Anda di halaman 1dari 22

Pengaruh Aktivitas Fisik pada sistem Cardiovaskular

1. Pendahuluan

Pergeseran pola hidup dari banyak bekerja secara dinamis menjadi jarang bekerja
ditengarahi sebagai penyebab menurunnya tingkat kebugaran. Hal tersebut merupakan
dampak negatif dari semakin lajunya perkembangan teknologi. Orang berlomba-lomba
menciptakan berbagai peralatan serba otomatis untuk mengganti hampir semua kerja
manusia. Orang yang mulanya harus bekerja secara fisik, misalnya berjalan dari rumah ke
tempat bekerja, diganti oleh peran motor atau mobil sehingga orang cenderung statis
kurang kerja fisik dan bermalas-malasan (sedentary). Keadaan kurang gerak (Hipokinetik)
dapat menyebabkan berbagai problematika kesehatan yang ditandai dengan semakin
banyaknya orang terkena penyakit degeneratif atau non infeksi seperti jantung koroner,
hipertensi, aterosklerosis, diabetes mellitus, osteoporosis, sakit pinggang, gampang
kelelahan, dan sebagainya, (Djoko Pekik Irianto, 2004: 5).

Aktivitas olahraga sangat mempengaruhi kebugaran jasmani seseorang, terlebih lagi


memang aktivitas itu memberikan kontribusi langsung pada komponen kebugaran
jasmani. Aktivitas olahraga tetap harus disesuaikan dengan usia seseorang, misalnya jenis
aktivitas, faktor keselamatan dan peralatan yang digunakan. Aktivitas olahraga tidak bisa
dilakukan sembarangan, tetap harus dilakukan dengan teknik dan aturan yang benar.
Walaupun senang terhadap olahraga, tetap harus melihat usia dan kondisi fisik sehingga
tetap terkontrol dengan baik. Dari sudut pandang Ilmu Faal Olahraga, Olahraga adalah
serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar
untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya, sesuai dengan tujuannya melakukan
olahraga. Olahraga adalah gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh,
(KBBI, 2007: 796). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
olahraga adalah serangkaian gerak raga atau mengolah raga yang teratur dan terencana
yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya.

American College of Sports Medicine (ACSM) merekomendasikan latihan


kardiorespirasi dan latihan ketahanan untuk meningkatkan kebugaran fisik dan kesehatan,
latihan kelentukan/fleksibilitas menjaga jangkauan gerak, latihan neuromotor dan berbagai
aktivitas untuk menjaga dan meningkatkan fungsi fisik (Carrol Ewing Garber et al.
2011:1348). Bort telah menuliskan pada tahun 1983 dalam Journal of American Medical
Association sebagai berikut: ”Tidak ada obat yang sekarang atau masa depan akan dipakai,
yang menjanjikan dengan pasti akan memberikan dan mempertahankan kesehatan lebih
baik daripada kebiasaan hidup yang senantiasa berolahraga”. Berolahraga hingga sekarang
ini sudah cukup untuk memberikan kehidupan yang sehat dan nyaman bila anda telah
mengikutinya, otot-otot menjadi kuat, jantung menjadi sehat, tekanan darah menjadi
normal, kadar gula dapat terkontrol dan berat badan menjadi normal, kadar gula dapat
terkontrol dan barat badan menjadi seimbang yang kesemuanya ini akan membuat tubuh
sehat dan nyaman, (Harsuki, 2003: 247). Berdasarkan uraian diatas maka aktivitas
olahraga adalah keaktifan atau kegiatan mengolah raga secara teratur dan terencana untuk
meningkatkan kemampuan fungsional.

2. Aktivitas Fisik
Olahraga atau latihan fısik tidak hanya melibatkan sistem muskuloskeletal tetapi juga
sistem kardiovaskuler, respırasi, ekskresi, dan saraf. Latihan harus mempunyaı takaran
yang tepat baik intensitas, lama maupun frekuensınya untuk mencapai hasil maksimal
dalam meningkatkan daya tahan, kecepatan reaksi, kemampuan pengambilan oksigen,
kekuatan otot termasuk otot jantung dalam mengontrol tekanan darah dan denyut nadi.
Latihan dibagi menjadi latihan aerobik dan anaerobic. Olahraga kini sudah menjadi
kebutuhan masyarakat secara luas. Terbukti dari bertumbuhnya pusat-pusat olahraga serta
dipenuhinya ruang-ruang publik pada hari libur oleh masyarakat yang berolahraga. Hal ini
menunjukkan bahwa olahraga bukan hanya sekedar kebutuhan, namun sudah menjadi
gaya hidup. Pada umumnya mereka melakukan olahraga untuk menjaga kebugaran tubuh
serta menjaga kesehatan, akan tetapi tidak sedikit juga mereka yang melakukannya karena
hobi atau mengejar prestasi.

Aktivitas fisik berupa olahraga, kegiatan harian bahkan menari yang dilakukan secara
rutin bermanfaat untuk mencegah aterosklerosis (timbunan lemak dalam pembuluh darah).
Aktivitas fisik terutama aerobik atau gerak badan isotonik (berlari, jalan kaki, senam
aerobik low impact dll), akan meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang
mendorong peningkatan produksi nitrit oksida (NO) serta merangsang pembentukan dan
pelepasan endothelial derive (Kaplan & Stamler, 1983). Berkurangnya relaxing factor
(EDRF), yang merelaksasi dan melebarkan pembuluh darah. Aliran darah koroner dalam
keadaan istirahat sekitar 200 ml per menit (empat persen dari total curah jantung).
Penelitian di laboratorium menunjukkan, peningkatan aliran darah 4 ml per menit sudah
mampu menghasilkan NO untuk merangsang perbaikan fungsi endotel (lapisan dinding)
pembuluh darah. Oleh karena itu, aktivitas fisik sedang berupa senam atau jalan kaki yang
meningkatkan aliran darah menjadi 350 ml per menit (naik 150 ml per menit) sudah lebih
dari cukup untuk menghindarkan endotel pembuluh darah dari proses aterosklerosis
(Ekawati, 2018)

Latihan fisik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dan
berkesinambungan dengan melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang serta ditujukan untuk
meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani.
1. Latihan fisik didefinisikan sebagai seluruh gerakan tubuh yang diproduksi oleh
sistem lokomotor untuk kontraksi dan relaksasi otot yang melibatkan
pemakaian energi. Pergerakan ini secara umum meningkatkan penggunaan
oksigen dan nutrisi oleh otot. Adaptasi otot untuk latihan berdasarkan
pelatihan dan keduanya diukur oleh adaptasi dan perkembangan serat otot dan
perubahan metabolismenya terutama di mitokondria.
2. Efek adaptasi otot tidak hanya penting untuk otot, tetapi juga dihubungkan
dengan penundaan penuaan melalui stabilisasi telomerase mitokondria.
3. Latihan dimulai pada otot yang berkontraksi. Otot akan beradaptasi dengan
aktivitas daya tahan. Sebagian besar otot manusia terdiri dari campuran jenis
serat. Serat yang berbeda dihadapkan dengan tugas yang kontras, mulai dari
amplitudo rendah dan upaya berulang seperti ambulasi dan pemeliharaan
postur hingga ledakan pekerjaan tiba-tiba dengan amplitudo tinggi seperti
angkat berat. Tiga tipe utama otot rangka manusia adalah tipe I (lambat)
oksidatif, tipe IIa (cepat) oksidatif, dan tipe IIx (cepat) glikolitik. Jumlah
relatif dari serat ini berbeda antara individu dan di berbagai keadaan penyakit.
Misalnya gagal jantung kongestif dan diabetes mellitus tipe II berhubungan
dengan proporsi serat tipe satu yang lebih rendah.
4. Latihan fisik dapat mempertahankan status kesehatan yang memadai,melawan
konsekuensi negatif dari penyakit tertentu seperti diabetes, hipertensi, penyakit
kardiovaskular, dan penyakit pernafasan.
5. Selain itu latihan fisik juga dapat mengurangi risiko kelemahan, sarcopenia
dan demensia pada proses penuaan.
6. Gejala psikologis seperti gejala stress pascatrauma, kebingungan, dan
kemarahan juga dapat distabilkan dengan latihan fisik.
Latihan fisik atau aktivitas fisik berpengararuh langsung terhadap sistem
kardiovaskular, baik efek akut maupun efek kronis. Efek akut dari latihan fisik adalah
meningkatkan denyut nadi dan frekuensi pernapasan. Selanjutnya hasil penelitian
terdahulu didapatkan, latihan secara aerobik yang dilangsungkan selama 2×30 menit
dapat meningkatkan frekuensi denyut nadi, asam laktat darah, suhu tubuh, dan
tekanan darah latihan Efek kronis latihan adalah meningkatkan ukururan jantung
terutama ventrikel kiri, meningkatkan persediaan darah, menurunkan frekuensi denyut
nadi istirahat, menormalkan tekanan darah, dan memperbaiki pendistribusian darah.
Hal yang serupa juga disampaikan bahwa latihan fisik secara teratur memiliki
beberapa keuntungan terhadap sistem kardiovaskular, di antaranya; menormalkan
tekanan darah, memperkuat otot jantung, menurunkan frekuensi denyut nadi istirahat,
dan meningkatkan kemampuan sistem kardiovaskular dalam mengangkut oksigen.

Saat latihan fisik seperti halnya bersepeda, jantung akan berdetak lebih cepat
dan lebih kuat. Semakin meningkat kecepatan kayuhan pedal sepeda, dan juga
semakin menanjak lintasan yang dilalui maka denyut jantung semakin meningkat,
sebaliknya bila kecepatan kayuhan pedal sepeda diturunkan, begitu juga apalagi
lintasan menurun, maka frekuensi denyut nadi latihan akan menurun dengan perlahan.
Setelah periode istirahat, frekuensi denyut nadi akan kembali seperti kondisi semula.

Perubahan frekuensi denyut nadi saat latihan dan sesaat setelah latihan, disebut
dengan efek akut latihan. Apabila latihan dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan dengan takaran yang tepat, maka akan terjadi perbaikan fungsi
tubuh berupa penurunan frekuensi denyut nadi istirahat. Penurunan frekuensi denyut
nadi istirahat dibandingkan dengan sebelum program latihan, disebut dengan efek
kronis latihan. Efek akut latihan terhadap perubahan frekuensi denyut nadi adalah,
frekuensi denyut nadi meningkat sejalan dengan meningkatnya intensitas latihan.
Peningkatan frekuensi denyut nadi istirahat ini disebabkan karena pada saat latihan,
kebutuhan darah untuk mengangkut O2 ke jaringan tubuh yang aktif akan meningkat.
Di samping efek akut, latihan juga menimbulkan efek kronis yaitu berupa penurunan
frekuensi denyut nadi istirahat denyut jantung atau denyut nadi dikontrol oleh sistem
saraf.

Dalam sistem pengaturan ini, respon yang berupa peningkatan impuls saraf
dari batang otak ke saraf simpatis akan menyebabkan penurunan terhadap diameter
pembuluh darah dan peningkatan terhadap frekuensi denyut jantung. Perubahan
denyut jantung, baik peningkatan maupun penurunannya diatur oleh aktivitas simpatis
dan parasimpatis. Di samping saraf simpatis dan saraf parasimpatis, frekuensi denyut
jantung juga diatur oleh epinephrine dan norepinephrine.

Manfaat melakukan olahraga yang cukup dan teratur telah diinformasikan


secara luas dalam berbagai artikel kesehatan maupun artikel populer serta jurnal-
jurnal kesehatan. Diantara manfaat itu antara lain, olahraga dapat mencegah obesitas,
diabetes mellitus, hyperlipidemia, stroke, dan hipertensi. Bahkan Veromque dan
Robert (2005) dalam penelitiannya di belgia menyimpulkan bahwa latihan aerobic
dapat diterapkan sebagai manajemen hipertensi bukan hanya untuk pencegahan.
Masih dalam penelitian yang sama disebutkan juga bahwa lemak dalam darah dapat
diturunkan kadarnya dengan olahraga terutama aerobik. Lemak dalam darah inilah
yang nanti akan menimbulkan arterosklerosis apabila kadarnya tinggi. Sebuah studi di
jepang (Akira et al, 1983) menyimpulkan bahwa latihan aerobik yang dilakukan pada
50% V02max efektif terhadap terapi hipertensi ringan.

Kaitan olahraga dengan Jantung dan pembuluh darah dapat dipahami karena
dengan jantung merupakan organ vital yang memasok kebutuhan darah di seluruh
tubuh. Dengan meningkatnya aktivitas fisik seseorang maka kebutuhan darah yang
mengandung oksigen akan semakin besar. Kebutuhan ini akan dipenuhi oleh jantung
dengan meningkatkan aliran darahnya. Hal ini juga direspon pembuluh darah dengan
melebarkan diameter pembuluh darah ( vasodilatasi ) sehingga akan berdampak pada
tekanan darah individu tersebut.

a) Latihan
Definisi latihan olahraga yang dimodifikasi Dietrich Herre (1971) menyatakan
bahwa latihan adalah suatu proses penyempurnaan olahraga yang diatur dengan
prinsip-prinsip yang bersifat ilmiah, khususnya prinsip-prinsip pedagogis. Proses
ini direncanakan dan sistematis, yang meningkatkan kesiapan untuk melakukan
dan kapasitas penampilan atlet. Menurut Dietrich Martin yang dikutip M.
Furqon, 1995: 3 latihan olahraga adalah suatu proses yang direncanakan yang
mengembangkan penampilan olahraga yang komplek dengan memakai isi latihan,
tindakan-tindakan organisasi yang sesuai dengan maksud dan tujuan. Latihan
adalah suatu proses berlatih secara sistematis yang dilakukan secara berulang-
ulang dengan beban latihan yang kian bertambah (Harsono, 1996: 17).

Hal senada juga dikemukakan oleh Mosston (1992: 9) bahwa latihan


merupakan pelaksanaan gerakan secara berurutan dan berulang-ulang. Pada
prinsipnya latihan adalah memberikan tekanan fisik secara teratur, sistematik,
berkesinambungan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan
fisik di dalam melakukan aktivitas (Fox dkk, 1993: 69). Pendapat lain mengenai
pengertian latihan adalah proses sistematis dari kerja fisik yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan menambah jumlah beban pekerjanya. Latihan fisik
merupakan pemberian atau beban fisik pada tubuh secara teratur, sistematis, dan
berkesinambungan melalui program latihan yang tepat (Astrand dan Rodahl,
1986:11).

Latihan fisik sebaiknya dilakukan sesuai dengan kemampuan tubuh dalam


menganggapi stress yang diberikan, bila tubuh diberi beban latihan yang terlalu
ringan maka tidak akan terjadi proses adaptasi (Sugiharto, 2003: 4). Demikian
juga jika diberikan beban latihan yang terlalu berat dan tubuh tidak mampu
mentolerir yang akan menyebabkan terganggunya proses homeostatis pada sistem
tubuh dan dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan. Setiap latihan fisik
akan menimbulkan respon atau tanggapan dari organ-organ yang diberikan, hal
ini merupakan usaha penyesuaian diri dalam rangka menjaga keseimbangan
lingkungan yang stabil atau bisa disebut juga dengan homeostatis
(Sugiharto,2003:7).

Latihan merupakan salah satu stressor fisik yang dapat menggangggu


keseimbangan homeostatis. Oleh sebab itu, pemanfaatan latihan yang dikemas
dalam bentuk latihan fisik memerlukan pengukuran dosis yang tepat, sehingga
memberikan peluang untuk membentuk mekanisme penyakit (coping) yang
mampu mengubah stressor menjadi stimulator. Tetapi bila dosis latihan yang
diberikan tidak tepat, maka stressor tersebut akan mengganggu keseimbangan
(homeostatis) dalam tubuh dan dapat menyebabkan masalah kelainan
biologis/patologis (Sugiharto, 2003 : l ).
Semua aktivitas fisik merupakan stressor bagi tubuh. Jika tubuh diberikan
stressor yang dilakukan secara teratur, berkesinambungan, dan disertai dengan
program latihan yang tepat, maka tubuh akan beradaptasi dengan membentuk
mekanisme coping yang mampu mengubah stressor menjadi stimulator.
Pemberian beban latihan akan ditanggapi oleh tubuh dalam bentuk respon, jika
dosis yang diberikan tepat tentunya akan menghasilkan proses adaptasi yang baik.
Program atau dosis latihan yang tepat haruslah memperhatikan beberapa unsur
latihan, yaitu : frekuensi, intensitas, durasi, dan set latihan.

b) Pengaruh Latihan
Efek langsung/Respon :
- Denyut nadi meningkat, karena tuntutan terhadap oksigen yang tinggi.
- Tekanan darah meningkat, sebagai akibat aliran darah yang meningkat.
- Peningkatan suplai, pengiriman dan penggunaan okesigen oleh otot.
- Peningkatan pada hormon-hormon tertentu, khususnya epinephrine yang
dapat merangsang peningkatan fungsi tubuh.
- Peningkatan metabolisme.
Efek jangka panjang :
- Fungsi jantung dan kemampuan untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh
akan diperbaiki dengan latihan daya tahan.
- Kapasitas sel untuk menyerap dan menggunakan oksigen diperbaiki.
- Peningkatan ukuran jantung : dindingnya makin tebal dan kuat, dengan
demikian akan meningkatkan kadar efisiensi yang lebih besar.
- Meningkatkan volume darah, (jumlah plasma) oleh sebab itu akan lebih
banyak darah yang didorong kedalam sirkulasi untuk setiap kontraksinya.
- Cardiac output (SV x HR) meningkat : jumlah darah yang dipompa dalam
semenit.
- Menurunkan denyut nadi istirahat : apabila SV meningkat, maka tubuh yang
membutuhkan darah dapat dipenuhi hanya dengan denyut permenit yang lebih
rendah.
- Menurunkan denyut nadi latihan, jantung bekerja lebih efisien, yaitu dengan
istirahat yang lebih lama.
- Pemulihan denyut nadi istirahat lebih cepat setelah latihan.
- Menurunkan tekanan darah istirahat dengan berlatih daya tahan.
- Meningkatkan aliran darah ke kulit dan keringat sebagai upaya menurunkan
kadar panas.
- Menurunkan jumlah lemak dalam tubuh.
- Meningkatkan ukuran serabut otot.
- Meningkatkan kekuatan otot daya tahan.
- Memperbaiki respon respiratori – setiap bernafas dapat dilakukan dengan
lebih dalam, otot-otot yang mendukung proses bernafas juga tekoreksi positif
dan efisiensi sistem yang lebih baik.
- Menurunkan stress.

Pengaruh Latihan daya tahan Cardio-Respiratory yang teratur :


Efek Langsung :
- Peningkatan kadar neurotransmitters dan hormon tertentu, khususnya
epinephire yang merangsang peningkatan fungsi tubuh secara menyeluruh.
- Konstan atau aliran darah ke otak sedikit meningkat.
- Denyut jantung dan volume sekuncup meningkat ( jumlah darah yang
dipompa setiap denyutan ).
- Peningkatan ventilasi pulmonal ( jumlah udara yang dihirup tubuh dalam
semenit ). Lebih banyak udara dialirkan ke paru setiap bernafas dan
kecepatan bernafas meningkat.
- Aliran darah ke perut, usus, hati dan ginjal dikurangi, mengakibatkan
aktivitas saluran pencernaan berkurang dan juga pembuangan urin berkurang.
- Peningkatan tekanan darah sistolik.
- Peningkatan aliran darah dan transportasi oksigen ke otot skelet dan jantung.
- Peningkatan konsumsi oksigen. Apabila intensitas latihan meningkat, maka
kadar laktat darah juga meningkat.
- Peningkatan produksi energi (ATP)
- Peningkatan aliran darah ke kulit, sehingga meningkatkan pengeluaran
keringat untuk mempertahankan tempratur tubuh dengan aman.
Efek jangka panjang :
- Memperbaiki fungsi kognitif dan kemampuan memenej stress, menurunkan
depresi, kegelisahan dan risiko serangan stroke.
- Ukuran jantung meningkat dan volume sekuncup istirahat; menurunkan
kecepatan denyut jantung.
- Risiko penyakit jantung dan serangan jantung secara signifikan berkurang.
- Memperbaiki kemampuan mengekstrak okesigen dari udara sewaktu
melakukan kegiatan.
- Menurunkan risiko demam dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
- Meningkatkan kecepatan pengeluaran keringat dan berkeringat lebih cepat,
membantu mendinginkan tubuh.
- Meningkatkan volume darah serta densitasi kapiler.
- Kadar yang lebih tinggi high-density lipopriteins (HDL) dan menurunkan
kadar triglycerides; menurunkan tekanan darah darah istirahat dan
mengurangi kekakuan platelet (satu faktor penyakit jantung koroner)
- Menurunkan risiko kanker usus serta jenis kanker lainnya.
- Peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria pada sel otot;
- Peningkatan cadangan glikogen dan meningkatkan isi myoglobin;
- Memperbaiki kemampuan dalam menggunakan asam laktat dan lemak
sebagai bahan bakar.
- Semua perubahan tersebut akan memberikan kemungkinan untuk
menghasilkan energi yang lebih besar dan power output.
- Sensitivitas insulin tidak ada perubahan atau diperbaiki, kapasitas perbaikan
untuk membantu meningkatkan prevensi Diabetes jenis 2.
- Massa tubuh bebas lemak dibeberapa tubuh meningkat.
- Meningkatkan densitasi dan meningkatkan kekuatan dalam mencegah
kemungkinan patah tulang, ligaments, dan tendons, mengurangi risiko
osteoporisis.
- Menurunkan lemak tubuh.

c) Prinsip-Prinsip Dasar Latihan


Latihan yang dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar latihan
akan mengarahkan bahwa latihan tersebut sudah dilakukan dengan dosis yang
tepat. Dengan adanya dosis latihan yang tepat, diharapkan akan menjadi
peningkatan sistem-sistem di didalam tubuh. Ada beberapa prinsip dasar
latihanyang harus dipahami dan ditaati serta dilaksanakan dengan baik dan benar
oleh seorang atlet guna mencapai kinerja fisik yang maksimal. Prinsip-prinsip
dasar tersebut adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Beban Berlebih (The overload principles)
Prinsip ini artinya bahwa dalam setiap melakukan aktivitas fisik harus
selalu diupayakan adanya penambahan beban latihan antara latihan satu
dengan latihan berikutnya (Ananto dan Kadir, 1994: 40). Beban kerja dalam
latihan ditingkatkan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan
fisiologis dan psikologis setiap individu. Untuk memperoleh pengaruh
latihan yang baik, organ tubuh harus mendapat beban yang lebih dari
biasanya yang diterima dalam aktivitas sehari-hari. Beban yang diterima
bersifat individual, tetapi pada prinsipnya diberikan beban sampal mendekati
maksimal. Pembebanan latihan yang cukup berat atau beban latihan yang
mendekati batas kemampuan maksimal dapat berdampak terhadap
peningkatan kemampuan fisik. Peningkatan kinerja seseorang memerlukan
latihan dan penyesuaian dalam waktu yang panjang, di samping itu
peningkatan kemampuan orgamsme secara morfologis, fisiologis, dan
psikologis bergantung pada peningkatan beban latihan (Astrand dan Rodahl,
1986: 41). Agar tidak menimbulkan terjadinya kerusakan jaringan maka
penambahan beban latihan harus dilakukan secara bertahap.
2. Prinsip Latihan Beraturan ( the principle of arrangement of exercise )
Prinsip latihan beraturan berarti melakukan latihan fisik itu harus
dilakukan secara beraturan, sistematik, dan continue (Ananto dan Kadir,
1994:22). Dalam setiap melaksanakan latihan adatiga tahapan yang harus
dikerjakan, yakni : pemanasan, latihan inti, dan pendinginan. Latihan
hendaknya dimulai dari kelompok otot yang besar, kemudian dilanjutkan
pada kelompok otot yang lebih kecil (Fox, dkk.,1993:76).
3. Prinsip Kekhususan ( The principle of specifity )
Prinsip latihan kekhususan berarti bahwa latihan hendaknya bersifat
spesifik sesuai dengan maksud dan tujuan latihan yang hendak dicapai. Agar
menguasai cabang latihan tertentu, seseorang harus berlatih sesuai dengan
otot-otot yang paling dominan digunakan dalam suatu cabang latihan
tersebut. Kekhususan merupakan suatu bentuk latihan yang mengarah pada
perubahan morfologis dan fungsional yang berkaitan dengan kekhususan
cabang latihan tersebut (Bompa, 1990: 34). Misalnya pada pembentukan otot
membutuhkan latihan khusus sesuai dengan tipe otot, kontraksi otot, dan juga
intensitas latihannnya.
4. Prinsip Individual ( The principle of individualility )
Dosis latihan untuk setiap orang tidak sama dan bersifat individual,
sehingga latihan yang diberikan harus sesuai dengan usia, Jenis kelamin,
kondisi kesehatan, dan tingkat kebugaran jasmaninya. Faktor individu harus
diperhatikan, karena pada dasarnya setiap individu mempunyai karakteristik
yang berbeda, baik secara fisik maupun psikologis. Dalam hal ini yang harus
diperhatikan adalah kapasitas kerja dan penyesuaian kapasitas fungsional
individu serta kekhususan organisme.
5. Prinsip Kembali Asal ( The principle of reversibility )
Setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan kembali seperti keadaan
semula. Detraining akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan
fisiologis tubuh, sehingga terjadi keadaan kembali ke-asal, yaitu suatu
keadaan dimana tubuh mempunyai kemampuan fisik yang sama antara
sebelum dan sesudah latihan. Oleh karena itu latihan harus dilakukan secara
berkesinambungan.

c) Dosis Latihan
1. Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan menggambarkan jumlah sesi latihan dalam suatu
periode tertentu (hari, mmggu, bulan, dan seterusnya). Frekuensi latihan
minimal 2 kali per minggu, dan untuk meningkatkan intensitas latihan dapat
ditingkatkan 3-4 kali perminggu (Powers, 2007: 53). Frekuensi latihan dalam
kegiatan olahraga tergantung pada jenis olahraga. Sebagai pedoman umum,
untuk latihan aerobik adalah 3-5 hari dalam seminggu, dan lamanya 16
minggu atau lebih. Untuk lari cepat frekuensi latihan 5 hari dalam seminggu
(Soekarman, 1987: 60).
2. Durasi Latihan
Durasi latihan menggambarkan waktu berlangsungnya suatu latihan.
Pada umumnya orang berpedoman bahwa latihan lebih sering dan lebih lama
maka akan menghasilkan hasil yang lebih besar. Tetapi harus diingat bahwa
latihan tidak boleh berlebihan dan harus memperhatikan waktu untuk pulih
asal (Furqon, 1995: 15).
3. Intesitas Latihan
Intensitas latihan dicirikan dengan kualitas penampilan. Hal ini
menunjukkan derajat kerja per-unit waktu. Intensitas latihan ditunjukkan
dengan : (1) Angka persen prestasi terbaik, (2) Berat beban yang di angkat
dalam satu usaha, (3) Frekuensi dan kecepatan latihan, (4) Langkah dari
latihan ( pelan-pelan, cepat, lancar, eksplosif, optimal ) (Furqon, 1995:15).
Intensitas latihan dapat ditentukan di laboratorium dengan nilai
ambang anaerobik. Namun dilapangan lebih mudah dengan menggunakan
denyut jantung. Metode denyut jantung lebih menekankan pada kemampuan
sistem jantung paru (V02 maks) dan metode nilai ambang anaerobik
menekankan pada kemampuan otot (Soekarman, 1987 :64). Semakin tinggi
intensitas latihan semakin tinggi V02 maksnya (Fox, 1993 : 345). Nilai
ambang intensitas pada latihan adalah rendah bila kurang dari 50% VO2 maks,
dan intensitas tinggi bila VO2 maksnya lebih dari 80% (Powers. 2007:54)
Sebenarnya yang paling baik adalah dengan menekankan pada
kemampuan jantung paru dan juga kemampuan otot. Apabila menekankan
pada keduanya maka didapatkan bahwa latihan harus mencapai 85% dari
denyut nadi maksimal (MHR) atau 80% dari cadangan denyut jantung (HRR).

3. Sistem Cardiovaskular
a. Pengertian
Sistem kardiovaskuler adalah kumpulan organ yang bekerja sama untuk
melakukan fungsi transportasi dalam tubuh manusia. Sistem ini bertanggung jawab
untuk mentransportasikan darah, yang mengandung nutrisi, bahan sisa metabolisme,
hormone, zat kekebalan tubuh, dan zat lain ke seluruh tubuh. Sehingga, tiap bagian
tubuh akan mendapatkan nutrisi dan dapat membuang sisa metabolismenya ke dalam
darah. Dengan tersampainya hormone ke seluruh bagian tubuh, kecepatan metabolisme
juga akan dapat diatur. Sistem ini juga menjamin pasokan zat kekebalan tubuh yang
berlimpah pada bagian tubuh yang terluka, baik karena kecelakaan atau operasi, dengan
bertujuan mencegah infeksi di daerah tersebut. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa
sistem kardiovaskuler memiliki fungsi utama untuk mentransportasikan darah dan zat-
zat yang dikandungnya ke seluruh bagian tubuh.
Gambar : Jantung pusat kardiovaskuler Gambar : Sistem kardiovaskuler

b. Komponen Sistem Kardiovaskuler


Sistem kardiovaskuler terdiri atas organ jantung dan pembuluh darah. Fungsi
sistem ini dapat dianalogikan dengan sistem pengairan di rumah tangga, dimana organ
jantung berperan sebagai pompa dan pembuluh darah berperan sebagai salurannya atau
pipanya. Sistem ini bertanggung jawab untuk mentransportasikan darah dan zat yang
dikandungnya ke seluruh bagian tubuh manusia. Untuk menjaga agar darah tetap
mencapai seluruh bagian tubuh secara terus-menerus maka jantung sebagai pompa
harus berdenyut secara terus menerus pula. Denyutan jantung diatur oleh sistem saraf
otonom (SSO) yang berada di luar kesadaran atau kendali kita sehingga kita tidak dapat
mengatur denyutan jantung seperti kehendak kita.

Sistem kardiovaskuler merupakan sistem tertutup artinya darah yang


ditransportasikan akan berada di dalam jantung dan pembuluh darah, tidak dialirkan ke
luar pembuluh darah. Berdasarkan arah aliran darah maka pembuluh darah dapat
dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah pembuluh darah yang meninggalkan
jantung (arteri) dan pembuluh darah yang menuju jantung (vena). Berdasarkan ukuran
penampangnya (diameter) maka pembuluh darah (arteri dan vena) dapat
dikelompokkan menjadi pembuluh darah besar, sedang, dan kecil. Contoh pembuluh
arteri besar adalah aorta, a. iliaca commonis; pembuluh arteri sedang adalah a. tibialis,
a. radialis; sedangkan contoh vena besar adalah v. cafa superior dan inferior. Diantara
pembuluh darah arteri kecil (arteriole) dan vena kecil (venule) akan terdapat saluran
kecil yang disebut pembuluh kapiler. Pembuluh kapilerini menghubungkan bagian
pembuluh darah arteri dan vena. Pembuluh kapiler ini memiliki struktur histologis
tertentu.

c. Anatomi Sistem Kardiovaskuler


1. Jantung
Jantung terletak di rongga dada (thorax), dan cenderung terletak di sisi kiri. Pada
kelainan dekstrokardia jantung justru terletak di sisi sebelah kanan. Jantung dikelilingi
oleh pembuluh darah besar dan organ paru, dan timus di bagian depannya. Jantung
terdiri dari empat ruang jantung yang dipisahkan oleh sekat-sekat jantung. Empat ruang
jantung tersebut adalah : (1) Atrium kanan, (2) Atrium kiri, (3) Ventrikel kanan, (4)
Ventrikel kiri.

Ruang jantung ini terbentuk karena adanya sekat interventrikuler dan sekat
atrioventrikuler. Pada sekat atrioventrikuler terdapat dua buah katup jantung, yaitu
katup trikuspidalis dan katup bicuspidalis. Disebut trikuspidalis karena terdiri dari tiga
lempengan katup, dan disebut bicuspidalis karena terdiri dari dua buah lempengan
katup. Atrium kanan dan kiri memiliki ukuran yang sama, demikian juga ventrikel
kanan dan kiri. Atrium dibatasi oleh otot jantung dan sekat yang tipis, sedangkan
bagian ventrikel dibatasi oleh otot jantung dan sekat interventrikuler yang tebal.
Gambar : Empat ruang jantung dan proses aliran darah

Empat ruang jantung ini dilapisi oleh lapisan endotel, endocardium, myocardium,
dan dua lapisan pericardium (bagian dalam = bagian visceral dan bagian luar = bagian
parietal). Katup jantung sesungguhnya merupakan perluasan cincin fibrosa
atrioventrikuler, yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang dilapisi endotel pada kedua
sisi. Darah mengalir di dalam jantung ke satu arah, dari sisi kanan ke sisi kiri. Hal ini
dimungkinkan karena adanya katup-katup jantung yang akan mencegah aliran darah
balik. Katup-katup ini hanya mengijinkan darah mengalir dari atrium kanan ke
ventrikel kanan; dan dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Darah di dalam jantung mengalir
dalam satu arah. Dari atrium kanan darah akan mengalir ke ventrikel kanan, darah ini
mengandung oksigen yang rendah, dan banyak mengandung CO2. Kemudian darah
dialirkan ke paru melalui arteri pulmonalis, untuk mendapatkan oksigen (oksigenasi).
Dari paru-paru darah kembali ke atrium kiri jantung melalui vena pulmonalis, darah ini
kaya akan oksigen karena telah mengalami oksigenasi di paru. Dari atrium kiri
dialirkan ke ventrikel kiri, selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.

d. Fungsi Sistem Kardiovaskuler


Jantung Sebagai Pompa. Denyut Jantung Jantung memiliki system yang
memungkinkan mereka untuk berdenyut sendiri. System ini disebut sistem penghantar
yang terdiri dari simpul sinoatrial (SA node), lintasan antar simpul di atrium, simpul
atrioventrikuler (AV node) dan berkas His (bundle of His) dan cabangnya serta serabut
Purkinje. Nodus SA letaknya pada muara dari vena cava inferior dan nodus AV
letaknya pada bagian posterior kanan septum antar atrium. Serabut antar simpul atrium
terdiri dari tiga berkas, yaitu bagian anterior (berkas Bachman), bagian medial
(Wenckebach), dan bagian posterior (Thorel). Secara histologis sistem penghantar ini
merupakan modifikasi otot jantung, dimana serat lintangnya lebih sedikit dan batas
selnya tidak tegas. Simpul SA dna AV mengandung sel bulat kecil dengan sedikit
organela di dalamnya. Pada keadaan normal, SA node merupakan pencetus denyut
jantung. Kecepatan cetusan listriknya menentukan frekuensi jantung. Impuls tersebut
kemudian berjalan melalui lintasan antar simpul atrium menuju simpul AV, kemudian
dari simpul ini menuju ke berkas His. Akhirnya akan mencapai otot jantung melalui
cabang berkas His dan serabut Purkinje.

Depolarisasi dimulai dari nodus SA dan disebarkan secara radial ke seluruh


atrium yang kemudian seluruh impuls tersebut bertemu dengan nodus AV. Depolarisasi
atrium keseluruhan berlangsung selama 0,1 detik. Hantaran yang terjadi pada nodus AV
lebih lambat, sehingga terjadi perlambatan selama 0,1 detik sebelum impuls menyebar
ke ventrikel. Kemudian depolarisasi menyebar dengan cepat dalam serabut purkinje ke
seluruh ventrikel dalam waktu 0,08 – 0,1 detik. Pada manusia, depolarisasi otot
ventrikel dimulai di pada sisi kiri septum interventrikuler dan bergerak pertama-tama ke
kanan menyebrangi bagian tengah septum. Setelah itu menyebar ke bagian bawah
septum menuju puncak jantung. Kemudian menyebar di sepanjang dinding ventrikel
kembali ke daerah AV, berjalan terus dari bagian dalam jantung (endokardium) ke
bagian luar (epikardium).

Bagian terakhir jantung yang mengalami depolarisasi adalah bagian posterobasal


ventrikel kiri. Pada jantung orang normal, tiap denyut berasal dari simpul SA sehingga
irama jantungnya disebut sebagai irama sinus. Pada keadaan istirahat, jantung
berdenyut kirakira 70 kali per menit. Frekuensi akan lebih lambat pada waktu tidur
(bradikardia) dan bertambah cepat (takikardia) selama olah raga, emosi, demam, dan
sebab lainnya.

Jantung memiliki system yang memungkinkan mereka untuk berdenyut sendiri.


System ini disebut sistem penghantar yang terdiri dari simpul sinoatrial (SA node),
lintasan antar simpul di atrium, simpul atrioventrikuler (AV node) dan berkas His
(bundle of His) dan cabangnya serta serabut Purkinje. Nodus SA letaknya pada muara
dari vena cava inferior dan nodus AV letaknya pada bagian posterior kanan septum
antar atrium. Serabut antar simpul atrium terdiri dari tiga berkas, yaitu bagian anterior
(berkas Bachman), bagian medial (Wenckebach), dan bagian posterior (Thorel). Secara
histologis sistem penghantar ini merupakan modifikasi otot jantung, dimana serat
lintangnya lebih sedikit dan batas selnya tidak tegas. Simpul SA dna AV mengandung
sel bulat kecil dengan sedikit organela di dalamnya. Pada keadaan normal, SA node
merupakan pencetus denyut jantung. Kecepatan cetusan listriknya menentukan
frekuensi jantung. Impuls tersebut kemudian berjalan melalui lintasan antar simpul
atrium menuju simpul AV, kemudian dari simpul ini menuju ke berkas His. Akhirnya
akan mencapai otot jantung melalui cabang berkas His dan serabut Purkinje.

Depolarisasi dimulai dari nodus SA dan disebarkan secara radial ke seluruh


atrium yang kemudian seluruh impuls tersebut bertemu dengan nodus AV. Depolarisasi
atrium keseluruhan berlangsung selama 0,1 detik. Hantaran yang terjadi pada nodus AV
lebih lambat, sehingga terjadi perlambatan selama 0,1 detik sebelum impuls menyebar
ke ventrikel. Kemudian depolarisasi menyebar dengan cepat dalam serabut purkinje ke
seluruh ventrikel dalam waktu 0,08 – 0,1 detik. Pada manusia, depolarisasi otot
ventrikel dimulai di pada sisi kiri septum interventrikuler dan bergerak pertama-tama ke
kanan menyebrangi bagian tengah septum. Setelah itu menyebar ke bagian bawah
septum menuju puncak jantung. Kemudian menyebar di sepanjang dinding ventrikel
kembali ke daerah AV, berjalan terus dari bagian dalam jantung (endokardium) ke
bagian luar (epikardium).

Bagian terakhir jantung yang mengalami depolarisasi adalah bagian posterobasal


ventrikel kiri. Pada jantung orang normal, tiap denyut berasal dari simpul SA sehingga
irama jantungnya disebut sebagai irama sinus. Pada keadaan istirahat, jantung
berdenyut kirakira 70 kali per menit. Frekuensi akan lebih lambat pada waktu tidur
(bradikardia) dan bertambah cepat (takikardia) selama olah raga, emosi, demam, dan
sebab lainnya.

e. Mekanisme Pengaturan Sistem Kardiovaskuler


Walaupun jantung dapat memulai kontraksinya sendiri, aktivitasnya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf. Sehingga, aktivitas jantung tetap sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Impuls pengaturan dilepaskan oleh pusat pengatur di otak dan
sumsum tulang belakang yang disalurkan melalui saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf
simpatis dan parasimpatis memiliki efek yang berlawanan satu sama lain. Nervus vagus
adalah serabut saraf parasimpatis yang melayani jantung.
Pusat Pengaturan Jantung
Pusat tertinggi terletak di kortek cerebri sehingga faktor fisik dan emosi dapat
mempengaruhi aktivitas jantung. Pusat berikutnya di bawah korteks adalah hipotalamus
bagian posterior yang mengirim impuls ke pusat eksitasi di medulla oblongata dan
hipotalamus bagian medial yang mengirim impuls ke pusat inhibisi di medulla
oblongata. Pusat eksitasi meneruskan impulsnya ke saraf simpatis dan pusat inhibisi
meneruskan impulsnya ke saraf parasimpatis.
Parasimpatis
Impuls yang disalurkan oleh sistem parasimpatis cenderung untuk mengurangi
aktivitas jantung : menurunkan denyut jantung, menurunkan kemampuan konduksi,
menurunkan kontraktilitas, dan menurunkan kepekaan otot jantung. Variasi tonus vagus
merupakan faktor utama dalam perubahan denyut jantung.
Simpatis
Secara konstan mengeluarkan impuls yang cenderung untuk mengakselerasi
aktivitas jantung, diantaranya :
- Meningkatkan frekuensi denyut jantung
- Meningkatkan konduktivitas
- Meningkatkan kontraktilitas
- Meningkatkan kepekaan otot jantung

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar disamping :

Refleks Jantung
Terdapat dua buah refleks yang melibatkan jantung, yaitu refleks eksitasi dan
refleks inhibisi jantung. Refleks ini terdiri dari lima komponen yaitu : reseptor, serabut
aferen (yang membawa impuls ke pusat refleks), pusat refleks di medulla oblongata,
serabut eferen (yang membawa impuls dari pusat refleks ke jantung), dan organ efektor
yaitu jantung.

f. Mekanisme pengaturan vaskuler


Pengaturan pembuluh darah terutama terjadi pada arteriole sehingga
memungkinkan terjadi pengaturan distribusi darah sesuai kebutuhan tubuh dan juga
untuk membantu mengatur tekanan darah. Otot dalam arteriole dapat mengalami
kontraksi untuk mengatur diameternya. Pusat pengaturan pembuluh darah (pusat
vasomotor) terletak di medulla oblongata, pusat di atasnya diperkirakan di korteks
cerebri, dan hipotalamus. Selanjutnya impuls dari pusat vasomotor ini disalurkan
melalui serabut simpatis (T1 – L2) dan parasimpatis (S2 – S4).

Berbeda dengan jantung, dimana faktor yang penting adalah sistem parasimpatis,
faktor penting dalam pengaturan pembuluh darah adalah sistem simpatis. Sistem
simpatis akan mengakibatkan vasokonstriksi pada arteriole organ-organ dalam dan
kulit, vasodilatasi pada arteriole ini terjadi secara pasif akibat tekanan darah. Sedangkan
pada arteriole otot rangka simpatis mengakibatkan vasodilatasi. Serabut parasimpatis
hanya mengatur arteriole pada kelenjar ludah dan genital. Stimulasi parasimpatis pada
kedua organ ini akan mengakibatkan vasodilatasi. Terhadap sistem vena terjadi
aktivitas kontrol yang sama.

4. Pengaruh Aktivitas Fisik Pada Sistem Cardiovaskular

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran energi.
Aktivitas fisik dalam bentuk latihan fisik dapat meningkatkan indeks kebugaran sistem
kardiovaskular. Latihan fisik dapat memengaruhi sistem kardiovaskular secara langsung.
Efek yang ditimbulkan dapat berupa akut maupun kronis. Olahraga merupakan salah satu
aktivitas yang paling efektif untuk memperkuat otot jantung, mengontrol berat badan, serta
mencegah kerusakan arteri akibat kolesterol tinggi, hiperglikemia, dan tekanan darah
tinggi yang dapat menyebabkan serangan jantung ataupun stroke. Seringkali disebut
sebagai olahraga yang terbaik untuk meningkatkan kesehatan jantung, faktanya hal ini
benar dan banyak penelitian mendukung manfaat latihan kardio, yaitu melindungi jantung.
Misalnya, membantu menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol, mengurangi
penumpukan plak, meningkatkan aliran darah, dan menjaga berat badan yang sehat.

Disfungsi diastolik jantung berhubungan dengan fibrosis jantung seiring dengan


akumulasi kolagen. Dampak fibrosis jantung adalah peningkatan tekanan jantung,
penurunan elastisitas dan ketidakmampuan bagian pasif dari relaksasi diastolik. Fibrosis
awal dapat diturunkan dengan latihan fisik. Disfungsi diastolik berhubungan dengan
pembengkakkan mitokondria, hilangnya krista mitokondria, dan hilangnya fragmentasi
mitokondria. Latihan fisik menyebabkan hipertrofi fisiologis ditandai dengan tidak adanya
fibrosis. Hal ini menunjukkan hipertrofi fisiologis yang disebabkan latihan fisik lebih
bergantung pada transkrip mRNA untuk sintesis protein dan pemeliharaan sintesis protein
.
Terdapat dua adaptasi ventrikel kiri tergantung jenis latihan yang dilakukan. Latihan
ketahanan menyebabkan kelebihan bebean volume sehingga terjadi peningkatan wall
stress. Adaptasi ventrikel kiri pada latihan ini adalah hipertrofi ventrikel eksentrik yaitu
peningkatan massa ventrikel dan dimensi rongga ventrikel. Adaptasi lain berupa hipertrofi
konsentris yaitu peningkatan massa ventrikel dan ketebalan dinding dengan dimensi
rongga normal terjadi pada latihan kekuatan. Pembesaran ventrikel kiri sebanding dengan
pembesaran bilik jantung lainnya. Adaptasi ventrikel kiri terlihat serelah masa latihan
beberapa bulan.

Latihan fisik adalah kegiatan multifokal dengan manfaat yang baik bagi jaringan
tubuh dan merupakan upaya penting dalam pencegahan penyakit kardiovaskular. Latihan
fisik memiliki fungsi protektif terhadap jantung dan meningkatkan kapasitas aerobic.
Latihan fisik memiliki efek jangka panjang pada kontrol terhadap faktor risiko dan
penyakit kardiovaskular. Latihan fisik sangat mengurangi risiko kematian akibat penyakit
kardiovaskular dan risiko pengembangan penyakit kardiovaskular, Pengurangan signifikan
dalam risiko penyakit kardiovaskular terjadi pada tingkat aktivitas yang setara dengan 150
menit seminggu aktivitas fisik intensitas sedang. Latihan fisik yang teratur dapat sangat
mempengaruhi tekanan darah, dan efeknya langsung terlihat. Orang yang memiliki
tekanan darah normal diuntungkan karena risiko terkena hipertensi berkurang. Orang yang
menderita hipertensi juga diuntungkan karena tekanan darah sistolik dan diastoliknya
turun.

Pengaruh latihan fisik terhadap sistem kardiovaskular berupa adaptasi yang


melibatkan peningkatan stroke volume, peningkatan kavitas volume dan penebalan
dinding jantung, penurunan denyut jantung baik dalam keadaan istirahat maupun selama
latihan submaksimal, serta perbaikan perfusi myocardial. Cardiac output meningkat
selama aktivitas fisik akibat dari peningkatan datak jantung dan stroke volume. Selama
latihan intens stroke volume dapat menjadi dua kali lipat. Latihan fisik meningkatkan
volume ruang dan ketebalan dinding jantung. Hal ini menjadi faktor penting peningkatan
cardiac output.

Latihan dapat mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular melalui perubahan pada


profil lipid. Hal ini dapat mencegah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah.
Dislipidemia sebagai salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular terjadi apabila
komposisi low-density lipoprotein (LDL) abnormal, penurunan kadar high-density
lipoprotein (HDL), peningkatan kadar trigliserida, dan tingginya kadar free fatty acid
(FFA). Latihan memengaruhi kadar HDL melalui peningkatan bioavailabilitas notric oxide
(NO). NO dapat mengurangi modifikasi oksidatif dari HDL sehingga meningkatkan
fungsinya. Pematangan partikel HDL berhubungan dengan aktivitas enzim yaitu
lipoprotein lipase (LPL). Latihan fisik dapat meningkatkan aktivitas LPL.
a. Adapun jenis-jenis olahraga kardiovaskular yang dapat dilakukan adalah :
1) Aerobik
Aerobik merupakan olahraga kardiovaskular yang sangat baik bagi kesehatan jantung.
Bentuk latihan aerobik yang dapat dilakukan pun beragam mulai dari berlari, lompat
tali, bersepeda, mendayung, hingga senam aerobik. Jika dilakukan secara rutin,
aerobik dapat membantu kontrol tekanan darah dan meningkatkan kualitas
pernapasan, sehingga jantung tidak harus bekerja sangat keras.
2) Latihan Interval
Latihan interval merupakan jenis olahraga yang tak kalah baik dari aerobik. Selain
menjaga kesehatan jantung, latihan interval juga dapat mencegah penyakit diabetes,
menurunkan berat badan, dan meningkatkan kebugaran, jika dilakukan secara rutin.
3) Total Body Workout
Merupakan olahraga yang menggerakkan seluruh tubuh. Total body workout dapat
menguatkan otot jantung, karena cukup banyak otot yang terlibat dalam gerakan-
gerakannya. Bentuk olahraga jenis ini dapat berupa mendayung, berenang, cross-
country skiing, dan lain-lain. Kita juga dapat menambahkan beberapa latihan interval
untuk membuat latihan lebih maksimal.
4) Latihan Inti dan Yoga
Beberapa jenis latihan inti seperti Pilates dapat memperkuat otot inti, dengan
meningkatkan fleksibilitas dan keseimbangan. Di sisi lain, yoga juga dapat membuat
tekanan darah turun, pembuluh darah lebih elastis dan juga mempromosikan
kesehatan jantung. Itulah sebabnya yoga juga dapat sekaligus memperkuat jantung.

Pengaruh latihan fisik terhadap sistem kardiovaskular adalah pencegahan penyakit


kardiovaskular, pencegahan disfugsi diastolik, adaptasi venrikel kiri, peningkatan stroke
volume, peningkatan kavitas volume, penebalan dinding jantung, penurunan denyut
jantung, perbaikan perfusi myokardial, dan perubahan profil lipid berupa peningkatan
HDL.

Pola hidup yang sangat buruk sekarang dimulai dari makanan hingga teknologi yang
membuat segalanya menjadi instan kerap kali membuat masyarakat lupa akan pentingnya
menjaga kesehatan jantung. Namun pengetahuan masyarakat dalam hal kesehatan jantung
masih sangat minim. Hal ini lah yang membuat tingkat kematian akibat penyakit jantung
koroner masih tinggi. Memang ada faktor yang tidak dapat diubah yang biasanya bersifat
genetik. Namun faktor-faktor yang dapat diubah dimulai dari hidup sehat dengan
mengurangi makanan berkolesterol dan meningkatkan aktifitas fisik seperti olahraga.
Olahraga yang baik bukanlah olahraga yang dipaksakan namun sesuai dengan kebutuhan
dan fisik dari masing-masing pribadi.

DAFTAR PUSTAKA
Agus, A. (2012). Olahraga Kebugaran Jasmani: Sebagai Suatu Pengantar.
Febriani Fajar, E. (2018). Upaya Mencegah Penyakit Jantung dengan Olahraga Oleh:
Febriani Fajar Ekawati 1. 257–266.

Fikriana, R. (2018). Sistem kardiovaskuler. Deepublish.


Jasmani, P., Dan, K., & Yogyakarta, U. N. (2008). Penderita jantung menjadi bugar melalui
olahraga.

Majid, A. (2007). Penyakit jantung Koroner: Patofisiologi, pencegahan dan pengobatan


terkini. Universitas Sumatera Utara.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Penerbit Salemba.

Tanzila, R. A., & Hafiz, E. R. (2019, August). Latihan Fisik Dan Manfaatnya Terhadap
Kebugaran Kardiorespirasi. In Conferences of Medical Sciences Dies Natalis (Vol.
1, No. 1, pp. 316-322).

Wijayanto, M. A. (2019). Olahraga Sebagai Pencegahan Penyakit Jantung Koroner.

Anda mungkin juga menyukai