Anda di halaman 1dari 8

A.

DASAR HUKUM
1. PP No. 34/2016
2. PMK No. 261/2016
3. PMK No. 563/2003
4. SE No. 04/2002
5. PMK No. 75/2010
6. PP No. 57/2005
7. PMK No. 245/2008
8. PMK No. 90/2020

B. ANALISA DAN PENDAPAT HUKUM

1. TARIF PENGENAAN PAJAK ATAS HIBAH


A. Tarif PPH dan PPN dari Hibah Hak Atas Tanah

Pasal 3 PMK No. 90/2020


(1) Hibah, bantuan, atau sumbangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
untuk menghitung penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan merupakan objek Pajak Penghasilan bagi Pihak pemberi.
(3) Dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sepanjang:
a. hibah, bantuan, atau sumbangan diberikan kepada:
1. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
2. badan keagamaan;
3. badan pendidikan;
4. badan sosial termasuk yayasan;
5. koperasi; atau
6. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, dan
b. tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan.

Pasal 4 PMK No. 90/2020


(1) Hubungan diantara Pihak-Pihak yang bersangkutan berkenaan dengan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b merupakan hubungan
yang terjadi apabila terdapat transaksi yang bersifat rutin antara Pihak
pemberi dan Pihak penerima.
(2) Hubungan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan berkenaan dengan
pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b
merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat hubungan berupa
pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung
atau tidak langsung antara Pihak pemberi dan Pihak penerima.
(3) Hubungan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan berkenaan dengan
kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b
merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat penyertaan modal
secara langsung atau tidak langsung antara Pihak pemberi dan Pihak
penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
(4) Hubungan di antara Pihak-Pihak yang bersangkutan berkenaan dengan
penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b
merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat penguasaan secara
langsung atau tidak langsung antara Pihak pemberi dan Pihak
penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf b
Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 5 PMK No. 90/2020


Dalam hal terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, keuntungan karena pengalihan harta
berupa hibah, bantuan, atau sumbangan tetap dikecualikan sebagai objek Pajak
Penghasilan sepanjang Pihak pemberi dan Pihak penerima merupakan badan
keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan se
bagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Harta Hibahan
Pasal 9 PMK No. 90/2020
(1) Harta hibahan dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang:
a. diterima oleh:
1. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
2 . badan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
3. badan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)
4 . badan sosial termasuk yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(4);
5. koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5); atau
6. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), dan
b. tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara Pihak-Pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
(2) Harta hibahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk uang
atau barang.
(3) Harta hibahan bagi Pihak penenma sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran
huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.

Pasal 10 PMK No. 90/2020


Dalam hal terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, harta hibahan yang diterima tetap
dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang Pihak penerima
merupakan badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk
yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Pasal 3 UU No. 7/2021


Mengubah ketentuan Pasal 4 UU No. 38/2008
Pasal 4 ayat (1) huruf d poin 4
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan; dan

Pasal 4 ayat (3) huruf a poin 2


(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
2.harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

Bagi hibah yang tidak dibebaskan dari PPh, maka ketentuannya bisa mengacu
pada PP No. 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Pasal 2 ayat 1 huruf a PP No.
34/2016 mengatakan bahwa besarnya PPh yang dikenakan atas hibah tanah
dan/atau bangunan itu sebesar 2,5% yang dikalikan dengan nilai bruto
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. PPh ini akan dikenakan
kepada si pemberi hibah.

Di sisi lain, tak hanya pemberi hibah yang akan dikenakan pajak, tetapi juga
penerima hibah. Pajak yang dikenakan ke penerima hibah adalah Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Berdasarkan UU No. 28
tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 88, besarnya
tarif BPHTB yang paling tinggi adalah 5% (lima persen) dan disesuaikan
dengan Peraturan Daerah (Perda). 

Pasal 3 PMK 261/2016

(1) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat ( 1) huruf a, wajib menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ( 1) huruf b dan huruf c
ke Kas Negara, sebelum akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang
atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang.
(2) Dalam hal penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan
kepada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dikenai
tarif 0% (nol persen) sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat ( 1) huruf a,
orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat 1) huruf a tidak perlu mengisi Surat Setoran Pajak.
(3) Bagi orang pribadi atau badan yang menenma atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat ( 1) huruf a, Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) terutang pada saat diterimanya sebagian atau seluruh
pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan.
(4) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung
berdasarkan jumlah setiap pembayaran termasuk uang muka, bunga,
pungutan, dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli,
sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bahgunan terse
but.
(5) Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib
dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke Kas Negara
paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan
diterimanya pembayaran.
(6) Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) dilakukan untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/ atau
bangunan.
(7)Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan,
kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau
bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan
dimaksud bahwa dimaksud pada ayat (1) kewajiban sebagaimana telah
dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil
cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak
yang bersangkutan yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan
Pajak.
(8) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) meliputi
pejabat pembuat akta tanah, pejabat lelang, atau pejabat lain yang diberi
wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Tarif PPH Final Pengalihan Hak atas Tanah karena Hibah kepada
Pemerintah

Menurut Pasal 1 ayat (1) PMK No. 261/2016 disebutkan bahwa:


Pasal 1 ayat (1) PMK No. 261/2016
“(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan dari:
a. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
b. Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan
beserta perubahannya,
Terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final
(2) ….……………..
(3) ….………………
….…………………”
(4) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf a adalah
penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang
mengalihkan hak atas tanah dan/ atau bangunan melalui
penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak,
lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para
pihak.

Pasal 2 ayat (1) PMK No. 261/2016


(1) Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah
sebesar:
a. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan
kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat
penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah
yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum;

Lebih lanjut, menurut Pasal 2 ayat (2) huruf e PMK No. 261/2016 disebutkan
bahwa Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah nilai yang seharusnya diterima atau
diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar menukar, pelepasan hak,
penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para
pihak.

C. Tarif PPN
Menurut poin 4 dan 8 SE No. 04/2002
1. Atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan secara
tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual serta atas pemberian
cuma-cuma Jasa Kena Pajak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan harus
diterbitkan Faktur Pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang harus
dipungut dan dibayar sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan
dan merupakan Pajak Keluaran.
2. Besarnya Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak atas pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma
adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.

Pasal 1 angka 3 PMK No. 75/2010


Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak

Pasal 2 huruf b PMK No. 75/2010


Nilai lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan sebagai berikut:
c. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
adalah Harga Jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor;

Pasal 1A ayat (1) huruf d UU No. 42/2009


(1) Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah
pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak

2. HARGA PASAR
Harga Pasar menurut KBBI adalah harga penjualan di pasaran umum.
Harga pasar hasil appraisal

Peraturan Pasal 12 ayat (1) huruf c Peraturan Direktur Jendral Pajak


Nomor Per-08/PJ/2022 yaitu :

menentukan kewajaran nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan


atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta
perubahannya yang dinyatakan oleh orang pribadi atau badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dengan harga pasar berdasarkan pendekatan
penilaian (appraisal), ....”

3. PPH DAN PPN YANG TERUTANG ATAS HIBAH


1)    PPH
 Ketentuan PPh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dari penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak,
atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum
yang tidak memerlukan persyaratan khusus
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini dipungut PPh oleh
bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang
menyetujui tukar-menukar.
Bendaharawan atau pejabat wajib menyetor PPh yang telah dipungut ke bank
persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada
orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-
menukar dilaksanakan.
Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP atas nama orang pribadi
atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar.
Penyampaian SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya
pembayaran. 
 Ketentuan PPh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dari penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak,
atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus
Yang dimaksud dengan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus adalah pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah di atas tanah yang pembebasannya dilakukan oleh pemerintah yang
lokasinya tidak dapat dipindahkan ke tempat lain.
Misalnya untuk kepentingan seperti: jalan umum, saluran pembuangan air,
waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan
laut/ sungai, bandar udara, fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul
penanggulangan banjir, lahar dan bencana lainnya, serta tempat pembuangan
sampah dan fasilitas ABRI.
Namun, atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sesuai definisi
tersebut dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final.
 
2)     PPN
Poin 4 SE Dirjen Pajak No. SE-04/2002
Atas pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak baik yang dilakukan
secara tersendiri atau menyatu dengan barang yang dijual serta atas
pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak terutang Pajak Pertambahan Nilai
dan harus diterbitkan Faktur Pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang harus dipungut dan dibayar sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak
yang bersangkutan dan merupakan Pajak Keluaran.
 
Penyerahan tanah yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 16D Undang-Undang PPN
beserta penjelasannya, termasuk penyerahan tanah oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP) kepada Instansi Pemerintah dalam rangka
pengadaan tanah, terutang PPN sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
 
https://www.pajakku.com/forum-topic/609ae1b1ecd34d132d39d119/
Pajak-Pertambahan-Nilai-Atas-Penyerahan-Tanah-Dan-Pengkreditan-
Pajak-Masukan-Atas-Perolehan-Tanah?page=1

Pasal 2 Kepmen No. 563/2003


(1) Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah,
wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
(3) Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran melalui
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, wajib melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang telah dipungut oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara dimaksud.
4. HARGA POKOK PEROLEHAN
Bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi harga adalah
suatu nilai barang yang ditentukan atau dirupakan dengan uang. Sedangkan
kata Perolehan memiliki arti atau kesamaan makna dari kata mendapatkan
dan/atau sesuatu yang didapatkan. Sehingga berdasarkan hal tersebut diatas
maka Harga Pokok Perolehan dapat diartikan sebagai sejumlah harga atau
nilai yang dibayarkan untuk mendapatkan/memperoleh suatu barang.

Pasal 10 ayat (1) UU No. 10/1994


(1) Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang
tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima ,
sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima.

Menurut Wit dan Erhans, 2000:82


harga perolehan adalah biaya keseluruhan yang ditambah dengan harga beli
suatu aset. Harga tersebut harus dipersiapkan perusahaan untuk memiliki aset
dan merawatnya agar bisa dioperasikan sesuai dengan fungsinya.

Berdasarkan hal - hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa Harga
Pokok Perolehan adalah suatu nilai harga yang dikeluarkan untuk memiliki
suatu barang dengan memperhitungakan harga beli barang tersebut berikut
dengan biaya - biaya lainya yang timbul akibat dari suatu pembelian atau
perolehan barang. Sebagai contoh, harga perolehan tanah meliputi harga
beli, biaya pengurusan hak tanah (sertifikat, pajak/BPHTB, biaya notaris),
dan biaya untuk peralatan tanah, penghancuran bangunan yang tidak
diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai