Korelasi nilai CBR dan DCP pada kasus tanah ekspansif yang dipadatkan yang
telah diteliti oleh Pudia Prisandhy pada tahun 2011 dimana penelitian ini dilakukan
5
untuk mencari nilai CBR melalui uji DCP menggunakan persamaan yang akan
diperoleh dari hasil korelasi yang dilakukan. Material tanah yang digunakan dalam
penelitian diambil dari kawasan Lippo Cikarang dengan lokasi tepatnya di
perumahan Elysium Delta Silikon. Dalam pegujian CBR yang dilakukan mengikuti
tetapan ASTM D1883-87 yang sebelumnya telah dilakukan pengujian proktor
berdasarkan tetapan ASTM D698-78. Tahapan dari penelitian yang dilakukan ialah
mengambil sampel dan mengidentifikasi tanah lempung ekspansif dengan mencari
indeks properties dan mencari kadar air optimum pada sampel tersebut. Selanjutnya
sampel dipadatkan dan diuji CBR dalam kondisi soaked dan unsoaked. Setelah uji
CBR, sampel dipersiapkan untuk diuji DCP pada mould CBR. Setelah melakukan
pengujian CBR dan DCP yang kemudian peneliti mengolah hasil data yang telah
dilakukan, diperoleh persamaan korelasi dari kurva hasil hubungan CBR-DCP pada
tanah lempung ekspansif yang telah dipadatkan ialah LogCBR=-1,12 LogDCP +
2,551.
Korelasi nilai CBR dan DCP pada kasus tanah gambut yang dipadatkan yang telah
diteliti oleh Yustian pada tahun 2008 dimana uji laboratorium yang dilakukan
adalah uji DCP dan CBR menggunakan material tanah gambut yang diambil dari
Kalimantan. Pengujian CBR yang dilakukan sesuai ASTM dan pengujian DCP
memakai konus 30°. Dalam penelitian yang dilakukan, tanah diuji pada kadar air
140%, 120%, dan 100%. Hasil dan analisa dari data CBR pada tanah gambut yang
dipadatkan dan diuji nilai CBRnya kemudian dilakukan perendaman empat hari
untuk diuji nilai DCPnya. Setelah dianalisis, dapat diambil kesimpulan pada
penelititan ini bahwa korelasi nilai CBR dan DCP yg diperoleh menggunakan
persamaan log CBR=2,586-1,169 log DCP, dimana persamaan ini didapatkan dari
grafik korelasi nilai CBR dan DCP untuk kadar air 140%, 120%, dan 100%.
Persamaan korelasi yang diperoleh mendekati persamaan korelasi pada penelitian
oleh Livneh pada tahun 1987 dimana persamaan yang diperolehnya ialah log
CBR=2,56-1,16 log DCP.
6
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Tanah
Tanah dalam Bahasa Yunani ialah pedon yang merupakan bagian kerak bumi yang
terbagi dari mineral serta partikel padat. Pengertian tanah menurut (Hardiyatmo,
2001), tanah ialah gabungan mineral, bahan organik, serta endapan-endapan yang
relatif lepas di bagian atas batuan dasar. Tanah pula bisa didefinisikan selaku bahan
kulit bumi yang belum terkonsolidasi (Kasiro, 1994).
7
oleh angin, dan juga oleh sungai es. Dimana pada proses pengikisan ini dapat
menciptakan butiran besar maupun kecil yang komposisi nya tetap serupa dengan
batuan asal. Proses pelapukan fisik tidak lebih rumit dari pelapukan kimiawi. Pada
proses pelapukan kimiawi membutuhkan oksigen dan karbon dioksida serta
membutuhkan air. Untuk proses pelapukan kimiawi menggantikan mineral yang
terdapat didalam batuan jadi tipe mineral lain yang pastinya berbeda sifat dari
mineral tersebut. Hasil dari mineral baru yang terbentuk adalah mineral lempung.
Aspek penting lain yang yang ikut serta dalam pembuatan pembentukan tanah ialah
pengangkutan butir dari tanah serta setelah itu diendapkan ditempat semacam laut
ataupun danau. Untuk tanah yang langsung memiliki bentuk dikarenakan pelapukan
kimiawi dinamakan tanah residu yang artinya tanah terbentuk tetap di letak
pembentukannya dari batuan asal. Tanah endapan atau biasa disebut tanah yang
terangkut ialah tanah yang disebabkan dari hujan yang menimbulkan erosi dan
tanah diangkut melewati sungai sampai ke danau ataupun laut yang dimana proses
ini bisa berlangsung sepanjang jutaan tahun. Setelah pengendapan terjadi, tanah
masih mengahadapi perubahaan yang dipengaruhi oleh aspek berikut:
1. Perubahan kimia yang terjadi lambat laun pada jangka waktu yang panjang.
Dengan perubahan yang terjadi, tanah menjadi lebih kokoh, dimana pengaruh
dari perubahan ini berupa pengerasan (bardening).
2. Tekanan yang berasal dari bahan tanah diatasnya yang dapat menimbulkan
pemampatan yang membuat tanah jadi lebih padat dan kokoh.
8
2.3. Pesebaran Tanah Tufa di Pulau Sumatera
Tanah residual tufa ataupun batu putih merupakan tanah yang tercipta akibat dari
pelapukan batuan piroklastik. Batuan piroklastik memiliki definisi batuan yang
disusun atas material dari hasil letusan sebuah gunung berapi yang didominasi oleh
material piroklas seperti batuan vulkanik, kristal serta butiran angular dan material
yang memiliki porositas yang cukup besar.Berikut klasifikasi batuan piroklastik
yang dapat dilihat dari ukuran pecahan menurut Schmid (1981) pada Tabel 2.1.
Persentase kandungan mineralogi pada tufa yang diambil di Itera dapat dilihat pada
peta geologi tanjung karang beserta persentase kandungan mineralogi pada tufa
Itera pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3.
Tabel 2.1. Klasifikasi Batuan Piroklastik yang Dapat Dilihat dari Ukuran Pecahan
Endapan Piroklas Tidak Endapan Piroklas
Diameter Pecahan Bentuk Piroklast
Terkonsolidasi Terkonsolidasi
Aglomerat, Lapisan Blok
Blok, Bom Aglomerat, Breksi
6,4 cm atau Bom
Lapili Tefra Lapili Batuan Lapili
0,2 cm Ash Kasar Debu Kasar Tufa Kasar
0,00625 cm Ash Halus Debu Halus Tufa Halus
Sumber: Schmid (1981)
Gambar 2.2. Peta Geologi Tanjung Karang Beserta Pengambilan Sampel di Itera
Sumber: Mangga (1993)
9
Gambar 2.3. Persentase Kandungan Mineral Fe Berdasarkan X- Ray
Fluorescence. FeO (orange) dan Fe2O3
Sumber: Santoso. NA, dkk 2020
Gambar 2.4. Persentase yang memberi warna abu-abu pada tanah. SiO2 (Biru),
AL2O3 (Merah), K2O (Hijau), dan MgO (Ungu)
Sumber: Santoso. NA, dkk 2020
Pada penelitian yang dilakukan oleh Santoso, N.A, dkk dapat diketahui bahwa
tanah tufa mengandung mineral Fe, siO2, FeO, Fe2O3, Al2O3, K20, dan MgO. Pada
penelitian ini menggunakan enam jenis sampel, yaitu granit (GN), tanah granit
(GNS), tufa di depan ITERA (TDI), tanah tufa di depan ITERA (TDIS), tufa di
dalam ITERA (TFI), tanah tufa di dalam ITERA (TFIS). GN dan GNS diambil di
Gerbang Tol lematang, Tanjung Bintang. Warna abu-abu pada tufa formasi
Lampung disebabkan oleh mineral Al 2O3. Sedangkan warna merah pada tufa
disebabkan oleh mineral Fe.
10
Berdasarkan peta geologi Pulau Sumatera yang dibuat oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, pesebaran tanah tufa di Pulau Sumatera ditampilkan pada
Tabel 2.2. Pesebaran tanah tufa di Pulau Sumatera
Tabel 2.2. Pesebaran Tanah Tufa di Pulau Sumatera
No Provinsi Keterangan
Timur Garis Geumpang: batupasir tufaan dan tufa
Calang: tufa
Naggroe Aceh
1 Sinabang: batupasir tufan, batu lempung tufa dan tufa
Darussalam
Tapaktuan: tufa
Lhok-Seumawe: batupasir tufaan
Medan: tufa, tufa riodasit
Tebing Tinggi: tufa mengandung batu apung
Gomo: tufa
2 Sumatera Utara Lelematua: tufa
Telo: tufa dan tufa pasiran
Sidikalang: batupasir tufaan, tufa riodasit sebagian terlaskan
Pematang Siantar: tufa kristal, debu dengan sedikit tufa eksposif
Pekanbaru: lempung tufaan, tufa batuapung
Rengat: batupasir tufaan, batulempung tufaan, batupasir tufaan
3 Riau
kekerikilan, tufa
Bengkalis: lempung tufaan
4 Kepulauan Riau Tanjung Pinang: batupasir tufan keputih-putihan, tufa dasit, tufa litik
Jambi: batupasir tufan dan batulempung tufan
Sarolangun: tufa, breksi tufa dan lava, breksi tufa dan lahar, tufa
5 Jambi
berbatu apung, batupasir tufa, batulempung tufa, tufa dasit dan tufa
kristal
Padang: tufa batuapung, tufa, tufa kristal, breksi tufa, tufa andesitan,
batupasir tufa
6 Sumatera Barat Lubuksikaping: tufa batuapung riolitik
Painan: tufa batuapung, batupasir tufan, tufa andesitan, breksi tufa
Solok: tufa, batupasir tufa, tufa abu, tufa basal berkaca
Bengkulu: tufa bersusun andesit-basal, tufa, batupasir tufan,
batulempung tufan,
7 Bengkulu
Manna: tufa, batupasir tufan berbatuapung, tufa pasiran, batulanau
tufan,
Palembang: tufa, tufa pasiran dan batupasir tufan, batulempung dan
batulanau tufan
Sumatera
8 Lahat: tufa bersifat andesit, tufa bersifat riolit, tufa bersifat dasit, tufa,
Selatan
tufapasiran,
Tulung Selapan: tufa, batupasir tufan, batulempung tufa
Kepulauan
9 Bangka Bangka Utara: batulempung tufan
Belitung
Tanjung Karang: tufa, batulempung tufa, tufa berbatu apung, tufa
riolitik, batupasir tufan, breksi tufan, tufa pasiran
Kota Agung: tufa bersusunan andesit-basal, tufa, batupasir tufan, tufa
pasiran, batulempung tufan, tufa berbatu apung, batulanau tufan, tufa
10 Lampung dasit
Baturaja: tufa bersusunan andesit-basal, tufa, batulempung tufan, tufa
riolitan, tufa batuapung, tufa
Menggala: tufa batuapung, batupasir tufan, batulempung dan
batulanau tufan
Sumber: Geosis.id.”Peta geologi seluruh Indonesia”
11
Berdasarkan pesebaran tanah tufa di Pulau Sumatera, dapat disimpulkan bahwa
tanah tufa yang ada di pulau sumatera terdiri dari berbagai ragam bentuk seperti:
1. Tufa adalah merupakan tanah yang tercipta akibat dari pelapukan batuan
piroklastik yang disusun atas material dari hasil letusan sebuah gunung berapi
yang didominasi oleh material piroklas seperti batuan vulkanik, kristal serta
butiran angular dan material yang memiliki porositas yang cukup besar.
2. Batupasir tufaan adalah batu sedimen volkanoklastik yang memiliki komposisi
didominasi oleh material vulkanik berukuran halus (tufa)
3. Batulempung tufa adalah batu lempung yang merupakan produk sekunder dari
pelapukan tufa
4. Tufa riodasit adalah material tufa yang terbentuk dari magma dengan
komposisi asam hingga intermediet
5. Tufa pasiran adalah material tufa yang memiliki komposisi pasiran
6. Tufa kristal merupakan material tufa yang memiliki komposisi kristal dominan
7. Tufa batuapung merupakan material tufa yang memiliki komposisi pumis
8. Tufa dasit merupakan material tufa yang memiliki komposisi dasit
9. Tufa litik merupakan material tufa yang memiliki komposisi litik dominan
10. Breksi tufa adalah batuan edimen dengan sidit yang angular yang memiliki
komposisi material tufa
Sistem klasifikasi tanah yang umum dipakai ialah sistem klasifikasi tanah USCS
dan juga sistem klasifikasi tanah AASHTO. Berikut penjelasannya:
1. Sistem klasifikasi tanah Unified Soil Classification System (USCS)
12
Bisa dilihat untuk gambar dari sistem klasifikasi tanah USCS.
A-1 A-2
Grup Klasifikasi A-3
A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6
Analisis Saringan
No. 10 50 max
No. 40 30 max 50 max 51 min
No. 200 15 max 25 max 10 max 35 max 35 max 35 max
Karakteristik Fraksi lolos
No.40
Batas Cair 40 max 41 min 40 max
Indek Plastisitas NP
Bahan penyusun Batu pecahan Pasir Lanau atau lempung
kerikil dan gradasi berpasir
pasir baik
13
Bahan Material
Klasifikasi Umum
(≤ 35% lolos Saringan No.200)
Peringkat tanah dasar
Sangat baik
umum
Lanau – Lempung Material
Klasifikasi Umum
(≤ 35% lolos Saringan No.200)
Grup Klasifikasi A-4 A-5 A-6
Analisis Saringan
No. 10
No. 40
No. 200 36 min 36 min 36 min
Karakteristik Fraksi lolos
No.40
Batas Cair 40 max 41 min 40 max
Indeks Plastisitas 10 max 10 max 11 min
14
Tekanan pada piston 0,2 " (2.2)
CBR 0,2“= × 100%
1500 psi
15
2.6. DCP (Dynamic Cone Penetrometer)
DCP (Dynamic Cone Penetrometer) merupakan alat uji daya dukung tanah di
tempat atau in situ. Pengujian DCP yang benar, yaitu dengan mengukur berapa
kedalaman dalam satuan milimeter dari ujung konus yang digunakan menembus ke
dalam tanah dasar akibat menerima beban yang ditumbukkan pada landasan batang
utama lalu mengkorelasikan nilai dalam nya ujung konus yang menembus ke tanah
dasar akibat tumbukan beban yang diberikan dan apabila konus yang masuk
semakin dalam maka menunjukkan lunaknya tanah dari tanah tersebut.
Tujuan dari pengujian DCP ini ialah agar mengetahui kekuatan tanah yang dimana
nilai diperoleh dari pengujian DCP ini akan diolah sehingga mengeluarkan data
CBR pada titik lapangan yang di uji. Umumnya pengujian DCP ini dipakai untuk
proyek perkerasan jalan, dikarenakan melalui pengujian DCP dapat mengeluarkan
data yang bisa memperkirakan kekuatan dari perkerasan dan dapat menjadi
pedoman desainnya.
Tahapan dalam pengujian DCP menurut standar SNI dan ASTM ialah sebagai
berikut:
a. Merakit alat DCP dengan menghubungkan bagian – bagian dari alat dari
landasan atas serta batang bawah dan menyambungkan konus yang digunakan
b. Alat DCP yang telah dirakit diposisikan tegak lurus terhadap tanah dasar yang
akan diuji.
c. Terlebih dahulu catat bacaan awal pada mistar yang akan diberi nilai nol.
d. Berikan beban dengan mengangkat beban palu geser hingga mencapai batas
handle yang kemudian dilepaskan sampai beban menumbur landasan.
e. Catat jumlah tumbukan dan kedalaman yang diperoleh
16
f. Pengujian akan selesai apabila penetrasi yang dihasilkan kurang dari 1 mm per
3 tumbukan.
g. Pengujian dilakukan per satu titik dengan minimum dua kali jarak 20 cm titik
awal menuju titik berikutnya.
Setelah melakukan uji tersebut, maka data yang diperoleh kemudian diolah
sehingga mengeluarkan hasil CBR mengikuti cara sebagai berikut:
a. Mengakumulasikan jumlah dari tumbukan dan penetrasi yang sebelumnya
telah dikurangin dengan pembacaan nol dari mistar pengukur
b. Hasil pengujian yang diperoleh dimasukkan kedalam kurva hubungan
kumulatif dari tumbukan terhadap penetrasi. Dalam kurva ini sumbu vertikal
ialah kedalaman penetrasi dan sumbu horizontal ialah total tumbukan
c. Menarik garis lurus pada titik yang dianggap seragam
d. Menghitung kedalaman lapisan dari titik yang merupakan beda nilai antara
perpotongan garis kedalam satuan milimeter
e. Menghitung kecepatan rerata penetrasi pada lapisan yang dianggap seragam
f. Hasil DCP dihasilkan dari beda nilai penetrasi yang dibagi dengan beda nilai
tumbukan
g. Manfaatkan Gambar 2.8. untuk menghitung korelasi hubungan nilai DCP dan
CBR. Tarik nilai kecepatan penetrasi dari sumbu horizontal keatas agar
terpotong pada garis putus – putus pada sudut konus 30 °
h. Untuk mengetahui nilai CBR yaitu membuat tambahan garis dari titik potong
ke arah kiri
17
Gambar 2.8. Grafik-Hubungan Antara Nilai DCP dan CBR
Sumber: Surat Edaran PU No.04/ SE/ M/ 2010
18
Pengujian kerucut pasir ini mengharuskan lokasi titik yang tidak boleh tergenang
air, rawan bergetar,dan efisien pada jenis tanah yang tidak tersusun oleh material
kasar yang memiliki diameter diatas 38 mm dan cocok pada tanah organik dan tanah
jenuh atau tanah yang memiliki plastisitas tinggi. Pengujian kerucut pasir dilakukan
setidaknya dua kali pengujian ditiap titik yang jaraknya disarankan 50 cm dan untuk
hasil kepadatan nya menggunakan dua angka dibelakang koma.
Untuk pengujian kerucut pasir yang akan dilakukan, dipersiapkan terlebih dahulu
titik uji dengan menggali lubang yang diameternya sesuai diameter dari kerucut dan
alas dudukan kerucut dimana kedalaman lubang gali berkisar 10 cm – 15 cm.
Sesudah titik uji tadi telah selesai, selanjutnya ialah mencatat data – data awal yang
diperlukan yaitu:
1. Menghitung volume dari botol pasir
Cara mendapatkan volume dari botol pasir ialah menggunakan air dengan
massa jenis 1 gram/cm3 yang akan memudahkan penelitian dengan cara berat
air ditoleransi serupa dengan massa jenis air serta tidak mengikutsertakan gaya
gravitasi. Dengan menggunakan persamaan berikut untuk menentukan volume
dari botol pasir:
V1 = W2 – W1 (2.3)
Keterangan:
V1 = Volume dari botol pasir dalam satuan cm3
W2 = Berat botol pasir yang ditambah berat corong dalam satuan gram
W1 = Berat botol pasir yang ditambah berat corong dan air dalam satuan gram
19
Keterangan:
ᵞs = Berat isi dari pasir dalam satuan gram/cm3
V11 = Volume dari botol pasir dalam satuan cm3
W31 = Berat dari botol ditambah corong dan pasir dalam satuan gram
W11 = Berat dari botol ditambah corong dalam satuan gram
20
W10
Ve = (2.6)
ᵞs
Keterangan:
Ve = Volume dari lubang dengan satuan cm3
W
10 = Berat dari pasir didalam lubang dengan satuan gram
ᵞs = Berat isi dari pasir dengan satuan gram/cm3
Maka berat pasir dari lubang dapat dihitung mengunakan persamaan:
W10 = W6 – W7 – Wc (2.7)
Keterangan:
Wc = Berat pasir dari dalam corong dengan satuan gram
W6 = Berat botol ditambah corong dan pasir dengan satuan gram
W7 = Berat botol ditambah corong dan sisa pasir dengan satuan gram
Keterangan:
ᵞd = Berat isi kering dari tanah dengan satuan gram/cm 3
ᵞw = Berat isi dari tanah dengan satuan gram/cm 3
Wc = Nilai kadar air dari tanah dengan satuan persen
Untuk berat isi pasir
𝑊8−𝑊9 (2.9)
ᵞw = 𝑉𝑒
Keterangan:
ᵞw = Berat isi dari tanah dengan satuan gram/cm3
Ve = Volume dari lubang galian dengan satuan cm3
W8 = Berat dari wadah ditambah tanah dengan satuan gram
W9 = Berat dari wadah dengan satuan gram
21
Gambar 2.10. Kerucut Pasir
Menurut data tersebut dapat dilihat nilai dari jumlah rerata penetrasi DCP per
tumbukan, dimana semakin kecil nilai penetrasinya maka semakin besarlah nilai
CBR yang diperoleh. Oleh sebab itu korelasi antara CBR dan DCP dapat dinyatakan
sebagai persamaan berikut:
Log(CBR) = a-b Log(DCP) (2.10)
22
Keterangan:
a = Konstanta nilai
b = Konstanta nilai
DCP = Nilai Penetrasi dengan satuan mm/tumbukan
23