Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

Chronic Kidney Disease

Oleh:
Nur Fahimmatur Rizqiyah
22710010

Pembimbing
dr. H. Rudyanto, Sp.PD, FINASIM

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DR WAHIDIN SUDIRO HUSODO
MOJOKERTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT DALAM

Chronic Kidney Disease

Oleh:

Nur Fahimmatur Rizqiyah 22710010

Telah disetujui dan disahkan pada

Hari :

Tanggal :

Mengetahui

Dokter Pembimbing

dr. H.Rudyanto, Sp.PD, FINASIM

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang
berjudul, “Chronic Kidney Disease”

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dr.Rudyanto, Sp.PD
FINASIM selaku pembimbing dibagian Penyakit Dalam RSUD Dr. Wahidin
Mojokerto dan rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam pembuatan
laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan guna perbaikan dalam pembuatan laporan kasus selanjutnya.

Semoga tinjauan pustaka ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi
para pembaca dan rekan-rekan sejawat.

Mojokerto, 10 Juni 2023

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I LAPORAN KASUS ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 17
BAB III KESIMPULAN....................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

4
BAB I
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
• Nama : Tn. SAS
• Umur : 63 tahun (01-03-1960)
• Alamat : Gamping, Rowa
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Agama : Islam
• Status Marital : Menikah
• Tanggal MRS : 4 April 2023

2. Keluhan Utama : Lemas


3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan lemas. Lemas dirasakan sudah 2 hari ini.
Jalan menjadi sempoyongan dan badan terasa sakit semua, Pasien mengatakan
bahwa sebelumnya kedua kakinya bengkak dan nafas ngongsrong sampai
terasa sesak. Keluhan disertai dengan demam tapi tidak sempat mengukur
suhunya. Hari ini pasien muntah 2x berisi cairan -/+ setengah gelas. Pasien
meminum obat pengontrol tekanan darah karena adanya riwayat tekanan darah
tinggi akan tetapi tidak rutin, dan sempat memeriksakan tensinya saat dirumah
yaitu, 80/palpasi. BAK sangat sedikit bahkan beberapa tetes ( 2x saja dalam 2
hari ini). 1 bulan yang lalu pasien mengaku pernah cek creatinine serum
dengan hasil 10.26 mg/dL (pada tanggal 25/02/23).

4. Riwayat Penyakit Dahulu


• Hipertensi (+) tidak terkontrol
• DM disangkal
• Cuci darah di sangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


• DM (-)
• Hipertensi (-)
• Tidak ada anggota keluarga yang mengidap sakit serupa

5
6. Riwayat Sosial dan Kebiasaan :
• Sering mengkonsumsi makanan yang asin-asin

• Pasien seorang perokok berat

7. Riwayat Pengobatan :
Pasien rutin minum obat:
• Nifedipin 1x3 mg
• Metildopa 2x500 mg

8. Pemeriksaan Fisik
• Kesadaran : Compos Mentis
• GCS : 456
• Keadaan umum : Lemah
• Vital Sign : Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 112 x/menit
Suhu : 36 °C
RR : 24 x/menit
SpO2 : 94% on NRBM
• Kepala Leher : a/i/c/d : +/-/-/-

• Pembesaran KGB : (-) Peningkatan JVP : (-)


• Thorax : Pulmo : Inspeksi :
- Pernapasan simetris kanan dan kiri
- retraksi intercostal (-)
Palpasi :
- fremitus raba simetris kanan dan
kiri
Perkusi :
- Perkusi paru sonor di kedua
lapang paru
Auskultasi :

6
Vesikuler +/+
Ronki +/+
Whezing -/-
Cor: Inspeksi: Jejas (-), Iktus cordis : tak tampak, Pulsasi :
tak tampak
Palpasi: Iktus cordis: tak teraba, Heave : tak teraba,
Getaran (thrill): teraba merambat sampai
bagian axilaris anterior sisnitra
Perkusi: Batas Jantung:
Kanan : ICS V Parasternal Dextra
Kiri : ICS VI Axillaris Anterior Sinistra
Atas : ICS III Parasternal Dextra
Auskultasi: S1 S2 Tunggal Reguler
Suara jantung tambahan : Murmur (-)
Gallop (-)

Abdomen : Inspeksi :

- Flat, jejas (-)


Auskultasi :
- Bising usus (+) normal
Palpasi :
- Soepel
- Nyeri tekan abdomen (-), Mac burney sign
(-), psoas sign (-).
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Inspeksi : edema (-)
Palpasi : AHKM, CRT < 2detik

9. Pemeriksaan Penunjang
• EKG

Interpretasi : irama sinus rhythm, HR 75x/menit, aksis normal


7
• Foto thoraks

Interpretasi : Foto Thorax AP:


Cor: besar, CTR >50%
Pulmo: terdapat peningkatan corakan bronkovesikuler
Sinus costoprhenicus kanan kiri tajam
Diaphragma kanan kiri normal
Tulang-tulang: tampak normal
Soft tissue tak tampak kelainan

Kesimpulan : Cardiomegali + edem paru

• Pemeriksaan Laboratorium
04 April 2023
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit 8.83 x 10^3/µL 3,80-10,60
Hb 6.6 g/dL (L) 13,2-17,3
Eritrosit 2.30 x 10^6/µL (L) 4,40-5,90
Hematokrit 18.6 %(L) 40-52

8
Trombosit 280 x 10^3/µL 150-400
MPV 7.9 Fl 6,1 (L) 9-13
MCV 81 fL 80-100
MCH 28.6 pg 26-34
MCHC 35.3 g/L 32-36
RDW-CV 18.2 % (L) 11,5-14,5
RDW-SD 46.6 fL 37-54
Eosinofil 2.0 0-0,4
Basofil 0.4 0-1
Neutrofil 78.9 (H) 50-70
Limfosit 7.4 (L) 25-40
Monosit 11.4 (H) 0-0,7
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu 113 mg/dL <200
BUN 92.7 mg/dL (H) 7.0-18.0
Kreatinin Darah 13.14 mg/dL (H) 0.50-1.30
eGFR 4 ml/min/1.73 m2 (L) >90
Kalsium 6.32 mg/dL (L) 8,40-10-20
Natrium 129.6 mmol/L (L) 136-145
Kalium 4.14 mmol/L 3,5-5,1
Chorida darah 101.7 mmol/L 98-107
9

10. Assement Awal


1. Problem List
1. Lemas
2. Muntah
3. Jalan sempoyongan
4. Sesak
5. Riwayat Kaki bengkak
6. Riwayat Tekanan darah tinggi
7. Tekanan darah 180/100mmHg

8. SPO2 94%

9. HB turun

10. BUN dan Kreatinin serum meningkat

11. GFR rendah

12. Kalsium dan natrium rendah

2. Diagnosa Awal
CKD stage V + Anemia + Hiponatremia + Hipokalsemia

11. Diagnosa Kerja


CKD stage V + Anemia + Hiponatremia + Hipokalsemia
12. Planning Terapi
Medikamentosa
• Oksigen NRBM 10 lpm
• Inf PZ 14 tpm
• Inj Ceftriaxone 2x1 g
• Inj. Furosemide 3x20 mg
• Inj Antrain 3x1 ampul
• Inj. Ranitidine 2x1 ampul
• Inj. Ondansentrom 3x1 amp 10

• Transfuse PRC 1 kolf/hari sampai Hb >9

• Cek SE post koreksi

Non Medikamentosa
• Konsumsi cairan tidak lebih dari 600cc/hari

13. Planning Tindakan


• MRS
• Observasi
14. Planning Monitoring
• Keluhan
• TTV
• Input dan output cairan
• Lab lengkap termasuk SE dan BUN/SK

11
Follow UP

Tanggal Subjective Objective Assasment Planning

05/04/2023 Pasien mengatakan badan KU: lemas CKD stage V + Anemia Planning Diagnosis:
+ Hiponatremia + DL, SE, HBsAg, Anti
terasa lemes, nafas masih GCS: 456 Hipokalsemia HCV. USG Abdomen
total
terasa ngongsrong, badan TTV:
Planning Terapi:
terasa sakit semua, muntah TD: 160/100 mmHg
Terapi lanjut
2 x sedikit berisi cairan HR: 84x/menit
Infus PZ 500 cc/24 jam
dan makanan, nafsu makan RR: 22 x/menit 14 tpm
Inj. Furosemide 3x1
menurun, sulit keluar air Suhu: 36 C ampul
Injeksi Antrain 3x1
kencing. spO2 : 99% dengan nasal kanul ampul
Injeksi Ranitidin 2x1
ampul
pemeriksaan fisik: Asam folat 1x1 tab PO
Calcium carbonate 3x1
K/L : a+/i-/c-/d- tab PO

Tho : ves+/ves+ Planning Monitoring:


Keluhan
Abdomen : soeple, BU (+) Input dan output
normal, nyeri tekan (-) TTV
Planning Edukasi:
Akral : HKM, crt<2 detik, edem

12
pitting bilateral +/+ Batasi cairan <600cc
perhari

Batasi jumlah protein 0,8


g/kg setiap harinya

Edukasi terkait penyakit


dan komplikasi

Edukasi terkait obat-


obatan

06/04/2023 Pasien mengatakan badan KU: Lemah CKD stage V + Anemia Planning Diagnosis:
terasa lemes, sesak + Hiponatremia +
berkurang, hari ini muntah GCS: 456 Hipokalsemia Planning Terapi:
1x tapi yang keluar hanya
TTV: Infus PZ 500 cc/14 tpm
sedikit berupa air dan
Injeksi Antrain 3x1
sedikit makanan , nafsu TD 150/90 mmHg ampul
makan menurun, tidak bisa
Injeksi Ranitidin 2x1
keluar air kencing. HR 82 x/menit
ampul
Suhu 36C Asam folat 1x1 tab PO
Calcium carbonate 3x1
RR 20 x/menit tab PO

Spo2 99% Planning Monitoring:

Keluhan
Pemeriksaan Fisik:
Input dan output
TTV
K/L : a+/i-/c-/d-

13
Tho : ves+/ves+ Planning Edukasi:

Abdomen : soeple, BU (+) Batasi cairan <600cc


normal, nyeri tekan (-) perhari

Akral : HKM, crt<2 detik, edem Batasi jumlah protein 0,8


pitting bilateral +/+ g/kg setiap harinya

Pemeriksaan Penunjang: Edukasi terkait penyakit


dan komplikasi
Hb: 9.2 g/dL (L)
Erit: 3.40jt (L) Edukasi terkait obat-
Hct: 27.4% (L) obatan
Neutrofil: 83.8% (H)
Limfosit 7.1 %. (H)
BUN 92.7 mg/dl, (H)
Kreatinin 13.14 mg/dl, (H)
eGFR 4 (L)
Kalsium 6.32 mg/dl (L)
Natrium 129.6 mg/dl (L)

14
06 April 2023
Hematologi Lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit 9.29 x 10^3/µL 3,80-10,60
Hb 9.2 g/dL (L) 13,2-17,3
Eritrosit 3.40 x 10^6/µL (L) 4,40-5,90
Hematokrit 27.4 %(L) 40-52
Trombosit 342 10^3/µL 150-400
PDW 10.8 fl 9.0-17.0
MPV 10.1 fl 9.0-13.0
P-LCR 25.3 % 13.0-43.0
MCV 80.6 fl 80.0-100.0
MCH 27.1 pg 26.0-34.0
MCHC 33.6 g/L 32.0-36.0
RDW-CV 15.9 % 11.5-14.5
RDW-SD 46.1 fl 37.0-54.0
Hitung Jenis Leukosit
Eosinophil 2.8 % 2.0-4.0
Basophil 0.1 % 0-1
Neutrofil 83.8 % 50.0-70.0
Limfosit 7.1 % 25.0-40.0
Monosit 6.2 % 2.0-8.0
Jumlah Eosinofil 0.26 10^3/µL 0.00-0.40
Jumlah Basofil 0.01 10^3/µL 0.00-0.10
Jumlah Neutrofil 7.78 10^3/µL 1.50-7.00
Jumlah Limfosit 0.66 10^3/µL 1.00-3.70
Jumlah Monosit 0.58 10^3/µL 0-0.7
KIMIA DARAH
Glukosa sewaktu 113 mg/dl <200
BUN 92.7 mg/dl (H) 7.0-18.0
Kreatinin darah 13.14 mg/dl (H) 0.50-1.30
eGFR 4 >90
ml/min/1.73m
2 (LL)
15
SERUM ELEKTROLIT
Kalsium 6.32 mg/dl (L) 8.40-10.20
Natrium 129.6 mg/dl (L) 136.0-145.0
Kalium 4.14 mg/dl 3.5-5.1
Chloride Darah 101.7 mg/dl 98.0-107.0
IMUNOSEROLOGI
Antigen SARS- Negatif Negatif
CoV-2

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu proses penyakit


yang mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi ginjal secara progresif,
yang pada akhirnya dapat terjadi gagal ginjal. Sedangkan gagal ginjal adalah
suatu keadaan klinis dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara
irreversible dan memerlukan terapi dialisis atau bahkan trasnplantasi ginjal.

Dalam menegakan suatu CKD maka perlu kriteria sesuai consensus


dialysis PERNEFRI, yaitu kerusakan ginjal setidaknya selama 3 bulan atau
lebih, yang didefinisikan sebagai abnormalitas structural atau fungsional
ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerular (LFG) yang
bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal (KDIGO,
2012).

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan hasil systematic review dan metaanalysis pada tahun


2016, didapatkan data prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil
Global Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian
peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke18
pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal
merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah
penyakit jantung. Pada 2015, beban ekonomi global terkait dengan diabetes
mencapai US $ 1,31 triliun, dan ini menjadi beban ekonomi global yang
cukup besar. Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah penyebab utama ke-16 dari
tahun kehidupan yang hilang di seluruh dunia (Kyneissia, 2021).

2.3 Faktor Risiko

Faktor resiko dari CKD dapat dibagi berdasarkan:

a. Faktor klinis yaitu diabetes, hipertensi, penyakit autoimun, infeksi


sistemik, infeksi saluran kencing, batu kandung kencing, obstruksi

17
saluran kencing bawah, keganasan, riwayat keluarga CKD,
penurunan massa ginjal, paparan banyak obat, serta berat lahir
rendah.

b. Faktor sosial demografi yaitu umur tua, etnik, terpapar banyak


bahan kimia dan kondisi lingkungan dan rendahnya pendidikan

Tabel 1. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di


Indonesia Tahun 2000 dan Tahun 2014

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2004 mencatat


faktor risiko penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di
Indonesia, seperti pada tabel 1. Hipertensi menduduki peringkat ke-4 faktor
risiko CKD yang menjalani hemodialisa. Walaupun menurut data Indonesian
Renal Registry (IRR) tahun 2014, hipertensi muncul sebagai penyebab
tertinggi pada tahun 2014.

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada pasien ini, dikutip berdasarkan


Diyono & Mulyanti (2019) menyatakan bahwa manifestasi dari CKD
sebagai berikut ;

a. Gangguan kardiovaskuler

Pada pasien ini terjadi hipertensi,dan sesak nafas akibat gagal jantung
dan edema pulmonal. Hipertensi dapat berdampak pada penurunan
sirkulasi pada ginjal sehingga ginjal akan mengaktivasi renin-
angiotensin-aldosteron system (RAAS) untuk meningkatkan tekanan
darah secara sistemik dengan meretensikan natrium dan berakibat terjadi
kerusakan pada ginjal. Dan hipertensi yang berlangsung selama kronik
juga berakibat pada kemampuan jantung untuk memompa lebih besar
pasokan darah sehingga terjadi gagal jantung kongestiv disertai edem

18
pulmonal oleh karena penumpukan cairan.

b. Gangguan Pulmoner

Edem pulmonal, batuk dengan sputum kental dan riak, suara crackles.
Manifestasi dari edem pulmonal

c. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan metabolisme


protein dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat metabolisme
bakteri usus seperti ammonia danmelil guanidine serta sembabnya
mukosa usus.

d. Gangguan muskuloskeletal

Restless leg syndrome (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),


miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas).

e. Gangguan cairan

Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya


retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. Seperti
yang terjadi pada kasus ini, berdasarkan hasil laboratorium serum
elektrolit terjadi hyponatremia dan hipokalsemia.

f. Sistem hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,


sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut KDIGO pada tahun 2012
meliputi kriteria penurunan GFR dan peningkatan rasio albuminuria dan serum
kreatinin. Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut KDIGO bertujuan untuk

19
menentukan penanganan pasien, dan urgensi penanganan dari penyakit ginjal
kronis tersebut.
Kriteria yang digunakan KDIGO untuk menentukan urgensi penyakit ginjal
kronis adalah Glomerulus Filtration Rate (GFR), GFR merupakan kemampuan
glomerulus ginjal untuk memfiltrasi darah. GFR dapat dihitung dengan
menggunakan jumlah serum creatinine dengan rumus formula Cockcroft Gault
sebagai berikut:
(140−𝑢𝑠𝑖𝑎)𝑥 𝐵𝐵 𝑥(0,85 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑙𝑎𝑘𝑖−𝑙𝑎𝑘𝑖)
GFR = 72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛

Hasil GFR dapat diinterpretasikan dengan tabel berikut:

Pada hasil perhitungan formula Cockcroft Gault pada kasus ini didapatkan
angka 4 ml/min/1.73/m2 sehingga dapat dikatakan sebagai end stage renal
disese.sehingga dalam penanganannya pasien ini memerlukan dialysis.

2.6 Patofisiologi

Pada awalanya patofisiologi CKD tergantung pada penyakit yang


mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Dalam kasus ini pasien memiliki riwayat hipertensi yang kemungkinan
tidak terkontrol sebelumnya. Dalam hal patofisiologi hipertensi terdapat dua
mekanisme yang mendasari, pertama mekanisme autoregulasi dan kedua adalah
mekanisme aktivasi system renin angiotensin aldosterone (RAAS) (Elain et al.
2019).
Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ vital (otak,
jantung,dan ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari perubahan
tekanan perfusi. Kekurangan autoregulasi divascular bed dan aliran darah dapat
mengakibatkan tekanan darah meningkat secara mendadak dan resistensi vaskular
20
sistemik dapat terjadi, yang sering menyebabkan stress mekanis dan cedera
endothelial. Mekanisme kedua yaitu aktivasi RAAS yang menjadi faktor risiko
terjadinya gangguan pada ginjal. CKD dikaitkan dengan peningkatan aktivitas
RAAS. Ketika tubuh mengalami hipertensi tidak terkontrol, maka akibat yang
dapat ditimbulkan pada ginjal adalah penurunan aliran darah di kapiler peritubular
glomerulus sclerosed. Sebagai akibat dari penurunan aliran darah efektif
(dirasakan) ini, glomeruli di daerah ini mengalami hipersekresi renin, sehingga
meningkatkan kadar angiotensin II yang bersirkulasi. Angiotensin II memiliki efek
vasokonstriktor langsung, yang meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik
dan tekanan darah. Karena terdapat lebih sedikit glomeruli yang berfungsi pada
CKD, setiap glomerulus yang tersisa harus meningkatkan laju filtrasi glomerulus
(GFR): meningkatkan tekanan arteri sistemik membantu meningkatkan tekanan
perfusi dan GFR. Angiotensin II juga mendorong reabsorpsi natrium di tubulus
proksimal dan (melalui aldosteron). Selain itu, kehilangan total GFR mengganggu
ekskresi natrium, yang juga menyebabkan retensi natrium. Retensi natrium
menyebabkan hipertensi melalui mekanisme volume-dependent dan volume-
independent. Kelebihan volume ekstraseluler menyebabkan peningkatan perfusi
jaringan perifer, yang merangsang vasokonstriksi, meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer, dan karenanya meningkatkan tekanan darah. Mekanisme
volume-independen termasuk peningkatan kekakuan pembuluh darah dan
peningkatan aliran simpatik sentral (sekuel langsung dari peningkatan natrium
ekstraseluler). Studi eksperimental dan klinis menunjukkan bahwa kadar
angiotensin II (yang lebih tinggi pada pasien CKD seperti yang dijelaskan di atas)
secara langsung merangsang aktivitas symphatic nervus system (SNS), disfungsi
endotel (termasuk gangguan produksi nitro oksida), stres oksidatif, dan
peningkatan kadar endotelin juga terlibat dalam patogenesis hipertensi pada pasien
CKD (Elain et al. 2019)..
Selanjutnya setelah terjadi injury vascular dan kerusakan pada ginjal pasien
CKD. Maka yang dapat terlihat pertamakali adalah anemia, oleh karena ginjal
tidak dapat memproduksi erythropoietin sebagai agen perangsang erythropoiesis.
Dan terjadinya edema karena retensi natrium oleh ginjal yang dalam jangka
panjang dapat mengakibatkan hyponatremia. Selanjutnya pada pasien CKD
biasanya terdapat komplikasi kronik salah satunya adalah Gangguan Mineral dan
Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik (GMT-PGK), dimana kadar kalsium rendah
21
(hipokalsemia), fosfat tinggi dan hormon paratiroid tinggi. Peningkatan hormon
paratiroid bisa terjadi akibat retensi fosfat, yang menyebabkan turunnya kalsium
terionisasi (Elain et al. 2019).

Hipertensi

Dinding pembuluh darah menjadi


hipertrofi

Less blood and less O2

Aktivasi
RAAS

Injury

Glomerulosclerosis

Kerusakan nefron ginjal

CKD

Hematologic Gangguan pada Kegagalan meng ekskresikan


Elektrolit
Mineral urea

Eritropoietin
Na retensi Retensi
tidak dapat di Kalium Penumpumkan urea dalam darah
Aktivasi vit. D
eksresikan
terhambat 1. TD meningkat
dan Hyperkalemia Azotemia
2. edema
Anemia Tidak dapat
Pencernaan System saraf pusat
mengabsorbsi Ca
dalam usus Akibat aktivasi RAAS
1.Nausea Ensefalopati
2.Nafsu makan uremikum
mengaktivasi parathyroid menurun
untuk merangsang tulang
mengeluarkan calsium tulang
menuju ke dalam darah

Renal osteodistorfi

22
2.7 Pendekatan Diagnosis

1. Gambaran Klinis yang dapat ditemukan pada pasien ini


berdasarkan (Suwitra, 2014):

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari, dalam hal ini pasien


mengalami hipertensi dengan TD 180/100mmHg.

b. Sindroma Uremia, yang terdiri dari lemah, anoreksia, mual,


muntah, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati
perifer.

c. Gejala komplikasinya antara lain, anemia, gangguan


keseimbangan elektrolit hyponatremia dan hipokalsemia
dengan manifestasi lemas dan jalan sempoyongan yang
dirasakan oleh pasien.

2. Gambaran Laboratoris yang didapatkan pada kasus ini, meliputi


(Suwitra, 2014):

a. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan


kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung
mempergunakan rumus Kockcroft – Gault.

b. Kelainan biokomiawi darah meliputi penurunan kadar


hemoglobin, hiponatremia, atau hipokalsemia.

3. Gambaran Radiologis yang didapatkan pada kasus ini (Suwitra,


2014):

a. Pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan hasil dengan


kesimpulan Terdapat kardiomegali disertai dengan edem
pulmo.

4. Biopsy dan pemeriksaan Histopatologi Ginjal (Suwitra, 2014):

• Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan biopsi.

• Sebagai informasi pemeriksaan biopsy Di indikasikan pada


pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal,
23
dimana didiagnosis secara non invasive tidak bisa ditegakkan.

• Dan kontraindikasi pada keadaan dimana ukuran ginjal yang


sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi
yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan
darah, gagal napas dan obesitas.

2.8 Tatalaksana

Tabel 4 Rencana tatalaksana CKD sesuai dengan derajatnya

Penatalaksanaan CKD meliputi:


1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara USG, biopsy, dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menetukan indikasi yang tepat terhadap terapi
spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal,
terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali mengikuti kecepatan penurunan LFG pada pasien CKD. Hal ini
untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
Faktor komorbid tersebut antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi
yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan
radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

24
3. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal
a. Retriksi protein

Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG< 60 ml/mnt,


sedangkan diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak
selalu dianjurkan. Pada penderita CKD konsumsi protein yang
direkomendasikan adalah 0,6-0,8 gr/kgBB/hari (50% protein
dianjurkan yang mempunyai nilai biologi tinggi) dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari. Sebab kelebihan protein tidak disimpan dalam
tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain yang
terutama diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, diet tinggi
protein pada pasien CKD akan mengakibatkan penimbunan
substansi nitrogen dan ion anoganik lain dan mengakibatkan
gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia.
b. Terapi farmakologi
Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk
memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk
menghambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa obat
antihipertensi terutama penghambat enzim yang merubah
angiotensin (ACE inhibitor) melalui berbagai studi dapat
memperlambat proses perburukan fungsi ginjal lewat
mekanismenya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
c. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap
penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi,

25
dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan
cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
• Diabetes melitus: Pada pasien DM, kontrol gula darah, hindari
pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa
kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai
normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
• Hipertensi: Penghambat perubahan enzim angiotensin
(Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor) atau antagonis
reseptor Angiotensin II kemudian dilakukan evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau
timbul hiperkalemia harus dihentikan dan dapat diganti dengan
calcium channel bloker, seperti verapamil dan diltiazem. Dalam
tatalaksanan hipertensi pada pasien ini diberikan obat
antihipertensi golongan CCB yaitu amlodipine dan metildopa.
• Dislipidemia: Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl
dianjurkan golongan statin
• Anemia: Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl. Anemia
pada CKD terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kada Hb ≤ 10 g% atau Hct
≤ 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis.
Pemberian transfuse pada CKD harus dilakukan secara hati-hati,
berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat.
• Hiperfosfatemia: Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet
pada pasien CKD secara umum, yaitu tinggi kalori, rendah
protein, dan rendah garam, karena fosfat sebagian besar
terkandung dalam daging dan produk hewan, seperti susu dan
telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg hari. Pembatasan
asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk mencegah
terjadinya malnutrisi.
• Kelebihan cairan: Pembatasan cairan dan elektrolit bertujuan
mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular. Air
yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang
keluar dengan asumsi bahwa air keluar melalui insensible water
26
loss antara 500- 800 ml/hari, maka air yang dianjurkan masuk
500-800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi
adalah Na dan K sebab hiperkalemia dapat mengakibatkan
aritmia jantung yang fatal dan hipernatremia dapat
mengakibatkan hipertensi dan edema.
4. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
a. Anemia
Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan dan
status besi harus diperhatikan karena EPO memerlukan besi dalam
mekanisme kerjanya. Tujuan pemberian EPO adalah untuk
mengoreksi anemia renal sampai target Hb= 10g/dL.
Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah 7-9g/dL.
Pemberian transfusi darah pada pasien CKD harus hati-hati dan
hanya diberikan pada keadaan khusus yaitu:
• Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik
• Hb < 7g/dL dan tidak memungkinkan menggunakan EPO
• Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik
b. Osteodistrofi renal
Osteofdistrofi adalah istilah yang menggambarkan secara umum
semua kelainan tulang akibat gangguan metabolisme Kalsium
karena terjadinya penurunan fungsi ginjal. Penatalaksanaannya
dilakukan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian
hormon kalsitriol. Hiperfosfatemia diatasi dengan pembatasan
asupan fosfat 600-800mg/hari, pemberian pengikat fosfat seperti
kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat serta pemberian
bahan kalsium mimetik yang dapat menghambat reseptor Ca pada
kelenjar paratiroid dengan nama sevelamer hidroklorida.
5. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi
tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

27
2.9 Komplikasi

Komplikasi Gagal Ginjal, yaitu karena tidak akan mampu melakukan


penyaringan pembuangan elektrolit tubuh. Penyakit gagal ginjal berkembang
secara perlahan ke arah yang semakin buruk di mana ginjal tidak mampu lagi
bekerja sebagaimana fungsinya (Ariani, 2016).

Komplikasi dari gagal ginjal kronik menurut (Padila, 2018) :


1. Gangguan keseimbangan elektrolit : Hiperkalemia, hipokalsemia
2. Gangguan asam basa : asidosis
3. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung
4. Hipertensi, anemia
5. Perdarahan saluran cerna

Gambar 2. Kerusakan pada ginjal berdasarkan stadium

2.10 Prognosis
Secara umum, penderita CKD memiliki 5-years-survival-rate sekitar 35%
dan 25% pada penderita CKD dengan diabetes mellitus. Penderita CKD yang
menderita hypoalbuminemia juga memiliki prognosis yang kurang baik. Hal
tersebut dikarenakan rendahnya kadar bicarbonate yang merupakan salah satu
element kidney protector. Pada pasien ini berdasarkan pada kadar albuminuria
(92.7 mg/dl) dan pengukuran GFR didapatkan 4 ml/min/7.13m2 maka pada
kategori very high risk.

28
Gambar 5. Prognosis CKD berdasarkan jumlah albumin (KDIGO, 2012)

29
BAB III

KESIMPULAN

1. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berjalan progresif dan lambat
(berlangsung dalam beberapa tahun), dimulai dengan: penurunan cadangan ginjal,
insufisiensi ginjal, gagal ginjal, penyakit ginjal tingkat akhir yang disertai dengan
komplikasi-komplikasi target organ, dan akhirnya menyebabkan kematian.
2. Diagnosa dini meliputi gambaran klinis, laboratorium sederhana, dan segera
memperbaiki keadaan komplikasi yang terjadi. Jika sudah terjadi gagal ginjal
terminal, pengobatan yang sebaiknya dilakukan adalah: dialisis dan transplantasi
ginjal. Pengobatan ini dilakukan untuk mencegah atau memperlambat tejadinya
kematian.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, S. 2016. Stop Gagal Ginjal dan Gangguan-Gangguan Ginjal Lainnya: Seputar
Ginjal dan Ragam Jenis Lainnya. Jogjakarta: Wirogunan.

Diyono & Mulyani 2019. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Andi. Yogyakarta

Elain Ku et al. 2019. Hypertension in CKD: Core Curriculum 2019. Am J Kidney Dis.
74(1): 120-131. Published online March 19, 2019. doi: 10.1053/ j.ajkd.2018.12.044

KDOQI (Kidney Disease Outcomes Quality Initiative). 2020. Clinical Practice


Guideline For Nutrition In Ckd: 2020 Update

Kyneissia Vika Gliselda. 2021. Diagnosis dan Manajemen Penyakit Ginjal Kronis
(PGK). Jurnal Medika Hutama Vol 02 No 04, Juli 2021.

Ni Luh Inten et al. 2021. hubungan kadar kalsium dan fosfor penderita gagal ginjal
kronik dengan hemodialisa di laboratirium klinik prodia denpasar. Volume 12
Nomor 01 Maret 2021

NKF-KDIGO. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and
management of chronic kidney disease. ISN. 2013; 3(1):1–163.

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). 2015. Annual Report of Indonesian Renal


Registry. Pernefri. 2015:8:1-45.

Sato Yuki et al. 2020. Pathophysiology of AKI to CKD progression. Seminars in


Nephrology, Vol 40, No 2, March 2020, pp 206−215

Setiati S. Alwi I, Sudoyo A W, Stiyohadi B, Syam A F. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi-VI. Jakarta: Interna Publishing

Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sehati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk,
Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta Pusat : Interna
Publishing : 2014 ; 2159-2165

Tjokroprawiro. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Perpustakaan Nasional RI :


Katalog dalam Terbitan (KDT).

31

Anda mungkin juga menyukai