Anda di halaman 1dari 22

TUGAS IKT 3

Skenario 1
“Nyeri Perut”

Oleh :
Mochamad Dava Wardana
NPM : 17700157
Kelompok 10
Dosen Pembimbing Tutor:
Eva Diah Setijowati, dr., MSi.Med

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2020
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN...................................................................................................3
Latar Belakang.........................................................................................................3
BAB I Skenario........................................................................................................4
BAB II Kata Kunci..................................................................................................5
BAB III Problem......................................................................................................6
 Rumusan Masalah........................................................................................6
 Tujuan..........................................................................................................6
BAB IV Pembahasan...............................................................................................7
 Anatomi Fisiologi........................................................................................7
 Etiologi.........................................................................................................9
BAB V Hipotesis Awal..........................................................................................13
BAB VI Analisis Diferential Diagnosa..................................................................14
BAB VII Hipotesis Akhir......................................................................................17
BAB VIII Mekanisme Diagnosis...........................................................................18
BAB IX Strategy Menyelesaikan Masalah............................................................19
BAB X Prognosis dan Komplikasi........................................................................21
BAB XI Daftar Pustaka.........................................................................................22
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Pada scenario SGD ini, kami mendapatkan suatu kasus yaitu Pak Adi, 45 tahun
mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu, nyeri awalnya dirasakan di ulu hati
semakin lama semakin hebat.

BAB I
Scenario

Pak Adi, 45 tahun mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu, nyeri awalnya
dirasakan di ulu hati semakin lama semakin hebat.
BAB II
Kata Kunci

 mudah marah saat berpergian dengan mobil


 mahasiswi usia 20 tahun
BAB III
Problem
Rumusan Masalah
 kenapa mahasiswi usia 20 tahun mudah marah saat berpergian dengan mobil?
 kenapa mahasiswi usia 20 tahun dibawa ibunya datang ke praktek dokter?
 apakah ada hubungan antara usia 20 tahun dengan mudah marah?
 apakah hanya berpergian mobil saja mahasiswa tsb marah?
Tujuan
 Untuk mengetahui penyebab marahnya mahassiswi tersebut ketika berpergian
menggunakan mobil
 Untuk mengetahui penyebab dibawanya mahasiswi tersebut ke praktek dokter oleh
ibunya
 Untuk mengetahui apakah ada hubungannya mudah marah dengan usia 20 tahun
 Untuk mengetahui apa hanya berpergian dengan mobil saja mahasiswi tersebut marah
BAB IV
PEMBAHASAN
Anatomi Fisiolog
Otak bagian depan adalah bagian otak paling anterior dan paling terlihat, terdiri
dari dua belahan, satu di kiri dan satu di kanan. Setiap belahan otak telah
membagi tugas untuk menerima sebagian besar informasi sensorik dari sisi
tubuh yang kontralateral (berlawanan), serta mengendalikan sebagian besar
otot pada sisi tubuh yang berlawanan. Semua itu dikerjakan dengan bantuan
akson yang melintas ke sumsum tulang belakang dan nuklei saraf kranial.
Lapisan luar otak bagian depan disebut korteks serebrum. Di bawah lapisan
korteks serebrum terdapat struktur-struktur lain, seperti talamus yang
merupakan sumber input utama untuk korteks serebrum. Di bawah lapisan
korteks serebrum terdapat struktur-struktur lain, seperti talamus yang
merupakan sumber input utama untuk korteks serebrum. Serangkaian struktur
yang di sebut basal ganglia memiliki peran utama dalam aspek-aspek
pergerakan tertentu. Terdapat sejumlah struktur lain yang saling terhubung dan
membentuk pembatas yang mengelilingi batang otak, di sebut dengan sistem
limbik. Struktur-struktur tersebut berperan penting, khususnya untuk
pengaturan emosi, contohnya seperti makan, minum, aktivitas seksual,
kegelisahan, dan berperilaku kasar.
Sistem limbik terdiri dari : struktur bulbus olfaktori, hipotalamus, hipokampus,
amigdala dan girus singulat korteks serebrum. Penjelasan otak bagian depan di
mulai dari area di bawah korteks serebrum.
1. Thalamus
Sebagian besar informasi sensorik masuk ke dalam talamus terlebih dahulu,
yang kemudian akan memproses dan meneruskannya ke korteks serebrum.
Satu informasi sensorik yang tidak melalui talamus adalah informasi olfaktori,
yang lintasannya di mulai dari reseptor olfaktori dan langsung dilanjutkan ke
korteks serebrum, tanpa melalui talamus. Terdapat banyak nuklei pada talamus
yang mendapatkan input utama dari salah satu sistem sensorik, contohnya
penglihatan. Nukleus kemudian mentransmisi informasi tersebut ke satu bagian
korteks serebrum. Korteks serebrum mengembalikan aliran informasi ke
talamus, memperpanjang, dan menguatkan input-input tertentu, bertujuan
untuk memfokuskan perhatian pada stimulus tertentu.
2. Hipothalamus
Hipotalamus meneruskan pesan ke kelenjar pituitari sehingga mengendalikan
pelepasan hormon kelenjar tersebut, sebagian dengan bantuan saraf dan
sebagian lagi dengan bantuan hormon. Kerusakan pada salah satu nuklei yang
terdapat dalam hipotalamus akan menyebabkan gangguan pada perilaku yang
berkaitan dengan motivas, misalnya : makan, minum, pengaturan suhu tubuh,
perilaku seksual, perkelahian, atau tingkat aktivitas tubuh.
3. Kelenjar Pituitary
Kelenjar pituitari merupakan kelenjar endokrin (penghasil hormon) yang
melekat pada bagian bawah hipotalamus melalui batang yang terbentuk dari
neuron, pembuluh darah dan jaringan ikat. Kelenjar pituitari melepaskan
hormon ke dalam pembuluh darah sebagai bentuk respons informasi yang di
terima dari hipotalamus, melalui pembuluh darah hormon tersebut akan menuju
organ target.
4. Bangsal Ganglia
Bangsal ganglia adalah sebuah kelompok struktur yang terdapat dibawah
korteks serebrum dan lateral terhadap talamus. Terdapat tiga struktur pada
bangsal ganglia, yaitu : nukleus kaudat, putamen, dan globus palidus. Bangsal
ganglia memiliki banyak bagian yang saling bertukar informasi dengan bagian
korteks serebrum yang berbeda. Hubungan tersebut paling banyak di temukan
pada bagian frontal korteks serebrum, sebuah bagian yang bertanggung jawab
atas perencanaan rangkaian perilaku dan untuk beberapa aspek ekspresi
memori dan emosional. Pada kondisi tertentu, seperti penyakit parkinson dan
huntington, basal ganglia mengalami penurunan fungsi. Gejala yang paling
terlihat adalah gangguan pergerakan, tetapi penderita juga adanya depresi,
penurunan memori dan motivasi, serta gangguan perhatian.
5. Dasar Otak Bagian Depan
Terdapat beberapa struktur yang terletak di satu sisi dorsal otak bagian depan,
salah satunya adalah nukleus basalis. Struktur tersebut menerima input dari
hipotalamus dan bangsal ganglia, akson-akson nukleus basalis akan
melepaskan asetilkolin pada daerah yang luas di korteks serebrum. Kita
mungkin menganggap bahwa nukleus basalis merupakan penengah antara
pembangkitan emosi oleh hipotalamus dan pemrosesan informasi oleh korteks
serebrum. Nukleus basalis merupakan kunci perangsangan sistem otak,
keterjagaan, dan perhatian. Penderita penyakit Huntington atau Parkinson akan
mengalami gangguan perhatian dan kecerdasan yang disebabkan oleh nukleus
basalis yang tidak aktif atau menurun fungsinya.
6. Hipokampus
Hipokampus adalah sebuah struktur besar yang terletak di antara talamus dan
korteks serebrum, mengarah ke sisi posterior otak bagian belakang.
Hipokampus berperan penting dalam penyimpanan beberapa memori tertentu,
memutuskan bagaimana cara terbaik untuk mengategorikan memori yang
tergantung pada hipokampus. Individu yang mengalami kerusakan hipokampus
akan kesulitan untuk menyimpan memori yang baru, tetapi memori yang di
simpan sebelum kerusakan terjadi tidak hilang.
Etiologi
Marah seringkali menjadi senjata bagi semua mahkluk untuk mempertahankan
hidupnya, melalui cara atau mekanisme yang paling alami, yaitu menyerang
mahkluk lain yang menjadi penggangu atau pengancamnya. Tidak juga
terkecuali manusia, juga memiliki menkanisme marah sebagaimana mahkluk
hidup lainnya. Namun manusia memiliki penyebab marah yang lebih beragam,
tidak sekedar ancaman yang bersifat fisik semata. Harga diri yang merasa
direndahkan, harapan yang tidak terwujud, adanya perasaan permusuhan yang
terus menerus juga merupakan hal-hal yang sering kali mendorong terjadinya
marah.
Marah memiliki mekanisme di dalam otak sebagaimana proses-proses emosi
lainnya. Sebagaimana diketahui otak memiliki satu bagian yang
disebut amygdala yang memiliki fungsi untuk mengidentifikasi ancaman-
ancaman. Ancaman-ancaman tidak selalu harus bermakna fisik, tetapi juga
bermakna psikologis. Jika ada sinyal ancaman yang teridentifikasi oleh indra
atau juga otak, maka amygdala akan mengirimkan peringatan-peringatan.
Seringkali peringatan-peringatan ini sangat cepat dan efektif, sehingga
kemudian membuat manusia langsung bereaksi terhadap sinyal-sinyal yang
dikirim amygdala ini sebelum sampai dan mendapatkan tanggapan yang normal
dari korteks yaitu bagian otak yang bertanggung jawab terhadap proses berfikir
dan menimang. Sehingga reaksi yang ditimbulkan dari proses marah tersebut
bersifat tanpa pertimbangan sama sekali. Dengan kata lain otak memiliki
saluran yang sangat cepat untuk bereaksi tanpa adanya pertimbangan-
pertimbangan.
Ketika seseorang marah, terdapat mekanisme-mekanisme fisik yang berubah
dan memiliki mekanisme-mekanisme hormonal yang secara otomatis akan
dilepas oleh tubuh kita. Ketika marah, di dalam otak akan melepas sejenis
bahan kimia yang bernama catecholamine. Bahan kimia ini berfungsi
sebagai neutrontransmitter. Pelepasan bahan kimia ini akan menimbulkan
ledakan energi yang akan bertahan beberapa menit.
Selanjutnya melalui proses yang cepat kemudian ada tambahan pelepasan
hormon andrenalin dan norandrenalin yang menyebabkan rangsangan untuk
marah bertahan lebih lama dan menimbulkan reaksi-reaksi yang tidak logis,
seperti berani yang berlebihan, tidak peduli, bahkan bisa sampai pada
perbuatan yang sangat ganjil. Bersamaan dengan berbagai proses pelepasan
hormon2 dan bahan kimia di dalam otak tersebut kemudian secara fisik akan
berdampak kepada detak jantung yang meningkat, otot-otot tubuh yang
meregang, tekanan darah yang meningkat, laju nafas yang meningkat seiring
dengan detak jantung yang makin kencang, wajah menjadi kemerah-merahan
seiring dengan aliran darah yang meningkat.
Ikutnya pelepasan andrenalin sebagai akibat dari proses marah tersebut
kemudian menyebabkan situasi marah bisa bertahan lama, bahkan sampai
beberapa hari, karena hormon andrenalin tersebut bertahan dalam waktu yang
lama (berjam-jam,bahkanterkadangberhari-hari). Pelepasan andrenalin tersebut
juga membuat ambang batas marah menjadi lebih rendah, sehingga seseorang
akan lebih rentan marah jika mengalami ganguan.
Sebagaimana diketahui marah yang tidak terkontrol bisa sangat membahayakan
baik bagi diri sendiri maupun terhadap orang lain. Kelebihan manusia
dibandingkan dengan mahkluk lain adalah dikarunia otak untuk berfikir, dan
mengontrol dirinya. Walaupun marah juga dihasilkan dalam mekanisme otak,
namun pengendalian marah juga dilakukan oleh otak. Itulah sebabnya seseorang
harus mampu mengendalikan kemarahannya melalui proses pengendalian di
dalam otak.
Tidak akan ada orang yang akan terlepas dari kondisi yang tidak mengenakan,
tidak selalu juga seseorang dapat mendapatkan sesuatu sebagaimana
harapannya. Dilain hal, seseorang memiliki cara memandang diri yang berbeda-
beda antara satu orang dengan orang lain, sehingga ada orang yang memandang
dirinya lebih tinggi dari kondisi sosial yang seharusnya. Kondisi-kondisi
tersebut kemudian menjadi pemicu kemarahan. Itulah sebabnya marah
merupakan proses yang sangat manusiawi bagi manusia. Masalahnya adalah
seberapa mampu manusia mengelola emosi yang terkait dengan marah tersebut,
sehingga menimbulkan dampak yang positif baik bagi diri sendiri maupun bagi
orang lain.
Jika dilihat dari proses fisik sebagaimana gambaran pada paparan di atas, marah
yang tidak terkontrol terjadi sebagaimana rangsangan amygdala yang langsung
direspon oleh tubuh yang lain. Respon tersebut dapat berupa menyerang secara
fisik atau memaki dengan kalimat-kalimat yang bernada menyerang dengan
tujuan menyakiti orang lain atau pihak yang menjadi ungkapan kemarahan.
Respon tersebut terjadi sebelum aliran sinyal yang dikirim
oleh amygdala tersebut sampai kepada korteks untuk mendapatkan
pertimbangan-pertimbangan logis. Marah yang seperti ini biasa disebut dengan
marah yang tidak terkontrol. Kondisi inilah yang seringkali kemudian bisa
mencelakakan diri orang yang marah tersebut, bahkan juga pada orang lain.
Bahkan bisa menjadi penyesalan yang berkepanjangan bagi orang yang marah.
Jika proses marah sebagaimana hal di atas terjadi pada orang yang tidak
berpengaruh terhadap banyak orang mungkin tidak banyak orang yang akan
terdampak, tetapi jika marah yang tidak terkontrol tersebut terjadi pada orang
dengan pengaruh yang kuat atau terjadi pada pemimpin dengan pengikut yang
besar, maka dapat dipastikan akan memiliki dampak kehancuran yang sangat
besar. Itulah sebabnya seorang pemimpin harus mampu marah dengan
terkontrol. Marah yang terkontrol terjadi ketika proses marah telah melewati
pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh korteks. Bukan marah yang
langsung direspon oleh tubuh akibat sinyal yang dikirim
oleh amygdala sebelum menerima pertimbangan-pertimbangan logis dari bagian
otak yang disebut korteks.
Tidak ada yang tidak bisa dilatih jika hal tersebut terkait dengan otak, demikian
juga dengan mengontrol kemarahan.
BAB V
HIPOTESIS AWAL ( DIFFERENTIAL DIAGNOSIS )

1. Vehopobia/Amaxophobia
2. Ombrophobia
3. PTSD ( Post Traumatic Stress Disorder )
BAB VI
ANALISIS DIFFERENTIAL DIAGNOSA
Phobia
Phobia adalah suatu bentuk dari gangguan kecemasan. Sebagai bagian dari gangguan
kecemasan, akar berkembangnya gejala ini yaitu pengelolaan yang kurang adaptif
terhadap pengalaman-pengalaman rasa takut yang menimbulkan rasa cemas, yang
pernah dialami seseorang sepanjang kehidupan, terhadap sesuatu hal atau objek
tertentu. Pada kasus ini beberapa phobia yang berhubungan yaitu:
Amaxophobia 
Merupakan salah satu jenis ketakutan atau phobia yang ada di dunia.
Namun, Amaxophobia ini unik dikarenakan para penderitanya akan memiliki
ketakutan tersendiri ketika menaiki suatu kendaraan mobil
Ombrophobia
Ombrophobia adalah adalah phobia terhadap hujan, orange yang menderita phobia ini
biasanya akan berdiam diri di dalam rumah.
Gejala Klinis:
- Panic
- Merasa takut
- Badan bergemetar
- Frustasi (dalam bentuk tangisan)
- Jantung bedebar – debar
- Tubuh bergemetar dan berkeringat
Post Traumatic Stress Disorder
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah sindrom yang muncul setelah seseorang
melihat, mendengar atau terlibat dalam stresor traumatis yang ekstrem. PTSD terjadi
karena paparan peristiwa traumatis dan didefinisikan berdasarkan cluster gejala yang
berbeda antara lain kembali merasakan sedang dalam peristiwa trauma atau flashback,
menghindar, emosi tumpul/numbing dan gejala tersebut tetap bertahan selama lebih
dari 1 bulan. (Sadock, B.J .& Sadock, V.A., 2007)
Gejala pemunculan stressor, terjadi pada :
1. Orang yang mengalami, menyaksikan, atau mempelajari peristiwa yang
melibatkan kematian yang tragis, kecelakaan serius atau kekejaman pada
diri sendiri dan orang lain.
2. Orang yang mengalami ketakutan, ketidakberdayaan atau ketakutan hebat
(pada anak-anak, respon tersebut mengakibatkan perilaku kacau atau
memprovokasi).
Gejala dari peristiwa yang dialami lagi, ditunjukan oleh :
1. Perilaku mengungkit kembali peristiwa mengganggu. 3 Makalah, GSPT,
Sunardi, PLB FIP UPI, 2007
2. Mengingat kembali mimpi buruk suatu peristiwa
3. Berperilaku atau seolah-olah trauma tersebut muncul kembali (ilusi,
halusinasi, dan kembali ke masa lalu yang bersifat disosiatif)
4. Distress psikologis yang hebat atas munculnya tanda-tanda internal atau
eksternal yang mensimbolkan dengan suatu aspek dari trauma tersebut.
5. Reaksi psikologis yang muncul berulang-ulang seperti pada gejala diatas.
Gejala gangguan kehidupan. Yaitu gangguan yang menyebabkan distress dalam fungsi
sosial atau bidang penting lainnya. Sedangkan menurut Hasanuddin (2004), dalam
Ilmu Psikiatri gejala-gejala GSPT dapat dikelompokkan menjadi 4 kriteria, yaitu :
a) Kriteria A : Trauma Meliputi pengalaman langsung dan menyaksikan
kejadian yang mengancam kematian serta respon terhadap kejadian berupa
rasa takut yang sangat kuat dan rasa tidak berdaya.
b) Kriteria B : re-experiencing/re-koleksi kilas balik ingatan berulang Meliputi
rekoleksi ingatan kejadian berupa bayangan, pikiran dan persepsi. Seperti
mimpi yang menakutkan dan berulang, merasa kejadian itu terjadi kembali,
serta reaksi fisik dan psikis yang sama berulang pada saat terjadi, jika
teringat trauma tsb. 4 Makalah, GSPT, Sunardi, PLB FIP UPI, 2007
c) Kriteria C : penghindaran dan penumpulan emosi Meliputi meliputi usaha
menghindari pikiran, perasaan dan percakapan yang berhubungan dengan
trauma, menghindari aktivitas dan lokasi yang mengingatkan dengan trauma,
tidak mampu mengingat trauma, hilang minat dalam aktivitas, perasaan
lepas dan asing pada lingkungan tempat trauma terjadi, kehilangan emosi
dan perasaan menumpul, serta merasa kehilangan masa depan.
d) Kriteria D : hipersensitif dan iritabilitas meninggi terhadap rangsang
Meliputi sulit tidur, ledakan kemarahan, sulit konsentrasi, waspada
berlebihan, dan respon terkejut yang berlebihan.
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR ( DIAGNOSIS )

Berdasarkan analisa kelompok, pada akhirnya mendapat diagnosis yang paling logis yaitu
PTSD ( Post Traumatic Stress Disorder )
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS
Diffential Diagnosis
amaxophobia

Mudah marah saat bepergian ombrophobia


dengan mobil
Sering menagalami gangguan
Post Traumatic Stress Disorder
tidur ( mimpi buru)
Pengalaman hidup yang
menyakitkan
Gagal jantung

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum: komposmentis (sadar baik),
kulit tampak basah berkeringat, tidak ada luka,
lebam
Vital Sign:
Tensi: 135/90
Pemeriksaan Penunjang Rr: 30
Laboratorium Nadi: 115
Hematologi rutin: dbn Suhu: 37
Gula darah acak: 103 mg/dl Kepala leher:
Kolesterol: dbn a/I/c/d : -/-/-/-
As. Urat: dbn Pupil isorkor/ reflek cahaya: +/+
Pembesaran KGB (-)
T3, T4, TSH: dbn
Pembesaran tiroid (-)
Urin: toksikologi test (-) Thorax
Radiologi:
P= vesikuler, wheezing-/-/, ronki -/-
Abdomen
Bising usus +
Hepar, lien tak teraba
Ekstremitas
Edema (-)
Ekspirasi Memanjang
Ext :
akral : +/+, +/+ (pucat, dingin)
Diagnosis Akhir:
Post traumatic stress
disorder (PTSD)

BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

Penatalaksanaan
Pengobatan gejala PTSD umumnya terdiri dari terapi obat-obatan dan juga dilakukan
psikoterapi.
Psikoterapi
 Terapi kognitif: Membantu pengidap untuk mengenali cara pikir (pola kognitif) yang
menyebabkan terhambatnya pengidap dalam proses melalui peristiwa traumatis
tersebut.
 Terapi paparan: Terapi paparan bertujuan untuk membantu pengidap agar bisa
menghadapi situasi dan memori yang dianggap menakutkan sehingga pengidap dapat
menghadapinya dengan efektif. Terapi ini efisien terutama pada kasus dimana
pengidap mengalami kilas balik atau mimpi buruk.
 Eye movement desensitization and reprocessing (EMDR): EMDR menggabungkan
terapi paparan dan sebuah serial pergerakkan mata terarah untuk membantu pengidap
memproses sebuah peristiwa traumatis dan dokter akan mengamati reaksi pengidap.
 Obat-Obatan
o Antidepresan: Obat ini membantu meringankan gejala depresi,
cemas, gangguan tidur dan gangguan konsentrasi.
o Antikecemasan: Obat ini membantu meredakan gangguan cemas yang berat.
o Prazosin: Efektivitas prazosin dalam meringankan gejala dan menekan
terjadinya mimpi buruk masih dalam perdebatan.
Selain itu, farmakoterapi juga dapat dilakukan sebagai pendukung psikoterapi. Terapi
ini bertujuan untuk meminimalisir gejala-gejala dari PTSD dengan penstabilan zat-zat
pada otak yang menyebabkan kecemasan, kekhawatiran, dan depresi. Adapun
beberapa contoh farmakoterapi yang sering digunakan dalam kasus PTSD, antara
lain: 8
1)         Golonganbenzodiazepin:Chlordiazepoxide,Diazepam,Lorazepam.
2)         Golongannon-benzodiazepin:Buspirone,Sulpiride,Hydroxyzine.
3)         Golonganantidepresan:Trisiklik,Amitriptyline,Imipramine.
4)         GolonganMonoamin Oksidase Inhibitor(MAOI):Moclobemide
5)         Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI): Sertraline,
Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine.
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

 Komplikasi PTSD
PTSD bisa mengganggu kehidupan penderitanya, baik di lingkup keluarga atau
pekerjaan. Selain itu, penderita PTSD juga berisiko menderita gangguan mental lain,
seperti:
o Depresi
o Gangguan makan
o Gangguan kecemasan
o Ketergantungan alkohol
o Penyalahgunaan NAPZA
Penderita PTSD juga lebih berkemungkinan memiliki keinginan untuk melukai diri
sendiri bahkan bunuh diri.
 Prognosis
pada penyakit PTSD berbeda-beda tergantung pada pasien. Prognosis yang baik
ditentukan dengan onset gejala yang cepat, durasi gejala yang singkat, fungsi
pramorbid yang baik, dukungan sosial yang kuat, tidak adanya gangguan psikiatri,
kondisi medis, dan penggunaan zat berbahaya lainnya. Prognosis yang buruk pada
umumnya dialami oleh pasien yang berusia sangat muda dan lanjut usia. Sedangkan
pasien pada usia pertengahan, dapat ditoleransi lebih baik.

BAB XI
DAFTAR PUSTAKA

 American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders (5th ed.). Arlington, VA: American Psychiatric Publishing. pp. 271–280.
 Lynn M. A. 2015. Genetic approaches to understanding post-traumatic stress disorder.
Int J Neuropsychopharmacol. 2014 Feb; 17(2): 355–370.
 Coetzee R.H. 2010. Detecting post-deployment mental health problems in primary
care. J R Army Med Corps;156:196-9.
 Tentama,Fatwa.2014. DUKUNGAN SOSIAL DAN POST-TRAUMATIC STRESS
DISORDER PADA REMAJA PENYINTAS GUNUNG MERAPI. Jurnal Psikologi
Undip. Vol.13 No.2 Oktober 2014, 133-138.
(https://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/download/8084/6631).
online:18 September 2020.
 Atrup dan Setyawati, S. P. 2016a. “Model Konseling Integratif Berbasis Hipnoterapi
dalam Memecahkan Masalah Traumatik”, Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing
Tahun Kedua, Kediri: LPPM UN PGRI Kediri.
 DR. KUSMAWATI HATTA, M.PD. 2016. TRAUMA DAN PEMULIHANNYA.
Dakwah Ar-Raniry Press Jl. Lingkar Kampus Darussalam Banda Aceh 23111.
 Adshead G, Ferris S. Treatment Of Victims of Trauma. Advances in Psychiatric
Treatment.2007;13:358-368.
 Maslim Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis dan Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III

Anda mungkin juga menyukai