Anda di halaman 1dari 76

PSIKODIAGNOSTIKA

(Tanggal 24 September 2020)

Istilah psikodiagnostika pertama kali digunakan oleh Hermann Rorschach dalam buku terbitannya pada
tahun 1921. Buku ini membahas hasil eksperimennya dengan 10 buah kartu yang bergambar percikan
tinta hitam dan tinta warna (Tes Rorschach)

Pada awalnya kartu ini diberikan kepada beberapa penderita gangguan jiwa. Mereka ditanya “apa yang
anda lihat pada kartu ini?”.

Ternyata jawaban mereka berbeda satu dengan yang lain. Jawaban mereka ditentukan oleh bentuk
percikan, oleh warna, atau oleh kombinasi percikan bentuk-warna. Rorschach menyatakan bahwa
penderita yang jawabannya ditentukan oleh warna, adalah kelompok penderita yang berbeda dengan
kelompok penderita yang jawabannya ditentukan oleh bentuk percikan.

Sebenarnya, banyak peneliti sebelumnya yang melakukan penelitian tentang bercak tinta, seperti :

· Alfred Binet pada tahun 1895

· Dearborn pada tahun 1896

· Whipple melakukan standarisasi I tahun 1910

· Herman Rorschach melakukan publikasi Tes Ro pada tahun 1921

· Tes Rorscach merupakan titik puncak dari 26 tahun eksperimen dengan bercak tinta di Eropa &
Amerika.ir semua bidang kegiatan manusia, terutama, bidang pendidikan dan organisasi.

Psikodianostik dalam arti luas. Psikodiagnostik dalam arti luas memiliki dua aspek, yaitu:

(1) Aspek Praktis, psikodiagnostik adalah setiap metode untuk membuat diagnosis psikologis, yang
dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi dalam melakukannya. Misalnya diagnosis psikologis
untuk terapi, untuk anak yang mengalami gangguan kesukaran belajar, untuk penjurusan bagi siswa-
siswi SMA, untuk seleksi calon karyawan, mutasi, atau promosi ;

(2) Aspek Teoritis. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dengan segala aspek kehidupannya,
dan memiliki orientasi pada kehidupan praktis manusia. Dalam rangka memahami manusia, maka
diperlukanlah psikodiagnostik, yaitu studi ilmiah mengenai berbagai metode untuk membuat diagnosis
psikologis, agar dapat memperlakukan subjek dengan tepat.

Ada banyak definisi mengenai psikodiagnostika, seperti yang terangkum di bawah ini:

1. Psikodiagnostika adalah studi mengenai kepribadian lewat penafsiran terhadap tanda-tanda tingkah
laku, cara berjalan, langkah, gerak isyarat, sikap, penampilan wajah, suara dan seterusnya (Kamus
Psikologi C.P. Chaplin)

2. Psikodiagnostik adalah studi ilmiah tentang berbagai metode untuk membuat diagnosis psikologis,
supaya dapat memperlakukan manusia dengan lebih tepat.

3. Psikodiagnostik adalah metode yang digunakan untuk menetapkan kelainan psikis, dengan tujuan
untuk dapat memberikan pertolongan secara tepat dan akurat.
KEGUNAAN PSIKODIAGNOSTIKA

Psikodiagnostika memiliki kegunaan dalam berbagai bidang, yaitu :

1. Clinical setting, dilakukan di rumah sakit atau di pusat kesehatan mental, untuk mendeteksi
gangguan psikis pada diri seseorang.

2. Legal setting, dilakukan di peradilan, LP, atau tempat rehabilitasi, untuk membantu proses peradilan
supaya permasalahan psikologis yang dialami seseorang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan.

3. Educational and vocational selection, dilakukan untuk pemilihan jurusan di SMA atau di Perguruan
Tinggi, pemilihan pekerjaan, rekrutmen.

4. Research setting, dilakukan di Perguruan Tinggi, untuk pengembangan alat-alat penelitian.

METODE PSIKODIAGNOSTIK

1. Observasi

2. Wawancara

3. Tes Psikologi

4. Analisa Dokumen ( Riwayat Hidup)


PSIKODIAGNOSTIKA
(Tanggal 30 September 2020)

Psikologi Saat Abad ke 19

Dalam sejarah perkembangan tes dalam psikologi, ketika memasuki abad ke 19 psikologi eksperimental
berubah menjadi sebuah pengukutan dan perbedaan individual. Saat itu adapun tujuan yang
diselenggarakan hal ini merupakan sebuah lulusan agar bisa lebih mengetahui hal- hal yang berkaitan
dengan perilaku manusia. Dalam hal ini juga keseragaman menjadi salah satu hal yang perlu
diperhatikan, bukan hanya dilihat dari adanya perbedaan- perbedaan yang muncul.

Saat itu pun ketika ada sebuah masalah perlu dilakukan telaah dengan baik, misalnya segala hal yang
menyangkut dengan kepekaan amnesia, pendengaran dan juga berbagai indra yang diperdengarkan,
agar nantinya bisa mempengaruhi jalannya sebuah pergerakan tes di dalam psikologi.

Hakikat Dalam Tes Psikologi

Dalam Sejarah perkembangan tes dalam psikologi, fungsi tes sendiri dilakukan agar bisa mengukur
perbedaan dan juga adanya sebuah individu yang dilakukan berbagai reaksi satu sama lain yang
berbeda. Adapun fungsi tes dalam layanan BK yang biasanya kita lihat di berbagai sekolah juga tidak
akan terlepas dari berbagai masalah yang muncul dan juga dilakukan perkembangan tes dalam psikologi
merupakan sebuah identifikasi yang dilakukan dengan seseorang yang ada di belakang mentalnya.

Tes- tes yang dilakukan dalam hal ini dilakukan untuk bisa menyelaraskan berbagai kebutuhan dan juga
sebuah penilaian yang ada di dalam pendidikan. Kita juga bisa melakukan klarifikasi agar nantinya bisa
mengambil adanya manfaat yang ditujukan untuk sebuah pelajaran konseling untuk anak sekolah.
Dimana pendidikan konseling ini memang perlu dilakukan untuk anak- anak usia remaja.

Seleksi atau sebuah tes yang dilakukan dalam sebuah bidang industri, atau yang dilakukan untuk
kebutuhan manusia memang sebaiknya dilakukan dengan cara yang bertahap. Keterlibatan segala aspek
yang menyangkut testing psikologis pun perlu dilakukan agar bisa lebih paham mengenai aspek
kehidupan seseorang, hubungan interpersonal dan juga sebuah ketentraman emosi yang ada.

Selaian itu penggunaan tes dalam peningkatan pemahaman dan juga untuk tujuan mengembangkan diri
pun harus dilakukan, agar nantinya bisa membuat diri anda jauh lebih paham mengenai berbagai
pemahaman diri sendiri.

Pada dasarnya sebuah tes psikologi itu dilakukan dengan cara pengukuran dan juga hal- hal yang
obyektif. Namun dari berbagai cara yang dilakukan terdapat berbagai proses keputusan serta hal yang
dibakukan untuk sebuah sampel perilaku. Untuk penilaian nya sendiri biasanya dilakukan dan juga
disesuaikan dengan prediksi konotasi mengenai kinerja individu yang bisa lebih luas dalam melakukan
prediksi.

Jika kita mengartikannya dalam pengertian yang jauh lebih luas, di dapatkan sebuah hasil prediksi
konotasi kinerja temporal, misalnya saja seorang individu di masa depan, namun jika secara logis kita
kaitkan dengan sampel perilaku dimana danya sebuah prediksi untuk berbagai hal yang dilakukan.

Adapun untuk jenis tes nya sendiri memang berbeda- beda. Dalam setiap tes dilakukan berbagai
evaluasi yang dikaitkan dengan sebuah data empiris. Namun dalam sebuah tes atau skor yang dilakukan
bisa diinterpretasikan agar bisa membandingkan sebuah skor yang dilakukan di dapatkan sebuah hasil
tesnya.

Manfaat Dilakukannya Sebuah Tes Psikologi


Manfaat dilakukannya sebuah tes dalam psikologi dapat diambil dari sebuah psikodiagnostik, dimana
untuk hal yang satu ini memiliki tujuan agar bisa melkaukan klarifikasi, interpretasid dan juga sebuah
pendeskripsian serta prediksi dimana dapat memecahkan sebuah masalah atau problem yang berkaitan
dengan perkembangan anak, pendidikan, pekerjaan, sebuah minat, adanya bakat dan juga bisa
mengetahui kecerdasan seorang individu agar bisa menyesuaikan dengan jurusan yang akan diambilnya
nanti.

Manfaat tes psikologi dalam bidang klinis, di dalam hal perkembangan anak juga berkaitan dengan hal
yang satuu ini, dimana hubungan psikologi klinis memiliki keterkaitan dalam minat dan juga evaluasi
dalam seleksi karyawan yang dilakukan sebuah perusahaan, atau seornag karyawan yang akan naik
jabatan pun biasanya dilakukan berbagai tes terlebih dahulu.

Begitulah sejarah perkembangan tes dalam psikologi yang kini banyak sekali dijumpai dan diterapkan
dalam berbagai bidang kehidupan.
PSIKODIAGNOSTIKA

(Tanggal 13 Oktober 2020)

Penerapan psikodiagnostik di Bidang Klinis dan Konseling

Penerapan psikodiagnostik dalam bidang klinis dan konseling memiliki variasi yang sangat luas, serta
meliputi hampir seluruh tes yang ada. Hal ini karena konseling merupakan bidang yang cukup luas serta
tempat bertemunya seluruh kasus dari berbagai bidang dalam kehidupan, mulai pendidikan,
perkembangan, sosial, industri dsb. Survey secara periodik telah dilakukan untuk mengetahui tes yang
digunakan dalam bidang klinis dan konseling. Dari survey tersebut dihasilkan bahwa ternyata frekwensi
yang tinggi adalah penggunaan tes inteligensi WAIS, DAT serta beberapa tes kepribadian. Konseling
dalam bidang pendidikan sering menggunakan tes untuk mendiagnosa kesulitan belajar serta problem-
problem yang berkaitan dengan masalah pendidikan. Contoh kasus konseling dalam bidang pendidikan
adalah permasalahan mengenai anak lambat belajar, atau menurunnya prestasi. Konseling dalam
bidang perkembangan salah satu kasusnya adalah kesiapan anak-anak dalam memasuki usia sekolah,
perkembangan emosi anak balita, dsb.

Penerapan psikodiagnostik di Bidang Industri dan Organisasi

Penerapan psikodiagnostik dalam bidang industri merupakan bidang yang baru berkembang pada
akhir-akhir ini, karena kebutuhan yang besar untuk melakukan seleksi terhadap calon karyawan. Oleh
karena itu seringkali penerapan yang lebih populer adalah bidang pekerjaan (ocupational). Aplikasi
tersebut diantaranya adalah seleksi, penugasan, promosi, dan evaluasi pekerja. Tes yang dapat
digunakan adalah Multiple aptitude bateries dan special aptitude test, situasional test, dan personality
test, tes Potensi Akademik, Aptitude bateries for special program, Armed servise Vocational Aptitude
battery, Crawford Small parts dexterity Test, dan biodata.

Tes kepribadian dalam bidang pekerjaan misalnya adalah tes integritas, tes kepemimpinan, tes
managemen, tes loyalitas, tes kemampuan mengambil keputusan, dsb.

Beberapa kasus yang menjadi penerapan psikodiagnostik dalam bidang industri dan organisasi adalah :
persoalan kepuasan kerja para buruh, hubungan antara atasan dan bawahan, motivasi kerja karyawan
yang rendah, atau pemimpin yang kurang disukai bawahan, dsb.

Penerapan psikodiagnostik di Bidang Psikologi Perkembangan

Bidang psikologi perkembangan merupakan bidang yang menggunakan psikodiagnostik dengan


karakteristik testee yang paling bervariasi. Hal ini dikarenakan testee yang dapat dikenai psikodiagnostik
dalam bidang ini memiliki usia yang bervariasi, mulai dari bayi sampai lanjut usia, dengan tinjauan
persoalan dari berbagai sudut pandang. Misalnya dari segi motorik pada anak-anak, perkembangan
emosi pada remaja, kemandirian pada lanjut usia, dan sebagainya. Penerapan kasus yang sering ditemui
adalah perkembangan anak-anak yang terhambat (hambatan perkembangan anak-anak), perkembangan
emosi, perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, tugas perkembangan remaja, perkembangan
emosi dan sosial pada lanjut usia, dan sebagainya.

Alat tes yang digunakan dapat merupakan tes inteligensi untuk mengetahui perkembangan inteligensi,
tes kepribadian, tes kecerdasan emosi, tes perkembangan motorik, dan sebagainya. Salah satu contoh
alat yang digunakan dalam bidang ini adalah : SSCT (Sack Sentence Completion Test) untuk mengetahui
dinamika pikiran anak-anak, Bender Gestalt untuk mengetahui motorik halus pada anak-anak, NST tes
untuk mengetahui kesiapan masuk sekolah pada anak-anak. WPPSI tes untuk mengetahui inteligensi
pada anak-anak usia pra sekolah.

Beberapa kasus yang merupakan penerapan psikodiagnostik dalam bidang psikologi perkembangan
adalah :

1. Masalah hambatan perkembangan pada anak-anak

2. Kenakalan remaja

3. Penyesuaian diri pada remaja awal

Penerapan psikodiagnostik di Bidang Psikologi Sosial

Penerapan psikodiagnostik dibidang sosial merupakan penerapan yang sifatnya lebih terbuka, klasikal,
dan jarang yang sifatnya individual, meskipun sebenarnya individu merupakan satuan kelompok sosial
yang akan menggambarkan kondisi sosial dalam suatu populasi. Contoh kasus yang dapat diberikan
adalah misalnya adalah efek sosial pada korban Tsunami, dampak pembangunan jembatan Suramadu,
analisis terhadap kerusuhan pada suporter sepak bola, ketahanan keluarga yang hidup di lingkungan
industri, penyesuaian keluarga terhadap kenaikan harga BBM. Alat yang digunakan dalam
psikodiagnostik di bidang sosial sebagian besar adalah dengan observasi dan wawancara, sementara tes
hanya digunakan sebagai data penunjang untuk menganalisa kejadian-kejadian sosial yang ada di
sekitar lokasi. Misalnya, untuk mengetahui efek pembangunan jembatan Suramadu, tidak mungkin
memberikan tes yang mengukur efek tersebut di masyarakat. Yang bisa dilakukan adalah wawancara
dan mengobservasi langsung pada masyarakat. Karena wawancara dan observasi akan memberikan data
yang lebih akurat dibandingkan dengan tes atau angket yang mungkin akan mendapatkan informasi
yang kurang benar. Tatacara mengenai observasi dan wawancara untuk tujuan psikodiagnostik akan
diberikan pada mata kuliah yang lain. Bagi yang tertarik dapat membaca sumber bacaan yang relevan.

Penerapan Psikodiagnostik dalam Bidang Pendidikan

Penerapan psikodiagnostik dalam bidang pendidikan diantaranya adalah pengambilan keputusan dalam
kenaikan kelas, kelulusan siswa, penempatan tingkatan pendidikan (placement test), dan sebagainya.
Terdapat beberapa fungsi tes dalam bidang pendidikan yaitu penempatan, formatif, diagnostik dan
sumatif. Keuntungan penerapan psikodiagnostik dalam bidang pendidikan adalah bahwa hampir semua
tes yang tersedia dapat diterapkan dalam bidang pendidikan. Misalnya tes inteligensi, tes bakat khusus,
tes bakat umum, dan tes kepribadian dapat dijumpai dalam laporan yang dibuat oleh seorang konselor
pendidikan maupun psikolog pendidikan. Guru dan beberapa pengambil keputusan dalam bidang
pendndikan sering merasakan pentingnya mengetahui hasil yang diperoleh dari beberapa jenis tes.
Walaupun untuk tipe tes tertentu memang dirancang khusus untuk digunakan dalam bidang pendidikan.

Contoh yang paling utama tentang tes yang bisa digunakan dalam bidang pendidikan adalah tes
prestasi. Beberapa tipe tes dalam bidang pendidikan adalah General Achievement Batteries yang
digunakan untuk mengukur prestasi pendidikan secara umum pada bidang yang terkait dengan
kurikulum pendidikan; Test Of Minimum Ini Bassic Skills; Teacher-Made Classroom Test; Test For
College Level, Graduate School Admission, Assessment In Early Childhood Education.

Beberapa kasus dalam bidang pendidikan yang memerlukan psikodiagnostik adalah :

1. Kasus anak yang mengalami hambatan dalam menyerap pelajaran matematika.


Dilakukan psikodiagnostik dengan mengadministrasikan beberapa tes. Tes yang dibutuhkan disesuaikan
dengan diagnosa awal, misalnya adalah inteligensi yang belum memadai. Maka pada tahap awal
diberikan tes inteligensi pada siswa tersebut. Dari hasil tes inteligensi yang didalamnya terdapat
kemampuan numerik dapat dilihat apakah individu mengalami kesulitan pada sub tes tersebut. Apabila
mengalami kesulitan dapat diarahkan pada konsultasi atau observasi untuk menelaah kesulitan yang
dialami. Tahap berikutnya, bila masih mengalami hambatan, dapat dilihat apakah situasi belajar, metode
mengajar serta cara belajar sudah sesuai. Bila belum, dapat dilakukan intervensi dengan mengubah cara
mengajar, mengubah setting situasi belajar atau memberikan beberapa altenatif cara belajar yang
efektif. Untuk melihat apakah perubahan yang dilakukan telah berhasil atau tidak, selanjutnya diberikan
tes matematika, apakah ia mengalami hambatan atau tidak.

2. Kasus anak yang tidak memiliki motivasi dalam belajar.

Seorang anak yang memiliki nilai rendah dalam belajar, diasumsikan ia memiliki kecerdasan yang
rendah, sehingga lambat dalam menerima pelajaran. Untuk menjawab pertanyaan awal, diberikan tes
inteligensi pada anak tersebut, ternyata hasilnya cukup memuaskan. Oleh seorang psikolog diberikan tes
kepribadian untuk melihat dinamika kepribadian maupun motivasi siswa dalam belajar. Dari tes tersebut
diperoleh bahwa siswa memiliki motivasi yang rendah untuk belajar. Dengan mengetahui hal ini,
seorang guru tidak sertamerta memberikan nilai buruk karena tidak mampu, melainkan berusaha
menumbuhkan minat dan dorongan untuk bisa berhasil dengan baik.

3. Kasus penjurusan dalam peminatan pendidikan.

Pada beberapa kasus tertentu, penentuan jurusan / peminatan dalam pendidikan menjadi masalah yang
cukup rumit, dan sering menjadi pemicu perselisihan antara anak dan orang tua. Pada kasus seperti ini,
seorang psikolog dapat melakukan wawancara mengenai keinginan dan tujuan atau harapan seorang
siswa, serta bila memungkinkan memberikan tes minat. Salah satu contoh tes minat adalah tes RMIB
atau Kuder. Dengan tes ini dapat diketahui minat seseorang dalam berbagai bidang kehidupan yang
akan menentukan jurusan pendidikan yang diinginkannya.

4. Seleksi dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi.

Untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi, bila tempat sangat terbatas, maka perlu dilakukan seleksi
bagi calon. Contoh yang paling mudah adalah seleksi masuk SMP, SMU atau Perguruan Tinggi.

5. Kenakalan remaja di sekolah

Masalah kenalan remaja di Sekolah sering menjadi masalah pada masa sekarang ini. Guru BP sangat
sibuk bila di sekolahnya terdapat remaja yang bermasalah. Penerapan psikodiagnostik dalam bidang ini
adalah memberikan wawancara dan konseling untuk menemukan penyebab masalah tersebut.
Selanjutnya bila memungkinkan dapat dilakukan intervensi dengan berbagai metode yang sesuai.

Perkembangan Bidang Penerapan Psikodiagnostik

Perkembangan bidang penerapan psikodiagnostik akhir-akhir ini mulai meluas kebidang-bidang praktis
dalam kehidupan. Misalnya adalah bidang pengukuran dan eksperimen, olahraga, bidang perbankan,
bidang kesehatan, bidang neurologi, dan sebagainya. Untungnya, perkembangan bidang praktek
psikodiagnostik tersebut seiring dengan perkembangan tes psikologi yang ada, sehingga psikologi dapat
mengimbangi persoalan-persoalan yang ada di masyarakat

Kelebihan dan keterbatasan Tes Psikologi

Keterbatasan dan kelemahan Tes Psikologi


1. Bersumber dari tes itu sendiri

Apakah memberi gambaran secara jelas? Apakah cocok untuk semua orang? Apakah hasil akhir benar-
benar sama dengan kenyataan yang sesungguhnya?.

2. Bersumber dari Testee

Hasil test psikologi dapat berubah? Ketidak patuhan dalam mengikuti instruksi hasil menjadi tidak
sesuai.

3. Bersumber dari suasana testing

Contoh: suara berisik dll

4. Bersumber dari tester

Kemampuan tester dalam pelaksanaan administrasi tes


PSIKODIAGNOSTIKA

(Tanggal 20 Oktober 2020)

8 Macam Pendekatan dalam Psikologi

Dalam psikologi ada banyak hal yang bisa anda pelajari salah satunya adalah pendekatan, bukan
tanpa sebab dalam karena pendekatan mempermudah dalam mempelajari objek dan juga mudah
melakukan berbagai kebutuhan disini. Apa saja pendekatannya ?

1. Pendekatan Filosofis

Pendekatan pertama yang bisa anda lakukan adalah pendekatan filosofis, pendekatan ini lebih
berpengaruh ke arah agama dan juga ilmu psikologi. Mengingat, Kontribusi Filsafat dalam Psikologi yang
memang mempelajari jiwa. Seperti apa wujudnya, bagaimana wujudnya dan bagaimana hubungan
berjalan.

Pengetahuan seperti ini terkadang tidak mencapai indera kita, anda bisa menyebutnya psikologi
metaphisika. Dimana cara peninjauannya sangatlah spekulatif. Selain itu psikologi ini memang banyak
menarik orang lain.

Dalam psikologi, pendekatan filosofis lebih kearah aspek spiritual ataupun jiwa yang semata-mata
dengan berpandukan intuitif, hasil renungan ataupun proses pemikiran bahkan bisa bersumber dari
individu yang religius yang tentunya berkaitan dengan jiwa seseorang.

Beberapa metode yang bersifat filosofis, antara lain:

1. Metode Intuitif

Meotde pertama adalah metode intutitif dimana penyelidikan bisa dengan jalan yang disengaja ataupun
tidak disengaja yang terjadi pada pergaulan sehari-hari. Melihat keadaan terakhir, kita seringkali
mengadakan penilaian terhadap moral seseorang. Selain itu kita juga seringkali ingin kita ketahui
keadaan orang lain atau pandangan mereka terhadap kita. Melalui kesan kita terhadap orang-orang
tersebut, akan mempermudah pandangan anda terhadap orang lain. Dalam langkah seperti ini, biasanya
kesan paling pertama yang mudah adalah mengambil kesimpulan. Namun metode ini kurang memenuhi
syarat karena harus dikombinasikan dengan metode lainnya.

2. Metode Kontemplatif

Metode kontemplatif yakni metode pendekatan filosofis dengan merenungkan objek yang akan
diketahui oleh anda yang digunakan kemampuannya untuk berfikir. Alat utama yang dipergunakan yakni
pikiran yang sudah dalam keadaan objektif. Metode ini sering digunakan sebelum namun sebelum ilmu
pengetahuan berkembang di abad ke-17, karena pandangan empirisme menjadi domonan.

Pandangan ini menyatakan bahwa anda yang ingin memperoleh pengetahuan maka anda harus
mencoba mendapat pengalaman, sehingga observasi untuk memperoleh kenyataan yang objektif dan
tidak sepihak. Selain itu pendapat sebelumnya yang tidak lagi memuaskan oleh para ahli, dan mulai
ditinggalkan.

2. Pendekatan Psikofisi

Psikofisis merupakan salah satu pendekatan yang bsa anda pelajari, dimana psiko berarti jiwa dan fisis
merupakan fisik. Pednekatan ini bukan hanya menggunakan pendekatan mental saja, namun juga
pendekatan yang digunakan lewat fisik. Sebenarnya pendekatan ini terlihat sepele namun banyak orang
yang nyatanya membutuhkan.
Sebagian ahli merasa bahwa kejiwaan sebagai suatu sistem psikofisis. Dalam ilmu medis jelas
mengaitkan psikologi dan mental, mengingat Peran psikologi dalam Psikologi Komunitas juga besar.
Sedangkan psikologi modern justru mempergunakan metode experimental dengan mengambil manfaat
dari kemajuan penemuan yang ada.

Beberapa peristiwa kejiwaan sebenarnya ada yang menyangkut akan hal tersebut. Misalnya, sehingga
para ahli berpendapat bahwa ada kerja sama yang erat antara jiwa dan jasmani.

Mengingat dalam medis sendiri ada yang disebut neurologis, sedangkan ada juga yang berkaitan dengan
mental.

Seorang filsfat dari Perancis, Rene Descartes, yang menyatakan bahwa psikis dapat mempengaruhi
badan dan sebaliknya badan juga dapat mempengaruhi psikis. Hubungan ini dinamakan mutual
interaction, hal ini jelas sekali sering terjadi tanpa sadar.

3. Pendekatan Fisiologis

Selanjutnya pendekatan fisiologis yang biasanya sering disamakan dengan pendekatan psikofisis.
Dimana fisiologi merupakan turunan dari biologi yang memang mempelajari bagaimana kehidupan bisa
berfungsi secara fisik ataupun kimiawi. Jika dilihat fisiologis merujuk kepada pengkajian mengenai sifat
fisikal benda hidup selain itu cara organise berinteraksi satu sama lain dan alam sekitarnya juga. Semua
tu memang menimbulkan kelebihan dan kekurangan yang ada.

Dalam mempelajari pendekatan ini psikologi juga sering dikaitkan dengan biomolekul, sel, jaringa, organ,
sistem organ, dan organisme secara keseluruhan menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya dan bisa
mendukung kehidupanya. Para ahli psikologi fisiologi seringkali melakukan penelitian dan menemukan
hubungan antara proses biologi dengan perilaku. Bahkan beberapa ahli sengaja mencari kaitan antara
fisik dan juga psikologi.

Terkadang ada banyak perilaku manusia dan juga fungsi mental yang tida bisa dipahami oleh proses
biologis. Bisa dibilang sistem saraf kita memang kaya, namun tidak semua hal yang terjadi bisa dapatkan
oleh saraf dan proses biologis anda. Seringkali persepsi kita terhadap sebuah peristiwa yang terjadi bisa
bergantung pada tergantung pada cara bagaimana organ indera anda mendeteksi dan mengartikan
stimulan tersebut.

Pendekatan fisiologis juga bisa dikaitkan dengan aspek fisik dan tidak ada hubungannya dengan
perasaan atau jiwanya. Contohnya jika anda menemui wanita cantik dan berbicara atau mengobrol,
namun terbata dan tidak lancar. Bisa diperhatikan dari sisi psikologis mungkin banyak yang dikaji, namun
jika dari sisi fisiologis bisa jadi ada kerusakan pada otak yang menyebabkan ia tidak bisa dikaitkan begitu
saja.

4. Pendekatan Antroposentris

Selanjutnya adalah pendekatan antroposentris, dimana pendekatan ini dilakukan berdasar teori etika
lingkungan yang memang memandang manusia sebagai pusat alam semesta bukan tata surya seperti
yang kita kenal. Sebuah kebijakan dan juga tindakan yang baik dalam kaitan dengan lingkungan hiudp
tentu akan dinilai jika memiliki dampak yang menguntungkan bagi kepentingan manusia.

Pendekatan antroposentris memang dikenal sebagai teori pro dan kontra, dimana manusia merupakan
pusatnya. Anda bisa melihat bahwa tiap pendekatan kepribadian memiliki filosofi yang jelas. Manusia
memang penting kedudukannya di alam semesta, bukan hanya makhluk sosial namun manusia menjadi
makhluk yang harus hidup dengan sesamanya dan selalu membutuhkan kerjasama dengan lainnya.
Namun dibanding makhluk lainnya, manusia juga mempunyai kepekaan sosial. Kepekaan sosial berarti
kemampuan untuk menyesuaikan tingkah laku dengan harapan dan pandangan orang lain.
5. Pendekatan Fungsionalis

Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan fungsionalis, dimana pendekatan fungsional adalah


penyesuaian diri sebagai proses untuk menyesuaikan antara diri dan juga lingkungan. Mengingat
karakter dan sifat orang yang berbeda-beda. Misalnya saja, seorang pedesaan biasanya memiliki hidup
yang lebih sopan dan juga lebih santun dibandingkan dengan orang kota, karena mayoritas orang desa
hidupnya secara bersama dan paguyuban. Sedangkan di kota semua sudah disiapkan dan disediakan,
sehingga anda hanya tinggal sendiripun tak masalah.

6. Pendekatan Saintifik

Dalam psikologi sendiri sains merupakan salah satu penampilan yang tidak bisa dihindari. Sains
merupakan ilmu pengetahuan yang dipakai sebagai kata kolektif untuk menunjukkan bermacam-macam
pengetahuan terutama pengetahuan yang jelas, sistematis dan juga valid.

Pendekatan ini masuk kedalam cara memahami aspek perilaku yang jelas dan membutuhkan data yang
tepat. Misalnya saja, ada seseorang yang terdiam dan merenung. Jika anda lihat dari pendekatan
filosofisnya mungkin dia mempunyai gangguan pada jiwa dan tak jarang hal tersebut disematkan hanya
karena mereka terdiam dan juga merenung.

Jika dilihat dari sisi antroposentrisnya mungkin dia dilihat dari naluri biologisnya yang belum makan atau
sedang sakit, sehingga merasakan lapar dan lemas. Jika anda lihat dari fungsionalnya mungkin dia
mengalami masalah di rumah dengan keluarga sehingga tempat itu digunakan pelarian untuk merenung.

Namun jika dilihat dari pendekatan saintifiknya mungkin kita dapat memahami aspek prilaku sebelum
kejadian ini terjadi, kita dapat meneliti dan mengamati sesungguhnya apa yang terjadi sehingga ini bisa
merasaa seperti ini. Sehingga anda tidak bisa menebak dan menamai sembarangan mengapa orang
tersebut mengalami hal itu.

7. Pendekatan Kognitif

Pendekatan Kognitif Dalam Bimbingan Konseling dan Penjelasannya, Pendekatan Kognitif Dalam
Organisasi Paling Lengkap ada banyak jenis pendekatan kognitif dalam psikologi dan deretannya seperti
itu. Pendekatan kognitif cukup menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu
(Organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan dan menanggapi rangsangan sebelum
melakukan aksi dan juga tindakan.

8. Pendekatan Fenomenologi

Pendekatan fenomenologi merupakan pendekatan selanjutnya, dimana pendekatan ini lebih kearah
memperhatikan pada pengalaman masing-masing individu. Mengingat karena tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh pandangan individu. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan
fenomena tentang dirinya, dan hal seperti ini seringkali terjadi mengingat manusia merupakan makhluk
yang seringkali mendapatkan pandangan yang subjektif.

Pendekatan dalam penelitian psikologis

Penelitian merupakan istilah yang tidak asing bagi mahasiswa karena setiap akan mengakhiri masa
studinya (baik jenjang sarjana, master, ataupun doktor) setiap mahasiswa diwajibkan melakukan
penelitian untuk membuktikan bahwa dia layak mendapat gelar sarjana, master, atau doktor. Namun
demikian sejumlah mahasiswa masih menganggap penelitian sebagai sebuah ‘momok’ sehingga tak
jarang mereka mengalami stres bahkan frustrasi ketika harus melakukan penelitian. Sebenarnya apa
penelitian itu? Secara sederhana penelitian merupakan proses mempelajari sesuatu (fakta, fenomena)
dengan menggunakan cara-cara tertentu yang disebut sebagai metode ilmiah. Selain pengertian di atas,
berikut akan diuraikan pengertian-pengertian penelitian menurut para pakar.

Dilihat dari akar katanya, penelitian yang berasal dari bahasa Inggris ‘research’ terdiri dari dua akar kata
yaitu ‘re’ (kembali) dan ‘search’ (mencari). Dari sini researchberarti ‘mencari kembali’.

Metode Penelitian Psikologi Pendidikan2Dalam kamus Webster’s New International, penelitian adalah
penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip. Senada dengan
pengertian ini Hillway (1956) mengungkapkan bahwa penelitian adalah suatu metode studi yang
dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah
sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. Azwar (2011) memiliki
pandangan hampir serupa dengan Hillway bahwa penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan
ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Hasil penelitian tidak pernah dimaksudkan untuk
memecahkan permasalahan secara langsung. Penelitian hanya merupakan sebagian dari usaha untuk
memecahkan masalah yang lebih besar.

Fungsi penelitian adalah mencari penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan serta memberikan
alternatif bagi kemungkinan yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.Hadi dan Haryono (1998)
merangkum pengertian-pengertian penelitian dari para ahli sebagaimana diuraikan berikut:

a.Penelitian merupakan pemikiran yang sistematis tentang berbagai jenis masalah yang
pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.

b. Penelitian merupakan penyelidikan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan
untuk memperoleh

c. Metode Penelitian Psikologi Pendidikan3fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-


hati, dan sistematis

d. Mengacu pada tujuannya, penelitian dapat diartikan sebagai usaha untuk menemukan,
mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan

e. Penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu melalui penyelidikan atau usaha
mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah itu, yang dilakukan secara berhati-hati
sehingga diperoleh pemecahannya.

Berdasar pengertian-pengertian di atas, terdapat benang merah yang bisa kita tarik yaitu bahwa
penelitian merupakan sebuah proses mengembangkan ilmu pengetahuan melalui serangkaian kegiatan
ilmiah. Berdasar ini, ada dua kata penting dalam pengertian penelitian yaitu ‘Ilmu pengetahuan’ dan
‘kegiatan ilmiah’. Pengetahuan dan Ilmu PengetahuanIlmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan.
Pengetahuan merupakan penjelasan atau informasi yang diperoleh manusia. Pengetahuan dalam hal ini
identik dengan pengetahuan awam (common sense). Common sense merupakan pemikiran atau
pengetahuan awam yang diperoleh melalui metode-metode non-ilmiah sehingga tidak dapat dipastikan
kebenarannya (Kerlinger & Lee, 2000).

Metode Penelitian Psikologi Pendidikan & Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang
diperoleh manusia berdasarkan metode ilmiah sehingga pengetahuan yang diperoleh membentuk suatu
konsep mengenai sesuatu, yang kemudian dikenal dengan istilah ilmu pengetahuan (science) (Kerlinger
& Lee, 2000).
Secara lebih rinci perbedaan antara pengetahuan (common sense) dan ilmu pengetahuan
(science)dijelaskan berikut ini:

•Penggunaan konsep dan teoriDalam common sense, konsep dan teori yang digunakan dapat berasal
dari keyakinan seseorang atau banyak orang (kekukuhan pendapat) atau pihak lain yang dihormati
(otoritas). Dalam science, teori yang digunakan berasal dari penyelidikan yang sistematis dan objektif
mengenai sesuatu atau gejala tertentu, yang dilakukan dengan cara membaca buku, jurnal, atau hasil
penelitian lainnya. Berbagai teori dalam ilmu pengetahuan terbuka untuk diuji kembali kebenarannya,
ini menunjukkan bahwa dalam ilmu pengetahuan tidak selalu menggunakan teori yang sesuai dengan
kenyataan.

•Pengujian teori dan hipotesis.Dalam menguji hipotesis pengetahuan awam seringkali memilih bukti-
bukti yang mendukung hipotesisnya dan mengabaikan bukti-bukti yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Selain itu, pengetahuan awam tidak mendasarkan diri pada ukuran yang pasti. Sebagai permisalan,
untuk menentukan ‘sering duduk di depan pintu’. Pada masyarakat awam kata ‘sering’ dapat diartikan
berbeda terkadang 2 kali sehari dikatakan sering namun 5 kali sehari juga dikatakan sering.

Metode Penelitian Psikologi Pendidikan 5 Dalam ilmu pengetahuan, ukuran yang pasti (batasan)
sangat penting artinya agar mencapai objektivitas. Sebagai permisalan untuk mengatakan ‘sering’ dalam
contoh di atas didefinisikan sebagai duduk di depan pintu lebih dari 3 kali atau lebih dari 1 jam.

•Kontrol. Dalam ilmu pengetahuan ‘kontrol’ dapat mengandung banyak arti, di antaranya kontrol
diartikan sebagai peneliti berusaha untuk secara sistematis memisahkan variabel-variabel yang mungkin
menjadi ‘penyebab’ dari gejala yang diteliti dengan variabel-variabel lain yang memang dihipotesiskan
menjadi ‘penyebab’. Di sisi lain pengetahuan (orang awam) kadang tidak peduli untuk mengontrol
penjelasan mereka tentang gejala yang diobservasi. Mereka umumnya tidak berusaha untuk mengontrol
sumber-sumber yang sebenarnya tidak dapat menjelaskan gejala tertentu. Mereka cenderung untuk
menerima semua penjelasan yang sesuai dengan pendapat mereka sebelumnya, walaupun pendapat
tersebut mengandung bias. Sebagai permisalan, jika mereka percaya bahwa lingkungan kumuh akan
menimbulkan delinkuensi, maka mereka cenderung mengabaikan delikuensi yang sebenarnya juga
terjadi pada lingkungan yang tidak kumuh. Pada kasus tersebut, seorang ilmuwan mencari dan
‘mengontrol’ kejadian-kejadian delikuensi dalam lingkungan yang berbeda dan mencoba mencari
penyebab dari masing-masing delikuensi tersebut.

Metode Penelitian Psikologi Pendidikan

•Kemampuan melihat hubungan antar gejala. Dalam hal ini ilmuwan secara konstan menaruh perhatian
pada hubungan-hubungan yang ada di antara gejala. Di sisi lain pengetahuan (orang awam)
menggunakan pemikiran akal sehat saja untuk menjelaskan hubungan antar gejala tanpa adanya
observasi dan pemikiran yang sistematis, objektif, dan terkontrol. Sebagai permisalan, dalam penelitian
Hurlock yang menghipotesiskan bahwa imbalan positif (reward) dapat meningkatkan prestasi belajar
dibandingkan dengan hukuman. Hubungan yang ada adalah antara imbalan, hukuman, dan belajar.
Sebagian para pendidik tahun 1900-an memiliki pengetahuan bahwa hukuman lebih efektif dalam
pembelajaran sedangkan para pendidik masa sekarang berpandangan bahwa imbalan lebih efektif untuk
pembelajaran. Para pendidik pada dua era tersebut bisa saja mengatakan bahwa pandangan mereka
hanyalah pemikiran awam karena keduanya dapat mengatakan bahwa jika anak mendapatkan imbalan
atauhukuman maka ia akan belajar. Di sisi lain ilmuwan akan berusaha untuk melakukan pengujian yang
sistematis dan terkontrol tentang hubungan ketiga variabel tersebut. Hurlock kemudian menemukan
bahwa insentif secara signifikan berkaitan dengan prestasi aritmetik. Ini menunjukkan bahwa kelompok
yang menerima penghargaan memiliki skor aritmatik yang lebih tinggi dibandingan dengan kelompok
yang mendapat teguran atau kelompok yang tidak mendapat imbalan maupun hukuman
PSIKOADIAGNOSTIKA

(Tanggal 26 Oktober 2020)

1.Pendekatan kuantitatif

Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah
sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya.
Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan
angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya.
Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table,
grafik, atau tampilan lainnya.

Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012: 7). Metode kuantitatif sering juga disebut
metode tradisional, positivistik, ilmiah/scientific dan metode discovery. Metode kuantitatif dinamakan
metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai
metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada
filsafat positivisme. Metode ini disebut sebagai metode ilmiah (scientific) karena metode ini telah
memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis.
Metode ini juga disebut metode discovery karena dengan metode ini dapat ditemukan dan
dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian
berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.

Penelitian kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai (value free).Dengan
kata lain, penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas. Objektivitas itu
diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telãh diuji validitas dan reliabilitasnya. Peneliti
yang melakukan studi kuantitatif mereduksi sedemikian rupa hal-hal yang dapat membuat bias, misalnya
akibat masuknya persepsi dan nilai-nilai pribadi. Jika dalam penelaahan muncul adanya bias itu maka
penelitian kuantitatif akan jauh dari kaidah-kaidah teknik ilmiah yang sesungguhnya (Sudarwan Danim,
2002: 35).

Selain itu metode penelitian kuantitatif dikatakan sebagai metode yang lebih menekankan pada
aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat melakukan pengukuran,
setiap fenomena sosial di jabarkan kedalam beberapa komponen masalah, variable dan indikator. Setiap
variable yang di tentukan di ukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda–beda sesuai
dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variable tersebut. Dengan menggunakan simbol–
simbol angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif matematik dapat di lakukan sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku umum di dalam suatu parameter. Tujuan utama dati
metodologi ini ialah menjelaskan suatu masalah tetapi menghasilkan generalisasi. Generalisasi ialah
suatu kenyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masalah yang di perkirakan
akan berlaku pada suatu populasi tertentu. Generalisasi dapat dihasilkan melalui suatu metode
perkiraan atau metode estimasi yang umum berlaku didalam statistika induktif. Metode estimasi itu
sendiri dilakukan berdasarkan pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih terbatas lingkupnya yang
juga sering disebut “sample” dalam penelitian kuantitatif. Jadi, yang diukur dalam penelitian sebenarnya
ialah bagian kecil dari populasi atau sering disebut “data”. Data ialah contoh nyata dari kenyataan yang
dapat diprediksikan ke tingkat realitas dengan menggunakan metodologi kuantitatif tertentu. Penelitian
kuantitatif mengadakan eksplorasi lebih lanjut serta menemukan fakta dan menguji teori-teori yang
timbul.
2.Pendekatan kualitatif

Sedangkan metode penelitian kualitatif merupakan metode baru karena popularitasnya belum
lama, metode ini juga dinamakan postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat post positifisme,
serta sebagai metode artistic karena proses penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut
metode interpretive karena data hasil peneletian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data
yang di temukan di lapangan.metode penelitian kuantitatif dapat di artikan sebagai metode penelitian
yang di gunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,pengumpulan data menggunakan
instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistic, dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang teleh di tetapkan. Metode penelitian kualitatif sering di sebut metode penelitian naturalistik
karena penelitianya di lakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), di sebut juga metode
etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak di gunakan untuk penelitian bidang
antropologi budaya.

Beberapa metodologi seperti Kirk dan Miller (1986), mendefinisikan metode kualitatif sebagai
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
terhadap manusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan dalam peristilahanya. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku
Moleong (2004:3) mengemukakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Miles and
Huberman (1994) dalam Sukidin (2002:2) metode kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan
yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, dan/atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari
secara menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Metode penelitian kualitatif juga merupakan metode penelitian yang lebih menekankan pada
aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada melihat permasalahan untuk
penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam ( in-
depth analysis ), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa
sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya.

Menurut teori penelitian kualitatif, agar penelitinya dapat betul-betul berkualitas, maka data
yang dikumpulkan harus lengkap, yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan,gerak-gerik atau perilaku yang
dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang
berkenaan dengan variabel yang diteliti. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari
dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, dll), foto-foto, film, rekaman video, benda-
benda, dan lain-lainyang dapat memperkaya data primer.

Dengan demikian menurut Moleong (1998), sumber data penelitian kualitatif adalah tampilan
yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati
sampai detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau bendanya. Sumber
data tersebutpun harusnya asli, namun apabila yang asli susah didapat, maka fotocopy atau tiruan tidak
terlalu jadi masalah, selama dapat diperoleh bukti pengesahan yang kuat kedududkannya. Sumber data
penelitian kualitatif secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manusia dan yang bukan
manusia. Namun ketika peneliti memilih manusia sebagai subjek harus tetap mewaspadai bahwa
manusia mempunyai pikiran, perasaan, kehendak, dan kepentingan. Meskipun peneliti sudah memilih
secara cermat, sudah merasa menyatu dalam kehidupan bersama beberapa lama, tetap harus
mewaspadai bahwa mereka juga bisa berfikir dan mempertimbangkan kepentingan pribadi. Mungkin
ada kalanya berbohong sedikit dan menyembunyikan hal-hal yang dianggap dapat merugikan dirinya,
dalam hal ini peneliti harus lebih pandai mengorek informasi menyembunyikan perasaan. Dengan
demikian mungkin data yang akan diperoleh lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Sehubungan dengan pengumpulan data tersebut Bogdan & Biklen (1982) mengatakan bahwa
dalam penelitian kualitatif ini kehadiran peneliti sangat penting kedudukannya, karena penelitian
kualitatif adalah studi kasus, maka segala sesuatu akan sangat bergantung pada kedudukan peneliti.
Dengan demikian peneliti berkedudukan sebagai instrumen penelitian yang utama (Moleong 1998).
Begitu penting dan keharusan keterlibatan peneliti dan penghayatan terhadap permasalahan dan subjek
penelitian, maka dapat dikatakan bahwa peneliti melekat erat dengan subjek penelitian. Jadi tujuan dari
metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah.
Penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori substantif dan hipotesis penelitian kualitatif.

PERBEDAAN KUANTITATIF DENGAN KUALITATIF:

Perbedaan mendasar dari metode penelitian kuantitatif dengan metode penelitian kualitatif
yaitu terletak pada strategi dasar penelitiannya. Penelitian kuantitatif dipandang sebagai sesuatu yang
bersifat konfirmasi dan deduktif, sedangkan penelitian kualitatif bersifat eksploratoris dan induktif.
Bersifat konfirmasi disebabkan karena metode penelitian kuantitatif ini bersifat menguji hipotesis dari
suatu teori yang telah ada. Penelitian bersifat mengkonfirmasi antara teori dengan kenyataan yang ada
dengan mendasarkan pada data ilmiah baik dalam bentuk angka. Penarikan kesimpulan bersifat deduktif
yaitu dari sesuatu yang bersifat umum ke sesuatu yang bersifat khusus. Hal ini berangkat dari teori-teori
yang membangunnya.

Hamidi menjelaskan setidaknya terdapat 12 perbedaan pendekatan kuantitatif dengan kualitatif


seperti berikut ini :

1. Dari segi perspektifnya penelitian kuantitatif lebih menggunakan pendekatan etik, dalam arti
bahwa peneliti mengumpulkan data dengan menetapkan terlebih dahulu konsep sebagai variabel-
variabel yang berhubungan yang berasal dari teori yang sudah ada yang dipilih oleh peneliti. Kemudian
variabel tersebut dicari dan ditetapkan indikator-indikatornya. Hanya dari indikator yang telah
ditetapkan tersebut dibuat kuesioner, pilihan jawaban dan skor-skornya. Sebaliknya penelitian kualitaif
lebih menggunakan persepektif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari
para informan dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan bahasa dan pandangan informan.

2. Dari segi konsep atau teori, penelitian kuantitatif bertolak dari konsep (variabel) yang terdapat
dalam teori yang dipilih oleh peneliti kemudian dicari datanya, melalui kuesioner untuk pengukuran
variabel-variabelnya. Di sisi lain penelitian kualitatif berangkat dari penggalian data berupa pandangan
responden dalam bentuk cerita rinci atau asli mereka, kemudian para responden bersama peneliti
meberi penafsiran sehingga menciptakan konsep sebagai temuan. Secara sederhana penelitian
kuantitatif berangkat dari konsep, teori atau menguji (retest) teori, sedangkan kualitatif
mengembangkan ,menciptakan, menemukan konsep atau teori.

3. Dari segi hipotesis, penelitian kuantitatif merumuskan hipotesis sejak awal, yang berasal dari
teori relevan yang telah dipilih, sedang penelitian kualitatif bisa menggunakan hipotesis dan bisa tanpa
hipotesis. Jika ada maka hipotesis bisa ditemukan di tengah penggalian data, kemudian “dibuktikan”
melalui pengumpulan data yang lebih mendalam lagi.

4. Dari segi teknik pengumpulan data, penelitian kuantitatif mengutamakan penggunaan kuisioner,
sedang penelitaian kualitatif mengutamakan penggunaan wawancara dan observasi.

5. Dari segi permasalahan atau tujuan penelitian, penelitian kuantitatif menanyakan atau ingin
mengetahui tingkat pengaruh, keeretan korelasi atau asosiasi antar variabel, atau kadar satu variabel
dengan cara pengukuran, sedangkan penelitian kualitatif menanyakan atau ingin mengetahui tentang
makna (berupa konsep) yang ada di balik cerita detail para responden dan latar sosial yang diteliti.
6. Dari segi teknik memperoleh jumlah (size) responden (sample) pendekatan kuantitatif ukuran
(besar, jumlah) sampelnya bersifat representatif (perwakilan) dan diperoleh dengan menggunakan
rumus, persentase atau tabel-populasi-sampel serta telah ditentukan sebelum pengumpulan data.
Penelitian kualitatif jumlah respondennya diketahui ketika pengumpulan data mengalami kejenuhan.
Pengumpulan datanya diawali dari mewawancarai informan-awal atau informan-kunci dan berhenti
sampai pada responden yang kesekian sebagai sumber yang sudah tidak memberikan informasi baru
lagi. Maksudnya berhenti sampai pada informan yang kesekian ketika informasinya sudah “tidak
berkualitas lagi” melalui teknik bola salju (snow-ball), sebab informasi yang diberikan sama atau tidak
bervariasi lagi dengan para informan sebelumnya. Jadi penelitian kualitatif jumlah responden atau
informannya didasarkan pada suatu proses pencapaian kualitas informasi.

7. Dari segi alur pikir penarikan kesimpulan penelitian kuantitatif berproses secara deduktif, yakni
dari penetapan variabel (konsep), kemudian pengumpulan data dan menyimpulkan. Di sisi lain,
penelitian kualitatif berproses secara induktif, yakni prosesnya diawali dari upaya memperoleh data
yang detail (riwayat hidup responden, life story, life sycle, berkenaan dengan topik atau masalah
penelitian), tanpa evaluasi dan interpretasi, kemudian dikategori, diabstraksi serta dicari tema, konsep
atau teori sebagai temuan.

8. Dari bentuk sajian data, penelitian kuantitatif berupa angka atau tabel, sedang penelitian
kualitatif datanya disajikan dalam bentuk cerita detail sesuai bahasa dan pandangan responden.

9. Dari segi definisi operasional, penelitian kuantitatif menggunakannya, sedangkan penelitian


kualitatif tidak perlu menggunakan, karena tidak akan mengukur variabel (definisi operasional adalah
petunjuk bagaimana sebuah variabel diukur). Jika penelitian kualitatif menggunakan definisi operasional,
berarti penelitian telah menggunakan perspektif etik bukan emik lagi. Dengan menetapkan definisi
operasional, berarti peneliti telah menetapkan jenis dan jumlah indikator, yang berarti telah membatasi
subjek penelitian mengemukakan pendapat, pengalaman atau pandangan mereka.

10. (Dari segi) analisis data penelitian kuantitatif dilakukan di akhir pengumpulan data dengan
menggunakan perhitungan statistik, sedang penelitian kualitatif analisis datanya dilakukan sejak awal
turun ke lokasi melakukan pengumpulan data, dengan cara “mengangsur atau menabung” informasi,
mereduksi, mengelompokkan dan seterusnya sampai terakhir memberi interpretasi.

11. Dari segi instrumen, penelitian kualitatif memiliki instrumen berupa peneliti itu sendiri. Karena
peneliti sebagai manusia dapat beradaptasi dengan para responden dan aktivitas mereka. Yang
demikian sangat diperlukan agar responden sebagai sumber data menjadi lebih terbuka dalam
memberikan informasi. Di sisi lain, pendekatan kuantitatif instrumennya adalah angket atau kuesioner.

12. Dari segi kesimpulan, penelitian kualitatif interpretasi data oleh peneliti melalui pengecekan dan
kesepakatan dengan subjek penelitian, sebab merekalah yang yang lebih tepat untuk memberikan
penjelasan terhadap data atau informasi yang telah diungkapkan. Peneliti memberikan penjelasan
terhadap interpretasi yang dibuat, mengapa konsep tertentu dipilih. Bisa saja konsep tersebut
merupakan istilah atau kata yang sering digunakan oleh para responden. Di sisi lain, penelitian
kuantitatif “sepenuhnya” dilakukan oleh peneliti, berdasarkan hasil perhitungan atau analisis statistik.

3.Pendekatan komplementer

Desain penelitian campuran adalah suatu prosedur untuk mengumpulkan, menganalisis dan
menggabungkan antara metode kualitatif dan kuantitatif dalam satu studi atau penelitian untuk
menyelesaikan masalah penelitian (Creswell, 2012). Menurut Fraenkel & Wallen (2009), metode
penelitian campuran melibatkan penggunaan metode kuantitatif dan kualitatif dalam satu penelitian,
kedua metode memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang masalah-masalah penelitian.

______________
Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian campuran adalah metode penelitian
kombinasi antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam satu kegiatan penelitian untuk
menyelesaikan masalah penelitian dengan ditandai adanya data yang lebih komprehensif, valid, reliabel,
dan objektif. Penelitian campuran menghasilkan fakta yang lebih komprehensif dalam meneliti masalah
penelitian. Hal tersebut disebabkan oleh kebebasan peneliti untuk menggunakan semua alat pengumpul
data sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan. Sedangkan kuantitatif atau kualitatif hanya terbatas
pada jenis alat pengumpul data tertentu saja (Creswell, 2012).

______________

Asumsi dasar yang digunakan antara metode kualitatif dan kuantitatif adalah penggabungan
kelebihan dari masing-masing metode untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dalam
menyelesaikan permasalahan penelitian dan menjawab pertanyaan dalam penelitian. Mixed methods
berfokus pada pengumpulan dan analisis data kuantitatif dan kualitatif yang dipadukan. Oleh karena itu,
penelitian mixed methods terdiri dari penggabungan, perpaduan, hubungan, dan kelekatan dari
keduanya.

______________

Data yang diperoleh merupakan data kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan hal tersebut, maka
tujuan metode penelitian metode campuran adalah untuk menemukan hasil penelitian yang lebih baik
dibandingkan dengan hanya menggunakan salah satu pendekatan saja, misalnya menggunakan
pendekatan kuantitatif saja atau dengan pendekatan kualitatif saja (Creswell, 2012

Penelitian metode campuran adalah penelitian yang melibatkan penggunaan dua metode, yaitu
metode kuantitatif dan metode kualitatif dalam studi tunggal (satu penelitian). Penggunaan dua metode
ini dipandang lebih memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang masalah penelitian daripada
penggunaan salah satu di antaranya.

______________

Penelitian metode campuran merupakan pendekatan penelitian yang mengombinasikan atau


mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini melibatkan asumsi-asumsi
filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta pencampuran (mixing) kedua
pendekatan tersebut dalam satu penelitian. Pendekatan ini lebih kompleks dari sekadar mengumpulkan
dan menganalisis dua jenis data; tetapi juga melibatkan fungsi dari dua pendekatan penelitian tersebut
secara kolektif sehingga kekuatan penelitian ini secara keseluruhan lebih besar daripada penelitian
kualitatif dan kuantitatif.

______________

Penelitian metode campuran sudah dikenal sejak tahun 1950-an ketika Campbell dan Fiske
menggunakan metode multimethods dalam kebenaran watak-watak psikologis. Mereka menggunakan
multiapproach dalam pengumpulan data penelitian. Berawal dari sinilah banyak peneliti yang
menggunakan metode ini, seperti tahun 2003, diterbitkan Handbook of mixed methods in the social and
behavior sciences (Tashakkori and Teddlie) dan juga terdapat di dalam jurnal seperti: International
Journal of Social Research Methodology, Qualitave HealthResearch, Quality and Quantity dan lain-lain.
Penelitian metode campuran ini lebih sering digunakan dalam bidang humaniora.
Adapun alasan secara umum, mengapa melakukan penelitian metode campuran ialah:

1. Untuk lebih memahami masalah penelitian dengan mentriangulasi data kuantitatif yang berupa
angka-angka dan data kualitatif yang berupa perincian-perincian deskriptif.

2. Untuk mengeksplorasi pandangan partisipan (kualitatif) untuk kemudian dianalisis berdasarkan


sampel yang luas (kuantitatif).

3. Untuk memperoleh hasil-hasil statistik kuantitatif dari suatu sampel, kemudian


menindaklanjutinya dengan mewawancarai atau mengobservasi sejumlah individu untuk membantu
menjelaskan lebih jauh hasil statistik yang sudah diperoleh, (O’Chathain,Murphy dan Nicholl,2007).

4. Untuk mengungkap kecenderungan-kecenderungan dan hak-hak dari kelompok atau individu-


individu yang tertindas.
PSIKODIAGNOSTIKA

25 NOVEMBER 2020

Bentuk penyajian tes psikologis

1. Speed and power test

Cronbach (Reynolds, et al. 2010:4) membagi tes ke dalam dua kelompok, yakni tes performansi
maksimal (maximum performance test) dan jawaban tipikal (typical response). Tes performansi
maksimal adalah kemampuan terbaik yang mampu diperlihatkan oleh peserta tes (testee) sebagai
jawaban terhadap butir-butir tes. Oleh karena itu, istilah performansi maksimal identik dengan
kemampuan seorang anak dalam ranah kognitif. Suatu tes kemampuan tentu dirancang untuk
mengungkapkan kemampuan maksimal individu.

Tujuan ini membawa konsekuensi bahwa dalam penkonstruksian tes jenis ini harus memiliki stimulus-
stimulus (berupa pertanyaan) yang terstruktur secara jelas. Pertanyaan dan arah jawaban yang
dikehendaki oleh tes, harus benar-benar dapat dipahami oleh peserta tes sebelum menjawab atau
memberikan respon. Karena jawaban peserta tes berkaitan dengan kemampuan kognitifnya, maka
jawaban yang diberikan oleh peserta tes dapat dikatakan sebagai jawaban yang “benar” atau “salah”
dan diberi skor yang sepadan.

Ada dua aliran yang berupaya mengklasifikasikan tes performansi maksimal. Aliran pertama,
mengklasifikasikannya ke dalam tes prestasi (achievement test) dan tes sikap (aptitude test), sementara
yang lainnya mengklasifikasikannya ke dalam tes kecepatan (speed test) dan power test.
Pengklasifikasian kedua aliran ini dirangkum sebagai berikut :

Klasifikasi Tes Performansi Maksimal

No. Kelompok Pertama Kelompok Kedua

1. Tes prestasi (achievement test) Tes kecepatan (speed test)

2. Tes sikap (aptitude test)Power test

Tes prestasi biasanya didesain untuk mengukur pengetahuan atau keterampilan seorang individu pada
suatu materi yang telah dipelajari atau diajarkan. Di sisi lain, tes sikap memiliki cakupan yang lebih luas,
dan didesain untuk mengukur keterampilan dan kemampuan sebagai hasil akumulasi dari keseluruhan
pengalaman hidupnya. Dengan kata lain, tes prestasi lebih berkaitan dengan suatu program spesifik dari
suatu tujuan pembelajaran, sedangkan tes sikap lebih merefleksikan pengaruh komulatif dari
pengalaman hidup secara keseluruhan.

Tes performansi maksimal juga seringkali dibedakan menjadi dua jenis tes, yaitu tes kecepatan (speed
test) dan tes kemampuan (power test). Power and speed test (tes kecepatan dan kekuatan), tes ini
berfungsi untuk mengukur kecepatan dan kemampuan/kekuatan dasar individu dalam menyelesaikan
suatu tugas tertentu.

Berikut masing-masing penjelasannya :

• Speed Test

Tes kecepatan (speed test) yaitu tes yang mengutamakan kecepatan waktu dalam mengerjakan tes atau
waktu untuk mengerjakan tes sangat terbatas. Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testi)
dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan
dan pemahaman dalam mata pelajaan yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab
atau menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang
lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya
dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya. Tes kecepatan ditujukan untuk mengukur
kecepatan peserta tes dalam mengerjakan tes, sedangkan tes kemampuan lebih fokus untuk mengukur
kemampuan peserta tes. Tes kecepatan biasanya memuat lebih banyak butir soal yang memiliki tingkat
kesulitan yang relatif mudah tetapi dengan waktu yang sangat terbatas untuk menyelesaikannya

Contoh :

– Tes ketrampilan bongkar pasang suatu alat

– Tes intelegensi ;

1. WB

2. WAIS

3. WBIS

4. WPPSI

5. BINET

6. WISC

7. IST

8. CFIT skala 1, 2, 3 A & B

– Arithemitical reasoning

– Tes klerikal

– TKD

– Pauli

– Kreaplin

– dsb

• Power Test

Tes kemampuan (power test) yaitu jenis tes yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai dimana
kemampuan seseoarng dalam mengerjakan tes. Soal waktu tidak dituntut terlalu ketat. Tes kemampuan
memberikan kesempatan kepada peserta tes untuk menyelesaikan seluruh butir dengan menyediakan
waktu sebanyak mungkin, dan biasanya mencakup butir-butir soal dengan berbagai tingkat kesulitan,
diurutkan dari yang paling mudah sampai dengan yang paling sulit.

Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang
tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang dievaluasi
bisa berupa kognitif maupun psikomotorik. Soal-soal biasanya relatif sukar menyangkut berbagai konsep
dan pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk mencurahkan segala kemampuannya baik
analisis, sintesis dan evaluasi.

Contoh :
– General comprehension test

– tes SPM

– RPM

– Inventori Kepribadian ;

• MMPI (minnesota Personality Inventory)

• CPI (california Psychological Inventory)

• PIC (Personality Inventory for Children)

• MCMI (Millon Clinical Multiaxial Inventory)

• 16 PF (sixteen Personality Factor Questionnaire)

• EPPS (Edward Perssonal Preference Schedule)

• PRF (Personality Research Form)

• Jackson Personality Inventory

• PAPI KOSTICK (PERCEPTION AND PREFERENCE INVENTORY

• dsb

– Tes Proyeksi

• DAP

• HTP

• BAUM

2.Tes individual dan tes klasikal

Tes Individu

Dilakukan terhadap satu orang pada satu waktu tertentu. Dalam pelaksanaannya lebih berfokus pada
global atau holistic serta tester berhadapan langsung dengan testee, tujuan utama tes individu yaitu
untuk mengukur kemampuan umum (general trait) dari individu, Time consuming, Observasi terhadap
testee bisa dilakukan dengan lebih intensif, Skor tidak tergantung pada kemampuan membaca testee.

Jenis-jenis tes yang termsuk dalam tes individu:

1. Tes Inteligensi

- Stanford Binet

Digunakan untuk anak-anak yang berusia 2 tahun sampai dengan orang dewasa yang berusia 85 tahun
keatas.
Tes-tes dalam skala ini dikelompokkan menurut berbagai level usia mulai dari Usia-II sampai dengan Usia
Dewasa-Superior. Diantara Usia-II dan Usia-V, tesnya meningkat dengan interval setengah tahunan,
sedangkan diantara Usia-V dan Usia-XIV, level usia mengingkat dengan interval satu tahunan. Level-level
selanjutnya dimaksudkan sebagai level Dewasa-Rata-rata dan level Dewasa-Superior I, II, dan III.

Setiap level usia dalam skala ini berisi enam tes, kecuali untuk level Dewasa-Rata-rata yang berisi
delapan tes. Dalam masing-masing tes untuk setiap level usia terisi soal-soal dengan taraf kesukaran
yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan perbedaan taraf kesukaran yang kecil itulah disusun urutan soal
dari yang paling mudah sampai yang paling sukar.

Skala Stanford-Binet dilaksanakan secara individual dan soal-soalnya diberikan secara lisan oleh pemberi
tes. Penyajian tesnya sendiri mengandung kerumitan yang spesifik bagi masing-masing individu yang
dites. Tidak ada individu yang dikenai semua soal dalam tes karena setiap subjek hanya diberikan soal
dalam tes yang berada dalam cakupan level usia yang sesuai dengan level intelektualnya masing-masing.

Untuk memperoleh angka IQ skor pada skala Stanford-binet diubah atau dikonversikan dengan bantuan
suatu tabel konversi. IQ yang dihasilkan oleh skala ini merupakan IQ-deviasi yang mempunyai rata-rata
(mean) sebesar 100 dan deviasi SD sebesar 16. Versi terbaru skala Stanford-Binet diterbitkan pada tahun
1986. Terbitan terbaru Stanford-Binet: edisi kelima (SB5) menggarisbawahi pemisahan intelegensi
menjadi lima faktor dan dua bidang (verbal dan non verbal) sehingga menghasilkan 10 subtes. Kelima
faktor tersebut adalah: Fluid Reasoning, Pengetahuan, Penalaran Kuantitatif (tes kuantitatif, rangkaian
angka), Penalaran Visual-Spasial (melipat kertas, mengkopi), Working Memory (memori kalimat, memori
sajian urutan benda).

- Skala Kaufman

Terdapat 2 jenis yaitu:

Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC)

Tes ini diciptakan oleh Alan S. Kaufman dan Nadeen L. Kaufman dari the University of Alabama.

Skala-skala inteligensi dalam baterai (rangkaian) ini adalah Sequal Processing Scale dan Simulation
Processing Scale. Sequal Processing Scale yaitu skala yang mengungkap abilitas atau kemampuan untuk
memecahkan permasalahan secara bertahap dengan penekanan pada hubungan serial atau hubungan
temporal diantara stimulus. Stimulus ini, baik verbal maupun visual harus ditangni secara berurutan agar
tercapai performansi yang optimal. Dalam K-ABC kemampuan ini diungkap antara lain oleh subtes Word
Order dimana subjek harus menunjuk pada bayangan gambar dalam urutan sama dengan urutan nama
yang disebut oleh penguji.

Simulation Processing Scale yaitu skala yang bertujuan mengungkap kemampuan anak dalam
memecahkan permasalahan dengan cara mengorganisasikan dan memadukan banyak stimuli sekaligus
dalam waktu yang sama. Permasalahan yang diajukan sering kali bersifat analogi atau mengandung
aspek spasial. Baik berwujud perseptual maupun berujud konseptual, stimulusnya menghendaki
pengerahan daya sintesis simultan agar tercapai penyelesaian yang benar. Dalam K-ABC, stimulus
bentuk ini mencakup tugas pengenalan bercak tinta yang disajikan separuh selesai (Gestalt Completion)
dan analogi visual yang umumnya abstrak (Matrix Analogies). Baterai (rangkaian) dalam skala ini juga
menyajikan kombinasi Sequantial dan Simultaneous Processing yang masing-masing disebut Mental
Processing Composite Scale, Achievement Scale, dan non-Verbal Scale. Skor pada kesemua skala dalam
K-ABC memiliki mean 100 dan unit SD sebesar 15 agar dapat dibandingkan langsung satu sama lain dan
dengan ukuran inteligensi lain.
Tes ini dilaksanakan secara individual untuk anak-anak dan remaja untuk usia 3-18. tujuannya yaitu
untuk mengurangi perbedaan skor antara anak-anak dari kelompok etnis dan budaya yang berbeda.

Kaufman Brief Intelligence (K-BIT)

Tes penyaringan intelegensi umum standar yang baru-baru ini dipublikasikan dalam bentuk edisi kedua
yaitu KBIT-2 yang terdiri dari

o skala Crystallized atau verbal yang memiliki dua jenis soal (pengetahuan verbal dan teka-teki)

o skala non verbal atau Fluid yang mencakup soal-soal matriks.

KBIT-2 dilaksanakan untuk peserta berusia 4-90 tahun dan dalam waktu kurang lebih 20 menit.

- Wechsler Adult Intellegence Scale (WAIS)

Skala Weschler pertama kali diterbitkan pada tahun 1939 dengan nama Weschler-Bellevue (W-B).
Sasaran utama test ini adalah untuk menyediakan test intelegensi bagi orang dewasa. Test ini dirancang
untuk anak-anak sekolah dan diadaptasikan untuk orang dewasa dengan menambahkan beberapa soal
yang lebih sulit.

WAIS telah mengalami revisi, dan diberi nama Weschler Adult Scale-Revised (WAIS-R) yang mencakup
jangkauan umur 16 sampai 74 tahun. Sebagaimana versi WAIS sebelumnya, WAIS-R terdiri dari skala
Verbal dan skala Performansi. Kedua skala tersebtu masing-masing menghasilkan IQ-verbal dan IQ-
performansi, sedangkan kombinasi keduanya menjadi dasar untuk perhitungan IQ deviasi sebagai IQ
keseluruhan. Masing-masing test memiliki minimal 5 subtes dan maksimal 7 subtes. Secara lebih
terperinci, isi masing-masing subtes dalam skala Verbal, yaitu subtes Informasi, berisi 29 pertanyaan
mengenai pengetahuan umum yang dianggap dapat diperoleh oleh setiap orang dimana ia berada.

Soal-soal dalam setiap subtes dirancang sesuai dengan tujuan penggunaan skala ini, yaitu sebagia
ukuran inteligensi orang dewasa yang dimaksudkan untuk digunakan pada subjek yang berusia antara 16
sampai dengan 64 tahun. Dalam memberikan skor untuk subtes Hitungan, Simbol Perakitan Angka,
Rancangan Balok, Susunan Gambar, dan Perakitan Objek, kebenaran jawaban dan kecepatan menjawab
sangat diperhitungkan. Jawaban yang benar akan tetapi diberikan setelah batas waktu yang dibolehkan
tidak akan mendapat skor. Semakin cepat penyelesaian diberikan, skornya akan semakin tinggi.

- WISC

Revisi skala WISC yang dinamai WISC-R diterbitkan tahun 1974 dan dimaksudkan untuk mengukur
inteligensi anak-anak usia 6 sampai dengan 16 tahun. WISC-R terdiri atas 12 subtes yang dua
diantaranya digunakan hanya sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian subtes. Keduabelas
subtes tersebut dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu skala Verbal (verbal) yang terdiri dari
information (informasi), comprehension (pemahaman), arithmetic (hitungan), similiarites (kesamaan),
vocabulary (kosakata), dan digit span (rentang angka). Golongan kedua adalah skala performansi
(performance) yang terdiri dari picture completion (kelengkapan gambar), picture arrangement
(susunan gambar), block design (rancangan balok), object assembly (perakitan objek), coding (sandi),
mazes (taman sesat).
Melalui prosedur pemberian skor yang telah ditentukan, setiap subjek akan memperoleh skor pada
masing-masing subtes. Skor tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk angka standar melalui
tabel norma sehingga akhirnya diperoleh suatu angka IQ –deviasi untuk skala verbal, satu angka IQ-
deviasi untuk skala verbal dan satu angka IQ-deviasi untuk skala performansi, dan satu angka IQ-deviasi
untuk keseluruhan skala.

2. Tes Inventori

- Rorschach

Dalam tes ini, klien diperlihatkan sepuluh kartu dengan bentuk ambigu hasil dari cipratan tinta yang
hampir simetris. 5 kartu berwarna hitam, putih dan abu-abu yang berbayang, sedangkan 5 kartu lainnya
memiliki warna. Tes ini mengevaluasi emosi-emosi yang dialami klien dalam hidupnya, tingkat
intelektual dan membantu menjelaskan komponen-komponen kepribadian seseorang.

Dasar Pemikiran Tes Rorschach:

• Asumsi

ada hubungan antara persepsi dengan kepribadian.

• Bercak tinta

ambigous dan unstructure, yaitu persepsi personal, spontan dan tidak dipelajari.

• Tujuan utama

mendeskripsikan kepribadian seseorang secara keseluruhan (Gestalt).

- Hematic Apperception Test (TAT)

TAT didasarkan pada teori kebutuhan Murray yang melihat bahwa perilaku manusia didorong oleh
motivasi internal dan eksternal, sedangkan lingkungan dipandang sebagai press (tekanan) yang
mempengaruhi dorongan tersebut. Keduanya akan membentuk suatu interaksi antara kebutuhan dan
lingkungan yang disebut sebagai tema. Kesatuan tema merupakan kesatuan interaksi itu yang terbentuk
sejak jaman kanak-kanak tanpa disadari, dan ini merupakan kunci dari suatu perilaku unik (khas)
seseorang.

Dikenal sebagai teknik interpretasi gambar karena menggunakan rangkaian standar provokatif berupa
gambar yang ambigu dan klien yang harus menceritakan sebuah cerita dari gambar yang tertera. Tugas
klien adalah menceritakan apa yang sedang terjadi saat ini, sebelumnya (situasi apa yang menimbulkan
peristiwa saat ini), bagaimana pikiran dan perasaan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, dan bagaimana
akhir dari cerita yang dibuat klien.

Metode dengan menggunakan kartu bergambar seukuran 4 X 6 inchi. Diberikan masing – masing, pria
dan wanita, 5 jenis kartu yang berbeda dan 1 kartu kosong.

Manfaat TAT:

TAT berguna dalam mempelajari secara keseluruhan kepribadian seseorang, sehingga dapat
menginterpretasi tingkah laku abnormal, penyakit psikosomatis, neurose. Manfaat khusus TAT, Sebagai
pendahuluan interview therapi dan merupakan langkah pertama dalam psikoanalisa.
Tes Kelompok

Dilakukan pada banyak orang sekaligus pada satu waktu atau waktu yang sama, fokusnya lebih sempit,
yaitu untuk memprediksi kinerja akademik atau profesi, skor tes sangat tergantung pada kemampuan
membaca testee, validitasnya lebih tinggi, lebih sering digunakan untuk proses screening (pendidikan
atau pekerjaan).

Jenis-jenis tes yang termsuk dalam tes kelompok:

1. Tes Inteligensi

- IST

Tes ini terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan secara struktur, dimana dari struktur tersebut
menggambarkan pola kerja tertentu. Tes ini cocok untuk digunakan dalam memahami diri dan
pengembangan pribadi, merencanakan pendidikan dan karir serta membantu dalam pengambilan
keputusan hidup seseorang.

Terdiri dari 9 subtes yang keseluruhannya berjumlah 176 item. Masing-masing subtes memiliki batas
waktu yang berbeda-beda dan diadministrasikan dengan menggunakan manual (Polhaupessy, dalam
Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009).

Setelah didapatkan Standardized Score, maka tahap interpretasi dapat dilakukan. Kesembilan subtes
saling berkaitan, sehingga harus dilakukan semuanya dan interpretasinya harus dilakukan secara
keseluruhan (Amthauer dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009).

- CFIT

Tes yang dikembangkan oleh R.B. Cattel pada tahun 1920, pernah melakukan beberapa kali revisi untuk
meningkatkan validitas. Pada tahun 1949, skala yang digunakan tes ini mengalami perubahan. Sejak itu
skala tes yang ada dipakai hingga sekarang.

CFIT mengukur inteligensi individu dalam suatu cara yang direncanakan untuk

mengurangi pengaruh kecakapan verbal, iklim kebudayaan dan tingkat pendidikan (Cattell dalam
Kumara, 1989). Alasannya yaitu perbedaan kebudayaan dapat mempengaruhi performance test (hasil),
sehingga dikembangkan tes yang adil budaya (culture fair) antara lain CFIT.

- Multidimensional Aptitude Battery II (MAB-II)

MAB dirancang setara WAIS-R dan untuk menghasilkan skor-skor IQ dengan sifat-sifat psikometrik yang
sama dengan yang terdapat pada WAIS-R.

Untuk peserta tes usia 16-74 tahun. MAB-II menghasilkan 10 skor subtes, serta IQ verbal, kinerja, dan
skala penuh.

- Tes Kemampuan Kognitif (CogAT – Cognitive Abilitiy Test)

CogAT merupakan salah satu tes kombinasi terbaik berbasis sekolah yang digunakan saat ini (Lohman &
Hagen, 2001).
Sembilan subtes CogAT mencakup Tes Kombinasi Verbal, Tes Kombinasi Kuantitatif, dan Tes Kombinasi
Nonverbal.

- Matriks Progresif Raven (RPM)

Merupakan tes nonverbal penalaran induktif yang di dasarkan pada stimuli ber-gambar. RPM
bermanfaat sebagai pengujian tambahan untuk orang-orang yang memiliki kelemahan pendengaran,
bahasa, dan fisik.

2. Tes Inventory

- PAPI

Tes PAPI Kostik di buat oleh Guru Besar Psikologi Industri asal Massachusetts, Amerika, Dr. Max Martin
Kostick, pada awal tahun 1960. PAPI Kostick mengukur dinamika kepribadian (psychodynamics) dengan
memperhatikan keterkaitan dunia sekitarnya(environment) termasuk perilaku dan nilai
perusahaan(values) yang diterapkan dalam suatu perusahaan atau situasi kerja dalam bentuk motif
(need) dan standar gaya perilaku menurut persepsi kandidat (role) yang terekam saat psikotest. Secara
singkat, PAPI Kostick merupakan laporan inventori kepribadian (self report inventory), terdiri atas 90
pasangan pernyataan pendek berhubungan dalam situasi kerja, yang menyangkut 20 aspek keribadian
yang dikelompokkan dalam 7 bidang: kepemimpinan (leadership), arah kerja (work direction), aktivitas
kerja (activity), relasi social (social nature), gaya bekerja (work style), sifat temperamen (temperament),
dan posisi atasan-bawahan (followership).

- DISC

Sebuah alat untuk memahami tipe-tipe perilaku dan gaya kepribadian, pertama kali dikembangkan oleh
William Moulton Marston. Dalam penerapannya di dunia bisnis dan usaha, alat ini telah membuka
wawasan dan pemikiran, baik secara profesional maupun secara personal. Seperti umumnya alat-alat
tes sejenis (termasuk IQ tes), DISC pertama kali digunakan untuk kepentingan militer dan secara luas
digunakan sebagai bagian dalam proses penerimaan tentara AS pada tahun-tahun menjelang Perang
Dunia II. Setelah keandalannya terbukti, kemudian DISC secara bertahap dipakai untuk kepentingan
rekrutmen yang lebih umum.

Sistem DISC

DISC personality system merupakan bahasa universal mengenai perilaku. Penelitian mengelompokkan
karakteristik perilaku dalam empat bagian utama yang disebut sebagai gaya kepribadian. Orang dengan
gaya yang serupa cenderung menampilkan ciri perilaku yang mirip. Setiap individu memiliki keempat
gaya ini, akan tetapi bervariasi menurut intensitasnya. DISC merupakan akronim 4 tipe kepribadian yang
berarti Dominant (D), Influencing (I), Steadiness (S), Conscientiousness (C).

- EPPS

Tes EPPS (Edward Personality Preference Schedule) merupakan tes kepribadian yang mengukur tingkat
kepribadian seseorang. Tes ini dikembangkan menurut teori kepribadian H. A Murray, yang mencakup
15 kebutuhan yang harus dimiliki manusia.
EPPS umumnya dikategorikan sebagai power tes yaitu tes yang tidak dibatasi waktu dalam
pengerjaannya. Jadi, penekanannya pada penyelesaian tugas bukan waktunya. Dalam mengerjakan tes
EPPS semua item harus dijawab, apabila ada satu item saja yang terlewatkan maka interpretasi secara
akurat tidak dapat dilakukan. Tes EPPS dapat diberikan secara individual maupun klasikal. Latar belakang
awalnya adalah untuk konseling dan orientasinya adalah untuk orang-orang yang normal (Karmiyati &
Suryaningrum, 2005).

Tes EPPS bertujuan untuk mengungkap 15 need yang ada pada diri seseorang. Bentuk tes EPPS berupa
pasangan-pasangan pernyataan berjumlah 225 pasang. Tugas subyek adalah memilih satu pernyataan
dari pasangan-pasangan pernyataan yang disajikan yang cocok atau sesuai dengan dirinya. Dari 225
pasang pernyataan ada 15 pasang yang sama. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesungguhan atau
konsistensi subyek dalam mengerjakan tes. Apabila konsisten dapat dikatakan bahwa subyek
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tes dan menjadi valid untuk diskor. Standar konsistensi
pengerjaan EPPS adalah 14, namun di Indonesia konsistensi 9 sudah dapat dikatakan valid untuk diskor
(Karmiyati & Suryaningrum, 2005).

3. Tes

- RMIB

Menurut sejarahnya, tes tersebut disusun oleh Rothwell pertama kali pada tahun 1947. Saat itu tes ini
hanya memiliki 9 jenis katagori dari jenis-jenis pekerjaan yang ada. Kemudian pada tahun 1958, tes
diperluas dari 9 katagori menjadi 12 katagori oleh Kenneth Miller. Sejak saat itu, tes minat tersebut
menjadi Test Interest Rothwell-Miller atau yang lebih dikenal dengan Tes RMIB (Rothwell Miller Interest
Blank).

Tes ini sebenarnya bertujuan mengenal pasti minat individu terhadap 12 kategori pekerjaan yaitu
kategori Outdoor, Mechanical, Computational, Scientific, Personal Contact, Aesthetic, Literary, Musical,
Social service, Clerical, Practical, Medical. Jumlah skor yang terkecil menunjukkan bidang minat
yang utama yang menjadi pilihan individu yang mengambil ujian ini, manakala jumlah skor yang
terbesar menunjukkan bidang minat tersebut paling tidak penting kepadanya (Sidek, 1998).

Alat tes ini banyak digunakan untuk dunia pendidikan misalnya penjurusan di SMA dan
Perguruan Tinggi, serta dapat digunakan untuk dunia kerja dalam penentuan posisi jabatan
seseorang (placement).

- Holland

Holland mengemukakan 4 asumsi (Winkel dan Hastuti, 2005) sebagai berikut:

a. Ada 6 jenis model lingkungan kerja  Realistic, investigative, artistic, social, enterprising dan
convensional.

b. Orang mencari lingkungan kerja yang memungkinkannya keterampilan-keterampilan dan


kemampuan-kemampuannya, mempraktikkan sikap-sikap dan nilai-nilainya dan menerima masalah-
masalah dan peranannya yang sesuai atau yang Kongruence.

c. Perilaku seseorang ditentukan atau dipengaruhi oleh interaksi kepribadian dan ciri-ciri lingkungan
karirnya.
3.Paper-pencil test dan performance test

8. macam tes psikologi

1. Tes Intelegensi

Beberapa bentuk tes inteligensi antara lain:

- Tes inteligensi untuk anak-anak, seperti tes Binet, WISC, WPPSI, CPM, CFIT skala 1 & 2, dan TIKI dasar.

- Tes inteligensi untuk remaja hingga dewasa, seperti TIKI menengah, TIKI tinggi, WAIS, SPM, APM, CFIT
skala 3.

- Tes inteligensi untuk tuna rungu seperti, tes SON.

es inteligensi sendiri memiliki berbagai macam jenis. Berikut ini merupakan macam-macam tes
inteligensi yang turut serta digunakan di Indonesia.

1. Tes Binet.

Tes Binet Simon dipublikasikan pertama kali pada tahun 1905 di Paris-Prancis. Tes ini digunakan untuk
mengukur kemampuan mental seseorang. Inteligensi digambarkan oleh Alfred Binet sebagai sesuatu
yang fungsional. Komponen dalam inteligensi sendiri terdiri dari tiga hal, yaitu kemampuan untuk
mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut
telah dilaksanakan dan kemampuan untuk mengkritik diri sendiri. Tes Binet yang digunakan di Indonesia
saat ini adalah Stanford Binet Intelligence Scale Form L-M, di mana tes tersebut merupakan hasil revisi
ketiga dari Terman dan Merril pada tahun 1960 (Nuraeni, 2012).

Tes Binet dengan skala Stanford–Binet berisi materi berupa sebuah kotak yang berisi berbagai macam
mainan yang akan diperlihatkan pada anak-anak, dua buah buku kecil yang berisi cetakan kartu-kartu,
sebuah buku catatan yang berfungsi untuk mencatat jawaban beserta skornya, dan sebuah petunjuk
pelaksanaan dalam pemberian tes. Pengelommpokkan tes-tes dalam skala Stanford–Binet dilakukan
menurut berbagai level usia, dimulai dari usia 2 tahun sampai dengan usia dewasa. Meski begitu, dari
masing-masing tes yang berisi soal-soal tersebut memiliki taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda untuk
setiap level usianya. Skala Stanford–Binet dikenakan secara individual dan pemberi tes memberikan
soal-soalnya secara lisan. Meski begitu, skala ini tidak cocok untuk dikenakan pada orang dewasa,
sekalipun terdapat level usia dewasa dalam tesnya. Hal ini karena level tersebut merupakan level
intelektual dan hanya dimaksudkan sebagai batas-batas dalam usia mental yang mungkin dicapai oleh
anak-anak. Skala Stanford-Binet versi terbaru diterbitkan pada tahun 1986. Konsep inteligensi
dikelompokkan menjadi empat tipe penalaran dalam revisi terakhir ini dan masing-masing diwakili oleh
beberapa tes (Rohmah, 2011).

2. WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children).

Tes inteligensi Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) adalah salah satu tes yang sering dan
umum digunakan di dunia psikologi serta sering digunakan oleh para psikolog. Wechsler Intelligence
Scale for Children dikembangkan oleh David Wechsler yang mempublikasikannya pada tahun 1939,
dimana tes ini mengukur fungsi intelektual yang lebih global. Tes inteligensi WISC digunakan untuk tes
inteligensi pada anak usia 8-15 tahun. Tes WISC terdiri atas tes verbal dan tes performance. Tes verbal
terdiri atas materi perbendaharaan kata, pengertian, informasi, hitungan, persamaan, rentangan angka.
Sedangkan tes performance terdiri atas mengatur gambar, melengkapi gambar, rancangan balok,
merakit objek, mazes dan simbol. (Mudhar & Rafikayati, 2017).

Melalui Tes WISC dapat mendeskripsikan berbagai aspek kecerdasan anak dan dapat mengukur
kemampuan kognitif seseorang dengan melihat pola-pola respon pada tiap-tiap subtes. Andayani (2001)
mengungkapkan bahwa kemampuan yang diukur oleh masing-masing subtes antara lain:

- Operasi ingatan jangka-panjang, kemampuan untuk memahami, kapasitas berpikir asosiatif dan juga
minat dan bacaan anak.

- Kemampuan anak untuk menggunakan pemikiran praktis didalam kegiatan sosial sehari-hari, seberapa
jauh akulturasi sosial terjadi, dan perkembangan conscience atau moralitasnya.

- Kemampuan anak untuk menggunakan konsep abstrak dari angka dan operasi angka, yang merupakan
pengukuran perkembangan kognitif, fungsi non-kognitif yaitu konsentrasi dan perhatian, kemampuan
menghubungkan faktor kognitif dan nonkognitif dalam bentuk berpikir dan bertindak.

- Kemampuan untuk menerjemahkan masalah dalam bentuk kata-kata ke dalam operasi aritmatika.

- Penyerapan fakta dan gagasan dari lingkungan dan kemampuan melihat hubungan penting yang
mendasar dari hal-hal tersebut.

- Kemampuan belajar anak, banyaknya informasi, kekayaan ide, jenis dan kualitas bahasa, tingkat
berpikir abstrak, dan ciri proses berpikirnya.

- Identifikasi visual dari objek-objek yang dikenal, bentuk-bentuk, dan makhluk hidup, dan lebih jauh lagi
kemampuan untuk menemukan dan memisahkan ciri-ciri yang esensial dari yang tidak esensial.

Setelah itu, akan dibuat profil berdasarkan skala Bannatyne dari skor masing-masing subtes. Profil ini
menunjuk pada empat kelompok kemampuan yaitu; (1) Kemampuan spatial yang mencakup skor pada
subtes-subtes yaitu melengkapi gambar, rancangan balok, dan merakit objek; (2) Kemampuan konsep
yang meliputi skor pada subtes-subtes pengertian, persamaan, dan perbendaharaan kata; (3)
Pengetahuan serapan yang meliputi skor pada subtes subtes informasi, hitungan, dan perbendaharaan
kata; dan (4) Kemampuan mengurutkan yang mencakup skor pada subtes-subtes rentang angka,
mengatur gambar, dan coding (Andayani, 2001).

Melalui profil tersebut dapat memberikan gambaran secara umum bagaimana kemampuan seorang
anak serta dapat digunakan untuk mendeteksi kesulitan belajar anak (Andayani, 2001). Beberapa
penelitian juga telah menggunakan WISC untuk mengungkap gejala-gejala gangguan klinis pada anak, di
antaranya seperti main brain disfunction/brain damage, emotional disturbance, learning disabilities,
anxiety, delinquency, dan lain-lain (Mudhar & Rafikayati, 2017).

3. WPPSI (Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence).

Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI) dikembangkan oleh Weschler. Sesuai
dengan namanya, alat tes ini dirancang dan ditujukan untuk anak-anak pada usia sebelum masuk
sekolah atau anak-anak yang ada pada tingkat taman kanak-kanak, perkiraan usia dimulai dari 2 tahun
atau saat anak mulai masuk ke taman kanak-kanak hingga umur 6 tahun saat anak mulai masuk ke
sekolah dasar. Alat tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan anak secara keseluruhan
serta dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keterlambatan atau kesulitan anak
tersebut (Cloudida, 2018).

Atribut psikologis dan kemampuan-kemampuan yang diukur oleh alat tes ini terdiri dari dua penilaian
besar, yaitu tes verbal yang mencangkup atas tes kemampuan menerima informasi, kemampuan
pemahaman, kemampuan berhitung, kemampuan melihat persamaan dan pengertian; serta tes prestasi
yang terdiri atas rumah binatang dengan mencocokan nama binatang dan tempat tinggalnya,
penyelesaian gambar dengan melengkapi gambar yang kosong, mencari jejak, bentuk geomteris,
labirin dan puzzle balok (Siswina et al., 2016).

Alat tes WPPSI juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan anak-anak
dengan keterlambatan kemampuan kognitif, mengevaluasi keterlambatan kemampuan kognitif,
gangguan intelektual dan autisme. WPPSI juga dapat digunakan untuk menentukan jenis sekolah yang
tepat bagi anak hingga melihat apakah anak mengalami kerusakan pada otak (Wechsler, 2012).

4. IST (Intelligenz Struktur Test).

Intelligenz Struktur Test (IST) merupakan alat tes inteligensi yang telah diadaptasi di Indonesia. Tes ini
dikembangkan oleh Rudolf Amthaeur di Frankfrurt Main Jerman pada tahun 1953. Intelligenz Struktur
Test (IST) terdiri dari sembilan subtes antara lain: Satzerganzung (SE) yaitu melengkapi kalimat,
Wortauswahl (WA) yaitu melengkapi kata-kata, Analogien (AN) yaitu persamaan kata, Gemeinsamkeiten
(GE) yaitu sifat yang dimiliki bersama, Rechhenaufgaben (RA) yaitu kemampuan berhitung, Zahlenreihen
(SR) yaitu deret angka, Figurenauswahl (FA) yaitu memilih bentuk, Wurfelaufgaben (WU) yaitu latihan
balok, dan Merkaufgaben (ME) yaitu latihan simbol. Tes IST terdiri dari sembilan sub tes terdiri dari 176
item soal. Waktu pengerjaan yang dibutuhkan dalam penyajian tes IST ini kurang lebih selama 90 menit
dengan instruksi yang berbeda-beda pada setiap sub tesnya. Tes IST ini membutuhkan seorang tester
yang memiliki keterampilan dalam menyajikan tes dan proses skoring serta interpretasi yang memakan
waktu. Tes ini dapat dilakukan secara individual maupun klasikal (Kumolohadi & Suseno, 2012).

Kumolohadi & Suseno (2012) menjelaskan bahwa melalui tes IST, dapat diperoleh skor inteligensi umum
dan skor kemampuan khusus secara mendetail yang diungkap dengan sembilan sub tes dalam IST, di
antaranya yaitu:

- Sub tes Satzerganzung (SE) mengungkap kemampuan berpikir kongkrit praktis, mengukur keinginan
berprestasi, pengambilan keputusan, kemampuan memahami realitas, common sense, pembentukan
pendapat/penilaian, dan kemandirian dalam berpikir.

- Sub tes Wortauswahl (WA) mengungkap kemampuan bahasa dengan menangkap inti kandungan
makna dari sesuatu yang disampaikan, kemampuan empati serta kemampuan berpikir induktif dengan
menggunakan bahasa.

- Sub tes Analogien (AN) mengungkap kemampuan berpikir secara fleksibilitas, kemampuan
menghubung-hubungkan atau mengkombinasikan, resistensi, serta kemampuan untuk berubah dan
berganti dalam berpikir.

- Sub tes Gemeinsamkeiten (GE) mengukur kemampuan memahami esensi pengertian suatu kata untuk
kemudian dapat menemukan kesamaan esensial dari beberapa kata, serta mengukur kemampuan
menemukan ciri-ciri khas yang terkandung pada dua objek dalam upaya menyusun suatu pengertian
yang mencakup kekhasan dari dua objek tersebut.

- Sub tes Rechhenaufgaben (RA) mengukur kemampuan berpikir logis, kemampuan bernalar,
memecahkan masalah praktis dengan berhitung, matematis, dan kemampuan berpikir runtut dalam
mengambil keputusan.

- Sub tes Zahlenreihen (ZR) mengukur kemampuan berhitung dengan didasari pada pendekatan analisis
atas informasi faktual yang berbentuk angka sehingga ditemukan suatu kesimpulan.

- Adanya kemampuan mengikuti komponen irama dalam berpikir. Sub tes Figurenauswahl (FA)
mengungkap kemampuan membayangkan secara menyeluruh dengan cara dengan menggabung-
gabungkan potongan suatu objek visual secara konstruktif sehingga menghasilkan suatu bentuk
tertentu.

- Sub tes Wurfelaufgaben (WU) mengukur kemampuan analisis yang turut disertai dengan kemampuan
membayangkan perubahan keadaan ruang secara antisipasif. Dalam kemampuan ini terdapat peran
imajinasi, kreativitas, fleksibilitas berpikir dan kemampuan menyusun atau mengkonstruksi perubahan.

- Sub tes Merkaufgaben (ME) mengukur daya ingat seseorang yang di dalamnya terdiri dari kemampuan
memperhatikan, kemampuan menyimpan atau mengingat dalam waktu lama.

IST adalah alat tes yang kompleks dan memiliki tingkat kesulitan pada tugas-tugas di setiap bagian yang
tinggi. Meski begitu, melalui tes IST individu dapat mengetahui IQ total dan per bagian (Kumolohadi &
Suseno, 2012).

5. SPM (Standard Progressive Matrices).

Standard Proggressive Matrices (SPM) adalah tes inteligensi yang dirancang oleh J.C Raven pada tahun
1936 serta diterbitkan pertama kali di tahun 1938. SPM yang dijumpai di Indonesia yaitu hasil revisi pada
tahun 1960. Tes SPM mengukur kecerdasan orang dewasa. Tes ini mengungkapkan faktor general (G
faktor) atau kemampuan umum seseorang. Tes SPM digunakan secara individual atau klasikal dan waktu
penyajian yang dibutuhkan 30 menit (Kumolohadi & Suseno, 2012).

Tes SPM memuat 60 soal yang di dalamnya terbagi menjadi lima seri yaitu seri A, B, C, D dan E. Setiap
seri terdiri dari 12 soal yang berbentuk gambar-gambar. Setiap soal terdiri dari satu gambar besar yang
tidak lengkap dan terdapat pilihan jawaban untuk melengkapi gambar tersebut. Dalam penyajian
tesnya, set A dan B menyediakan enam gambar kecil sebagai pilihan, sedangkan untuk set C, D, dan E,
disediakan delapan pilihan. Penyusunan soal bertingkat dari soal yang mudah ke soal yang sukar
(Rahmadani, 2019).

Secara operasional, subjek diberi soal dan diminta memilih jawaban yang paling tepat serta ia dapat
menuliskan jawabannya di lembar jawaban khusus yang telah disediakan. Didalam tes SPM terdapat soal
seri A nomor 1 dan 2 sebagai contoh soal sehingga dalam pengerjaannya soal seri A nomor 1 dan 2
dikerjakan oleh subjek bersamaan dengan tester saat memberikan instruksi pengerjaan tes SPM. Subjek
harus bekerja dengan cepat dan teliti pada saat tes dimulai sampai akhir tes (Kumolohadi & Suseno,
2012).

Pemberian skor dengan memperoleh nilai 1 untuk aitem soal yang dijawab benar dan memberi nilai 0
untuk jawaban yang tidak benar. Soal seri A nomor 1 dan 2 hanya digunakan sebagai contoh dan harus
dipastikan benar sehingga secara teoritis range nilai akan bergerak dari 2 sampai dengan 60. Skor total
adalah jumlah jawaban benar yang dapat dikerjakan oleh subjek yang kemudian akan diinterpretasikan
secara normatif menurut norma penilaian tes SPM (Kumolohadi & Suseno, 2012).

Raven (dalam Kumolohadi & Suseno, 2012) menjelaskan bahwa tes SPM tidak memberikan skor berupa
suatu angka IQ seseorang, melainkan dengan tingkatan (grade) inteligensi menurut besarnya skor total
dan usia subjek. Tingkat inteligensi subjek dikelompokkan berdasarkan atas nilai persentil sebagai
berikut:

- Grade I yaitu Intellectually superior ditujukan bagi subjek yang memiliki nilai persentil 95 ke atas.

- Grade II yaitu Difenitelly above the avarage in intellectual capacity ditujukan bagi subjek yang memiliki
nilai terletak diantara persentil 75 sampai dengan persentil 95.

- Grade III yaitu Intellectually avarage ditujukan bagi subjek yang memiliki nilai terletak diantara
persentil 25 sampai dengan 75.
- Grade IV yaitu Difenitelly below the avarage in intellectual capacity ditujukan bagi subjek yang memiliki
nilai terletak diantara persentil 5 sampai dengan persentil 25.

- Grade V yaitu Intellectually defective ditujukan bagi subjek yang memiliki nilai yang terletak pada dan
di bawah persentil 5.

SPM adalah alat tes yang lebih sederhana dan tugas yang diberikan juga lebih mudah. Namun melalui
SPM, seseorang hanya dapat mengetahui kategorisasi atau tingkatan (grade) rata-rata dari
inteligensinya (Kumolohadi & Suseno, 2012).

6. APM (Advanced Progressive Matrices).

Tes Advanced Progressive Matrices (APM) dikembangkan oleh Raven yang merupakan tipe tes kedua
dari tes yang ia kembangkan. Tes Advanced Progressive Matrices mengukur kinerja intelektual dari
mereka yang memiliki inteligensi di atas rata-rata. Selain itu, tes ini juga mampu membedakan secara
tajam antara mereka yang tergolong memiliki inteligensi unggul dari yang lainnya. Tes ini terdiri dua set
yaitu set I mencangkup 12 soal dengan waktu pengerjaan 5 menit dan tes II mencangkup 36 soal dengan
waktu pengerjaan 40 menit. Pemberian soal set I kepada testi ditunjukkan dengan maksud untuk
menjelaskan prinsip-prinsip kerjanya, dan kemudian dilanjutkan ke set II dimana pengukuran
sebenarnya dilakukan. Soal-soal pada set II meliputi persoalan-persoalan yang mampu menjadi alat
pengukur pada proses berpikir tinggi secara analitis sehingga APM berguna untuk mendapatkan
gambaran tentang laju kecepatan dan keberhasilan belajar yang mungkin dicapai seseorang didalam
suatu bidang studi (Sunarya, 2017).

7. CFIT (Culture Fair Intelligence Test).

Culture Fair Intelligence Test (CFIT) merupakan salah satu tes inteligensi yang sering digunakan oleh
psikolog dan lembaga psikologi di Indonesia. Pertama kali Tes inteligensi CFIT ini dikembangkan oleh
Raymond B. Cattell pada tahun 1940. Dalam proses administrasinya, Tes CFIT relatif tidak memakan
waktu yaitu hanya sekitar 30 menit sehingga tes CFIT populer digunakan di kalangan praktisi (Suwandi,
2015).

Menurut Cattell (dalam Suwandi, 2015) inteligensi terbagi menjadi 2 komponen, yaitu fluid dan
crystallized intelligence. Fluid intelligence merupakan kecerdasan yang berasal dari sifat bawaan lahir
atau hereditas. Sedangkan crystallized intelligence adalah kecerdasan yang sudah dipengaruhi oleh
lingkungan, misalnya kecerdasan yang didapat melalui proses pembelajaran di sekolah. Tes ini
dikembangkan sebagai tes non verbal untuk mengukur fluid intelligence (Gf).

Tes CFIT memiliki tiga jenis skala, yaitu: skala 1 ditujukan untuk usia 4 sampai 8 tahun, skala 2 ditujukan
untuk usia 8 sampai 13 tahun, dan skala 3 ditujukan untuk individu dengan kecerdasan di atas rata-rata.
Skala 2 dan 3 berbentuk paralel (A dan B) sehingga tes ini yang dapat digunakan untuk pengetesan
kembali. Umumnya tes-tes ini dapat diberikan pada sekelompok individu secara kolektif, namun
terkecuali beberapa subtes dari skala 1. Skala 1 memiliki delapan subtes, namun yang benar-benar adil
secara budaya hanya separuhnya (Suwandi, 2015). Terdapat kemiripan antara skala 2 dan 3 tes CFIT,
yang membedakan hanya tingkat kesukarannya. Suwandi (2015) menjelaskan bahwa skala ini terdiri dari
empat subtes, yaitu:

- Series terdiri dari 13 item, peserta diinstruksikan untuk melanjutkan gambar secara logis dari 3 gambar
yang telah disajikan sebelumnya.

- Classification terdiri dari 14 item, peserta diinstruksikan untuk mencocokan 2 gambar dari setiap seri.
Kemudian pada gambar yang cocok dipasangkan bersama.

- Matrice terdiri dari 13 item, peserta diinstruksikan untuk menentukan mana dari 5 alternatif yang
paling logis untuk melengkapi pola matriks yang telah disajikan.
- Topology terdiri dari 10 item, peserta diinstruksikan untuk mencari aturan umum dimana titik
ditempatkan dengan menyimpulkan aturan dan memilih gambar yang berlaku.

8. Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS).

Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) dikembangkan oleh David Wechsler. Akibat rasa ketidakpuasan
dengan batasan dari teori Stanford-Binet dalam penggunaannya, khususnya dalam pengukuran
kecerdasan untuk orang dewasa sehingga dikembangkanlah tes ini. David Wechsler kemudian
meluncurkan tes kecerdasan baru yang dikenal sebagai Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) pada
1955. Tes ini digunakan oleh orang dewasa usia 16-75 tahun atau lebih. Pelaksanaan tes ini dilakukan
secara individu (Maarif et al., 2017). WAIS menjadi alat tes yang paling populer karena paling banyak
digunakan di dunia saat ini. Tes ini semula bernama Wechsler Bellevue Intellegence Scale (WBIS). Tes
intellegensi ini memiliki enam subtes yang terkombinasikan dalam bentuk skala pengukuran ketrampilan
verbal dan lima subtes membentuk suatu skala pengukuran ketrampilan tindakan (Rohmah, 2011).

Maarif (2017) menjelaskan materi tes WAIS terbagi menjadi 11 subtes. Ada pun sub-sub tes tersebut
terdiri atas:

a. Bentuk Verbal:

1. Informasi

2. Pemahaman

3. Hitungan

4. Persamaan

5. Rantang Angka

6. Perbendaharaan Kata

b. Bentuk Performance:

1. Simbol Angka

2. Melengkapi Gambar

3. Rancang Balok

4. Mengatur Gambar

5. Merakit Objek

9. TIKI (Tes Intelegensi Kolektif Indonesia).

TIKI merupakan akronim dari Tes Intelegensi Kolektif Indonesia. Tes ini diciptakan berdasarkan kerja
sama antara Indonesia dan Belanda. Tujuan dari dibuatnya tes ini adalah untuk melihat standar
intelegensi di Indonesia serta membuat alat tes intelegensi yang berdasarkan norma Indonesia (Nuraeni,
2012).Tes ini secara keseluruhan dibagi menjadi tiga tes, TIKI Dasar, TIKI Menengah dan TIKI Tinggi.

a. TIKI Dasar.

TIKI Dasar merupakan tes intelegensi yang paling awal dari ketiga tes yang ada. Tes intelegensi ini
diperuntukan untuk anak-anak yang ada pada tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama
kelas dua. TIKI Dasar mengukur intelegensi dengan berhitung angka, penggabungan bagian, eksklusi
gambar, hubungan kata, membandingkan beberapa gambar, labirin/maze, berhitung huruf, mencari
pola, eksklusi kata dan terakhir mencari segitiga (Nuraeni, 2012).
b. TIKI Menengah.

TIKI Menengah merupakan alat tes intelegensi kedua dalam rangkai TIKI yang diperuntukkan untuk anak
yang berada pada tingkat sekolah menengah pertama kelas tiga hingga sekolah menengah atas. Pada
TIKI Menengah, peserta tes akan diminta untuk berhitung angka, penggabungan bagian,
menghubungkan kata, eksklusi gambar, berhitung soal, meneliti, membentuk benda, eksklusi kata,
bayangan cermin, berhitung huruf, membandingkan beberapa benda dan terakhir adalah pembentukan
kata (Nuraeni, 2012).

c. TIKI Tinggi.

TIKI Tinggi menjadi ala tes intelegensi yang termasuk ke dalam rangkaian TIKI yang berada paling akhir
dan memiliki tingkat kesusahan yang paling kompleks dalam TIKI. TIKI Tinggi sendiri diperuntukan bagi
individu yang ada pada tingkat perguruan tinggi serta orang dewasa. Pada TIKI Tinggi, peserta tes akan
diminta untuk berhitung angka, penggabungan bagian, menghubungkan kata, abstraksi non verbal,
deret angka, meneliti, membentuk benda, eksklusi kata, bayangan cermin, menganalogi kata, bentuk
tersembunyi dan terakhir adalah pembentukan kata (Nuraeni, 2012).

10. CPM (Coloured Progressive Matrices).

CPM atau Coloured Progressive Matrices merupakan salah satu alat tes yang dibuat oleh Raven. CPM
sendiri merupakan alat tes yang dibuat dikarenakan adanya keperluan pengetesan intelegensi pada
anak-anak yang tidak dapat menggunakan alat tes Raven sebelumnya yaitu SPM atau Standart
Progressive Matrices. Hal tersebut menjadikan CPM dapat digunakan pada anak-anak dengan rentang
usia lima sampai sebelas tahun dan orang dewasa namun dengan syarat memiliki tingkat pendidikan
yang rendah. perbedaan yang mendasar antara SPM dan CPM adalah adanya warna pada alat tes CPM
(Nuraeni, 2012).

11. SON.

SON merupakan akronim dari Snijders Oomen Non Verbal Scale. SON merupakan salah satu tes
inteligensi non verbal digunakan untuk individu dengan rentan usia 3 – 16 tahun. Alat tes ini juga tidak
hanya sebatas untuk individu dalam kondisi normal namun juga dapat digunakan untuk individu dengan
disabilitas seperti tunarungu. Alat tes ini dapat digunakan oleh individu dengan tunarungu dikarenakan
tes SON berbentuk puzzle dan rangkaian gambar yang perlu dicocokan dan peserta tidak dituntut untuk
menjawab perintah yang diberikan. SON sendiri dirancang mulai pada tahun 1939 – 1942, di
Amsterdam dan kemudian dalam perkembangannya banyak dilakukan revisi-revisi pada aitem alat tes
ini
PSIKODIAGNOSTIKA

30 NOVEMBER 2020

JENIS-JENIS TES BAKAT

Dengan munculnya teknis analisis faktor dalam berbagai penelitian yang berdasarkan teori kecemsan,
terutama teori kecerdasan, terutama teori kelompok faktor dan struktur intelek, hasilnya mempunyai
pengaruh besar dalam penyusunan tes bakat, termasuk tes multiple bakat. Tes Seri Multiple Bakat
adalah sejumlah tes yang dipakai untuk mengukur berbagai macam bakat. Jenis tes ini tidak hanya
mengukur satu macam bakat saja, tetapi dapat menjaring berbagai macam bakat pada banyak subjek.
Ada bermacam – macam tes seri multiple bakat, diantaranya :

a. Differential Aptitudes Test (DAT)

b. General Aptitude Test Battery (GATB)

c. Falanagan Aptitude Clasification Test (FACT)

d. Academic Promise Test (APT)

e. Flanagan Industri Test (FIT)

f. Guilford Zimmerman Aptitude Survey

g. Nonreading Aptitude Test Batteray (NATB), 1969 Edition.

B. Differential Aptitude Tests ( DAT )

Tes ini disusun oleh : George K. Bennet, Harlold G. Seashore, dan Alexandra G. Wesman.

Tes ini dibuat dengan maksud agar dapat mengukur kemampuan mental dari beberapa faktor bukan
hanya satu faktor saja sehingga skor yang dihasilkan tidak pula hanya satu akan tetapi ada beberapa
sesuai dengan kemampuan yang diukur. Karena itulah tes ini dibuat agar mendapatkan prosedur
penilaian yang ilmiah, terintegrasi, dan standard bagi murid-murid sekolah pada grade 8-12, Karena IQ
bukanlah merupakan standar yang memadai lagi.

DAT berisi 7 materi tes, mengungkap 7 aspek bakat berhitung, penalaran, ruang bidang, tes
mekanik, cepat teliti, verbal reasoning & language tes. DAT merupakan salah satu dari bateri motif bakat
yang sering digunakan. Pertama kali dipublikasikan pada tahun 1947, DAT telah direvisi secara berkala.
Baterai itu dirancang terutama digunakan dalam bimbingan karir siswa kelas 8 – 12. DAT edisi ke - 5
tersedia dalam 2 level : level 1, dirancang terutama untuk siswa di kelas 7 – 9 dan orang dewasa yang
sudah bersekolah lebih dari 9 tahun tetapi yang mungkin belum tamat sekolah menengah.

DAT memiliki 7 tes, yaitu :

1. Verbal reasoning

2. Numerical ability

3. Abstract reasoning

4. Space relation

5. Mechanical reasoning
6. Clerical speed and acurary

7. Language usage -Part I : Spelling

Part II :Sentence

Tes ini dapat diberikan satu seri atau hanya sebagian saja, sesuai dengan tujuan dan aspek apa yang
akan diukur.

Tes ini dapat digunakan untuk pendidikan atau untuk pemilihan pekerjaan.

Pada saat ini baru 5 tes dari 7 tes yang baru digunakan setelah melalui poses menerjemahkan
petunjuk/instruksinya ke dalam bahasa Indonesia, yaitu :

1. Numerical Ability - Tes Berhitung (A5)

2. Abstract Reasoning - Tes Penalaran (A3)

3. Space Relation – Tes Pola (C5)

4. Mechanical Reasoning – Tes Pengertian Mekanik (C4)

5. Clerical Speed and Accuracy – Tes Cepat Teliti (D4)

1. TES BERHITUNG

a) Nama

Nama Asli : Numerical Ability Form A

Nama Indonesia : Tes Berhitung

b) Bentuk Yang Tersedia

Berupa buku cetakan, berukuran setengah folio. Pada halaman pertama tertulis petunjuk
mengerjakannya. Jumlah soal = 40 butir, lembar jawaban terpisah.

c) Aspek yang diukur

Tes ini mengukur kemampuan berfikir dengan angka, penguasaan hubungan numerik, misalnya
penjumlahan yang sederhana. Sehingga tes ini disebut arithmetic compulation bukan arithmetic
reasoning.

Walaupun tes ini mengukur aspek yang sederhana, bersama – sama dengan verbal reasoning dari DAT
dapat mengukur kemampuan belajar secara umum (general learning ability). Tes berhitung ini bersama
– sama dengan abstrack reasoning atau Penalaran (A3) dan Verbal Reasoining akan mengukur
intelegensi umum (Bennett, 1952, p. 6-7.)

d) Sajian

Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual maupun klasikal

e) Waktu Penyajian

Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan tes ini ialah 30 menit. Sedangkan waktu untuk instruksi
sekitar 5 – 10 menit.
f)Tujuan

Tes ini digunakan untuk melakukan prediksi dalam bidang pendidikan dan pekerjaan (Bennett, 1952,
p. 1). Bidang pendidikan meliputi matematika, fisika, kimia, teknik, ilmu sosial, bahaa Inggris (untuk
bahasa Inggris harus bersama – sama dengan verbal reasoning, sentence, dan spelling.

Di samping itu dapat digunakan pula untuk bidang yang lain yang kurikulumnya mengutamakan
berfikir secara kuantitatif. Sedangkan mengenai bidang pekerjaan diantaranya meliputi : asisten
laboratorium, tata buku, statistik. ( Bennet, 1952, p. 6)

g) Validitas dan Reliabilitas

Dalam manual validasi dilakuakan dengan menggunakan prestasi sekolah sebagai kriterium, diantaranya
Bahasa Inggris, Matematika, Science, Ilmu Sosial, dan Sejarah, Bahasa selain Bahasa Inggris (Perancis,
Jerman, Latin, Modern, Spanyol). Dalam validasi ini jenis kelamin dipisahkan dan tingkat pendidikan
kelas II SMP sampai kelas III SMA (grade 8 – 12).

Reliabilitas tes ini dicari dengan menggunakan metode split half. Untuk pria diperoleh koefisien
reliabilita yang bergerak sekitar 85 – 93 dan untuk wanita sekitar 82 – 88. (Binnet, 1952, p. 66).

h) Cara Pemberian Skor

Untuk memberikan nilai diperhatikan jumlah jawaban yang benar dan jumlah jawaban yang salah. Yang
benar diberi nilai 1 (satu) sedang yang salah diberi nilai 0 (nol).

i) Norma

Norma yang ada ialah menggunakan presentil. Terdapat dalam manual DAT. Dalam norma ini dibedakan
antar pria dan wanita serta dibuat grade 8 – 12. Telah dibuat pula norma berdasarkan sampel yang
datang di Biro Konsultasi Fakultas Psikologi UGM, dengan sampel wanita 215 orang dan sampel pria 310
orang dengan tingkat pendidikan kelas III SMA. (Retno Suhapti & Wisnu Martani, 1981).

j)Catatan

Berdasarkan hasil penelitian yang dikutip oleh Super dan Krites (1965, p. 346) terbukti bahwa verbal
reasoning dan tes berhitung digabungkan mempunyai korelasi dengan tes WAIS sebesar 0,76 (subjeknya
anak – anak berumur 16 tahun ), dan sebesar 0,74 (subjeknya remaja berumur 17 tahun). Mengenai
penelitian yang lain di Indonesia tes berhitung ini telah diselidiki validitasnya dengan menggunakan
kriterium prestasi belajar pada siswa SMA kelas II IPA dan IPS (N=153) di daerah perkotaan. Hasil
penelitian menunjukkan koefisien validitas 0,51 (sangat signifkan). Ada penelitian lain mengeni tes
berhitung ini tentang reliabilitasnya. Metode yang dipakai adalah tes-te tes. Sampel yang digunakan
adalah murid SMP Negeri 1 Yogyakarta, jumlahnya 84 orang, pendidikan kelas II dan menunjukkan hasil
yang sangat signifikan dengan koefisien sebesar 0,709. (Toto Kowato et. al., 1981).

1. TES PENALARAN

a) Nama

Nama Asli : Abstract Reasoning

Nama Indonesia : Tes Penalaran (A3)

b) Bentuk Yang Tersedia


Berupa buku cetakan. Pada halaman pertama tertulis petunjuk mengerjakannya. Soal berjumlah = 50
butir dan lembar jawaban terpisah.

c) Aspek yang diukur

Tes ini mengukur kemampuan penalaran individu yang bersifat “non – verbal”, yaitu meliputi
kemampuan individu untuk dapat memahami adanya hubungan yang logis dari figur – figur abstrak atau
prinsip – prinsip “non – verbal designs”. Abstrak Reasoning bersama – sama dengan Verbal Reasoning
dan Numerical mengukur General Intelligence.

d) Sajian

Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual maupun klasikal

e) Waktu Penyajian

Menurut manual aslinya, waktu yang ditentukan untuk mengerjakan tes ini ialah 25 menit.
Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5 – 10 menit.

f)Tujuan

Tes ini digunakan dilingkungan sekolah, perusahaan, dan kegiatan sosial lainnya. Tes ini relevan
untuk pelajaran atau pekerjaan/profesi yang memerlukan persepsi hubungan antara benda – benda.

g) Validitas dan Reliabilitas

VALIDITAS

Menurut aslinya (DAT) tes ini mempunyai tingkat validitas yang bervariasi berdasarkan spesifikasi
kriteria dan populasinya seperti halnya sub tes dari DAT lainnya.

RELIABILITAS

Reliabilitas tes penalaran yang asli dilakukan dengan menggunakan metode belah dua dan koreksi
Spearman – Brown dengan memperhatikan variabel jenis kelamin dan tingkatan sekolah, menunjuk
adanya variasi seperti tedapat pada DAT p. 66 dengan koefisien korelasi berkisar antara 0,85 – 0,92.
Sebagai pembanding, penelitian Dalil Adisubroto di DIY (1975) dan Jatim, Jateng, Jabar (1976) dengan
metode ulang, dengan jumlah subyek 970 dan 1085 memperoleh koefisien Reliabilitas 0,783 dan 0,765.

h) Cara Pemberian Skor

Apabila sesuai dengan kunci jawaban diberi nilai 1 (satu), bila tidak sesuai diberi nilai 0 (nol). Sehingga
skor tertinggi = 50. Rumus pemberian skor kasar = R - ¼ W ( jumlah yang benar dikurangi ¼ kali jumlah
yang salah).

i) Norma

Norma yang ada ialah menggunakan presentil. Terdapat dalam manual DAT. Dalam norma ini dibedakan
antara pria dan wanita serta dibuat grade 8 – 12. Di Biro Konsultasi Fakultas Psikologi UGM, telh dibut
norma adaptasi, yang disusun dari hasil tes murid – murid SLTA kelas III, dengan stan five dandibedakan
antara pria dan wanita.

j)Catatan

Tes penalaran ini cocok untuk kondisi di Indoneia sebab sifatnya yang Culture Free. Namun
diperlukan pembakuan yang memadai untuk kondisi stempat, mislnya membuat norma kelompok.

Penelitin di Indonesia pernah dilakukan oleh Dalil Adisubroto :


a. DIY (1975) pada siswa SMP dengan N = 970 (L/P) dengn criteria luar pretasi belajar (r = 0,388; p <
0,01)

b. Jatim, Jateng, Jabar (1976), pada siswa SMP dengan N = 1085 (L/P) dengan criteria luar prestsi
belajar ( r = 0,328; p < 0,01).

1. TES POLA

a) Nama

Nama Asli : Space Realtion

Nama Indonesia : Tes Pola (B3)

b) Bentuk Yang Tersedia

Berupa buku cetakan, berukuran setengah folio. Pada halaman pertama tertulis petunjuk
mengerjakannya. Jumlah soal = 40 butir, lembar jawaban terpisah.

Disamping itu ada juga edisi tahun 1991. Butir soal berjumlah 60 dengan nama Tes Ruang Bidang
(C5).

c) Aspek yang diukur

Tes Pola atau Space Relations dimaksudkan untuk mengungkap atau mengukur kemampuan mengenal
barang – barang kongkrit melalui proses penglihatan khususnya mengenl barang secara tiga dimensi.
Butir – butir soal dibuat agar testi dapat mengkonstruksikan barang dengan pola yang tersedia secara
tepat. Jadi subjek/testi harus dapat memanipulasi secara mental, mempunyai kreasi terhadap sesuatu
Struktur barang tertentu dengan perencanaan yang baik.

d) Sajian

Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual maupun klasikal

e) Waktu Penyajian

Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan tes pola edisi tahun 1952 ini ialah 30 menit. Sedangkan
waktu untuk instruksi sekitar 5 – 10 menit.

f) Tujuan

Tes ini digunakan untuk khusus untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan seseorang mengenal
ruang tiga dimensi, baik untuk bidang studi maupun untuk pekerjaan. Kemampuan ini diperlukan sekali
dalam bidang – bidang perencanan desain pakaian, arsitektur, seni, dekorasi, atau bidang – bidang lain
yang membutuhkan pengamatan tiga dimensi. Prediksi paling baik untuk engineering, mechanical
design, dan plane geometri.

g) Validitas dan Reliabilitas

Menurut manual DAT, validitas tes dicari dengan menggunakan kriterium bahasa Inggris, Matematika,
Science, Ilmu Sosial dan Sejarah serta bahas selain Inggris (Jerman, Perancis). Dalam validitas ini
dibedakan jenis kelamin dan grde yitu 8 – 12. Reliabilita dicari dengan teknik belah dua. Untuk pria
diperoleh koefisien antara 0,92 – 0,94. Sedangkan untuk wanita antara 0,86 – 0,92.

h) Cara Pemberian Skor

Tes Pola diskor dengan cara salah dan benar menurut kunci jawaban yang tersedia. Skor akhir ialah
jumlah jawaban yang benar dikurangi jumlah jawaban yang salah. Rumus : R – W. Skor maksimal 100.

i) Norma

Sebagian disebutkan di atas bahwa belum ada penelitian untuk para remaja Indonesia, maka norma
yang ada ialah masih asli dari DAT edisi 1952. Belum ada norma hasil adaptasi atau hasil penyusunan
khusus untuk hal itu.

j) Catatan

1. Tes ini sangat penting untuk mengungkap kemampuan khusus seseorang, maka perlu penelitian –
penelitian agar lebih mantap penggunaannya. Karena pembukuan di Indonesia belum ada maka perlu
membuat norma kelompok jika melakukan tes secara kelompok.

2. Petunjuk cara mengerjakan perlu diberikan lebih dahulu. Perlu diberitahukan bahwa tiap soal ada
kemungkinan lebih dari satu jawaban..

4. TES PENGERTIAN MEKANIK

a) Nama

Nama Asli : Mechanical Reasoning

Nama Indonesia : Tes Pengertian Mekanik (C4)

b) Bentuk Yang Tersedia

Bentuk buku cetakan. Pada halaman depan tertulis petunjuk mengerjaknnya. Soal berjumlah 68 butir
dan lembar jawaban terpisah.

c) Aspek yang diukur

Tes Pengertian Mekanik ini merupakan bentuk baru dari Mechanical Comprehensive yang dibuat oleh
Bennett. Aspek yang diukur ialah daya penalaran di bidang kerja mekanis dan prinsip fisika, yang
merupakan salah satu faktor intelegensi dalam arti luas.

d) Sajian

Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual maupun klasikal

e) Waktu Penyajian

Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan tes pola edisi tahun 1952 ini ialah 30 menit. Sedangkan
waktu untuk instruksi sekitar 5 – 10 menit.

f) Tujuan

Tujuan tes ini untuk mengetahui kemampuan khusus dalam bidang kemampuan mekanik. Dengan
mengetahui kemampuan ini maka dapat ditentukan jurusan studi maupun untuk memilih pekerjaan.
Bidang pekerjaan yang membutuhkan kemampuan ini antara lain ialah : Tukang kayu, ahli mesin,
pemeliharaan mesin, perakit (assembler).

g) Validitas dan Reliabilitas

Menurut manual DAT, validitas tes ini dilakukan dengan menggunakan kriterium prestasi belajar dalam
pelajaran Matematika, bahasa Inggris, Science, Ilmu Sosial dan Sejarah serta bahasa selain bahasa
Inggris (Jerman, Perancis). Dalam validitas ini diperhatikan jenis kelamin dan grade yaitu 8 – 12.
Reliabilitas dicari dengan metode split half. Untuk pria diperoleh koefisien reliabilita antara 0,81 – 0,86.
Sedangkan untuk wanita bergerak antara 0,69 – 0,73.

h) Cara Pemberian Skor

Apabil sesuai dengan kunci jawaban diberi skor 1 (satu), bila tidak sesuai diberi skor 0 (nol). Sehingga
skor tertinggi = 68. Rumus pemberian skor kasar = R – ½ W (jumlah benar dikurangi ½ kali jumlah yang
salah).

i) Norma

Norma yang ada ialah menggunakan presentil. Terdapat dalam manual DAT. Dalam norma ini dibedakn
antara pria dan wanita serta dibuat untuk grade 8 – 12. Perlu diperhatikan norma tes Pengertian
Mekanik ini untuk pria dan wanita sangt menyolok perbedaan angkanya.

Di Biro Konsultasi Fakultas Psikologi UGM, telah dibuat norma adaptasi, yang disusun dari hasil tes murid
– murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas kelas III dengan menggunakan stan –tive dan dibedakan antara
pria dan wanita.

j) Catatan

Tes ini memang banyak gunanya dan banyak menolong konsultan untuk menentukan jurusan studi dan
pemilihan pekerjaan, maka perlu dikembangkan lebih lanjut.

Dalam penggunaan tes ini, agar lebih dapat dipercaya supaya dibuat norma kelompok setiap melakukan
testing.

5. TES CEPAT DAN TELITI

a. Nama

Nama Asli : Clerical Speed and Accuracy

Nama Indonesia : Tes Cepat dn Teliti (D4)

b. Bentuk Yang Tersedia

Berupa buku cetakan dalam ukuran kuarto. Terdiri dari satu halaman petunjuk pada halaman pertama.
Dua halaman soal bagian 1 dan 2 halaman soal bagian II. Masing – masing bagian terdiri dari 100 butir
soal. Lembar jawaban terpisah terpisah dari buku soal.

c. Aspek yang diukur

Tes ini mengukur respon subjek terhadap tugas – tugas atau pekerjaan yang menyangkut kecepatan
persepsi (dari stimulus yang bersifat sederhana), kecepatan respon terhadap kombinasi huruf dan
angka, ingatan yang sifatnya tidak lama (momentary relation).
d. Sajian

Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual maupun klasikal

e. Waktu Penyajian

Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan tes ini ialah 5 menit untuk bagian I dan 3 menit untuk
bagian II. Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5 – 10 menit. Karena tes ini merupakan tes kecepatan
maka sebelum testi mengerjakan tes, tester harus yakin bahwa testi telah tahu apa yang harus
dikerjakan.

f. Tujuan

Tes ini dapat digunakan untuk konseling sekolah (siswa yang mendapatkan skor rendah dalam tes ini
kemungkinan mengalami kesulitan dalam kecepatan dan presisi misalnya) atau untuk seleksi para
pelamar pekerjan tertentu.

Karena tes ini dapat meramalkan produktivitas seseorang dalam mengerjakan pekerjaan – pekerjaan
rutin yang melibatkan masalah persepsi dan pemberian tanda – tanda maka yang terutama tes ini
dibutuhkan untuk pekerjan – pekerjaan “clerical”.

Misalnya “Filing, Coding, Stock Room Work.”

g. Validitas dan Reliabilitas

Menurut manual DAT validasi tes ini dilakukan dengan menggunakan prestasi belajar sebagai kriterium
yaitu Bahasa Inggris, Matematika, Science, Ilmu Sosial, dan Sejarah, Bahasa selain Bahasa Inggris. Dalam
validasi ini dipisahkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan grade 8 – 12. Reliabilitas tes ini dicari dengan
menggunakan metode belah dua. Untuk pria diperoleh antara 0,77 – 0,93 dan untuk wanita antara 0,84
– 0,91.

h. Cara Pemberian Skor

Skor hanya diberikan pada bagian II saja, bagian I tidak diskor (dianggap sebagai latihan). Skor total ialah
jumlah soal yang dikerjakan dengan benar.

i. Norma

Norma dibuat berdasarkan nilai presentil. Di Biro Konsultasi Fakultas Psikologi UGM ada dua macam
norma yaitu : norma asli dan norma hasil adaptasi. Norma hasil adaptasi ini khusus untuk siswa kelas III
SMA baik laki – laki maupun perempuan dan dibuat berdasarkan 5 kategori dari baik sekali sampai
dengan kurang sekali.

j. Catatan

Kesimpulan dari penelitian yang pernah dilakukan menyebutkn bahwa mereka yang telah berhasil dalam
beberapa pekerjaan ternyata tidak memerlukan skor yang tinggi untuk tes ini, asalkan beberpa sub tes
lain dari DAT mendapatkan skor tinggi. Misalnya untuk salesman justru skor tes ini yang terendah,
sedangkan untuk business administration skor tes ini diminta tinggi. Penelitian di Fakultas Psikologi UGM
tentang tes ini tampaknya belum begitu banyak. Satu penelitian yang pernah dilakukan Buntran (972 –
Skripsi) mencari hubungan antara tes cepat teliti (dan juga beberpa tes lain) dengan prestasi kerja
karyawan bagian rajut dan finishing di salah satu perusahaan “wig” di Yogykarta. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara skor tes cepat teliti dengan prestasi kerja karyawan
di dua jenis pekerjaan tersebut.

C. General Aptitude Test Battrey ( GATB )

Tes ini diciptakan oleh Charles E. Odell, yang digunakan pada konseling pekerjaan di States
Employment Service Office.

Aptitude yang diungkap GATB adalah :

Aptitude G : Intelegence

Merupakan tes kemampuan belajar secara umum, yaitu kemampuan untuk menangkap dan mengerti
prinsip-prinsip, menalar dan membuat keputusan.

Aptitude V : Verbal Aptitude

Merupakan tes untuk mengerti arti beberapa kata dan memepergunakannya secara efektif, serta untuk
mengerti bahasa secara komprehensif, mengerti hubungan antar kata dan mengerti arti keseluruhan
paragraph dan kalimat.

Aptitude N : Nuemerical Aptitide

Merupakan kemampuan untuk mengoperasikan angka-angka secara cepat dan tepat.

Aptitude S : Spatial

Merupakan kemampuan berpikir secara visual pada bentuk geometris dan untuk menangkap objek 3
dimensi, serta mengingat hubungan dari gerakan objek dalam satu ruang.

Aptitude P : Form perception

Merupakan kemampuan untuk melihat bagian-bagian dari suatu gambar, benda, dan grafik. Membuat
perbandingan dan pembedaan secara visual dan melihat perbedaan yang nyata pada bentuk atau
bayangan.

Aptitude Q : Clerical perception

Merupakan kemampuan untuk mengungkap obyek-obyek angka dan huruf, serta kemampuan persepsi
terhadap komputasi secara sepintas.

Aptitude K : Motor coordinate

Merupakan kemampuan untuk mengkoordinasikan gerakan-gerakan organ mata, jari-jari secara


terampil dan teliti pada gerakan yang cepat dan tepat.

Aptitude F : Finger dexterity

Merupakan kemampuan gerakan jari jemari: memanipulasi obyek-obyek kecil dengan jari jemari secara
cepat dan teliti.

Aptitude M : Manual dexterity


Merupakan kemampuan untuk menggerakkan tangan dengan mudah dan terampil. Kemampuan untuk
bekerja dengan tangan dalam menempatkan dan memindahkan sesuatu.

Adapun Jenis – Jenis dari tes GATB, yaitu sebagai berikut :

1. TES RUANG BIDANG

a. Nama :

Nama Asli : Three dimentional Space

Nama Indonesia : Tes Ruang Bidang Seri GATB

b. Bentuk yang tersedia

Bentuk tes yang ada adalah sekumpulan soal dalam buku tes. Tersedia lembar jawaban untuk
mengerjakan.

c. Aspek yang diukur

Tes ini mengukur kemampuan berfikir secara visual dari bentuk geometris memahami gambar dari dua
dimensi untuk menjadi bentuk tiga dimensi.

d. Sajian

Tes ini dapat disajikan secara individual maupun secara klasikal

e. Waktu penyajian

Total waktu sekitar 8 menit. Perincian : 3 menit untuk memberikan penjelasan, dan 5 menit untuk
mengerjakan soal.

f. Tujuan

Tes ini sebagai serangkaian tes untuk mengungkap intelegensi bersama dengan dua sub tes lainnnya,
yaitu :

a. Tes Perbendaharaan Kata (Vocabulary)

b. Tes Berhitung Soal (Arithmetic Reasoning)

g. Validitas dan Reliabilitas

a. Validitas

Dengan menggunakan kriteria prestasi belajar maka tes ini memperoleh koefisien validitas sebesar
0,369 dengan N = 160, ternyata tes tersebut valid dengan tes 1 %

b. Reliabilitas

Adapun reliabilitas tes ini tidak berdiri sendiri, tetapi bersama tes Perbendaharaan Kata dan menghitung
soal dengan sampel yang sama dengan mencari validitas dan dengan cara tes-re-tes diperoleh konsep.
Sampel penelitian dari Nuri Arti adalah siswa kelas I SMAN II Argo Mulyo Yogyakarta.

h. Cara Pemberian Skor

Skor yang diperoleh oleh seorang teste adalah sebagai penjumlahan dari jawaban yang betul.

i. Norma

Norma yang ada sekarang ini adalah norma yang asli dari GATB, sedangkan norma yang disesuaikan
belum ada. Adapun norma yang asli dari GATB berupa mengubah skor mentah menjadi skor yang
dikonversikan. Jadi berupa skor yang berskala.

j. Catatan

Tes ini merupakan adaptasi dari seri tes GATB, maka untuk penggunaannya perlu diadakan penelitian
standarisasi. Penelitian yang dimulai dari standarisasi waktu, validitas, reliabilitas administrasi dan
norma.

1. TES MEPERSAMAKAN PERKAKAS

a. Nama :

Nama Asli : Tool Matching

Nama Indonesia : Tes Mempersamakan Perkakas

Tes ini merupakan satu sub tes dari serangkaian tes GATB

b. Bentuk yang tersedia

Tes yang ada adalah berupa buku setebal delapan halaman dan lembar jawaban.

c. Aspek yang diukur

Tes ini mengukur aspek kemampuan atau kecermatan dalam pengamatan. Testi diminta mengamati
gambar soal dan mencari persamaan gambar di antara tiga gambar lain yang bentuknya sama hanya
berbeda dalam corak warnanya.

d. Sajian

Tes ini dapat disajikan secara individual maupun secara klasikal

e. Waktu penyajian

Total waktu sekitar 9 menit. Perincian : 4 menit untuk memberikan penjelasan, dan 5 menit untuk
mengerjakan soal sebanyak 49 butir.

f. Tujuan

Bersama dengan sub tes yang lain, tes ini hanya bergunan untuk mengenal Profil Bakat Seseorang dan
mengenal Pola Bakat Kejujuran.

g. Validitas dan Reliabilitas

Penelitian mengenai reliabilitas dan validitas tes ini belum pernah dilakukan, sehingga tidak didapatkan
informasi mengenai keadaan tes tersebut.

h. Cara Pemberian Skor


Berdasar pada jawaban yang benar, maka diperoleh nilaii yang bergerak dari 0 – 49.

i. Norma

Norma masih berpegang pada buku asli Manual GATB.

j. Catatan

1. Mengingat pendeknya waktu untuk mengerjakan soal, maka disarankan bila menggunakan tes ini
kepada subjek diberi pengertian sejelas – jelasnya sebelum mengerjakan soal.

2. Kemungkinan besar dikemudian hari, bahwa baik lembaran jawaban dan cara skoringnya dilakukan
dengan mesin, mungkin sekali terjadi beda waktu yang akan mempengaruhi nilai seseorang subjek. Oleh
karena itu, disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kemungkinan ini.

3. TES KECEKATAN JEMARI

a. Nama :

Nama Asli : Finger Dexterity Test

Nama Indonesia : Tes Kecekatan Jemari

Tes ini merupakan satu sub tes dari serangkaian tes GATB

b. Bentuk yang tersedia

Tes ini dibuat berdasarkan gambar yang ada di buku manual GATB. Tes yang asli bahannya dari logam
semua, bentuknya segi empat paanjang dengan 100 lubang, 50 baut dan ring pada tiap tiang. Lubang itu
dibagi dua bagian atas dan bawah masing – masing 50 lubang. Adapun materi tes yang ada di Fakultas
Psikologi UGM (dibuat oleh Sumitra) dibuat dari aluminium dan didalamnya ada kayunya. Bentuknya
persegi panjang, dengan panjang 35 cm dan tebal 1 cm. Lubang ada dua kelompok yang masing –
masing 50 lubang, dan jarak antara kelompok lubang bagian atas dan kelompok bawah 15 cm. Jumlah
baut sebanyak 50 buah, ring 75 buah dan satu tiang untuk tempat ring yang dapat didirikan pada lubang
yang ada di sisi kiri/kanan tengah antara dua kelompok lubang itu. Alat – alat lain yang perlu ada untuk
tes ini yang digunakan tester adalah alat – alat tulis gambar jawaban untuk mencatat dan stop watch
untuk mengukur atau menentukan waktunya.

c. Aspek yang diukur

Tes Kecakapan Jemari dimaksudkan untuk mengukur kecepatan tangan dan jari – jari individu. Yang
dimaksud dengan kecekatan adalah meliputi pengertian tentang koordinasi kecepatan dan ketepatan
dari gerakan – gerakan tangan dan jari – jari individu. Dengan demikian tes ini termasuk Tes Psikomotor
yang mengukur kemampuan kecekatan jari – jari kedua tangan yang meliputi koodinasi, terampil dan
cepat untuk memperlakukan benda – benda kecil dengan jari – jari. Sesuai dengan prinsip individu
differences kecekatan jemari individu itu akan berbeda.

d. Sajian

Tes ini termasuk tes individu karena pelaksanaannya dilakukan secara individu . Pada tes Kecekatan
Jemari ini ada dua bagian yaitu assemble (perakitan) dan disassemble (pembongkaran). Karena itu sajian
tes (administrasinya) juga ada dua macam. Sebelum tes dimulai untuk kedua sajian ini kepada teste
perlu dibeikan contoh oleh tester. Kelompok testi dapat terdiri dari testi yang tangan kanan atau tangan
kiri (kidal). Oleh karenan itu materi tes dapat disajikan untuk kedua macam kelompok tersebut.
e. Waktu penyajian

Waktu yang digunakan untuk merakit ring pada baut dan memindahkan (memasukkan) ke lubang papan
adalah 120 detik. Sedangkan untuk pembongkaran ring dan bautnya adalah 90 detik.

f. Tujuan

Sesuai dengan faktor – faktor yang diungkap oleh tes ini maka tujuan penggunaan tes adalah untuk
mengukur bakat atau kemampuan khusus kecekatan jemari individu.

g. Validitas dan Reliabilitas

Penelitian mengenai validitas dan reliabilitas Tes Kecekatan Jemari ini (di Fakultas Psikologi UGM)
dilakukan oleh Wazar Pulungan dan Sumitro Untuk Wazar Pulungan dengan mengambil sampel pada
karyawan bagian pengelintingan rokok di Gombong dihasilkan validitas 0,863 dan reliabilitasnya 0,865.
Sedangkan Sumitro mengambil sampel karyawan pembungkus kembang gula di Yogyakarta dihasilkan
validitas 0,632 dan reliabilitasnya 0,963. Keduanya menggunakan validitas eksternal.

h. Cara Pemberian Skor

Cara menyekor tes perakitan (assemble) adalah dengan mencatat jumlah baut – baut dan ring yang
terpasang oleh testi. Jadi tester akan menghitung jumlah baut dan ring yang dimasukkan ke dalam
lubang dibagian bawah papan ditambah dari jumlah baut yang jatuh. Sedangkan pada pembongkaran
(disassemble) yang diperlu dicatat adalah jumlah baut yang sudah dibongkar untuk dipasang di papan
atas dan jumlah ring yang dimasukkan kembali di tiang.

i. Norma

Mengenai norma dalam hal ini dapat disajikan dua macam yaitu (A). Norma asli dan (B) Norma adaptasi.

(A) Norma Asli (diambil dari GATB, B-1002, hal 113 – 114)

1. Assemble (Perakitan)

2. Disassemble (Pembongkaran)

(B) Norma Adaptasi (diambil dari penelitian Sumitro)

Norma yang dibuat Sumitro menggunakan sampel wanita. Dalam hal ini sub tes perakitan (assemble)
dan pembongkaran (disassemble) dijadikan satu dengan alasan kedua sub tes mengukur aspek yang
sama (finger dexterity)

j. Catatan

1. Tes ini sangat coocok untuk pekerjaan yang membutuhkan kemampuan psikomotor
yaitu koordinasi kecekatan jemari, misalnya : pekerjaan melinting rokok, permen, memasak, merakit
komponen – komponen dalam bidang mekanik, dan semacamnya.

2. Perlu dilakukan penelitian ulang terutama variabel umur perlu dimasukkan


sehubungan dengan kemampuan psikomotor tersebut.

3. Perlu juga standarisasi dilakukan untuk sampel jenis kelamin laki – laki

4. Alat tes ini berguna bagi calon karyawan yang belum terlatih sebab faktor latihan
memiliki peranan yang sangat besar.

5. Ada kemu
PSIKODIAGNOSTIKA

8 DESEMBER 2020

C. Flanagan Aptitude Clasification ( FACT )

Tes ini disusun oleh J.C. Flanagan, seorang profesor psikologi pada universitas Pittsburgh dan
direktur American Institute for Reaseach. Tes ini dibuat sebagai usaha unutk mendapatkan suatu system
klasifikasi baku dalam penetuan bakat dan kemampuan dasar seseorang pada tugas-tugas tertentu.

Tes ini digunakan sebagai alat Bantu untuk memprediksi keberhasilan kerja dan perencanaan
program latihan dalam rangka konseling pekerjaan dan sebagai alat seleksi dan penempatan karyawan.

Tes ini terbagi menjadi 14 tes, yaitu :

1. Inspection 2. Coding

3. Memory 4. Precisison

5. Assembly 6. Scales

7. Coordination 8. Judgemen and Comprehension

9. Arithmatic 10. Patterns

11.Components 12. Tables

13. Mechanics 14. Expression

1.TES KODE DAN INGATAN

a. Nama :

Nama Asli : Coding, merupakan sub tes kedua dari FACT

Memory, merupakan sub tes ketiga dari FACT

Nama Indonesia : Kode (Sandi) dan Ingatan.

b. Bentuk yang tersedia

Kertas dengan bahan tercetak. Tersedia lembar jawaban.

c. Aspek yang diukur

1. Kode (atau Sandi) : Kecepatan dan kecermatan menyandi informasi kantor.

2. Ingatan : Keberhasilan mempelajari dan mengingat sandi – sandi dalam FACT 2 yaitu
kemampuan menghafalkan bahan – bahan tercetak.

d. Sajian

Dapat secara individual maupun klasikal

e. Waktu penyajian
1. Sandi : Petunjuk - 20 menit. Pengerjaan – 10 menit. Waktu Total – 30 menit.

2. Ingatan : Petunjuk – 1 menit. Pengerjaan – 4 menit. Waktu Total – 5 menit.

f. Tujuan

Sebagai bagian dari FACT, tes ini bertujuan :

1. Dalam konseling pekerjaan sebagai alat bantu guna memprediksi keberhasilan kerja
berdasarkan kemampuan khusus (aptitude) dan sebagai petunjuk dalam peencanaan program pelajaran
sekolah yang cocok.

2. Dapat digunakan dalam seleksi dan penempatan karyawan.

g. Validitas dan Reliabilitas

Belum terdapat informasi yang dapat dijadikan pegangan.

h. Cara Pemberian Skor

1. Sandi : Skor jumlah yang benar. Jumlah skor tertinggi yang mungkin 150.

2. Ingatan : Skor jumlah jawaban yang benar. Jumlah skor tertinggi yang mungkin 25.

i. Norma

Tes Sandi dan Tes Ingatan adalah dua sub tes dari batere FACT. Norma untuk Indonesia sejauh ini belum
ditegakkan secara jelas. Norma asli yang ada disusun berdasarkan stamina dari skor performance siswa
senior di Pittsburgh Public High School. Khusus tes menyandi dianggap penting dalam kesuksesan kerja
sebagai akuntan dan klerk. Tes Ingatan penting bagi pekerjaan seperti: akuntan, business, klerk
professor humanis, ahli hukum, perawat, dokter, sales person, dan waiter. Interpretasi skor harus dilihat
dalam kontesnya dengan sub tes lain secara keseluruhan berdasarkan suatu profile. Norma interpretasi
ada dalam bentuk asli, namun harus diingat bahwa jenis pekerjaan yang dikemukakan dalam norma
tersebut, selain terbatas jumlahnya, juga tidak selalu sesuai dengan deskripsi pekerjaan sejenis yang ada
di Indonesia.

j. Catatan

Tes ini merupakan suatu baterre. Sub Tes Sandi dan Ingatan hendaknya tidak dipakai sebagai tes yang
berdiri sendiri. Dalam menginterprestasikan skor tes haruslah diingat bahwa norma yang khusus buat
Indonesia belum ada. Kewaspadaan juga perlu diutamakan dalam menginterpretasikan jenis pekerjaan
yang cocok yang diungkap oleh tes ini karena kondisi dan persyaratan kerja yang mungkin berbeda di
Indonesia dibandingkan pekerjaan – pekerjaaan di luar negeri.

1. TES MERAKIT OBJEK

a. Nama :

Nama Asli : Assembly, sub tes ke 5 dari FACT

Nama Indonesia : Tes Merakit Objek, dengan kode C1


b. Bentuk yang tersedia

Tes yang tersedia berbentuk buku cetakan yang mengandung 20 soal termasuk contoh mengerjakan.
Tersedia lembar jawaban untuk mengerjakan.

c. Aspek yang diukur

Tes Merakit Objek mengukur kemampuan untuk mengenal, mengetahui dan membayangkan bentuk
suatu objek yang disusun dari bagian – bagian tertentu yang terpisah.

d. Sajian

Tes ini dapat disajikan secara individual maupun secara klasikal. Dalam hal testing secara klasikal maka
harus diusahakan setiap orang tester menangani maksimal 25 testi.

e. Waktu penyajian

Total waktu sekitar 18 menit. Perincian : untuk memberi petunjuk : 6 menit, untuk mengerjakan bagian I
: 6 menit, untuk mengerjakan bagian II : 6 menit.

f. Tujuan

Bersamaan dengan sub tes yang lain dari FACT maka Tes Merakit Objek ini berguna untuk memprediksi
mengenai bakat dan kemampuan seseorang untuk meramalkan keberhasilan kerja pada berbagai bidang
tugas.

g. Validitas dan Reliabilitas

Sejauh ini belum ditemukan penelitian yang mencoba mengungkap validitas dan reliabilitas Tes Merakit
Objek.

h. Cara Pemberian Skor

Skor didasarkan pada jawaban yang benar. Skor tertinggi yang mungkin dicapai adalah 20. Bilamana
terdapat dua tanda silang (tanda pilihan jawaban) maka nomor soal yang bersangkutan dinilai nol.

i. Norma

Norma yang baku untuk diperlakukan di Indonesia untuk Tes Merakit Objek masih harus dilakukan.

j. Catatan

Mengingat perkembangan industri di Indonesia sebenarnya tepat sekali bila Tes Merakit Objek ini
dikembangkan. Sehingga untuk itu perlu diadakan penelitian yang luas mengenai validitas, reliabilitas,
sekaligus pembaakuan norma.

D. 3. TES SKALA DAN GRAFIK

a. Nama :

Nama Asli : Scale, merupkan sub tes dari tes baterre FACT

Nama Indonesia : Tes Skala dan Grafik , tes ini disebut juga dengan kode : C8

b. Bentuk yang tersedia


Tes yang tersedia berbentuk buku cetakan, edisi pertama tahun 1973 dan cetakan kedua tahun 1982.
Tersedia lembar jawaban untuk mengerjakan.

c. Aspek yang diukur

Tes Skala dan Grafik ini mengukur kecepatan dan ketepatan dalam membaca skala, grafik dan peta.
Contoh yang diambil untuk menyusun tes ini berupa bentuk – bentuk yang biasa terdapat pada bidang
permesinan dan bidang teknik pada umumnya.

Menurut Flanagan, Tes Skala dan Grafik ini diperlukan untuk dapat melihat “Cretical Fact Elements bagi :

1. Biological Scientist 2. Mathematician

3. Chemist 4. Nurse

5. Clerk 6. Physician

7. Drfatsman 8. Physicist

9. Engineer 10. Pilot Airplane

d. Sajian

Tes ini biasa disajikan baik secara individual maupun secara klasikal. Untuk dapat menjaga ketertiban
penyelenggaraan tes secara klasikal, dibutuhkan seorang pembantu pengawas untuk setiap 25 testi.
Pembantu pengawas bertugas mebagikan dan mengumpulkan kembali tes dan jawabannya dan
menjaga agar jangan sampai testi mulai lebih dahulu dari yang lain, atau bila ada tes yang lain baik yang
sudah atau yang belum diinstruksikan.

e. Waktu penyajian

Waktu yang dibutuhkan untuk penyajian tes Skala dan Grafik yang terdiri dari tiga bagian ini, sebagai
berikut :

Kadang – kadang petunjuk sukar untuk dapat dipastikan batas waktunya karena kemungkinan timbulnya
pertanyaan dari testi untuk meminta penjelasan . Sedang batas waktu pengerjaan soal latihan dan
pengerjaan soal tes memang harus sesuai dengan apa yang sudah ditentukan.

f. Tujuan\

Penggunaan tes ini ditujukan untuk dapat menentukan atau mengukur bakat atau kemampuan
membaca skala, grafik dan peta. Pada umumnya tes Skala dan Grafik digunakan sebagai salah satu
komponen dari suatu batere tes untuk mendeteksi bakat seseorang.

g. Validitas dan Reliabilitas

Penyajian validitas dan reliabilitas tes Skala dan Grafik ini belum pernah dilakukan.

h. Cara Pemberian Skor

Skor seseorang untuk tes Skla dan Grafik diperoleh dengan cara mengurangi jawaban betul dengan
jawaban salah. Skor maksimal adalah 120. Skor yang diperoleh kemudian dikonversikan ke dalam nilai
stanine. Dari skor – skor stanine untuk masing – masing komponen tes suatu batere akan diperoleh
suatu jawaban skor stanine itu ke dalam skor stanine okuposional. Nilai inilah yang diinterpretasikan
apakah seseorang berbakat dalam bidang keahlian tertentu atau tidak.
Jadi sebetulnya nilai atau skor tes Skala dan Grafik ini baru bisa digunakan apabila dikombinasikan
dengan tes lain yang akan merupakan suatu batere tes yang cocok untuk melihat bakat dalam bidang
keahlian tertentu seperti yang dikemukakan oleh Flanagan. Inipun memerlukan suatu norma untuk
dapat menentukan apakah suatu skor final termasuk sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang, atau sangat
kurang bagi suatu keahlian bagain tertentu.

i. Norma

Norma yang didapati belum ada. Oleh karena itu, norma yag biasa digunakan sementara ini adalah
norma aslinya yang ada pada buku. Interpreting Test Scores yang merupakan salah satu rangkaian FACT.

j. Catatan

Mengingat pentingnya arti standarisasi suatu tes apabila mungkin seceptnya perlu dilakukan uji
validitas, reliabilitas dan pembakuan norma bagi tes yang telah ada di Fakultas Psikologi UGM, termasuk
juga tes Skala dan Grafik ini.

Masalah lain yang perlu dikemukakan adalah pengelompokan job dan analisis, elemen – elemen job itu
yang apabila langsung diterapkan di Indonesia mungkin tidak cocok.

Flanagan berpendapat bahwa Tes Skala dan Grafik perlu dipasang hanya pada sepuluh job. Ini perlu
dikaji dan diuji kecocokannya dengan jenis pekerjaan yang ada di Indonesia.

4. TES PEMAHAMAN

a. Nama :

Nama Asli : Judgment and Comprehension, merupakan sub tes ke 8 dari FACT

Scale, merupkan sub tes dari tes baterre FACT

Nama Indonesia : Tes Pemahaman, dengan kode lain A1.

b. Bentuk yang tersedia

a. Cetakan I tahun 1973.

Sebuah buku di dalamnya tercetak soal 40 soal yang harus dikerjakan subjek. Pada buku ini soal nomor 1
dan nomor 2 telah ditunjukkan kunci jawabannya. Lembar jawaban yang telah tercetak kunci nomor 1
dan 2.

b. Cetakan II tahun 1982.

Sebuah buku di dalamnya tercetak 40 soal yang harus diselesaikan. Pada cetakan yang baru ini soal
nomor 1 dan 2 tidak ditunjukkan kunci jawabannyat. Tes yang tersedia berbentuk buku cetakan, edisi
pertama tahun 1973 dan cetakan kedua tahun 1982. Tersedia lembar jawaban untuk mengerjakan.

c. Aspek yang diukur

Tes ini mengukur kemampuan membaca dan memahami untuk melihat alasan yang logis serta
mengambil keputusan dengan menangkap makna dari suatu situasi yang praktis.

d. Sajian

Tes ini dapat disajikan secara individual maupun kelompok.


e. Waktu penyajian

Total waktu 40 menit. Perincian : - waktu untuk pemberian petunjuk 5 menit, waktu untuk mengerjakan
soal 35 menit.

f. Tujuan

Bersama dengan sub tes yang lain maka alat ini berguna untuk memprediksi keberhasilan seseorang di
dalam pekerjaannya berdasarkan bakat yang dimilikinya.

g. Validitas dan Reliabilitas

Sejauh ini belum ditemukakan penelitian yang mengungkap mengenai validitas dan reliabilitas tes
Pemahaman ini.

h. Cara Pemberian Skor

Skor subjek merupakan jumlah dari jawaban yang benar sesuai dengan kunci jawaban.

i. Norma

Norma masih berpegang pada norma asli.

j. Catatan

Untuk subjek yang pendidikannya dianggap cukup, SLTP ke atas, maka seyogianya diminta untuk
mengerjakan sendiri dalam artian membaca dan memilih jawaban yang benar, tester tidak perlu
membacakan bagian demi bagian.

5. TES MENGUTIP

a. Nama :

Nama Asli : Patern, batere ke 10 FACT

Nama Indonesia : Tes Mengutip (B4).

b. Bentuk yang tersedia

Terdiri atas dua bagian, yaitu bagian I dengan 18 macam pola dan bagian II dengan 12 macam pola.

Bagian I dan II memuat pola – pola yang taraf kesulitannya semakin meningkat sebab semakin banyak
aspek – aspek mentalitas yang akan diperlukan testi dalam menyelesaikan tugas tersebut.

Di samping memuat dua bagian pola yang akan ditiru oleh testi juga pada halaman pertanyaan dijumpai
beberapa petunjuk mengerjakannya.

c. Aspek yang diukur

Tes ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam memproduksi outline dari pola –
pola yang sederhana dengan cara tepat akurat.

d. Sajian
Tes Mengutip ini dapat disajikan secara individual maupun klasikal. Masing – masing individu dalam
klasikal diberikan sebuah buku tes dan sebelum mengerjakannya terlebih dahulu mendapatkan
penjelasan yang secukupnya dari penyelenggara/pelaksana.

e. Waktu penyajian

Total Mengutip ini disediakan waktu mengerjakannya selama 20 menit, yaitu 10 menit untuk
mengerjakan bagia I, dan 10 menit untuk mengerjakan bagian II.

f. Tujuan

Tes ini berguna untuk melihat kemampuan seseorang dalam bidang merancang design, arsitek,
perancang mode, bidang periklanan, kemudian dalam dunia media massa baik media cetak maupun
media elektronik. Disamping itu juga untuk melihat kemampuan seseorang membaca blueprint dan
diagram – diagram teknik sketsa – sketsa.

g. Validitas dan Reliabilitas

Sejauh ini belum ditemukakan penelitian yang mengungkap mengenai validitas dan reliabilitas yang
menyangkut jenis tes ini.

h. Cara Pemberian Skor

Nilai dua diberikan untuk tiap – tiap pengutipan pola yang dikerjakan secara tepat (benar). Suatu figur
adalah benar jika semua garis peniruan yang dilakukan adalah tepat seperti figur dari pola yang
tergambar. Nilai satu diberikan kepada pengutipan pola yang ada penyimpangannya sedikit, tetapi tidak
lebih dari satu blok dari pola yang benar. Nilai nol diberikan kepada pengutipan pola yang salah, karena
tidak ada sedikitpun unsur kemiripannya dengan pola asal yng dijadikan objek peniruan (pengutipan).

Skor testi adalah penjumlahan dari masing – masing skor yang diselesaikan.

i. Norma

Dari penelitian yang dilakukan Flanagan bersama asisten – asistennya, ternyata FACT mempunyai hasil
yang cukup gemilang, terutama dalam kemampun prediktifnya terhadap berbagai klasifikasi pekerjaan
yang ada (khususnya di Amerika).

j. Catatan

Penyajian tes mengutip ini hendaknya sangat memperhatikan waktu penyajiannya, sebab faktor waktu
pengerjaan soal merupakan hal yang sangat dipentingkan dalam penilaian (scoring). Disamping itu
masalah pemberian penjelasan atau instruksi benar – benar jelas sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman testi dalam mengerjakan tes.

Karena konsentrasi testi terhadap informasi yang diberikan sangat penting artinya bagi kemampun daya
tangkap testi, maka kelas yang terlalu besar atau testi yang terlalu banyak perlu dihindarkan.

Penjelasan tentang bagaimana caranya mengerjakan bagian II misalnya harus benar – benar dapat
dipahami testi secara baik, sehingga tidak terjadi kesalahan mengerjakannya, misal : testi mengrjakan
dengan cara yang sama soal – soal pada bagian I.

6. TES KOMPONEN

a. Nama :
Nama Asli : Component.

Nama Indonesia : Tes Komponen, merupakan tes ke 11 dari batere tes FACT.

Juga dikenal dengan kode C2.

b. Bentuk yang tersedia

Berupa buku cetakan disertai dengan lembar jawaban yang terpisah.

c. Aspek yang diukur

Tes Komponen mengukur kemampuan mengidentifikasikan komponen – komponen yng penting.

d. Sajian

Tes Komponen dapat disajikan secara individual, dan juga secara klasikal. Dalam hal penyajian secara
klasikal disarankan setiap seorang tester menangani maksimal 25 testi.

e. Waktu penyajian

Total waktu 24 menit. Perincian : - membaca petunjuk 4 menit, mengerjakan soal 20 menit.

f. Tujuan

Bersama dengan sub tes yang lainnya dari FACT, maka tes ini berguna untuk keperluan konseling
pekerjaan yaitu untuk memprediksi kesuksesan kerja berdasar bakat. Tujuan yang lain ialah seleksi dan
penempatan pegawai.

g. Validitas dan Reliabilitas

Sejauh ini belum ditemukakan penelitian yang mengungkap berkenaan dengan validitas dan reliabilitas
tes Komponen.

h. Cara Pemberian Skor

Skor seseorng adalah jawaban yang dikerjakan betul dengan kunci. Skor maksimal yang mungkin 40
buah.

i. Norma

Sejuh ini norma masih berpegang pada norma asli dari buku Manual FACT.

j. Catatan

Bila mnggunakan tes Komponn, untuk sesuatu keperluan dan jumlah testi tergolong besar, maka norma
dapat diambilkan dari norma kelompok yang bersangkutan. Selanjutnya mengenai validitas dan
reliabilits nampaknya perlu diadakan penlitian, bila tes ini akan dikembangkan di Indonesia.

7. TES TABEL

a. Nama :
Nama Asli : Tables.

Nama Indonesia : Tabel – table (D3).

b. Bentuk yang tersedia

Lembaran kertas. Jumlah kertas ada lembar, 4 halaman.

Halaman pertama dan ketiga berisi petunjuk dan contoh pengerjaan soal.

Halaman kedua dan kempat berisi tabel acuan untuk mengerjakan soal

c. Aspek yang diukur

Kemampuan membaca tabel. Dalam hal ini ada dua macam tabel, yaitu :

1. Tabel yang terdiri angka – angka

2. Tabel yang terdiri atas kat adan huruf alfabet

d. Sajian

Tes ini dapat disajikan secara individual maupun klasikal.

e. Waktu penyajian

Petunjuk selama 5 menit, waktu testing : untuk bagian I = 5 menit, untuk bagian II = 5 menit.

f. Tujuan

Sebagai informasi atau bahan pertimbangan dalam personnel selection atau vocational guidance
terutama untuk beberapa jenis pekerjaan seperti : sekretaris, stenographer, akuntan, typest, dan lain –
lain.

g. Validitas dan Reliabilitas

Dari penelitian yang dilakukan Muhammad Thayeb Manrihu (964) diperoleh indeks validasi sebesar 0,69
dan indeks reliabilitas sebesar 0,885, dari sampel sebanyak 180 dan waktu penyajian 5 menit untuk
bagian pertama, dan 4 menit untuk bagian kedua.

h. Cara Pemberian Skor

Jawaban yang betul dikurangi jawaban yang salah. Maksimum skor 120.

i. Norma

Dari beberapa data yang diperoleh dari beberapa penelitian didapatkan norma – norma sebagai berikut.

Jumlah : 180 orang 42 orang 96 orang

Sampel

Tingkat : STMA KLS I SLTA lulus SMEA KLS II

Pendidikan II, III

Status : Pelajar Kursus AGN Pelajar

Pekerjaan Jur .adm/keu


Time limit : 9 menit Tidak disebut 8 menit

j. Catatan

Dalam tes ini yang perlu mendapat perhatian dari para tester, ialah masalah waktu penyajian tes.

Tes harus disajikan sesuai dengan petunjuk yang ada dalam buku manual FACT asli.

8. TES UNGKAPAN

a. Nama :

Nama Asli : Expression, yang merupakan sub tes dari “The Flanagan” Clssification Test (FACT)

Nama Indonesia : Tes Ungkapan (A6)

b. Bentuk yang tersedia

Bentuk dari tes ungkapan yang tersedia di Fakultas Psikologi UGM hanya satu. Materi tes ini terdiri dari
sebuah buku soal. Ada 19 buah soal, tipe soal terdiri dari 3 pertanyaan yang baik dan satu pertanyaan
yang dianggap jelek pada tiap – tiap soal.

(disediakan lembar jawaban)

c. Aspek yang diukur

Tes ini mengukur perasaan dan pengetahuan tentang bahasa. Selain itu juga dapat untuk mengungkap
kemampuan untuk berkomunikasi melalui tulisan dan kemampuan berkomunikasi secara verbal.

d. Sajian

Tes Ungkapan merupakan salah satu bagian dari tes FACT yang bisa disajikan secara individual maupun
klasikal.

e. Waktu penyajian

Waktu yang dipergunakan untuk mengerjakan tes Expression menurut buku petunjuk adalah 35 menit
dan 5 menit untuk memberikan instruksi (jadi waktu seluruhnya 40 menit).

Sedangkan waktu untuk mengerjakan yang digunakan di Fakultas Psikologi UGM adalah 30 menit.

f. Tujuan

Tes ungkapan ini untuk keperluan :

1. Vocationl Counseling sebagai alat Bantu untuk memprediksi keberhasilan seseorang dalam
bekerja sesuai dengan kemampuannya. Dan juga digunakan untuk Educational Guidance sehingga
membantu dalam pengarahan (sebagai tes bakat penjurusan). Tetapi perlu dicatat bahwa tes ini
sebenarnya lebih berorientasi kepada “Vocational Counseling” daripada“Educational Guidance.”

2. Selain itu tes ini dapat juga digunakan dalam seleksi dan penempatan karyawan.
g. Validitas dan Reliabilitas

Sejauh ini belum pernah diadakan penelitian yang mengukur validitas dan reliabilitas. Sedangkan di buku
petunjuk yang asli juga tidak tercantum.

h. Cara Pemberian Skor

Dalam tes ini subjek mempunyai jawaban dalam setiap soal (baik dan jelek).

Kalau hanya satu yang betul dalam satu soal juga tetap dihitung (jadi tidak harus betul kedua – duanya)

Kemudian diberi skor 1 untuk masing – masing pilihan. Kemudian dijumlahkan serta dikonsultasikan
dengan tabel untuk mengetahui klasifikasi subjek. Jumlah nilai tertinggi yang biasa diperoleh = 38.

i. Norma

Norma yang ada adalah norma dari tes Ungkapan (hasil daptasi). Norma ini hanya biasa dipakai untuk
subjek yang sebaya dengan anak – anak Kelas III SMA (karena sampel normanya adalah siswa kelas III
SMA). Dan norma ini dibuat untuk anak laki – laki sendiri dan anak perempuan sendiri.

Tabel Norma Tes A6

Keterangan :

Pria Wanita Kategori

32 – 38

26 – 31

20 – 26

13 – 19

0 – 12 29 – 38

24 – 28

18 – 23

13 – 17

0 – 12 Baik Sekali

Baik

Sedang

Kurang

Kurang Sekali

N Putra : 310 orang

N Putri : 215 orang

j. Catatan
Tes ini dipandang perlu, mengingat masih langkahnya tes yang mengungkap kemampuan verbal. Hanya
bahasa yang digunakan dalam tes ini kelihatan kurang mengikuti perkembangan bahasa Indonesia
dewasa ini.

9. TES INPECTION (Inspeksi)

Tes ini mengukur kemampuan untuk secara cepat dan akurat melihat kekurangan – kekurangan atau
titik – titik robek pada gambar – gambar objek atau serangkaian artikel. Jadi tes inpeksi ini untuk
mengetes ketajaman persepsi detail, sehingga tesnya dapat disebut juga tes persepsi detail.
Kemampuan ini dibutuhkan dalam memeriksa hasil – hasil pabrik yang hampir selesai atau sudah selesai.

10. TES PRECISION (Presisi, Ketepatan)

Tes ini mengukur kecepatan dan keakuratan dalam gerakan – gerakan jadi secara melingkar dengan satu
tangan dan dengan kedua tangan, kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam kecepatan bekerja dengan
objek – objek kecil.

11. COORDINATION (Koordinasi)

Tes ini mengukur kemampuan untuk menkoordinasikan gerakan – gerakan lengan dan tangan (hand –
and – arm coordination).

12. ARITHMETIC (Aritmetik, berhitung)

Tes ini mengukur profisiensi atau kecakapan dalam 4 hal proses berhitung dalam penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian (+, -, x, :). Kemampuan ini amat penting bagi juru bayar toko.

13. MECHANICS (Mekanika)

Tes ini mengukur kemampuan pemahaman prinsip – prinsip mekanika dan kemampuan menganalisis
gerakan – gerakan mekanik.

14. INGENUITY ( Kegeniusan)

Tes ini mengukur kretivitas atau daya penemuan (inventiveness) dalam peralatan – peralatan dengan
prosedur – prosedur genius, perlengkapan, atau presentasi – presentasi. Tes ini bersifat tes penalaran
berdasarkan suatu pengamatan masalah atau problem.

15. ALLERTNES (Kesiapan)

Tes ini mengukur kemampuan untuk menguasai suatu situasi dan mencatat bahwa ada situasi bahaya
yang timbul, atau suatu tindakan spesifik harus dilakukan. Ini suatu tes persepsi detail – detail dalam
gambar dan interelasi – interlasinya.

D. TES KRAEPLIN
Bentuk tes ini adalah berupa satu lembar kertas dobel kuarto memanjang bolak-balik terdiri atas 4
halaman, yaitu meliputi ;

- Halaman 1, untuk menuliskan identitas diri subjek dan contoh subjek

- Halaman 2&3, berisi soal-soal tes

- Halaman 4, untuk scoring grafik dan interprestasi.

Subjek akan diminta menghitung angka-angka sederhana 1-9 dari bawah keatas untuk dua angka
yang berdekatan tanpa ada angka ynag dilewati.

Aspek yang diukur adalah

- Kecepatan kerja ( Panker )

- Ketelitian kerja ( Tianker )

- Keajegan kerja ( Junker )

- Ketahanan kerja ( Hanker )

Tes ini disajikan secara individual ataupun klasikal

Waktu : 20 menit

- Pengisisan data subjek : 4 menit

- Instruksi : 2 menit

- Mengerjakan soal.

Tes ini dapat digunaka pada saat yang mendesak, karena baik waktu dan materinya sederhana.
Watunya singkat dan tidak memerlukan persiapan yang rumit.

E. TES PAULI

Tes ini diciptakan oleh Dr. Richard Pauli pada tahun 1938.

Tes ini mengukur apa yang diukur oleh tes kraeplin, sisamping juga mengukur emosi, produktifitas
kerja, penyesuaian terhadap pekerjaan, dan gaya bekerja.

Tes Pauli, berbentuk satu lembar kertas memanjang bolak balik terdiri dari 4 halaman , yaitu :

- Halaman 1, untuk menuliskan identitas diri subjek dan contoh subjek

- Halaman 2&3, berisi soal-soal tes

- Halaman 4, untuk scoring grafik dan interprestasi.

Dalam tes ini terdapat angka sederhana 1-9. Subjek akan diminta intuk menjumlahkan angka-anagka
secara berurutan dari bawah keatas, lalu kesanping kanan untuk dua angka yang berdekatan tanpa ada
angak yang dilewati, kemudian ada aba-aba garis.

Aspek yang diukur adalah :

- ketekunan dan konsentrasi


- daya tahan

- keuletan

- daya penyesuaian

- validitas

- sikap terhadap tugas

- control diri

- sikap menghadapi tekanan

Tes dapat disajikan secara individual ataupun kelompok

Waktu penyajiannya lebih kurang 1 jam.

Setiap deret waktu diberi 3 menit dan setiap 3 menit itulah subjek akan di beri aba-aba untuk
membuat garis. Kemudian mengerjkan tugas selanjutnya dan jawaban ditulis disebelah kanan.

Tujuan dari tes ini lebih kepada kepentingan industri. Namun juga digunakan untuk mengukur
kepribadian dan mendeteksi klinis.
PSIKODIAGNOSTIKA

14 DESEMBER 2020

Jenis Tes Kepribadian Psikologi

1. Test Grafis

Merupakan alat test yang digunakan untuk mengungkapkan kepribadian individu. test grafis merupakan
serangkaian test paling sederhana dan juga paling mudah untuk diadministrasikan, karena hanya
membutuhkan kertas HVS dan juga pensil HB saja. Test grafis ini terdiri dari 4 macam test, dan banyak
digunakan secara universal sebagai bagian dari penerimaan kerja, pemeriksaan psikologis, dan tes
kepribadian, baik dilaksanakan secara individu ataupun kelompok. Berikut ini adalah 4 test yang masuk
ke dalam test grafis :

• DAP / Draw A Person, Sesuai dengan namanya, pada tes ini, peserta diminta untuk
menggambarkan manusia. Penggambaran manusia bebas, dan tidak mengikat, artinya peserta boleh
menggambar lebih dari satu manusia, jenis kelamin apapun, dengan bentuk tubuh seperti apapun.
Intinya, Dap digunakan untuk melihat bagaimana konsep diri dari peserta test ini.

• BAUM / The Tree Test

The Tree Test merupakan test yang digunakan untuk melihat struktur kepribadian Id, Ego, dan juga
Super Ego. Test ini berhubungan dengan Impuls yang ada di dalam diri individu, serta bagaimana
individu mampu untuk mengendalikan impuls tersebut. Peserta diminta untuk menggambar pohon yang
berkambium. Pohon berkambium ini merupakan representasi dari seberapa kokohnya individu dalam
mengendalikan impuls dan mengontrol dirinya sendiri.

• HTP / House Tree Person, Dalam test ini, peserta diminta untuk menggambarkan rumah, pohon
dan juga manusia. Peserta dibebaskan ingin menggambar seberapa banyak, seberapa besar, atau
bahkan tidak menggambar sama sekali. Test ini menggambarkan bagaimana persepsi peserta terhadap
sosok ayah, ibu, dan juga dirinya sendiri. Selain itu, tes ini juga menggambarkan bagaimana penerimaan
sosial dari individu.

2. Wartegg

Merupakan test yang pasti banyak ditemui bagi mereka yang sudah mengikuti rekrutmen di dalam
kantor. Test ini terdiri dari selembar kertas dengan 8 buah kotak yang terdapat beberapa macam tanda
– tanda kecil. Tugas peserta adalah melanjutkan tanda atau pola tersebut menjadi sebuah bentuk atau
gambar. Test ini banyak melihat proses adaptasi dan juga problem slving dari individu.

3. TAT / Thematic Apperception Test

Merupakan test kepribadian yang masuk ke dalam test bercerita. Terdapat 20 kartu (versi Murray) atau
10 kartu (Versi Bellak), dimana masing – masing kartu memiliki gambar – gambar tertentu yang
merupakan proyeksi dari kehidpan sehari – hari. Tugas dari peserta adalah menceritakan secara lisan
kejadian yang muncul pada gambar tersebut, tokoh utama, penyebab kejadian, dan juga bagaimana
akhir cerita dengan lengkap. Merupakan jenis test individual, dan banyak mengungkap mengenai konflik
– konflik internal, hubungan dengan keluarga, orangtua, kecemasan, hingga kebutuhan – kebutuhan
individu

4. SSCT / Sack’s Sentence Completion Test


Merupakan test melengkapi kalimat. Di dalam alat test sudah terdapat 60 kalimat atau pernyataan yang
belum lengkap. Peserta diminta untuk melengkapi kalimat tersebut, sesuai dengan apa yang dipikirkan
pertama kali. Tes ini banyak mengungkapkan masalah terhadap orangtua, masa lalu, masa depan, rasa
bersalah, dan juga mengenai relasi sosial.

SSCT merupakan tes yang banyak digunakan di dalam bidang ilmu psikologi klinis dan sosial. Peserta
diharuskan mengisi/melanjutkan pernyataan yang tersaji di dalam tes ini. Mengerjakan tes ini seperti
mengerjakan soal ujian sekolah yang bertipe isian. Bedanya, anda hanya perlu mengisi sesuai dengan
kondisi anda saat ini, atau sesuai dengan apa yang anda pikirkan.

SSCT merupakan tes yang mudah untuk diaplikasikan dan dianalisa. Tes kepribadian ini mengungkap
trait atau aspek kepribadian seseorang dilihat dari masalah-masalah yang dimilikinya, seperti masalah
dengan orangtua, keluarga, teman, atasan, bawahan, lawan jenis, dan lain sebagainya. Dari tes
kepribadian ini, dapat diungkap masalah seseorang, dan bagaimana respon seseorang terhadap
lingkungan sosialnya.

5. Rorschah

Tes Rorschach merupakan tes bentuk kepribadian yang juga dikenal dengan teknik bercak tinta.
Terdapat 10 buah kartu dimana masing-masing kartu terdapat gambar abstrak hasil dari lipatan kertas
yang memiliki bercak tinta. Tes ini merupakan tes individual, dan memiliki penilaian yang cenderung
objektif, karena memiliki standar penilaian, dan tidak mengutamakan persepsi subjektif.

Test bentuk Rorschach ini mampu mengungkapkan hampir seluruh aspek atau trait individual yang ada,
mulai dari pemecahan masalah, stress, depresi, luka masa lalu, pola pikir, hingga melihat apakah
seseorang memiliki kecenderungan gejala-gejala gangguan jiwa berat seperti skizofrenia dan sebagainya

6. Alat Tes Psikologi Pauli dan Kraeplin

Pauli dan Kraeplin mrupakan tes psikologi golongan kepribadian, yang masuk ke dalam kategori battery
test. Bettery test merupakan test yang menggunakan waktu, dimana individu harus bisa menyelesaikan
test dalam watu tertentu. Pauli dan Kraeplin adalah salah satu test psikologis yang sudah sangat familiar
di dalam rekrutmen karyawan, yang mampu mengukur kinerja, resistensi terhadap stress, semangat
kerja, dan trait lainnya yang berhubungan dengan kinerja di dalam kantor. Pauli dan Kraeplin merupakan
test menjumlahkan angka, dimana tugas dari peserta adalah menjumlahkan angka sebanyak –
banyaknya dalam jangka waktu tertentu.

7. EPPS / Edward’s Preference Personal Schedule

EPPS merupakan tes psikologi kepribadian lainnya yang umum digunakan. Terdiri dari 220 item, tes ini
melihat kebutuhan-kebutuhan akan diri seseorang, seperti kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan
untuk bersosialisasi, kebutuhan untuk memerintah orang dan lain sebagainya.

Dasar teori dari EPPS ini sama dengan dasar teori yang digunakan pada tes psikologi kepribadian TAT
dan CAT, yaitu teori kepribadian berdasarkan needs (kebutuhan individu). Test ini biasanya diberikan
dalam berbagai situasi, dan mudah untuk dikerjakan, karena peserta menjawab sesuai dengan apa yang
mereka pikirkan atau mereka rasakan.

8. DISC

DISC merupakan alat test yang terdiri dari 24 nomor, dengan masing – masing nomor memiliki 4 pilihan
jawaban. Peserta diminta untuk memilih 2 kecendrungan, yaitu yang paling mendekati dirinya (Most),
dan yang paling tidak mendekati dirinya (Least). DISC digunakan untuk melihat bagaimana kepribadian
individu pada 3 macam kondisi atau keadaan, yaitu true self, atau diri dia sebenarnya, kepribadian yang
ditunjukkan saat berada dalam masalah atau stress, dan kepribadian yang ditunjukkan kepada orang
lain.

Selain 7 macam test kepribadian, masih banyak lagi test kepribadian lainnya yang bisa digunakan, baik
individual maupun kelompok, baik untuk dewasa dan juga anak – anak , seperti :

9. CAT (Child Apperception Test, TAT untuk anak – anak)

Tes berikutnya adalah TAT (untuk dewasa) dan CAT (untuk anak-anak). Tes ini merupakan tes bentuk
kepribadian dimana peserta tes diminta untuk menceritakan gambar yang terlihat pada sebuah kartu.
Tes kepribadian ini hanya bisa dilakukan secara individual, dan mampu melihat trait atau aspek
kepribadian seseorang di dalam keluarga, lingkungan sosial, hubungan dengan orang tua, dan juga
trauma atau luka masa lalu.

10. Papikostik

Tes psikologi Papikostik merupakan tes kepribadian yang juga umum digunakan dalam dunia kerja. Tes
kepribadian Papikostik ini mampu mengungkapkan trait atau kepribadian seseorang dengan mudah dan
juga simple. Apabila anda ingin melihat, kira-kira secara garis besar, seperti apa sih kepribadian
seseorang, maka tes psikologi kepribadian ini sangat cocok digunakan.

Pengaplikasian dari tes kepribadian ini juga cukup mudah, karena peserta hanya perlu mengerjakan tes
dengan cara mengisi pernyataan-pernyataan yang ada sesuai dengan apa yang dirasakan atau
dipikirkan.

11. Dragon test

Dragon Test adalah salah satu jenis tes proyeksi yang diciptakan oleh seorang Psikolog dari Swiss dan
dikembangkan di Belanda. Tes yang dikembangkan oleh J.D Lammerts Van Beuren-Smith, dan
diperuntukkan untuk anak-anak. Tes ini digunakan untuk mengetahui permasalahan emosional yang
dialami oleh seorang anak.

12. Draw a Family

Draw a Family test atau yang lebih dikenal sebagai DAF dikembangkan oleh Hulse dari tahun 1951. Tes
ini digunakan untuk mengetahui kepribadian seseorang dengan menggunakan tes proyeksi menggambar
keluarga, spesifiknya misalnya untuk mengetahui hubungan seseorang dengan lingkungan dan sikap
terhadap keluarga.

13. RMIB

RMIB atau kependekan dari Rothwell Miller Interest Blank. Pada awalnya, test ini dikembangkan oleh
Rothwell pada tahun 1947, lalu kemudian diperbaharui oleh Miller pada tahun 1950. Pada akhirnya,
pembaruan test ini memberikan nama Rothwell Miller Interest Balnk sebagai sebuah test minat bakat
yang sudah terstandarisasi.

14. Test Pauli dan Kraeplin

Tes Pauli dan Kraeplin bisa juga dikatakan sebagai tes bentuk kepribadian, karena dapat
mengungkapkan trait individual, terutama yang berhubungan dengan performa kerja dan stress kerja.
Tes kepribadian ini mampu mengungkapkan apakah seseorang mudah menyerah dalam pekerjaannya,
mudah stress, motivasinya rendah/tinggi, dan lain sebagainya. Sama seperti tes grafis, tes Pauli dan
Kraeplin ini sering digunakan pada penerimaan kerja / tes masuk kerja.

15. Tes MBTI


Tes MBTI ini dibuat dengan menggunakan dasar teori yang dikemukakan oleh Carl Jung, seorang tokoh
penting di dalam ilmu psikologi yang mengemukakan banyak pandangan, seperti salah satunya adalah
pandangan dan juga teori mengenai tipe kepribadian Jung, dan juga 4 tipe fungsi psikologis utama yang
dimiliki manusia dalam menjalani kehidupan.

Teori yang dikemukakan oleh Jung tersebut, beberapa diantaranya banyak kita kenal ke dalam dua
bentuk kepribadian, yaitu ekstrovert dan juga introvert. Nah, tes psikologi MBTI ini merupakan tes
psikologi yang menggabungkan kecenderungan ekstrovert dan juga introvert seseorang dengan 4 fungsi
psikologis manusia menurut Jung.

16. Tes Enneagram

Enneagram merupakan nama sebuah tes untuk mengetahui tipe kepribadian manusia yang dibagi
menjadi 9 jenis. 9 tipe kepribadian manusia tersebut adalah Perfeksionis, Pemberi, Pemeran, Pecinta,
Pengamat, Skeptis Sejati, Pencicip, Pelindung, dan Penengah

Hasil Dari Tes Psikologi Kepribadian

Berbeda tes kepribadian yang diikuti, maka berbeda pula hasil yang akan diperoleh. Karena itu, dalam
melihat hasil tes ini, sama seperti tes intelegensi. Harus dilihat aspek dan trait individual apa saja yang
diukur. Tes psikologi kepribadian mengukur apa yang dirasakan oleh pesertanya pada saat mengikuti
tes. Ada kemungkinan hasil tes psikologi kepribadian mengalami perubahan dalam kurun waktu
tertentu.

Misalnya saja saat mengikuti tes ini, anda sedang merasa stress dan tertekan. Namun, bulan depan,
anda sudah tidak merasa stress dan tertekan, maka kemungkinan anda akan mendapatkan hasil yang
berbeda dari tes kepribadian. Namun, beberapa aspek pengukuran tes ini tidak akan berubah, alias
tetap. Misalnya tes yang mengungkapkan bahwa anda adalah orang yang impulsif dan mudah marah,
maka hasil ini akan cenderung menetap.

Test ini adalah sebuah instrumen tambahan dalam proses pengukuran psikologis. Proses utama dalam
pengukuran psikologis adalah observasi dan wawancara. Jadi, tidak ada gunanya apabila anda
memanipulasi tes ini, karena akan ada proses wawancara dan observasi yang bisa menguatkan
kepribadian yang anda miliki.

Beberapa masalah di dalam tes inventori kepribadian adalah;

1. Definisi kepribadian yang sedemikian banyak, hingga seleksi yang tepat daripada bermacam –
macam definisi kepribadian memerlukan pendasaran yang kuat dalam penggunaan alat tes inventori.

2. Tes inventori kepribadian tak dapat bersifat culture free. Oleh sebab itulah aspek kultural juga
harus dipertimbangkan, dimana padahal nilai – nilai kultur inilah yang selalu berubah. Sedangkan di sisi
lain tes ini diharapkan dapat memberikan profil kepribadian stabil

3. Apabila tes inventori kepribadian ini terlalu sensitive pada perubahan, maka sangat sulit untuk
memperoleh realibilitas yang sangat tinggi.

Secara umum tes inventori kepribadian ini memiliki beberapa kelemahan seperti; aitemnya ambigu dan
juga perintah tak jelas, subjek ingin menunjukkan sebuah kesan – kesan tertentu pada penguji,
kesukaran semantic, dan juga penafsiran yang berbeda atau multitafsir, sikap subjek yang mana tidak
kooperatif atau defensive, fakinggood atau tak jujur, acquiescence; apabila aitem yang telah di buat
tersebut telah mengarah pada lebih dari satu jawaban – jawaban tertentu.

Meskipun begitu namun penggunaan alat ini memang dirasa masih sangat penting dalam melakukan
pengukuran dan melihat kepribadian dari calon karyawan baru.
Fakta dan Ciri-Ciri Tes Kepribadian Proyektif, Tes Yang Dapat Memproyeksikan Kepribadian Anda

Tes Kepribadian Proyektif. Pernahkah anda melakukan tes? Mungkin anda pernah menemukan tes- tes
yang tergolong unik dan juga bisa dibilang aneh, seperti menggambar pohon, menggambar orang,
menceritakan situasi dalam gambar, ataupun menyebutkan gambar-gambar yang muncul pada kartu
tertentu.

Nah, tes tersebut sebenarnya masuk ke dalam tes proyektif loh. Apa itu artinya? Dan bagaimana tes ini
bisa mengungkapkan kepribadian anda? Yuk simak penjelasannya.

Apa itu Tes Kepribadian Proyektif?

Tes kepribadian proyektif merupakan salah satu tes kepribadian, dari berbagai macam jenis tes
psikologis yang sudah baku dan terstandardisasi. Tes ini merupakan tes yang memiliki asumsi utama
dimana cara seseorang dalam melihat dan menginterpretasikan isi dari tes tersebut, akan mampu
mencerminkan aspek-aspek dari kepribadiannya (Anastasi dan Urbina, 2006). Disebut sebagai teknik
proyektif, karena stimulus atau materi dari tes kepribadian ini dikarenakan mampu untuk
memproyeksikan kepribadian seseorang melalui jawaban yang diberikan.

Fakta tentang tes proyektif

Tes ini banyak memainkan fantasi dan daya imajinasi seseorang. Hal ini membuat tes ini cenderung
bebas, dimana peserta biasanya akan diberi kebebasan untuk menjawab dan mengerjakan tes tersebut.
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri dan fakta yang dirangkum dari berbagai tulisan dan sumber :

1. Biasanya memiliki instruksi yang singkat dan mudah. Misalnya saja seperti “ Gambarlah pohon”,
atau “Ceritakan apa yang anda lihat dari kartu ini”.

2. Peserta tes atau testee diberi kebebasan dalam menjawab, sesuai dengan apa yang mereka
inginkan dan mereka pikirkan saat itu. Tidak masalah apabila ketika tes, anda melihat kartu bergambar
Kambing, namun anda menyebutkan bahwa itu adalah binatang ayam. Tidak ada jawaban benar dan
salah.

3. Kebanyakan stimulus dari tes kepribadian proyektif adalah ambigu, seperti kertas kosong,
bercak tinta, gambar abstrak, dan sebagainya

4. Rata – rata tidak dibatasi waktu pengerjaannya. Pada kasus individu yang mengalami hambatan,
bukan tidak mungkin mereka menyelesaikan tes ini dalam waktu yang sangat lama, bahkan harus
dilanjutkan pada sesi berikutnya

5. Membutuhkan keahlian dan pemahaman khusus untuk dapat menginterpretasi dan juga menilai
hasil dari tes yang sudah dilaksanakan

6. Tes yang tidak baku, alias informal. Misalnya saja hanya berupa coretan – coretan di atas kertas,
atau mengimajinasikan suatu hal ke dalam kertas.

7. Terkadang sifatnya subjektif, yang artinya banyak menggunakan pemahaman dan interpretasi
pribadi dari penilainya atau mereka yang melakukan tes.

8. Tidak hanya mengungkapkan kepribadian, tes ini juga mampu mengungkapkan alam bawah
sadar anda, masalah yang anda alami, dan banyak bagian dari diri anda yang mungkin tidak anda sadari.
PSIKODIAGNOSTIKA

4 JANUARI 2021

Kode Etik Psikologi – Hukum dan Penjelasannya

Kode etik psikologi merupakan dasar perlindungan dari nilai – nilai yang diterapkan. Kode etik bertujuan
untuk menjamin kesejahteraan umat manusia dan memberikan perlindungan terhadap layanan
masyarakat terkait praktek layanan psikologi.

Pemikiran tersebut yang kemudian dirumuskan menjadi Kode Etik Psikologi yang dinilai merupakan
kumpulan nilai – nilai untuk dipatuhi dalam semua kegiatan psikologi oleh psikolog atau ilmuwan
psikologi yang berlangsung di Indonesia. Kode etik psikologi ini diumumkan secara resmi oleh HIMPSI
(Himpunan Psikologi Indonesia). Berikut ini merupakan kode etik psikologi berdasarkan HIMPSI.

Pengertian Kode Etik Psikologi

• Kode Etik menuruk Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan norma atau nilai nilai yang
diterima oleh suatu kelompok sebagai landasan dalam bertingkah laku.

• Kode etik psikologi pada hakekatnya mengandung nilai moral yang bersifat umum dan
menyeluruh dan disusun dengan memperhatikan aturan internasional.

Fungsi Kode Etik Psikologi

Kode etik berfungsi sebagai landasan perlindungan dan pengembangan sebuah profesi. Menurut Gibson
kode etik menjadi pedoman pelaksanaan tugas secara profesional bagi masyarakat. Biggs dan Blocker
mengungkapkan fungsi kode etik dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Melindungi suatu profesi (Psikologi).

2. Mencegah perdebatan atau pertentangn internal dalam profesi.

3. Melindungi pelaksana profesi dari kesalahan praktik psikologi.

I. Pedoman Umum

Pasal 1

• Kode Etik psikologi adalah seperangkat nilai nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik –
baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.

• Psikologi merupakan ilmu yang berfokus pada perilaku dan proses mental yang
melatarbelakangi, serta penerapan dalam kehidupan manusia. Ahli, dalam ilmu psikologi dibedakan
menjadi 3 kelompok yaitu profesi atau berkaitan dengan praktek psikologi dan ilmu psikologi termasuk
dalam hal ini ilmu murni atau terapan.

• Psikolog adalah lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar
belakang S1 dan S2. Psikolog memiliki kewenangan memberikan layanan psikologi meliputi konseling,
penelitian, pengajaran, supervisi, layanan masyarakat. Dan juga pengembangan kebijakan, intervensi,
pengembangan instrumen asesmen psikologi, dan lainnya dan diwajibkan memiliki izin praktik psikologi
sesuai ketentuan.

Pasal 2: Prinsip Umum


• Prinsip A : Penghormatan pada harkat martabat Manusia

• Prinsip B : Integritas dan Sikap Ilmiah

• Prinsip C : Profesional

• Prinsip D : Keadilan

• Prinsip E : Manfaat

II. Mengatasi Isu Etika

Pasal 3 : Majelis Psikologi Indonesia

Majelis psikologi adalah penyelenggara organisasi yang memberikan pertimbangan etis, normatif
maupun keorganisasian dalam kaitan dengan profesi psikologi baik sebagai ilmuwan maupun praktik
psikologi kepada anggota maupun organisasi.

Pasal 4 : Penyalahgunaan di Bidang Psikologi

Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan atau ilmuwan Psikologi yang
menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam koode etik psikologi Indonesia. Hal ini
termasuk adalah pelanggaran oleh psikolog terhadap sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan
oleh mereka yang bukan psikolog, atau psikolog yang tidak memiliki ijin praktik, serta layanan psikologi
yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

1. Pelanggaran ringan

Tindakan yang dilakukan oleh seorang psikolog atau ilmuwan psikologi yang tidak dalam kondisi sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu dari berikut
ini: (1) ilmu psikologi; (2) profesi psikologi; (3) pengguna jasa layanan psikologi; (4) individu yang
melakukan pemeriksaan; (5) pihak pihak yang terkait.

2. Pelanggaran Sedang

Tindakan yang dilakukan oleh psikolog atau ilmuwan psikolog karena kelalaiannya dalam melaksanakan
proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan
mengakibatkan kerugian bagi : (1) ilmu psikologi; (2) profesi psikologi; (3) pengguna jasa layanan
psikologi; (4) individu yang melakukan pemeriksaan; (5) pihak pihak yang terkait.

3. Pelanggaran Berat

Tindakan yang sengaja dilakukan oleh psikolog atau ilmuwan psikolog yang secara sengaja memanipulasi
tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian pada : (1) ilmu psikologi; (2) profesi psikologi;
(3) pengguna jasa layanan psikologi; (4) individu yang melakukan pemeriksaan; (5) pihak pihak yang
terkait.

Pasal 5 : Penyelesaian Isu Etika

(1) Apabila tanggung jawab etika psikologi bertentangan dengan peraturan hukum, hukum pemerintah
atau peraturan lainnya, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menunjukkan komitmennya
terhadap kode. Etik akan melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian konflik sesuai dengan yang
diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Kemudian, apabila konflik tidak dapat diselesaikan dengan
cara tersebut, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi diharapkan patuh terhadap tuntutan hukum,
peraturan atau otoritas hukum lainnya yang berlaku.
(2) Apabila tuntutan organisasi dimana Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berafiliasi atau bekerja
bertentangan dengan Kode Etik Psikologi Indonesia, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib
menjelaskan sifat dan jenis konflik, memberitahu komitmennya terhadap kode etik dan jika
memungkinkan menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai cara sebagai bentuk tanggung jawab
dan kepatuhan terhadap kode etik.

(3) Pelanggaran terhadap etika profesi psikologi dapat dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi, perorangan, organisasi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain. Pelaporan
pelanggaran dibuat secara tertulis dan disertai bukti terkait ditujukan kepada Himpunan Psikologi
Indonesia untuk nantinya diserahkan kepada Majelis Psikologi Indonesia. Mekanisme pelaporan secara
detail akan diatur dalam mekanisme tersendiri.

(4) Kerjasama antara Pengurus Himpsi dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan
dalam penyelesaian kasus pelanggaran Kode Etik. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam
pelaksanaan tindakan investigasi, proses penyidikan dan persyaratan yang diperlukan untuk dapat
mencapai hasil yang diharapkan dengan memanfaatkan sistem di dalam organisasi yang ada. Dalam
pelaksanaannya diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan tetap memegang
teguh prinsip kerahasiaan.

(5) Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerjasama dengan
Pengurus Wilayah terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi Wilayah atau Pusat dengan
prosedur sebagai berikut: a. Mengadakan pertemuan guna membahas masalah tersebut b. Meminta
klarifikasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran c. Berdasarkan klarifikasi menentukan jenis
pelanggaran

(6) Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran.
Berdasarkan keterangan anggota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkan,
maka Majelis Psikologi akan mengambil keputusan tentang permasalahan pelanggaran tersebut.

(7) Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran oleh majelis psikologi tidak puas dengan
keputusan yang dibuat majelis, apabila dipandang perlu, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus
Wilayah terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi untuk membahas masalah tersebut, baik kepada
anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingan.

Pasal 6 : Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan

Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis Psikologi tidak menolak siapapun yang mengajukan keluhan
karena terkena pelanggaran etika. Keluhan harus di dasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk
akal.

III. Kompetensi

Pasal 7 : Ruang Lingkup Kompetensi

• Ilmuwan psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar, melakukan penelitian dan/
atau intervensi sosial dalam area sebatas kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau
pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

• Psikolog dapat memberikan layanan sebagaimana yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi serta
secara khusus dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan dengan asesmen dan
intervensi yang ditetapkan setelah memperoleh ijin praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan
pendidikan, pelatihan, pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau pengalaman profesional
sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
• Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasuskasus
khusus, misalnya terkait penanganan HIV/AIDS, kekerasan berbasis gender, orientasi seksual,
ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku, budaya, asli
kebangsaan, agama, bahasa atau kelompok marginal, penting untuk mengupayakan penambahan
pengetahuan dan ketrampilan melalui berbagai cara seperti pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi
atau supervisi terbimbing untuk memastikan kompetensi dalam memberikan pelayanan jasa dan/ atau
praktik psikologi yang dilakukan kecuali dalam situasi darurat sesuai dengan pasal yang membahas
tentang itu.

• Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu menyiapkan langkah-langkah yang dapat


dipertanggungjawabkan dalam area-area yang belum memiliki standar baku penanganan, guna
melindungi pengguna jasa layanan psikologi serta pihak lain yang terkait.

• Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi psikologi sebagaimana tersebut
di atas, Psikolog perlu memahami hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana,
sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran yang dijalankan.

Pasal 8 : Peningkatan Kompetensi

Psikolog dan Ilmuwan Psikologi wajib melaksanakan upaya-upaya yang berkesinambungan guna
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi mereka.

Pasal 9 : Asas Kesediaan

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghormati dan menghargai hak pemakai jasa atau klien untuk
menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/praktik psikologi, mengingat asas sukarela yang
mendasari pemakai jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses pemberian jasa/praktik
psikologi.

Pasal 10 : Interpretasi Hasil Pemeriksaan

Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa psikologi hanya boleh
dilakukan oleh Psikolog berdasarkan kompetensi dan kewenangan.

Pasal 11 : Masalah dan Konflik Personal

(1) Psikolog atau ilmuwan psikologi sadar bahwa masalah dan konflik pribadi mereka akan dapat
mempengaruhi kefefektifan kerja. Kemudian, dalam hal ini, psikolog atau ilmuwan psikologi mampu
membentengi diri dari tindakan yang dapat merugikan pengguna layanan psikologi serta pihak lain yang
terlibat. Dan juga sebagai akibat dari masalah atau konflik pribadi tersebut.

(2) Psikolog atau ilmuwan psikologi berkewajiban untuk waspada terhadap tanda – tanda adanya
masalah atau konflik pribadi. Kemudian, apabila hal ini terjadi, secepat mungkin mencari bantuan
dengan melakukan konsultasi yang efektif agar dapat kembali melakukan pekerjaannya dengan cepat.
Psikologi juga dapat membatasi, menangguhkan, bahkan menghentikan kewajiban dari layanan psikologi
tersebut.

Pasal 12 : Pemberian layanan Psikologi dalam Keadaan Darurat

(1) Keadaan darurat adalah suatu kondisi di mana layanan kesehatan mental dan/atau psikologi secara
mendesak dibutuhkan tetapi tidak tersedia tenaga Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang memiliki
kompetensi untuk memberikan layanan psikologi yang dibutuhkan.

(2) Dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kebutuhan yang ada tetap harus dilayani.
Karenanya Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki kompetensi dalam bidang tersebut
dapat memberikan layanan psikologi untuk memastikan bahwa kebutuhan layanan psikologi tersebut
tidak ditolak.

(3) Selama memberikan layanan psikologi dalam keadan darurat, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
yang belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan perlu segera mencari psikolog yang kompeten untuk
mensupervisi atau melanjutkan pemberian layanan psikologi tersebut.

(4) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang lebih kompeten telah tersedia atau kondisi darurat
telah selesai, maka pemberian layanan psikologi tersebut harus dialihkan kepada yang lebih kompeten
atau dihentikan segera.

IV. Hubungan Antar Manusia

Pasal 13 : Sikap Profesional

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam memberikan layanan psikologi, baik yang bersifat
perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/ institusi, harus sesuai dengan keahlian dan
kewenangannya serta berkewajiban untuk:

• a) Mengutamakan dasar-dasar profesional.

• b) Memberikan layanan kepada semua pihak yang membutuhkannya.

• c) Melindungi pemakai layanan psikologi dari akibat yang merugikan sebagai dampak layanan
psikologi yang diterimanya.

• d) Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai layanan psikologi serta


pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut.

• e) Dalam hal pemakai layanan psikologi menghadapi kemungkinan akan terkena dampak negatif
yang tidak dapat dihindari akibat pemberian layanan psikologi yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi maka pemakai layanan psikologi tersebut harus diberitahu.

Pasal 14 : Pelecehan

(1) Pelecehan Seksual Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam penerapan keilmuannya tidak terlibat
dalam pelecehan seksual. Tercakup dalam pengertian ini adalah permintaan hubungan seks, cumbuan
fisik, perilaku verbal atau non verbal yang bersifat seksual, yang terjadi dalam kaitannya dengan
kegiatan atau peran sebagai Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi. Pelecehan seksual dapat terdiri dari
satu perilaku yang intens/parah, atau perilaku yang berulang, bertahan/sangat meresap, serta
menimbulkan trauma. Perilaku yang dimaksud dalam pengertian ini adalah tindakan atau perbuatan
yang dianggap:

• (a) tidak dikehendaki, tidak sopan, dapat menimbulkan sakit hati atau dapat menimbulkan
suasana tidak nyaman, rasa takut, mengandung permusuhan yang dalam hal ini Psikolog dan/atau
Ilmuwan Psikologi mengetahui atau diberitahu mengenai hal tersebut atau

• (b) bersikap keras atau cenderung menjadi kejam atau menghina terhadap seseorang dalam
konteks tersebut,

• (c) sepatutnya menghindari hal-hal yang secara nalar merugikan atau patut diduga dapat
merugikan pengguna layanan psikologi atau pihak lain.

Pasal 15 : Penghindaran Dampak Buruk

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah-langkah yang masuk akal untuk menghindari
munculnya dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terkait dengan
kerja mereka serta meminimalkan dampak buruk untuk hal-hal yang tak terhindarkan tetapi dapat
diantisipasi sebelumnya. Dalam hal seperti ini, maka pemakai layanan psikologi serta pihak-pihak lain
yang terlibat harus mendapat informasi tentang kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Pasal 16 : Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran

• a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib membuat kesepakatan dengan


lembaga/institusi/organisasi tempat bekerja mengenai halhal yang berhubungan dengan masalah
pengadaan, pemilikan, penggunaan, penguasaan sarana pengukuran. Ketentuan mengenai hal ini diatur
tersendiri.

• b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menjaga agar sarana pengukuran agar tidak
dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang dan yang tidak berkompeten.

Pasal 17 : Konflik Kepentingan

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari melakukan peran profesional apabila kepentingan
pribadi, ilmiah, profesional, hukum, finansial, kepentingan atau hubungan lain diperkirakan akan
merusak objektivitas, kompetensi, atau efektivitas mereka dalam menjalankan fungsi sebagai Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi atau berdampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak
yang terkait dengan pengguna layanan psikologi tersebut.

Pasal 18 : Eksploitasi

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak melakukan hal-hal yang dianggap mengandung unsur
eksploitasi, yaitu:

1. Pemanfaatan atau eksploitasi terhadap pribadi atau pihak-pihak yang sedang mereka supervisi,
evaluasi, atau berada di bawah wewenang mereka, seperti mahasiswa, karyawan, peserta penelitian,
orang yang menjalani pemeriksaan psikologi ataupun mereka yang berada di bawah penyeliaannya.

2. Terlibat dalam hal-hal yang mengarah pada hubungan seksual dengan mahasiswa atau mereka
yang berada di bawah bimbingan di mana Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memiliki wewenang
evaluasi atau otoritas langsung.

3. Pemanfaatan atau eksploitasi atau terlibat dalam hal-hal yang mengarah pada hubungan seksual
dengan pengguna layanan psikologi.

(2) Eksploitasi Data Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak melakukan hal-hal yang dianggap
mengandung unsur pemanfaatan atau eksploitasi data dari mereka yang sedang disupervisi, dievaluasi,
atau berada di bawah wewenang mereka, seperti mahasiswa, karyawan, partisipan penelitian, pengguna
jasa layanan psikologi ataupun mereka yang berada di bawah penyeliaannya dimana data tersebut
digunakan atau dimanipulasi digunakan untuk kepentingan pribadi. Hubungan sebagaimana tercantum
pada (1) dan (2) harus dihindari karena sangat mempengaruhi penilaian masyarakat pada Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi ataupun mengarah pada eksploitasi.

Pasal 19 : Hubungan Profesional

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memiliki dua jenis bentuk hubungan profesional yaitu hubungan
antar profesi yaitu dengan sesama Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi serta hubungan dengan profesi
lain.

(1) Hubungan antar profesi

• a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menghargai, menghormati dan menjaga hak-hak
serta nama baik rekan profesinya, yaitu sejawat akademisi Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi.
• b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi seyogyanya saling memberikan umpan balik konstruktif
untuk peningkatan keahlian profesinya.

• c) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka
mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.

• d) Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang di luar batas kompetensi dan
kewenangan, dan butir a), b), dan c) di atas tidak berhasil dilakukan maka wajib melaporkan kepada
organisasi profesi.

(2) Hubungan dengan Profesi lain

• a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menghargai, menghormati kompetensi dan


kewenangan rekan dari profesi lain.

• b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib mencegah dilakukannya pemberian layanan


psikologi oleh orang atau pihak lain yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan.

Pasal 20 : Informed Consent

Setiap proses dibidang psikologi yang meliputi penelitian/ pendidikan/ pelatihan/ asesmen/ intervensi
yang melibatkan manusia harus disertai dengan informed consent. Informed Consent adalah
persetujuan dari orang yang akan menjalani proses dibidang psikologi yang meliputi penelitian
pendidikan/pelatihan/asesmen dan intervensi psikologi. Persetujuan dinyatakan dalam bentuk tertulis
dan ditandatangani oleh orang yang menjalani pemeriksaan/yang menjadi subyek penelitian dan saksi.
Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam informed consent adalah:

1. Kesediaan untuk mengikuti proses tanpa paksaan.

2. Perkiraan waktu yang dibutuhkan.

3. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan.

4. Keuntungan dan/atau risiko yang dialami selama proses tersebut.

5. Jaminan kerahasiaan selama proses tersebut.

6. Orang yang bertanggung jawab jika terjadi efek samping yang merugikan selama proses
tersebut.

Pasal 22 : Pengalihan dan Penghentian Layanan Psikologi

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari pentingnya perencanaan kegiatan dan menyiapkan
langkah-langkah yang perlu dilakukan bila terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan pelayanan psikologi
mengalami penghentian, terpaksa dihentikan atau dialihkan kepada pihak lain. Sebelum layanan
psikologi dialihkan atau dihentikan pelayanan tersebut dengan alasan apapun, hendaknya dibahas
bersama antara Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dengan penerima layanan psikologi kecuali
kondisinya tidak memungkinkan.

(1) Pengalihan layanan: Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat mengalihkan layanan psikologi
kepada sejawat lain (rujukan) karena:

• a) Ketidakmampuan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, misalnya sakit atau meninggal.

• b) Salah satu dari mereka pindah ke kota lain.

• c) Keterbatasan pengetahuan atau kompetensi dari Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi.


• d) Keterbatasan pemberian imbalan dari penerima jasa layanan psikologi.

(2) Penghentian layanan: Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menghentikan layanan psikologi
apabila:

• a) Pengguna layanan psikologi sudah tidak memerlukan jasa layanan psikologi yang telah
dilakukan.

• b) Ketergantungan dari pengguna layanan psikologi maupun orang yang menjalani pemeriksaan
terhadap Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang bersangkutan sehingga timbul perasaan tak nyaman
atau tidak sehat pada salah satu atau kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai