Anda di halaman 1dari 21

Nama : Amelia Lisnawati

NIM : 215154035
Kelas : 2B – AC
Auditing 1

PRE FINAL TEST EXERCISES – AUDITING 1 2 A & B AC


GENAP 2022/2023 - MAY, 2023

1. Berikut beberapa konsep dasar dan terminology dari Audit Berbasis Risiko,
Reasonable Assurance, Inherent Limitations, Audit Scope, Material Misstatement, dan
(Management) Assertion. Jelaskan masing-masing konsep tersebut juga keterkaitan
antara konsep satu dengan lainnya, bila ada
1) Audit Berbasis Risiko: Audit Berbasis Risiko adalah pendekatan audit yang
menggunakan analisis risiko untuk menentukan fokus dan strategi audit. Audit ini
didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang entitas yang diaudit, termasuk
risiko-risiko yang dihadapinya. Dengan memahami risiko, auditor dapat
mengidentifikasi area yang berpotensi mengalami ketidaksesuaian atau kekeliruan
materi yang signifikan.
2) Reasonable Assurance: Reasonable Assurance adalah tingkat keyakinan yang wajar
yang ingin dicapai oleh seorang auditor dalam memberikan opini atas laporan
keuangan. Meskipun audit dilakukan dengan cermat, ada kemungkinan bahwa
beberapa ketidaksesuaian atau kekeliruan materi tidak terdeteksi. Reasonable
assurance tidak memberikan jaminan mutlak, tetapi mencerminkan upaya yang wajar
dan profesional dari seorang auditor.
3) Inherent Limitations: Inherent Limitations adalah batasan yang terkait dengan
proses audit itu sendiri. Audit memiliki keterbatasan karena ada beberapa faktor yang
tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh auditor. Contoh dari inherent limitations
adalah kompleksitas entitas yang diaudit, batasan waktu dan sumber daya yang
tersedia, serta adanya penipuan atau kolusi yang dirancang untuk mengelabui auditor.
4) Audit Scope: Audit Scope adalah ruang lingkup atau cakupan audit yang meliputi
aspek-aspek tertentu dari entitas yang diaudit. Ruang lingkup audit ditentukan
berdasarkan analisis risiko dan obyektif audit. Auditor menentukan area yang akan
diaudit, termasuk akun keuangan, transaksi, sistem internal, atau proses bisnis yang
relevan. Audit scope juga mencakup periode waktu tertentu yang sedang diaudit.
5) Material Misstatement: Material Misstatement adalah ketidaksesuaian atau
kekeliruan dalam laporan keuangan yang jika terungkap, dapat mempengaruhi
keputusan pengguna laporan. Material misstatement dapat berupa kesalahan dalam
pengukuran, presentasi, atau pengungkapan informasi keuangan. Auditor fokus pada
identifikasi dan evaluasi material misstatement karena hanya ketidaksesuaian atau
kekeliruan materi yang signifikan yang memerlukan koreksi atau pengungkapan.
6) Management Assertion: Management Assertion adalah pernyataan yang dibuat oleh
manajemen entitas yang diaudit tentang kebenaran dan kelengkapan informasi yang
terkandung dalam laporan keuangan. Terdapat beberapa jenis assertion, termasuk
assertion tentang eksistensi, hak dan kewajiban, penentuan nilai wajar, kelengkapan,
pengukuran, dan pengungkapan. Auditor menggunakan assertion ini sebagai dasar
untuk merencanakan dan melaksanakan audit, serta mengevaluasi keandalan laporan
keuangan.
Keterkaitan antara konsep-konsep ini adalah sebagai berikut:
Audit Berbasis Risiko membantu dalam menentukan strategi audit dan
mengidentifikasi area yang berpotensi mengalami ketidaksesuaian atau kekeliruan
materi (Material Misstatement). Management Assertion adalah pernyataan yang
dibuat oleh manajemen tentang kebenaran dan kelengkapan informasi dalam laporan
keuangan. Auditor menggunakan assertion ini sebagai acuan untuk melaksanakan
audit dan mengevaluasi keandalan laporan keuangan. Material Misstatement adalah
fokus utama dari audit, dan auditor berupaya untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,
dan memberikan pendapat tentang ketidaksesuaian atau kekeliruan yang signifikan
dalam laporan keuangan. Audit Scope ditentukan berdasarkan analisis risiko dan
mempengaruhi penentuan area yang akan diaudit dan evaluasi Material Misstatement
yang signifikan. Reasonable Assurance adalah tujuan dari audit untuk memberikan
keyakinan wajar atas laporan keuangan dengan memperhitungkan Inherent
Limitations dari proses audit.
2. Jelaskan makna frasa berikut: “Dari Rule Base ke Principle Based Standard,
Berpaling dari model matematis,!
Dalam audit berbasis ISA (International Standards on Auditing), frasa "Dari Rule
Base ke Principle Based Standard, Berpaling dari model matematis" mengacu pada
pergeseran paradigma dalam pengembangan standar audit. Sebelumnya, standar audit
didasarkan pada pendekatan "Rule Base" yang menekankan pada peraturan dan aturan-
aturan yang sangat spesifik. Pendekatan ini mendorong auditor untuk mengikuti prosedur
yang telah ditentukan secara rinci dan mematuhi pedoman yang telah ditetapkan.
Namun, dengan perubahan dalam lingkungan bisnis dan meningkatnya kompleksitas
entitas yang diaudit, pendekatan ini dianggap kurang fleksibel dan tidak efektif. Oleh
karena itu, terjadi pergeseran menuju "Principle Based Standards" yang berfokus pada
prinsip-prinsip dasar yang harus diikuti oleh auditor. Prinsip-prinsip ini memberikan
kerangka kerja yang lebih luas dan memberikan kebebasan kepada auditor untuk
menggunakan penilaian profesional mereka dalam menerapkan standar audit.
Peralihan ini juga melibatkan "berpaling dari model matematis" yang mencerminkan
pendekatan yang terlalu mekanis dan formalistik dalam audit. Model matematis mengacu
pada proses yang sangat terstruktur dan terukur dengan penekanan pada pengujian secara
statistik dan kuantitatif. Pergeseran menuju standar berbasis prinsip mengakui bahwa
audit juga melibatkan penilaian subjektif, pertimbangan profesional, dan pemahaman
yang mendalam tentang bisnis dan risiko yang terlibat.
Dengan demikian, frasa tersebut menggambarkan perubahan paradigma dalam
standar audit dari pendekatan yang sangat terperinci dan berorientasi aturan ke
pendekatan yang lebih fleksibel, berbasis prinsip, dan mempertimbangkan aspek
kualitatif serta pertimbangan profesional dalam melakukan audit.

3. Pendekatan Audit Berbasis Risiko dipandang lebih efektif dan efisien daripada
konvensional, jelaskan! Hubungkan jawaban anda dengan posisi Sistem
Pengendalian Intern dalam dua pendekatan audit tersebut!.
Pendekatan Audit Berbasis Risiko dipandang lebih efektif dan efisien daripada
pendekatan audit konvensional karena mengarahkan auditor untuk fokus pada area yang
memiliki risiko yang lebih tinggi. Pendekatan Audit Berbasis Risiko memungkinkan
auditor untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan risiko-risiko yang signifikan dalam
entitas yang diaudit. Dengan memahami risiko-risiko ini, auditor dapat merancang
prosedur audit yang sesuai untuk menguji keberadaan, efektivitas, dan keandalan Sistem
Pengendalian Intern (SPI) yang relevan. Sedangkan dalam pendekatan konvensional,
auditor cenderung melakukan pengujian yang sama intensifnya pada seluruh area,
termasuk pada area yang memiliki risiko yang rendah atau tidak signifikan. Hal ini dapat
menyebabkan pemborosan sumber daya audit dan mengurangi efektivitas dalam
mengungkapkan risiko-risiko yang lebih penting. Dengan fokus pada risiko yang
signifikan, auditor dapat mengalokasikan sumber daya audit secara lebih efisien dan
efektif. Auditor dapat mengurangi pengujian yang terlalu berlebihan pada area yang
memiliki risiko rendah, sehingga menghemat waktu dan biaya. Selain itu, dengan
memanfaatkan penilaian risiko, auditor dapat menggunakan teknik audit yang lebih
efektif untuk menguji dan mengevaluasi SPI yang relevan.
Dalam pendekatan Audit Berbasis Risiko, auditor akan menilai keefektifan dan
keandalan SPI yang relevan dengan mempertimbangkan risiko-risiko yang telah
diidentifikasi. Auditor akan fokus pada menguji dan mengevaluasi SPI yang berkaitan
dengan risiko yang signifikan. Pendekatan ini memungkinkan auditor untuk memberikan
keyakinan yang lebih baik tentang efektivitas SPI dalam mengidentifikasi dan mengelola
risiko-risiko tersebut. Sedangkan dalam pendekatan konvensional, auditor juga akan
melibatkan pengujian SPI, tetapi cenderung tidak mempertimbangkan risiko dengan
cermat saat menentukan ruang lingkup pengujian. Auditor mungkin melakukan pengujian
yang sama pada SPI tanpa mempertimbangkan tingkat risiko yang lebih rendah. Ini dapat
mengakibatkan pengujian yang berlebihan pada SPI yang tidak signifikan dalam
menghadapi risiko yang lebih rendah.

4. Kearifan professional/Professional Judgement dan konsekuensinya, Pengendalian


Internal, dan TCWG, serta FRF (Financial Reporting Framework), serta frasa dari
harmonisasi menuju konvergensi”.. Jelaskan masing-masing terminology tersebut
serta hubungannya-bila ada!
- Kearifan Profesional/Professional Judgement dan Konsekuensinya: Kearifan
Profesional (Professional Judgement) mengacu pada keputusan yang diambil oleh
auditor atau profesional dalam melaksanakan tugas mereka berdasarkan pengetahuan,
pengalaman, dan pemahaman yang mendalam tentang standar audit yang berlaku.
Auditor menggunakan penilaian profesional mereka untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti audit, membuat estimasi yang relevan, serta menyimpulkan hasil
audit. Konsekuensi dari keputusan ini adalah bahwa auditor harus bertanggung jawab
atas penilaian dan keputusan mereka, serta mampu menjelaskan dan
mempertanggungjawabkan pendekatan yang mereka ambil.
- Pengendalian Internal: Pengendalian Internal dirancang untuk melindungi aset,
mencegah kecurangan, memastikan keakuratan dan kelengkapan catatan keuangan,
serta menjaga kepatuhan terhadap peraturan dan kebijakan yang berlaku. Auditor
mengevaluasi pengendalian internal sebagai bagian dari audit mereka untuk
memahami lingkungan pengendalian dan mengidentifikasi risiko yang relevan.
- TCWG (Those Charged with Governance): TCWG (Those Charged with
Governance) merujuk kepada individu atau kelompok yang bertanggung jawab atas
pengawasan dan pengendalian entitas, seperti dewan direksi atau komite audit.
TCWG memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan keuangan disusun
secara akurat, kebijakan dan prosedur yang tepat diterapkan, serta memenuhi
peraturan dan persyaratan yang berlaku. Auditor berinteraksi dengan TCWG dalam
proses audit untuk memperoleh pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab
mereka serta memperoleh informasi yang relevan.
- FRF (Financial Reporting Framework): FRF (Financial Reporting Framework)
adalah kerangka kerja pelaporan keuangan yang memberikan pedoman dan prinsip-
prinsip yang harus diikuti dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. FRF
berfungsi sebagai panduan untuk entitas dalam memenuhi kebutuhan informasi
keuangan bagi pengguna laporan. Beberapa contoh FRF yang umum digunakan
adalah International Financial Reporting Standards (IFRS) dan Generally Accepted
Accounting Principles (GAAP). Auditor menggunakan FRF sebagai acuan untuk
mengevaluasi apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip
yang berlaku.
- Frasa "Dari Harmonisasi menuju Konvergensi": Frasa ini menggambarkan
perjalanan dan tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan standar akuntansi dan
audit di tingkat global. Harmonisasi mengacu pada upaya untuk menyamakan standar
dan kerangka kerja yang berbeda di berbagai negara atau wilayah. Konvergensi, di
sisi lain, adalah tujuan yang lebih tinggi, yaitu mengintegrasikan standar dan
kerangka kerja yang berbeda menjadi satu set standar yang sama di dunia. Tujuannya
adalah untuk mengurangi keragaman dan memfasilitasi pemahaman dan
pembandingan yang lebih mudah antara laporan keuangan yang disusun berdasarkan
standar yang berbeda.
Hubungan antara terminologi tersebut adalah
Pengendalian Internal adalah sistem yang dirancang oleh TCWG untuk mencapai
tujuan pelaporan keuangan yang akurat dan dapat diandalkan. Auditor mengevaluasi
pengendalian internal untuk menentukan sejauh mana pengendalian tersebut efektif
dalam mengurangi risiko kesalahan materi dalam laporan keuangan. Kearifan Profesional
(Professional Judgement) digunakan oleh auditor dalam melaksanakan audit dan dalam
membuat keputusan yang berkaitan dengan evaluasi pengendalian internal dan penilaian
pengaruh TCWG terhadap proses pelaporan keuangan. Auditor menggunakan FRF
sebagai pedoman dan kerangka kerja dalam mengevaluasi apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku. Frasa "Dari Harmonisasi menuju
Konvergensi" mencerminkan upaya global untuk mencapai keseragaman dan konvergensi
dalam standar akuntansi dan audit yang digunakan di berbagai negara.

5. Jelaskan tentang: Forensic accounting & forensic auditing, audit fraud, dan investigasi
serta berikan contohnya !
- Forensic accounting dan forensic auditing
Forensic accounting dan forensic auditing adalah bidang spesialisasi dalam akuntansi
dan audit yang berkaitan dengan deteksi, investigasi, dan pencegahan kecurangan,
korupsi, serta aktivitas ilegal atau tidak sah dalam konteks keuangan. Mereka
menggunakan pengetahuan akuntansi dan metode audit khusus untuk mengumpulkan
bukti, menganalisis transaksi keuangan, dan mengungkapkan potensi kecurangan atau
pelanggaran hukum. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung proses investigasi
hukum dan pengungkapan fakta-fakta yang relevan dalam kasus hukum.
- Audit fraud (Kecurangan dalam audit)
Audit fraud merujuk pada tindakan yang disengaja dan manipulatif yang dilakukan
oleh entitas atau individu untuk memanipulasi atau menghindari deteksi oleh auditor
dalam proses audit. Ini melibatkan kegiatan seperti memalsukan atau
menyembunyikan informasi, menciptakan transaksi palsu, atau mempengaruhi proses
akuntansi dan pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menghasilkan laporan
keuangan yang salah atau menyesatkan. Audit fraud merupakan pelanggaran serius
terhadap prinsip-prinsip akuntansi dan etika profesional, dan dapat memiliki
konsekuensi hukum dan finansial yang serius bagi entitas yang terlibat.
- Investigasi (Investigative)
Investigasi adalah proses yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis
informasi terkait dengan pelanggaran, kecurangan, atau aktivitas ilegal. Dalam konteks
forensic accounting dan forensic auditing, investigasi dilakukan untuk
mengungkapkan fakta-fakta terkait dengan kecurangan atau tindakan yang melanggar
hukum dalam domain keuangan. Investigasi ini melibatkan pemeriksaan mendalam
atas dokumen keuangan, rekaman transaksi, analisis forensik, wawancara, dan
kolaborasi dengan pihak lain seperti penegak hukum atau pihak berwenang terkait.
Contoh :
Misalnya, sebuah perusahaan mencurigai adanya kecurangan dalam departemen keuangan
mereka. Mereka mempekerjakan seorang forensic accountant untuk melakukan investigasi.
Forensic accountant ini akan menganalisis catatan keuangan, melacak transaksi
mencurigakan, dan melakukan wawancara dengan karyawan terkait. Hasil investigasi
tersebut mengungkapkan bahwa seorang staf akuntansi telah melakukan manipulasi data
dan memindahkan dana secara ilegal ke rekening pribadi mereka. Informasi yang
ditemukan selama investigasi akan digunakan sebagai bukti dalam proses hukum terhadap
staf akuntansi tersebut. Dalam konteks forensic auditing, contohnya dapat berupa auditor
yang khusus ditugaskan untuk memeriksa dan menguji transaksi dalam kasus dugaan
kecurangan pembelian atau pengeluaran palsu dalam suatu organisasi. Auditor forensik
akan memeriksa bukti-bukti transaksi, mencari adanya indikasi kecurangan, dan
melaporkan hasil temuannya sebagai bukti dalam proses investigasi dan pemeriksaan
hukum yang mungkin mengikutinya.
6. Jelaskan apa saja yang dilakukan auditor pada setiap tahapan dalam audit berbasis
risiko (ISA)
Dalam audit berbasis risiko (berdasarkan Standar Audit Internasional/ISA), auditor
melakukan serangkaian tahapan untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespons risiko
signifikan yang berpotensi mempengaruhi laporan keuangan entitas. Berikut adalah
beberapa tahapan dalam audit berbasis risiko:
- Perencanaan Audit
Pada tahap ini, auditor merencanakan audit dengan memahami entitas, lingkungan
bisnisnya, dan sistem pengendalian intern yang ada. Auditor juga mengidentifikasi
risiko yang signifikan yang dapat menyebabkan material misstatement dalam laporan
keuangan. Perencanaan audit juga mencakup penetapan tujuan audit, penentuan
lingkup audit, dan penentuan sumber daya yang diperlukan.
- Penilaian Risiko
Auditor melakukan penilaian risiko dengan mengidentifikasi dan memahami risiko-
risiko yang berkaitan dengan entitas dan industri tempat entitas beroperasi. Hal ini
mencakup identifikasi risiko yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan yang
salah atau menyesatkan. Auditor juga menganalisis risiko pengendalian internal, risiko
inheren, dan risiko deteksi untuk mengidentifikasi area yang berpotensi memiliki
material misstatement.
- Respons Terhadap Risiko
Berdasarkan penilaian risiko, auditor merespons risiko yang teridentifikasi dengan
merencanakan dan melaksanakan pengujian pengendalian internal dan pengujian
substansial. Respons ini melibatkan pemilihan dan pelaksanaan prosedur audit yang
tepat untuk mengurangi risiko audit hingga tingkat yang dapat diterima. Auditor juga
mempertimbangkan kebutuhan untuk menggunakan spesialis audit, jika diperlukan.
- Pengujian Pengendalian Internal
Pada tahap ini, auditor melakukan pengujian pengendalian internal untuk
mengevaluasi efektivitas dan keandalan sistem pengendalian internal entitas dalam
mencegah atau mendeteksi kesalahan atau kecurangan. Pengujian ini dilakukan untuk
memperoleh keyakinan tentang efektivitas pengendalian internal dan memutuskan
tingkat pengujian substansial yang akan dilakukan.
- Pengujian Substantial
Auditor melakukan pengujian substansial untuk memperoleh bukti audit yang cukup
dan memadai mengenai kewajaran dan keandalan laporan keuangan. Pengujian
substansial mencakup pengujian detail saldo akun, analisis rasio, konfirmasi, dan
prosedur substantif lainnya yang relevan. Auditor juga melakukan pengujian
substansial pada area yang memiliki risiko yang lebih tinggi.
- Evaluasi Temuan
Auditor mengevaluasi temuan dari pengujian pengendalian internal dan pengujian
substansial untuk menentukan apakah ada material misstatement dalam laporan
keuangan. Auditor juga mengevaluasi apakah pengungkapan yang diperlukan telah
dipenuhi dan apakah laporan keuangan mencerminkan secara wajar posisi keuangan
entitas.
- Pelaporan
Setelah menyelesaikan pengujian dan evaluasi, auditor memberikan opini audit atas
laporan keuangan entitas. Opini ini mencerminkan pendapat auditor tentang kewajaran
dan keandalan laporan keuangan. Auditor juga memberikan laporan audit yang
menggambarkan temuan dan kesimpulan mereka dalam audit.
Tahapan-tahapan tersebut memberikan kerangka kerja bagi auditor untuk melakukan
audit berbasis risiko dengan memfokuskan perhatian pada risiko yang signifikan dan
memastikan bahwa audit dilakukan secara efektif dan efisien.

7. Nilai persediaan Rp 300.000.000,00. Bagaimana auditor memaknai asersi


manajemen tersebut? Tujuan audit apa yang akan auditor tetapkan atas asersi
tersebut? Rancanglah tujuan audit khusunya (Spesific audit objective)
Auditor akan memaknai asersi manajemen terkait dengan nilai persediaan sebagai
pernyataan atau klaim yang dibuat oleh manajemen tentang jumlah yang tepat,
keberadaan, hak kepemilikan, dan penilaian yang wajar terhadap persediaan dalam
laporan keuangan. Auditor akan bertanggung jawab untuk memverifikasi kebenaran dan
kecukupan asersi tersebut melalui proses audit.
Tujuan audit yang akan ditetapkan atas asersi nilai persediaan adalah untuk
memastikan bahwa:
1. Keberadaan dan kelengkapan: Persediaan yang diakui dalam laporan keuangan
benar- benar ada dan terdiri dari seluruh persediaan yang dimiliki oleh entitas pada
tanggal laporan keuangan.
2. Kepemilikan dan hak: Entitas memiliki hak kepemilikan yang sah terhadap
persediaan yang dicatat dalam laporan keuangan.
3. Penilaian yang wajar: Nilai persediaan yang tercatat dalam laporan keuangan
tercermin dengan benar dan wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.
Tujuan audit khusus (specific audit objectives) yang dapat dirancang untuk mencapai
tujuan audit tersebut adalah:
1. Memverifikasi keberadaan fisik persediaan: Auditor akan melakukan pengujian fisik
untuk memverifikasi keberadaan persediaan yang dicatat dalam laporan keuangan.
Hal ini dapat mencakup penghitungan fisik persediaan secara langsung atau
pengamatan terhadap proses penghitungan yang dilakukan oleh manajemen.
2. Memeriksa dokumen pendukung: Auditor akan memeriksa dokumen pendukung
seperti faktur, surat jalan, atau kontrak pembelian untuk memastikan keberadaan dan
hak kepemilikan atas persediaan.
3. Menguji penilaian persediaan: Auditor akan menganalisis metode penilaian
persediaan yang digunakan oleh entitas dan memastikan bahwa metode tersebut
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Auditor akan memeriksa pemilihan
harga perolehan atau harga jual yang digunakan dan memverifikasi penggunaan
kalkulasi dan estimasi yang tepat.
4. Menguji pengendalian internal terkait persediaan: Auditor akan memeriksa
efektivitas pengendalian internal yang terkait dengan persediaan, seperti
pengendalian fisik, pencatatan transaksi, pemisahan tugas, atau verifikasi persediaan
yang dilakukan secara berkala.
Dengan menetapkan tujuan audit yang jelas dan spesifik terkait asersi nilai
persediaan, auditor dapat merencanakan pengujian dan prosedur audit yang tepat untuk
memperoleh keyakinan yang wajar tentang kebenaran dan kecukupan nilai persediaan
dalam laporan keuangan.
8. Apa yang dimaksud dengan kotak peralatan auditor? Jelakan hubungan dan
maksud dari keempat pengujian yang ada di dalamnya?
Kotak peralatan auditor (auditor's toolbox) merujuk pada berbagai teknik, prosedur,
dan metode yang digunakan oleh auditor dalam melakukan audit. Ini mencakup alat-alat
dan pendekatan yang digunakan untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan memadai
untuk mendukung opini auditor tentang laporan keuangan entitas. Keempat pengujian
dalam kotak peralatan auditor yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pengujian Analitis (Analytical Procedures): Pengujian analitis melibatkan analisis
data dan hubungan antara informasi keuangan untuk mengidentifikasi tren,
perbedaan yang signifikan, atau variabilitas yang tidak wajar. Ini membantu auditor
dalam memahami operasi bisnis entitas, mengidentifikasi risiko potensial, dan
mengevaluasi kewajaran dan konsistensi laporan keuangan.
2. Pengujian Pengendalian (Tests of Controls): Pengujian pengendalian dilakukan untuk
mengevaluasi efektivitas dan keandalan pengendalian internal yang diterapkan oleh
entitas. Hal ini melibatkan pemeriksaan dan pengujian terhadap kebijakan, prosedur,
dan tindakan pengendalian untuk memverifikasi apakah pengendalian tersebut
berfungsi dengan baik dan memadai untuk mencegah atau mendeteksi material
misstatement dalam laporan keuangan.
3. Pengujian Substansial (Substantive Tests): Pengujian substansial melibatkan
pemeriksaan langsung atas detail akun dan transaksi keuangan yang signifikan.
Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan memadai untuk
mendukung kebenaran dan kecukupan saldo akun serta pengungkapan dalam laporan
keuangan. Pengujian substansial dapat mencakup konfirmasi saldo, pengujian fisik,
pemeriksaan dokumentasi pendukung, dan analisis rasio.
4. Pengujian Deteksi (Tests of Details): Pengujian deteksi dilakukan untuk
mengidentifikasi kemungkinan adanya material misstatement dalam laporan
keuangan. Ini melibatkan pengujian yang lebih mendalam terhadap item atau
informasi yang mencurigakan atau berpotensi berisiko tinggi. Pengujian ini bertujuan
untuk menemukan bukti yang lebih spesifik dan mendalam tentang kebenaran dan
kecukupan laporan keuangan.
Hubungan dan maksud dari keempat pengujian tersebut adalah untuk memberikan
keyakinan yang wajar tentang kebenaran dan kecukupan laporan keuangan entitas.
Pengujian analitis membantu dalam pemahaman keseluruhan bisnis dan identifikasi
risiko, sementara pengujian pengendalian memastikan efektivitas pengendalian internal.
Pengujian substansial dan pengujian deteksi bertujuan untuk memverifikasi saldo akun
dan mengidentifikasi kemungkinan adanya material misstatement. Dengan menggunakan
kombinasi pengujian ini, auditor dapat memperoleh bukti audit yang memadai dan
merinci untuk membentuk opini audit mereka.

9. Berikan pandangan anda terkait dengan pemanfaatan TABK/teknologi informasi


dalam audit, apa kelebihan dan kekurangannya? Apakah TABK dapat membantu
auditor dalam mendeteksia fraud laporan keuangan? Berikan alasan dan contoh
atas jawaban anda
Kelebihan :
- Efisiensi dan Kecepatan: Penggunaan TAKB memungkinkan auditor untuk
mengakses dan menganalisis data secara elektronik, yang dapat menghemat waktu
dan upaya dalam proses audit
- Peningkatan Akurasi: TAKB dapat membantu mengurangi kesalahan manusia yang
mungkin terjadi dalam proses audit manual
- Penyajian Informasi yang Lebih Baik: TAKB memungkinkan auditor untuk
menghasilkan laporan audit yang lebih komprehensif dan informatif.
Kekurangan :
- Penggunaan TAKB memerlukan pengetahuan teknis dan keahlian dalam penggunaan
perangkat lunak audit dan analisis data. Jika auditor tidak memiliki keahlian yang
cukup, ini dapat menyebabkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam analisis data.
- Implementasi TAKB membutuhkan investasi dalam infrastruktur teknologi,
perangkat lunak audit, dan pelatihan auditor. Ini bisa menjadi beban keuangan bagi
beberapa organisasi, terutama yang lebih kecil.
- Penggunaan TAKB meningkatkan risiko keamanan data. Data yang dikumpulkan
dan dianalisis oleh auditor dapat berisi informasi sensitif dan rahasia. Penting
untuk
menerapkan langkah-langkah keamanan yang tepat untuk melindungi data dari
ancaman kebocoran atau serangan cyber.
Apakah TABK dapat membantu auditor dalam mendeteksi fraud laporan
keuangan? Ya, Karena TAKB memungkinkan auditor untuk melakukan analisis data
yang lebih mendalam dan menyeluruh. Contoh: Auditor menggunakan analisis data untuk
mengidentifikasi pola pembayaran yang tidak wajar, seperti transaksi yang dilakukan
pada tanggal yang sama dengan nilai yang sama, yang dapat mengindikasikan adanya
pemalsuan atau manipulasi transaksi. TAKB juga memungkinkan auditor untuk
memantau transaksi secara real-time dan mendeteksi perilaku atau pola transaksi yang
mencurigakan. Dengan adanya sistem yang dapat menghasilkan laporan dan peringatan
otomatis, auditor dapat mengidentifikasi potensi fraud lebih cepat.
Contoh: Auditor menggunakan sistem pemantauan transaksi real-time untuk mendeteksi
pola transaksi yang melibatkan pembayaran kepada pihak yang terkait, yang dapat
menjadi indikasi adanya kolusi atau penyalahgunaan wewenang.

10. Jelaskan yang anda pahami mengenai dual dating, lengkapi dengan contohnya
Dual dating merujuk pada penggunaan dua tanggal dalam laporan auditor yang
menunjukkan peristiwa yang terjadi setelah tanggal laporan keuangan tetapi sebelum
tanggal opini auditor. Ini terjadi ketika auditor menemukan peristiwa yang
mempengaruhi laporan keuangan setelah tanggal laporan keuangan, tetapi sebelum
tanggal opini, dan memilih untuk mengungkapkannya dalam laporan auditor.
Misalkan sebuah perusahaan mengakhiri tahun keuangan pada 31 Desember 2022
dan tanggal laporan keuangan yang diaudit adalah 31 Maret 2023. Pada tanggal 15
Februari 2023, perusahaan tersebut mengalami kerugian signifikan akibat kebakaran
yang menghancurkan salah satu fasilitas produksinya. Auditor mengetahui kejadian ini
saat melakukan audit pada bulan April 2023. Auditor memutuskan bahwa kebakaran
tersebut merupakan peristiwa yang sangat penting dan harus diungkapkan dalam laporan
auditor.
Dalam laporan auditor, auditor akan menggunakan dual dating untuk
mengungkapkan peristiwa kebakaran tersebut. Contohnya, laporan auditor akan
mencantumkan tanggal opini sebagai 31 Maret 2023, tetapi diikuti oleh catatan yang
menjelaskan peristiwa kebakaran dengan tanggal 15 Februari 2023. Hal ini memberi
informasi kepada pengguna
laporan bahwa peristiwa kebakaran terjadi setelah tanggal laporan keuangan tetapi
sebelum tanggal opini.
Penambahan dual dating memungkinkan para pemangku kepentingan untuk
memperoleh informasi yang relevan dan up-to-date dalam pengambilan keputusan
mereka.

11. Jelaskan pemahaman mengenai pengendalian pervasive dan pengendalian specific,


bagaimana penerapannya dalam audit?
- Pengendalian pervasif adalah pengendalian yang dirancang untuk mengelola risiko
organisasi secara keseluruhan. Pengendalian ini melibatkan pengawasan manajemen
tingkat atas dan terkait dengan budaya organisasi, struktur organisasi, dan kebijakan
dan prosedur manajemen risiko. Pengendalian pervasif juga termasuk pengendalian
atas sistem informasi dan proses pengendalian internal yang mendukung tujuan
bisnis organisasi.
Penerapan Pengendalian Pervasif dalam audit adalah :
a) Menganalisis dan memahami lingkungan pengendalian: Auditor akan mempelajari
budaya organisasi, struktur organisasi, dan kebijakan dan prosedur manajemen
risiko untuk memahami bagaimana pengendalian pervasif diimplementasikan
dalam organisasi.
b) Menilai desain dan keberadaan pengendalian pervasif: Auditor akan mengevaluasi
apakah pengendalian pervasif telah dirancang dengan baik dan dijalankan oleh
manajemen secara konsisten dalam organisasi.
c) Melakukan pengujian pengendalian pervasif: Auditor akan melakukan pengujian
untuk memastikan bahwa pengendalian pervasif berfungsi secara efektif dalam
mengelola risiko organisasi.
- Pengendalian Spesifik (Transaction-Level Controls)
Pengendalian spesifik adalah pengendalian yang dirancang untuk mengelola risiko
khusus dalam proses bisnis. Pengendalian ini terkait dengan transaksi atau proses
spesifik dan ditujukan untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan dan regulasi
serta meminimalkan risiko kecurangan atau kesalahan dalam transaksi.
Penerapan pengendalian Spesifik dalam audit adalah :
a) Identifikasi pengendalian spesifik yang relevan: Auditor akan mengidentifikasi
pengendalian spesifik yang berkaitan dengan risiko dan tujuan audit yang spesifik.
b) Evaluasi desain pengendalian spesifik: Auditor akan menilai apakah pengendalian
spesifik dirancang dengan baik untuk mengelola risiko spesifik dan mencapai
tujuan bisnis yang diinginkan.
c) Melakukan pengujian pengendalian spesifik: Auditor akan melakukan pengujian
untuk memastikan bahwa pengendalian spesifik beroperasi sesuai dengan yang
diharapkan dan efektif dalam mengurangi risiko spesifik.

12. Berikan gambaran/contoh bagaimana pelaksanaan risk response.


a. Avoidance (Menghindari):
Organisasi menghindari risiko dengan mengambil tindakan untuk menghilangkan atau
menghindari kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan risiko.
Contoh: Sebuah perusahaan yang mengidentifikasi risiko tinggi dalam melakukan
investasi di sektor yang volatil memutuskan untuk menghindari risiko tersebut dengan
mengalokasikan dana investasi mereka ke sektor yang lebih stabil dan terdiversifikasi.
b. Mitigation (Pengurangan):
Organisasi mengurangi risiko dengan mengambil langkah-langkah yang
meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko atau dampak yang mungkin terjadi.
Contoh: Sebuah perusahaan yang menghadapi risiko kegagalan pasokan bahan baku
mengambil tindakan pengurangan risiko dengan membangun hubungan jangka
panjang dengan beberapa pemasok, melakukan stok cadangan, atau menciptakan jalur
pasokan alternatif.
c. Transfer (Transferensi):
Organisasi mentransfer risiko kepada pihak ketiga seperti asuransi, kontraktor, atau
mitra bisnis lainnya, sehingga dampak risiko ditanggung oleh pihak lain.
Contoh: Sebuah perusahaan yang menghadapi risiko kebakaran mengalihkan risiko
tersebut dengan membeli asuransi kebakaran yang akan memberikan ganti rugi jika
terjadi kebakaran.
d. Acceptance (Penerimaan):
Organisasi menerima risiko tanpa mengambil tindakan pengurangan atau transfer,
karena risiko tersebut dianggap dapat ditoleransi atau biaya untuk mengurangi risiko
lebih besar dari potensi kerugian yang mungkin terjadi.
Contoh: Sebuah perusahaan yang menyadari risiko penurunan harga komoditas
memutuskan untuk menerima risiko tersebut karena risiko itu dianggap sebagai bagian
dari kondisi pasar dan biaya untuk melindungi risiko tersebut tidak sebanding dengan
manfaat yang diperoleh.
e. Exploitation (Eksploitasi):
Organisasi mengambil tindakan untuk memanfaatkan peluang risiko positif dan
mendapatkan keuntungan dari situasi tersebut.
Contoh: Sebuah perusahaan yang mengidentifikasi peluang pasar baru yang
menjanjikan mengambil langkah-langkah untuk memanfaatkannya dengan
mengembangkan produk atau layanan baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar
tersebut.

13. Apa saja yang dilakukan oleh auditor pada tahap reporting, sebelum laporan audit
diterbitkan? Jelaskan!! Bandingkan pula Audit Report menurut GAAS dan ISA
(buat dalam bentuk tabel) dan berikan analisis anda!
 Beberapa hal yang dilakukan oleh auditor pada tahap ini adalah:
1. Peninjauan Kesesuaian: Auditor melakukan peninjauan kesesuaian terhadap
laporan keuangan dengan kerangka pelaporan keuangan yang relevan, seperti
Standar Pelaporan Keuangan atau prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor
memastikan bahwa laporan keuangan disusun secara konsisten dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
2. Penilaian Kepatutan dan Cukupnya Bukti: Auditor mengevaluasi kepatutan dan
cukupnya bukti audit yang telah dikumpulkan selama proses audit. Auditor
memastikan bahwa bukti yang telah diperoleh cukup untuk mendukung opini
audit yang akan diberikan.
3. Penyusunan Opini Audit: Berdasarkan hasil audit dan analisis yang dilakukan,
auditor menyusun opini audit yang akan disampaikan dalam laporan audit. Opini
audit mencerminkan pendapat profesional dan independen auditor mengenai
keandalan dan kecukupan informasi dalam laporan keuangan.
4. Penulisan Laporan Audit: Auditor menyiapkan laporan audit yang terdiri dari
berbagai komponen, seperti pendapat auditor, tanggapan terhadap masalah yang
diidentifikasi selama audit, dan pengungkapan lain yang relevan. Laporan audit
juga mencakup ringkasan atau pengungkapan mengenai tanggung jawab auditor
dan batasan tanggung jawab mereka.
5. Review dan Persetujuan: Laporan audit yang disusun oleh auditor direview oleh
tim audit lain atau manajemen kantor akuntan publik untuk memastikan kepatuhan
terhadap standar audit yang berlaku dan kualitas laporan. Setelah review dan
persetujuan, laporan audit siap untuk diterbitkan.
Aspek GAAS ISA
Keberterimaan Pendapat yang bersifat Pendapat yang bersifat
"Wajar dalam semua "Wajar dalam semua hal
hal yang material" atau yang material"
"Dalam semua aspek
yang material"
Penyajian Auditor menyatakan Auditor menyatakan
tanggung jawab tanggung jawab manajemen
manajemen dalam dalam menyusun laporan
menyusun laporan keuangan yang akurat dan
keuangan yang akurat lengkap
dan lengkap
Pengungkapan Auditor menyatakan Auditor menyatakan
tanggung jawabnya tanggung jawabnya untuk
untuk mengevaluasi mengevaluasi prinsip
prinsip akuntansi yang akuntansi yang dipakai dan
dipakai dan pengungkapan yang relevan
pengungkapan yang dalam laporan keuangan
relevan dalam laporan
keuangan
Keyakinan Auditor memberikan Auditor memberikan
keyakinan yang wajar keyakinan yang wajar terkait
terkait dengan dengan kesesuaian laporan
kesesuaian laporan keuangan dengan kerangka
keuangan dengan pelaporan keuangan yang
prinsip akuntansi yang berlaku
berlaku umum
Referensi Tidak ada referensi Auditor mengacu pada
eksplisit kepada Standar Auditing
standar audit yang Internasional (SAI) yang
diterapkan diterbitkan oleh IFAC
Analisis: Dalam tabel tersebut, terdapat perbedaan antara Audit Report
berdasarkan GAAS dan ISA dalam beberapa aspek utama. GAAS menekankan "wajar
dalam semua hal yang material" sebagai tingkat keberterimaan, sedangkan ISA
menggunakan formulasi yang serupa. Tanggung jawab manajemen dalam penyajian
dan pengungkapan laporan keuangan juga disebutkan oleh kedua standar tersebut.
Selain itu, keduanya menekankan pentingnya memberikan keyakinan yang wajar
terkait dengan kesesuaian laporan keuangan. Namun, ISA merujuk secara spesifik
pada kerangka pelaporan keuangan yang berlaku sebagai acuan.
Perbedaan lainnya terletak pada referensi standar audit yang diterapkan. GAAS
tidak memberikan referensi eksplisit, sementara ISA mengacu pada Standar Auditing
Internasional (SAI) yang diterbitkan oleh IFAC.
Secara keseluruhan, perbandingan ini menunjukkan bahwa ada kesamaan dalam
prinsip-prinsip yang diikuti oleh kedua standar, namun juga terdapat beberapa
perbedaan dalam penekanan dan referensi yang digunakan.

14. Berikut adalah beberapa prosedur audit dalam siklus Penjualan dan Penerimaan
Kas:
a. Periksa satu sampel dokumen pengiriman barang untuk menentukan apakah
masing-masing dokumen tersebut didukung dengan Faktur Penjualan.
b. Periksa satu sampel sisi kredit non kas pada berkas induk Piutang Usaha untuk
menentukan apakah auditor intern telah memparaf masing-masingnya yang
menandakan adanya verifikasi intern.
c. Jumlahkan kolom-kolom pada Neraca Saldo Umur Piutang dan bandingkan
totalnya dengan Buku Besar.
Untuk setiap prosedur di atas, identifikasi:
- jenis bukti apa yang akan digunakan dan tujuan audit apa yang akan dicap
- jenis audit test apa yang akan dilakukan dan tujuan pengendalian intern apa
yang akan dipenuhi.
Prosedur a:
- Jenis Bukti: Dokumen Pengiriman Barang dan Faktur Penjualan.
- Tujuan Audit: Memastikan bahwa setiap dokumen pengiriman barang didukung oleh
faktur penjualan yang sesuai.
- Jenis Audit Test: Konfirmasi dan Verifikasi Dokumen.
- Tujuan Pengendalian Intern: Memastikan bahwa setiap penjualan yang terjadi
didukung oleh dokumen yang sah dan terverifikasi.
Prosedur b:
- Jenis Bukti: Berkas Induk Piutang Usaha dan Paraf Auditor Intern.
- Tujuan Audit: Memastikan bahwa auditor intern telah memverifikasi dan menyetujui
setiap kredit non kas yang tercatat dalam berkas induk piutang usaha.
- Jenis Audit Test: Pemeriksaan Paraf Auditor Intern.
- Tujuan Pengendalian Intern: Memastikan bahwa terdapat langkah-langkah
pengendalian yang memerlukan verifikasi dan persetujuan dari auditor intern terhadap
transaksi kredit non kas.
Prosedur c:
- Jenis Bukti: Neraca Saldo Umur Piutang dan Buku Besar.
- Tujuan Audit: Memastikan bahwa total saldo piutang yang tercatat dalam neraca
saldo umur piutang sama dengan total saldo piutang yang tercatat dalam buku besar.
- Jenis Audit Test: Rekonsiliasi dan Penghitungan.
- Tujuan Pengendalian Intern: Memastikan adanya kecocokan antara saldo piutang
yang tercatat dalam neraca saldo umur piutang dan saldo yang tercatat dalam buku
besar
serta meminimalkan risiko kesalahan perhitungan atau pencatatan dalam neraca saldo
umur piutang.
Tujuan pengendalian intern dalam prosedur a, b, dan c adalah untuk memastikan
keabsahan, keakuratan, dan kelengkapan transaksi penjualan dan penerimaan kas serta
menjaga integritas dan ketepatan informasi yang terkait.

15. Materialitas memiliki peran penting bagi Auditor. Jelaskan pengertian materialitas
dan peran pentingnya bagi auditor bila dikaitkan dengan accumulate evidence dan
audit opinion ! Jelaskan pula tentang Overall Materiality & Performance Materiality
serta Specific Materiality dan penerapannya dalam audit, lengkapi jawaban anda
dengan contoh.
 Materialitas adalah tingkat signifikansi suatu kesalahan atau ketidakakuratan dalam
laporan keuangan yang dapat mempengaruhi keputusan pengguna laporan. Peran
penting materialitas bagi auditor terkait dengan akumulasi bukti dan pembentukan
opini audit.
- Akumulasi Bukti (Accumulate Evidence): Materialitas membantu auditor dalam
mengarahkan upaya mereka dalam mengumpulkan bukti audit yang cukup dan
memadai. Auditor fokus pada area yang memiliki risiko material yang lebih tinggi
dan memperoleh bukti yang relevan dan memadai untuk mengevaluasi kecukupan
dan keandalan informasi dalam laporan keuangan.
- Opini Audit: Auditor menggunakan konsep materialitas dalam membentuk
pendapat mereka tentang laporan keuangan. Jika auditor menemukan kesalahan
yang dianggap material, hal ini dapat mempengaruhi pendapat mereka. Jika
kesalahan tersebut dianggap material secara individu atau secara keseluruhan,
auditor mungkin memberikan pendapat pengecualian atau pendapat dengan
penekanan pada kesalahan tersebut.
 Overall Materiality (Materialitas Keseluruhan): tingkat materialitas yang ditetapkan
oleh auditor untuk seluruh laporan keuangan. Hal ini berguna sebagai batas atas yang
digunakan auditor untuk menentukan apakah kesalahan atau ketidakakuratan dalam
laporan keuangan dianggap material atau tidak. Overall Materiality didasarkan pada
persentase dari jumlah yang signifikan, seperti pendapatan operasional atau laba
sebelum pajak.
Contoh: Misalkan Overall Materiality ditetapkan sebesar 5% dari laba sebelum pajak
yang signifikan dalam laporan keuangan. Jika jumlah kesalahan dalam laporan
keuangan melebihi 5% dari laba sebelum pajak tersebut, auditor mungkin akan
menganggapnya material dan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap opini audit
 Performance materiality: memungkinkan auditor menangani risiko salah saji dalam
jenis transaksi, saldo akun atau disclosure tanpa harus mengubah overall materiality.
Performance materiality memungkinkan auditor menetapkan angka materialitas
berdasarkan overall materiality, tetapi lebih rendah dari overall materiality untuk
mencerminkan risiko yang diidentifikasi dan dinilai ( identified andassessed risk ) dan
detection risk (risiko tidak terdeteksinya salah saji oleh auditor).
Contoh: Jika overall materiality ditetapkan sebesar $100.000, auditor dapat
menggunakan Performance Materiality sebesar $50.000 untuk menguji saldo akun
piutang. Jika jumlah kesalahan yang ditemukan dalam saldo akun piutang melebihi
$50.000, auditor kemungkinan akan menganggapnya material dalam konteks akun
tersebut.
 Specific Materiality (Materialitas Khusus): Materialitas Khusus digunakan dalam
situasi khusus di mana suatu komponen dalam laporan keuangan memiliki tingkat
materialitas yang lebih rendah daripada Overall Materiality atau Performance
Materiality. Materialitas Khusus dapat ditetapkan untuk mengidentifikasi risiko yang
spesifik terkait dengan komponen tersebut.
Contoh: Auditor dapat menetapkan Materialitas Khusus pada tingkat yang lebih
rendah untuk menguji item non-keuangan yang penting, seperti komponen lingkungan
atau pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, yang memiliki dampak
signifikan pada persepsi publik dan pemangku kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai