Anda di halaman 1dari 14

REVISIAN BAB 5

A. Distribusi karakteristik sosiodemografi dokter di RSUD Wilayah provinsi Banten


Rumah Sakit Umum Daerah di Wilayah Provinsi Banten yang menjadi lokasi penelitian
diantaranya adalah RSUD Provinsi Banten, RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Kabupaten
Serang, dan RSUD Kota Cilegon. Dari ketiga rumah sakit tersebut didapatkan total
responden sebesar 97 orang dokter yang diambil dari 5 instalasi dari masing-masing
rumah sakit, di antaranya di poliklinik, rawat inap, Intensive Care Unit, Instalasi Gawat
Darurat, dan Instalasi Bedah sentral.
Distribusi usia dokter di RSUD wilayah Provinsi Banten berada pada usia dewasa yang
produktif, dengan 51 orang berada pada usia >35 tahun (52,6%) dan sisanya 46 orang
berusia < 35 tahun (47,4%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berada pada rentang usia yang lebih dewasa, dimana semakin dewasa usia
seseorang, kemampuan dan kekuatan akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. 38
Usia yang semakin tinggi juga menunjukkan banyaknya pengalaman kerja.A Selanjutnya
untuk distribusi jenis kelamin adalah sebanyak 55 orang (56,7%) Wanita dan 42 orang
(43,4%) pria. Mayoritas dari responden yang terlibat berjenis kelamin perempuan.
Secara psikologis, dikatakan bahwa wanita lebih patuh terhadap otoritas, sedangkan pria
bersifat lebih agresif.42
Distribusi masa kerja dokter > 3 tahun sebanyak 55 orang (56,7%) sedangkan masa
kerja dokter < 3 tahun sebanyak 42 orang (43,3%). Mayoritas dari responden yang
terlibat memiliki masa kerja > 3 tahun. Menurut Gibson, pengalaman dapat
mempengaruhi perilaku individu dan juga performa kerja. Semakin lama waktu kerja
seseorang, semakin banyak keahlian yang dapat terasah karena mereka menjadi lebih
teradaptasi dengan lingkungan pekerjaannya.39 Selanjutnya, untuk distribusi tingkat
pendidikan profesi dokter sebanyak 44 orang (45,4%) sedangkan dokter spesialis
sebanyak 53 orang (54,6%). Mayoritas dari responden yang terlibat pendidikan
terakhirnya adalah pendidikan spesialis/ S2/ S3. Ross dan Mirowsky mengatakan bahwa
terdapat hubungan positif dari tingkat pendidikan dengan kesehatan. Semakin tinggi
tingkat pendididkan individu dapat meningkatkan tingkat kognisi seseorang untuk
berfikir lebih logis dan rasional terutama untuk kesehatannya.4
B. Distribusi Pengetahuan, sikap, ketersediaan APD, dan kebijakan penggunaan APD
dokter di RSUD Wilayah Provinsi Banten
Pertama, distribusi responden dengan pengetahuan yang tinggi sebanyak 89 orang
(91,8%) dan pengetahuan rendah sebanyak 8 orang (8,2%). Mayoritas dari responden
yang terlibat memiliki pengetahuan yang tinggi. Pengetahuan bersifat internal bagi setiap
orang karena berfungsi untuk memodulasi perilaku dan respons perilaku terhadap
rangsangan yang ada.44 Karena itu, semakin tinggi pengetahuan seseorang, maka
kesadaran yang dimiliki juga semakin tinggi. Selanjutnya untuk distribusi sikap
responden, sikap positif didapatkan sebanyak 86 orang (88,7%) dan sikap negatif
sebanyak 11 orang (11,3%). Mayoritas dari responden yang terlibat memiliki sikap yang
positif. Sikap adalah pikiran yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap
sesuatu yang dikaitkan melalui pengalaman dan dapat mempengaruhi baik secara
langsung atau tidak langsung pada tindakan.44 Sikap yang positif dapat mempengaruhi
seseorang untuk berperilaku positif, begitupula sebaliknya.
Distribusi ketersediaan APD sebanyak 89 orang (91,8%) menyatakan tersedia dan
sebanyak 8 orang (8,2%) menyatakan tidak tersedia. %). Mayoritas dari responden yang
terlibat menyatakan bahwa APD dalam kondisi tersedia. Ketersediaan APD merupakan
faktor fasilitas yang dapat memudahkan perilaku kepatuhan penggunaan APD. Terakhir,
mengenai distribusi ketersediaan kebijakan penggunaan APD sebanyak 69 orang (71,1%)
menyatakan ada dan sebanyak 28 orang (28,9%) menytakan tidak ada. Mayoritas dari
responden yang terlibat menyatakan bahwa tersedia kebijakan penggunaan APD. Adanya
kebijakan adalah untuk memastikan bahwa suatu pekerjaan dilakukan secara efektif dan
sesuai dengan standar yang berlaku.

C. Kepatuhan penggunaan APD


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, jumlah dokter yang patuh dalam
menggunakan APD sebanyak 83 orang (85,6%) dan yang tidak patuh dalam
menggunakan APD sebanyak 14 orang (14,4%). Dari hasil penelitian tersebut, sebagian
besar dokter dalam kondisi patuh menggunakan APD. Namun, masih terdapat beberapa
dokter yang tidak patuh dalam menggunakan APD. Angka kepatuhan penggunaan APD
pada Dokter di Rumah Sakit Wilayah Provinsi Banten adalah sebesar 85,6%, angka ini
masih berada dibawah standar nasional yang berlaku (100%).
Berdasarkan penuturan dari salah satu komite Pencegahan dan Perlindungan Infeksi (PPI)
RSUD wilayah Provinsi Banten, rumah sakit selalu melaksanakan pemantauan berkala
sesuai dengan rekomendasi sebelas kewaspadaan standar, salah satunya terkait kepatuhan
penggunaan APD. Selain itu, telah dilaksanakan juga pendidikan dan pelatihan PPI
kepada seluruh sumber daya manusia rumah sakit untuk mengupayakan pencegahan dan
pengendalian infeksi.
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti, seluruh responden patuh dalam
menggunakan masker selama melakukan tindakan. Sedangkan sarung tangan digunakan
ketika akan melakukan tindakan tertentu seperti menyuntik, melakukan debridement pada
luka, pemasangan gips, dan menjahit luka. Untuk APD lainnya seperti penutup kepala,
kacamata pelindung, baju pelindung, dan penutup kaki digunakan pada instalasi tertentu
sesuai dengan tindakan yang dilakukan. Misalnya seperti tindakan caesarean section
yang dilakukan di ruang operasi, maka APD digunakan secara lengkap. Alasan kepatuhan
responden dalam menggunakan APD adalah karena responden menyadari risiko
penularan penyakit di layanan kesehatan yang dapat menyebabkan penyakit atau
kecelakaan akibat kerja. Namun demikian, masih terdapat responden yang tidak patuh
dalam menggunakan APD karena menurut responden tindakan yang dilakukan tidak
memerlukan penggunaan APD, seperti melakukan anamnesis ataupun pemeriksaan fisik
luar dari kepala sampai kaki. Selain itu, kondisi pasien yang sangat banyak menyebabkan
beberapa dokter tidak sempat menggunakan kacamata pelindung/face shield, pelindung
kaki, ataupun gown karena terburu-buru.
Alasan-alasan yang disebutkan sebelumnya kurang lebih sama seperti penelitian yang
dilakukan oleh Alah et al di Qatar. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa terdapat
beberapa hambatan dalam penggunaan APD oleh tenaga kesehatan, diantaranya karena
kekurangan APD, ketidaknyaman yang timbul akibat penggunaan APD, pasien yang
banyak dan kurangnya waktu, lupa, persepsi yang rendah terkait risiko terkena penyakit,
efektivitas APD yang dirasakan rendah, ketidakpatuhan rekan kerja dan supervisor, serta
kurangnya kebijakan/sanksi/hukuman bagi yang tidak patuh.J Sedangkan untuk alasan
kepatuhan penggunaan APD juga kurang lebih sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Siburian. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa alasan kepatuhan penggunaan
APD diantaranya adalah untuk menjaga kesalamatan diri, mematuhi kebijakan rumah
sakit, terdapat pengawasan rumah sakit, serta sudah menjadi kebiasaan dan juga
kebutuhan.60
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari seluruh 97 responden, sebanyak 97
responden (100%) patuh dalam menggunakan masker, 87 responden (89,7%) patuh
dalam menggunakan sarung tangan, 65 responden patuh dalam menggunakan baju
pelindung (67%), 52 responden patuh dalam menggunakan penutup kepala (53,6%), 32
responden (32,9%) patuh dalam menggunakan kacamata pelindung, dan 30 responden
(30,9%) patuh dalam menggunakan sepatu penutup. APD yang paling banyak digunakan
adalah masker, sedangkan APD yang paling jarang digunakan adalah sepatu penutup. Hal
ini disebabkan karena masker masih menjadi APD utama yang perlu digunakan terutama
setelah adanya pandemi COVID-19, sedangkan sepatu penutup hanya digunakan pada
instalasi tertentu ketika melakukan tindakan tertentu yang dapat menimbulkan
tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya ke kaki.

D. Hubungan usia dengan kepatuhan penggunaan APD


Berdasarkan hasil analisis, pada 46 responden yang berusia < 35 tahun, terdapat 13
responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD (28,3%). Sedangkan pada 51
responden berusia > 35 tahun, terdapat 1 responden yang tidak patuh dalam
menggunakan APD (2%). Dari hasil penelitian ini, didapatkan hubungan yang bermakna
secara statistik antara usia dengan kepatuhan penggunaan APD (P < 0,001).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sebayang, bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara usia dengan perilaku penggunaan APD pada tenaga Kesehatan di
RSUD Ulin Banjarmasin (P = 0,006). Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa pada
responden yang berusia > 35 tahun terdapat 14,3% responden yang berperilaku kurang.
Sedangkan padaresponden yang berusia < 35 tahun terdapat 37,5% responden yang
berperilaku kurang.K
Namun, ditemukan hasil yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Aditia et al,
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dengan kepatuhan
penggunaan APD pada petugas kesehatan Radjak Group 2020 (P = 0,861). Pada
penelitian tersebut didapatkan bahwa dari 116 responden yang berusia > 30 tahun
terdapat 32 orang (27,6%) yang tidak patuh. Sedangkan dari 56 responden yang berusia <
30 tahun terdapat 14 orang (25%) yang tidak patuh. Terdapat perbedaan juga dalam
penelitian ini dengan penelitian Aditia et al, bahwa penelitian aditia dilakukan di 10 UPK
dan 3 RS dengan sampel profesi perawat dan petugas laboratorium. Menurut penelitian
tersebut, usia tidak memiliki hubungan terhadap perilaku individu dan terdapat faktor
lainnya yang dapat mempengaruhi perilaku, yaitu pengetahuan.B
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut Notoatmodjo, bahwa semakin tua
seseorang, pengalaman yang dimiliki juga semakin banyak, pertimbangan mengenai etos
kerja juga lebih baik, serta lebih berkomitmen untuk meningkatkan kualitas. 37 Semakin
tua usia seseorang, pengalaman kerja yang dimiliki juga menjadi semakin banyak
sehingga seseorang menjadi lebih sadar mengenai kepentingan dan tujuan dari pemakaian
APD.

E. Hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan penggunaan APD


Berdasarkan hasil analisis, dari 42 responden laki-laki terdapat 5 responden yang tidak
patuh dalam menggunakan APD (11,9%). Sedangkan dari 55 responden perempuan,
terdapat 9 responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD (16,4%). Dari hasil
penelitian ini, tidak didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara usia
dengan kepatuhan penggunaan APD (P = 0,536).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Apriluana, bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku penggunaan APD pada
tenaga Kesehatan di RSUD Banjarbaru (P = 0,940).38 Dari hasil penelitian tersebut
didapatkan bahwa dari 92 responden perempuan, terdapat 22 responden (23,9%) yang
tidak patuh dalam menggunakan APD. Sedangkan dari 33 responden laki-laki, terdapat 7
(21,2%) responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD.
Namun, ditemukan hasil yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Aditia et al,
bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan
kepatuhan penggunaan APD pada petugas kesehatan Radjak Group 2020 (P = 0,005).
Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa dari 135 responden perempuan, terdapat
31,9% yang tidak patuh dalam menggunakan APD. Sedangkan dari 37 responden laki-
laki terdpat 8,1% yang tidak patuh dalam menggunakan APD. Menurut penelitian
tersebut, persentase patuh lebih besar pada responden laki-laki dikarenakan jumlah
petugas kesehatan laki-laki lebih sedikit dibandingkan responden perempuan. B Selain itu,
penelitian tersebut mengambil teori dari Lippa (2010) bahwa wanita memiliki
karakteristik alamiah untuk lebih tunduk dan perhatian dalam masalah yang ada pada
lingkungannya.M
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan penggunaan APD pada
penelitian ini terjadi karena baik laki-laki maupun perempuan memiliki kemampuan dan
kesempatan yang sama dalam memberikan tindakan dan kepatuhan penggunaan APD. 60
Selain itu, sejak adanya perkembangan pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan
tenaga kerja laki-laki terutama di ruangan UGD dan OK, distribusi jenis kelamin pada
petugas kesehatan di rumah sakit tidak jauh berbeda.K

F. Hubungan masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD


Berdasarkan hasil analisis, dari 42 responden dengan masa kerja < 3 tahun, terdapat 11
responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD (26,2%). Sedangkan dari 55
responden dengan masa kerja > 3 tahun, terdapat 3 responden yang tidak patuh dalam
menggunakan APD (5,5%). Dari hasil penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD (P = 0,004).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hasina, bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD pada tenaga
Kesehatan di IGD RS dr. Ramelan Naval Surabaya (P < 0,001).37 Dari hasil penelitian
tersebut, didapatkan bahwa dari 31 responden dengan masa kerja < 3 tahun, terdapat 13
orang (40,6%) responden yang tidak patuh. Sedangkan dari 43 responden dengan masa
kerja >3 tahun, terdapat 3 orang (7%) yang tidak patuh.
Namun, ditemukan hasil penelitian yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh
Aditia et al, bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara masa kerja
dengan kepatuhan penggunaan APD apda petugas kesehatan Radjak Group 2020 (P =
0,863). Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa dari 86 orang dengan lama
bekerja > 5 tahun terdapat 24 (27,9%) responden yang tidak patuh dalam menggunakan
APD. Sedangkan dari 86 orang dengan lama bekerja <5 tahun, terdapat 22 (25,6%)
responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD. Terdapat perbedaan definisi
operasional terkait masa kerja yang digunakan antara penelitian ini dengan penelitian
Aditia et al. Menurut hasil penelitian tersebut, semakin lama bekerja maka kepatuhan
semain menurun. Hal tersebut disebabkan karena rasa percaya diri yang didapatkan
karena pengalaman kerja yang lebih lama sehingga timul rasa lebih aman walaupun tidak
menggunakan APD. Selain itu, terdapat faktor lainnya yaitu kebijakan, dimana petugas
kesehatan yang lebih senior jarang diberikan sanksi ketika tidak menggunakan APD
karena anggapan senioritas yang masih berlaku dalam pekerjaan, sehingga kepatuhan
penggunaan APD juga menjadi rendah.B
Adanya hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD pada penelitian
ini adalah karena semakin lama seseorang bekerja, maka semakin banyak pengalaman,
pengetahuan, dan keterampilannya yang dampat memberikan pengaruh positif terhadap
kinerjanya, termasuk dalam penggunaan APD. Pengalaman belajar yang didapatkan
selama bekerja dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan karena dapat
meningkatkan penalaran secara ilmiah dan etik.R

G. Hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan penggunaan APD


Berdasarkan hasil analisis, dari 44 responden dengan tingkat pendidikan profesi dokter,
terdapat 13 responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD (29,5%). Sedangkan
dari 53 responden dengan tingkat pendidikan spesialis/S2/S3, terdapat 1 responden yang
tidak patuh dalam menggunakan APD (1,9%). Dari hasil penelitian ini, terdapat
hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan
penggunaan APD (P < 0,001).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Putri, bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam penggunaan APD
di RSUP DR. Kariadi Semarang (P=0,021).7 Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan
bahwa dari responden dengan tingkat diploma terdapat 58,1% yang tidak patuh.
Sedangkan dari responden dengan tingkat pendidikan S1 terdapat 26,3% yang tidak
patuh.
Namun, ditemukan hasil penelitian yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh
Komalig et al, bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara
pendidikan dengan kepatuhan penggunaan APD pada tenaga kesehatan di instalasi bedah
sentral RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado (P = 0,147). Dari hasil penelitian tersebut,
didapatkan bahwa dari 14 responden dengan tingkat pendidikan rendah terdapat 8 orang
(12,9%) yang tidak patuh. Sedangkan dari 48 responden dengan pendidikan tinggi,
terdapat 15 orang (24,2%) yang tidak patuh. Menurut hasil penelitian tersebut, tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan penggunaan APD, dikarenakan
perubahan tindakan karena pendidikan kesehatan itu didasarkan dari pengetahuan dan
kesadaran seseorang. Jadi, terdapat faktor lain yang lebih berhubungan dengan kepatuhan
penggunaan APD, yaitu pengetahuan, dimana seseorang dengan tingkat pendidikan yang
rendah tetap bisa memperoleh ilmu diluar pendidikan yang formal. 43 Terdapat perbedaan
tingkat kepatuhan penggunaan APD pada penelitian Komalig dengan penelitian ini,
karena penelitian tersebut hanya dilakukan di instalasi bedah sentral saja, sedangkan
penelitian ini dilakukan di 5 instalasi lainnya. Karena itu, tingkat kepatuhan penggunaan
APD lebih tinggi pada penelitian Komalig et al.
Alasan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan penggunaan APD
adalah karena pendidikan merupakan faktor predisposisi untuk perubahan perilaku.
Semakin tinggi pendidikan individu berimplikasi pada pengetahuan individu terkait
manfaat penggunaan APD yang nantinya mempengaruhi sikap individu dalam
menanggapi risiko dan bahaya yang dapat timbul apabila tidak menggunakan alat
pelindung diri.Q

H. Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD


Berdasarkan hasil analisis, dari 8 responden dengan pengetahuan rendah, terdapat 4
responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD (50%). Sedangkan dari 89
responden dengan pengetahuan tinggi, terdapat 10 responden yang tidak patuh dalam
menggunakan APD (11,2%). Dari hasil penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD (P = 0,014).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nirmalarumsari, bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD pada
perawat di Puskesmas Wara Selatan Kota Palopo (P = 0,057). Dari hasil penelitian
tersebut, didapatkan bahwa dari 24 responden yang memiliki pengetahuan tinggi, terdapat
12 (50%) responden yang memakai APD secara tidak lengkap. Sedangkan dari 6
responden yang memiliki pengetahuan rendah, terdapat 6 responden (100%) yang tidak
memakai APD secara lengkap. 47
Namun, ditemukan hasil yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Ambarita et al,
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan dengan
kepatuhan penggunaan APD pada tenaga medis di RS X Semarang (P = 0322). Dari hasil
penelitian tersebut, didapatkan bahwa terdapat 8,2% responden dengan pengetahuan
kurang, 13,1% responden dengan pengetahuan cukup, dan 78,7% responden dalam
pengetahuan yang baik. Menurut hasil penelitian tersebut, tidak didapatkan hubungan
antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD dikarenakan responden hanya
mengetahui apa yang dimaksud dari alat pelindug diri, belum memahami baik kegunaan
serta risiko yang timbul apabila tidak menggunakan APD. Faktor-faktor yang dinilai
dalam penelitian tersebut diantaranya adalah usia, pendidikan, masa kerja, pengetahuan,
sikap, dan pengawasan dari tenaga medis. Namun, tidak didapatkan hubungan yang
signifikan antara keseluruhan variabel dengan kepatuhan penggunaan APD. Ambarita et
al beranggapan bahwa masih terdapat faktor lainnya yang dapat berhubungan dengan
kepatuhan penggunaan APD namun masih belum diteliti.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Notoatmodjo, bahwa pengetahuan dapat
memodulasi perilaku serta respons terhadap suatu rangsangan yang ada. 44 Sehingga
pengetahuan yang baik akan memodulasi seseorang untuk memiliki perilaku yang baik
juga. Pengetahuan dari responden penelitian ini mayoritas tinggi, dikarenakan ada
beberapa faktor yang dapat menunjang pengetahuan tersebut. Sesuai dengan teori
Budiman dan Riyanto, bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi dari pendidikan,
informasi, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia.R

I. Hubungan sikap dengan kepatuhan penggunaan APD


Berdasarkan hasil analisis, dari 11 responden dengan sikap negatif, terdapat 5 responden
yang tidak patuh dalam menggunakan APD (45,5%). Sedangkan dari 86 responden
dengan sikap positif, terdapat 9 responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD
(10,5%). Dari hasil penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna secara statistik
antara sikap dengan kepatuhan penggunaan APD (P = 0,009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Maliangkay et al, bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara sikap dengan kepatuhan menggunakan APD sesuai SOP
di RSUD Noongan (P < 0,001). Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa dari 39
orang dengan sikap yang kurang, didapatkan 30 orang (76%) kurang patuh dalam
menggunakan APD sesuai SOP. Sedangkan dari 19 orang dengan sikap yang cukup,
didapatkan 4 orang (21%) kurang patuh dalam menggunakan APD sesuai SOP.V
Namun, ditemukan hasil yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati et
al, bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap dengan
kepatuhan penggunaan APD pada responden di rumah sakit Kabupaten Tuban Jawa
Tengah (P = 0,156). Dari hasil penelitian tersebut, dari 106 responden dengan sikap yang
tidak baik, didapatkan 55 orang (51,9%) tidak patuh. Sedangkan dari 52 responden
dengan sikap yang baik, didapatkan 20 orang (38,5%) tidak patuh. Menurut penelitian
tersebut, tidak adanya hubungan antara sikap dengan kepatuhan penggunaan APD
disebabkan karena sikap responden yang seimbang antara sikap positif dan negatif.
Menurut responden penelitian tersebut, mereka tidak patuh menggunakan APD karena
merasa bahwa APD akan membatasi interaksinya dengan pasien serta tidak nyaman dan
kesulitan ketika akan melakukan tindakan kepada pasien. Responden merasa bahwa
penggunaan APD juga tidak efektif dalam mencegah penularan penyakit, sehingga
memilih untuk bersikap negatif terhadap penggunaan APD.w
Salah satu alasan ketidakpatuhan penggunaan APD pada penelitian ini terkait faktor sikap
adalah karena responden merasa tidak perlu untuk dilakukan pengawasan terhadap
penggunaan APD. Hal ini berkaitan dengan teori health belief model, dimana sikap dapat
berpengaruh dalam berperilaku, khususnya perilaku kesehatan yang nantinya
berpengaruh pada perspektif seseorang terkait kesehatan.31 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan sebelumnya mengenai hubungan antara health belief model dengan kepatuhan
penggunaan APD pada perawat adalah stimulus untuk bertindak (OR = 2,465). Dalam
penelitian tersebut disebutkan bahwa sikap menjadi jembatan dalam melakukan tindakan
yang nyata, dalam hal ini adalah penggunaan APD.32
Sikap adalah reaksi/respons yang ditimbulkan seseorang dari suatu stimulus. Hasil akhir
dari sikap seseorang dapat menjadi positif ataupun negatif, dimana sikap yang positif
akan menyebabkan seseorang untuk mendekati, mencari tahu dan bergabung, sedangkan
sikap yang negatif akan menyebabkan seseorang menghindar dan menjauh.R Karena itu,
sikap yang postif dapat memunculkan perilaku yang positif dan begitu pula sebaliknya.

J. Hubungan ketersediaan APD dengan kepatuhan penggunaan APD


Berdasarkan hasil analisis, dari 8 responden dengan APD yang tidak tersedia, terdapat 1
responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD (12,5%). Sedangkan dari 89
responden dengan APD yang tersedia, terdapat 13 responden yang tidak patuh dalam
menggunakan APD (14,6%). Dari hasil penelitian ini, tidak terdapat hubungan yang
bermakna secara statistik antara ketersediaan APD dengan kepatuhan penggunaan APD
(P = 1,000).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Putri, bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara ketersediaan APD dengan kepatuhan penggunaan APD pada
perawat di Rumah Sakit Sari Asih Serang (P = 1,000). 7 Dari hasil penelitian tersebut, dari
1 responden dengan Ketersediaan APD tidak memadai, didapatkan 0 responden (0%)
yang tidak patuh. Sedangkan dari 61 orang responden dengan ketersediaan APD
memadai, didapatkan 30 responden (49,2%) yang tidak patuh. Dari penelitian tersebut,
variabel yang berhubungan dengan kepatuhan penggunaan APD adalah tingkat
pendidikan serta pengaruh dari teman sejawat.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Fatimah, bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara ketersediaan APD dengan kepatuhan penggunaan APD
pada perawat di RSU Haji Medan (P = 0,026). Dari hasil penelitian tersebut, dari 15
responden dengan APD tidak tersedia, didapatkan 8 responden (53,3%) yang tidak patuh.
Sedangkan dari 55 responden dengan APD tersedia, didapatkan 13 responden (23,6%)
yang tidak patuh. Menurut penelitian tersebut, hasil penelitian itu sesuai dengan teori
Green, bahwa ketersediaan APD merupakan fasilitas sarana prasarana yang termasuk
dalam faktor pendukung yang mendukung penggunaan APD oleh responden. 56
Alasan tingginya kepatuhan penggunaan APD pada ketersediaan APD yang rendah
adalah karena responden memiliki inisiatif untuk menyediakan APD secara pribadi,
Sedangkan ketidakpatuhan penggunaan APD .yang masih tinggi meskipun APD dalam
kondisi tersedia dapat disebabkan karena ketidaknyamanan dalam menggunakan APD.
K. Hubungan kebijakan penggunaan APD dengan kepatuhan penggunaan APD
Berdasarkan hasil analisis, dari 28 responden dengan kebijakan penggunaan APD tidak
tersedia, terdapat 8 responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD (28,6%).
Sedangkan dari 69 responden pada dengan kebijakan penggunaan APD tersedia, terdapat
6 responden yang tidak patuh dalam menggunakan APD (8,7%). Dari hasil penelitian ini,
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ketersediaan APD dengan
kepatuhan penggunaan APD (P = 0,022). Berdasarkan hasil observasi, pengawasan
dilakukkan oleh pihak rumah sakit secara rutin di semua ruangan dengan melihat
bagaimana pemakaian APD saat melakukan tindakan. Lalu hasil observasi tersebut akan
dievaluasi dan dicatat dalam buku laporan. Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh
rumah sakit di wilayah Provinsi Banten sudah baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fatimah, bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kebijakan penggunaan APD dengan kepatuhan penggunaan APD
pada perawat di RSU Haji Medan (P = 0,000).56 Dari hasil penelitian tersebut, dari 41
responden dengan tidak ada SOP, didapatkan 20 responden (48,8%) yang tidak patuh.
Dari hasil penelitian tersebut, dari 29 responden dengan ada SOP, didapatkan 1 responden
(3,44%) yang tidak patuh. Menurut penelitian tersebut, Kebijakan dari rumah sakit masih
belum dilaksanakan dengan baik. Salah satu ketidakpatuhan perawat dalam menggunakan
APD adalah karena kurangnya pengawasan dan sosialisasi dalam penggunaan APD.56
Dari hasil observasi, Petugas kesehatan beranggapan bahwa kepatuhannya terhadap
pedoman dipengaruhi dari tingkat dukungan yang diterima dari tim manajemen rumah
sakit melalui kebijakan penggunaan APD. Selain memberikan dorongan, budaya
keselamatan akan memberikan contoh praktik penggunaan APD yang sesuai untuk semua
staff. Pengawasan dari penggunaan APD oleh petugas kesehatan dilakukan untuk
mengatur perilaku tenaga kesehatan agar tetap aman sehingga dapat menurunkan risiko
penyakit akibat kerja maupun kecelakaan akibat kerja.X

L. Limitasi penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti mengalami beberapa keterbatasan
diantaranya:
1. Pengumpulan data kuesioner
Terdapat kendala terkait perizinan pada salah satu instalasi di RSUD Wilayah
Provinsi Banten yang menjadi lokasi penelitian. Karena itu, jumlah subjek penelitian
tidak dapat dibagi secara merata pada ketiga rumah sakit. Selain itu, dalam proses
pengisian kuesioner, dikarenakan responden memiliki jadwal yang padat sehingga
pengisian kuesioner membutuhkan waktu yang cukup lama.
2. Observasi
Peneliti hanya melakukan observasi pada salah satu tindakan yang sedang dilakukan oleh
responden dan tidak melakukan obervasi pada semua tindakan yang dilakukan oleh
responden. Misalnya, pada saat melakukan observasi, kegiatan responden adalah
melakukan follow-up di poliklinik dengan melakukan anamnesis saja, sedangkan
biasanya responden juga melakukan tindakan seperti debridement luka dimana APD yang
digunakan lebih lengkap. Karena hal tersebut, responden terkesan memiliki
ketidakpatuhan terhadap penggunaan APD

BAB VI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diteliti tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan penggunaan APD pada dokter di Rumah Sakit Wilayah Provinsi
Banten, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat kepatuhan penggunaan APD pada dokter di Rumah Sakit Wilayah Provinsi
Banten adalah sebesar 85,6%.
2. Karakteristik dari 97 dokter di rumah sakit wilayah Provinsi Banten menunjukkan 51
dokter (52,6%) berusia >35 tahun dan 46 dokter (47,4%) berusia < 35 tahun dengan
55 dokter (56,7%) berjenis kelamin perempuan dan 42 dokter (43,4%) berjenis
kelamin laki-laki. Sebagian besar responden sebanyak 55 orang (56,7%) memiliki
masa kerja >3 tahun dan sebanyak 53 orang (54,6%) memiliki pendidikan terakhir
pendidikan spesialis/S2/S3.
3. Terdapat hubungan antara usia dengan kepatuhan penggunaan APD pada dokter di
rumah sakit wilayah Provinsi Banten. Usia < 35 tahun berisiko 20 kali untuk
memiliki ketidakpatuhan penggunaan APD dibandingkan usia >35 tahun.
4. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan penggunaan APD
pada dokter di rumah sakit wilayah Provinsi Banten.
5. Terdapat hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD pada
dokter di rumah sakit wilayah Provinsi Banten. Masa kerja < 3 tahun berisiko 6 kali
untuk memiliki ketidakpatuhan penggunaan APD dibandingkan masa kerja > 3
tahun.
6. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan penggunaan APD
pada dokter di rumah sakit wilayah Provinsi Banten. Tingkat pendidikan profesi
dokter berisiko 22 kali untuk memiliki ketidakpatuhan dalam penggunaan APD
dibandingkan tingkat pendidikan spesialis/S2/S3.
7. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD pada
dokter di rumah sakit wilayah Provinsi Banten. Pengetahuan rendah berisiko 8 kali
untuk memiliki ketidakpatuhan penggunaan APD dibandingkan pengetahuan tinggi.
8. Terdapat hubungan antara sikap dengan kepatuhan penggunaan APD pada dokter di
rumah sakit wilayah Provinsi Banten. Sikap negatif berisiko 7 kali untuk memiliki
ketidakpatuhan penggunaan APD dibandingkan sikap positif.
9. Tidak terdapat hubungan antara ketersediaan APD dengan kepatuhan penggunaan
APD pada dokter di rumah sakit wilayah Provinsi Banten.
10. Terdapat hubungan antara usia dengan kepatuhan penggunaan APD pada dokter di
rumah sakit wilayah Provinsi Banten. Tidak tersedianya kebijakan penggunaan APD
berisiko 4 kali untuk memiliki ketidakpatuhan penggunaan APD dibandingkan
tersedianya kebijakan APD.

Anda mungkin juga menyukai