dan stres posttest tidak
(Raj et al.,2021)
berbeda nyata dan
terdapat perbedaan skor
nyeri pretest dan
posttest karena p-value
< 0,05. Ketika
membandingkan
distribusi persentase
nyeri posttest pada
kedua kelompok,
sebagian besar
kelompok eksperimen
(76,7%) mengalami
nyeri ringan dan 23,3%
di antaranya mengalami
33

Judul dan Sumber


No Metode Hasil penelitian
author
nyeri sedang.
Sebaliknya, pada
kelompok kontrol,
hanya 16,7% ibu pasca
sesar yang mengalami
nyeri ringan dan sekitar
50% mengalami nyeri
sedang, dan 33,3%
mengalami nyeri berat.
3 Effect Of Benson Journal of D: Quasy eksperimen Setelah penerapan
Relaxation Positive School S: 170 responden teknik relaksasi
Technique On Psychology V: relaksasi benson, Benson, kedua
Reducing Pain 2022, Vol. 6, nyeri dan stress kelompok memiliki
And Stress No. 8, 6820- I: numeriCal rating perbedaan yang
Among Post 6848 sCale . signifikan secara
Cesarean A: Uji wilcoxon statistik dalam
Section Mothers intensitas nyeri dan
peringkat skala stres
(Mohamady et yang dirasakan.
al.,2022) Sementara itu, tidak ada
perbedaan yang
signifikan secara
statistik dalam
intensitas nyeri atau
peringkat skala stres
yang dirasakan antara
kelompok studi dan
kontrol sebelum
memberikan
pendekatan relaksasi
Benson.
4 The Effect of IJCBNM July D : randomized Setelah intervensi, skor
Benson’s 2021; Vol 9, control group pretest rata-rata intensitas
Relaxation No 3 postest design nyeri, keyakinan nyeri
Technique on S: 20 responden dan inventaris persepsi,
Pain Intensity, V: relaksasi benson, dan penerimaan nyeri
Belief, Nyeri, keyakinan, pada kelompok
Perception, and persepsi dan intervensi adalah
Acceptance in penerimaan 4,26±2,17, -13,35±1,50
adult I: NRS (Numeric dan 67,24±9,49 dan
Hemophilia Rating SCale) pada
Patients: A A: Uji Wilcoxon kelompok kontrol
Randomized masing-masing adalah
Controlled Trial 5,85±2,61, -2±1,70, dan
56,57±11,04. Setelah
(Molazem et intervensi,
34

Judul dan Sumber


No Metode Hasil penelitian
author
al.,2021) perbedaan ditemukan
antara kelompok
mengenai skor rata-rata
intensitas nyeri
(P=0,007), nyeri
persediaan keyakinan
dan persepsi (P<0,001)
dan subskalanya
(P<0,05) serta
penerimaan nyeri total
(P<0,001).
5 Relaxation Heliyon D: sistematik review Empat studi
techniques as an Volume 7, S: 21 artikel menemukan efek yang
intervention for Issue V: Relakassi benson signifikan pada ukuran
chronic pain: A 8, August 2021 dan nyeri kronis hasil sekunder saja.
systematic I: Ceklist prisma Empat studi
review of A: PRISMA menunjukkan tidak ada
randomized efek yang signifikan
controlled trials pada setiap ukuran
hasil. Dengan demikian,
(Vambheim et sebagian besar
al.,2021) penelitian melaporkan
bahwa teknik relaksasi
mengurangi rasa sakit
dan/atau ukuran hasil
sekunder. Namun,
penelitian yang
disertakan telah
mengevaluasi efek di
berbagai kondisi nyeri
kronis dan teknik
relaksasi. Oleh karena
itu, ada tingkat
heterogenitas yang
besar di antara studi
yang disertakan. Ini
memperumit evaluasi
efek dan membuatnya
sulit untuk menarik
kesimpulan yang jelas
dan tidak ambigu.
Teknik relaksasi
mungkin paling efektif
bila digunakan melalui
latihan yang teratur dan
berkelanjutan.
35

Judul dan Sumber


No Metode Hasil penelitian
author
6 The Effect of Journal ‫ پژوهش‬D: quasi experimen Hasil penelitian
Benson's ‫در‬ ‫توانبخشی‬ S: 76 responden menunjukkan bahwa
Relaxation | ‫پرستاری‬ V: relaksasi napas sebelum intervensi,
Technique on Year:2021 dalam dan nyeri post rata-rata skor Nyeri
Postoperative Volume:5 | operasi pada kelompok
Pain after Total Issue:4 I: NRS And BRS intervensi di semua sesi
Knee Start Page:1 | A: independent t-test, (kecuali untuk pertama
Replacement in End Page:8 Wilcoxon and Analysis of kali) lebih rendah
elder covariance daripada kelompok
hospitalized kontrol. Skor nyeri pada
Patients in kelompok kontrol (P
selected <0,001) secara
Hospitals of signifikan lebih tinggi
Kashan daripada kelompok
intervensi (P <0,001).
(Zohreh et Rerata intensitas nyeri
al.,2021) sedang setelah
penghilangan efek
pretest, jenis rumah
sakit, usia dan jenis
kelamin pada kelompok
intervensi secara
signifikan lebih rendah
daripada kelompok
kontrol (P <0,001)..

D. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan pasien, baik fisik, mental, social dan lingkungan (Dermawan, 2014).

a. Pengumpulan Data

1) Identitas pasien: Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,

tempat tinggal
36

2) Riwayat penyakit sekarang: Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya

keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran

3) Riwayat penyakit dahulu: Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita

pasien dengan timbulnya kanker rektum.

4) Riwayat penyakit keluarga: Adakah anggota keluarga yang mengalami

penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang

mengalami penyakit kronis lainnya

5) Riwayat psikososial dan spiritual: Bagaimana hubungan pasien dengan

anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat

sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang

dideritanya, dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

b. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual

1) Pola Nutrisi Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan

apa saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi

makanannya.

2) Pola Eliminasi Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah

keluar darah atau tidak, keras, lembek, Cair

3) Pola personal hygiene Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi,

menggunakan sabun atau tidak, menyikat gigi

4) Pola istirahat dan tidur Kebiasaan istirahat tidur berapa jam? Kebiasaan –

kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?

5) Pola aktivitas dan latihan Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan,
37

aktivitas diluar kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung

dan sekitarnya.

6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan Kebiasaan merokok,

mengkonsumsi minum-minuman keras, ketergantungan dengan obat-obatan

(narkoba).

7) Hubungan peran Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga,

teman-teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat?

8) Pola persepsi dan konsep diri Pandangan terhadap image diri pribadi,

kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan dengan keluarga.

9) Pola nilai kepercayaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

keyakinan terhadap agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di

anut dan patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.

10) Pola reproduksi dan seksual Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia,

hubungan dengan keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.

c. Riwayat pengkajian nyeri

P: Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang bias

memperberat? apa yang bias mengurangi?

Q: QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala

dirasakan

R: Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar?

S: Skala – severity: Seberapah tingkat keparahan dirasakan? Pada skala

berapah?

T: Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan? tiba-
38

tiba atau bertahap? seberapa lama gejala dirasakan?

d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 37,5 C, nadi 60

-100X/ menit, RR 16-20x / menit tensi 120/ 80 mmHg.

2) Pemeriksaan head totoe Kepala dan leher: Dengan tehnik inspeksi dan

palpasi: Rambut dan kulit kepala: Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,

penekanan Telinga: Perlukaan, darah, cairan, bauh? Mata: Perlukaan,

pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda asing,

skelera putih ? Hidung: Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan

anatomi akibat trauma? Mulut: Benda asing, gigi, sianosis, kering? Bibir:

Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering? Rahang: Perlukaan, stabilitas ?

Leher: Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid.

e. Pemeriksaan dada

1) Inspeksi: Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan,

irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan bentu dada?

2) Palpasi: Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan

kiri dinding dada.

3) Perkusi: Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas

paru dan hepar.

4) Auskultasi: Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara

ronchi dan wheezing

f. Kardiovaskuler

1) Inspeksi: Bentuk dada simetris


39

2) Palpasi: Frekuensi nadi,

3) Parkusi: Suara pekak

4) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur,

g. Sistem pencernaan/abdomen

1) Inspeksi: Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau

datar , tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah

ada benjolanbenjolan / massa

2) Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feses) turgor

kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah tupar teraba,

apakah lien teraba?

3) Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan

menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinaria, tumor)

4) Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali

permenit.

h. Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:

1) Warna dan suhu kulit

2) Perabaan nadi distal

3) Depornitas extremitas alus

4) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif

5) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi

6) Derajat nyeri bagian yang cidera

7) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh

8) Reflek patella
40

I, Pemeriksaan pelvis/genitalia

1) Kebersihan, pertumbuhan rambut

2) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau

tidak

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau

respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko

masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosa keperawatan merupakan

bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu

pasien mencapai kesehatan yang optimal (PPNI, 2016):

Diagnosis keperawatan pre operasi:

a. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan Intra kemoterpi

b. Risiko gangguan integritas kulit b.d bahan kimia iritatif

c. Nausea b.d efek agen farmakologis

d. Gangguan citra tubuh d.d efek tindakan/pengobatan

e. Risiko defisit nutrisi d.d mual muntah

Diagnosis keperawatan post operasi:

a. Nyeri b.d Agen cidera fisik (prosedur operasi)

b. Resiko Infeksi b.d Efek prosedur invasive

c. Gangguan Integritas kulit/jaringan b.d prosedur pembedahan dan luka operasi

3. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan terapi yang dikerjakan perawat didasarkan

pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan


41

dan pemulihan kesehatan individu, keluarga, dan komunitas (PPNI, 2018).

Intervensi keperawatan pre operasi

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan SLKI SIKI
SDKI
Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas I.09314
ancaman mengalami tindakan keperawatan Terapi Relaksasi I.09326
kematian D.0080 diharapkan tingkat Observasi :
ansietas pasien menurun 1. Identifikasi saat tingkat
dengan Kriteria hasil : ansietas berubah
L.09093 2. Monitor tanda-tanda
1. Pasien mengungkapkan ansietas
kebingungannya 3. Identifikasi teknik
menurun relaksasi yang pernah
2. Pasien mengatakan digunakan
kekhawatirannya 4. Identifikasi kesediaan
menurun ,kemampuan dan
3. Keluhan pusing penggunaan teknik
menurun sebelumnya
4. Tanda-tanda vital Terapeutik :
dalam batas normal 5. Motivasi pasien untuk
5. Kontak mata pasien mengidentifikasi situasi
membaik yang memicu
6. Orientasi pasien kecemasan
membaik 6. Ciptakan lingkungan
yang tenang, anjurkan
menggunakan pakaian
yang longgar
7. Gunakan relaksasi
sebagai penunjang
dengan analgetik atau
tindakan medis lain
Edukasi :
8. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
Anjurkankeluarga untuk
tetap bersama pasien,
jika perlu
42

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan SLKI SIKI
SDKI
Risiko gangguan Setelah dilakukan Edukasi pencegahan infeksi
integritas kulit b.d tindakan keperawatan I.12406
bahan kimia iritatif diharapkan kemampuan Observasi:
D.0139 untuk mencegah 1. Periksa kesiapan dan
meningkat meningkat deteksi dini infeksi pada
dengan Kriteria hasil : pasien beresiko
L.14128 Terapeutik:
1. Kemampuan mencari 2. Siapkan materi, media
informasi tentang tentang faktorfaktor
faktor resiko penyebab, cara
meningkat identifikasi dan
2. Kemampuan untuk pencegahan resiko
mengidentifikasi infeksi di rumah sakit
faktor resiko 3. Jadwalkan waktu yang
meningkat tepat untuk memberikan
3. Kemampuan pendidikan kesehatan
menghindari faktor sesuai kesepakatan
resiko meningkat dengan pasien dan
keluarga
4. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi:
5. Jelaskan tanda gejala
infeksi local dan
sistemik
6. Anjurkan mengikuti
tindakan pencegahan
sesuai kondisi
43

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan SLKI SIKI
SDKI
Nausea b.d efek Setelah dilakukan Menejemen Mual I.03117
agen farmakologis tindakan keperawatan Observasi :
D.0076 diharapkan tingkat 1. Identifikasi pengalaman
nausea pasien menurun mual
terhadap perubahan citra 2. Identifikasi pengalaman
tubuh yang di alami mual terhadap kualitas
dengan Kriteria hasil : hidup (nafsu makan)
L.08065 3. Monitor mual
1. Nafsu makan Terapeutik :
meningkat 4. Kendalikan factor
2. Keluhan mual lingkungan penyebab
menurun mual
3. Frekuensi menelan Edukasi :
meningkat 5. Anjurkan istirahat dan
4. Perasaan asam tidur yang cukup
dimulut menurun Kolaborasi :
5. Takikardia membaik 6. Kolaborasi pemberian
antiemetic, jika perlu

Intervensi keperawatan post operasi

Diagnosa Kriteria Hasil SLKI Intervensi SIKI


Keperawatan SDKI

Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)


berhubungan dengan Tindakan keperawatan Observasi
agen cidera fisik selama 1x8 jam tingkat 1. Lokasi, karakteristik,
(D.0077) nyeri menurun durasi,frekuensi,kualitas,
(L.08066) intensitas nyeri
Dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri Identifikasi respon nyeri
menurun non verbal
2. TTV membaik dalam 3. Identifikasi faktor yang
batas normal Pasien memperberat dan
bisa berkativitas memperingan nyeri
sesuai kemampuan 4. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
5. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
44

6. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
7. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
8. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(distraksi relaksasi)
dalam kasus ini
adalah relaksasi benson
9. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
10. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
11. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
12. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
13. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
14. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian
analgesik
45

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan SLKI SIKI
SDKI
Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan Pencegahan infeksi I.14539
Efek prosedur tindakan keperawatan Observasi :
invasive D.0142 diharapkan tidak terjadi 1. Monitor tanda dan gejala
tanda-tanda infeksi infeksi local dan sitemik
dengan Kriteria hasil : Terapeutik :
L.14137 1. Batasi pengunjung bila
1. Kebersihan badan perlu
pasien meningkat 2. Berikan perawatan kulit
2. Kebersihan tangan pada area edema
pasien meningkat 3. Cuci tangan sebelum dan
3. Nafsu makan pasien setelah tindakan
meningkat keperawatan
4. Hematoma menurun 4. Pertahankan teknik
5. Kemerahan menurun aseptic pada pasien
6. Skala nyeri menurun beresiko tingg
7. Kadar sel darah putih Edukasi :
5. Ajarkan mencuci tangan
dengan benar
Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan luka (I.14564)
kulit/jaringan b.d asuhan keperawatan Observasi
prosedur bedah dan selama 1 jam diharapkan 1. Monitor karakteristik
adanya luka operasi integritas jaringan luka
(D.0129) meningkat dengan 2. Monitor tanda-tanda
Kriteria hasil : Integritas infeksi.
jaringan meningkat Terapeutik
(L.14125). Kerusakan 3. Lepas balutan dan plester
jaingan menurun, secara perlahan
Jaringan parut menurun, 4. Bersihkan luka dengan
Slough dan pus NaCl 0,9% atau sesuai
menurun, Nekrosis kebutuhan.
menurun, Nyeri 5. Bersihkan jaringan
menurun. nekrotik
6. Berikan salep yang sesuai
7. Pasang balutan sesuai
jenis luka
8. Pertahankan tehnik steril
saat perawatan luka
Edukasi
9. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
10. Ajarkan ganti balutan
secara mandiri
46

Kolaborasi
11. Kolaborasi prosedur
debridement
12. Kolaborasi pemberian
antibiotik dan analgetik
(bila perlu)
47

4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan

pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi

implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Mulyanti, 2017).

Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana

tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai

tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di

laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah

kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan

yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Efendi & Makhfudli,

2016).

5. Evaluasi keperawatan

Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana

tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.

Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan

tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien.

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan

keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan

pasien secara
48

optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Rahma, 2016). Evaluasi

keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang

berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai

atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari

rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi

kebutuhan pasien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan

tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif,

afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik. Terdapat dua

jenis evaluasi yaitu evaluasi sumatif dan formatif dengan menggunakan beberapa

metode (Yustiana Olfah, 2016).


48

BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah sebuah studi kasus,studi yang

meneliti salah satu masalah secara terperinci dan memiliki pengambilan dan

pengumpulan data secara menyeluruh dengan menyertakan berbagai sumber data.

Penelitian ini dibatasi oleh peristiwa, aktivitas individu sesuai dengan waktu dan

tempat serta kasus yang dipelajari (Notoadmojo, 2016). Penelitian studi kasus ini

untuk meneliti penerapan relaksasi benson untuk mengatasi nyeri post operasi

Ca rectum RS Darmo Surabaya

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS Darmo Surabaya 26 s/d 29 September 2022

C. Subyek Penelitian
Penelitian ini menggunakan 1 pasien yang di diagnosa mengalami Ca rektum

dengan masalah keperawatan nyeri post operasi Ca rectum RS Darmo Surabaya

dengan kriteria yaitu

1. Pasien dengan post operasi Ca rektum.

2. Pasien dengan diagnosis Ca rectum stadium IV.

3. Pasien dengan masalah keperawatan nyeri dengan skala 5.

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian

diperlukan beberapa teknik menurut (Notoadmojo, 2016) antara lain :

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan utama

riwayat penyakit sekarang dahulu keluarga, sumber data lain dari pasien

keluarga, perawat lainya)


49

2. Observasi dengan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA:

inspeksi,perkusi, palpasi, auskultasi) pada sistem tubuh pasien.

3. Studi dokumentasi (hasil dan pemeriksaan diagnostik dan data lain yang

relevan).

E. Etika Penelitian

Menurut (Nursalam, 2014) diCantumkan etika yang mendasari penyusunan

studi kasus, terdiri dari:

a. Informed consent (persetujuan menjadi responden) di mana subjek harus

mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan

dilaksanakan, mempunyai hak untukbebas berpartisipasi atau menolak

menjadi responden. Pada informed consent juga perlu di cantumkan bahwa

data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

b. Anominity (tanpa nama) dimana subjek mempunyai hak untuk meminta

bahwa data yang diberikan harus data yang dirahasiakan. Kerahasiaan dari

responden dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari responden atau

tanpa nama (anominity).

c. Confidentiality (kerahasiaan) yang diberikan kepada responden dijamin oleh

peneliti
50

BAB 4

GAMBARAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas

Pada tanggal 26 September 2022 seorang pasien berinisial Ny. S berusia 80

tahun dan beragama islam. Suku pasien adalah jawa dengan pendidikan terkahir

SLTA yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Alamat pasien di Surabaya dan

tinggal bersama anaknya. Penanggung jawab Ny. S adalah Tn.R yang merupakan

anaknya.

2. Riwayat sakit dan kesehatan

a. Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi Ca rectum

b. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.

Nyeri bertambah pada saat pasien bergerak dan nyeri berkurang saat pasien

istirahat. Nyeri dirasakan seperti ditusuk dengan skala nyeri 5. Nyeri

dirasakan di area luka operasi. Aktivitas pasien terganggu karena keterbatasan

gerak akibat nyeri luka post operasi. Nyeri dirasakan hilang timbul

c. Penyakit yang pernah diderita: Tidak ada

d. Penyakit yang pernah diderita keluarga : Keluarganya tidak ada yang

mengalami keluhan yang sama seperti yang pasien alami. Keluarga pasien

tidak ada memiliki penyakit keturunan seperti jantung, hipertensi, diabetes

mellitus asma dan lain-lain.

e. Pemeriksaan Fisik

1) Pemeriksaan Sistem pernapasan: pasien tidak ada keluhan di sistem

pernapasan. RR:20x/mnt, tidak ada sesak, tidak ada batuk, tidak ada sekret,
51

tidak ada penggunaan otot bantu napas, tidak ada pernapasan cuping hidung,

irama napas pasien normal, pola napas pasien normal, suara napas vesikuler,

pasien tidak terdapat alat bantu napas.

2) Sistem Kardiovaskuler: pasien mengatakan tidak ada keluhan, Tekanan darah:

130/80mmHg, N:90x/mnt, tidak ada keluhan nyeri pada dada, irama jantung

regular, suar ajantung normal (S1/S2 tunggal), CRT < 2 detik

3) Sistem persyarafan: GCS 456, Suhu: 36,8C, kesadaran composmentis, tidak

ada keluhan pusing, tidak ada gangguan pada saraf kranial, pupil isokor,

sklera anikterus, konjungtiva ananemis, istirahat tidur sekitar 8 jam/hari dan

tidak mengalami gangguan tidur.

4) Sistem perkemihan: pasien mengatakan tidak ada keluhan saat BAK, tidak

ada sekret dan ulkus, pasien berkemih spontan menggunakan pispot, produksi

urine

±2L/hari dengan warna kuning dan bau khas ammonia, tidak ada nyeri tekan.

5) Sistem Pencernaan: pasien mengatakan perut terasa begah saat makan, BB:

53.5kg, TB: 153cm, IMT: 22,86m2 /kg dengan interpretasi normal. Mulut

pasien bersih, membran mukosa pasien lembab, tidak ada keluhan sakit pada

tenggorokan dan tidak ada keluhan gangguan menelan. Pasien terpasang

stoma pada perut bagian bawah kiri kuadran 9, pada tanggal 22 september

2022 BAB terakhir dengan konsistensi lunak.

6) Sistem penglihatan: pasien mengatakan bisa melihat, pasien tidak

menggunakan kacamata, pupil isokor, sklera anikterus, konjungtiva

ananemis.
52

7) Sistem Pendengaran: pasien bisa mendengar dan merespon semua pertanyaan,

daun telinga normal dan simetris, tidak terdapat nyeri, fungsi pendengaran

baik, tidak menggunakan alat bantu pendengaran.

8) Sistem Muskuloskeletal: Kekuatan otot menurun menjadi 5/5/5/5, tidak

terpasang traksi.

9) Sistem Integumen: Terdapat luka bekas operasi pada area rektum. Pasien

beresiko rendah mengalami dekubitus seperti pada hasil pemeriksaan

ditemukan skor 16 yang artinya berisiko rendah.

10) Sistem Endokrin: tidak ada pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening,

11) Pengkajian Psikososial: pasien mengatakan pasrah terhadap penyakitnya dan

pasien berharap cepat sembuh, selama pengkajian berlangsung pasien

kooperatif.

12) Personal Hygiene dan Kebiasaan: kebersihan diri baik, ADL pasien dibantu

oleh anak dan istrinya. Mandi, ganti pakaian, keramas, sikat gigi, memotong

kuku, berhias dan makan pasien dibantu.

13) Pengkajian Spiritual: pasien tetap beribadah seperti sebelum sakit, pasien

sholat sambil berbaring

B. Data Penunjang (Lab/ Foto/ dll.) :

1. Laboratorium

Tgl 23/9/2022 dilakukan pemeriksaan

a. Hematologi : Hb : 12.2 g/dl, Trombosit : 165 10^³ / ul, Leukosit : 10.75,

Eritrosit : 3.59 10^6/ul

b. Kimia Darah : GDA : 135 mg/dl, Bun : 16 mg/dl, Creatinin : 0.8 mg/dl,
53

SGOT : 30 u/l, SGPT : 19 u/l, Natrium : 137 mmol/l, Kalium : 3.7 mmol/l,

Anti SARS Cov-2 : non reaktif, dan Albumin : 3,0

Tgl 24/9/2022 dilakukan pemeriksaan

Patologi Anatomi : Melanoma anorectal, metastase ke peritonium

2. Foto Thorax AP

Tgl 23/9/2022 : Cardiomegali, Pulmo tidak tampak kelainan

3. USG

Tgl 10/9/2022 : Metastase di hepar, Cyste ren Dextra ø 4,11 cm

4. EKG

18/9/2022 : hasil AF

5. Biopsi Colon : Hyperplastic Polip

6. MSCT Abdomen

14/9/20/22 : Massa di rectum dengan metastase di hepar

C. Terapi

Terapi yang di dapatkan oleh pasien adalah Tamolive 500mg 3x1

vial//intravena, nexium 40mg 2x1 tab/oral, angintris MR 1x1 tab / oral, Cefotaxim

1gr 1x1/ intravena dan Infus Rl 70 cc / jam.

D. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : Pasien mengatakan nyeri Perjalanan Nyeri akut
daerah lokasi operasi. Provokatif penyakit
(pasien mengeluh nyeri pada
daerah luka operasi, nyeri Operasi
bertambah bila pada saat pasien
bergerak dan nyeri berkurang saat Terputusnya
pasien istirahat), Quality (nyeri kontinuitas
tusuk), Region (diarea luka jaringan kulit
operasi, Saverity (keterbatasan (agen cidera fisik)
54

gerak), Timing (hilang timbul)


Do : Sensasi nyeri
1. Terdapat luka pada perut
bagian bawah dengan ukuran
20 cm. Kondisi bersih dan
tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
2. RR 20 x / menit
3. Tensi : 134/87 mmHg
4. Suhu : 36.8
5. SpO2 : 99 %
1 Ds : Tidak ada Proses penyakit Resiko infeksi
Do :
1. Terdapat luka operasi Prosedur invasif
2. Terpasang drain
Leukosit 10.75 (3.60 – 11.00) Terputusnya
kontinuitas kulit

Luka operasi

Point de entry
55

6. Daftar Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan prioritas diagnosa keperawatan,

diantaranya:

• Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)

• Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif (D.0142)

• Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi

• Cemas (ansietas) berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri

• Gangguan body image berhubungan dengan status koping

7. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dilakukan disesuaikan dengan SDKI, SLKI dan

SIKI. Pada diagnosisi nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (D.0077),

setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 1x8 jam tingkat nyeri menurun

(L.08066), dengan kriteria hasil keluhan nyeri menurun, TTV membaik dalam

batas normal, dan Pasien bisa beraktivitas sesuai kemampuan. Intervensi yang

diberikan adalah Manajemen Nyeri (I.08238), lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri, identifikasi respon

nyeri non verbal, identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri,

identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri, monitor keberhasilan terapi

komplementer yang sudah diberikan, monitor efek samping penggunaan analgetic,

berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (distraksi relaksasi)

dalam kasus ini adalah relaksasi benson, kontrol lingkungan yang memperberat

rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan), fasilitasi istirahat dan

tidur, jelaskan strategi meredakan nyeri, anjurkan memonitor nyeri secara


56

mandiri, anjurkan menggunakan analgetik secara tepat, ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri dan kolaborasi pemberian

analgetik, jika perlu

Pada diagnosis keperawatan risiko Infeksi (D. 0142) setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Tingkat infeksi menurun (l. 14137).

Dengan kriteria hasil tidak ada tanda tanda infeksi dan tanda-tanda vital dalam

batas normal. Intervensi yang diberikan adalah perawatan luka (I.14564), monitor

karakteristik jahitan post operasi, monitor tanda –tanda infeksi, pertahan kan

teknik steril saaat perawatan luka, ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan

drainase, jelaskan tanda dan gejala infeksi dan kolaborasi antibiotik cefotaxim 1

gram tiap 12 jam.

8. Implementasi dan evaluasi

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi

keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan

yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu

pasien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons

yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali, 2014). Fase pra

interaksi yang dilakukan oleh peneliti yaitu: 1) melakukan pemeriksaan rekam

medis pasien, 2) mempersiapkan diri, 3) melakukan cuci tangan 6 langkah.

Selanjutnya pada fase interaksi, pada fase ini peneliti melakukan: 1) memberikan

salam kepada pasien dan keluarga, 2) memperkenalkan diri, 3) memeriksa

identitas pasien (menanyakan nama dan tanggal lahir) serta memeriksa gelang

identitas pasien, dan rekam medik), 4) menjelaskan prosedur dan tujuan, 5)


57

menjelaskan tahapan prosedur yang akan dilakukan, 4) meminta persetujuan

pasien (informed consent), 5) melakukan kontrak waktu (pada pasien dan

keluarga). Fase kerja, pada fase ini peneliti melakukan: 1) menjaga privasi pasien

(menutup tirai), 2) memulai dengan perawatan luka.

Pada studi kasus ini peneliti berfokus melakukan implementasi yang untuk

mengatasi masalah nyeri akut pada Ny.S yaitu dengan memberikan relaksasi

benson. Pelaksanaan relaksai benson dibimbing oleh peneliti dengan langkah

pertama mencari posisi yang dirasakan paling nyaman bagi pasien. Kemudian

pasien diminta memejamkan mata dengan pelan tidak perlu dipaksakan, sehingga

tidak ada ketegangan otot sekitar mata. Setelah itu mengendurkan otot-otot

serileks mungkin, mulai dari kaki, betis, paha, perut, dan lanjutkan ke semua otot

tubuh. Selanjutnya tangan dan lengan diulurkan kemudian lemaskan dan biarkan

terkulai wajar. Meminta pasien agar tetap rileks. Selanjutnya meminta pasien

bernapas yang lambat dan wajar, serta mengucapkan dalam hati satu kata atau

kalimat sesuai keyakinan pasien, kalimat yang digunakan berupa kalimat pilihan

pasien. Pada saat menarik napas disertai dengan mengucapkan kalimat sesuai

keyakinan dan pilihan pasien di dalam hati dan setelah mengeluarkan napas,

ucapkan kembali kalimat sesuai keyakinan dan pilihan pasien di dalam hati.

Sambil terus melakukan langkah tersebut, lemaskan seluruh tubuh disertai dengan

sikap pasrah. Meminta pasien meneruskan selama 10 menit, bila sudah selesai

bukalah mata perlahan-lahan. Setelah selesai pasien dapat melakukannya sendiri

jika merasa nyeri selama 10 menit.

Fase terminasi, pada fase ini peneliti: 1) menjelaskan pada pasien bahwa
58

relaksasi benson telah selesai dilakukan, 2) memberikan kesempatan bertanya

kepada pasien, 3) menanyakan perasaan pasien setelah dilakukan relaksasi

benson,

4) mengkahiri kontrak dan mengucapkan terima kasih kepada pasien dan keluarga,

4) merapikan pasien, 5) mencuci tangan dengan 6 langkah dan

mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan. Fokus peneliti dalam studi

kasus ini yaitu melakukan implementasi manajemen nyeri pada pasien, namun

pada proses pelaksanaanya pasien juga mendapatkan memberikan beberapa

intervensi tambahan untuk menyelesaikan masalah keperawatan lain, seperti

perawatan luka.

Secara terperinci implementasi yang dilakukan mulai tanggal 26 s/d 29

September 2022 mengobservasi lokasi nyeri daerah luka operasi, karakteristik

seperti ditusuk, frekuensi hilang timbul, Mengidentifikasi skala nyeri : skala nyeri

5, Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (relaksasi

benson), menjelaskan strategi meredakan nyeri, Memberikan injeksi ketorolac 30

mg intravena, Monitor karakteristik luka operasi, luka operasi tidak merembes,

menjelaskan tanda dan gejala infeksi, Memberikan injeksi ceftriaxone 1 gr

intravena.

Evaluasi yang dilakukan pada 29 September ditemukan bahwa:

1. Diagosa Nyeri Akut

S : Pasien mengatakan nyeri berkurang

O: TTV : Tensi 120/80 mmHg. Nadi 98x/menit, suhu 36.5 RR 19x/menit

SpO2 99%, Terdapat luka operasi, Skala nyeri 3, Ekepresi wajah tenang dan
59

rileks serta pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan

A : Nyeri akut teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

2. Diagnosa risiko infeksi

S : Pasien mengatakan nyeri berkurang

O: Terdapat luka operasi, tertutup opsite luka tidak merembes, Tanda-tanda

vital : Tensi 120/80 mmHg, Nadi 98x/ menit, suhu 36.2 °C, RR 19 x/menit,

SpO2 99%.

A : Risiko luka infeksi teratasi Sebagian

P : Lanjutkan intervensi keperawatan


5

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan

diagnosa medis post operasi Ca rectum RS Darmo Surabaya. Data yang akan

disampaikan meliputi hasil asuhan keperawatan yang dijelaskan dalam bentuk

narasi.

A. Analisis Proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penerapan

Relaksasi Benson Untuk Mengatasi Nyeri Post Operasi Ca Rectum RS

Darmo Surabaya.

Pada saat pengkajian keluhan utama pasien adalah nyeri. pasien

mengeluh nyeri pada daerah luka operasi, nyeri bertambah pada saat pasien

bergerak dan nyeri berkurang saat pasien istirahat. Nyeri dirasakan seperti ditusuk

tusuk dengan skala nyeri 5 dan biasanya membuat pasien sulit untuk bergerak.

Nyeri dirasakan di area luka operasi, dan tidak menyebar. Aktivitas pasien

terganggu karena keterbatasan gerak akibat nyeri luka post operasi. Nyeri

dirasakan hilang timbul. Dari data di atas maka penulis mengangkat masalah

keperawatan nyeri akut.

Nyeri di definisikan sebagai salah satu keadaaan yang mempengaruhi

seseorang dan ekstensinya di ketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Andarmayo, 2016). Nyeri Akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual, potensial yang

digambarkan sebagai kerusakan (Prasetyo, 2016). Nyeri post operasi adalah nyeri

yang dirasakin akibat dari hasil pembedahan, Kejadian, integritas, dan durasi post

operasi berbeda-beda (Bararah & Jauhar, 2016).

60
60

Untuk perencanaan dalam mengatasi masalah pada pasien yang dengan

keluhan nyeri, perlu dilakukannya suatu pelayanan asuhan keperawatan. Dalam

asuhan keperawatan terdapat beberapa proses keperawatan yaitu suatu pengkajian

hingga evaluasi. Dalam penanganan nyeri, perawat berperan penting dalam

mengkaji dan menyediakan intervensi yang tepat. American Pain Society

menyatakan bahwa pengkajian nyeri adalah bagian integral dari peningkatan mutu

pedoman untuk penanganan nyeri. Pengkajian nyeri ini juga dinilai sebagai tanda

vital ke-lima selain tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu yang harus

dilakukan kepada setiap pasien (Renovaldi,2014).

Memberikan intervensi keperawatan, perawat memfokuskan pada penurunan

nyeri. Perawat perlu melakukan suatu pengkajian nyeri terlebih dahulu pada

pasien, dengan adanya suatu pengkajian akan memudahkan perawat dalam

memberikan manajemen nyerinya. Nyeri seharusnya dikaji secara rutin dan

terstruktur, tetapi hal ini seringkali tidak dilakukan. Alat ukur untuk pengkajian

nyeri yang valid dan direkomendasikan telah banyak tersedia, namun banyak

perawat yang tidak menggunakannya. Penanganan yang tepat dari nyeri itu sendiri

tergantung pada pengkajian nyeri yang sistematis dan akurat. Pengkajian nyeri

yang seharusnya diberikan kepada pasien mencangkup pengkajian yang mudah

digunakan, mudah dimengerti oleh pasien, dan valid, serta dapat dipercaya.

Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya untuk

mencari solusi yang tepat dalam memberikan manajemen nyeri nya, untuk itu

pengkajian harus selalu dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya

mencari gambaran yang terbaru dari nyeri yang dirasakan oleh pasien

(Priambodo,2016).
61

Bagian implementasi yang tidak terkaji dengan akurat terdiri dari

implementasi dalam memberikan penanganan nyeri secara non-farmakologi yang

terdiri dari distraksi dan relaksasi. Berdasarkan teori Potter & Perry (2017)

menyatakan bahwa pengelolaan nyeri pada pasien di rumah sakit diberikan dalam

bentuk proses manajemen nyeri yang komperehensif. Perawat perlu melakukan

pendekatan penatalaksanaan nyeri secara sistematis sehingga dapat memahami

nyeri yang dirasakan dan dapat memberikan terapi yang sesuai. Menurut Nurseto

(2014) menyatakan bahwa model praktik keperawatan profesional di rumah sakit

dianjurkan dalam bentuk proses asuhan keperawatan yang setiap pelaksanaan

proses keperawatan, perawat diharuskan melakukan pencatatan dokumentasi

proses asuhan keperawatan yang dilakukan dimulai dari proses pengkajian hingga

proses evaluasi.

B. Analisis Pengaruh Penerapan Relaksasi Benson Untuk Mengatasi Nyeri

Post Operasi Ca Rectum RS Darmo Surabaya

Penatalaksanaan nyeri pada kasus ini adalah penggunaan relaksasi benson.

Menurut Purwanto (2016), tujuan dilakukannya relaksai benson adalah untuk

menciptakan suasana intern yang nyaman sehingga mengalirkan fokus terhadap

sensasi nyeri pada hipotalamus sehingga dapat menurunkan sensasi nyeri yang

dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Relaksasi benson dalam hal berperan

untuk menurunkan intensitas persepsi nyeri bekerja dengan cara mengalihkan

fokus seseorang terhadap nyeri dan dengan menciptakan suasana nyaman serta

tubuh yang rileks maka tubuh akan meningkatkan proses analgesia endogen hal

ini diperkuat dengan adanya kalimat atau mantra yang memiliki efek

menenangkan atau menggunakan kata-kata yang mampu mempengaruhi korteks


62

serebri karena tehnik relaksasi benson menyatakan unsur religi didalamnya

dimana semua umat yang percaya akann “sang pencipta” juga percaya akan

“kuasanya” dimana hal ini semakinmemberikan efek relaksasi yang pada akhirnya

meningkatkan proses analgesia endogen sehingga mampu menggurangi persepsi

nyeri seseorang. Memindahkan pikiran-pikiran yang berorientasi pada hal-hal

yang logis dan yang berada diluar diri harus ada suatu rangsangan yang konstan

yaitu satu kata atau frase singkat yang diulang-ulang dalam hati sesuai dengan

keyakinan. Kata atau frase yang singkat merupakan fokus dalam melakukan

relaksasi benson. Fokus terhadap kata atau frase singkat akan meningkatkan

kekuatan dasar respons relaksasi dengan memberi kesempatan faktor keyakinan

untuk memberi pengaruh terhadap penurunan aktifitas saraf simpatik. Menurut

Benson (2014) formula yang dibaca berulang-ulang dengan melibatkan unsur

keimanan kepada agama, kepada tuhan yang disembah akan menimbulkan respon

relaksasi yang lebih kuat dibandingkan dengan sekedar relaksasi tanpa melibatkan

unsur keyakinan terhadap hal tersebut. Menurut Benson dan Proctor (2014)

Benson relaksasi memiliki efek penyembuhan. Dampak intervensi ini tidak

terbatas pada penyembuhan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung, ataupun

kecemasan saja, tetapi sampai pada tingkat mampu menurunkan rasa nyeri.

Relaksasi Benson adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri dengan

mengalihkan perhatian kepada relaksasi sehingga kesadaran pasien terhadap nyeri-

nya berkurang, relaksasi ini dilakukan dengan cara menggabungkan relaksasi

yang diberikan dengan kepercayaan yang dimiliki pasien. Individu yang

mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis,

sedangkan
63

pada waktu relaksasi yang bekerja adalah sistem saraf parasimpatis, dengan

demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang, cemas, insomnia, dan nyeri.

Blindes et al., (2018) menyatakan bahwa nyeri selalu diikuti gangguan emosi

seperti cemas, depresi dan iritasi. Hasil penelitian Ramania, Natosba & Adhisty

(2017) menyatakan bahwa skor kecemasan mengalami penurunan bersamaan

dengan penurunan terhadap skala nyeri. Hasil penelitian menyatakan bahwa dari

42,3% responden yang mengalami kecemasan berat, sebanyak 30,8% merasakan

intensitas nyeri berat (Butar-Butar, Yustina, dan Harahap, 2015). Individu yang

cemas dan tegang akan membuka gerbang sehingga akan meningkatkan rangsang

nyeri, yang dapat dilihat dari teori gate control yaitu jika modulasi input melewati

input nosisepsi, gerbang kemudian diblok dan transmisi nosisepsi berhenti atau

dihalangi di substansia gelatinosa tanduk dorsal dari korda spinalis (Kaplan,

Sadock, & Grebb, 2016).

Diagnosa keperawatan yang kedua adalah risiko infeksi karena pembedahan.

Masalah pada diagnosa ini teratasi sebagian. Tanda-tanda peradangan tidak ada,

luka bersih,luka kering, tidak ada pus. Untuk tidak terjadi infeksi luka harus

benar- benar sembuh sehingga intervensi dilanjutkan dengan ganti balutan dengan

prinsip steril dan pemberian antibiotik sesuai program dokter.


6

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan dan saran dari hasil asuhan

keperawatan dengan diagnosa medis post operasi Ca rectum RS Darmo Surabaya.

A. Kesimpulan

1. Proses pengkajian ditemukan bahwa keluhan utama pasien adalah nyeri pada

luka operasi, diagnosa keperawatan yang diangkat adalah nyeri akut dan

diberikan teknik relaksasi benson, serta diagnosa keperawatan resiko infeksi

yang diberikan perawatan luka dengan teknik steril. Implementasi

keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang telah disusun dan

menyesuaikan keadaan serta kebutuhan pasien yang meliputi tindakan mandiri

keperawatan dan tindakan kolaboratif. Evaluasi keperawatan ditemukan

adanya penurunan nyeri dan tidak ada tanda-tanda infeksi

2. Relaksasi benson dilakukan dengan teknik yang benar dapat menurunkan rasa

nyeri yang di alami oleh pasien khususnya nyeri akut pada pasien post operasi

Ca rectum di RS Darmo Surabaya


65

B. Saran

1. Bagi Penulis selanjutnya

Diharapkan penulis selanjutnya mampu mengidentifikasi dengan baik dan

cermat masalah dan keluhan pasien dengan masalah keperawatan nyeri pada

pasien post operasi Ca rectum sehingga dapat mengaplikasian asuhan

keperawatan dengan maksimal serta dapat melakukan kolaborasi dengan

petugas kesehatan yang lain.

2. Bagi profesi keperawatan

Salah satu upaya yang diberikan seorang perawat dalam mengatasi nyeri

dengan melakukan manajemen nyeri.

3. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pertimbangan bagi pihak rumah sakit

untuk merumuskan kebijakan penanganan terhadap pasien khususnya untuk

menerapkan manajemen nyeri pasien post operasi.


66

DAFTAR PUSTAKA

Amin H.N & Hardhi K . (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC edisi Revisi Jilid 1, Yogyakarta,
Med Action Publishing

Asmadi.2018. Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta:EGC


Breast Cancer Facts and Figures 3 Maret 2017]. Available from: www.Cancer.org.

Gomez D, Dalal Z, Raw E. (2014). AnatomiCal distribution of colorectal Cancer


over a 10 year period in a district general hospital..

Herdman, T.Heather . (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014: alih bahasa, Sumarwati M , Subekti N.B ; Jakarta; EGC
Hermann Brenner, Lutz Altenhofen, Michael Hoffmeister. (2016) A Cohort
Analysis Sex, Age, and Birth Cohort Effects in Colorectal Neoplasms.
Ann Intern Med. Annals of Internal Medicine Journal. 152:697-703.

Hoffmeister M. (2018) Body Mass Index and Microsatellite Instability in


Colorectal Cancer: A population-Based Study. Jurnal
Pubmed.22(12):2303-11.

Hyeongtaek Woo ea. (2016) Diabetes Mellitus and Site-specific Colorectal


Cancer Risk in Korea: A Case-control Study. Journal of Preventive
Medicine & Public Health. 2016;49:45-52

Ikhsanuddin, Ahmad Hararap. (2018).Buku Ajar Ilmu Bedah. In: Riwanto


Ignatius, Hamami AH, Pieter John, Tjambolang Tadjuddin Ahmadsyah
Ibrahim. Usus Halus, Appendiks, Kolon, dan Anorektum. Jakarta: EGC;.

Irianto K.(2015). Kesehatan Reproduksi , Teori & Praktikum. Bandung : Alfabeta


CV
Izzaty AH. (2015). Hubungan antara Faktor Usia dengan Kejadian Kanker
Kolorektal di RSUD Moewardi Surakarta Tahun 2010-2013. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. (2014). Jakarta: Depkes.

Kementerian Kesehatan RI. (2015) Buletin Kanker. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI 2015. Jakarta: Kemenkes RI.

Kendall and Tao. (2013).Sinopsis Organ System Gastrointestinal. Tangerang:


Karisma Publishing Group.
67

Khosama Y. (2015) Faktor Risiko Kanker Kolorektal. CDK-234..42(11).

Kimman M et, al. (2017) The Burden of Cancer in Member Countries of the
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). APJCP.13:416.

Korbinian Weigl. (2016).Family History and the Risk of Colorectal Cancer:


Importance of Patients History of Colonoscopy. International Journal of
Cancer. 2016;139(10):2213-20.

Kurahmawati A. (2017).Hubungan Karakteristik (Usia dan Jenis Kelamin) dan


Kadar Trigliserida Serum dengan Kejadian Kanker Kolorektal di RSUP
Dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro;

Moore, K. L. (2016) CliniCally Oriented Anatomy. Philadelphia: Lippincott


Williams & Wilkins.

Nursalam. (2015) Proses dan dokumentasi keperawatan. Jakarta: salemba medika.


Pathology Analyses for GIST [Internet]. [cited February 2017]. Available from:
http://www.gistsupport.org/for-new-gist-patients/understanting-your-
pathology-reportfor-gist/pathology-analyses-for-gist.php.

Peter T. Campbell ea. (2016). Case Control Study of Overweight, Obesity, and
Colorectal Cancer Risk, Overall and by Tumor Microsatelite Instability
Status. JNCI.

Pudiastuti Ratna D. (2016). Buku Ajar Kebidanan Komunitas : Teori dan Aplikasi
. Yogyakarta: Nuhamedika.
Riskesdas (2013)Kementrian Kesehatan ajak masyarakat cegah dan kendalikan
kanker .dipublikasikan dari
http://www.depkes.go.id/article/print/17020200002/kementeriankesehata
n-ajak-masyarakat-cegah-dan-kendalikan-kanker.html.2 Februari 2017
Robbins K, Kumar. (2017) Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta EGC

Robbins, Kumar C. (2017). Buku Ajar Patologi Volume 2. In: Crawford James M,
Kumar Vinary. Rongga Mulut dan Saluran Gastrointestinal. Jakarta:
EGC.

Seung Eun Lee ea. (2016) Risk Factors for Colorectal Neoplasms in Young
Adults in a Screening. World Journal of Gastroenterology. 22(10).

Siegel R, Jemal A. (2013). Colorectal Cancer. AmeriCan Cancer Society.5-10.

5. Sjamsuhidajat, de Jong. (2016). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:

EGC.
68

Sobari A. (2014). Hubungan Pola Hidup Dengan 3 Years Survival Rate Penderita
Karsinoma Kolorektal Di Rsup. Dr. M. Djamil Padang Tahun 2010 –
2013. Padang: Universitas andalas .

Sujono H. (2013) Gastroenterologi. Edisi 1. Bandung: PT Alumni.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Wahidin M. (2014) Population-Based Cancer Registration in Indonesia. APJCP.
2012;13:1710.

Watson.R. 2017. Anatomi Fisiologi. Ed 10. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.


WHO IAFRIC. GloboCan 2014 Estimated Cancer Incidence,Mortality and
Prevalence Worldwide in 2012. 2013

Wibowo, Daniel S., Anatomi Tubuh Manusia, Jakarta : Grasindo, 2018.


Zahari, A. (2016). Deteksi dini, diagnosa dan penatalaksanaan kanker kolon dan
rektum. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
69

Lampiran. 1 Konsultasi
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN PRODI
S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A: JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920,
FAX (031) 8298582 KAMPUS B RS. ISLAM JEMUR SARI
JL JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA (031) 8479070
Website: www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
LEMBAR KONSULTASI KARYA ILMIAH AKHIR
Nama : Najmiyatu Zuhriyah
NIM : 1120021155
Program Studi
: Profesi Ners
Fakultas : Keperawatan dan Kebidanan
Judul : Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penerapan
Relaksasi Benson Untuk Mengatasi Nyeri Post Operasi Ca Rectum
RS Darmo Surabaya
Pembimbing : Chilyatiz Zahroh, S.Kep., Ns., M.Kep

No Tanggal Materi konsultasi Tanda tangan


Mahasiswa Pembimbing
1 29 Juni 2022 Konsultasi Judul KIA

2 7 Juli 2022 Konsultasi Judul KIA


Revisi
3 28 Sept 2022 Konsultasi Judul KIA
Disetujui

4 7 Oktober 2022 Konsultasi BAB I


pendahuluan (MSKS :
Masalah, Skala,
Kronologi, Solusi)
5 10 Okt 2022 Konsultasi BAB I
pendahuluan
(Perbaikan tujuan dan
manfaat penelitian)
6 11 Okt 2022 Konsultasi BAB II
tinjauan pustaka dan
III metode penelitian
(Urutan teori, jurnal
yang digunakan,
konsep relaksasi
benson, penulisan
bahasa asing)
7 19 Okt 2022 Konsultasi jurnal yang
digunakan sebagai
terapi (menggunakan
70

No Tanggal Materi konsultasi Tanda tangan


Mahasiswa Pembimbing
relaksasi benson pada
jurnal terkait nyeri post
operasi)
8 09 Nov 2022 Konsultasi BAB IV
(Menggunakan narasi
di bab iv dan sesuaikan
panduan)
9 28 Nov 2022 Konsultasi BAB IV
Gambaran kasus
(menyesuaikan dengan
SDKI, SLKI, SIKI)
10 23 Des 2022 Konsultasi BAB IV
Gambaran kasus
(Implementasi
sebaiknya dinarasikan
saja)
11 29 Des 2022 Konsultasi BAB IV
Gambaran kasus
(Pada implementasi
dan evaluasi
tambahkan prosedur
benson)
12 11 Jan 2023 Konsultasi revisi BAB
I- VI (perhatikan
penulisan, gunakan
narasi pada intervensi
sesuai SIKI,
tambahkan uCapan
terima kasih pada
lokasi penelitian, dan
tambahkan lampiran
yang diperlukan)

Mengetahui
Ka. Prodi Pendidikan Profesi Ners

Siti Nurjanah, S.Kep., Ns., M.Kep


NPP.0206713
71

Lampiran. 2 Standar Operasional Prosedur Terapi Relaksasi Benson

TERAPI RELAKSASI BENSON


LOGO RS
No. Dokumen: No.Revisi: Halaman
:
1/2
Tanggal Diterbitkan Ditetapkan Direktur,

SPO

.................
PENGERTIAN Teknik Relaksasi benson adalah teknik pernapasan dalam
yang melibatkan keyakinan seseorang dengan kata-kata/frase
religi yang diyakini dapat menurunkan beban yang dirasakan
atau dapat meningkatkan kesehatan.
TUJUAN 1. Menurunkan dan atau mengurangi nyeri, mengendalikan
ketegangan otot dan juga mengendalikan pernapasan
2. Sebagai dasar dalam peningkatan mutu dan kualitas
pelayanan di rumah sakit.
3. Tercapainya sasaran keselamatan pasien.
4. Sebagai dokumen rekam medis pasien.
KEBIJAKAN Keputusan Direktur Rumah Sakit..... Tentang Pedoman
Pelayanan keperawatan Rumah Sakit......
PROSEDUR A. Persiapan Klien dan lingkungan
1. Identifikasi tingkat nyeri klien
2. Kaji kesiapan klien dan perasaan klien
3. Berikan penjelasan tentang terapi Benson
4. Minta klien mempersiapkan kata-kata yang diyakini
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman di sekitar klien
B. Persiapan Peralatan
1. Pengukur waktu
2. Catatan observasi klien
3. Pena dan buku Catatan Kecil
C. Pelaksanaan
1. Memberikan salam dan memperkenalkan diri
2. Lakukan identifikasi identitas pasien dengan benar
(dua dari empat identitas pasien yang terdiri dari:
nama, nomor register, tanggal lahir dan NIK)
72

TERAPI RELAKSASI BENSON


LOGO RS
No. Dokumen: No.Revisi: Halaman
:
2/2
Tanggal Diterbitkan Ditetapkan Direktur,

SPO

....................
PROSEDUR 3. Menjelaskan tujuan dan prosedur
4. Anjurkan klien mengambil posisi yang dirasakan
paling nyaman, bisa berbaring atau duduk
5. Pejamkan mata dengan pelan tidak perlu dipaksakan,
sehingga tidak ada ketegangan otot sekitar mata.
6. Kendorkan otot-otot serileks mungkin, mulai dari kaki,
betis, paha, perut, dan lanjutkan ke semua otot tubuh.
7. Tangan dan lengan diulurkan kemudian lemaskan dan
biarkan terkulai wajar. Usahakan agar tetap rileks.
8. Mulai dengan bernapas yang lambat dan wajar, serta
mengucapkan dalam hati kata-kata yang sudah dipilih
pada saat menarik napas dan diulang saat
mengeluarkan napas. Lemaskan seluruh tubuh disertai
dengan sikap pasrah.
9. Ulang terus point 5-8 selama 10-15 menit
10. Observasi skala nyeri setelah inervensi
11. Ucapkan salam
12. Catat hasil observasi di dalam catatan perkembangan
klien
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Inap
2. Instalasi Perawatan Intensif
3. Instalasi Rekam Medis
73

Lampiran. 3 Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Nyeri Akut Post Operasi Ca Rectum

ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. S.J No. RM : 306545


Umur : 80 Thn Ruang : Pav.IV / 21.A

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : Pasien mengatakan nyeri Perjalanan Nyeri akut
daerah lokasi operasi. Provokatif penyakit
(pasien mengeluh nyeri pada
daerah luka operasi, nyeri Operasi
bertambah bila pada saat pasien
bergerak dan nyeri berkurang saat Terputusnya
pasien istirahat), Quality (nyeri kontinuitas
tusuk), Region (diarea luka jaringan kulit
operasi, Saverity (keterbatasan (agen cidera fisik)
gerak), Timing (hilang timbul)
Do : Sensasi nyeri
1. Terdapat luka pada perut
bagian bawah dengan ukuran
20 cm. Kondisi bersih dan
tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
4. RR 20 x / menit
5. Tensi : 134/87 mmHg
4. Suhu : 36.8
5. SpO2 : 99 %
1 Ds : Tidak ada Proses penyakit Resiko infeksi
Do :
1. Terdapat luka operasi Prosedur invasif
2. Terpasang drain
Leukosit 10.75 (3.60 – 11.00) Terputusnya
kontinuitas kulit

Luka operasi

Point de entry
74

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny S.J No. RM : 306545


Umur : 80 Thn Ruang : Pav.IV / 21.A

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut b.d Agen cidera fisik (Prosedur Operasi)


2. Resiko Infeksi b.d Efek prosedur invasive
75

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny S.J No. RM : 306545


Umur : 80 Tahun Ruang : Pav.IV / 21.A

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik


No. Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional Paraf
1 Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
keperawatan selama 1x8 jam
tingkat nyeri menurun
(L.08066)
1. Observasi
Dengan kriteria hasil :

1. Keluhan nyeri menurun


2. TTV membaik dalam
batas normal a. Lokasi, karakteristik,
3. Pasien bisa berkativitas durasi, frekuensi,
sesuai kemampuan teknik kualitas, intensitas nyeri
nonfarmakologi untuk b. Identifikasi skala nyeri
mengurangi nyeri, c. Identifikasi respon nyeri
non verbal
mencari bantuan)
d. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
f. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
g. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
h. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

2. Terapeutik
76

a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(distraksi relaksasi)
dalam kasus ini adalah
relaksasi benson
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan
tidur

3. Edukasi

a. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
b. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
c. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
d. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgesik, bila
diperlukan
77

TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny S.J No. RM : 306545


Umur : 80 Thn Ruang : Pav.IV / 21.A

Tanggal/
No. Dx. Tindakan Keperawatan Paraf
Jam
78

26-09- 1
2022 1. Mengidentifikasi lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi,
Jam 16.00
kualitas, intensitas nyeri
R/pasien mengatakan nyeri pada luka operasi Pasien
mengatakan nyeri saat bergerak, Pasien mengatakan nyerinya
hilang timbul, Pasien tampak memegangi daerah yang nyeri
Skala nyeri 3-4
16.10 2. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
R/Pasien tampak gelisah
16.30 3. Memberikan terapi nonfarmakologi
R/Memberikan tehnik relaksasi nafas dalam
16.45 4. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
R/Memberikan suasana yang tenang diruangan pasien,
mengurangi suasana kebisingan
16.50
5. Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
R/Adanya luka operasi, Pergerakan yang tidak terkontrol
6. Berkolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian
17.00
analgetik

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : Ny S.J No. RM : 306545


Umur : 80 Thn Ruang : Pav. IV / 21.A

Tanggal/ No. Catatan Perkembangan Paraf


Jam Dx.
79

26/09/20 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada daerah luka operasi skala


22 nyeri 3-4, dan nyeri saat bergerak atau berubah posisi
Jam
19.00 O : kondisi lemah, Nafas spontan, sesak -, rr 18-20x/mnt, SPO2
98%, Tensi 140/70, HR 84x/mnt, GCS : 4-5-6 / 15, Mictie
via Folley catheter produksi tercatat, hari ke 8, Mual
berkurang, muntah (-), Pasien Post operasi hari ke 8, BAB
melalui colostomi feses lembek, Extremitas tidak ada
masalah, mobilisasi dibantu sebagian
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 3,4,5,6 dilanjutkan
I : Memberikan terapi nonfarmakologi, Memberikan suasana
ruangan yang nyaman, Melakukan monitor luka operasi,
Melanjutkan pemberian terapi sesuaai program

S: Pasien mengatakan nyeri pada derah luks operasi sudah


27/09/20
22 sudah berkurang, skala 3
Jam
16.00 O: kondisi lemah, Nafas spontan , sesak -, RR 18x/menit, SPO2
97-98%, Tensi 139/84, HR: 82x/menit, GCS : 4-5-6/ 15,
Mictie via Folley Catheter hari ke 9 produksi tercatat,
Kadang- kadang masih mual, Pasien Post Operasi hari ke 9,
BAB melalui Colostomy, Extremitas tidakada masalah,
mobilisasi dibantu Sebagian
A : Masalah teratasi Sebagian
P : Intervensi 4, 5,6 dilanjutkan
I : Memberikan suasana ruangan yang nyaman, Melakukan
monitor luka operasi, Melanjutkan pemberian terapi ( sesuai
program)

S: pasien mengatakan sudah lebih enakan, nyeri daerah luka


28/09/20 operasi sudah banyak berkurang, skala 2-3
22
Jam O: kondisi lemah, Nafas spontan, sesak- rr 18-20 x/ menit,
80

17.30 SPO2 97-98%, Tensi 115/82 HR: 80x/menit, GCS 4-5-6


/15, Mictie via folley catheter no 16 hari ke 10, Mual hilang
timbul, muntah (-), BAB melalui kolostomy, Extremitas
tidak ada masalah, Mobilitas di bantu Sebagian
A: masalah teratasi Sebagian
P: Intervensi 5,6 dilanjutkan
I : melakukan monitoring

EVALUASI

Nama Pasien : Ny S.J No. RM : 306545


Umur : 80 Thn Ruang : Pav. IV / 21.A
Tanggal/ No. Evaluasi Paraf
Jam Dx.
81

28/09/23 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi hilang timbul


Jam skala 2
20.15
O : Tensi 120/80 mmHg. Nadi 98x/menit, suhu 36.5 RR
19x/menit SpO2 99%, Terdapat luka operasi, Skala nyeri 3,
Ekepresi wajah tenang dan rileks serta pasien dapat melakukan
aktivitas sesuai kemampuan
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai