Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

PLASENTA PREVIA

Dosen Pembimbing:
…………..

Disusun oleh:
Neng Ratna Sari

2017730086

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
saya dapat menyelesaikan referat dengan judul ‘PLASENTA PREVIA’.
Terima kasih kepada ………………… selaku membimbing dalam
pembuatan referat ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Saya
menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan referat ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak yang membaca referat ini, agar dapat
mengoreksi diri dan dapat membuat referat yang lebih baik di lain
kesempatan.
Demikianlah referat ini dibuat sebagai pemenuhan tugas dari kegiatan
klinis stase obstetric dan ginekologi, serta untuk menambah pengetahuan
khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Banjar, Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1 PLASENTA PREVIA..............................................................................2
2.1.1 Definisi.....................................................................................................2
2.1.2 Faktor Resiko...........................................................................................3
2.1.3 Epidemiologi............................................................................................4
2.1.4 Etiologi.....................................................................................................5
2.1.5 Klasifikasi................................................................................................6
2.1.6 Patogenesis...............................................................................................8
2.1.7 Gejala Klinis..........................................................................................10
2.1.8 Diagnosis................................................................................................11
2.1.9 Tatalaksana9,10,11......................................................................................13
2.1.10 Prognosis............................................................................................17
2.1.11 Komplikasi.........................................................................................18
2.2 SOLUSIO PLASENTA.........................................................................19
2.2.1 Definisi...................................................................................................19
2.2.2 Klasifikasi..............................................................................................20
2.2.3 Etiologi...................................................................................................22
2.2.4 Patofisiologi...........................................................................................22
2.2.5 Gambaran Klinik....................................................................................23
2.2.6 Diagnosis................................................................................................25
2.2.7 Komplikasi.............................................................................................25
2.2.8 Penanganan............................................................................................26
2.2.9 Prognosis................................................................................................27
BAB III KESIMPULAN........................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 melaporkan, angka


kematian ibu di dunia pada tahun 2005 sebanyak 536.000. Kematian ini dapat
disebabkan oleh 25% perdarahan, 20% penyebab tidak langsung, 15% infeksi,
13% aborsi yang tidak aman, 12% eklampsi,8% penyulit persalinan, dan 7%
penyebab lainnya. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan muda disebut abortus
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum.1
Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua setelah
melewati trimester III disebut dengan perdarahan antepartum. Perdarahan
antepartum merupakan suatu kasus gawat darurat yang berkisar 3-5% dari seluruh
persalinan. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan
solusio plasenta; penyebab lainnya biasanya pada lesi lokal vagina/ serviks.
Plasenta previa merupakan penyulit kehamilan hampir 1 dari 200 persalinan atau
1,7 % sedangkan untuk solusio plasenta 1 dalam 155 sampai 1 dari 225 persalinan
atau <0,5%. Lebih dari setengah dari seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24
jam setelah melahirkan paling sering dari perdarahan yang berlebihan.2,3
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada Segmen Bawah
Rahim (SBR) demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium
uteri internum (OUI). Pencegahan dalam perawatan prenatal adalah sangat
mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini berlangsung perlahan diawali
gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya tidak banyak tanpa disertai
rasa nyeri dan terjadi pada waktu tidak tertentu, tanpa trauma. Perempuan hamil
yang didiagnosa dengan plasenta previa harus segera dirujuk dan dibawa ke
rumah sakit terdekat tanpa melakukan pemeriksaan dalam karena dapat memicu
perdarahan berlangsung semakin deras dengan cepat.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PLASENTA PREVIA
2.1.1 Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah


rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum
(OUI). Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan
segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang
secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah
luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh
pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik
dalammasa antenatal maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena
itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan
antenatal maupun intranatal.4

Gambar 2.1 Plasenta Previa

2
2.1.2 Faktor Resiko
1. Multiparitas
Paritas memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian plasenta
previa, hal ini disebabkan adanya respon inflamasi dan perubahan atrofi
pada dinding endometrium yang menyebabkan pertumbuhan plasenta
melebar sehingga plasenta tumbuh menutupi bagian segmen bawah rahim
dan atau sebagian ostium uteri internum.6
2. Usia
Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali
lebih besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada
wanita di bawah usia 20 tahun. Usia wanita produktif yang aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Prevalensi plasenta previa
meningkat 3 kali pada umur ibu >35 tahun.7
Faktor risiko yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta
previa adalah usia ibu, ibu dengan usia yang muda kurang dari 20 tahun
lebih berisiko mengalami plasenta previa karena pertumbuhan
endometrium yang kurang subur begitu juga dengan ibu dengan usia diatas
35 tahun karena pertumbuhan endometrium sudah kurang subur. Ibu
dengan usia diatas 35 tahun berisiko lebih tinggi karena aliran darah ke
endometrium terganggu karena kondisi endometrium kurang subur.6
Hasil penelitian Wardana pada tahun 2007 menyatakan peningkatan
umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis
pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran
darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar
dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah
yang adekuat.8
3. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan
atrofik dan inflamatorotik.
4. Riwayat Seksio Cesarea (SC)
Faktor lain yang dapat menyebabkan plasenta previa yakni riwayat
seksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Persalinan secara seksio
sesarea meningkatkan kejadian plasenta previa tiga kali lebih besar

3
dibandingkan dengan persalinan pervaginam dikarenakan karena cacatnya
endometrium dimana bekas luka operasi.6
Peningkatan kejadian plasenta previa ini diperkirakan diakibatkan
karena perubahan patologis yang terjadi pada miometrium dan
endometrium selama kehamilan karena adanya jaringan parut. Perubahan
patologis yang dapat terjadi meliputi pembentukan polip infiltrasi
limfosit,dilatasi kapiler dan infiltrasi sel darah merah bebas kedalam
jaringan sekitar jaringan parut selain itu jaringan parut menyebabkan
implantasi plasenta tidak optimal peningkatan terjadi malformasi vaskuler
dan peningkatan kerentanan pembuluh darah.6
5. Riwayat Kuretase
Endometrium yang cacat akibat riwayat kuretase menyebabkan
keadaan endometrium kurang baik sehingga plasenta tumbuh meluas dan
menutupi ostium uteri internum,keadaan ini menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang baikseperti ostium uteri internum. Tindakan
operatif yang dilakukan baik vacuum aspiration (VA) dan dilatation and
sharp curettage meningkatkan terjadinya adhesi sehinggapada dinding
endometrium akan menghambat pertumbuhan plasenta meluas menutupi
ostium uteri internum untuk memenuhi kebutuhan janin.6
6. Chorion leave persisten.6
7. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.6
8. Konsepsi dan nidasi terlambat.6
9. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.6

2.1.3 Epidemiologi
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran.
Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab
terbanyak. Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dari
pada usia diatas 30 tahun.Juga lebih sering pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal.Dengan meluasnya penggunaan USG dalam obstetrik yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.4,6

4
2.1.4 Etiologi
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta
previa hipoplasia endometrium, korpus luteum bereaksi lambat, tumor-tumor,
seperti mioma uteri, polip endometrium, endometrium cacat, seksio cesarea,
kuretase, kehamilan kembar, riwayat plasenta previa sebelumnya.5
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim. Teori lain mengemukakan sebagai salah
satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin
sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat
rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya
berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang
semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko terjadinya plasenta previa.
Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis
bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke SBR sehingga menutupi
sebagian atau seluruh OUI.4
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan
endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang
baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada:6
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan
sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi

5
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok berat
(>20 batang/hari). Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan
plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin.
Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostoum uteri
internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot
mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih
rendah dekat ostium uteri internum.6

2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):6
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi
dilahirkan secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.6
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat
besar, dan biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal.6
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang
menutupi jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko
perdarahan tetap besar.6
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga
dangerous placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2
cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar,
dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.6

6
Gambar 2.2 Klasifikasi plasenta Previa6

Klasifikasi plasenta previa menurut Browne adalah:6


1) Tingkat 1, Lateral plasenta previa: Pinggir bawah plasenta berinsersi
sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir
pembukaan.
2) Tingkat 2, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir
pembukaan (Ostium).
3) Tingkat 3, Complete placenta previa: plasenta menutupi ostium waktu
tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
4) Tingkat 4, Central placenta previa: plasenta menutupi seluruh ostium pada
pembukaan hampir lengkap.

Menurut de Snoo, klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan 4 -5 cm


adalah:6
1) Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostium.
2) Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3:
a) Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian plasenta menutupi
ostium bagian belakang.
b) Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian plasenta menutupi
ostium bagian depan.
c) Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir
ostium yang ditutupi plasenta.

Plasenta previa dapat dibagi menjadi empat derajat berdasarkan scan pada
ultrasound yaitu :9
- Derajat I : Plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.
- Derajat II : Plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
- Derajat III : Plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri
internum.

7
- Derajat IV : Plasenta telah berada tepat pada segmen bawah rahim.

2.1.6 Patogenesis
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dari uteri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen
bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian
pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada
bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan
yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh
karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta
previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable bleeding).4
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena
segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena
elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada
tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena
terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).4
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh

8
kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan
terletak pada dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah
mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.4

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan
inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik.4

9
2.3 Patofisiologi Plasenta Previa

2.1.7 Gejala Klinis


Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Darah yang berwarna
merah segar, sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang
robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidak
mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus menghentikan

10
perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya normal. Semakin rendah
letak plasenta, maka semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.10
Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan
kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi
berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak seperti
mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai
persalinan; perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta.
Perdarahan diperhebat berhubung SBR tidak mampu berkontraksi sekuat segmen
atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pasca
persalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan SBR pada
plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah
terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio
plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.4
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi
abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis
dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat
ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.4

2.1.8 Diagnosis
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut
biasanya menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Dahulu untuk kepastian
diagnosis pada kasus dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan di dalam
kamar bedah demikian rupa segala sesuatunya termasuk staf dan perlengkapan
anesthesia semua siap untuk tindakan bedah sesar. Dengan pasien dalam posisi
litotomi di atas meja operasi dilakukan periksa dalam (vaginal toucher) dalam
lingkungan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati dengan dua jari
telunjuk dan jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan ada atau
tidak ada bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin. Kemudian jari-jari

11
digerakkan mengikuti seluruh perbukaan untuk mengetahui derajat atas klasifikasi
plasenta.4
Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan
diberi oksitosin drip untuk mempercepat persalinan jika tidak terjadi perdarahan
banyak untuk kemudian pasien dikembalikan ke kamar bersalin. Jika terjadi
perdarahan banyak atau ternyata plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan
dengan seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada indikasi
penyelesaian persalinan. Persiapan yang demikian disebut dengan double set up
examination. Perlu diketahui tindakan periksa dalam tidak boleh/kontraindikasi
dilakukan di luar persiapan double set up examination. Periksa dalam sekalipun
yang dilakukan dengan sangat lembut dan hati-hati tidak menjamin tidak akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika terjadi perdarahan banyak di luar
persiapan akan berdampak pada prognosis yang lebih buruk bahkan bisa fatal.4
Dewasa ini double set up examination pada banyak rumah sakit sudah jarang
dilakukan berhubung telah tersedia alat ultrasonografi (USG). USG
Transabdominal dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberi
kepastian diagnosis plasenta previa dengan ketepatan tinggi sampai 96% -98%.
Walaupun lebih superior jarang diperlukan transvaginal USG untuk mendeteksi
keadaan OUI. Diagnosa plasenta previa ditegakkan dengan adanya gejala-gejala
klinis dan pemeriksaaan ultrasonografi. Dengan USG dapat ditentukan implantasi
plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm
disebut plasenta letak rendah.11
2.1.8.1 Anamnesis
Gejala utama berupa perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau
pada kehamilan trimester III yang bersifat tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri
(painless), dan berulang (recurrent).6
2.1.8.2 Pemeriksaan Yang Dilakukan
Adapun pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosa placenta previa meliputi: keadaan umum dan tanda vital, inspeksi
genitalia eksterna, pemeriksaan inspekulo dan leopold.10
1) Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah dan bagian

12
terbawah janin belum turun, biasanya kepala masih floating.6
2) Pemeriksaan inspekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui asal perdarahan, apakah perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina.6
3) Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop dan ultrasonografi. Akan
tetapi pada pemeriksaan radiografi clan radioisotop, ibu dan janin
dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan
USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan cara ini
dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta. Pemeriksaan
ultrasonografi berfungsi untuk menilai apakah terdapat keadaan patologis
intrauterine seperti berkurang/bertambahnya jumlah cairan amnion diatas
normal maupun letak implantasi plasenta yang abnormal.6,10
4) Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan
forniks.Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak
(bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui
kanalis servikalis. Jari di masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba
adanya jaringan plasenta.6

2.1.9 Tatalaksana9,10,11
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester
kedua atau ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat
baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan
faktor Rh. Jika Rh negative, RhoGam perlu diberikan pada pasien yang berlum
pernah mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak
dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih prematur dibolehkan
pulang dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat telah
mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan segera
kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak

13
mencemaskan. Pada kehamilan antara 24 minggu - 34 minggu diberikan steroid
dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Jika ada gejala
hipovolemia seperti hipotensi dan takikardia, pasien tersebut mungkin telah
mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat daripada penampakannya
secara klinis. Transfusi darah yang banyak perlu segera diberikan.4
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam rawatan di luar rumah sakit
hubungan suami istri dan kerja rumah tangga dihindari kecuali jika setelah
pemeriksaan USG ulangan, dianjurkan minimal setelah 4 minggu,
memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi OUI. Bila USG tidak demikian,
pasien tetap dinasihati untuk mengurangi kegiatan fisiknya dan melawat ke tempat
jauh tidak dibenarkan sebagai antisipasi terhadap perdarahan ulang sewaktu-
waktu. Perdarahan pada plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadaan janin
tidak sampai membahayakan. Jika pada waktu masuk terjadi perdarahan yang
banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila
perdarahannya tidak sampai demikian banyak, pasien diistirahatkan sampai
kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosintesis menunjukkan paru janin telah
matang, terminasi dapat dilakukan dan jika perlu melalui seksio sesarea.4
Penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:12
1. Ekspektatif
Ekspektatif dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan
hidup di dunia masih kecil baginya. Sikap ekspektasi tertentu hanya dapat
dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahannya sudah berhenti atau
sedikit sekali. Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta
previa harus segera diakhiri untuk menghindari perdarahan yang fatal.
Menurut Scearce pada tahun 2007, syarat terapi ekspektatif yaitu:
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.12
 Belum ada tanda-tanda inpartu.
 Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal).
 Janin masih hidup.
2. Terapi aktif

14
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang
maturitas janin.12
Cara persalinan dengan plasenta previa :12
a. Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak
punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
b. Melahirkan pervaginam Perdarahan akan berhenti jika ada
penekanan pada plasenta. Seperti amniotomi, akselerasi, traksi
dengan Cunam Willet, versi braxton hicks.
Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan
yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta
previa adalah:1
1) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan
anak untuk mengurangi kesakitan dan kematian.1
2) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk
dapat melakukan pertolongan lebih lanjut.1

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yaitu penatalaksanaan aktif


dipersiapkan terminasi perabdominam. Pemantauan tanda-tanda vital Ibu, denyut
jantung janin, His; Amphicillin 1 gram/8 jam. Pemilihan penatalaksanaan aktif
dikarenakan berdasarkan HPHT dan USG usia kehamilan sudah cukup bulan >37
minggu, TBJ janin normal sesuai masa kehamilan, lalu didapatkan perdarahan
yang merupakan kegawat daruratan obstetri. Dilakukan terminasi perabdominal
kerena jenis plansenta previa totalis sehingga seluruh OUI tertutupi oleh plasenta.1

15
 

16
2.1.10 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasive dengan USG di samping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan
telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten.4

17
2.1.11 Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada
ostium dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien
biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Bahaya
plasenta previa adalah :6
1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi
secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus
dapat berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak
dapat dicegah.6
2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke
perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan
plasenta perkreta.6
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak.
Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual
ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi
perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi
a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada
keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan

18
keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua
tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta
previa.6
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.6
5. Kehamilan prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosintesis
untuk mengetahui kematangan paru-paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.6
6. Solusio plasenta6
7. Kematian maternal akibat perdarahan6
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)6
9. Infeksi sepsis6

2.2 SOLUSIO PLASENTA

2.2.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta
dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan
sebelum janin lahir.1,2 Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio
plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya
korpus uteri sebelum janin lahir.3
Gambar 1. Solusio plasenta (placental abruption)

2.2.2 Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus
marginalis), dapat pula terlepas lebih luas (solusio parsialis), atau bisa seluruh
permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan
yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan
miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan
akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina
(revealed hemorrhage). Akan tetapi, ada kalanya, walaupun jarang,
perdarahan tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed hemorrhage) jika:
- Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
- Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
- Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah ketuban pecah
karenanya
- Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen
bawah rahim.4
Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya
gambaran klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas,
yaitu solusio plasenta ringan, solusio plasenta sedang dan solusio plasenta
berat. Yang ringan biasanya baru di ketahui setelah plasenta lahir dengan
adanya hematoma yang tidak luas pada permukaan maternal atau adanya
ruptura sinus marginalis. Pembagian secara klinik ini baru definitif bila
ditinjau retrospektif karena solusio plasenta sifatnya berlangsung progresif
yang berarti solusio plasenta yang ringan bisa berkembang mejadi lebih berat
dari waktu ke waktu. Keadaan umum penderita bisa menjadi buruk apabila
perdarahannya cukup banyak pada kategori concealed hemorrhage.4
Berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan5:
a. Kelas 0 : Asimptomatik. Diagnosis ditegakkan secara retrospektif
dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan

20
pada plasenta. Ruptur sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori
ini.
b. Kelas 1 : Gejala klinis ringan dan terdapat pada hampir 48 % kasus.
Gejala meliputi: tidak ada perdarahan pervaginam sampai perdarahan
pervaginam ringan; uterus sedikit tegang; tekanan darah dan denyut
jantung maternal normal; tidak ada koagulopati; dan tidak ditemukan
tanda-tanda fetal distress.
c. Kelas 2 : Gejala klinik sedang dan terdapat + 27 % kasus. Perdarahan
pervaginam bisa ada atau tidak ada; ketegangan uterus sedang sampai
berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik; takikardi materna dengan
perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung; terdapat fetal
distress, dan hipofibrinogenemi (150-250 mg/dl).
d. Kelas 3 : Gejala berat dan terdapat pada hampir 24% kasus, perdarahan
pervaginam dari tidak ada sampai berat; uterus tetanik dan sangat nyeri;
syok maternal; hipofibrinogenemi (<150 mg/dl); koagulopati serta
kematian janin.
Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam5:
a. Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed). Terjadinya perdarahan
pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak
terdapat ketegangan uterus, atau hanya ringan.
b. Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed). Tidak terdapat
perdarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal
distress berat. Tipe ini sering disebut Perdarahan Retroplasental.
c. Solusio plasenta tipe campuran (mixed) Terjadi perdarahan baik
retroplasental atau pervaginam; uterus tetanik.
Berdasarkan jumlah perdarahan yang terjadi5:
a. Solusio plasenta ringan: perdarahan pervaginam <100 ml.
b. Solusio plasenta sedang: perdarahan pervaginam 100-500 ml,
hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi
fetal distress.

21
c. Solusio plasenta berat: perdarahan pervaginam luas > 500 ml, uterus
tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati5.
Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus:
a. Solusio plasenta ringan: kurang dari ¼ bagian bagian plasenta yang
terlepas. Perdarahan kurang dari 250 ml.
b. Solusio plasenta sedang: Plasenta yang terlepas ¼ - 2/3 bagian.
Perdarahan <1000 ml, uterus tegang, terdapat fetal distress akibat
insufisiensi uteroplasenta.
c. Solusio plasenta berat: Plasenta yang terlepas > 2/3 bagian , perdarahan
>1000 ml., terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok
maternal serta koagulopati.

2.2.3 Etiologi
Belum diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa keadaan
tertentu yang menyertai: hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia
ibu < 20 atau >35 tahun, multiparitas, tali pusat yang pendek, defisiensi asam
folat, perdarahan retroplasenta, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.5

2.2.4 Patofisiologi
Sesungguhnya solusio plasentra merupakan hasil akhir dari suatu proses
yang bermula dari suatu keadan yang mampu memisahkan vili-vili korialis
plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi
perdarahan. Oleh karena itu patosiologinya bergantung pada etilogi. Pada
trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang
disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat
menyebabkan pembekuan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau
dalam vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat
yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan
sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas
kecuali selapisan tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan
demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri ataspembentukab
22
hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan
kerusakan pada bagian plasenta kecuali terdapat hematom pada bagian
belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan
hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteria spiralis dalam
desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan
oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang
terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak
sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput
ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina
(revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi
mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria
spiralis yang terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal
terperangkap di dalam uterus (concealed hemorrhage).

2.2.5 Gambaran Klinik


Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan
berat ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Belum
ada uji coba yang khas untuk menentukan diagnosisnya. Gejala dan tanda
klinisnya yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang
berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), rasa nyeri perut dan uterus
tegang terus-menerus mirip his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan
tidak menunjukkan tanda atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda
persalinan prematur saja. Oleh karena itu, kewaspadaan atau kecurigaan yang
tinggi diperlukan dari pihak pemeriksa.5
1. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak.
Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman
dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang
sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih

23
mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena
dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung.
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3 luas
permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio
plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit
perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi
perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin
telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup
mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang
terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk
diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal
tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-
tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.
Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan
pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.4,5

2.2.6 Diagnosis
Berdasarkan gejala dan tanda klinik yaitu perdarahan melalui vagina,
nyeri pada uterus, kotraksi tetanik pada uterus, dan pada solusio plasenta yang
berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan dengan KTG.
Namun adakalanya pasien datang dengan gejala mirip persalinan prematur ,
ataupun datang dengan perdarahan tidak banyak dengan perut tegang, tetapi
janin telah meninggal. Diagnosis definitif hanya bisa ditegakkan secara

24
resrospektif yaitu setelah partus dengan melihat adanya hematoma
retroplasenta.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk membedakannya
dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan
USG tidak memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran
retroplasenta yang normal mirip dengan gambaran perdarahan retroplasenta
pada solusio plasenta. Kompleksitas gambar normal retroplasenta,
kompleksitas vaskular rahimsendiri, desidua dan mioma semuanya bisa mirip
dengan solusio plasenta dan memberikan hasil pemeriksaan positif palsu. Di
samping itu solusio plasenta sulit dibadakan dengan plasenta itu sendiri.
Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa menbantu karena
gambaran ultrasonografi dari darh yang telah membeku akan berubah
menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam kemudian menjadi
hipogenik dalam waktu 1-2 minggu.4

2.2.7 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang
terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti
anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, ganguan pembekuan
darah, gagal ginjal mendadak, dan uterus Couvelaire disamping komplikasi
sindroma insufiensi fungsi plasenta pada janin berupa angka kematian
perinatal yang tinggi. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa penderita
yang terhindar dari kematian setelah penderita syok yang berlangsung lama
yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat
solusio plasenta.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
koplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25 % perempuan yang pernah
menderita solusio plasenta sebelumnya.

25
Fungsi plasenta akan terganggu apabila peredaran darah keplasenta
mengalami penurunan yang berarti. Sirkulasi darah keplasenta menurun
manakala ibu mengalami perdarahan banyak dan akut seperti pada syok.
Syok pada solusio plasenta diperkirakan terjadi akibat pelepasan
tromboplastin dari desidua dan plasenta masuk kedalam sirkulasi maternal
dan mendorong pembentukan koagualsi intravaskular beserta gambaran klinik
lain sindroma emboli cairan ketuban termasuk hipotensi.4

2.2.8 Penanganan
Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus dirawat
dirumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk lansung lakukan
pemeriksaan darah lengkap lansung Hb dan golongan darah serta gambaran
pembekuan darah dengan memeriksa waktu pembekuan darah, waktu
protrombin, kadar fibrinogen dan kadar hancuran fibrinogen dalam plasma.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna terutama untuk membedakanya
dengan plasenta previa dan memastikan janin masih hidup.4
Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya
gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang,
janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu
persalinan spontan. Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus,
gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri.
Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.6,7
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus
oksitosin dan jika perlu seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta
26
dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000
ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya
cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi
dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang
mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik. Persalinan juga dapat dipercepat dengan infus oksitosin
yang memperbaiki kontraksi uterus.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi
dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen
tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan
fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan
pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi
darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan
terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu
tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio
sesaria. Uterus Couvelaire tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan
tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio
sesaria, tindakan histerektomi perlu dilakukan.4,8,9

2.2.9 Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil
dan lebih buruk lagi bagi janin. Solusio plasenta ringan masih mempunyai
prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedangmempunyai prognosis yang
lebih buruk terutama terhadap janinnya karena morbiditas ibuyang lebih
berat. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk terhadap ibu
lebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin
telah mati dan mortalitas maternal meningkat akibat salah satu komplikasi.
Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga tergantung pada

27
kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi
darah yang banyak dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat
menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.4

Perbedaan
No Plasenta Previa Solusio Plasenta

28
1. Definisi Plasenta yang berimplantasi pada  Terlepasnya sebagian atau seluruh
segmen bawah rahim demikian permukaan maternal plasenta dari
rupa sehingga menutup seluruh tempat implantasinya yang normal
atau sebagian dari ostium uteri pada lapisan desidua endometrium
internum. sebelum waktunya yakni sebelum
anak lahir.

Lepasnya sebagian atau seluruh


Suatu keadaan dimana letak jaringan plasenta yang
plasenta berada pada posisi yang berimplantasi normal pada
tidak normal / menutup jalan lahir. kehamilan diatas 22 minggu dan
sebelum anak lahir.

2. Klasifikasi
a. Plasenta Previa Totalis : a. Solusio Plasenta Ringan : Luas
Plasenta yang menutupi Plasenta yang terlepas tidak
seluruh ostium uteri internum. sampai 25%, atau ada yang
menyebutkan 1/6 bagian.
Jumlah darah yang keluar
kurang dari 250ml.

29
b. Plasenta Previa Parsialis : b. Solusio Plasenta Sedang :
Plasenta yang menutupi Luas Plasenta yang terlepas
sebagian ostium uteri telah melebihi 25%, tetapi
internum. belum mencapai separuhnya
(50%).

c. Solusio Plasenta Berat : Luas


Plasenta yang terlepas sudah
melebihi 50%, dan jumlah
darah yang keluar telah
mencapai 1000ml atau lebih.

c. Plasenta Previa Marginalis :


Plasenta yang tepinya berada
pada pinggir ostium uteri
internum.

d. Plasenta Letak Rendah :


Plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah Rahim, tepi
bawahnya berada pada jarak
kurang 2 cm dari ostium uteri

30
3. Faktor Predisposisi internum.
a. Hipertensi
1. Multipara b. Versi Luar
2. Mioma uteri c. Trauma Abdomen
3. Kuretasi yang berulang d. Polihidramnion
4. Umur lanjut (diatas 35 e. Gemelli
tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada
4. Etiologi desidua
Sebab jelasnya terjadinya solusio
Bermacam-macam teori dan faktor- plasenta belum diketahui, hanya
faktor dikemukakan sebagai dikemukakan oleh para ahli
etiologinya yaitu Endometrium mengenai teori : Akibat turunnya
yang inferior, Chorion leave yang tekanan darah secara tiba-tiba oleh
persistens, Korpus luteum yang spasme dari arteri –arteri yang
bereaksi lambat. menuju keruangan intervillair.
Darah yang berkumpul dibelakang
plasenta disebut hematoma
Salah satu penyebabnya adalah retroplasenter.
vaskularisasi desidua yang tidak
memadai, mungkin akibat dari Sebab primer solusio plasenta
proses radang atau trofi. Paritas belum jelas, tapi diduga bahwa hal-
tinggi, usia lanjut, cacat rahim hal-hal yang tersebut dibawah dapat
misalnya bekas bedah sesar, menyebabkannya hipertensi
kerokan, miomektomi, dan essensialis atau pre-eklamsi, tali
sebagainya berperan dalam proses pusat yang pendek, trauma, tekanan
peradangan dan kejadian atrofi di oleh rahim yang membesar pada
endometrium yang semuanya dapat VCI, uterus yang sangat mengecil.
dipandang sebagai faktor bagi

31
5. Diagnosis terjadinya plasenta previa.
a. Perdarahan dengan nyeri
a. Perdarahan tanpa nyeri b. Perdarahan segera disusul
b. Perdarahan berulang-ulang partus
sebelum partus c. Syok, Perdarahan keluar hanya
c. Perdarahan keluar banyak, sedikit (tersembunyi), namun
sesuai dengan berat anemia terjadi anemia berat
d. Bagian depan tinggi d. Palpasi sukar
e. Biasanya ada bunyi Detak e. Gawat janin, Bunyi jantung
Jantung Janin anak biasanya tidak ada
f. Darah segar f. Warna darah kehitaman dan
g. Perdarahan dapat terjadi cair, tetapi mungkin ada
setelah miksi atau defekasi, bekuan jika solusio relative
aktivitas fisik kontraksi baru
Braxton Hicks atau koitus. g. Jika ostium terbuka, terjadi
h. Penegakkan diagnosis dibantu perdarahan berwarna merah
dengan pemeriksaan USG segar
h. Pada toucher tidak teraba
plasenta tapi ketuban yang
terus menerus tegang
i. Ada impressi pada jaringan
plasenta karena haematon
6. Penyulit Lain
a. Syok yang tidak sesuai
a. syok dengan jumlah darah yang
b. Perdarahan setelah koitus keluar (tipe tersembunyi)
c. Tidak ada kontraksi uterus b. Anemia berat
d. Bagian terendah janin tidak c. Melemah atau hilangnya
masuk pintu atas panggul gerak janin
e. Kondisi janin normal atau d. Gawat janin atau hilangnya
7. Tatalaksana terjadi gawat janin denyut jantung janin

32
a.Tatalaksana Umum
a. Tatalaksana Umum Perhatian! Kasus ini tidak boleh
PERHATIAN! Tidak ditatalaksana pada fasilitas
dianjurkan melakukan kesehatan dasar, harus dirujuk
pemeriksaan dalam sebelum ke fasilitas kesehatan yang lebih
tersedia kesiapan untuk seksio lengkap. Tatalaksana berikut ini
sesarea. Pemeriksaan inspekulo hanya boleh dilakukan di
dilakukan secara hati-hati, untuk fasilitas kesehatan yang lengkap.
menentukan sumber perdarahan.

 Perbaiki kekurangan cairan/darah jika terjadi perdarahan hebat


dengan infus cairan intravena (nyata atau tersembunyi) dengan
(NaCl 0,9% atau Ringer Laktat). tanda-tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera:
 Lakukan penilaian jumlah o Jika pembukaan serviks
perdarahan.
lengkap, lakukan persalinan
o Jika perdarahan banyak dan
dengan ekstraksi vakum
berlangsung, persiapkan o Jika pembukaan serviks
seksio sesarea tanpa
belum lengkap, lakukan
memperhitungkan usia
persalinan dengan seksio
kehamilan
sesarea
o Jika perdarahan sedikit dan
berhenti, dan janin hidup Waspadalah terhadap kemungkinan
tetapi prematur, perdarahan pascasalin.
pertimbangkan terapi
Jika perdarahan ringan atau
ekspektatif
sedang dan belum terdapat tanda-
b. Tatalaksana Khusus tanda syok, tindakan bergantung
pada denyut jantung janin (DJJ):
Terapi Konservatif
• DJJ normal, lakukan seksio
Agar janin tidak terlahir prematur
sesarea
dan upaya diagnosis dilakukan
• DJJ tidak terdengar namun
secara non-invasif.
nadi dan tekanan darah ibu
Syarat terapi ekspektatif:
normal: pertimbangkan
• Kehamilan preterm dengan
persalinan pervaginam
perdarahan sedikit yang
• DJJ tidak terdengar dan nadi
kemudian berhenti dengan atau
dan tekanan darah ibu
tanpa pengobatan tokolitik
bermasalah: pecahkan ketuban
• Belum ada tanda inpartu
dengan kokher:
• Keadaan umum ibu cukup baik
o Jika kontraksi jelek,
(kadar Hb dalam batas normal)
perbaiki dengan pemberian
• Janin masih hidup dan kondisi
33
janin baik oksitosin
o Jika serviks kenyal, tebal,
• Rawat inap, tirah baring dan dan tertutup, lakukan seksio
berikan antibiotika profilaksis. sesarea
• Lakukan pemeriksaan USG • DJJ abnormal (kurang dari
untuk memastikan letak 100 atau lebih dari
plasenta. 180/menit): lakukan persalinan
• Berikan tokolitik bila ada pervaginam segera, atau seksio
kontraksi: sesarea bila persalinan
o MgSO4 4 g IV dosis awal pervaginam tidak
dilanjutkan 4 g setiap 6 jam, memungkinkan.
atau
o Nifedipin 3 x 20 mg/hari
o Pemberian tokolitik
dikombinasikan dengan
betamethason 12 mg IV
dosis tunggal untuk
pematangan paru janin
• Perbaiki anemia dengan sulfas
ferosus atau ferous fumarat per
oral 60 mg selama 1 bulan.
• Pastikan tersedianya sarana
transfusi.
• Jika perdarahan berhenti dan
waktu untuk mencapai 37
minggu masih lama, ibu dapat
dirawat jalan dengan pesan
segera kembali ke rumah sakit
jika terjadi perdarahan.

Terapi Aktif

 Rencanakan terminasi kehamilan


jika:

• Usia kehamilan cukup bulan


• Janin mati atau menderita
anomali atau keadaan yang
mengurangi kelangsungan
hidupnya (misalnya anensefali)

• Pada perdarahan aktif dan banyak,


segera dilakukan terapi aktif tanpa
34
memandang usia kehamilan

BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua setelah
melewati trimester III disebut dengan perdarahan antepartum. Salah satu
penyebab perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum. Penyebab pasti plasenta previa belum jelas, namun ada beberapa faktor
yang diduga sebagai etiologinya, yaitu: Umur dan paritas, Endometrium yang
cacat; Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek, bekas operasi, bekas
kuretage atau plasenta manual, perubahan endomentrium pada mioma uteri atau
polip, pada keadaan malnutrisi.
Gejala klinis perdarahan tanpa nyeri, terjadi perdarahan pada usia gestasi >
22 minggu, darah segar atau kehitaman dengan bekuan, perdarahan dapat terjadi
setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, kontraksi Braxton Hicks atau koitus.
Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu. Sifat perdarahan:
o Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba.
o Tanpa sebab yang jelas.
o Dapat berulang.
Penatalaksanaan plasenta previa tergantung pada faktor-faktor; perdarahan
banyak atau sedikit, keadaan ibu dan anak, besarnya pembukaan, tingkat placenta
previa, paritas.

35
36
DAFTAR PUSTAKA

1. Vedy HI, Ramadhian MR. Multigravida Hamil 40 Minggu dengan HAP


(Hemorrhage Antepartum) e.c Plasenta Previa Totalis. Jurnal Medula
Unila. 2017;7(2): 53-56.
2. Chalik T.M.A, Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Dalam
Saifudin AB. Rachimhadi T, Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi
Keempat. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo; 2009: p. 495-
502
3. Mochtar R. Sinopsis obstetri (obstetrik fisiologi dan patologi). Penerbit
Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 2002.
4. Aprilya V. Plasenta previa. Univesitas Muhammadiyah Semarang. 2018.
Halaman 6-16.
5. Sheiner GI, Shoham-Vardi HM, Hershkowitz R, Katz M dan Major M.
2001. Placenta previa: obstetric risk factors and pregnancy outcome. J.
Matern Fetal. Med 10: 414
6. Wardana GA dan Karkata MK. Faktor risiko plasenta previa .CDK. 2007;
34:229-32
7. Parisaei, Shailendra, Panay, dan Ryan. Edisi ke-2. Obstetrics and
Gynaecology. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008. Hlm.186.
8. Yeni C.M, Bayu , Dwinka, Alyani. Plasenta previa totalis pada
primigravida: sebuah tinjauan kasus. Jurnal kedokteran syiah kuala .
2017;17(1):38-41.
9. Oyelese Y, Smulian JC. Placenta previa, placenta accreta, and vasa previa.
Obstetrics and Gynecology. 2006; 107(4):927-41
10. Scearce J, Uzelac PS. Third-trimester vaginal bleeding. Dalam: AH
DeCherney et al. (eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and
Gynecology. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill; 2007. Hlm. 337-8.
11. Oyelese Y, Smulian JC. Placenta previa, placenta accreta, and vasa previa.
Obstetrics and Gynecology. 2006; 107(4):927-41
12. Scearce J, Uzelac PS. Third-trimester vaginal bleeding. Dalam: AH
DeCherney et al. (eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and
Gynecology. Edisi ke-10. New York: McGraw-Hill; 2007. Hlm. 337-8.
13. Winkjosastro, Hanifa, dkk. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama, cetakan
kedelapan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2010.
14. Leveno KJ, Gant NF, Cunningham FG. et al. Obsetri williams. Ed 23.
Jakarta: EGC; 2012.
15. Martaadisoebrata D. Firman, Jusuf. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Ed 3. Jakarta; EGC 2013

37

Anda mungkin juga menyukai