Anda di halaman 1dari 6

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis univariat

1. Persepsi terhadap HIV/AIDS

Hasil penelitian pada tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar

mahasiswa memiliki persepsi yang tidak baik terhadap ODHA dengan

jumlah 39 (55,7%) mahasiswa. Pada hasil penelitian didapatkan sebagian

besar mahasiswa menjawab sangat setuju pada pernyataan “Berganti-ganti

pasangan dapat meningkatkan HIV/AIDS” dengan jumlah 48 (68,6%)

mahasiswa. Sebagian besar mahasiswa menjawab setuju pada pernyataan

“Seseorang Yang menderita HIV/AIDS berhak memperoleh pekerjaan

dan berpartisipasi dalam masyrakat” dan “Seseorang yang menderita

HIV/AIDS bisa meraih kesuksesan dalam pekerjaan dan pendidikannya”

dengan jumlah 37 (52,9%) mahasiswa. Sedangkan sebagian besar

mahasiswa yang menjawab kurang setuju pada pernyataan “Seseorang

Yang menderita HIV/AIDS akan segera meninggal” dengan jumlah 52

(74,3%) mahasiswa.

Persepsi merupakan pandangan yang dimiliki oleh individu,

persepsi yang dimiliki oleh masyarakat maupun mahasiswa dapat dibentuk

dari dua faktor persepsi yaitu persepsi kerentanan dan persepsi

penerimaan. Persepsi negatif terhadap ODHA dapat berpengaruh terhadap

sikap dan penerimaan terhadap ODHA. Jika persepsi negatif ini dimiliki
oleh petugas kesehatan akan dapat berpengaruh terhadap kualitas layanan

pada ODHA dan pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup ODHA

(Afiani, 2017).

Mahasiswa kesehatan merupakan calon tenaga kesehatan yang

akan menjadi bagian dari petugas kesehatan, yang akan melakukan kontak

dan berperan dalam memberikan dukungan sosial kepada pasien, termasuk

pasien ODHA. Pengetahuan dan kompetensi yang mumpuni terkait

penyakit yang diderita pasien merupakan bekal mahasiswa kesehatan

dalam memberikan pelayanan kesehatan nantinya. Persepsi mahasiswa

kesehatan terhadap ODHA dapat menjadi gambaran bagaimana

pengetahuan maupun informasi yang diperoleh mahasiswa kesehatan

terkait permasalahan HIV/AIDS (Salsabila & Khoiriyah, 2019).

Penelitian ini sejalan dengan (Astuti, 2016) dengan judul faktor-

faktor yang mempengaruhi stigma mahasiswa kebidanan terhadap ODHA

di Kudus. Hasil penelitian dari 226 responden sebagian besar persepsi

responden yang baik terhadap HIV/AIDS sebanyak 171 responden dengan

persentase (75,7%) dan persepsi kurang tentang HIV/AIDS sebanyak 55

responden dengan persentase (24,3%).

Penelitian ini sejalan dengan (Setyorini, 2021) dengan judul

hubungan persepsi dengan kecemasan pada pasien HIV di Yayasan

Victory Plus Yogyakarta. Hasil penelitian didapatkan dari 30 responden

yang memiliki persepsi terbanyak dalam kategori persepsi tinggi sebanyak


24 responden (80,0%) dan responden yang memiliki persepsi yang rendah

sebanyak 6 responden (20,0%).

Menurut peneliti bedasarkan pertanyaan yang dijawab responden,

persepsi responden terhadap ODHA salah satu factor yang berpengaruh

terhadap munculnya stigma ODHA. Persepsi berhubungan sebab akibat

dengan stigma berat terhadap ODHA. Persepsi negative memiliki

pengaruh 2,071 yang bermakna bahwa responden dengan persepsi

negative dua kali beresiko mempunyai stigma berat. Responden banyak

menyatakan pernyataan sangat setuju dengan “Berganti-ganti pasangan

dapat meningkatkan HIV/AIDS” hal ini dikarenakan mahasiswa telah

mendapatkan pengetahuan bahwa berganti-ganti pasangan dapat

meningkatkan resiko terjadinya HIV/AIDS hal ini juga ada dalam pelajar

mahasiswa yaitu kesehatan reproduksi (kespro) bukan hanya itu

mahasiswa juga mengetahui melalui media. Pernyataan mahasiswa yang

sangat setuju dengan Seseorang Yang menderita HIV/AIDS berhak

memperoleh pekerjaan dan berpartisipasi dalam masyrakat dikarenakan

saat ini mahasiswa merasakan bahwa mencari pekerjaan bagi yang

memiliki riwayat HIV/AIDS sangatlah susah, dikarenakan stigma

masyakat yang menganggap bahwa penyakit HIV/AIDS gampang untuk

berpindah dan menyebabkan penularan.

Menurut peneliti mahasiswa yang memiliki sikap persepsi yang

tidak baik terhadap ODHA dikarenakan mahasiswa dilingkungan kurang

berinteraksi dengan ODHA sehingga persepsi penerimaan positif rendah.


Mahasiswa yang memiliki semester lebih banyak akan cenderung lebih

lama menempuh pendidikan, serta lebih sering untuk melakukan studi

dilapangan, magang atau praktek kerja lapangan sehingga cenderung lebih

banyak informasi yang didapat dibandingkan dengan mahasiswa yang

Belum memiliki semester yang banyak. Persepsi positif dan pengurangan

stigma dipengaruhi oleh pengetahuan yang cukup tentang factor resiko,

transmisi, pencegahan, serta pengobatan HIV/AIDS sehingga mahasiswa

tidak takut serta ditidak memberikan persepsi negatif terhadap ODHA.

Penyebab negatifnya persepsi juga karena mis-informasi mengenai

bagaimana HIV ditransmisikan.

2. Perilaku Pencegahan HIV/AIDS

Hasil penelitian pada tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar

mahasiswa menerapkan perilaku pencegahan HIV/AIDS yang baik dengan

jumlah 38 (54,3%) mahasiswa. Pada hasil penelitian diketahui bahwa

sebagian besar mahasiswa menjawab ya pada pernyataan “Menghindari

prilaku berisiko berhubungan seksual sebelum menikah” dengan jumlah

65 (92,9%) mahasiswa, sedangkan sebagian besar mahasiswa menjawab

tidak pada pernyataan “Tidak menggunakan narkoba” dengan jumlah 58

(82,9%) mahasiswa.

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia,

baik yang diamati maupun tidak bisa diamati oleh orang lain

(Notoatmodjo 2012). Menurut B.F Skinner dalam Achmadi (2013),

perilaku dapat dikontrol hanya berkenaan dengan kejadian atau situasi-


situasi yang dapat diamati. Kondisi sosial dan fisik dilingkungan sangat

penting dalam menentukan perilaku. Perilaku kesehatan adalah respon

seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau

penyakit, system pelayanan kesehatan,makanan,minuman dan lingkungan

(Notoatmodjo 2012).

Perilaku pencegahan adalah perilaku seseorang terhadap sakit dan

penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon, baik secara pasif

(mengetahui, bersikap, dan mempersepsikan penyakit dan rasa sakit yang

ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang

dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut (Yuliza, 2019).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Tampi, 2013) di SMA

Manado international school dengan jumlah responden 120 siswa yang

menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan responden sudah baik

tentang tindakan pencegahan HIV/AIDS dengan jumlah 84 responden 84

siswa (70%). Mayoritas responden bersikap positif tentang tindakan

pencegahan dengan jumlah responden 77 siswa (64,2%).

Dari hasil kuisioner penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan

oleh (Pratiwi, 2016) bahwa pengetahuan responden tentang cara

pencegahan HIV/AIDS dengan berhubungan seksual sebelum menikah

persentasenya 86 %, sedangkan pengetahuan remaja bahwa cara cara

pencegahan dengan tidak menggunakan jarum suntik bersama 78,9%.

.
Menurut peneliti bedasarkan pertanyaan yang dijawab responden,

peneliti berasumsi responden memiliki perasaan ingin tahu dan didkukung

dengan informasi yang mudah didapat saat ini seperti televisi, handphone,

majalah dll. Sehingga orang tua harus memberikan pengawasan kepada

responden apalagi repsonden saat ini sedang menempuh pendidikan yang

jauh dari orang tua. faktor responden tidak berperilaku pencegahan

HIV/AIDS didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba

segala hal yang belum diketahui. Responden dapat meningkatan

pengetahuan akan bahayanya HIV/AIDS dan cara penularannya sehingga

termotivasi untuk mencegah dan memunculkan perilaku mencegah

HIV/AIDS.

Menurut peneliti mahasiswa memiliki perilaku pencegahan yang

baik, mahasiswa melakukan perintah atau pesan orang tua untuk tidak

berbuat hal-hal yang kurang baik, mahasiswa juga menyadarinya

pentingnya belajar dan mengetahui tentang perilaku pencegahan

HIV/AIDS serta mahasiswa menyatakan bahwa tidak berhubungan

seksual sebelum menikah. Masih adanya responden yang memiliki

perilaku pencegahan yang tidak baik disebabkan oleh adanya persepsi

mahasiswa yang menganggap biasa ataupun sepele terhadap HIV/AIDS

seperti beranggapan bahwa HIV/AIDS penularannya hanya melalui

kontak seksual ataupun pemakaian jarum suntik yang tidak steril, sehingga

perilaku pencegahan kurang diterapkan oleh responden

Anda mungkin juga menyukai