Anda di halaman 1dari 69

IDEOPOLSTRATAK

Perang dan Politik


Pengertian perang merupakan lebih sekedar suatu urusan politik melalui cara-cara lain.
Sedangkan politik adalah perang tanpa pertumpahan darah sedangkan perang adalah politik
dengan pertumpahan darah. Menurut Mao Tse Tsung, pengertian perang dan politik pada
hakekatnya sama, yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan/maksud, Cuma bentuknya
berbeda.

Arti Stratak Dalam Perang Dan Politik


Taktik adalah penggunaan kekuatan untuk memenangkan suatu pertempuran. Strategi
adalah memanfaatkan pertempuran untuk mengakhiri peperangan. Memimpin bala tentara
untuk mengalahkan musuh dan memenangkan suatu pertempuran bukanlah segala-galanya.
Taktik adalah bagaimana menentukan sikap atau menggunakan kekuatan dalam menghadapi
peristiwa politik tertentu pada saat tertentu. Sedangkan strategi adalah bagaimana
menggunakan peristiwaperistiwa
politik dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai rencana perjuangan. Dalam politik
tidak dapat dibayangkan kapan idiologi akan terlaksana, karenanya strategi dalam politik
tidak dapat meliputi sampai tercapainya tujuan (ideology), karenanya hanya meliputi jangka
waktu tertentu.

Hubungan Taktik Dan Strategi


Taktik adalah bagian dari strategi. Karenanya taktik baru tunduk dan mengabdi kepada
strategi. Rencana perjuangan (strategi) meliputi perjuangan secara menyeluruh baik dalam
hubungan daerah, nasional dan internasional maupun mengenai semua segi penghidupan
dan kehidupan masyarakat/Negara, ekonomi, hankam, kebudayaan, agama dan lain-lain.

Kedudukan Stratak Dalam Perjuangan Ideology


Stratak tidaklah berdiri sendiri melainkan hanya merupakan alat pelaksana untuk mencapai
tujuan (ideology. Karenanya stratak harus mengabdi kepada perjuangan untuk mencapai
tujuan ideologi.
Tugas Utama Strategi Dan Taktik
Sebagai cara menggunakan organisasi untuk mencapai rencana perjuangan dalam jangka
waktu tertentu, serta sebagai cara berjuang menentukan sikap pada saat tertentu menghadapi
masalah politik tertentu, maka tugas stratak adalah menciptakan, memelihara, dan
menambah syaratsyarat yang akan membawa kepada tujuan. Syarat-syarat yang meliputi
kekuatan fisik berupa tenaga manusia, kekuatan mental, kekuatan materil serta posisi
didalam Negara dan masyarakat.
Tegasnya tugas stratak adalah untuk machts-vorming dan macht-anwending.

Macht : power = kekuasaan

Kracht : force kekuatan

Power : force + position

Macht = kracht + posisi

Kekuasaan = kekuatan + posisi

Position without force = nekad position

Force without position nekad force

Posisi tanpa kekuatan = posisi mentah

Kekautan tanpa posisi = kekuatan mentah

Position – force without ideologi = nekad power

Posisi tidak dapat dipisahkan dengan kekuatan. Posisi yang baik = separuh kekuatan. Posisi
strategis adalah menentukan berhasil tidaknya rencana perjuangan (strategi). Posisi taktis
menentukan berhasil tidaknya langkah-langkah taktik. Machts-vorming dan machts-
anwending yang menjadi tugas stratak tidak lain tujuannya melainkan apa yang disebut Mao
Tse Tung: bahwa tugas stratak ialah untuk mempertahankan/menambah kekuatan dan atau
posisi sendiri serta menghancurkan atau mengurangi kekuatan dan atau posisi lawan. Baik
buruknya suatu staratak ditentukan oleh berhasil tidaknya mempertahankan kekuatan sendiri
atau mengurangi kekuatan lawan. Demikian pula baik buruknya leadership tidak terletak
pada tegas atau tidaknya, berani atau tidak, populer atau tidak melainkan kepada hasil
kepemimpinannya dan hasil dalam kepemimpinan ialah apa saja yang dapat
mempertahankan kekuatan/posisi sendiri serta yang dapat mengurangi kekuatan atau posisi
lawan.

Dasar-Dasar Menyusun Startegi


1. Rencana perjuangan yang merupakan unsur pokok dan stretegi adalah menetapkan
sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi dalam jangka waktu tertentu. Besar kecilnya
sasaran yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu disesuaikan dengan kemampuan
organisasi.
2. Jangka waktu merupakan unsur strategi
3. Rencana strategi garuslah banyak memiliki sasaran alternatif
4. Sasaran yang hendak dicapai dengan rencana strategis adalah selalu dalam rangka
machts-vorming.

Dasar-Dasar Membentuk Taktik


Taktk adalah menentukan langkah atau sikap pada saat tertentu, menghadapi peristiwa
politik tertentu.
1. Fleksibilitas
Sikap atau langkah tidak mutlak menuju pada satu arah saja melainkan dapat berubah-ubah
menurut kondisi baik kondisi objektif maupun kondisi subjektif. Sebuah rencana harus
mempertimbangkan kekautan lawan untuk menggagalkan rencana tersebut. Karena itu, apa
yang akan dilakukan oleh musuh/lawan terhadap kita harus selalu dipertimbangkan. Jika
anda mengetahui tentang musuh anda dan mengetahui tentang diri anda sendiri, anda tidak
perlu takut akan hasil yang diperoleh dari ratusan pertempuran. Jika anda mengetahui
tentang diri anda sendiri, tetapi tidak mengetahui tentang musuh anda , untuk mendapatkan
suatu kemenangan anda akan menderita kekalahan. Jika anda tidak mengetahui baik diri
anda maupun musuh anda, anda akan mengalami kekalahan dalam setiap pertempuran. Seni
peperangan mengajarkan kita untuk tidak mempercayai bahwa musuh tidak akan datang,
tapi mengajarkan kita untuk tidak mempercayai bahwa musuh tidak akan menyerang kita,
tapi mengajarkan kita untuk mempersiapkan posisi kita agar tidak terkelahkan.
2. Orientation, Evaluation and Estimation
Sebelum menentukan sikap atau langkah taktis, harus melihat keadaan secara tepat.
Kemudian menilai keadaan itu dihubungkan dengan keadaan kita dan kehendak lawan dan
sesudahnya lalu menentukan langkah dan mengira-ngira bagaimana hasilnya nanti. Hasil
tidak dapat dipastikan tapi dengan orientasi dan evaluasi yang tepat akan terbayang ada
tidaknya kans untuk hasil. Setelah sasaran taktis ditetapkan sekaligus sasaran alternatifnya
atau dengan bahasa populer; kita menetapkan program minimum.

3. Kerahasiaan
Biar lawan meraba-raba apa langkah yang akan kita ambil agar mereka tidak dapat
menghalang-halangi.

4. Gerak Tipu
Lima S ( Sasaran, Sarana, Sandaran, Sistem, Saat )

5. Perpaduan Kondisi Subjektif dan Kondisi Objektif


Kondisi subjektif ialah mengenai kekuatan atau keadaan organisasi sendiri. Kondisi objektif
ialah mengenai keadaan, situasi atau iklim politik. Jika kondisi subjektif baik tetapi kondisi
objektif tidak baik taktik tidak akan berhasil. Begitupun sebaliknya.

Hukum-Hukum Stratak
1. Kwantitas
Jumlah yang besar akan mengalahkan jumlah yang kecil. Pihak yang berjumlah kecil tidak
boleh menyerang musuh yang berjumlah besar. Jika musuh yang berjumlah besar
menyerang pihak yang berjumlah kecil hendaknya menyingkir. Musuh yang berjumlah
besar tidak dapat dihancurkan sekaligus, melainkan sedikit demi sedikit dan secara terus
menerus. Kehancuran sedikit demi sedikit disebabkan oleh kesalahannya sendiri, karenanya
dengan jalan provokasi atau lain usahakan di melakukan kesalahan sikap atau gerakan yang
salah.

2. Kwalitas dan Kwantitas


Kurang dalam kwantitas harus diimbangi dengan kelebihan dalam kwalitas. Kurang dalam
kwaliitas harus diimbangi dengan kelebihan kwantitas.

3. Posisi
Posisi yang baik adalah separuh kekuatan. Posisi yang tidak baik memerlukan dua kali
kekuatan.

4. Cadangan
Pihak yang mempunyai cadangan, walaupun telah mundur dan kalah akan dapat maju
kembali. Jika musuh sedang kalah dan mundur, kejarlah. Hancurkan cadangan musuh
sebelum musuhmaju dan bangkit kembali dengan cadangannya.
5. Kawan, Sekutu dan Lawan
Secara ideologis, kawan adalah yang seideologi. Secara strategis sekutu harus selalu
diperbanyak dan pihak-pihak lawan harus dikurangi. Musuh nomor satu adalah golongan
terbesar yang ideologinya membahayakan kehidupan ideologi sendiri. Sekutu dan musuh
nomor satu adalah lawan. Lawan dan sekutu nomor satu adalah musuh. Antara sekutu dan
musuh terdapat golongan-golongan yang bukan musuh dan bukan sekutu. Golongan ini pada
suatu saat dapat menjadi musuh, pada saat lain menjadi sekutu dan pada satu ketika dapat
pula sekaligus menja\di sekutu dan musuh.

6. Devide et empera
Pecah belah musuh dan hancurkan dulu yang besar.

7. Menyerang adalah Pertahanan yang Terbaik


Yang menang ialah yang selalu pegang inisiatif Biarkan lawan bergerak menurut inisiatif
kita pada saat dan tempat kita pilih. Biarkan lawan beraksi terus terhadap isue-isue yang kita
lontarkan. Tujuan membenarkan setiap cara,sepanjang tidak bertentangan dengan kekuatan
ideologi serta tidak membawa akibat yang dapat merugikan sendiri.
Kepemimpinan, Manajemen dan Organisasi

Setiap lembaga/instansi memiliki tujuan dan cita-cita di dalamnya, sebagai proses untuk
mencapai tujuannya, Untuk mengoperasikan sebuah lembaga/instansi, dibutuhkan satu
kesatuan perangkat yang berhubungan sebagai motor penggerak instansi/lembaga yaitu
kepemimpinan, manajemen dan organisasi.

Kepemimpinan-berasal dari kata pemimpin-adalah ilmu/metode yang mengajarkan


bagaimana seseorang menjadi sebuah ‘mercusuar’ dalam sebuah instansi/lembaga yang
mampu menjadi patron bagi para bawahan2nya. Kepemimpinan adalah salah satu bagian
yang vital dalam hal mengoperasikan sebuah instansi/lembaga. Sebuah instansi/lembaga
harus memiliki pemimpin yang memiliki kriteria yang mencukupi sebagai seorang
pemimpin untuk menjalankan roda kegiatan instansi/lembaga secara maksimal sebagai
bagian dari proses menuju cita2 instansi/lembaga.

Untuk menjadi seorang pemimpin yang ideal tidaklah mudah. Beberapa kriteria seorang
pemimpin ideal diantaranya adalah : bijaksana, arif, cerdas, tangkas, berwawasan luas,
berintelektual dan berani. Kriteria menjadi seorang pemimpin yang ideal memang memiliki
banyak interpretasi, namun satu hal yang pasti seorang pemimpin yang cakap harus
menguasai kecerdasan intelektual, kecerdasan moral dan kecerdasan spiritual yang
merupakan elemen utama dan harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

Seorang pemimpin juga harus memilik intuisi dan psikologis yang peka. Pemimpin yang
ideal harus mengetahui sisi kelebihan dan kekurangan instansi/lembaga yang dipimpinnya.
Dia memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi kelebihan lembaganya dan meminimalisir
kekurangannya agar roda kegiatan instansi/lembaga berjalan dengan profesional dan
proporsional.

Dalam bingkai keislaman dan kebangsaan, Indonesia telah memiliki beberapa tokoh yang
layak untuk dijadikan teladan dan menjadi bahan referensi bagi para generasi2 pemimpin di
masa yang akan datang. Dalam dunia islam sendiri, umat muslim patut menjadikan
Rasulullah SAW sebagai nama terdepan yang sangat layak untuk dikedepankan sebagai
sumber inspirasi dan motivasi untuk menjadi seorang pemimpin yang ideal. Beliau telah
meraih kesuksesan di berbagai bidang yang digelutinya mulai dari politik, ekonomi, sosial,
budaya, hukum dan lingkungan.

Pada masa Rasulullah SAW, islam telah mampu mencapai puncak kesuksesan di berbagai
ruang lingkup kehidupan dan menjadi kebudayaan serta kekuatan yang sangat disegani
dunia ketika itu. Masa2 kejayaan islam tidak berhenti sampai disitu, pasca Rasulullah SAW
meninggal , tongkat estafet kepemimpinan islam di ambil alih oleh para sahabat terdekatnya
yang dikenal sebagai ‘Khulafaur Rasyidin’ yaitu Abu Bakar Ash-shidiq, Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib

Dalam konteks kebangsaan, indonesia memiliki para ‘founding father’ ( Bapak Bangsa )
yang mumpuni dan disegani dunia. Siapa yang tidak mengenal Soekarno, Moh. Hatta, Tan
Malaka, Adam Malik serta beberapa nama lain yang telah berhasil mengantarkan bangsa ini
tampil ke depan panggung sejarah peradaban dunia melalui momentum kemerdekaan 17
agustus 1945. Mereka semua dapat menjadi cambuk motivasi yang hebat untuk para
pemimpin2 penerusnya.

MANAJEMEN

Manajemen adalah seni mengelola sebuah instansi/lembaga untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan melalui tangan dan kinerja orang lain. Dapat juga dikatakan manajemen adalah
ilmu yang mempelajari tentang tata cara mencapai tujuan sebuah instansi/lembaga melalui
karya orang lain

Manajemen- ‘to manage’ – merupakan elemen lain yang sangat penting disamping
kepemimpinan sebagai alat untuk menjalankan kegiatan sebuah instansi/lembaga. Sebuah
instansi/lembaga harus memiliki kerangka rencana strategis sebagai tolok ukur dan landasan
kerja sebuah instansi/lembaga agar hasil yang ditetapkan tercapai dengan semaksimal
mungkin.

Kerangka rencana kerja strategis yang dibuat harus dibuat sesuai dengan karakteristik
organisasi yang dipimpinnya agar program kerja yang dicanangkan sebuah instansi/lembaga
sesuai dengan target yang ditetapkan dan tidak membebani instansi/lembaga yang
dipimpinnya. Beban pengeluaran yang harus dikeluarkan instansi/lembaga harus sesuai
dengan landasan filosofis, teori, model, strategi, taktik, kurikulum, program dan pembiayaan
yang telah disusun.

Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah landasan teori yang kuat sebagai kerangka dasar rencana
kerja sebuah instansi/lembaga yang terdiri dari Planning, Organizing, Actuating dan
Controlling agar peristiwa Input-Proses-Output-nya berjalan dengan sebagaimana mestinya .
Peristiwa input-proses-output menjadi sebuah hasil akhir yang sangat menentukan untuk
mengukur tingkat keberhasilan dan kegagalan dari sebuah metode manajemen yang
diberlakukan.

Ketika hasil akhir dari sebuah instansi/lembaga telah diketahui, Sebuah instansi/lembaga
dapat mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan yang telah dialami serta menentukan
langkah perusahaan kedepannya dengan sebuah alat analisa yang dinamakan analisis
S.W.O.T ( Strengths, Weakness, Opportunity, Threatments ). Dengan Analisis S.W.O.T
sebuah lembaga/instansi dapat mengetahui posisi lembaga/instansi yang dipimpinnya dari
sebuah program kerja yang dibuatnya.

Hasil akhir dari sebuah rencana kerja yang dibuat dapat menentukan posisi, tingkat
keberhailan dan nilai tawar sebuah instansi/lembaga dikarenakan ‘finishing’ dan ‘results’
dari sebuah rencana kerja merupakan cermin dari metode manajemen yang diterapkan
sebuah instansi/lembaga.

ORGANISASI

Organisasi adalah kumpulan/komunitas masyarakat yang memiliki kesamaan nasib dan


tujuan di dalamnya. Organisasi dapat menjadi sebuah alat yang efektif sekumpulan
masyarakat yang memiliki tujuan serta cita2 yang sejalan.

Dalam setiap organisasi pasti memiliki tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan,
sejarah yang melatar belakangi serta para pelaku organisasi tersebut. Seiring dengan
perbedaan tersebut setiap organisasi memiliki karakteristik organisasi yang berbeda
Adapun karakteristik organisasi adalah sebagai berikut :

-membutuhkan informasi

-bersifat dinamis

-terdapat anggota organisasi

-memiliki tujuan yang tetap

Tolok ukur keberhasilan dan kemajuan sebuah organisasi dapat dilihat dari sejauh mana
organisasi tersebut mencapai cita2 yang diperjuangkannya serta kemajuan sebuah organisasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor2 yang mendukungnya, seperti kualiatas SDM nya,
infrastruktur organisasi serta popularitas organisasi di mata publik.

PERBEDAAN MANAJER DAN PEMIMPIN

Sering kita mendengar dua kata yang secara praktek kerja sama tetapi secara filosofis jauh
berbeda, manajer dan pemimpin.

Manajer adalah seseorang yang secara eksplisit ruang lingkup kerjanya hanya mencakup
pengelolaan eksploitasi sumber daya manusia ( staff2-nya ) untuk diarahkan menuju target
instansi/lembaga yang telah dicanangkan sebelumnya dengan didukung oleh sarana
infrastuktur yang tersedia di instansi/lembaga tersebut. Seorang manajer juga harus mampu
memformulasikan kualitas SDM dengan teknologi pendukung yang ada.

Sedangkan fungsi seorang pemimpin memiliki arti yang cukup melebar. Tugas dan peran
seorang pemimpin juga lebih luas secara teritorial makna.Seorang pemimpin tidak hanya
harus bisa mengelola SDM dan teknologi, tetapi juga harus lebih peka dan intuitif dalam
mengenali karakteristik organisassi yang dipimpinnya. Tingkat tanggung jawab yang
diemban seorang pemimpin juga lebih berat secara bobotnya sebanding dengan volume
kerja yang dilakukannya. Mengetahui dan membaca situasi kondisi sekitar hingga selalu
‘up-date’ terhadap segala bentuk informasi ada yang juga merupakan peran pemimpin yang
sangat vital tingkat urgensinya.
Jadi, secara eksplisit dalam hal volume kerja dan tingkat tanggung jawab antara manajer dan
pemimpin cenderung menempatkan pemimpin di posisi yang paling berat.

ELEMEN PENDUKUNG MANAJEMEN ORGANISASI

-Men : Mengacu pada kebutuhan sumber daya manusia.

-Money : Mengacu pada modal atau aset pemilik instansi/lembaga

-Methods : Mengacu cara/metode manajemen organisasi yang digunakan

-Machine : Mengacu pada sarana infrastruktur pendukung.

-Market : Mengacu budaya konsumerisme dan orientasi calon SDM

KARAKTERISTIK PEMIMPIN DALAM ISLAM :

Sebagaimana karakteristik pemimpin2 organisasi yang ada, Islam memiliki tolok ukur serta
standar pemimpin yang telah ditetapkan dalam dua pedoman hidup umat Islam, Al-Qur’an
dan hHadits. Adapun karakteristik pemimpin dalam islam adalah sebagai berikut :

-Tabligh ( menyampaikan )

-Amanah ( Dapat dipercaya )

-Shiddiq ( Jujur )

-Fathanah ( Cerdas ).

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN dan ORGANISASI.

Seperti yang telah dibahas di awal, Kepemimpinan, Manajemen dan Organisasi merupakan
satu kesatuan perangkat yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Keterkaitan ketiga point
ini sangat erat dan saling melengkapi. Kepemimpinan sangat dibutuhkan sebagai kontrol
kendali sebuah metoda manajemen dan menjalankan organisasi, Manajemen sangat vital
urgensinya untuk membuat dan menyusun kerangka rencana kerja
organisasi/lembaga/instansi serta membuat formulasi yang mujarab untuk menyatukan
kualitas SDM dengan sarana infrastruktur organisasi yang tersedia, sedangkan organisasi
merupakan tempat yang ideal sebagai arena untuk melatih kepemimpinan seseorang dan
sarana pengejewantahan suatu metode manajemen.

Sinkronisasi antara Kepemimpinan, Manajemen dan Organisasi yang kuat juga akan
menghasilkan suatu pengambilan keputusan yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.

penelitian yang menginginkan dipertegasnya status lembaga kekaryaan, struktur organisasi


dan wewenang lembaga kekaryaan
Keinginan untuk menjadi lembaga kekaryaan otonom penuh terhadap organisasi induk HMI

Kemudian sampai pada tahun 1966 diikuti oleh pembentukan Lembaga Tekhnik Mahasiswa
Islam (LTMI), Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI), Lembaga Astronomi
Mahasiswa Islam (LAMI). Akhirnya dengan latar belakang di atas melalui kongres VIII
HMI di Solo melahirkan keputusan Kongres dengan memberikan status otonom penuh
kepada lembaga kekaryaan dengan memberikan hak yang lebih kepada lembaga kekaryaan
tersebut, antara lain :
a. Punya struktur organiasasi yang bersifat nasional dari tingkat pusat sampai rayon
b. Memiliki Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga (AD/ART) sendiri
c. Bentuk megadakan musyawarah lembaga termasuk memilih pimpinan lembaga
Keputusan-keputusan di atas di satu pihak lebih mengarahkan kepada kegiatan lembaga,
namun di lain pihak lebih merugikan organisasi ke tingkat induk bahkan justru
menimbulkan permasalahan serius. Ini dibuktikan dengan adanya evaluasi pada kongres di
Malang pada tahun 1969, dimana kondisi pada saat tersebut lembaga kekaryaan sudah
cenderung mengarah kepada perkembangan untuk melepaskan diri dari organisasi induknya,
sehingga dalam evaluasi kongres IX HMI di Malang tahun 1969 antara lain melalui
papernya mempertanyakan :
a. Status lembaga dan hubungan dengan organisasi induknya (HMI)
b. Perlu tidaknya penegasan oleh kongres, bahwa lembaga kekaryaan adalah bagian
mutlak dari HMI misalnya LKMI menjadi LK HMI, LDMI menjadi LD HMI, dsb.

Setelah kongres X di Palembang tahun 1971, perubahan kelembagaan tidak lagi menjadi
permasalahan dan perhatian Himpunan. Ha ini mengakibatkan lembaga kekaryaan perlahan-
lahan mengalami kemunduran dan puncaknya terjadi saat diterbitkannya SK Mendikbud
tentang pengaturan kehidupan kemahasiswaan melalui NKK/BKK tahun 1978.
Namun realitas perkembangan organisasi merasakan perlu dihidupkannya kembali, lembaga
kekaryaan yang dikukuhkan melalui kongres XIII HMI di Ujung Pandang. Kemudian LK
menjadi perhatian/alternatf baru bagi HMI karena gencarnya isu profesionalisme. Melalui
kongres XVI di Padang tahun 1986 pendayagunaan LK kembali dicanangkan.

Lembaga Kekaryaan
Yang dimaksud dengan Lembaga Kekaryaan adalah badan-badan khusus HMI (diluar
KOHATI, BPL) yang bertugas melaksanakan kewajiban-kewajiban HMI sesuai dengan
fungsi dan bidangnya (ladang garapan) masing-masing, latihan kerja berupa dharma bhakti
kemasyarakatan dalam proses pembangunan bangsa dan negara. Sebagaimana terdapat
dalam unsur-unsur pokok Esensi Kepribadian HMI yang meliputi :
1. Dasar Tauhid yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yakni dasar keyakinan
bahwa “Tiada Tuhan mulainkan Allah”, dan Allah adalah merupakan inti daripada
iman, Islam dan Ihsan.
2. Dasar keseimbangan yaitu keharmonisan antara pemenuhan tugas dunia dan akhirat,
jasmaniah dan rohaniah, iman dan ilmu menuju kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
3. Kreatif, yakni memiliki kemampuan dengan cipta dan daya pikir nasional dan kritis,
hingga memilki kebijakan untuk berilmu amaliah dan beramal ilmiah.
4. Dinamis, yaitu selalu dalam keadaan gerak dan terus berkembang serta dengan cepat
memberikan respon terhadap setiap tantangan yang dihadapi sehingga memiliki fungsi
pelopor yang militan.
5. Pemersatu, yaitu sikap dan perbuatan angkatan muda yang merupakan kader seluruh
umat Islam Indonesia menuju persatuan nasional.
6. Progresif dan Pembaharu, yaitu sikap dan perbuatan orang muda patriotik
mengutamakan kepentingan bersama bangsa datas kepentingan pribadi. Memihak dan
membela kaum-kaum yang lemah dan tertindas dengan menentang penyimpangan dan
kebatilan dalam bentuk dan manifestasinya. Aktif dalam pembentukan dan peranan
umat Islam Indonesia yang adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.

Dilihat dari jenisnya, maka lembaga kekaryaan yang pernah ada :


a. Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)
b. Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI)
c. Lembaga Da’wah Mahasiswa Islam (LDMI)
d. Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI)
e. Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI)
f. Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI)
g. Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI)
h. Lembaga Astronomi Mahasswa Islam (LAMI)
i. Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI)
j. Lembaga Hukum Mahasiswa Islam (LHMI)
k. Lembaga Penelitian Mahasiswa Islam (LEPMI)
l. Dan lembaga-lembaga yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan karena lembaga
kekaryaan adalah badan pembantu pimpinan HMI, maka dengan melaksanakan
tugas/fungsional (sesuai dengan bidangnya masing-masing) haruslah terlebih dahulu
dirumuskan dalam suatu musyawarah tersendiri. Musyawarah badan yang selanjutnya
disebut rapat kerja itu, bertugas untuk menjabarkan program HMI yang telah
diputuskan oleh instansi-instansi kekuasaan HMI.

Maksud dan Fungsi Lembaga Kekaryaan


Adanya lembaga kekaryaan dimaksudkan untuk mempertajam alat pencapai tujuan HMI,
sehingga dalam proses dapat terbentuk arah yang jelas, agar pelaksanaan, pembinaan dan
pengembangan Lembaga Kekaryaan benar dapat terkoordinasikan.
Adapun fungsi dari lembaga kekaryaan adalah :
a. Melaksanakan peningkatan wawasan profesionalsme anggota, sesuai dengan bidang
masing-masing, (Pasal 59 ART HMI) dan lembaga kekeryaan bertanggung jawab kepada
pengurus HMI setempat, (Pasal 60 ayat d ART HMI)
b. Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan HMI untuk meningkatkan keahlian
para anggota melalui pendidikan, penelitian dan latihan kerja praktis serta darma bakti
kemasyarakatan (pasal 60 ayat b ART HMI)

Pedoman Atribut HMI


Pedoman atribut HMI berisi tentang lagu, lambang dan berbagai macam penerapannya.
Lagu yang dijadikan sebagai Hymne HMI adalah lagu yang diciptakan oleh RM Akbar
sebagai berikut :

HYMNE
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Bersyukur dan Ikhlas
Himpunan Mahasiswa Islam
Yakin Usaha Sampai
Untuk kemajuan
Hidayah dan taufiq
Bahagia HMI
Berdoa dan Ikrar
Menjunjung tinggi syiar Islam
Turut Qur’an dan hadist
Jalan keselamatan
Ya Allah berkati
Bahagia HMI

Lambang HMI adalah sebagai berikut :


1. Bentuk huruf alif :
- Sebagai huruf hidup, lambang optimis kehidupan HMI
- Huruf alif merupakan angka 1 (satu) lambang, dasar/semangat HMI
2. Bentuk perisai : Lambang kepeloporan HMI
3. Bentuk jantung : Jantung adalah pusat kehidupan manusia, lambang proses
perkaderan HMI
4. Bentuk pena : Melambangkan bahwa HMI adalah organisasi mahasiswa yang
senantiasa haus akan ilmu pengetahuan
5. Gambar bulan bintang : Lambang keimanan seluruh umat Islam di dunia
6. Warna hijau : Lambang keimanan dan kemakmuran
7. Warna hitam : Lambang ilmu pengetahuan
8. Keseimbangan warna hijau dan hitam : Lambang keseimbangan, esensi kepribadian
HMI
9. Warna putih : Lambang kesucian dan kemurnian perjuangan HMI
10. Puncak tiga :
- Lambang Iman, Islam dan Ikhsan
- Lambang Iman, Ilmu dan Amal
11. Tulisan HMI : Kepanjangan dari Himpunan Mahasiswa Islam

Pengunaan lambang HMI dapat diterapkan pada :


a) Lencana/Badge HMI
b) Bendera
c) Stempel
d) Kartu Anggota
e) Papan Nama HMI
f) Gordon/Selempang HMI
g) Aksesoris atau perlengkapan lain dengan tidak menyimpang dari lambang dan
penggunaannya
Aturan penggunaan dan lainnya diatur dengan rinci.
Atribut lain yang digunakan dalam HMI adalah :
1) Muts/Peci HMI
2) Baret HMI
Segala sesuatu yang berkaitan dengan atribut diatur dalam ketentuan khusus
Hubungan Konstitusi dan Pedoman lainnya
Pada dasarnya konstitusi hanya memberikan aturan yang bersifat umum, aturan secara
khusus dijelaskan dalam pedoman-pedoman lainnya. Pedoman lain berfungsi sebagai
penjelasan teknis hal-hal yang dibahas dalam konstitusi, sehingga tidak boleh bertentangan
dengan konstitusi. Secara hirarki hukum konstitusi merupakan aturan tertinggi.
URAIAN MATERI MISSION HMI
Pengantar
Mission merupakan tugas dan tanggung jawab yang diemban, sehingga mission HMI dapat
diartikan sebagai tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh kader HMI. Sebagai
organisasi kader yang memiliki platform yang jelas, sejak awal berdirinya HMI mempunyai
komitmen asasi yang disebut dengan dua komitmen asasi, yakni (1) Mempertahankan
negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat bangsa Indonesia, yang dikenal
dengan komitmen kebangsaan, dan (2) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam,
yang dikenal dengan wawasan keislaman/keumatan.

Kesatuan dari kedua wawasan ini disebut dengan wawasan integralistik, yakni cara pandang
yang utuh melihat bangsa Indonesia terhadap tugas dan tanggung jawab yang harus
dilakukan sebagai warga negara dan umat Islam Indonesia. Penerjemahan komitmen HMI
ini disesuaikan dengan konteks jaman, sehingga HMI selalu aktual dan mampu tampil di
garda terdepan dalam setiap even.

Bila dicermati belakangan ini bisa dikatakan bahwa HMI mengalami stagnasi, untuk tidak
dikatakan degradasi. Hampir tidak ada gagasan cerdas yang disumbangkan oleh HMI di
tengah carut marut dan tunggang langgangnya tatanan republik ini, dimana masalah
disintegrasi perlu segera diatasi, masalah ekonomi mendesak untuk segera diperbaiki,
masalah supremasi hukum yang harus ditegakkan, masalah pendidikan mendesak untuk
diperhatikan, dan masalah-masalah lain yang melingkari, seperti budaya, pertahanan
keamanan, yang kesemuanya membutuhkan penanganan secepatnya. Singkatnya, Indonesia
sekarang sedang diterma krisis multi dimensional. Di tengah kondisi ini, komitmen HMI
tidak lebih dari sebatas slogan tanpa jiwa.
Oleh sebab itu untuk mendongkrak kembali ghirah kader HMI dalam berperan serta untuk
penyelesaian problematika bangsa dan umat perlu adanya reaktualisasi mission HMI dalam
jiwa kader HMI melalui proses perkaderan yang selama ini perjalanannya tidak lebih hanya
sebagai proses pencapaian status dengan meninggalkan makna sesungguhnya, yaitu sebagai
proses pembentukan kader yang memiliki karakter, nilai dan kemampuan, yang berusaha
melakukan transformasi watak dan kepribadian seorang muslim yang utuh (kaffah),
sehingga kader HMI memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kaum tertindas
(mustad’afin) dan melawan kaum penindas (mustakbirin).
HMI sebagai organisasi berbasis mahasiswa yang merupakan kaum intelektual, generasi
kritis, dan memiliki profesionalisme harus mampu menjadi agen pembaharu di tengah
masyarakat dan kehidupan bangsa. Karena mahasiswa memiliki kekuatan yang luar biasa
dalam tatanan kehidupan bangsa dan negara, maka seluruh gerak perubahan yang terjadi di
bangsa ini dimotori oleh kelompok mahasiswa dan pemuda, mulai dari proklamasi, revolusi,
hingga reformasi, selalu ada andil mahasiswa. Namun demikian arah perubahan harus sesuai
dengan usaha untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT
sebagaimana termaktub dalam penggalan tujuan HMI.

Dalam perjalanannaya, gerakan mahasiswa begitu dimanis, mengikuti perkembangan jaman


dan selalu eksis dalam setiap momen penting kebangsaan. Kekonsistenan itu harus diiringi
oleh pegangan yang teguh terhadap idealisme dan menjaga sikap hanif sehingga kehadiran
mahasiswa sebagai kaum intelektual yang dalam tatanan sosial masyarakat mendapat tempat
yang penting sebagai embun penyejuk. Untuk itulah HMI sebagai organisasi mahasiswa
harus mampu menetaskan kader-kader yang berkualitas insan cita sebagaimana yang
tersurat dalam tujuan HMI “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah SWT” (pasal 4 AD HMI).

HAKEKAT KEBERADAAN HMI

HMI sebagai Organisasi Mahasiswa (pasal 7 AD HMI) Makna HMI sebagai organisasi
mahasiswa adalah organisasi yang menghimpun mahasiswa yang menuntut ilmu
pengetahuan di perguruan tinggi (Universitas/Akademi/Institut/Sekolah Tinggi) atau yang
sederajat, dan memilki ciri-ciri kemahasiswaan. Adapun ciri-ciri kemahasiswaan tersebut
adalah ilmiah, kritis dan analitis, rasional, obyektif, serta sistematis.

HMI sebagai Organisasi berasaskan Islam (pasal 3 AD HMI) HMI sebagai organisasi
berasaskan Islam maksudnya adalah organisasi yang menghimpun mahasiswa yang
beragama Islam, dimana secara individu dan organisatoris memiliki ciri-ciri keislaman,
menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber norma, sumber nilai, sumber
inspirasi, dan sumber aspirasi dalam setiap aktivitas dan dinamika organisasi.
HMI sebagai Organisasi yang Bersifat Independen (pasal 6 AD HMI) HMI yang bersifat
independen adalah waktak organisasi yang selalu tunduk danberorientasi pada kebenaran
(hanif), sehingga kiprah setiap individu dan dinamika organisasi dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara mempunyai pola pikir, pola sikap, dan pola tindak tidak terikat
dan tidak mengikatkan diri secara organisatoris dengan kepentingan atau organisasi mana
pun, segala sesuatu tidak didasarkan atas kehendak atau paksaan pihak lain.

Independensi dilihat dari dua dimensi, yakni :


1) Indepndensi Etis
Sikap dan watak HMI yang termanifestasikan secara individu dan organisasi dalam
dinamika berfikir, bersikap, dan bertindak, baik dalam hubungan terhadap Sang Rab,
ataupun hubungan terhadap sesama, sesuai dengan fitrah kemanusiaannya, yakni tunduk dan
patuh kepada kebenaran (hanif).
2) Independensi Organisatoris
Sikap dan watak HMI yang teraktualisasikan secara organisatoris di dalam kiprah dinamika
intern organisasi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam
keutuhan kehidupan nasional melakukan partisipasi aktif, konstruktif secara konstitusional
terhadap perjuangan bangsa dan pencapaian cita-cita nasional, hanya komit kepada
kebenaran, dan tidak tunduk atau komit terhadap kepentingan atau organisasi tertentu.

Prinsip-prinsip independensi HMI dalam implementasi dirumuskan sebagai berikut :


a) Kader HMI terutama aktivitasnya dalam melakukan tugas dan tanggung jawab organisasi
harus tunduk pada ketentuan-ketentuan organisasi dalam melaksanakan program-program
organisasi, oleh karena itu tidak diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan yang
membawa organisasi atas kehendak pihak luar manapun.
b) Kader HMI terutama aktivitasnya tidak dibenarkan mengadakan komitmen dalam bentuk
apapun dengan pihak luar selain segala sesuatu yang telah ditetapkan dan diputuskan secara
organisatoris.
c) Alumni HMI senantiasa diharapkan untuk aktif berjuang meneruskan dan mengembangkan
watak independensi etis dimanpun mereka berada dan berfungsi sesuai dengan profesinya
dalam rangka membawa hakekat misi HMI, menganjurkan serta mendorong alumni HMI
untuk menyalurkan aspirasinya secara tepat melalui semua jalur pengabdian, baik jalur
organisasi profesi, instansi pemerintah, wadah aspirasi politik, dan jalur lainnya yang
semata-mata karena hak dan tanggung jawab dalam rangka merealisasikan kehidupan
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

Aplikasi dan dinamika berfikir, bersikap dan bertindak secara keseluruhan dari watak asasi
kader HMI terumus dalam bentuk :
a) Cenderung kepada kebenaran
b) Bebas, merdeka dan terbuka
c) Obyektif, rasional, dan kritis
d) Progresif dan dinamis
e) Demokratis, jujur dan adil

TUJUAN HMI

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, tujuan HMI adalah “Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT” (pasal 4 AD HMI). Dari tujuan tersebut
dapat dirumuskan menjadi lima kualitas insan cita, yakni kualitas insan akademis, kualitas
insan pencipta, kualitas insan pengabdi, kualitas insan bernafaskan Islam, dan kualitas insan
yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah
SWT.

Kualitas insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yang terwujud oleh HMI di dalam
pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu
melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal tujuan
(pasal 4 AD HMI) adalah sebagai berikut :
1. Kualitas Insan Akademis
Berpendidikan Tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, obyektif, dan kritis.
Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan
dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran.
Sanggung berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya,
baik secara teoritis maupun tekhnis dan sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap,
teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
2. Kualitas Insan Pencipta : Insan Akademis, Pencipta
Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada dan
bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan
bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan,
selalu mencari perbaikan dan pembaharuan.
Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari dengan sikap
demikian potensi, kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk yang indah-indah.
Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja kemanusiaan
yang disemangati ajaran islam.
3. Kualitas Insan Pengabdi : Insan Akdemis, Pencipta, Pengabdi
Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat.
Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukannya hanya membuat dirinya baik tetapi juga
membuat kondisi sekelilingnya menajdi baik.
Insan akdemis, pencipta dan mengabdi adalah yang bersungguh-sungguh mewujudkan cita-
cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.
4. Kualitas Insan yang bernafaskan islam : Insan Akademis, pencipta dan pengabdi yang
ber nafaskan Islam
Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola fikir dan pola lakunya tanpa
memakai merk Islam. Islam akan menajdi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan
dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menapasi dan menjiwai
karyanya.
Ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity personality” dalam dirinya. Nafas Islam telah
membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah ada dilema
pada dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim insan ini telah
mengintegrasikan masalah suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa kedalam
suksesnya perjuangan umat islam Indonesia dan sebaliknya.
5. Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi oleh Allah SWT :
Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang ber nafaskan islam dan bertanggungjawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar bahwa menempuh
jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.
Spontan dalam menghadapi tugas, responsip dalam menghadapi persoalan-persoalan dan
jauh dari sikap apatis.
Rasa tanggungjawab, takwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengambil peran
aktif dalam suatu bidang dalam me wujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi
Allah SWT.
Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur.
Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai “khallifah fil ard” yang
harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.

Pada pokoknya insan cita HMI merupakan “Man of future” insan pelopor yaitu insan yang
berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam
bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu
perjuangan untuk secara kooferatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan. Ideal type dari
hasil perkaderan HMI adalah “man of inovator” (duta-duta pembantu). Penyuara “Idea of
Progress” insan yang berkeperibadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak
takabur dan bertaqwa kepada Allah Allah SWT. Mereka itu manusia-manusia uang beriman
berilmu dan mampu beramal saleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil)

Dari lima kualitas lima insan cita tersebut pada dasarnya harus memahami dalam tiga
kualitas insan Cita yaitu kualitas insan akademis, kualitas insan pencipta dan kualitas insan
pengabdi. Ketiga insan kualitas pengabdi tersebut merupakan insan islam yang terefleksi
dalam sikap senantiasa bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur
yang ridhoi Allah SWT.

Yang dimaksud dengan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT adalah
masyarakat yang menjalankan kehidupannya selalu berlandaskan atas asas keadilan
sehingga tercapai kemakmuran dan dalam perjalanan pencapaian masyarakat adil makmur
tersebut tidak mendobrak aturan Allah yang tertuang dalam Al-Qur’an sehingga adil
makmur yang dicapai oleh masyarakat merupakan adil makmur yang dikehendaki oleh
Allah SWT. Jadi setiap usaha dalam pencapaian masyarakat adil makmur harus berpedoman
pada ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
FUNGSI DAN PERAN HMI

HMI berfungsi sebagai Organisasi Kader (pasal 8 AD HMI)


HMI sebagai organisasi kader adalah organisasi mahasiswa yang berorientasikan Islam yang
melakukan perkaderan, dimana seluruh aktivitas yang dilakukan pada dasarnya merupakan
proses kaderisasi, sehingga HMI berfungsi dan hanya selalu membentuk kader-kader
muslim intelektual yang profesional
.
HMI berperan sebagai Organisasi Perjuangan (pasal 9 AD HMI)
HMI berperan sebagai organisasi perjuangan adalah organisasi yang selalu berjuang
melakukan dan membentuk kader bangsa yang muslim, intelektual, dan profesional dimana
outputnya ditujukan untuk kepentingan bangsa secara keseluruhan, sehingga insan HMI siap
dan dapat bermanfaat bagi seluruh golongan yang ada di masyarakat selama tidak
bertentangan dengan koridor misi HMI.

HUBUNGAN MISSION SECARA INTEGRAL

Hubungan antara asas, tujuan, sifat, status, fungsi dan peran HMI secara integral adalah
dalam pencapaian dan memperjuangkan mission HMI harus dilakukan secara utuh dan
menyeluruh, dan satu sama lain saling mempengaruhi, dan menentukan sehingga tidak bisa
ditinjau secara parsial.

Dalam diri kader HMI harus :


a) Senantiasa memperdalam kehidupan rohani agar menjadi luhur dan bertaqwa pada
Allah SWT
b) Selalu tidak puas dan berkemauan keras untuk mencari kebenaran, HMI hanya komit
pada kebenaran
c) Jujur pada dirinya dan pada orang lain dan tidak mengingkari hati nuraninya
d) Teguh dalam pendirian dan obyektif rasional jika berhadapan dengan orang yang
berbeda pendirian
e) Bersikap kritis dan berfikir bebas kreatif.
URAIAN MATERI NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) HMI

A. Sejarah Perumusan NDP


Sampai pada fase perjuangan HMI dalam transisi orde lama dan orde baru, pedoman
perjuangan HMI yang mendasar dan sistematis belum ada, setelah fase berikutnya baru
disusun Nilai Dasar Perjuangan HMI, yang pada Kongres XVI HMI di Padang tahun 1986
pernah berubah nama menjadi Nilai Identitas Kader (NIK), pada dasarnya tidak ada
perubahan atas isi dari NDP. Perubahan ini didasari atas pertimbangan politik setelah
keluarnya UU No.5 tahun 1985 yang menyatakan bahwa Pancasila satu-satunya azas
organisasi kemasyarakatan. Pada Kongres XXII HMI di Jambi tahun 1999 nama NIK
kembali ditukar menjadi NDP, seirama dengan pertukaran azas organisasi.
Kelahiran NDP dilatarbelakangi oleh :
1) Keadaan negara
Bangsa Indonesia sekitar 1966-1968 tengah mengalami perbaikan dari segi infra struktur
maupun supra struktur, karena bangsa Indonesia baru dilanda badai pengkhianatan PKI.
2) Keadaan umat Islam
Nurkholis Madjid dalam buku HMI Menjawab Tantangan Jaman mengungkapkan bahwa
muslim Indonesia adalah termasuk yang paling sedikit ter”Arab”kan. Di Indonesia
pemahaman Islam masih dangkal, sehingga masih ada persoalan bagaimana menghayati
nilai-nilai Islam itu sendiri.
3) Antek-antek PKI mempunyai pedoman yang baik
Untuk memberikan pemahaman tentang kekomunisan, para kader PKI di masa jayanya
(1960-an) mempunyai buku saku yang bisa dibaca dimanapun dan kapanpun. Melihat
keadaan ini timbul keinginan Cak Nur untuk menyusun dasar-dasar nilai Islam melalui
kerangka sistematis yang kemudia beliau beri nama NDI (Nilai Dasar Islam) dengan tujuan
NDI ini mampu berfungsi sebagai pemahaman global tentang ajaran Islam.
4) Literatur yang tersedia belum memuaskan
Pada waktu itu para kader HMI masih jarang sekali menuangkan ide keislaman mereka
dalam bentuk tulisan, salah satu penyebabnya adalah kesibukan melawan PKI secara fisik.

Pada masa kepengurusan Nurkholis Madjid, HMI berusaha membuat pedoman


perjuangan dan pada Kongres X HMI di Palembang tahun 1971, ditetapkan menjadi Nilai
Dasar Perjuangan (NDP), yang berasal dari naskah NDI yang disampaikan Cak Nur dalam
Kongres IX HMI di Malang tahun 1969 yang selanjutnya kongres menugaskan kepada
Nurkholis Madjid, Sakib Mahmud, dan Endang Saifudin Anshari (alm.) untuk
menyempurnakannya. Pemilihan nama NDP sendiri memiliki alasan, yaitu (1) Nama NDI
terlalu mengklaim Islam yang bahkan akan mempersimpit ajaran Islam iru sendiri, (2)
Terinspirasi oleh buku “Perjuangan Kita”-nya Syahrir.

Ahmad Wahib dalam buku harian yang kemudian diterbitkan menjadi buku oleh
Johan Effendi dengan tajuk “Pergolakan Pemikiran Islam” yang dianggap controversial,
menuliskan bahwa perumusan NDI tersebut dipengaruhi oleh perjalanan Nurkholis Madjid
ke universitas-universitas di Amerika atas undangan pemerintah Amerika pada tahun 1968.
Hal ini dibantah oleh Cak Nur dalam buku HMI Menjawab Tantangan Jaman, bahwa
sebenarnya perjalanan ke Amerika tidak berpengaruh banyak terhadap dirinya, karena selain
perjalanan ke Amerika, Cak Nur juga melanjutkan lawatan ke Timur Tengah dengan
menggunakan sisa uang saku yang dihematnya waktu di Amerika. Di Timur Tengah
perjalanan dimulai dari Damaskus, Kuwait, Saudi Arabia, Turki, Lebanon, dan terakhir
Mesir. Dalam perjalanan di Timur Tengah inilah untuk pertama kalinya Cak Nur bertemu
Gus Dur, padahal mereka satu kampung. Di Riyadh Cak Nur bertemu dengan Dr. Farid
Mustafa dan mendapat banyak hal darinya. Selama di Timur Tengah Cak Nur sering
mengadakan diskusi kritis tentang berbagai hal keislaman.
Sepulang Cak Nur dari menunaikan ibadah haji atas undangan Menteri Pendidikan
Arab Saudi (Syekh hasan bin Abdullah Ali) sekitar bulan April 1969, keinginannya untuk
menulis NDI makin menggebu-gebu.

B. Kedudukan NDP dalam tubuh HMI


NDP merupakan landasan perjuangan HMI, dan ini perlu disosialisikan pada setiap
kader. Tujuan NDP dalam HMI merupakan filsafat sosial dalam melakukan perubahan
sesuai tujuan HMI. Hubungan NDP dalam HMI dapat digambarkan sebagai berikut :
Berdasarkan skema tersebut, maka NDP merupakan filsafat sosial yang bersumber dari
ajaran Islam. Filsafat sosial ini diturunkan menjadi teori-teori sosial yang teori-teori ini akan
memberikan konsepsi yang jelas pada arah gerak perubahan sosial yang dilakukan oleh
HMI.
C. Teks (Isi) NDP

NILAI DASAR PERJUANGAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

A. DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan
tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang
sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena
kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara
berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak
dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-
bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk
kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan:
kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-
masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan
yang campur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan
nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun
temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan
tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka
dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban
dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai
sumber tatanilai guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam
tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya,
manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang
tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran.
Maka satu-satunya sumber nilai dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri.
Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah
Tuhan Allah.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain
Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada
Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah"
memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan
agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan
segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk
pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan
pasrah itu disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah
pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang
bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan
dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian
akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada
Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang
bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi
namun tidak bertentangan denga insting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan
yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan
menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang,
demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada
manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan
Rasul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada
seluruh ummat manusia. Para rasul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam,
Nuh, Ibrahim, Musa,Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW.
Muhammad adalah Rasul penghabisan, jadi tiada Rasul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan
Rasul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari
Tuhan.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya
dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga bearti "kumpulan"
atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Sekalipun garis-garis besar Al-
Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun mengandung keterangan-
keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-
hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain (16:89).
Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia
harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan
Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari
kepercayaan yang harus dianut manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah.
Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan
Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti
diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas (112: 1-4) menerangkan
secara singkat; katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan.
Tuhan tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa”.
Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha
Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat
kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru
sekalian Alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang
lahir dan Yang Bathin (57:3), dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah
Tuhan" (2:115). Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada" (57:4). Jadi Tuhan
tidak terikat ruang dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal
dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya; sebagaimana tata nilai harus
bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun sekaligus
menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau "ridhanya". Inilah
kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang
benar, diterangkan dalam bagian yang lain).
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti
(6:73, 25:2). Oleh karena itu alam mempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta
berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya
penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada dirinya dan teratur secara harmonis
(23:14). Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya
(31:20)). Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-
hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan
alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri (10:101).
Jadi kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama
Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan obyektif,
mulainkan semua palsu atau maya atau sekedar emansipasi atau pancaran daripada dunia
lain yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana (38:27). Juga tidak seperti dikatakan filsafat
Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan
sekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan
obyektif sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa
alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut
daripada filsafat materialisme.
Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi (95:4, 17:70).
Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi (6:165).
Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya (11:61). Maka
urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya
bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk
rentetan peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana
manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang menguasai
sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam tetapi berbeda dengan alam yang
telah ada secara otomatis tunduk kepada sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan
kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum
kehidupannya sendiri (33:72). Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikap menentang atau
kebodohan.
Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah "perubahan dan perkembangan",
sebab: segala sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu
proses yang tiada henti-hentinya (29:20). Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan
menuju kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan
sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu (28:88). Di dalam memenuhi tugas sejarah, manusia
harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju kepada kebenaran. Hal itu
berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada kebenaran, dan untuk itu harus
mengetahui jalan menuju kebenaran itu (17:72). Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja
nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya (17:26).
Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan
diterangi oleh ilmu (58:11). Bidang iman dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu,
sedangkan bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan
mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan tentang
manusia (sejarah).
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin,
manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya tanpa melekatkan
padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka,
alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak
menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam.
Sikap memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan
sendiri. - Tuhan Allah Yang Maha Esa (41:37).
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan
terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi
perkembangan dan kemajuan peradaban kemanusiaan menuju kebenaran.
Kesudahan sejarah atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat
merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu
kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana Tuhan
menjadi satu-satunya pemilik dan raja (1:4, 22:56, 40:16). Disitu tidak lagi terdapat
kehidupan historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah
pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi atas segala
perbuatannya dahulu didalam sejarah (2:48). Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama",
maka tidak yang mungkin kita ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu.
Tentang hari kiamat dan kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya
diharuskan percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya (7:187).

B. PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN

Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan


mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat
manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya,
mulainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus
dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara
kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief) (30:30).
"Dlamier" atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan
kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang
terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (51:56, 3:156). Fitrah merupakan bentuk keseluruhan
tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk
yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi
manusia sejati.
Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatanya (19:105, 53:39). Nilai-
nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-
kegiatan amaliah yang kongkrit (61:2-3). Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai
kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai
dengan tuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan
melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan
(16:97, 4:111).
Hidup yang pernuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan
sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya dengan mengembangkan
kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti
dan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-
kegiatan yang membawa perubahan kearah kemajuan-kemajuan - baik yang mengenai alam
maupun masyarakat - yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya (29:6).
Dia diliputi oleh semangat mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran (4:125). Dia
menyerap segala sesuatu yang baru dan berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan
dan menyatakan dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan (39:18). Dia adalah aktif,
kreatif dan kaya akan kebijaksanaan (wisdom, hikmah) (2:269). Dia berpengalaman luas,
berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari
manapun datangnya (6:125). Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar,
penahan amarah dan pemaaf (3:134). Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia yang
menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh
kearah yang lebih baik.
Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan phisiknya
merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang
terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja dan kesenangan, kerja baginya
adalah kesenggangan dan kesenangan ada dalam dan melalui kerja. Dia berkepribadian,
merdeka, memiliki dirinya sendiri, menyatakan ke luar corak perorangannya dan
mengembangkan kepribadian dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan
antara kehidupan individu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan
dan sebagai anggota masyarakat. Hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya
adalah juga sekaligus untuk sesama ummat manusia.
Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rokhani dan
jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik maupun dunia akherat. Kesemuanya
dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran niatnya, yaitu mencari
kebaikan, keindahan dan kebenaran (98:5).
Dia seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari
dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung dari pada kecenderungannya yang suci
yang murni (2:207, 76:89). Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai
pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan
lain yang nilainya lebih rendah (pamrih) (2:264). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai
kemanusiaan pelakunya dan memberinya kebahagiaan (35:10). Hal itu akan menghilangkan
sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal akan menjadi kegiatan
kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci kebahagiaan hidup manusia,
tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkan
kebahagiaan.
Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancarkan dari hati nurani yang
hanief atau suci.

C. KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVERSAL


(TAKDIR)

Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa kemerdekaan. Kemerdekaan
dalam arti kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni,
kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih sehingga pekerjaan itu benar-benar
dilakukan sejalan dengan hati nurani. Keikhlasan merupakan pernyataan kreatif kehidupan
manusia yang berasal dari perkembangan tak terkekang daripada kemauan baiknya.
Keikhlasan adalah gambaran terpenting daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan
sekarang di dunia dan abadi (external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat.
Dalam aspek pertama manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang
harus dipikul secara individual, dan komunal sekaligus (8:25). Sedangkan dalam aspek
kedua manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, mulainkan hanya menerima akibat
baik dan buruk dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di akherat tidak terdapat
pertanggung jawaban bersama, tapi hanya ada pertanggung jawaban perseorangan yang
mutlak (2:48, 31:33). Manusia dilahirkan sebagai individu, hidup ditengah alam dan
masyarakat sesamanya, kemudian menjadi individu kembali.
Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, dari pada
kemanusiaan, serta letak kebenarannya daripada nilai kemanusiaan itu sendiri. Karena
individu adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak daripada awal perbuatannya, maka
kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan primer saja dari pada
kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun bersifat sekunder, ialah bahwa individu dalam
suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya. Manusia hidup ditengah alam sebagai
makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia adalah bagian dari keseluruhan
alam yang merupakan satu kesatuan.
Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam kontek hidup
ditengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak
berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari
kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-
hukum yang pasti dan tetap menguasai alam - hukum yang menguasai benda-benda maupun
masyarakat manusia sendiri - yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan
manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya "keharusan universal" atau "kepastian
umum" dan “takdir” (57:22).
Jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek hidup di tengah alam dan
masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukan, maka apakah
bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya? Sudah tentu bukan
hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itu
sendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan
kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya
kepastian umum atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan.
Sebaliknya suatu persyaratan yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan
tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kretif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha
yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari
manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri dimana manusia berbuat
sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak
oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan.
Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka
dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari
amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan
nasibnya sendiri (13:11). Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia
dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan
dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu
menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir akan membawa keseimbangan jiwa tidak
terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu
kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, mulainkan
juga kepada keharusan yang universal itu (57:23).

D. KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN PERIKEMANUSIAAN

Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia
sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab penyerahan meniadakan kemerdekaan dan
keikhklasan dan kemanusiaan. Tetapi jelas pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka
dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena itu sekalipun tidak tunduk pada
sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk
kepada kebenaran. Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian
kepada-Nya.
Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila demikian maka sesuai
dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup yang terakhir dan mutlak ialah kebenaran
terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan tempat menundukkan diri. Adakah kebenaran
terakhir dan mutlak itu? Ada, sebagaimana tujuan akhir dan mutlak daripada hidup itu ada.
Karena sikapnya yang terakhir (ultimate) dan mutlak maka sudah pasti kebenaran itu hanya
satu secara mutlak pula.
Dalam perbendaharaan kata dan kulturiil, kita sebut kebenaran mutlak itu "Tuhan",
kemudian sesuai dengan uraian Bab I, Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai
Allah (31:30). Karena kemutlakannya, Tuhan bukan saja tujuan segala kebenaran (3:60).
Maka dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar adalah pada hakikatnya
pikiran tentang Tuhan YME.
Oleh sebab itu seseorang manusia merdeka ialah yang ber-ketuhanan Yang Maha
Esa. Keiklasan tiada lain adalah kegiatan yang dilakukan semata-mata bertujuan kepada
Tuhan YME, yaitu kebenaran mutlak, guna memperoleh persetujuan atau "ridho" daripada-
Nya. Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan ada
karena adanya tujuan kepada Tuhan semata-mata. Hal itu berarti segala bentuk kegiatan
hidup dilakukan hanyalah karena nilai kebenaran itu yang terkandung didalamnya guna
mendapat pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak. Dan hanya pekerjaan "karena Allah"
itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan (92:19-21).
Kata "iman" berarti percaya dalam hal ini percaya kepada Tuhan sebagai tujuan
hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap menyerahkan diri dan
mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam. Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdian
kepada Tuhan YME (3:19). Pelakunya disebut "Muslim". Tidak lagi diperbudak oleh
sesama manusia atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah
manusia yang merdeka yang menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME
(33:39). Semangat tauhid (memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan YME)
menimbulkan kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupan
bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalah manusia
yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah keseluruhan (totalitas)
dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki seluruh dunia ini dalam arti kata mengambil
bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan dan menikmati kebaikan-kebaikan dan
peradaban kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan yang tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan
(human totality) itu antara lain ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan moral
manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi antara tugas-tugas peradaban dan agama.
Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa manusia adalah tujuan pada dirinya membela
kemanusiaan seseorang menjadi: manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai
tujuan kegiatan. Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human
totality) yang homogen dan harmonis pada dirinya sendiri: jadi berlawanan dengan
kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, maka nilai-nilai tidak
dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan konkrit dan nyata
(26:226). Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran yang mutlak
dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan alam
dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa
kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia "amal saleh" (harfiah: pekerjaan
yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman (lihat
Qur’an: aamanu wa’amilushshaalihaat, tdk kurang dari 50 x pengulangan kombinasi kata).
Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena kemanusiaan
adalah kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada perikemanusiaan tanpa
Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah tidak sejati (24:39). Oleh
karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat mencari ridho daripada-Nya adalah
dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa
keruntuhan peradaban (9:109).
"Syirik" merupakan kebalikan dari tauhid, secara harafiah artinya mengadakan
tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan. Syirik adalah sifat menyerah dan menghambakan
diri kepada sesuatu selain kebenaran baik kepada sesama manusia maupun alam. Karena
sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik merupakan kejahatan terbesar kepada
kemanusiaan (31:13). Pada hakikatnya segala bentuk kejahatan dilakukan orang karena
syirik (6:82). Sebab dalam melakukan kejahatan itu dia menghambakan diri kepada motif
yang mendorong dilakukannya kejahatan tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
kebenaran. Demikian pula karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang
dilakukannya (Hadist, “sesunggunya sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa kamu
sekalian adalah syirik kecil, yaitu riya - pamrih”. Rawahu Ahmad, hadist hasan). Dia
bekerja bukan karena nilai pekerjaan itu sendiri dalam hubungannya dengan kebaikan,
keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendak memperoleh sesuatu yang lain.
"Musyrik" adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang menghambakan diri
kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab dia
mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat dengan Tuhan (3:64). Demikian pula
seseorang yang menghambakan (sebagaimana dengan tiran atau diktator) adalah musyrik,
sebab dia mengangkat dirinya sendiri setingkat dengan Tuhan (28:4). Kedua perlakuan itu
merupakan penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun kepada
orang lain.
Maka sikap berperikemanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan
sesuatu kepada tempatnya yang wajar, seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang
manusia. Tidak melebihkan sehingga menghambakan dirinya kepada-Nya. Dia selau
menyimpan itikad baik dan lebih baik (ikhsan). Maka ketuhanan menimbulkan sikap yang
adil kepada sesama manusia (16:90).
E. INDIVIDU DAN MASYARAKAT

Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing


pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tidak
sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Juga telah dikemukakan bahwa
manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai
mahkluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik
tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu.
Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi diwujudkan. Justru karena adanya
kemerdekaan pribadi itu maka timbul perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan
lainnya (43:32). Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri:
sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan
kultural menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda (5:48).
Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan masyarakat adalah suatu
keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian anggotanya saja (92:4). Namun sejalan dengan
prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupan yang teratur tiap-tiap orang harus
diberi kesempatan untuk memilih dari beberapa kemungkinan dan untuk berpindah dari satu
lingkungan ke lingkungan lainnya (17:84, 39:39). Peningkatan kemanusiaan tidak dapat
terjadi tanpa memberikan kepada setiap orang keleluasaan untuk mengembangkan
kecakapannya melalui aktifitas dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya dan
bakatnya.
Namun inilah kontradiksi yang ada pada manusia dia adalah mahkluk yang
sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat baik kepada sesamanya,
tetapi pada waktu yang sama ia merasakan adanya pertentangan yang konstan dan keinginan
tak terbatas sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu cenderung kearah merugikan orang lain
(kejahatan) dan kejahatan dilakukan orang karena mengikuti hawa nafsu (12:53, 30:29).
Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dan karena itu juga berarti ancaman
terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan tak terbatas atau hawa nafsu
tersebut, maka selain kemerdekaan, persamaan hak antara sesama manusia adalah esensi
kemanusiaan yang harus ditegakkan. Realisasi persamaan dicapai dengan membatasi
kemerdekaan. Kemerdekaan tak terbatas hanya dapat dipunyai satu orang, sedangkan untuk
lebih satu orang, kemerdekaan tak terbatas tidak dilaksanakan dalam waktu yang
bersamaan, kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan
kemerdekaan tak terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaan kepada pihak yang kuat
atas yang lemah (perbudakan dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itu bertentangan
dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling
menopang. Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak bagi orang lain untuk
mengembangkan kepribadiannya. Sebagai kawan hidup dengan tingkat yang sama. Anggota
masyarakat harus saling menolong dalam membentuk masyarakat yang bahagia (5:2).
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang tidak mungkin dirubah.
Hubungan yang benar antara manusia dengan sejarah bukanlah penyerahan pasif. Tetapi
sejarah ditentukan oleh manusia sendiri. Tanpa pengertian ini adanya azab Tuhan (akibat
buruk) dan pahala (akibat baik) bagi satu amal perbuatan mustahil ditanggung manusia
(99:7-8). Manusia merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup
ini (dalam sejarah) dalam hidup kemudian - sesudah sejarah (9:74, 16:30). Semakin
seseorang bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung jawab dengan kesadaran
yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia mendekati tujuan
(29:69).
Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai dan martabatnya dapat
sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai kemerdekaan tidak saja mengatur hidupnya
sendiri tetapi juga untuk memperbaiki dengan sesama manusia dalam lingkungan
masyarakat. Dasar hidup gotong-royong ini ialah keistimewaan dan kecintaan sesama
manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan dan kehormatan bagi setiap orang
(49:13, 49:10).

F. KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI

Telah kita bicarakan tentang hubungan antara individu dengan masyarakat dimana
kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan dimana perbaikan
kondisi masyarakat tergantung pada perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya.
Jika kemerdekaan dicirikan dalam bentuk yang tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas)
maka sudah terang bahwa setiap orang diperbolehkan mengejar dengan bebas segala
keinginan pribadinya.
Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu satu sama lain dalam
kekacauan atau anarchi (92:8-10). Sudah barang tentu menghancurkan masyarakat dan
meniadakan kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan keadilan dalam masyarakat (5:8).
Siapakah yang harus menegakkan keadilan, dalam masyarakat? Sudah barang pasti ialah
masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam
masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-
usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat
kemanusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan
(2:104).
Kualitas terpenting yang harus dipunyainya, ialah rasa kemanusiaan yang tinggi
sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada Tuhan. Di samping itu diperlukan
kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu adalah pimpinan masyarakat; atau
setidak-tidaknya mereka adalah orang-orang yang seharusnya memimpin masyarakat.
Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak
asasinya, dan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan
martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan
masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintah yang pertama
berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud semula dan fundamental daripada didirikannya
negara dan pemerintah ialah guna melindungi manusia yang menjadi warga negara daripada
kemungkinan perusakkan terhadap kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya
setiap orang mengambil bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar
persamaan yang diperoleh melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada didalamnya
haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri (Hadist: “kullukum raain wakullukum mas
uulun ‘an raiyyatih” -Bukhari & Muslim). Oleh karena itu pemerintah haruslah merupakan
kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri. Pemerintah haruslah demokratis,
berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, menjalankan kebijaksanaan atas
persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan dimana keadilan dan martabat
kemanusiaan tidak terganggu (42:28, 42:42). Kekuatan yang sebenarnya didalam negara ada
ditangan rakyat, dan pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan
kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu). Adalah kewajiban
dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial untuk menjunjung tinggi prinsip
kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia. Menegakkan keadilan adalah amanat
rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan (4:58). Ketaatan rakyat kepada
pemerintah yang adil merupakan ketaatan kepada diri sendiri yang wajib dilaksanakan.
Didasari oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam
lingkungan ketaatan kepada Tuhan (Kebenaran Mutlak) dan Rasulnya (pengajar tentang
Kebenaran) (4:59). Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada
kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME (5:45).
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah
menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekeyaan diantara anggota
masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian yang wajar dari kekayaan
atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal batas-batas individual, sejarah
merupakan perjuangan dialektis yang berjalan tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan
golongan yang didorong oleh ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu
pihak dan pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa
dilain pihak (57:20). Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang
pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya - yaitu
bila sudah mencapai batas maksimal - pertentangan golongan itu akan menghancurkan
sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya (17:16).
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekeyaan dan kemiskinan akan terjadi dalam
kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas selalu menunjukkan perbedaan-
perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik maupun mental namun dalam
kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang tidak menegakkan keadilan adalah
keadilan yang merupakan perwujudan dari kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku
daripada kezaliman sedangkan orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh
karena itu sebagai yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak
yang benar. Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang
menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menang terhadap
kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak terhindar bagi kaum
miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam masyarakat (4:160-161,
26:182-183, 2:279, 28:5).
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh kapitalisme.
Dengan kapitalisme dengan mudah seseorang dapat memeras orang-orang yang berjuang
mempertahankan hidupnya karena kemiskinan, kemudian merampas hak-haknya secara
tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan persyaratan kerjanya dan hidup kepada
mereka. Oleh karena itu menegakkan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan
segenap usaha akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat (2:278-279).
Sesudah syirik, kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan
beserta penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak
mengikuti jalan Tuhan (104:1-3). Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia
ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang
kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma'ruf)
dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia kepada
kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan perkataan lain harus
diadakan restriksi-restriksi atau cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan
kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan kamanusiaan diperbolehkan (yang
ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang
munkar diharamkan) (3:110).
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang
tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan berketuhanan YME
tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan tidak berketuhanan sama sekali. Sebab
nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan
yang nyata (61:2-3).
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat
tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda.
Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil
pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu
selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia
menguasai kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah
menggenggam dan memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan
kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar
sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif terhadap
pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara mendalam akan
andanya tuhan. Sembahyang merupakan pendidikan yang kontinyu, sebagai bentuk formil
peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan
membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran
(29:45). Jadi sembahyang merupakan penopang hidup yang benar (Hadist: “sembahyang
adalah tiang agama. Barangsiapa mengerjakannya berarti menegakkan agama.
Barangsiapa meninggalkannya berarti merobohkan agama” -Baihaqi). Sembahyang
menyelesaikan masalah - masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada
secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa
pengabdian yang bersifat mutlak (31:30). Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar
kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah sesuatu yang lain. Dan membahayakan
kemanusiaan. Dalam hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang
merupakan kejahatan fundamental terhadap kemanusiaan.
Dalam masyarakat yang adil mungkin masih terdapat pembagian manusia menjadi
golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi dalam batas - batas kewajaran dan
kemanusian dengan pertautan kekayaan dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan
dengan dibenarkannya pemilikan pribadi (private ownership) atas harta kekayaan dan
adanya perbedaan - perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi,
fisik maupun mental (30:37).
Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam pembagian rejeki ke arah
yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini zakat adalah
penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang -
orang kaya dalam jumlah presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin (9:60).
Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, sah, dan halal saja. Sedang
harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna
manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum
penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk suatu masyarakat yang adil
berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara memperoleh
kekayaan secara haram, dimana penindasan atas manusia oleh manusia dihapuskan (2:188).
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga
ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan
hanya jika hanya digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan
pemerintah berhak mengajukan konfiskasi.
Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu,
yaitu dalam batas tidak kurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata penggunaan dalam
masyarakat (25:67). Penggunaan yang berlebihan (tabzier atau israf) bertentangan dengan
perikemanusiaan (17:26-27). Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan
golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif (17:16). Sebaliknya penggunaan
kurang dari rata-rata masyarakat (taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat
disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk
manfaat bersama (47:38).
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta
kekayaan ini adalah milik Tuhan (10:55). Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas
kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar dari padanya (7:10).
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana amanat
dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki tuhan,
untuk kepentingan umum (57:7). Maka kalau terjadi kemiskinan, orang - orang miskin
diberi hak atas sebagian harta orang - orang kaya, terutama yang masih dekat dalam
hubungan keluarga (70:24-25). Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi
kehidupan keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan
persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar
diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan kainginan-
keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas kegiatan-kegiatnnya. Dalam
prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah dan
kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan yang wajar kemerdekaan beribadah
sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang pantas.

G. KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN

Dari seluruh uraian yang telah di kemukakan, dapatlah disimpulkan dengan pasti
bahwa inti dari pada kemanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan atau Amal
Saleh (95:6).
Iman dalam pengertian kepercayaan akan adanya kebenaran mutlak yaitu Tuhan
Yang Maha Esa, serta menjadikanya satu-satunya tujuan hidup dan tempat pengabdian diri
yang terakhir dan mutlak. Sikap itu menimbulkan kecintaan tak terbatas pada kebenaran,
kesucian dan kebaikan yang menyatakan dirinya dalam sikap pri kemanusiaan. Sikap pri
kemanusiaan menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan
meningkatkan kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk sesamanya.
Tapi bagaimana hal itu harus dilakukan manusia?.
Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan demikian
pula perjalanan ummat manusia atau sejarah adalah gerakan maju kedepan. Maka semua
nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku untuk suatu tempat dan suatu waktu tertentu.
Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu
kebenaran mutlak (Tuhan) (28:88). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau
dijabarkan dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan (6:57).
Oleh karena itu manusia berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu
tidak lain dari pada gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak statis. Dia
bukanlah seorang tradisional, apalagi reaksioner (17:36). Dia menghendaki perubahan terus
menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia senantiasa mencarai kebenaran-
kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu menyatakan dirinya dan
ditemukan didalam alam dari sejarah umat manusia.
Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-
kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan
tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan
keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia,
yaitu ketika mereka telah memahami benar seluruh alam dan sejarahnya sendiri (41:53).
Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang
dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran, yang
menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha Esa
(35:28). Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak
kemanusiaan yang tertinggi (58:11).
Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang
dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara manusia dan alam
sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan. Manusia harus menguasai alam dan
masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih baik. Penguasaan dan kemudian
pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukum-hukumnya
agar dapat menguasai dan menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi
ummat manusia bagi kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan
kecuali mengerahkan kemampuan intelektualitas atau rasio (45:13).
Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan hukum-hukum yang tetap
(3:137). Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah
bahwa manusia akan menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya dan
menemui kehancuran jika menyimpang daripadanya dengan menuruti hawa nafsu (91:9-
10).
Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang lebih
baik sesuai dengan fitrah adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari
masa lampau, untuk dapat mengerti masa sekarang dan memperhitungkan masa yang akan
datang (12:111). Menguasai dan mengarahkan masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah
umumnya dan membimbingnya kearah kemajuan dan kebaikan.
H. KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar
sbb:
1. Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan
keinginan mendekat serta kecintaan kepada-Nya, yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah
nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja
nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika
tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk
menegakkan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya.
2. Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian
formil kepada Tuhan. Ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan
berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif.
Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari
pada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat yang terus menerus
kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengah alam dan masyarakat
dan sesamanya. Ia tidak melebihkan diri sehingga mengarah kepada kedudukan Tuhan
dengan merugikan kemanusiaan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan dirinya
sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain
Dengan ibadah manusia dididik untuk memilki kemerdekaannya, kemanusiaannya dan
dirinya sendiri, sebab ia telah berbuat ikhlas, yaitu pemurniaan pengabdian kepada
Kebenaran semata..
3. Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag
sungguh - sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan,
baik dalam ukuran ruang maupun waktu. Yaitu menegakkan keadilan dalam masyarakat
sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu
berarti usaha - usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat
kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf”,
disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai - nilai
kemanusiaan atau nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata
ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha
- usaha kearah penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai
manusia.
4. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad,
yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam
bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan
menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan
dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab
itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan
bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan
solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh - musuh dari kemanusiaan.
Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti
jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain.
5. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen.
Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab
itu, manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban
disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu
mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak
akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa
kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan
yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap
terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang kehidupan
berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang
terbaik.
Dengan demikian, tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana, yaitu beriman,
berilmu dan beramal.
SEJARAH HMI
URAIAN MATERI SEJARAH PERJUANGAN HMI

PENGANTAR ILMU SEJARAH

Pengertian

Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-benar terjadi, dan
kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung buktibukti yang membenarkan
peristiwa itu benar-benar terjadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ilmu sejarah
adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian
yang benar-benar terjadi di masa lampau. Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah
dibedakan antara sejarah dan ilmu sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya,
sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian atau peristiwa tersebut.

Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Sejarah

Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari kejadian yang telah lampau adalah
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan mempelajari
maka dapat diambil hikmah/pelajaran dari peristiwa tersebut. Pada peristiwa yang terjadi
dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang ada dari peristiwa itu, dan pengetahuan
tersebut dapat meningkatkan kehati-hatian dalam mengambil keputusan pada masa saat ini
dengan mempertimbangkan prinsip nilai yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya
peristiwa masa lalu linear dengan masa saat ini dan yang akan datang.

MISI KELAHIRAN ISLAM

Masyarakat Arab Pra Islam

Masyarakat Arab pra Islam atau yang lebih dikenal dengan masyarakat jahiliyah hidup
dalam keterbelakangan, baik pengetahuan, sosial budaya maupun peradaban. Masyarakat
arab pra Islam tidak mengenal tulis dan baca, walaupun ada yang dapat menulis dan
membaca itu hanya sebagian kecil saja, namun pemahaman atau kebanggaan akan sastra
demikian tingginya, jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Arab pada masa itu hidup
dalam kebodohan.
Posisi wanita pada saat itu tidak dihargai, mereka hanya dipandang sebagai benda bergerak
yang menyenangkan, bahkan wanita dianggap sebagai beban dan sumber bencana,
implikasinya adalah ada anggapan jika memiliki anak wanita akan mengakibatkan
kemiskinan. Dampak dari pandangan itu, maka tak heran jika mereka sering mengubur bayi
wanita hidup-hidup (kalau sekarang, belum lahir sudah dibunuh). Selain itu masyarakat
Arab pra Islam hidup dalam perpecahan klan (keluarga besar), karena mereka lebih
menonjolkan ego kesukuan atau kabilah, ini menyebabkan masyarakat Arab sering
berperang antar kabilah dan tidak memiliki rasa kebangsaan yang menyebabkan bangsa
Arab menjadi lemah dan terpecah-pecah.

Periode Kenabian Muhammad

Fase Makkah

Muhammad lahir di Makkah pada masa keadaam masyarakat yang buruk sekali.
Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah, bertepatan dengan tanggal 20
April 571 M. Muhammad putra tunggal dari pasangan Abdullah dan Aminah. Sejak kecil
Muhammad memiliki sifat yang terpuji sehingga kemudian ia dijuluki “al-amin” atau orang
yang dapat dipercaya. Pada usia yang ke-25 Muhammad menikah dengan seorang janda
kaya yang bernama Khadijah. Dalam masa pernikahannya ini Muhammad sering melakukan
perenungan/kontemplasi di luar kota Makkah, tepatnya di sebuah gua yang bernama Hira,
beliau selalu memikirkan keadaan masyarakatnya yang demikian rusak.

Pada saat Muhammad mendekati usia 40 tahun, beliau makin sering stress memikirkan
bangsanya, sehingga pelariannya dengan menyepi di gua Hira semakin sering kuantitasnya.
Suatu malam di bulan Ramadhan tepatnya tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan
tanggal 6 Agustus 610, datanglah suatu penampakan yang ternyata adalah malaikat Jibril
yang menyampaikan wahyu pertama (Al-Alaq : 1 – 5), dan ini pertanda bahwa Muhammad
telah dilantik menjadi rasul dan nabi walaupun tanpa berita acara. Pasca wahyu di gua Hira,
Muhammad s.a.w. mendapat wahyu-wahyu berikutnya yang memerintahkan kepada
Muhammad s.a.w untuk menyampaikan dakwah. Isi dakwahnya adalah ajakan untuk
melakukan perubahan-perubahan yang revolusioner, perubahan yang dibawa antara lain
perubahan akhlak, karena Islam mengajarkan akhlak yang baik. Perubahan lain adalah nilai
persamaan, yang dimaksud adalah kesetaraan antar umat manusia, tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan, antar ras, bangsa, dan lain sebagainya, di mata Allah yang
berbeda adalah ketaqwaan. Selain itu, ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang penting
untuk dilakukan, serta membangun solidaritas persaudaraan yang berimplikasi pada
penguatan nasionalisme atau keutuhan dalam berbangsa dan beragama.

Pada fase Makkah ajaran yang disampaikan Muhammad s.a.w berkaitan atau berhubungan
pada nilai ketauhidan atau iman, karena pada saat itu jaran Islam baru tegak kembali,
sehingga yang harus dibangun pertama-tama adalah fondasi aqidah atau iman yang
dijadikan landasan fundamental. Tiap tahun kota Makkah selalu didatangi oleh kabilah-
kabilah dari seluruh Arab yang datang untuk untuk melakukan shoping atau ibadah haji.
Muhammad s.a.w melakukan dakwah terhadap orang-orang tersebut, dan usaha ini tidak sia-
sia karena dari kalangan yang berasal dari daerah-daerah tersebut ada yang menyatakan
keimanannya, diantaranya dari Yastrib. Konsekuensi logis dari gerakan revolusioner
berdampak pada peningkatan konstelasi politik masyarakat Makkah, yang pada akhirnya
memberikan satu pilihan kepada Muhammad s.a.w untuk meninggalkan Makkah. Pada
hijrah yang kedua, Muhammad s.a.w. menginstruksikan kepada para pendukungnya untuk
meninggalkan kota Makkah menuju Yastrib yang dikemudian hari dikenal dengan Madinah.
Muhammad s.a.w pun pada akhirnya terpaksa harus meninggalkan Makkah menuju
Madinah, maka dimulailah babak baru dalam Islam, fase Madinah.

Fase Madinah

Fase Madinah dimulai sejak hijrahnya Muhammad s.a.w dari Makkah ke Madinah, karena
Madinah dianggap baik untuk pembenihan Islam. Kaum muslimin yang berada di Madinah
terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Anshar (kaum muslimin tuan rumah) dan Muhajirin
(kaum muslimin pendatang dari Makkah), maka langkah pertama yang dilakukan adalah
mempertalikan hubungan kekeluargaan atau hubungan persaudaraan antara kaum Anshar
dan Muhajirin, karena hanya dengan persatuanlah, maka umat Islam akan kuat. Selanjutnya
dilakukan lobi-lobi politik atau perjanjian dengan kelompok di luar Islam yang ada di
Madinah, karena pada saat itu telah ada kelompok lain yang tinggal di sana, antara lain
Yahudi.

Di Madinahlah Muhammad s.a.w. melakukan pembinaan masyarakat Islam. Pembinaan


masyarakat ini tidak hanya di bidang aqidah, tetapi juga menyangkut masalah politik,
ekonomi, dan sosial budaya. Di Madinah perkembangan ajaran Islam maju dengan pesat,
pada fase ini ajaran lebih ditekankan pada hukum kemasyarakatan atau lebih kepada
muamallah. Dengan semakin besarnya kamum muslimin, dianggap merupakan ancaman
bagi kelompok lain, maka semakin benci pula orang-orang Quraisy kepada Muhammad
s.a.w. dan para pendukungnya. Konstelasi kebencian makin meningkat sehingga
mengakibatkan timbulnya peperangan, antara lain Badr, Uhud, Ahzab, Khandaq, dan
beberapa perang lainnya. Pada prinsipnya bagi kaum muslimin peperangan ini adalah upaya
defensif dan dalam rangka menegakkan kalimah tauhid.

Muhammad s.a.w. mangkat dan dimakamkan di Madinah di usia 63 tahun, pada tanggal 12
Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632.

LATAR BELAKANG BERDIRINYA HMI

Kondisi Islam di Dunia

Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan ketinggalan
dibandingkan masyarakat Eropa dengan Reinasance-nya. Ini dapat dilihat dari penguasaan
teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain besar umat Islam berada di bawah ketiak
penindasan nekolim barat yang notabene dimotori oleh kelompok Kristen. Umat Islam
hanya terpaku, terlena oleh kejayaan masa lampau atau pada zaman keemasan Islam. Umat
Islam pada umumnya tidak memahami ajaran Islam secara komprehensif, sehingga mereka
hanya berkutat seputar ubudiyah atau ritual semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam
adalah ajaran paripurna yang tidak hanya mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan,
namun lebih jauh daripada itu menderivasikan hubungan transenden ke dalam seluruh aspek
kehidupan.

Berangkat dari pemahaman ajaran Islam yang kurang, umat berada dalam keterbelakangan
dan fenomena ini terjadi dapat dikatakan di seluruh dunia. Hal tersebut mengakibatkan
terpuruknya umat Islam yang dijanjikan Allah untuk dipusakai alam semesta. Lebih ironis
lagi ketika umat terbagi menjadi berbagai golongan yang hanya berangkat dari masalah
khilafiyah, yang bedampak pada melemahnya kekuatan Islam.

Kondisi Islam di Indonesia


Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam berada dalam
cengkaraman nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai masyarakat kelas
bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya menguntungkan kelompok mereka sendiri
atau rakyat yang sudah seideologi dengan mereka.

Umat Islam Indonesia hanya mementingkan kehidupan akhirat (katanya sich), dengan
penonjolan simbolisasi Isalam dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi atas
ketidakberdayaan untuk melawan nekolim, sehingga pemahaman umat tidak secara benar
dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama ang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah ditutup,
hal ini menyebabkan umat hidup dalam suasana taqlid dan jumud. Selain itu umat Islam
Indonesia berada dalam perpecahan berbagai macam aliran/firqah dan masing-masing
golongan melakukan truth claim, hal ini menyebabkan umat Islam Indonesia tidak kuat
akibat kurang persatuan di kalangan umat Islam di Indonesia.

Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam

Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang akan menghasilkan para
pemimpin untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu perguruan tinggi
adalah motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut diharapkan menuju sesuatu
yang lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi, maka banyak golongan yang ingin
menguasainya demi untuk kepentingan golongan tersebut.

Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis tersebut, ada
beberapa faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan tinggi dan dunia
kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi adalah
sistem pendidikan barat yang mengarah pada sekularisme dan dapat menyebabkan
dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain itu adanya organisasi
kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini menyebabkan aspirasi Islam dan umat
Islam kurang terakomodir.

Faktor-faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena menyebabkan masalah dalam
hidup dan kehidupan serta keberadaan Islam dan umat Islam. Mahasiswa Islam kurang
memiliki ruang gerak karena berada dalam sistem yang sekuler dan tidak sesuai dengan
ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan dari mahasiswa komunis yang sangat
bertentangan dengan fitrah manusia dan bertentangan pula dengan ajaran Islam. Jelas sudah
bahwa mahasiswa Islam sangat sulit untuk bergerak memperjuangkan aspirasi umat Islam.

Saat Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam kondisi yang memprihatinkan,
yaitu terjadinya kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan ajaran
Islam sehingga tidak tercermin dalam kehidupan nyata.

Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi kemahasiswaan, yaitu Perserikatan Mahasiswa
Yogyakarta (PMY), namun PMY didominasi oleh partai sosialis yang berpaham komunis.
Akibat didominasi oleh partai sosialis maka PMY tidak independen untuk memperjuangkan
aspirasi mahasiswa, maka banyak mahasiswa yang tidak sepakat dan tidak bisa membiarkan
mahasiswa terlbat dalam polarisasi politik. Sebagai realisasi dari keinginan tersebut maka di
Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5 Februari
1947 sebuah organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai
organisasi independen dan sebagai anak umat dan anak bangsa.

GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI

Sosok Lafran Pane

Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di
Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut sebagai
pendiri HMI.

Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang Sidempuan,
5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”. Lafran Pane
mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong dirinya untuk mencari
hakikat hidup sebenarnya. Desember 1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena
Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.
Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur
masa lampau yang kelam.
Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena
Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun 1948,
Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai Perguruan Tinggi
Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP Yogyakarta dinegerikan pada
tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM), secara otomatis
Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP
berubah menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana
pertama dalam ilmu politik dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.

Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman

Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman, penghayatan


dan pengamalanumat Islam akan agamanya harus ditingkatkan, sehingga dapat mengetahui
dan memahami ajaran Islam secara benar dan utuh. Kebenaran Islam memiliki jaminan
kesempurnaannya sebagai peraturan untuk kehidupan yang dapat menghantarkan manusia
kepada kebahagian dunia dan akhirat.

Tugas suci umat Islam dalah mengajak umat manusia kepada kebenaran Illahi dan
kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur material dan spiritual.
Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman, diharapkan kesenjangan dan
kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalpat
dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan pemikiran umat Islam
telah membawa pada arti agama yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya
melakukan peribadatan. Al-Qur’an hanya dijadikan sebatas bahan bacaan, Islam tidak
ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan pemikiran Islam ini pun
hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran dan kejayaan
masa lalu.

Gagasan dan Visi Perjuangan Sosial Budaya

Ciri utama masyarakat Indonesia adalah kemajemukan sosial budaya, kemajemukan tersebut
merupakan sumber kekayaan bangsa yang tidak ternilai, tetapi keberagaman yang tidak
terorganisir akan mengakibatkan perpecahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan awal saat HMI berdiri juga tidak terlepas pada gagasan dan visi perjuangan sosial
budaya, yaitu :

1. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.

2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam.

Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial budaya yang ada
menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia guna mempertahankan
kemerdekaan yang baru diraih. Untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam pun
harus dipelajari kondisi sosial budaya sehingga tidak terjadi benturan kultur.

Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam sebatas ritual harus
diubah pemahamannya dan keadaan sosial budaya yang telah mengakar ini tidak dapat
diubah serta merta, tetapi melalui proses panjang dan bertahap.

Komitmen Keislaman dan Kebangsaan sebagai Dasar Perjuangan HM

Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan kebangsaan yang bersatu
secara integral sebagai dasar perjuangan HMI yang dirumuskan dalam tujuan HMI yaitu :

a) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia


yang didalamnya terkandung wawasan atau pemikiran kebangsaan atau ke-Indonesiaan

b) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam yang didalamnya terkandung pemikiran


ke-Islaman

Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai organisasi kader, wujud nyata perjuangan HMI dalam komitmen
keumatan dan kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang ingin menciptakan
kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi pemimpin yang amanah untuk membawa
bangsa Indonesia mencapai asanya.

Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan masih melekat dalam
gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI (hasil
Kongres IX HMI di Malang tahun 1969) sampai sekarang, “Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Namun kedua komitmen itu tidak
dilakukan secara institusional, mulainkan dampak dari proses pembentukan kader yang
dilakukan oleh HMI.

DINAMIKA SEJARAH PERJUANGAN HMI

DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

HMI dalam Fase Perjuangan Fisik

HMI ikut berjuang dalam perjuangan fisik ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun
pada tahun 1948. Pemberontakan tersebut bertujuan mengambil alih kekuasaan
pemerintahan yang sah dan ingin mendirikan “Soviet Republik Indonesia”. Menghadapi hal
tersebut, HMI menggalang seluruh kekuatan mahasiswa dengan membentuk Corps
Mahasiswa. Selama waktu krisis tersebut anggota HMI terpaksa meninggalkan bangku
kuliah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pengkhianatan
PKI, selain itu HMI pun terlibat dalam perjuangan fisik menghadapi agresi militer Belanda.

Sebagai anak umat dan anak bangsa, HMI selalu ikut dalam perjuangan fisik demi
mempertahankan negara Republik Indonesia. Dalam mempertahakan NKRI, anggota-
anggota HMI mengganti pena dengan memanggul senjata, HMI merasa ikut bertanggung
jawab dalam mempertahankan kedaulatan NKRI. HMI berkeyakinan bahwa dalam
masyarakat yang berdaulat dan merdeka akan tercipta keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu HMI selalu berusaha untuk memperthankan dan mempersatukan bangsa.

HMI dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa

Saat HMI baru saja berdiri, terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang merupakan ancaman
terhadap kedaulatan bangsa, umat Islam, dan HMI sendiri. Kekuatan PKI ini makin
memuncak pada era 60-an, PKI menjadi salah satu kekuatan sosial politik besar di
Indonesia. Posisi HMI saat itu adalah menentang ajaran komunis dan mengajak semua pihak
yang ada untuk menentang komunis.
Persoalan komunis bukan hanya persoalan bangsa dan negara, tetapi juga persoalan HMI,
akibat sikap HMI tersebut maka PKI menempatkan HMI sebagai salah satu musuh utama
yang harus diberangus. HMI menggalang konsolidasi dengan semua pihak yang non
komunis, karena komunis bertentangan dengan dasar negara, yaitu Pancasila. Selain itu PKI
selalu berusaha untuk merebut pemerintahan dan kekuasaan yang sah. Untuk menghadapi
pemilu 1955, HMI mengadakan Konferensi Akbar di Kaliuarang Yogyakarta pada tanggal 9
–11 April 1955, keputusan yang diambil adalah :

1) Menyerukan kepada khalayak ramai untuk memilih partai-partai Islam dalam pemilu yang
akan datang.

2) Menyerukan kepada partai-partai Islam supaya mengurangi keruncingan-keruncingan, tidak


saling menyerang.

3) Kepada warga dan anggota HMI supaya :

a) Wajib aktif dalam pemilu

b) Wajib aktif memilih salah satu partai Islam

c) Mempunyai hak dan kebebasan untuk membantu dan memilih partai Islam yang
disenangi

Dalam menghadapi sidang pleno Majelis Konstituante, PB HMI mengirimkan seruan


kepada seluruh anggota fraksi partai-partai Islam di konstituante agar dapat memikul
amanah umat Islam di Indonesia.

Ketika Demokrasi Terpimpin berjalan, HMI mendapat tekanan kuat, karena ada tuduhan
bahwa HMI kontra revolusi, dan lain-lain. Oleh karena itu HMI menggelar Musyawarah
Nasional Ekonomi HMI se-Indonesia di Jakarta pada tahun 1962. Ada beberapa pertanyaan
yang diajukan kepada HMI saat itu menyangkut sikap yang diambil HMI, yaitu (1) Apakah
HMI mendukung Manipol/Usdek atau tidak ? (2) HMI setuju pancasila atau tidak ? dan (3)
HMI setuju sosialisme Indonesia atau tidak ?

Munas memberikan jawaban sebagai berikut :

1)Ya, HMI mendukung Manipol/Usdek sebagai haluan negara yang ditetapkan oleh MPRS

2)Ya, HMI setuju Pancasila yang merupakan rancangan kesatuan dengan Piagam Jakarta
3)Ya, HMI setuju sosialisme Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang diridhoi Tuhan
Yang Maha Esa

Dengan melakukan pendekatan-pendekatan itu maka HMI dapat terselamatkan isu dan
tuduhan yang dilancarkan terhadap HMI tidak berhasil untuk mengubur HMI dalam
percaturan sejarah.

HMI dalam Transisi Orde Lama dan Orde Baru

Tahun 1965, HMI mengalami tantangan yang berat, HMI terancam dibubarkan, dan lagi-
lagi HMI lulus dalam ujian sejarah sehingga HMI dapat mempertahankan eksistensinya
hingga saat ini (entah esok hari, entah lusa nanti, entah……). HMI adalah salah satu
komponen bangsa yang menentang faham dan ajaran komunis, sedangkan PKI saat itu
merupakan kekuatan sosial politik yang besar di negara Republik Indonesia. PKI
berkeinginan untuk membubarkan HMI karena merupakan salah satu musuh utamanya,
usaha untuk membubarkan HMI dilakukan PKI dengan gencar (Kalau tidak mampu
membubarkan HMI, lebih baik pakai sarung saja), apalagi menjelang Gestapu atau Gestok
(istilah Pemimpin Besar Revolusi Soekarno). Masalah pembubaran HMI bukan hanya
menjadi masalah internal, tapi lebih jauh daripada itu, hal tersebut merupakan masalah umat
Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Puncak dari usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan kedaulatan negara Republik Indonesia
adalah dengan melakukan pemberontakan Gerakan 30 Sepetember/PKI tahun 1965.
Pemberontakan tersebut dimulai melalui cara penculikan terhadap para perwira tinggi TNI-
AD (kecuali Pangkostrad yang merupakan jabatan strategis, why ?), dan menghabisi para
perwira itu.

Menyikapi hal ini, HMI mengutuk Gestapu dan menyatakan bahwa gerakan tersebut
dilakukan oleh PKI (pernyataan bahwa G30S/PKI diotaki oleh PKI pertama kali
dilontarkan oleh HMI –sumber Agussalim Sitompul), HMI ikut membantu pemerintah
dalam menumpas G30S/PKI dan kerelaan HMI untuk membantu sepenuhnya ABRI. Setelah
turunnya Soekarno dan naiknya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia, HMI
bersikap mendukung pemerintahan baru yang ingin menjalankan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen (katanya sih gitu waktu naik) dan HMI ikut dalam usaha-usaha
untuk menumpas sisa-sisa PKI serta organisasi underbouw PKI.
HMI dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa

Berdasarkan tujuan HMI, maka kader HMI harus memiliki kualitas insan cita, yang
karenanya akan tercipta kader yang memiliki intelektual tinggi yang dilandasi oleh iman
serta diabdikan kepada umat dan bangsa. Pengabdian para kader ini akan dapat dijadikan
penopang dalam pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Peran HMI dalam pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Partisipasi dalam pembentukan situasi dan iklim

2) Partisipasi dalam pemberian konsep

3) Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan

Dalam menjalani peran tersebut, banyak halangan dan rintangan yang justru sebenarnya
lebih dominan faktor internal, misalnya pergeseran nilai yang berdampak pada hilangnya
ruh perjuangan HMI. Selain itu faktor eksternal memaksa HMI untuk terbawa pusaran
kekuasaan, misal masalah asas tunggal yang mengakibatkan perpecahan HMI menjadi dua
yaitu HMI yang bermarkas di Diponegoro dan HMI yang menamakan dirinya Majelis
Penyelamat Organisasi.

HMI dan Fase Pasca Orde Baru

Setelah runtuhnya Orde Baru, dimulailah babak baru perjalanan bangsa yang dikenal dengan
sebutan Reformasi. Namun ternyata sampai saat ini reformasi masih berupa angan yang
belum dapat terealisir, ironisnya kehilangan arah, karena banyak komponen bangsa yang
ingin merasakan sesuatu yang instan, tetapi dengan harapan berumur panjang.

Peran HMI dalam reformasi banyak dipertanyakan orang, analisa sementara ini diakibatkan
penempatan peran HMI yang “salah” pada fase pembangunan. Bahkan gerakan mahasiswa
di luar HMI seringkali menempatkan HMI sebagai common enemy. Dinamika organisasi di
manapun akan selalu mengalami fluktuasi, akankah HMI tetap bertahan?
KEPEMIMPINAN

A. DEFINISI
“Kegiatan mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dalam mencapai tujuanbersama”.
1. Seni utk menciptakan kesesuaian paham.
2. Bentuk persuasi dan inspirasi.
3. Kepribadian yg memiliki pengaruh.
4. Tindakan dan perilaku.
5. Titik sentral proses kegiatan kelompok.
6. Hubungan kekuatan / kekuasaan.
7. Sarana pencapaian tujuan.
8. Hasil dari interaksi.
9. Peranan yang dipolakan.
10. Inisiasi struktur.

B. FUNGSI – FUNGSI KEPEMIMPINAN


1. Penentu, pembangun, pemandu, pengawas dari arah usaha pencapaian tujuan.
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam berhubungan dengan pihak luar.
3. Communicator yang efektif.
4. Mediator handal, terutama dlm menangani konflik.
5. Integrator efektif, rasional, objektif, dan netral.
6. Fact Finding: menemukan visi dan misi.
7. Aligning: Menselaraskan orang utk mencapai tujuan organisasi.
8. Empowering: Memberdayakan orang utk mencapai cita2nya.

C. SIFAT-SIFAT YANG HARUS DIMILIKI PEMIMPIN


1. Akhlak yang baik.
2. Memiliki daya imajinasi.
3. Berfikir menurut fungsinya.
4. Mampu bersikap adil kepada semua.
5. Memiliki banyak minat.
6. Bersikap sebagai pendidik.
7. Memiliki emosional yang matang.
8. Bersikap sebagai perencana.
9. Mampu menghormati diri dan orang lain.
10. Teguh, tegas, mampu mengorganisir dengan rapi.
11. Bersemangat, energik, bersifat sebagai pelatih.
12. Ekspresif (berbicara dan menulis).
13. Logis, berpikir selalu tajam dan selalu siap.
14. Bertanggungjawab, kreatif dan pekerja keras.
15. Setia kepada semua kepentingan.

D. KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF


1. Menciptakan wawasan untuk masa depan dengan mempertimbangkan kepentingan jangka
panjang organisasi.
2. Mengembangkan strategi yang rasional untuk menuju ke arah wawasan tersebut.
3. Memperoleh dukungan dari pusatkekuasaan dan seluruh anggota.
4. Memberi motivasi yang kuat kepada kelompok inti dan seluruh anggota untuk mencpai
tujuan organisasi.

E. TIPE-TIPE PEMIMPIN
1. Tipe Otokratik
a) Karakteristik negative, egois.
b) Memutarbalikkan fakta.
c) Sumber segala sesuatu dlm organisasi.
d) Tujuan organisasi identik dg tujuan pribadi.
e) Pembenaran segala cara dlm mencapai tujuan.
f) Memperlakukan bawahan sama rendah.
g) Mengutamkaan pelaksanaan dan penyelesaian tugas.
h) Pengabaian peranan bawahan dlm decision making.
i) Tdk mau menerima saran dan pandangan bawahan.
j) Menonjolkan kekuasaan formal.
k) Menuntut keta’atan penuh dari bawahan.
l) Menegakkan dsiplin dengan kaku.
m) Memberikan perintah / instruksi dg keras.
n) Menggunakan pendekatan punitip jika bawahan salah.
2. Tipe Paternalistik
a) Umumnya terdpt pd masyarakat tradisional.
b) Popularitas disebabkan:
- Kuatnya ikatan primordial.
- Extended family system.
- Kehidupan masyarakat komunal.
- Peranan adat istiadat yg kuat.
- Memungkinkan hubungan pribadi yg intim.
c) Legitimasi kepemimpinan utk mendominasi.
d) Mengutamakan kebersamaan.
e) Seolah2 ia tau segala sesuatu – “Guru”.
f) Pemusatan pengambilan keputusan pd dirinya.
g) Berperan sbg: pelindung, bapak, pemberi petunjuk.
3. Tipe Kharismatik
a) Daya tariknya sangat memikat.
b) Mampu memperoleh pengikut yg besar.
c) Pengikutnya tdk selalu dpt menjelaskan mengapa ia dikagumi.
d) Tidak dipersoalkan nilai, sikap, prilaku dan gayanya.
4. Tipe Laissez Faire
a) Anggapan bahwa anggota taat pada aturan.
b) Pasif; membiarkan orang berjalan menurut alurnya.
c) Prinsipnya: manusia memiliki solidaritas, kesetiaan, taat norma, dan bertanggungjawab.
d) Hubungan tasan-bawahan saling mempercayai.
e) Sikapnya cenderung permisif.
f) Memperlakukan bawahan sbg akibat adanya struktur & hirarki organisasi.
g) Gaya kepemimpinannya:
- pendelegasian wewenang secara extensive.
- Decision making diserahkan pada pejabat lebih rendah.
- Status quo organisasi tdk terganggu.
- Berfikir dan bertindak inovatif / kreatif diserahkan pada anggota.
- Intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi minim.
5. Tipe Demokratik
a) Perannya selaku coordinator dan integrator.
b) Pendekatan fungsi kepemimpinannya: holistic dan integralistik.
c) Organisasi menggambarkan dengan jelas tugas mencapai tujuan.
d) Perbedaan adalah kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan.
e) Menjunjung tinggi harkat, martabat manusia.
f) Menindak pelanggar disiplin / etika kerja, korektif dan edukatif.
g) Mendorong bawahan untuk inovatif dan kreatif.
h) Penghargaan kepada bawahan yang berprestasi tinggi.
i) Sumber daya dan dana hanya digunakan oleh manusia dlm organisasi untuk
pencapaian tujuan.
j) Selalu mendelegasikan wewenang yang praktis dan realistic.
k) Bawahan dilibatkan aktif dalam proses decision making.
l) Pengakuan diri didasari kemampuan dalam memimpin.

F. MACAM TUGAS PEMIMPIN


1. Bekerja tulus – ikhlas karena Allah.
2. Amanah, fathanah, tabligh, dan siddiq.
3. Mendidik anggota secara serius dan menyiapkan regenerasi.
4. Kasih sayang merata kepada seluruh anggota.
5. Merencanakan program secara tepat, menetukan tahapan strategi, dan sumber dana.
6. Mengelola orang sesuai kemampuan masing-masing.
7. Membangun iklim saling percaya dan berbaik sangka.
8. Bersungguh-sungguh menyalakan cita-cita, mengukuhkan tekad dan membangkitkan
harapan dalam tim.

II. MANAJEMEN

A. DEFINISI
“ Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya – sumber daya organisasi
lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.

B. FUNGSI – FUNGSI MANAJEMEN


Sering disederhanakan dengan POAC:
1. Planning (Perencanaan)
Adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan
dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk
memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil
tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan
untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua
fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.

2. Organising (Pengorganisasian)
Dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang
lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi
tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus
dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut
dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana
keputusan harus diambil.

3. Actuating (Pengarahan)
Adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk
mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha

4. Controlling (Pengawasan)
Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi
manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga
apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan
tujuan yang telah digariskan semula.

C. UNSUR-UNSUR MANAJEMEN
1. Man (manusia)
Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen,
faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia
pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses
kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen
timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.

2. Material (bahan)
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha
untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus
dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan
manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
3. Machine (mesin / alat)
Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan
yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.

4. Methods (tata kerja)


Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah
metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan
memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang
tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun
metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai
pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam
manajemen tetap manusianya sendiri.

5. Money (uang)
Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan
alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah
uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang
penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional.
Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji
tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai
dari suatu organisasi.

6. Market (pasar)
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan)
produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang
diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja
tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil
produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka
kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan)
konsumen.

III. ORGANISASI
A. DEFINISI
“Organisasi adalah wadah serta proses kerjasama sejumlah manusia yang terkait dalam
hubungan formal dalam rangkaian hirarki untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”.

B. CIRI–CIRI ORGANISASI
1. Melambangkan identitas / tujuan / arah sendiri.
2. Mempunyai hierarki / tingkat autoritas / struktur.
3. Terdapat pembagian kerja.
4. Memiliki asset: software (SDM) dan hardware.
5. System pengawasan dan penyelarasan melalui peraturan dasar, prosedur, nilai, budaya dan
system hubungan.

C. FUNGSI-FUNGSI ORGANISASI
1. Mengatur tugas dan kegiatan kerjasama sebaik-baiknya.
2. Mencegah kelambatan-kelambatan kerja serta kesulitan yang dihadapi.
3. Mencegah kesimpangan kerja.
4. Menentukan pedoman-pedoman kerja.

D. KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN ORGANISASI
1. Setiap orang akan mengerti tugasnya masing-masing.
2. Memperjelas hubungan kerja para anggota organisasi.
3. Terdapat koordinasi yang tepat antar unit kerja.
4. Menggunakan tenaga kerja sesuai dengan kemampuan dan minat.
5. Agar kegiatan administrasi dan manajemen dapat dilakuakn secara efektif dan efisien.

E. TIPE-TIPE ORGANISASI
1. Bentuk Lini
Yang pertama ini sering pula dinamakan :bentuk lurus”, “bentuk jalur” dan “bentuk militer”.
Bentuk lini ini mula-mula diperkenalkan oleh seorang ahli adminstrasi berkebangsaan
Perancis, Henry Fayol.Bentuk lini dipandang sebagai bentuk yang paling tua dan
dipergunakan secara luas pada masa perkembangan industri pertama.Organisasi ini banyak
dipergunakan di lingkungan militer dan perusahaan-perusahaan kecil.
Ciri-cirinya :
a) Garis komando langsung dari atasan ke bawahan atau dari pimpinan tertinggi ke berbagai
tingkat operasional.
b) Masing-masing pekerja bertanggungjawab penuh terhadap semua kegiatannya.
c) Otoritas dan tangungjawab tertinggi pada puncak makin lama makin berkurang menurut
jenjang.
d) Organisasinya kecil, begitu pula karyawannya sedikit.
e) Hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan bersifat langsung.
f) Tujuan, alat-alat yang digunakan dan struktur organisasinya masih sederhana.
g) Pemilik organisasi biasanya menjadi pimpinan tertinggi.
Keuntungan organisasi yang berbentuk lini :
a) Kekuasaan dan tanggungjawab dapat ditetapkan secara definitif.
b) Orang yang mempunyai kekuasaan dan tanggungjawab diketahui oleh semua pihak.
c) Proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat, karena jumlah orang yang perlu
diajak berembuk tidak begitu banyak.
d) Disiplin mudah dipertahankan.
e) Solidaritas para anggota masih besar, karena masih saling kenal mengenal.
f) Tersedianya kesempatan yang baik bagi pimpinan organisasi untuk mengembangkan
bakat-bakat pemimpin.

2. Bentuk Lini dan Staf


Di dalam organisasi-organisasi kecil, semua karyawan supervisor adalah merupakan orang-
orang lini (line personnel).Tetapi ketika organisasi mulai membesar, maka semakin terasa
pentingnya penyediaan tenaga spesialis mampu memberikan nasihat-nasihat teknis dan
memberikan jasa-jasa kepada unit-unit operasional lainnya.Orang-orang inilah yang
biasanya disebut “staf personnel” (orang-orang staf yang melaksanakan fungsi-fungsi staf).
Dan orang-orang staf ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu : (1) para penasihat
dan (2) “auxilliary personnel”, bertugas melakukan kegiatan-kegiatan penunjang demi
lancarnya meknisme organisasi.
Ciri-ciri Pokok :
a) Organisasinya besar dan kompleks.
b) Jumlah karyawannya banyak.
c) Terdapat dua kelompok karyawan (lini dan staf) sebagaimana dijelaskan di atas.
d) Karena organisasi sudah semakin besar / kompleks, maka hubungan langsung di sini sudah
tidak mungkin lagi terjadi antar anggota maupun antara pemimpin dan bawahan.
e) Nampak adanya spesialisasi yang dikembangkangkan dan dipergunakan secara optimal.
Kebaikan-kebaikannya :
a) Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini yang melaksanakan tugas pokok
organisasi, dan kelompok staf yang melaksanakan kegiatan penunjang.
b) Asas spesialisasi dapat dijalankan, menurut bakat bawahan yang berbeda-beda.
c) Prinsip “the right man in the right place” dapat diterapkan dengan mudah.
d) Koordinasi mudah dijalankan dalam setiap unit kegiatan.
e) Tipe organisasi demikian dapat dipergunakan oleh organisasi-organisasiyang lebih besar /
kompleks.
Keburukannya :
a) Pemimpin lini sering mengabaikan advis staf.
b) Pimpinan staf sering mengabaikan gagasan-gagasan.
c) Ada kemungkinan pimpinan staf melampaui kewenangan stafnya.
d) Perintah-perintah lini, nasihat-nasihat dan perintah-perintah staf sering agak
membingungkan anggota. Hal ini dapat terjadi, karena kedua jenis hirarki ini tidak selalu
seirama dalam memandang sesuatu.

3. Bentuk Fungsional
Organisasi Fungsional adalah suatu organisasi dimana kekuasaan dari pimpinan
dilimpahkan kepada para pejabat yang memimpin satuan-satuan dibawahnya dalam suatu
bidang pekerjaan tertentu.Tiap-tiap kepala dari satuan ini mempunyai kekuasaan untuk
memerintah semua pejabat bawahan sepanjang mengenai bidangnya (The Liang Gie, dkk.,
1981, hal. 136). Ciri lain dari organisasi demikian adalah bahwa didalam organisasi tidak
terlalu menekankan pada hirarki struktural, akan lebih banyak didasarkan pada sifat dan
macam fungsi yang harus dijalankan. Sebenarnya bentuk ini tidak populer, dan kebanyakan
hanya dipergunakan dalam lingkungan usaha swasta seperti toko serba ada, dan yang
sejenisnya.
Kebaikan-kebaikannya :
a) Ada pembagian yang tegas antara kerja pikir dan fisik.
b) Dapat dicapai spesialisasi yang baik.
c) Solidaritas antara orang-orang yang menjalankan fungsi yang sama pada umumnya tinggi.
d) Moral serta disiplin kerja tinggi.
e) Koordinasi antara orang-orang yang ada dalam satu fungsi mudah dijalankan.
Kelemahannya :
a) Sulit mengadakan pertukaran tugas, karena terlalu menspesialisasikan diri dalam satu
bidang saja.
b) Koordinasi yang bersifat menyeluruh sukar diadakan, karena orang-orang yang bergerak
dalam satu bidang mementingkan fungsi saja.
c) Inisiatif perorangan mudah tertekan, karena sudah dibatasi pada suatu fungsi.

4. Tipe Panitia
Bentuk organisasi ini adalah suatu tipe di mana pimpinan dan para pelaksana dibentuk
dalam kelompok-kelompok yang bersifat panitia. Maksudnya, pada tingkat pimpinan,
keseluruhan unsur pimpinan menjadi panitia dan para pelaksana dibagi ke dalam kelompok-
kelompok yang disebut “task force” atau satuan tugas.
Ciri-cirinya :
a) Struktur organisasinya tidak begitu kompleks. Biasanya hanya terdiri dari ketua,
sekretaris, bendahara, ketua seksi dan para petugas.
b) Struktur organisasinya secaa relatif tidak permanen. Organisasi tipe panitia hanya dipakai
sewaktu-waktu ada kegiatan khusus (proyek-proyek tertentu), dan setelah kegiatan-kegiatan
itu selesai dikerjakan, maka panitia dibubarkan.
c) Tugas kepemimpinan dilaksanakan secara kolektif.
d) Semua anggota pimpinan mempunyai hak, wewenang dan tanggungjawab yang sama.
e) Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu dalam bentuk satuan tugas
(task force).
Keuntungan Tipe Panitia :
a) Keputusan yang diambil selalu berhasil dengan baik dan tepat, karena sudah dibicarakan
secara kolektif.
b) Kemungkinan penggunaan kekuasaan secara berlebihan dari pimpinan kecil sekali.
c) Usaha kerjasama bawahan mudah digalang.

Kelemahannya :
a) Proses pengambilan keputusan agak lambat karena segala sesuatunya harus dibicarakan
lebih dulu dengan para anggota organisasi.
b) Apabila ada kemacetan kerja, tak seorang pun yang mau diminta pertanggung jawabannya
melebihi dari yang lain.
c) Para pelaksana sering bingung karena perintah tidak datang dari satu orang pimpinan saja.
d) Kreativitas nampaknya sukar dikembangka, karena pelaksanaan didasarkan pada
kolektifitas.

F. SIKLUS HIDUP ORGANISASI


1. FORMING
Organisasi terbentuk, mencari tugas, peran, metode, masih tergantung pada pemimpin.
2. STORMING
Mulai terbangun conflict internal.
3. NORMING
Conflict telah terjadi, kerjasama terbangun, saling berbagi pandangan, standar2 baru
tercipta.
4. PERFORMING
Team work terbentuk, peran menjadi flexible, solusi2 ditemukan dan diimplementasikan.
5. ADJOURING
Tugas telah selesai.

IV. KEPEMIPINAN, MANAJEMEN DAN ORGANISASI


A. DEFINISI
1. KEPEMIMPINAN (Orang)
“Kemampuan Mempengaruhi Orang”.
2. MANAJEMEN (Alat)
“Kemampuan Mendayagunakan Sumber daya yang ada”.
3. ORGANISASI (Wadah)
“Proses Kerjasama untuk Mencapai tujuan”.

JUMLAH RESOURCE /ANGGOTASEDIKIT

Dengan Pendayagunaan, Pengendalian + Motivasi + Mempengaruhi Pikiran, Perasaan dan


Tingkah Laku
PRODUKTIVITAS TINGGI / PRESTASI MAKSIMAL

B. HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN DAN ORGANISASI


“Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai
tujuan, yang mana untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan manajemen untuk mengatur
orang-orang tersebut, yang mana manajemen tidak akan berhasil apabila tidak ada
pemimpin di dalamnya dan seorang pemimpin pun harus memiliki ilmu kepemimpinan, jadi
antara Kepemimpinan, manajemen dan organisasi merupakan suatu sistem yang tidak dapat
berdiri sendiri dan tidak dapat terpisahkan”

Anda mungkin juga menyukai