Anda di halaman 1dari 3

Legenda sejarah kepanjen malang

(Versi Mataram Islam)

Oleh : Agung Cahyo Wibowo

Dalam legenda lokal “Babad Malang” dikisahkan bahwa kala itu Adipati Malang dijabat oleh Ranggo
Tohjiwo, saudara Panji Pulang Jiwo – panglima perang Malang yang gugur di dalam pertempuran
melawan Mataram. Pusat pemerintahan berada di Pakisharjo, (diperkirkan di Pakisaji Malang) yang
kemungkinan berlokasi di lereng barat Gunung Buring (dahulu termasuk Distrik Pakis). Basis
pertahanan mempergunakan bekas benteng dari masa awal kerajaan Singosari di Kutho Bedhah,
yang berada di tanah membukit dan terlindung oleh tiga aliran sungai (Brantas, Bango dan
Amprong). Toponomi “Kutho Bedhah” berarti kota atau benteng kota yang terkoyak oleh serangan
musuh. Bentuk topografinya mengingatkan kita pada supit udang (supit urang), terletak di (Kota
Malang sekarang).

Kawasan Malang oleh Mataram ditempatkan ke dalam “Mancanegara atau Brang Wetan”, dan
dipimpin oleh adipati. Walaupun secara de yure kawasan Malang ditempatkan dalam kekuasaan
Mataram, namun sebagaimana halnya penguasa-penguasa lokal lain di mancanegara, Adipati
Malang juga memerintah secara semi-otonom. Bahkan, sepeninggal Sultan Agung, penguasa di
Malang bermaksud untuk turut memisahkan diri dari kekuasaan Mataram. Oleh karenanya, para
penguasa Mataram pengganti Sultan Agung berusaha untuk mereintegrasikan Malang kedalam
kekuasaan Mataram.

Pada awal pemerintahan Kasultanan Mataram, yang diperintah oleh Panembahan Senapati,
penguasa di Malang menolak tunduk kepada Mataram. Dalam kitab “Babad Tanah Jawi Pesisiran”
diberitakan bahwa Adipati Malang dan seluruh adipati di Jawa Timur menolak tunduk pada
Mataram. Pasukan Mataram yang dikerahkan oleh Senapati tidak berhasil menundukkan Adipati
Malang, dan baru berhasil oleh ekspansi militer pada masa pemerintahan Sultan Agung (1614).

Menurut sesepuh-sesepuh Kepanjen, Babad Kota Kepanjen dibawah keperintahan Kadipaten.


Daerah Kabupaten Malang masih menjadi satu belum terbagi menjadi Kota Malang dan Kabupaten,
didalam kekuasaan Kerajaan Mataram Islam. Pusat Pemerintahannya Kadipaten Malang yang di
perkirakan di Pakishardjo (kemungkinan ditimur pasar Desa Pakisaji Malang).

Sedangkan nama dari Kepanjen dahulunya adalah "Kepanjian", yang mempunyai kata dasar Panji.
Menurut artinya adalah sebagai berikut. :

- Panji bisa berarti suatu bendera perang

- Panji adalah suatu tempat berlatihnya suatu prajurit-prajurit

- Panji adalah suatu orang yang gagah berani dan telah berjasa pada Negara, atau panji ini atas
namakan sebagai Nama orang yang berjasa yaitu Raden Panji Pulang Jiwo

Untuk itu cerita tentang asal-usul sejarah Kepanjian akan kami ceritakan sebagai berikut :

Kadipaten Malang berada dipimpin seorang adipati, yang mempunyai anak perempuan bernama
Roro Proboretno (masih gadis, sakti dan peparas ayu rupawan), dengan kelebihan ini banyak pemud`
mengagumi dan mempersuntingnya, tetapi Roro Proboretno mengiginkan suami yang sakti mondro
guna tanpa tanding. Tempat pertapaan Roro Ayu Proboretno berada Gua sungai Amprong (Kota
Malang).
Akhirnya Adipati membuka sayembara yaitu yang berbunyi, “Barang siapa yang bisa mengalahkan
kesaktian anaknya maka akan menjadi suaminya”. Sayembara ini akhirnya cepat tersebar sampai
diluar daerah Kadipaten Malang.

Salah satu punggawa Kadipaten Malang yang bernama Sumolewo, ingin memperistri Raden
Proboretno. Sumolewo adalah seorang punggawa kadipaten yang terkenal sakti, mempunyai guru
bernama Ki Japar Sodik, gurunya Sumolewo pernah berpesan, “Supaya Sumolewo tidak menikahi
Proboretno karena nanti akan dikalahkan oleh seorang yang berasal dari madura, berambut panjang
dan seorang kasatria yang masih muda, sakti mandraguna dan tak terkalahkan”.

Karena besar keinginannya untuk memiliki Roro Proboretno maka Sumolewo mencoba untuk
menghadang orang yang dimaksud oleh guru Ki Japar Sodik dengan mencegat setiap orang yang
akan masuk Kadipaten tepatnya di Malang sebelah utara (Desa Lawang Malang). Setiap orang
madura yang mempunyai ciri-ciri yang dipesan gurunya maka dibunuh di tepi sunga (maka sekarang
disebut Kali Getih, Kali Sorak).

Raden Panji Pulang Jiwo adalah adipati Sumenep dari Madura, datang ke Kadipaten Malang karena
ingin mengikuti sayembara Adipati Proboretno. Karena tahu kalau lewat Desa Lawang maka akan
ketemu Sumolewo, maka Raden Panji mencoba lewat Malang sebelah timur adalah tempat
pemeliharaan hewan-hewan piaraan kadipaten tempat itu sekarang disebut Kedung Kandang. Pada
akhirnya Raden Panji tidak bisa dihadang Sumolewo.

Pada hari yang ditentukan sudah berkumpulah pendekar-pendekar dari segala penjuru daerah, maka
pertandingan dimulai dengan aturan siapa yang terakhir memenangkan pertandingan maka akan
melawan Roro Proboretno. Setelah pertandingan berlangsung cukup lama maka tinggalah Sumolewo
dengan Raden Panji, Pertandingan antara pendekar tangguh ini cukup terjadi cukup sengit dan
akhirnya Raden Panji Bulang Jiwo sebagai pemenangnya. diakhirnya pertandingan maka
berhadapanlah dengan Pendekar Roro Proboretno. Pertandingan ini seimbang dan pada akhirnya
Proboretno terdesak dan akhirnya berlari dengan menunggang kuda untuk bersembunyi di benteng
patilasan kerajaan singosari yang tertutup oleh Gerbang yang kuat bagi pertahanan Proboretno.
Raden Panji segera mengejar dengan Kudanya yang bernama Sosro Bahu akhirnya diketahuilah
persembunyian Proboretno. Maka dengan Turun dari Kuda maka mendekatilah pada gerbang
penutup. Karena Kesungguhan dan kesaktian Raden Panji maka Pintu Gerbang bisa dibuka, yang
akhirnya Roro Proboretno bisa dikalahkan. (bisa membuka gerbang Benteng makanya disebut kuto
bedah kota Malang).

Maka Proses Pernikahan antara Raden Panji Pulang Jiwo dan Proboretno berlangsung dengan
Meriah yang dihadiran oleh petinggi kadipaten dan pesta rakyat . Pada masa perkawinan mereka
hidup rukun, bahagia dan dianugrahi satu anak laki-laki yang diberi nama Raden Panji Wulung /
Raden Panji Saputra. Sikap pasangan ini selalu santun pada siapa saja baik petinggi dan rakyatnya.

Pada pemerintahan kerajaan Mataram, Dalam kitab “Babad Tanah Jawi Pesisiran” diberitakan bahwa
Adipati Malang dan seluruh adipati di Jawa Timur menolak tunduk pada Mataram, dengan cara tidak
mau mengirim upeti. Karena adipati Malang dianggap makar, maka Raja memerintahkan untuk
menghadap ke Mataram, tetapi panggilan ini tidak dihiraukan. Akhirnya Raja Mataram mengirim
Pasukannya yang dipimpin oleh Joko Bodho (ini julukan karena peristiwa masuk hutan dihuni
harimau putih, karena keberaniannya ini dianggab pemuda Bodho).

Pasukan Malang dipimpin Raden Panji dan Proboretno, Pada akhirnya terjadilah perang besar, dan
perang tanding antar Proboretno dengan Joko Bodho, Joko Bodho bisa menancapkan keris ke tubuh
Proboretno (pesan pada joko bodo oleh gurunya bahwa, “keris saktinya tidak boleh untuk
membunuh perempuan, karena menyebabkan kesaktian keris itu hilang”) pada waktu Proboretno
coba diselamatkan, tetapi akhirnya meninggal dalam perjalanan menuju Kadipati, lalu dimakamkan
dengan cara Islam yang tempatnya di belakang kantor Diknas Kabupaten Malang di Wilayah Desa
Penarukan Kepanjen Malang.

Raden Panji Betapa Marahnya ketika istri tersayang diketahui telah meninggal, maka dikejarlah
pasukan musuh, dengan menunggang kuda Sosro Bahu, saat itu banyak pasukan Mataram yang
terbunuh. Sisa-sisa pasukan Mataram mencoba bersembunyi di daerah hutan rimba yang bernama
Desa Ngebruk, (ada dusun Mataraman Kepanjen Malang).

Akhirnya sisa pasukan Mataram yang bersembunyi bisa diketahui, maka perang tanding antara
Raden Panji dan Joko Bodo berlangsung, karena kesaktian keris Joko Bodo sudah hilang ioninya,
maka dengan mudah Joko Bodo dibunuh, jenasahnya dimakamkan di dusun Desa Ngebruk dusun
Mbodo Pucung Malang.

Raja Mataram mengetahui kekalahan pasukannya dan kesaktian Raden Panji, maka dikirim pasukan
lebih besar, tetapi menuju tempat istirahat dan mengatur strategi di suatu pasanggrahan (sekarang
bernama desa Sangrahan - Kepanjen Malang).

Raden Panji mendapat tekanan Jiwa yang berat atas kehilangan Proboretna, karena merasa berdosa
tidak mampu melindungi istrinya yang sebenarnya harus tinggal di Kadipaten, bukan ikut dalam
perang.

Akhirnya perwira-perwira Mataram menemukan strategi jitu, maka dijalankan nya strategi dengan
membuat panggung yang disitu di beri seorang putri Mataram yang wajahnya memang mirip dengan
Putri Proboretno, yang didepan jalan naik pangung diberi jebakan sumur. (tempat itu sekarang
bernama desa Panggung Rejo Kepanjen Malang)

Pada saat itu diundanglah Raden Panji Pulang Jiwo untuk bertemu Putri Proboretno palsu, dengan
diiringan lantunan tembang asmarodono, maka datanglah Raden Panji lewat jalan (sekarang Jalan
Raya Panji disitu banyak berdiri perkantoran), begitu melihat sosok Putri Proboretno duduk diatas
panggung maka langsung mendekat menuju “jalan naik ke atas panggung”, dan masuklah ke jebakan
lubang sumur maut, dan langsung puluhan prajurit datang kesumur itu untuk membunuh Raden
Panji Pulang Jiwo.

Dalam Pemakaman Raden Panji di tempat Kepanjian / Kepanjen, banyak pejabat kadipaten Malang
dan sebagai rakyat berkumpul disuatu tempat untuk bersama-sama menghormati pejuang Malang
(Kelayatan Malang) untuk menuju ke pemakaman terakhir Jl. Penarukan Kepanjen Malang).

Anda mungkin juga menyukai