Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

EPISKLERITIS

Dosen Pembimbing:
…………………….

Disusun oleh:
Neng Ratna Sari
2017730086

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJAR
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan referat dengan judul ‘Episkleritis’.
Terima kasih kepada dr. ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, selaku membimbing dalam
pembuatan referat ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Saya
menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan referat ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak yang membaca referat ini, agar dapat
mengoreksi diri dan dapat membuat referat yang lebih baik di lain kesempatan.
Demikianlah referat ini dibuat sebagai pemenuhan tugas dari kegiatan
klinis stase Mata di RSU KOTA BANJAR, serta untuk menambah
pengetahuan khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Banjar, Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Definisi .................................................................................................... 3
2.2 Etiologi .................................................................................................... 3
2.3 Epidemiologi ........................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi ............................................................................................ 4
2.5 Klasifikasi ............................................................................................... 4
2.6 Menifestasi Klinis ................................................................................... 5
2.7 Diagnosis ................................................................................................. 6
2.8 Diagnosis Banding .................................................................................. 7
2.9 Tatalaksana .............................................................................................. 9
2.10 Komplikasi ............................................................................................ 10
2.11 Prognosis ............................................................................................... 10
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering dijumpai, Keluhan


ini biasanya timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang
sebelumnya berwarna putih menjadi merah.1,2
Pada mata normal, sklera akan terlihat berwarna putih karena sklera dapat
terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus
cahaya. Hiperemi konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh
darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan
pembuluh darah. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah konjungtiva atau
episklera atau perdarahan antara konjungtiva dan sklera maka akan terlihat
warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih. 1,2
Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang
terjadi pada peradangan mata akut misalnya konjungtivitis, keratitis atau
iridosiklitis. 1,2
Pada konjungtiva terdapat beberapa pembuluh darah dimana jika terjadi
pelebaran pembuluh tersebut maka mata akan menjadi merah. Pembuluh-
pembuluh darah tersebut yaitu: 3,4
a. Arteri konjungtiva posterior, yang memperdarahi konjungtiva bulbi.
b. Arteri siliar anterior atau episklera yang memberikan cabang:
1. Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan srteri siliar
posterior longus bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau
pleksus siliar, yang akan memperdarahi iris dan badan siliar.
2. Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea.
3 Arteri episklera yang terletak di atas sklera, merupakan bagian dari arteri
siliar anterior yang memberikan perdarahan ke dalam bola mata.
Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah dapat juga terjadi akibat
pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah di atas dan darah tertimbun di
bawah jaringan konjungtiva. Keadaan ini disebut sebagai perdarahan
subkonjungtiva.

1
Episkleritis adalah reaksi radang jaringan ikat vaskuler yang terletak
antara konjungtiva dan permukaan sklera. Episkleritis sering ditemukan dan
terjadi secara spontan, idiopatik, jinak, rekuren, dapat
terjadiunilateralmaupunbilateral. Perempuan lebih sering mengalami
episkleritis dibanding dengan laki-laki, dengan rata-rata usia pasien yang
terkena episkleritis adalah usia pertengahan, paling sering pada dekade ketiga
1-2
hingga keempat kehidupan.

Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan self-limiting. Kebanyakan


kasus merupakan idiopatik, namun paling sering dapat disertai bersamaan
dengan adanya kelainan di mata atau penyakit sistemik. Diagnosis episkleritis
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan pasien, pemeriksaan mata
serta pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pemberian kompres dingin dapat
meringankan gejala rasa tidak nyaman pada penderita episkleritis. Tatalaksana
lain berupa pemberian steroid tetes mata dan NSAID sistemik. Komplikasi
jarang terjadi pada pasien dengan episkleritis. Rekurensi sering terjadi pada
penderita dengan penyakit sistemik yang melatarbelakangi terjadinya
2
episkleritis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Episkleritis adalah reaksi radang jaringan ikat vaskuler yang terletak


antara konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera dan sklera
merupakan suatu reaksi toksik, alergik atau dapat berkaitan dengan infeksi
yang diduga disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit
sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, sifilis, SLE, dan lainnya. 1,2

2.2 Etiologi

Episkleritis sering ditemukan dan terjadi secara spontan, idiopatik,


jinak, rekuren, dapat terjadi unilateral maupun bilateral. Penyakit ini
biasanya bersifat ringan dan self-limiting, bertahan kurang lebih selama
beberapa hari hingga 3 minggu. Kebanyakan kasus merupakan idiopatik,
namun paling sering dapat disertai bersamaan dengan adanya kelainan di
mata (seperti mata kering, rosacea, penggunaan lensa kontak) atau penyakit
sistemik (seperti reumatoid artritis, herpes zoster oftalmikus, gout, dll) yang
ditemukan sebanyak satu dari tiga pasien. 1,2

2.3 Epidemiologi

Episkleritis dibagi menjadi dua manifestasi klinis, yaitu simple


episcleritis dan episkleritis nodular. Episkleritis simpleks difus paling sering
terjadi sebanyak 70% kasus dibanding dengan episkleritis nodular hanya
sebanyak 30% kasus. Dua per tiga kasus inflamasi episkleritis bersifat
unilateral. Episkleritis lebih sering ditemukan pada perempuan disbanding
dengan laki laki, meskipun perbedaan yang ditemukan tidak bermakna
secara statistik.Pada anak-anak episkleritis jarang terjadi, rata-rata usia
pasien yang terkena episkleritis adalah usia pertengahan, paling sering pada
dekade ketiga hingga keempat kehidupan. 2,6,7

3
2.4 Patofisiologi

Patofisiologi belum diketahui secara pasti namun ditemukan respon


inflamasi yang terlokalisir pada superficial episcleral vascular network, dan
secara histopaltogi menunjukkan inflamasi non granulomatous dengan
dilatasi vascular dan infiltrasi perivascular. Penyebabnya tidak diketahui,
paling banyak bersifat idiopatik namun sepertiga kasus berhubungan dengan
penyakit sistemik dan reaksi hipersensitivitas mungkin berperan. 2

2.5 Klasifikasi

Episkleritis dibagi menjadi 2 tipe berdasarkan manifestasi klinis: 2,6

• Simple episcleritis

Jenis episkleritis ini yang paling umum ditemui. Peradangan


biasanya ringan dan terjadi dengan cepat yang terjadi baik di sebagian area
mata (sectoral) ataupun keseluruhan are mata (difus). Simple episkleritis
hanya berlangsung selama sekitar 7 sampai 10 hari dan akan hilang
sepenuhnya setelah dua sampai tiga minggu. Pasien daoat mengalami
serangan dari kondisi tersebut, biasanya setiap satu sampai tiga bulan.
Penyebabnya sering tidak diketahui. 2,6

•Episkleritis nodular

Terjadi serangan inflamasi intermiten yang terjadi kurang lebih


selama interval 1 hingga 3bulan. Episode ini biasanya berlangsung selama
7-10 hari dan hilang setelah 2-3 minggu. Episode yang berkepanjangan
mungkin terjadi pada pasien dengan penyakit sistemik penyerta. Beberapa
pasien menyadari bahwa episode episkleritis lebih sering terjadi pada
musim semi dan gugur. Faktor pencetusnya sulit untuk diketahui, namun
biasanya serangan yang terjadi disertai dengan adanya stress, alergi, trauma,
dan perubahan hormonal. Kebanyakan pasien yang datang dengan nodular
episkleritis ditemukan adanya penyakit sistemik penyerta seperti
rheumatoid arthritis, colitis dan lupus.2,6

4
2.6 Menifestasi Klinis

Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering,


dengan rasa sakir, mengganjal dengan konjungtiva yang kemotik. Bentuk
radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran yang khusus,
yaitu berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warba merah ungu
dibawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan
dengan kelopak mata diatas benjolan, akan memberikan rasa sakit, rasa sakit
akan menjalar ke sekitar mata. 1

• Simple Episkleritis

Pasien dengan simple episkleritis, sering timbul pada kedua mata.


Pasien mengeluh rasa tidak nyaman (sedang hingga berat) pada mata
disertai mata merah, rasa berpasir di mata serta terasa kering juga dapat
terjadi. Mata merah cenderung bersifat sektoral, namun juga dapat difus.
Terkadang pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, namun beberapa
kasus melaporkan tidak adanya nyeri. Selain itu juga pasien sering
mengeluh berair, namun ketajaman pengelihatan tidak terdapat gangguan.
Pada pemeriksaan fisik tampak sklera hiperemis serta kemosis. 6

Simple Episkleritis Sektoral

5
• Episkleritis Nodular

Pada episkleritis nodular, mata merah cenderung muncul sebagai


gejala awal. Setelah 2-3 hari mata merah terjadi, pasien mulai merasakan
rasa tidak nyaman seperti mengganjal pada nodul akibat pembesaran nodul.
Gejala lainnya hampir sama dengan simple episkleritis yaitu mata berair dan
nyeri. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tekanan intraokular sedikit
meningkat. 6

Episkleritis Nodular

2.7 Diagnosis

Diagnosis episkleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis


keluhan pasien, pemeriksaan mata serta pemeriksaan penunjang yang
sesuai. Pemeriksaan episkleral dan sklera dilakukan di tempat terang
(ruangan yang dapat ditembus cahaya matahari) untuk membedakan
episkleritis dari skleritis, karena warna alami sklera tidak terdistorsi. Pada
episkleritis, mata tampak berwarna merah muda ke merah, sedangkan pada
skleritis mata berwarna merah kebiruan atau merah. Jika terdapat nekrosis
sklera, daerah biru keabu-abuan hingga coklat gelap(sesuai dengan warna
uvea) bisa terlihat melalui sklera yang tembus cahaya. 6

Pada pemeriksaan fisik episkleritis akan ditemukan sklera hiperemis


yang dapat difus maupun sektoral, atau adanya nodul vaskular berwarna
kemerahan pada epikleritis nodular. Pemeriksaan visus menunjukkan tidak

6
adanya penurunan ketajaman pengelihatan. Pemeriksaan slit-lamp di bawah
kondisi pencahayaan dapat melihat pembuluh terkongesti, nodul, juga
daerah avaskular dengan sequestra. Pemeriksaan slit-lamp juga dapat
membedakan konfigurasi pembuluh darah, dimana pada episkleritis
pembuluh darah yang mengalami kongesti mengikuti pola radial biasa
sementara pada skleritis terdapat perubahan pola kongesti dan terbentuk
pembuluh darah abnormal. Pada episkleritis, kongesti terbanyak terjadi pada
jaringan superfisial episklera, tanpa melibatkan jaringan episkleral yang
dalam. Edema yang timbul terlokalisir pada jaringan episkleral. 6,8

Aplikasi topikal dari fenil efrin 2,5% memberikan efek


vasokonstriksi pada pembuluh darah episklera sehingga mata merah
menjadi putih, sedangkan pada skleritis, vasokonstriktor tidak memiliki efek
yang signifikan pada pembuluh episklera yang dalam sehingga mata akan
tetap tampak merah. 8

2.8 Diagnosis Banding

Konjungtivitis

Disingkirkan dengan sifat episkleritis yang lokal dan tidak adanya


keterlibatan konjungtiva palpebra. Pada konjungtivitis ditandai dengan adanya
sekret dan tampak adanya folikel atau papil pada konjungtiva tarsal inferior.

7
Skleritis

Dalam hal ini misalnya noduler episklerits dengan sklerits noduler.5 untuk
mendeteksi keterlibatan sklera dalam dan membedakannya dengan episkleritis,
konjungtivitis, dan injeksi siliar, pemeriksaan dilakukan di bawah sinar matahari
(jangan pencahayaan artifisial) disertai penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin
10% yang menimbulkan konstriksi pleksus vaskular episklera superfisial dan
konjungtiva.

Pemberian phenylephrine 2.5 percent pada skleritis dan episkleritis

8
Skleritis. Pembuluh skleral yang membengkak tidak memucat dengan
aplikasi fenilefrin topikal 2,5 persen.

Episkleritis. Pembuluh episkleral yang membengkak membuat mata tampak


merah cerah. Pemutihan pembuluh darah terjadi dengan aplikasi fenilefrin
topikal 2,5 persen.

2.9 Tatalaksana

Episkleritis cenderung bersifat self-limiting. Namun, pada


episkleritis dengan gejala ringan, dapat diberikan kompres dingin atau tetes
mata air mata buatan. Kompres dingin bertujuan agar dapat meringankan
gejala rasa tidak nyaman pada mata penderita episkleritis. 10,12,13

Pada pasien dengan episkleritis berulang dan gejala yang lebih berat,
dapat dipertimbangkan pemberian steroid topikal. Pemberian steroid potensi
lemah secara topikal 4 kali sehari selama 1-2 minggu dapat memperbaiki
gejala. Pilihan kortikosteroid yang dapat digunakan adalah prednisolone
0.5%, dexamethasone 0.1%, loteprednol etabonate 0.5% atau
betamethasone 0.1%. Selain itu, non- steroidal anti inflammatory (NSAID)
juga merupakan alternatif, namun lebih kurang efektif dibandingkan steroid.
Meskipun steroid memberikan perbaikan gejala dalam waktu yang lebih

9
cepat, tetes mata steroid dapat meningkatkan risiko kekambuhan dan
menyebabkan serangan 'rebound' yang lebih intens. 6,12,13

Terapi NSAID sistemik dapat diberikan apabila pasien memiliki


gejala yang berat. Ibuprofen dapat menjadi pilihan utama dengan dosis
200mg 3 kali sehari, atau dapat juga indomethacin 100mg per hari dan
diturunkan menjadi 75mg per hari. Pada pasien dengan episkleritis yang
berat, dapat diberikan naproxen 500mg per hari. Oxyphenbutazone dapat
diberikan pada kasus episkleritis yang berulang. Pasien dengan episkleritis
akibat penyakit infeksi dapat diberikan terapi antibiotik sesuai
keperluan.12,13

2.10 Komplikasi

Berdasarkan suatu studi, 16% kasus episkleritis dapat menjadi


uveitis anterior. Komplikasi lain termasuk hipertensi okular dan katarak.
Namun, kedua komplikasi ini jarang terjadi. Sebagian besar kasus
episkleritis akan sembuh sendiri tanpa pengobatan atau hanya dengan
penggunaan obat tetes mata air mata buatan. Penyulit yang dapat timbul
adalah terjadinya pperadangan lebih dalam pada sklera yang disebut
skleritis.2

2.11 Prognosis

Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang dapat


menyerang tempat yang sama ataupun berbeda dengan lamma sakit
umumnya berlangsung 4 sampai 5 minggu. berulang terutama pada pasien
yang memiliki penyakit sistemik yang berhubungan dengan terjadinya
14
episkleritis.

10
BAB III
KESIMPULAN

Episkleritis adalah reaksi radang jaringan ikat vaskuler yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera. Proses peradangan pada episklera ini
merupakan suatu reaksi toksik, alergik atau dapat berkaitan dengan infeksi, yang
diduga disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti
tuberkulosis, reumatoid artritis, sifilis, SLE, dan lainnya. Episkleritis cenderung
bersifat self-limiting. Namun, pada episkleritis dengan gejala ringan, dapat
diberikan kompres dingin atau tetes mata air mata buatan. Pemberian steroid topikal
dan NSAID sistemik juga dapat dipertimbangkan terutama pada episkleritis dengan
gejala yang lebih berat. Perlunya penanganan masalah utama yang mendasari
terjadinya episkleritis, baik kelainan di mata maupun penyakit sistemik. Episkleritis
jarang menimbulkan komplikasi dan memiliki prognosis yang baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2017.
2. Yu-Keh E, Dahl A. Episcleritis: Background, Pathophysiology,
Epidemiology [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2018. Tersedia pada
https://emedicine.medscape.com/article/1228246-overview. (Diakses pada
13 Mei 2023)
3. Vaughan D, Asbury J. Oftalmologi Umum. Sklera. Edisi ke-17. Jakarta:
EGC; 2013.
4. Kanski J, Bowling B. Clinical ophthalmology. 8th ed. Oxford: Saunders;
2016. p. 254-25
5. Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan&Ashbury's
general ophthalmology. 17th ed. New York: McGraw-Hill; 2008.
6. Scleritis and Episcleritis: Ocular Examination [Internet]. Aao.org. 2018.
Tersedia pada
https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=d29d5ec4- 7791-
493 7-8f9a-9ac53f03f385. (Diakses pada 13 Mei 2023)
7. Feldman B, Bernfeld E, Hossain K, Read R,BalakrishnanS.Episcleritis
EyeWiki [Internet]. Eyewiki.aao.org. 2018.Tersedia pada
http://eyewiki.aao.org/Episcleritis. (Diakses pada 13 Mei 2023)
8. Khurana A. Comprehensiveophthalmology.New Delhi: Jaypee, The Health
Sciences Publisher; 2015. p. 127-129
9. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Oftalmologi. 1st ed.
Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP, editors. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2017.
10. Sims J. Scleritis: presentations, disease associations and management.
Postgrad Med J.;88(1046):713–8. 12. 2012.
11. Kumar A, Ghose A, Biswas J, Majumder P. Clinical profile of patients with
posterior scleritis: A report from Eastern India. Indian J
Ophthalmol;66(8):1109. 2018
12. Srikant K S, Sujata D, Savitri S and Kalyani S. Clinico-Microbiological
Profile and Treatment Outcome of Infectious Scleritis: Experience from a
Tertiary Eye Care Center of India. International Journal of Inflammation.
2012
13. Lagina A, Ramphul K. Scleritis. [Updated 2020 Jun 27]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Tersedia
pada https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499944/. (Diakses pada 13
Mei 2023)
14. Lana M. Rifkin, MD, Boston. Posterior Scleritis: A Diagnostic Challenge.
2018.https://www.reviewofophthalmology.com/article/posterior-scleritis-
a- diagnostic-challenge (Diakses pada 13 Mei 2023)

12
13

Anda mungkin juga menyukai