Anda di halaman 1dari 14

PSIKODIAGNOSTIK DAN INDIKASI ADANYA GANGGUAN KEJIWAAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


Psikiterapi Pendekatan Islam

Dosen Pengampu :
H. Yahya AD, M. Pd.

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Asep Supriadi (1911080271)


Miftahussalam (1911080337)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya yang merupakan salah satu tugas mata kuliah Psikoterapi
Pendekatan Islami. Ucapan terima kasih kepada Dr. H. Yahya AD., M.Pd selaku Dosen yang
telah memberikan tugas kepada penulis sehingga secara tidak langsung menambah wawasan
penulis. Tidak lupa semua pihak terkait yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian makalah
ini.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun agar lebih
meningkatkan lagi pemahaman bagi penulis maupun pembaca, baik terkait isi maupun
sistematika dan cara penulisannya.

B andari ampung, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
A. Psikodiagnostik
1. Pengertian Psikodiagnostik
2. Identifikasi Psikodiagnostik
B. Gangguan Kejiwaan
1. Pengertian Gangguan Jiwa
2. Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
3. Macam-macam Gangguan Jiwa

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikodiagnostik merupakan suatu cara untuk menegakkan diagnosa (dalam rangka
pemeriksaan) yang akhirnya menjadi suatu diagnosa kepribadian. Dalam sejumlah
literatur bahasa Inggris, istilah psikodiagnostik diidentikan dengan personality
assessment. Psikodiagnostik dikemukakan pertama kali oleh Hermann Roschach pada
tahun 1921, sebagai metode yang dikembangkan dalam bidang klinis (psikiatris) sehingga
psikodiagnostik pada saat ini diartikan sebagai suatu metode untuk menilai adanaya
kelainan-kelainan psikis pada seorang pasien mental (Soemantri, 2007).

Sejalan dengan perkembangan psikologi dan aplikasi yang semakin luas, diagnosa ini
dirasakan pula manfaatnya dalam bidang lain di luar bidang klinis, misalnya di bidang
pekerjaan dan pendidikan. Dengan demikian, pengertian yang tercakup di dalamnya pun
semakin luas. Tidak hanya semata menilai adanya kelainan psikis (diagnosa psikologis),
tetapi membuat gambaran mengenai kepribadian seseorang.

Gangguan mental atau jiwa merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi pola pikir,
emosi dan perilaku para penderitanya. Terdapat sejumlah faktor yang dapat menjadi
pemicu teijadinya gangguan mental pada seseorang. Mulai dari stres karena menderita
penyakit tertentu, stres akibat ditinggal meninggal dunia orang yang disayang, stres
karena kehilangan pekerjaan hingga terisolasi dalam kurun waktu lama.

Selain itu, peristiwa lainnya yang meninggalkan dampak besar bagi seseorang juga bisa
menjadi pemicu penderita gangguan mental. Meski begitu, penyakit gangguan mental
juga ada obatnya. Sama hal nya seperti penyakit fisik lainnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Psikodiagnostik?
2. Apa yang dimaksud dengan gangguan kejuwaan?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari Psikodiagnostik.
2. Untuk mengetahui apa pengertian dari gangguan kejiwaan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PSIKODIAGNOSTIK
1. Pengertian Psikodiagnostik
Psikodiagnostik adalah suatu metode yang dipakai untuk dapat menemukan
kelainan-kelainan psikis para penderita agar dapat diberikan pertolongan yang
lebih tepat. Psikometrik adalah bidang ilmu yang mempelajari pengukuran fungsi-
fungsi dan kapasitas psikologi individu. Psikotest adalah prosedur untuk mengukur
fungsi-fungsi dan kapasitas psikologi individu.

Psikodiagnostik merupakan suatu cara untuk menegakkan diagnosa (dalam rangka


pemeriksaan) yang akhirnya menjadi suatu diagnosa kepribadian. Dalam sejumlah
literatur bahasa Inggris, istilah psikodiagnostik diidentikan dengan personality
assessment. Psikodiagnostik dikemukakan pertama kali oleh Hermann Roschach
pada tahun 1921, sebagai metode yang dikembangkan dalam bidang klinis
(psikiatris) sehingga psikodiagnostik pada saat ini diartikan sebagai suatu metode
untuk menilai adanaya kelainan-kelainan psikis pada seorang pasien mental
(Soemantri, 2007).

Sejalan dengan perkembangan psikologi dan aplikasi yang semakin luas, diagnosa
ini dirasakan pula manfaatnya dalam bidang lain di luar bidang klinis, misalnya di
bidang pekeijaan dan pendidikan. Dengan demikian, pengertian yang tercakup di
dalamnya pun semakin luas. Tidak hanya semata menilai adanya kelainan psikis
(diagnosa psikologis), tetapi membuat gambaran mengenai kepribadian seseorang.

Gambaran mengenai kepribadian individu perlu dilakukan mengingat optimalisasi


potensi individu dapat dilakukan secara lebih efektif dengan mengetahui berbagai
kelebihan dan kelemahan yang dimiliki individu. Psikodiagnostik diharapkan dapat
mempermudah gambaran mengenai kelebihan dan kelemahan individu, dalam
berbagai aspek baik kognitif, fisik, emosi, kecenderungan, kepribadian, bakat,
minat, dan berbagai aspek yang lain. Dalam dunia pendidikan gambaran potensi
individu sangat diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Penggunaan psikodiagnostik dapat diterapkan dalam beberapa setting, yaitu:


a. Clinical setting, misalnya di rumah sakit, pusat kesehatan mental atau
klinik-klinik konsultasipsikologis. Fokus penggunaannya adalah pada
usaha mendeteksi gangguan psikis yang dialamiindividu (klien), serta
mengukur kemampuan atau potensi individu sehingga dapat ditetapkan
pola terapi atau treatment yang efektif dan efisien bagi individu tersebut.
b. Legal setting, misalnya di pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan
tempat rehabilitasi lainnya yang berkaitan dengan masalah criminal dan
kejahatan, seperti pusat rehabilitasi penderita narkoba dan rehabilitasi anak-
anak.
c. Educational and vocational guidance, misalnya disekolah, universitas, atau
pusat pelatihan, pusat bimbingan karir. Fokus pemeriksaannya lebih
ditujukan pada advise di bidang pengembangan studi dan keija, misalnya
dalam penentuan jurusan pendidikan.
d. Educational and vocational setting, misalnya untuk proses rekruitmen di
perusahaan atau organisasiatau bidang pekerjaan lainnya.
e. Research setting, yakni untuk kepentingan pengembangan ilmu dan
pengembangan teknik serta metode psikodiagnostik. Biasanya dilakukan
dalam lingkup akademik atau perguruan tinggi dan pusat-pusat penelitian
dan pengembangan.1

2. Identifikasi Psikodiagnostik
Metode asesmen atau teknik psikodiagnostik adalah cara bagaimana
mengumpulkan atau mendapatkan informasi yang akurat dan lengkap sehingga
dari informasi yang diperoleh dapat dibuat kesimpulan yang tepat dalam
menegakkan diagnosis. Metode asesmen (diagnostik) meliputi teknik non tes yaitu
wawancara, pengamatan, kunjungan rumah (home visit), maupun teknik tes berupa
tes terstruktur dan tes tak terstruktur. Berbagai metode tersebut dapat digunakan
secara satu persatu maupun kombinasi
a. Wawancara
Metode wawancara dapat digunakan sebagai metode mandiri maupun
sebagaipelengkap metode pengukuran yang lain. Metode wawancara dapat
digunakan secara mandiri ketika alat ukur lain tidak dapat digunakan,
misalnya pada situasi dimana responden buta huruf, terlalu muda, atau
berkaitan dengan topik yang diukur bersifat pribadi, individual, dan
rahasia. Wawancara mandiri disebut pula sebagai metode primer jika
wawancara digunakan sebagai satu-satunya alat pengumpul data yang
digunakan. Disebut sebagai pelengkap jika digunakan untuk menambah
informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara pengumpulan data yang
lain. Dapat pula menjadi metode kriterium jika digunakan untuk menguji
kebenaran dan kemantapan data yang telah diperoleh dengan cara lain.
Goldenberg (dalam Bagaskorowati, 2007) mengemukakan empat tujuan
umum melakukan wawancara, yaitu:
1) Memperoleh informasi tentang diriindividu atau anak mengenai
topik yang ditanyakan.
2) Memberikan informasi sepanjang dianggap perlu dan sesuai dengan
tujuan wawancara.
3) Memeriksa kondisi psikologis atau memberikan diagnosa.
4) Mempengaruhi, mengubah, memodifikasi perilaku individu/anak.

b. Pengamatan atau Observasi


Pengamatan atau observasi merupakan pengumpulan informasi melalui
pengamatan yang sistematik dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
yang tidak dapat diperoleh melalui teknik wawancara dan alat tes lain.
Weick (dalam Prawitasari, 2002) menyatakan bahwa observasi
membutuhkan proses penyeleksian, provokasi, pencatatan, dan pengartian
(interpretasi) perilaku. Penyeleksian terkait dengan pemilihan perilaku,
kelompok individu, peristiwa, dan periode waktu yang akan menjadi focus

1 Riana Mashar, Psikodianostik Permasalahan Anak Usia Dini, Jurnal Penelitian dan Artikel Pendidikan,
perhatian observer. Provokasi merupakan keputusan yang perlu dilakukan
observer untuk menimbulkan perilaku tertentu atau menanti sampai
perilaku muncul dengan sendirinya. Pencatatan terkait dengan cara yang
akan digunakan untuk mencatat hasil pengamatan, melalui ingatan
pengamat, pencatatan audio, video, system pemantauan fisiologis,
pencatatan waktu, atau cara lain. Pengartian merupakan tahap penting yang
harus dilakukan dalam proses observasiguna lebih memberi makna/arti
terhadap perilaku yang diamati.

Irwing dan Rushell (1980), pengamatan dilakukan terhadap isi pengamatan,


yang dapat berupa perilaku, proses mental, maupun situasi. Perilaku
mencakup aktivitas yang dapat diukur, meliputi perilaku verbal maupun
perilaku non verbal. Perilaku verbal dapat diamati dari percakapan, salah
ucap, dan stutering (gagap). Perilaku non verbal dapat diamati dari tanda-
tanda fisik yang nampak (cara berpakaian, cara berjalan, dll); gerakan
tubuh (gesture) seperti cara duduk, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh; serta
lokasi fisik yang mencakup perubahan-perubahan selama proses observasi.

Proses mental sebagai salah satu isi observasi merupakan kondisi psikis
yang mendasari perilaku. Proses ini tidak dapat diobservasi secara langsung
tapi dapat diamati melalui perilaku yang nampak, sebagai hasil interpretasi
atau kesimpulan dari observasi. Misalnya marah, gembira, rapi, dan kondisi
mental lain.

Isi pengamatan terhadap situasi meliputi situasi fisik di lingkungan


observasi maupun interaksi antara observasi dengan lingkungan.

Interaksi antara observee dengan lingkungan biasanya melibatkan


interaksi sosial dan konteks budaya dimana observee berada.

c. Kunjungan Rumah (Visit Home)


Kunjungan rumah dimaksudkan untuk memahami kehidupan alamiah
individu dirumah dan keadaan serta pola kehidupan keluarga yang
bersangkutan. Kunjungan rumah sesungguhnya menerapkan prinsip
observasi alami ah atau naturalistik. Terdapat enam keuntungan
kunjungan rumah, yaitu fungsi keseluruhan keluarga terlihat
sebagaimana adanya, setiap anggota keluarga lebih berpeluang untuk
melaksanakan peran seahri-hari, terdapat lebih sedikit kemungkinan
untuk tidak hadirnya anggota keluarga dalam sessi yang diharapkan,
terdapat peluang untuk melihat seluruh anggota keluarga dalam
permasalahan bukan hanya pada seorang anggota keluarga saja, lebih
menurunkan tingkat kecemasan dalam lingkungan keluarga, dan
hubungan yang terjalin dengan pengumpul data lebih alamiah (tidak
formal).
d. Tes Terstruktur
Tes terstruktur adalah alat pemeriksaan psikologis yang telah memiliki
pilihan jawaban yang pasti. Tes terstruktur membutuhkan standarisasi
yang tinggi dan norma yang representative. Tes terstruktur dapat
dibedakan berdasar tingkat usia, bidang pekerjaan, bentuk bahan (alat)
dan jenisnya, serta aspek yang diukur.
1) Berdasar tingkat usia dapat dibedakan:
a) Tes untuk anak-anak
b) Tes untuk orang dewasa
2) Berdasar bidang tugas (pekeijaan) dibedakan:
a) Tes untuk bidang pendidikan
b) Bidang perusahaan
c) Militer
3) Berdasar bentuk bahan (alat) dapat dibedakan:
a) Bahan cetakan
b) Tulis menulis
c) Alat permainan
d) Peralatan yang kompleks
4) Berdasar aspek yang diukur:
a) Tes kecerdasan (tes intelegensi, tes kemampuan umum)
b) Tes bakat
c) Tes kepribadian
d) Tes minat
5) Berdasar jumlah peserta tes dapat dibedakan:
a) Tes individual
b) Tes kelompok
e. Tes Tak Terstruktur
Tes tak terstruktur merupakan bentuk tes yang memberikan keleluasaan
bagi tester untuk mengajukan pertanyaan, dan keleluasaan bagi testee
untuk menjawab. Contoh tes ini adalah tes-tes yang bersifat proyektif
seperti TAT (Thematic Apperception Test) dan tes Rorschah.2

B. GANGGUAN KEJIWAAN
1. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan mental atau jiwa acap kali diabaikan oleh masyarakat luas. Di
Indonesia, penderita gangguan mental kerap diidentikkan dengan disebut sakit
jiwa atau orang gila. Tak sedikit dari mereka yang juga mendapat perlakuan
tidak menyenangkan dari masyarakat pada umumnya. Bahkan, parahnya ada
yang sampai memasung orang dengan gangguan mental karena dianggap orang
gila.

Padahal para penderita bisa dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan


pengobatan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu semakin banyak orang

2 A. Kumara, Materi Kuliah Asesmen Masalah Sekolah, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, tahun
2002.
yang menganggap dirinya menderita mental illness atau gangguan jiwa.
Menariknya, banyak dari mereka yang mendapat diagnosa bukan dari dokter
atau ahli. Melainkan dengan mendiagnosa dirinya sendiri.

Gangguan mental atau jiwa merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi


pola pikir, emosi dan perilaku para penderitanya. Terdapat sejumlah faktor
yang dapat menjadi pemicu teijadinya gangguan mental pada seseorang. Mulai
dari stres karena menderita penyakit tertentu, stres akibat ditinggal meninggal
dunia orang yang disayang, stres karena kehilangan pekerjaan hingga terisolasi
dalam kurun waktu lama.

Selain itu, peristiwa lainnya yang meninggalkan dampak besar bagi seseorang
juga bisa menjadi pemicu penderita gangguan mental. Meski begitu, penyakit
gangguan mental juga ada obatnya. Sama hal nya seperti penyakit fisik lainnya.

2. Faktor Penyebab Gangguan Jiwa


Luh Ketut Suryani mengungkapkan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi ka rena
tiga faktor yang bekerja sama yaitu:
a. Faktor Biologi
Untuk membuktikan bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit
seperti kriteria penyakit dalam ilmu ke dokteran, para psikiater
mengadakan banyak penelitian dianta ranya mengenai kelainan-
kelainan neurotransmiter biokimia, anatomi otak, dan faktor genetik
yang ada hubungannya dengan gangguan jiwa.
b. Faktor Psikologi
Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan
mental sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan konstitu si
orang itu. Hal ini sangat tergantung pada bantuan teman, dan tetangga
selama periode stres. Struktur sosial, perubahan sosial dan tingkat sosial
yang dicapai sangat bermakna dalam pengalaman hidup seseorang.
Kepribadian merupakan bentuk ke tahanan relatif dari situasi
interpersonal yang berulang-ulang yang khas untuk kehidupan manusia.
Perilaku yang sekarang bukan merupakan ulangan impulsif dari riwayat
waktu kecil, tetapi merupakan retensi pengumpulan dan pengambilan
kembali. Setiap penderita yang mengalami gangguan jiwa fungsional
memperlihatkan kegagalan yang mencolok dalam satu atau beberapa
fase perkembangan akibat tidak kuatnya hubungan personal dengan
keluarga, lingkungan sekolah atau dengan masyarakat sekitarnya.
Gejala yang diperlihatkan oleh seseorang merupakan perwujudan dari
pengalaman yang lampau yaitu pengalaman masa bayi sampai dewasa.

c. Faktor Sosio-budaya
Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai perbedaan
terutama mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu psikosis dalam
suatu sosio-budaya tertentu berbeda dengan budaya lainnya. Menurut
Zubin (1969), Adanya perbedaan satu budaya dengan budaya yang
lainnya, merupakan salah satu faktor terjadinya perbedaan distribusi
dan tipe gangguan jiwa.

Begitu pula Maretzki dan Nelson (1969), mengatakan bahwa inkulturasi


dapat menyebabkan pola kepribadian berubah dan terlihat pada
psikopatologinya. Pendapat ini didukung pernyataan Favazza (1980)
yang menyatakan perubahan budaya yang cepat seperti identifikasi,
kompetisi, inkulturasi dan penyesuaian dapat menimbulkan gangguan
jiwa.

Selain itu, status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap terjadinya


gangguan jiwa Goodm an (1983) yang meneliti status ekonomi
menyatakan bahwa penderita yang dengan status ekonomi rendah erat
hubungannya dengan prevalensi gangguan afektif dan alkoholisma.

3. Macam-macam Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih banyak
mendapatkan pandangan negatif dari masyarakat.

Tak sedikit orang yang beranggapan bahwa gangguan jiwa hanya terjadi akibat
gangguan halusinasi atau masalah perilaku. Bahkan, masih banyak orang yang
beranggapan bahwa penderita gangguan jiwa perlu dikurung atau dipasung.

Padahal, gangguan jiwa ada berbagai macam dan masing-masing jenis


gangguan jiwa memiliki tanda dan gejala yang berbeda. Berikut ini adalah
macam-macam gangguan jiwa yang cukup sering teijadi:

a. Gangguan kecemasan
Gangguan kecemasan terdiri dari gangguan kecemasan umum,
gangguan kecemasan sosial, fobia, dan panik. Gangguan kecemasan
merupakan gangguan kejiwaan yang membuat penderitanya merasa
cemas dan gelisah, serta sulit mengendalikan perasaan tersebut.

Ketika mengalami gangguan kecemasan, seseorang bisa merasakan


gejala berupa banyak berkeringat, detak jantung yang cepat atau dada
berdebar, merasa pusing, susah berkonsentrasi, sulit tidur, serta merasa
cemas dan khawatir hingga sulit menjalani aktivitas sehari-hari.

b. Gangguan kepribadian
Seseorang dengan gangguan kepribadian cenderung memiliki pola
pikir, perasaan, atau perilaku yang berbeda dari kebanyakan orang pada
umumnya. Jenis gangguan kepribadian terbagi menjadi beberapa
golongan, yaitu:
Tipe eksentrik, seperti gangguan kepribadian paranoid, skizoid,
skizotipal, dan antisosial Tipe dramatis atau emosional, seperti
gangguan kepribadian narsistik, histrionik, dan ambang (borderline)
Tipe cemas dan takut, seperti gangguan kepribadian obsesif kompulsif,
menghindar (avoidant), dan ketergantungan (dependen)

c. Gangguan psikotik
Gangguan psikotik merupakan gangguan jiwa parah yang menyebabkan
munculnya pemikiran dan persepsi yang tidak normal, misalnya
penyakit skizofrenia.

Orang yang mengalami gangguan psikotik akan mengalami halusinasi,


mempercayai hal-hal yang sebenarnya tidak terjadi, dan bahkan
mendengar, melihat, atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak
nyata.

d. Gangguan suasana hati

Perubahan mood yang terjadi sewaktu-waktu adalah hal yang normal


terjadi, apalagi jika memang ada faktor pencetusnya, misalnya stres,
kelelahan, atau tekanan batin.

Namun, orang yang menderita gangguan suasana hati bisa mengalami


perubahan mood atau suasana hati yang ekstrem dan dalam waktu
cepat. Misalnya, dari mood yang stabil, tiba-tiba sedih, lalu sangat
bahagia dan bersemangat dalam waktu yang cepat.

Jenis gangguan jiwa yang membuat suasana hati cepat berubah meliputi
depresi, gangguan bipolar, dan gangguan siklotimik.

e. Gangguan makan
Gangguan makan adalah gangguan jiwa serius yang membuat perilaku
makan seseorang terganggu. Kondisi ini sering kali dapat membuat
penderitanya mengalami masalah gizi, misalnya kurang gizi atau justru
obesitas.

Contoh dari gangguan makan adalah anoreksia nervosa dan bulimia


nervosa, serta binge-eating disorder atau gangguan makan berlebihan.

f. Gangguan pengendalian impuls dan kecanduan


Orang dengan gangguan pengendalian impuls tidak dapat menahan
dorongan untuk melakukan tindakan yang dapat membahayakan dirinya
sendiri atau orang lain, misalnya beijudi, mencuri (kleptomania), dan
menyulut api (piromania).
Sedangkan gangguan perilaku adiksi atau kecanduan biasanya
disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang atau
narkoba. Tak hanya itu, seseorang juga bisa kecanduan aktivitas
tertentu, seperti seks, masturbasi, atau berbelanja.

g. Gangguan obsesif kompulsif (OCD)


Gangguan jiwa yang satu ini ditandai dengan adanya pikiran dan obsesi
yang tidak terkendali terhadap sesuatu, sehingga mendorong
penderitanya untuk melakukan suatu aktivitas secara berulang-ulang.

Orang yang menderita OCD bisa terobsesi dengan angka tertentu,


misalnya angka 3. Hal ini akan membuatnya merasa perlu melakukan
aktivitas tertentu, seperti mencuci tangan atau mengetuk pintu sebanyak
3 kali. Jika hal tersebut tidak dilakukan, penderita OCD akan merasa
risih dan khawatir secara berlebihan.

h. Gangguan stres pascatrauma (PTSD)

PTSD dapat berkembang setelah seseorang mengalami kejadian


traumatis atau mengerikan, seperti pelecehan seksual atau fisik,
kematian orang terdekat, atau bencana alam.

Orang yang menderita PTSD biasanya akan sulit melupakan pikiran


atau peristiwa yang tidak menyenangkan tersebut.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Psikodiagnostik adalah suatu metode yang dipakai untuk dapat menemukan kelainan-
kelainan psikis para penderita agar dapat diberikan pertolongan yang lebih tepat.
Psikometrik adalah bidang ilmu yang mempelajari pengukuran fungsi-fungsi dan
kapasitas psikologi individu. Psikotest adalah prosedur untuk mengukur fungsi-fungsi
dan kapasitas psikologi individu.

Psikodiagnostik merupakan suatu cara untuk menegakkan diagnosa (dalam rangka


pemeriksaan) yang akhirnya menjadi suatu diagnosa kepribadian. Dalam sejumlah
literatur bahasa Inggris, istilah psikodiagnostik diidentikan dengan personality
assessment. Psikodiagnostik dikemukakan pertama kali oleh Hermann Roschach pada
tahun 1921, sebagai metode yang dikembangkan dalam bidang klinis (psikiatris)
sehingga psikodiagnostik pada saat ini diartikan sebagai suatu metode untuk menilai
adanaya kelainan-kelainan psikis pada seorang pasien mental (Soemantri, 2007).

Luh Ketut Suryani mengungkapkan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi ka rena tiga
faktor yang bekerja sama yaitu:
1. Faktor Biologi
2. Faktor Psikologi
3. Faktor Sosio-budaya
DAFTAR PUSTAKA

Kumara, A. 2002. Materi Kuliah Asesmen Masalah Sekolah. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta.

Mashar, Riana. Psikodianostik Permasalahan Anak Usia Dini. Jurnal Penelitian dan Artikel Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai