Laporan Penelitian 2019 Komplit
Laporan Penelitian 2019 Komplit
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN PEMULA (PDP)
TAHUN 2019
Ketua/Anggota Tim
iii
PRAKATA
Alhamdulillah, puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayahNya, Laporan Akhir Penelitian Dosen Pemula Tahun 2019
dengan judul “Penyelenggaraan Makanan Sekolah Bola Terhadap Tingkat
Konsumsi dan Status Gizi Siswa ASIFA (Aji Santoso International Football
Academy) di Kota Malang” dapat diselesaikan. Laporan Akhir Penelitian Dosen
Pemula Tahun 2019 ini dimaksudkan untuk memberikan informasi hasil dari
penelitian yang telah dilaksanakan dengan baik dan tepat waktu.
Penyusunan Laporan Akhir Penelitian Dosen Pemula Tahun 2019 ini tidak
terlepas dari dukungan, bantuan, bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
ucapan terima kasih disampaikan kepada :
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
Halaman
v
BAB V KESIMPULAN & REKOMENDASI ........................ …............ 33
A. Kesimpulan ............................................................................ 33
B. Rekomendasi ........................ ………………………............. 33
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepakbola merupakan olahraga yang sangat digemari oleh masyarakat
dunia termasuk di Indonesia. Pemain sepakbola memerlukan kekuatan otot
yang tinggi untuk berlari cepat, menendang bola, melempar bola,
mempertahankan keseimbangan tubuh dan mencegah terjatuh saat benturan
dengan pemain lawan. Oleh karena itu permainan sepakbola memerlukan
keterampilan yang berhubungan dengan kebugaran tubuh (kekuatan dan daya
ledak otot, kecepatan dan kelincahan). Daya ledak otot merupakan
kemampuan otot untuk melakukan kontraksi otot dengan sangat cepat yang
sangat dipengaruhi oleh kekuatan otot. Kecepatan dalam bermain sepakbola
memerlukan kesegaran jasmani atau kebugaran, sedangkan kelincahan
seorang pemain bola untuk bergerak cepat dan merubah posisi secara tepat
dengan keseimbangan tubuh dan keterampilan yang tinggi (Supriyono, 2012).
Pembinaan olahraga sepakbola telah lama dilakukan oleh induk
organisasi Sepakbola Indonesia (PSSI), tetapi prestasi yang diharapkan masih
belum terpenuhi. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan untuk
meningkatkan prestasi adalah upaya memenuhi kecukupan gizi atlet
sepakbola selain IPTEK yang tinggi dengan memanfaatkan dan menerapkan
ilmu gizi olahraga yang benar dan profesional (Husaini, 2002). Salah satu
alasan pemain sepakbola Indonesia mengalami kegagalan saat bertanding di
kancah Internasional adalah disebabkan karena tinggi badan dan postur yang
tidak seimbang dengan lawan (sport.detik.com). Menjadikan pemain
sepakbola yang ideal (berpostur dan memiliki skill) adalah dengan latihan
teknik, taktik, mental, fisik yang semuanya berjalan beriringan manakala
asupan makanan terpenuhi (Primasoni, 2014).
Menurut Sport Science Exchange (2004), total energi yang dibutuhkan
oleh atlet sepakbola sebesar 45-60 kkal per kilogram berat badan atau sebesar
2470-3294,6 kkal. Pada dasarnya kebutuhan gizi atlet sepakbola adalah sama
yaitu menganut prinsip “Gizi Seimbang” yang mengandung cukup
1
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, air dan serat. Makanan dengan
gizi seimbang merupakan makanan yang mengandung jumlah kalori dengan
proporsi sebagai berikut : 60-70% karbohidrat, 10-15% protein, 20-25%
lemak, serta cukup vitamin, mineral, dan air. Kebutuhan energi dan protein
atlet sepakbola bervariasi sesuai dengan umur, status gizi serta periode
pelatihan atau pertandingan. Secara umum kebutuhan energinya cukup tinggi,
mencapai >4500 kkal atau rata-rata 1,5 – 2 kali dibanding dengan orang biasa
pada umur dan status gizi yang sama (Supriyono, 2002).
Untuk menjadi atlet sepakbola profesional harus melalui jenjang
pendidikan sepakbola yang telah ditentukan oleh induk organisasi sepakbola
Indonesia yaitu Sekolah Sepakbola (SSB) yang dimulai dari usia 11 tahun
(PSSI, 2014). Keberhasilan membangun atlet berprestasi memerlukan kerja
sama yang baik antara pihak manajemen, pelatih, dokter dan ahli gizi untuk
mencetak atlet yang berkualitas. Peningkatan kualitas atlet didukung dengan
penyelenggaraan makanan yang baik dan tepat, ditunjang dengan adanya
latihan yang terukur untuk mencapai stamina yang optimal (Penggalih &
Huriyati, 2007). Penyelenggaraan makanan yang dilakukan mulai dari
perencanaan (bahan makanan, menu, alat, anggaran) sampai dengan
pendistribusian makanan. (Aritonang, 2012).
Fenomena yang terjadi di sekolah sepakbola adalah siswa latihan
dengan intensitas tinggi tetapi tidak didukung dengan asupan gizi yang baik.
Belum pahamnya siswa akan pentingnya makanan untuk bergerak juga
menjadi alasan tersendiri sehingga konsumsi zat gizi terabaikan. Kesalahan
menyusun menu dan pengaturan waktu makan juga menjadi masalah
tersendiri bagi anak. Orang tua siswa tidak paham tentang asupan makanan
dan zat gizi untuk anaknya. Padahal dengan asupan yang kurang maka
gerakan dalam latihan tidak akan dapat dilakukan dengan maksimal
(Primasoni, 2014). Penelitian menunjukkan bahwa pemain sepakbola amatir
hanya makan sekitar 1300 Kalori per hari, jauh di bawah tingkat yang
direkomendasikan (giziatletsepakbola.com). Ini menunjukkan bahwa asupan
makanan bagi siswa sekolah sepakbola masih sangat perlu diperhatikan.
Apalagi usia dini dimana makanan penting untuk pertumbuhan,
2
perkembangan serta menunjang cita-cita anak untuk menjadi atlet sepakbola
yang profesional.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
observasi dan analisis Penyelenggaraan Makanan serta menilai tingkat
konsumsi dan status gizi siswa yang dilakukan di sekolah bola di Kota
Malang tepatnya di ASIFA (Aji Santoso International Football Academy)
yang merupakan Akademi Sepakbola Pertama di Indonesia yang bertaraf
Internasional serta memiliki kurikulum dan fasilitas yang memadai.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Penyelenggaraan Makanan Sekolah Bola terhadap tingkat
konsumsi dan status gizi siswa ASIFA (Aji Santoso International Football
Academy)?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
Mengetahui Penyelenggaraan Makanan Sekolah Bola terhadap tingkat
konsumsi dan status gizi siswa ASIFA.
2. Tujuan Khusus:
a) Identifikasi sistem pengadaan bahan makanan, sistem penerimaan
bahan makanan, sistem penyimpanan bahan makanan, sistem
persiapan bahan makanan, sistem pengolahan bahan makanan, sistem
distribusi dan penyajian makanan, sistem pencucian peralatan, sistem
pembuangan sampah dan limbah, penerapan higiene sanitasi dan
keselamatan kerja.
b) Menganalisis hubungan tingkat konsumsi energi dan status gizi siswa
ASIFA.
D. Target Luaran
1. Buku Referensi “Penyelenggaraan Makanan Khusus Bagi Siswa Sekolah
Bola”.
3
2. Publikasi ilmiah hasil penelitian sehingga ASIFA dapat dijadikan role
model dalam pengelolaan Penyelenggaraan Makanan di sekolah sepak
bola di Indonesia.
E. Kerangka Pikir
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
mengatur menu yang tepat agar dapat diciptakan makanan yang memenuhi
kecukupan gizi klien untuk mencapai stamina kesehatan maksimal dalam
batas waktu yang telah ditetapkan (Bakri, dkk, 2013).
Pelayanan gizi yang berorientasi pada konsumen disusun berdasarkan
sekumpulan tujuan yang ingin dicapai, menentukan kegiatan dan
implementasi, selanjutnya evaluasi dan review secara menyeluruh sehingga
dapat menilai apakah tujuan-tujuan yang digariskan tercapai atau tidak.
Mekanisme kegiatan penyelenggaraan meliputi : perencanaan anggaran
belanja makanan, perencanaan menu, perhitungan kebutuhan bahan makanan,
pemesanan dan pembelian bahan makanan, penerimaan, penyimpanan dan
penyaluran bahan makanan, pengolahan bahan makanan, distribusi dan
penyajian makanan (Aritonang, 2012).
6
vitamin, mineral, air, dan serat dalam komposisi yang seimbang (Supriyono,
2002). Aktifitas sepakbola memerlukan kebutuhan energi yang berasal dari
karbohidrat sebesar 60-70%, protein sebesar 10-15%, dan lemak 20-30%.
7
c) Hindari makanan / minuman yang membuat gas dalam lambung (kol,
gorengan, minuman soda) karena dapat mengakibatkan kembung dan
mengganggu pencernaan dan penyerapan makanan.
d) Hindari makanan yang mengandung cabe (rasa pedas) seperti sambal,
saus dan sejenisnya karena akan mengganggu pencernaan tiba-tiba.
e) Hindari makanan baru yang belum tentu sesuai dengan lambung tetapi
makanlah makanan utama yang sudah biasa dimakan.
f) Hindari perut kosong atau belum makan saat berlatih karena tubuh
lemas dan rentan untuk terjadi cidera.
2. Pengaturan Makan Saat Latihan
Saat berlatih siswa boleh diberi asupan cairan. Minuman yang
mengandung elektrolit dan karbohidrat yang sangat baik untuk menjaga
daya tahan tubuh terutama untuk olah raga yang membutuhkan waktu
sampai 1-2 jam seperti sepakbola. Siswa harus menghindari rasa haus,
karena rasa haus merupakan indikasi awal seseorang mengalami dehidrasi.
Usahakan minum sebelum haus tetapi jangan terlalu banyak. Lebih baik
sering minum daripada jarang tetapi sekaligus banyak karena akan
memperberat kerja lambung dan ginjal. Rasa haus bukan indikator yang
efektif untuk menilai kebutuhan air selama siswa latihan. Siswa harus
disadarkan akan kebutuhan air yang banyak dalam setiap kesempatan.
Minum sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 10-15 menit sebanyak
150-200 cc air dingin 10°C. Mengonsumsi cairan yang mengandung
elektrolit dapat mencegah kelelahan, karena saat berlatih otot
menghasilkan asam laktat yang menandakan otot kelelahan.
Minuman yang mengandung energi, vitamin, mineral dan elektrolit yang
terlarut di dalamnya bermanfaat untuk menghindari terjadinya dehidrasi
serta dapat mengganti zat gizi yang terpakai. Cairan sebaiknya
mengandung karbohidrat dan elektrolit agar mencegah terjadinya
hipoglikemia dan hiponatremia. Pemberian suplemen karbohidrat bisa
berupa cairan ataupun padat tergantung kesukaan pemain sepakbola tetapi
lebih baik lagi bila mengonsumsi karbohidrat dari sumber cair sehingga
secara simultan dapat menambah asupan energi serta menjaga level hidrasi
8
tubuh. Pilih jus buah-buahan (encer) atau campurkan karbohidrat seperti
glukosa, sukrosa atau maltodextrin dengan air putih dalam sports bottle.
Makanan padat yang tinggi karbohidrat kompleks dan rendah serat seperti
buah pisang. Hal ini penting oleh karena pada saat berlatih aliran darah
terkonsentrasi menuju ke otot untuk menyalurkan zat gizi dan oksigen
yang dibutuhkan pada saat otot berkontraksi. Pada olahraga sepakbola
perlu diperhatikan bahwa keringat yang keluar dan terbuang akan semakin
banyak apabila berlatih di suhu yang relatif panas.
3. Pengaturan Makan Setelah Latihan
Setelah berlatih, hal yang paling penting adalah memastikan seorang atlet
tidak mengalami dehidrasi, jadi pemberian cairan sangat diperlukan.
Kehilangan 1 kg berat badan saat latihan harus diganti dengan 1 liter
cairan. Hal ini diperlukan untuk pemulihan kondisi (recovery). Setelah
berlatih, pemberian makanan dan minuman ditujukan terutama untuk
memulihkan cadangan glikogen serta mengganti cairan, vitamin, mineral,
dan elektrolit yang terpakai selama pertandingan. Pemberian makanan
setelah berlatih harus memperhatikan keadaan atlet, sering terjadi bahwa
nafsu makan dari sebagian besar atlet berkurang, untuk itu setelah berlatih
segera minum air dingin (10°C) sebanyak 1-2 gelas, kemudian atlet
dianjurkan untuk minum cairan yang mengandung karbohidrat, vitamin,
mineral, dan elaktrolit secara kontinyu dengan interval waktu tertentu
sampai terjadi hidrasi. Pada kondisi seperti ini dapat diberikan minuman
berupa jus buah-buahan dan sayuran. Setelah 3-4 jam dapat diberikan
makanan utama, sebaiknya banyak mengandung protein (telur, kacang-
kacangan, susu, dan daging) karena jenis makanan yang mengandung
protein dapat membangun kembali sel-sel / jaringan otot yang rusak
selama berlatih.
Setelah berlatih, anak akan merasa capek karena banyak asam laktat yang
diproduksi oleh otot. Diperlukan masa istirahat (akan lebih baik istirahat
aktif) dan pemulihan sebelum berlatih kembali, tidur yang cukup akan
mengembalikan kondisi fisik untuk dapat berlatih dan beraktifitas kembali
(Primasoni, 2014).
9
D. Tingkat Konsumsi Siswa Sekolah Sepakbola
Penilaian konsumsi makanan merupakan salah satu metode yang
digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Di
Amerika Serikat, survey konsumsi makanan digunakan sebagai salah satu
cara dalam penentuan status gizi (Willet, 1990).
Saat melakukan survei konsusmsi makanan banyak terjadi bias tentang
hasil yang diperoleh, hal ini disebabkan beberapa faktor, yaitu :
ketidaksesuaian dalam menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data
yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, ketelitian alat timbang
makanan, kemampuan petugas pengumpulan data, daya ingat responden,
daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang
dikonsumsi responden dan interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena
itu diperlukan pemahaman yang baik tentang cara-cara melakukan survei
konsumsi makanan.
Pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi
yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
1. Metode Kualitatif
Metode Kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi
konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang
kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan
tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan yang bersifat
kualitatif anatara lain : Metode frekuensi makanan (food frequency),
metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran makanan
(food list).
2. Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang
dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan
menggunakan Tabel Kebutuhan Pangan Indonesia (TKPI) atau daftar lain
yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar
Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak.
Metode-metode pengukuran konsumsi makanan yang bersifat kuantitatif
antara lain : Metode recall 24 jam perkiraan makanan (estimated food
10
records), Penimbangan makanan (food weighing), Metode food account,
Metode inventaris (inventory method), Pencatatan (household food
records).
3. Metode Kuantitatif
Beberapa metode pengukuran bahkan dapat menghasilkan data yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Metode tersebut antara lain : Metode
recall 24 jam, dan Metode Riwayat Makanan (dietary history) (Supariasa,
dkk, 2002).
11
Keunggulan Antropometri :
a) Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah
sampel yang besar.
b) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli.
c) Alatnya murah, mudah dibawa, dan tahan lama.
d) Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.
e) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
f) Dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk,
karena sudah ada ambang batas yang jelas.
g) Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.
h) Dapat diguanakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap
gizi.
Kelemahan Antropometri :
a) Tidak sensitif.
b) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivikasi pengukuran
antropometri.
c) Kesalahan terjadi pada saat pengukuran, perubahan hasil pengukuran
baik fisik maupun komposisi jaringan, analisis dan asumsi yang
keliru.
d) Sumber kesalahan berasal dari latihan petugas yang tidak cukup,
kesalahan alat atau alat yang tidak ditera.
2. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan
yang terjadi berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi yang dapat
dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid.
Metode ini umumnya digunakan untuk survei klinis secara cepat (rapid
clinical surveys) yang dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-
tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau kelebihan salah satu zat
12
gizi. Selain itu juga digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan
gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia merupakan pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh seperti darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti
hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang
kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong
untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan.
Metode ini umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan
adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, dkk, 2002).
Beberapa indikator status gizi yang dapat digunakan untuk menilai
status gizi seseorang adalah :
1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Memberikan indikasi masalah gizi secara umum karena berat badan
berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Berat badan menurut
umur rendah dapat disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis) atau
menderita penyakit infeksi (masalah gizi akut).
2. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat
dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya : kemiskinan, perilaku
hidup tidak sehat, dan asupan makanan kurang dalam waktu yang lama
sehingga mengakibatkan anak menjadi pendek.
3. Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
13
Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari
peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat). Misalnya :
terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang
menyebabkan anak menjadi kurus. Indikator BB/TB dan IMT/U dapat
digunakan untuk identifikasi kurus dan gemuk. Menurut Teori Barker,
masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada resiko
berbagai penyakit degenerative pada saat dewasa (Kemenkes RI, 2018).
14
dan tenaga pengumpul data yang terlatih dan terampil, sehingga tidak
mungkin dilakukan untuk penelitian skala besar (Susyani dkk, 2005).
b) Metode Visual (Comstock)
Metode Visual (Comstock) lebih mudah dilakukan, tidak mahal dan tidak
membutuhkan banyak waktu (Susyani, 2005). Prinsip dari metode
taksiran visual adalah para penaksir (enumerator) menaksir secara visual
banyaknya sisa makanan yang ada untuk setiap golongan makanan atau
jenis hidangan. Hasil estimasi tersebut bisa dalam bentuk berat makanan
yang dinyatakan dalam bentuk gram atau dalam bentuk skor bila
menggunakan skala pengukuran. Walaupun mempunyai kekurangan,
metode visual dapat menghasilkan data yang cukup detail dan tidak
mengganggu pelayanan makanan secara signifikan (Connors, 2004).
Metode taksiran visual dengan menggunakan skala pengukuran
dikembangkan oleh Comstock dengan menggunakan skor skala 6 poin
dengan kriteria sebagai berikut :
0 : Jika tidak ada porsi makanan yang tersisa (100% dikonsumsi)
1 : Jika tersisa ¼ porsi (hanya 75% yang dikonsumsi)
2 : Jika tersisa ½ porsi (hanya 50% yang dikonsumsi)
3 : Jika tersisa ¾ porsi (hanya 25% yang dikonsumsi)
4 : Jika tersisa hampir mendekati utuh (dikonsumsi sedikit atau 5%)
5 : Jika makanan tidak dikonsumsi sama sekali (utuh)
Comstock (1991) dalam Nida (2011).
15
BAB III
METODE PENELITIAN
16
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa sekolah bola ASIFA.
2. Sampel Penelitian
Kriteria Inklusi
a. Siswa ASIFA usia 11-20 tahun
b. Bersedia menjadi subjek penelitian
c. Dalam kondisi sehat
d. Tinggal dan makan di ASIFA
Kriteria Eksklusi
a. Siswa rutin puasa senin kamis
b. Siswa yang masuk klub / direkrut klub sepak bola
3. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah Total Sampling, yaitu
semua sampel yang ada dan memenuhi kriteria inklusi.
4. Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah semua siswa ASIFA
sebanyak 105 orang. Drop out 2 orang karena saat penelitian berlangsung
diterima di klub sepak bola.
17
Penilaian : menilai semua rangkaian kegiatan penyelenggaraan makanan,
kemudian dibagi menjadi dua kategori yaitu “sesuai” bila sekurang-
kurangnya 80% dari skor standar berdasarkan formulir, dan kategori
“tidak sesuai” bila skor standar berdasarkan formulir < 80%.
2. Tingkat Konsumsi
Perbandingan asupan energi dan zat gizi anak, dibandingkan dengan
kebutuhan gizi sesuai dengan golongan usianya, disajikan dalam
persentase.
Skala : rasio
3. Status Gizi
Kondisi gizi anak yang diukur secara antropometri dengan menggunakan
IMT (Indeks Massa Tubuh), yaitu perbandingan antara berat badan (kg)
dan luas permukaan tubuh (m2), disajikan dalam satuan kg/m2.
skala : rasio
F. Tahap Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
1. Persiapan:
a. Mengurus izin untuk melakukan penelitian di ASIFA
b. Melakukan studi pendahuluan
2. Pelaksanaan:
a. Identifikasi pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan,
penyaluran, persiapan, produksi, dan distribusi makanan.
b. Analisis kebutuhan bahan makanan, standar makanan, menu, dan
anggaran belanja bahan makanan.
c. Analisis higiene sanitasi.
d. Melakukan pendataan dan pengukuran antropometri (TB, BB) siswa
ASIFA
e. Menganalisis status gizi berdasarkan IMT (Indeks Masa Tubuh)
f. Menghitung kebutuhan energi dan zat gizi siswa
g. Menimbang porsi penyajian makanan untuk siswa dengan metode
penimbangan
18
h. Menaksir sisa makanan dengan metode visualisasi comstock
i. Menilai daya terima siswa terhadap makanan yang disajikan
j. Menghitung asupan makanan siswa per hari
k. Menganalisis tingkat konsumsi siswa
l. Menganalisis hubungan tingkat konsumsi dengan status gizi siswa.
3. Penyusunan laporan penelitian
4. Publikasi jurnal
5. Pengembangan hasil penelitian menjadi buku “Penyelenggaraan
Makanan Khusus Bagi Siswa Sekolah Bola”.
19
Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI), bandingkan dengan
kebutuhannya sehingga diperoleh tingkat konsumsinya.
1. Data karakteristik responden seperti usia, TB, BB, Status Gizi, asal, dan
pendidikan diolah dengan memasukkan ke dalam tabel kemudian
ditabulasikan.
2. Data penyelenggaraan makanan (Analisis Ketenagaan, Perencanaan Menu,
Analisis Menu, Sistem Pengadaan Bahan Makanan, Sistem Penerimaan
Bahan Makanan, Sistem Penyimpanan Bahan Makanan, Sistem Persiapan
Bahan Makanan, Sistem Pengolahan, Sistem Distribusi dan Penyajian
Makanan, Sistem Pencucian Peralatan, Sistem Pembuangan Sampah dan
Limbah, Personal Higiene dan Pelatihan Karyawan, dan Penerapan
Higiene Sanitasi dan Keselamatan Kerja) diolah dengan
memprosentasikan hasil penilaian kemudian dikategorikan menjadi :
sesuai bila hasil ≥ 80%, dan tidak sesuai bila hasil < 80%, dianalisis secara
kualitatif.
3. Data tingkat konsumsi diolah dengan cara membandingkan asupan dengan
kebutuhan kemudian dikategorikan sebagai berikut menurut Siswanto, et
al (2014) :
a. Sangat kurang (<70%)
b. Kurang (70 – <100%)
c. Sesuai AKG (100 - < 130%)
d. Lebih dari AKG (>130%)
4. Data status gizi diolah dengan cara menghitung IMT dengan Rumus
BB/TB2 kemudian dikategorikan menurut Kemenkes 2018 menjadi :
a. Kurus Berat : < 17 kg/m2
b. Kurus Ringan : 17,0 – 18,4 kg/ m2
c. Normal : 18,5 – 25 kg/m2
d. Gemuk Ringan : 25,1 – 27 kg/m2
e. Gemuk Berat : > 27 kg/m2
20
5. Korelasi antara Tingkat Konsumsi dengan status gizi dianalisis secara
statistik menggunakan uji Korelasi Pearson.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
ASIFA dipimpin oleh dua orang Direktur yaitu Direktur Teknik (Aji
Santoso) yang bertanggung jawab pada siswa ASIFA terkait dengan teknis
latihan, serta Direktur Operasional (Nuzul Kifli) yang bertanggung jawab
pada kegiatan operasional ASIFA setiap harinya. ASIFA dilengkapi dengan
fasilitas seperti gedung yang representatif, pendidikan formal, ekstra Bahasa
Inggris, asrama dengan kapasitas 300 orang lengkap dengan ruang
penyelenggaraan makanan dan ruang makan, lapangan standar FIFA,. Fitness
center, klinik Sport Science dengan tenaga profesional, shower room,
laundry, minimarket, serta staf pengajar dan pelatih yang handal. Oleh karena
22
itu banyak orang tua yang berminat untuk menyekolahkan anaknya di ASIFA
karena ASIFA tidak hanya mementingkan latihan tetapi juga ilmu
pengetahuan tetap diberikan yang bisa disesuaikan dengan jadwal latihan
siswa ASIFA (ASIFA, 2019).
23
Tabel 2. Standar Porsi serta Kandungan energi dan zat gizi makro
Bahan Standar
Waktu Makanan Porsi
Berat (g)
Pagi Nasi 150
L. Hewani 75
L. Nabati 40
Sayur 100
Minyak 10
Buah 75
Selingan Susu 200
Gula 20
Kue/puding 75
Siang Nasi 225
L. Hewani 100
L. Nabati 40
Sayur 100
Buah 110
Minyak 10
Gula -
Sore Nasi 225
L. Hewani 85
L. Nabati 40
Sayur 100
Buah 110
Minyak 10
Nilai Gizi Energi (kkal) 2496,5
Protein (g) 97,5
Lemak (g) 71,7
Karbohidrat (g) 355,5
Jika dibandingkan dengan rata-rata kebutuhan siswa berdasarkan golongan
umur, makan diperoleh persentase penyajian sebagai berikut :
Tabel 3. Persentase Penyajian Makanan Berdasarkan Rata-rata Kebutuhan Siswa
Rata-rata Kebutuhan Energi & Zat
Persentase
Umur Gizi Makro
Energi Protein Lemak Karbohidrat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (g) (g) (g) (%) (%) (%) (%)
10 – 12 tahun 2449,9 91,9 68,1 367,5 101,9 106,1 105,3 96,7
24
disajikan ASIFA masih berlebih untuk golongan usia 10 – 12 tahun karena
persentase energi dan zat gizi (Protein dan Lemak) di atas 100 %.
B. Gambaran Responden
1. Karakteristik Responden
a. Umur, BB, TB, dan IMT
Responden pada penelitian kali ini berjumlah 103 orang dengan
distribusi responden menurut umur, BB, TB, dan IMT sebagai
berikut :
Tabel 4. Distribusi Umur, BB, TB, dan IMT Responden
. summarize Umur2 BB TB IMT
25
Gambar 2 menunjukkan bahwa pendidikan responden terbanyak
adalah SMA (50,49%) dan yang paling sedikit adalah Perguruan
Tinggi (2,91%). Hal ini menunjukkan bahwa siswa ASIFA
kebanyakan tingkat pendidikannya SMA dengan rentang umur 16 -
18 tahun.
c. Pulau Asal
Siswa ASIFA berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan ada
yang berasal dari luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa banyak
anak-anak di berbagai daerah yang antusias akan menjadi atlet sepak
bola dengan mengikuti pendidikan terlebih dahulu sebagai persiapan
seorang atlet yang profesional di ASIFA. Berikut distribusi asal
pulau responden :
26
menentukan kebutuhan energi dan zat gizi dapat dilihat pada lampiran.
Tiap responden dihitung kebutuhan energi dan zat gizimya sesuai dengan
umur, BB dan TB. BB yang digunakan adalah Berat Badan Ideal karena
untuk responden yang memiliki status gizi gemuk dan kurus dapat
memiliki status gizi normal. Rumus menghitung Berat Badan Ideal
menggunakan rumus Broca (Park and Jung, 2016). Rata-rata kebutuhan
energi dan zat gizi responden dapat dilihat pada tabel 5 yang telah
dikelompokkan berdasarkan golongan umur :
Tabel 5. Rata-rata Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Responden
Rata-rata Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Umur
Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)
10 – 12 tahun 2449,9 91,9 68,1 367,5
27
kebutuhan perkembangan tubuh yang cepat, jika kebutuhan energi dan
zat gizi tidak terpenuhi maka akan menyebabkan terhambatnya
perkembangan tubuh yang akhirnya tubuh tidak akan berkembang
sempurna (Hasan, 2008).
28
5. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi
Hubungan tingkat konsumsi energi dengan status gizi dianalisis dengan
menggunakan korelasi Pearson karena setelah dilakukan uji normalitas
data, semua data normal.
1) IMT
. ladder IMT
Pada uji normalitas data IMT, nilai p adalah 0,094: nilai p lebih
besar daripada 0,05. Hipotesis nol diterima, berarti sebaran data IMT
normal.
2) Tingkat Konsumsi Energi
. ladder TkKonsumsi_E
29
3) Grafik Scatter Tingkat Konsumsi Energi dengan IMT
150.00
100.00
Tk.Konsumsi_E
50.00 0.00
15 20 25 30
IMT
30
25
IMT
20
15
4) Uji Korelasi
IMT TkKons~E
IMT 1.0000
103
30
5) Pelaporan Hasil
Tabel 6. Korelasi antara Tingkat Konsumsi Energi dengan IMT
IMT
Tingkat Konsumsi Energi r = -0,23
p<0,05*
* Uji Korelasi Pearson
Terdapat hubungan negatif antara tingkat konsumsi energi
dengan IMT pada siswa sekolah bola ASIFA (p=0,02). Anak-anak
dengan IMT yang semakin tinggi, justru memiliki tingkat konsumsi
energi yang semakin rendah. Hal ini dapat dimungkinkan karena
anak-anak yang telah merasa gemuk, sudah mulai mengurangi
asupan makannya. Hasil ini sejalan dengan penelitian D’Addesa et
al.(2010) yang menemukan bahwa remaja dengan status gizi
overweight maupun obesitas sedang melakukan program diet pada
periode pencatatan asupan makan.
Beberapa studi yang lain juga menunjukkan adanya asupan
energi yang lebih rendah pada seseorang yang mengalami obesitas
dan overweight. Hal ini dikarenakan seseorang dengan status gizi
obesitas dan overweight cenderung melaporkan asupan makan yang
lebih sedikit dari yang sebenarnya, dibandingkan dengan mereka
yang memiliki status gizi normal (Hassapidou, Fotiadou, Maglara, &
Papadopoulou, 2006; Mendez et al., 2011).
31
Tabel 7. Kategori Penerapan Komponen Penyelenggaraan Makanan Di
ASIFA
Kategori Penyelenggaraan Makanan Penilaian
Sudah Diterapkan Belum Diterapkan
Analisis Ketenagaan 2 4
Perencanaan Menu 8 1
Analisis Menu 6 2
Sistem Pengadaan bahan Makanan 4 2
Sistem Penerimaan Bahan Makanan 9 4
Sistem Penyimpanan BM 11 7
Sistem Persiapan Bahan Makanan 6 6
Sistem Pemasakan 5 7
Distribusi & Penyajian Makanan 8 3
Pencucian Peralatan 4 1
Pembuangan Sampah & Limbah 5 1
Personal Hygiene & Pelatihan 5 2
Penerapan Higiene Sanitasi & K3 2 2
Total 75 42
32
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Sistem penyelenggaraan makanan ASIFA tidak sesuai karena penerapan
komponen penting pada penyelenggaraan makanan hanya 64,1 %.
2. Status gizi responden sebanyak 77,67 % normal.
3. Kebutuhan energi dan zat gizi responden dihitung berdasarkan
rekomendasi IOM karena jumlah subyek yang banyak dan berbagai
golongan umur, sehingga diperoleh kebutuhan energi : umur 10 – 12 tahun
(2449,9 kkal), umur 13 – 15 tahun (2694,3 kkal), umur 16 – 18 tahun
(2572 kkal), dan umur 19 – 29 tahun (2533 kkal).
4. Tingkat konsumsi responden sebanyany 56,31 % kurang dan 0,97 % lebih.
5. Korelasi antara Tingkat Konsumsi dan Status Gizi dianalisis dengan uji
korelasi Pearson, diperoleh r - -0,23, p<0,05. Artinya adalah siswa dengan
IMT yang semakin tinggi justru tingkat konsumsinya semakin rendah.
B. Rekomendasi
33
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier Sunita, 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Aritonang, Irianton, 2012. Penyelenggaraan Makanan (Manajemen Sistem
Pelayanan Gizi Swakelola & Jasaboga Di Instalasi Gizi Rumah
Sakit). Yogyakarta : Leutika.
Bakri Bachyar, Hakimah Nurul, Kristianto Yohanes, 2013. Buku Ajar Manajemen
Sistem Penyelenggaraan Makanan (Food Service Management).
Malang : Jurusan Gizi Poltekkes Malang.
Bakri Bachyar, Intiyati Ani, Widartika, 2018. Sistem Penyelenggaraan Makanan
Institusi. Jakarta : PPSDM Kemenkes RI.
Connors, P.L. dan Rozell S. B. 2004.Using a Visual Plate Waste Study to Monitor
Menu Performance.J. Am. Dietetic Association . Volume 104, pp=94-
96.
Husaini, 2002. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Gizi Atlet
Sepakbola. Jakarta : Depkes RI.
Kemenkes RI, 2013. Buku Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Kemenkes RI.
Kemenkes RI, 2018. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Jakarta :
Direktorat Gizi Masyarakat.
Kirkendall, D, T, 2004. Creatinine, Carbs, and Fluids: How Important in Soccer
Nutrition ?. Sports Science Exchange.
National Health Service (NHS). 2005. Managing Food Waste. Department of
Health, NHS Estates.
Nida, Khairun. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Sisa Makanan
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. Skripsi :
Stikes Husada Borneo Banjarbaru.
Penggalih & Huriyati, 2007. Gaya Hidup, Status Gizi dan Stamina Atlet Pada
Sebuah Klub Sepakbola.Yogyakarta : Jurnal Berita Kedokteran
Masyarakat (Volume 23, nomor 4, Desember, halaman 192-199)
Primasoni Nawan, 2014. Gizi Dalam Proses Latihan Sepakbola Untuk Anak-anak.
Supariasa I Dewa, Bakri Bachyar, Fajar Ibnu, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Supriyono, 2012. Mempersiapkan Makanan Bagi Atlet Sepakbola. Jakarta :
Kemenkes RI.
Susyani, Endy Parjanto, dan Toto Sudargo.2005. Akurasi Petugas dalam
Penentuan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode
34
Taksiran Visual Skala Comstock 6 Poin. Jurnal Gizi Klinik Indonesia.
Volume 2, No. 1, Juli. Online
:http://ijcn.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=6
5:jurnal-vol2-no1-&catid=25:the-project. Diakses pada tanggal 2 Juni
2016.
Sutarto Asmira, 1980. Ilmu Gizi SGO Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jakarta : Rineka Cipta.
Willet Walter, 1990. Nutritional Epidemiology. New York : Oxford University
Press.
William, Peter G., Karen Walton. 2011. Platewaste in Hospitals and Strategies
for Changes. Online Research : University of Wollongong.
35
LAMPIRAN 1
(FORMULIR ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKANAN)
ANALISIS KETENAGAAN
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
1 Ada struktur organisasi √
2 Kualifikasi tenaga sesuai dengan jabatan √
Ratio tenaga sesuai dengan jumlah konsumen yang
dilayani
S1/DIV Gizi = 1: 200
3 √
D3 Gizi = 1 : 70-100
SMK/sederajat= 1 : 12
SD/SMP = 1 : 12
Cara penerimaan dan penempatan tenaga kerja sesuai
4 √
aturan
Pelatihan, bimbingan dan penyediaan juklak bagi
5 √
tenaga kerja
Ada penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti: celemek,
6 tutup kepala, sepatu kerja, dll
√
JUMLAH 2 4
PERENCANAAN MENU
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
1 Menu disusun sesuai atau dengan peraturan institusi
√
(anggaran belanja, personil dan prosedur pembelian)
2 Menu disusun berdasarkan konsumen (kebiasaan
√
makan, umur, keadaan fisiologi)
3 Menu disusun berdasarkan konsumen yang dilayani
dimana konsumen bervariasai maka menunya juga √
bervariasi
4 Menu dibuat berdasarkan peralatan yang tersedia. √
5 Menu dibuat berdasarkan ketrampilan dan jumlah
√
pegawai dimana 1 tenaga melayani 10-12 konsumen
6 Menu dibuat berdasarkan jenis pelayanan yang
√
diberikan (tray service/cafetaria/ self service dll)
7 Menu dibuat berdasarkan musim dan keadaan pasar √
8 Menu yang disusun harus sesuai dengan dana yang
√
tersedia atau dana yang telah ditetapkan oleh institusi
9 Menu disusun oleh tim yang menguasai ilmu tentang
√
kebutuhan gizi konsumen
JUMLAH 8 1
36
ANALISIS MENU
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
Pola menu seimbang (terdiri dari makanan pokok, lauk
1 hewani, sayur, buah) √
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
Memiliki spesifikasi bahan makanan yang baik untuk
1 √
berbagai golongan bahan makanan
Pemesanan bahan makanan memperhitungkan faktor
2 refuse atau Bagian yg Dapat Dimakan (BDD) untuk √
masing-masing bahan makanan
Menggunakan sistem pembelian yang tepat (sistem
lelang/pembelian langsung) sesuai dengan jenis
3 √
institusi, jumlah konsumen, kemampuan tenaga kerja
dan biaya yang tersedia
Ada bon pemesanan/pembelian bahan makanan yang
4 √
terdokumen dengan baik
Ada surat perjanjian kontrak (bila menggunakan sistem
5 √
pembelian formal)
Tenaga pengadaan makanan mempunyai pengetahuan
6 √
yang cukup tentang bahan makanan
JUMLAH 4 2
37
SISTEM PENERIMAAN BAHAN MAKANAN
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
1 Tenaga penerima bahan makanan memiliki sifat teliti,
cepat/cekatan, memiliki pengetahuan yang luas tentang √
bahan makanan, dan tidak mudah berkompromi
2 Ada dokumen rincian pesanan bahan makanan harian
√
berupa macam dan jumlah yang dipesan/akan diterima.
3 Ada spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan,
√
yang tertulis dan jelas
4 Ada tempat penerimaan bahan makanan yang memadai √
5 Truk / mobil pengangkut (bila ada) dalam keadaan
√
bersih dan tersanitasi
6 Ada sarana penerimaan bahan makanan seperti
√
timbangan, meja, pisau, dan alat lain yang dibutuhkan.
7 Sarana penimbangan selalu dikalibrasi. √
8 Selalu menimbang dan menghitung bahan makanan
√
yang sudah diterima.
9 Memeriksa dan mencocokkan bahan makanan yang
diterima dengan surat permintaan baik segi kuantitas √
maupun kualitas (sesuai spesifikasi)
10 Petugas mengembalikan jika terjadi ketidak cocokkan
√
atau apabila bahan makanan telah rusak.
11 Faktur pembelian ditandatangani setelah bahan
√
diterima dan didokumentasikan
12 Ada pencatatan dan pelaporan penerimaan bahan
√
makanan
13 Penyerahan bahan makanan pada bagian persiapan dan
√
penyimpanan dengan menggunakan bon
JUMLAH 9 4
38
SISTEM PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
1 Terdapat tempat penyimpanan khusus bahan makanan. √
Mencatat semua bahan makanan, rotasi, diberikan label
2 √
untuk masing-masing kriteria produk.
3 Menggunakan sistim FIFO (First In First Out) √
Memisahkan bahan makanan kering dan bahan
4 √
makanan basah.
Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau keras
5 √
dengan makanan yang tidak berbau
Penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada
6 lantai, dinding dan langit-langit dan disimpan diatas √
rak-rak penyimpanan
Jarak penyimpanan :
Jarak bahan makanan dengan lantai 15-30 cm
7 √
Jarak bahan makanan dengan dinding 5-10 cm
Jarak bahan makanan dengan langit-langit 30 cm
8 Suhu ruang penyimpanan kering 19 - 21 °C √
Tepung, biji-bijian dan rempah-rempah dimasukan
9 dalam kontainer plastik dan tertutup rapat dilengkapi √
dengan label
Penyimpanan Lauk Hewani :
- Suhu sesuai dengan lamanya bahan makanan
10 disimpan √
- Daging, ayam, ikan, suhunya = 0-4°C selama 3-5 hari
dan < 00 C untuk yang disimpan > 5 hari
Daging, ikan, ayam dan sejenisnya dibungkus plastik
11 √
dan disimpan khusus di tempat tersendiri
Suhu penyimpanan untuk buah dan sayur adalah 5-15 0
12 √
C selama 5-7 hari.
Bahan makanan yang sudah dimasak disimpan dalam
13 √
tempat yang bersih, diberi label dan dikemas.
14 Makanan tidak kontak dengan air dan tetesan es √
Pengecekan terhadap suhu 2 x sehari dan pembersihan
15 √
lemari es setiap hari
16 Semua bahan makanan dicuci dulu sebelum disimpan √
Bahan makanan yang mempunyai bau keras, sebelum
17 √
disimpan harus tertutup rapat.
Sarana penimbangan dan pengukuran suhu selalu
18 √
dikalibrasi.
JUMLAH 11 7
39
SISTEM PERSIAPAN BAHAN MAKANAN
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
1 Tersedianya peralatan persiapan sesuai kebutuhan √
Sarana penimbangan dan pengukuran suhu selalu
2 √
dikalibrasi.
Tersedianya prosedur tetap (SOP) persiapan yang
3 √
tertulis.
4 Terdapat standar bumbu dan standar resep yang tertulis √
Terdapat Standard Sanitasi Operasional Prosedur
5 √
(SSOP) dalam persiapan bahan makanan
6 Terdapat standar porsi yang tertulis √
7 Kualitas bumbu yang digunakan cukup baik √
Memisahkan bagian yang dapat dan tidak dapat
8 √
dimakan sebelum dicuci
Melakukan pencucian bahan makanan dengan air
9 √
mengalir sebelum pemotongan .
Pemotongan bahan makanan menurut standar yang
10 telah ditetapkan atau disesuaikan dengan jenis √
hidangan/masakan
Waktu persiapan bumbu yang tepat dan proses
11 √
penanganan yang tepat
Ada pengawasan porsi selama persiapan (ukuran
12 √
potongan, dll)
JUMLAH 6 6
40
SISTEM PEMASAKAN MAKANAN
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
1 Peralatan pemasakan dibersihkan sebelum digunakan. √
Tersedianya peralatan pemasakan yang sesuai
2 √
kebutuhan & kualitas.
Tersedianya prosedur tetap (SOP) pemasakan bahan
3 √
makanan
Tersedianya prosedur tetap perilaku higiene sanitasi
4 √
(SSOP) pemasakan bahan makanan
5 Terdapat peraturan penggunaan BTP/BTM √
Prosedur dan urutan memasak sesuai standar resep
6 √
atau SOP.
Terdapat susunan resep tertulis yang benar yang
7 meliputi: nama menu, jumlah porsi, bahan-bahan, √
bumbu-bumbu, cara membuat dan nilai gizi
Suhu dan waktu pemasakan sesuai standar, atau sesuai
8 √
dengan prosedur (SOP)
9 Lama Waktu pemasakan tepat (sesuai SOP) √
Jarak waktu antara persiapan, pemasakan dan
10 penyajian/ pelayanan tepat waktu atau sedikit lebih √
mendahului dari waktu yang ditetapkan
Melakukan kegiatan kontrol produksi (penilaian cita
11 √
rasa makanan)
Melakukan kontrol porsi (menghitung jumlah porsi
12 √
hasil produksi makanan)
JUMLAH 5 7
41
SISTEM DISTRIBUSI DAN PENYAJIAN MAKANAN
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
Melaksanakan sistem distribusi makanan sesuai
1 √
persyaratan
Tersedianya standar porsi penyajian yang ditetapkan
2 √
dan tertulis
Tersedianya peralatan distribusi dan penyajian yang
3 √
sesuai jumlah dan kualitasnya
4 Melakukan kontrol porsi penyajian sesuai standar √
Tersedianya prosedur tetap pendistribusian dan
5 √
penyajian makanan (SOP)
Melaksanakan sistem penyajian/pelayanan sesuai
6 √
dengan kondisi konsumen
7 Ketepatan waktu penyajian sesuai waktu yg ditetapkan. √
Temperatur atau suhu penyajian makanan sesuai
dengan jenis masakannya:
8 √
- Penyajian panas: 600-800 C
- Penyajian hangat: 300-450 C
Makanan yang disajikan menarik dengan menggunakan
9 garnis dan alat saji yang tepat (sesuai dengan jenis √
masakannya)
Memperhatikan kebersihan alat yang digunakan pada
10 √
pendistribusian dan penyajian makanan.
Tenaga kerja menggunakan alat pelindung saat
11 distribusi/memegang makanan (sendok, penjepit atau √
plastik penutup tangan)
JUMLAH 8 3
42
SISTEM PEMBUANGAN SAMPAH DAN LIMBAH
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
1 Tempat sampah jumlahnya mencukupi √
Tempat sampah terbuat dari bahan yang berkualitas
2 √
baik
3 Tempat sampah selalu tertutup √
4 Sampah dibuang segera setelah selesai memasak √
Tempat pembuangan sampah sementara berjarak > 500
5 √
m dari dapur
6 Sistem pembuangan limbah tertutup √
JUMLAH 5 1
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
Pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara
1 √
berkala.
Karyawan yang bekerja di unit pengolahan dalam
2 √
keadaan sehat dan tidak menderita penyakit menular.
Karyawan menjaga kebersihan badan dan pakaian
3 √
kerja.
Karyawan tidak mengunyah makan, minum dan
4 √
sebagainya selama pengolahan makanan.
5 Karyawan tidak memakai perhiasan atau asesoris. √
Karyawan pernah mengikuti pelatihan / penyuluhan
6 √
GMP atau Keamanan Pangan (Food Safety).
Karyawan mengikuti pelatihan / penyuluhan GMP atau
7 √
Keamanan Pangan (Food Safety) secara berkala.
JUMLAH 5 2
NO URAIAN YA TIDAK
1 0
Terdapat tempat cuci tangan dan kamar mandi sesuai
1 √
jumlah tenaga pengolah.
Penggunaan alat pelindung diri seperti hand gloves,
2 √
apron, topi, masker, dll pada setiap penjamah makanan
3 Tersedianya alat pemadam kebakaran yang cukup √
Tenaga kerja menggunakan alat pelindung saat
4 distribusi/ memegang makanan (sendok, penjepit atau √
plastik penutup tangan)
JUMLAH 2 2
43
LAMPIRAN 2
Perhitungan Kebutuhan Energi Berbagai Usia
44
Rumus Broca menghitung Berat Badan Ideal
45
46
Lampiran 3
Draf Buku Penyelenggaraan Makanan Khusus Siswa Sekolah Bola
1. Pendahuluan
47
LAMPIRAN 3
Kode :
FORMULIR MENU DAN STANDAR PORSI PENYAJIAN
Hari ke- / Siklus Menu ke- Hari ke- / Siklus Menu ke- Hari ke- / Siklus Menu ke-
Jenis
Menu Nama St. Porsi Menu Nama St. Porsi Menu Nama St. Porsi
Hidangan
BM (g) BM (g) BM (g)
Pagi :
M. Pokok
L. Hewani
L. Nabati
Sayur
Siang :
M. Pokok
L. Hewani
L. Nabati
Sayur
Buah
Malam :
M. Pokok
L. Hewani
L. Nabati
Sayur
48
LAMPIRAN 4
Kode :
FORMULIR SISA MAKANAN
Hari ke- / Siklus Menu ke- Hari ke- / Siklus Menu ke- Hari ke- / Siklus Menu ke-
Jenis Menu Nama St. Waste Waste Menu Nama St. Waste Waste Menu Nama St. Waste Waste
Hidangan BM Porsi (g) (%) BM Porsi (g) (%) BM Porsi (g) (%)
(g) (g) (g)
Pagi :
M. Pokok
L. Hewani
L. Nabati
Sayur
Siang :
M. Pokok
L.Hewani
L. Nabati
Sayur
Buah
Malam :
M. Pokok
L. Hewani
L. Nabati
Sayur
49
KOMISI ETIK PENELITIAN KESEHATAN
HEALTH RESEARCH ETHICS COMMITTEE
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
STATE POLYTECHNIC OF HEALTH MALANG
Nama Institusi
POLTEKKES KEMENKES MALANG
Name of the Institution
Dengan Judul
Penyelenggaraan Makanan Sekolah Bola Terhadap Tingkat Konsumsi dan Status Gizi Siswa ASIFA (Aji Santoso
International Football Academy) Di Kota Malang
Orginizing Ball School Foods For ASIFA Students' Consumption and Nutritional Status
Dinyatakan layak etik sesuai 7 (tujuh) Standar WHO 2011, yaitu 1) Nilai Sosial, 2) Nilai Ilmiah,
3) Pemerataan Beban dan Manfaat, 4) Risiko, 5) Bujukan/Eksploitasi, 6) Kerahasiaan dan Privacy, dan 7)
Persetujuan Setelah Penjelasan, yang merujuk pada Pedoman CIOMS 2016. Hal ini seperti yang ditunjukkan
oleh terpenuhinya indikator setiap standar.
Declared to be ethically appropriate in accordance to 7 (seven) WHO 2011 Standards, 1) Social Values, 2)
Scientific Values, 3) Equitable Assessment and Benefits, 4) Risks, 5) Persuasion/Exploitation, 6) Confidentiality
and Privacy, and 7) Informed Concent, referring to the 2016 CIOMS Guidelines. This is as indicated by the
fulfillment of the indicators of each standard.
Pernyataan Laik Etik ini berlaku selama kurun waktu tanggal 07 November 2019 sampai dengan 07 November
2020
This declaration of ethics applies during the period November 7, 2019 until November 7, 2020