Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PSIKODIAGNOSTIK

TEORI DAN APLIKASI TES INVENTORI

DOSEN PENGAMPU:
RIBLITA DAMAYANTI, S.Psi, M.Psi Psikolog

DISUSUN OLEH:
1. FEBY ZELIKA ALFAINI HIDAYAT 46122010034
2. FHADHILAH SHAFA ARISTA 46122010163
3. MUHAMMAD ALDI PRATAMA.P. 46121010186
4. SUTRA DEWANGGA 46122010014
5. WIDYA AYU PUSPITA NINGRUM 46122010041

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2023
A. SEJARAH TES INVENTORI
Sejarah tes inventori dimulai pada tahun 1880-an oleh Sir Francis Galton yang
pertama kali mendirikan laboratorium untuk mengukur perbedaan antar individu,
salah satu hasil terbesar penelitiannya adalah munculnya teknik kuesioner sebagai
standar prosedur dalam penelitian kepribadian. Setelah itu Stanley Hall memperluas
pendekatan ini dengan menggunakan data dari sampel orang dewasa untuk
menggambarkan tren perkembangan kepribadian remaja (Kurniawan & Yusuf, 2014).
Tes inventori pertama yang diterapkan untuk menilai kepribadian individu adalah
lembar data pribadi Woodworth untuk mendukung Perang Dunia I. Seiring
berjalannya waktu, elemen-elemen Woodworth menjadi lebih maju dan kontennya
mulai berubah sesuai dengan tujuan penggunaannya, mulai dari pengukuran pribadi
maupun kebutuhan organisasi tertentu seperti untuk mengukur pemahaman diri
sendiri atau untuk memudahkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh konselor,
pendidik, atau industri. Terdapat juga inventori yang dimaksudkan untuk membantu
dokter melakukan analisis patologis kasus-kasus klinis (Cronbach, 1990 dalam
Kurniawan & Yusuf, 2014).

B. PENGERTIAN TES INVENTORI


Secara general tes inventori adalah tes yang umumnya menggunakan tes kertas
dan pensil. Tes inventori Merupakan self-report questionnaire yaitu untuk
menentukan karakteristik-karakteristik, kepribadian, minat (Interest), sikap-sikap
(attitude), dan nilai-nilai (value) (Amalia et al, 2022). Disamping itu Chaplin, J.D
(2006) dalam Fauziah et al (2023) berpendapat bahwa tes inventori adalah suatu alat
yang dipergunakan untuk menilai dan menaksir ada tidaknya perilaku, minat, sikap
tertentu dan sebagainya, biasanya berupa daftar pertanyaan yang harus dijawab.
Senada dengan itu menurut (Sukardi, dalam Kurniati et al., 2021) pada tes inventori
posisi responden diwakili oleh item-item kuesioner atau pernyataan yang
mendeskripsikan bentuk perilaku individu. Berdasarkan paparan tersebut dapat
disimpulkan bahwa tes inventori adalah tes yang digunakan untuk mengukur ciri-ciri
kepribadian dan karakteristik tertentu yang dimiliki individu dalam berbagai aspek
kepribadian.
C. MASALAH TES INVENTORI KEPRIBADIAN
Dalam tes inventori terdapat serangkaian pertanyaan atau pertanyaan yang
dirancang untuk memperoleh tanggapan selektif dari orang yang diuji. Respons ini
kemudian dianalisis dan diubah menjadi ukuran yang mengarah pada skala untuk
mengukur berbagai aspek kepribadian. Respon individu terhadap setiap pernyataan
diinterpretasikan dan digunakan untuk menciptakan nilai atau skor pada dimensi
kepribadian yang berbeda. Oleh karena itu, tes inventarisasi kepribadian membantu
kita memahami karakteristik pribadi dengan cara yang lebih sistematis dan objektif.
Berikut adalah masalah dalam tes inventori kepribadian:
1. Pemilihan definisi kepribadian
Kepribadian adalah konsep yang kompleks dan multidimensi, dan pemilihan
definisi yang tepat sangat bergantung pada tujuan dan konteks penggunaan tes
inventarisasi kepribadian. Memilih definisi yang tepat sangat penting untuk
merancang eksperimen inventaris yang relevan (Jhon, 1999).
2. Pengaruh aspek kultural
Tes inventori kepribadian tidak bersifat cultural-fee. Nilai-nilai budaya, norma
sosial, dan bahasa mempengaruhi cara individu merespons soal tes. Oleh
karena itu, aspek budaya harus selalu diperhatikan ketika mengembangkan dan
menafsirkan tes inventarisasi kepribadian (Hill et al, 2013).
3. Stabilitas dan reliabilitas tes
Tes inventori kepribadian yang terlalu sensitif terhadap perubahan mungkin
mengalami kesulitan mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi, sehingga hal Ini
adalah masalah yang perlu dipertimbangkan ketika mengembangkan tes
(Tackett et al, 2012).
D. KELEMAHAN TES INVENTORI KEPRIBADIAN
Tes inventori kepribadian adalah alat yang biasa digunakan dalam psikologi
untuk mengukur karakteristik individu. Tes inventori memberikan wawasan tentang
bagaimana individu bereaksi terhadap situasi dan berinteraksi dengan individu
lainnya. Namun, seperti alat diagnostik lainnya, tes inventarisasi kepribadian
bukannya tanpa kelemahan. Berikut adalah kelemahannya:
1. Item yang tidak jelas dan instruksi yang tidak jelas
Item atau pertanyaan dalam tes inventori kepribadian harus dirancang dengan
jelas sehingga individu dapat memahami maknanya dan memberikan jawaban
yang tepat. Ambiguitas item atau perintah dapat menyebabkan respons yang
tidak konsisten atau tidak akurat (Schroder et al, 2021).
2. Subjek Ingin Menunjukkan Kesimpulan Tertentu kepada Penguji
Individu yang menjalani tes inventori kepribadian memiliki kecenderungan
untuk menunjukkan kesan tertentu kepada penguji. Hal ini dapat menimbulkan
jawaban yang tidak jujur atau tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh
penguji. Sebagai contoh, seseorang mungkin mencoba untuk terlihat lebih baik
atau berani daripada kepribadian yang sebenarnya (Backstrom & Bjorklund,
2013).
3. Kesukaran semantik atau penafsiran yang berbeda
Kesukaran semantik dan perbedaan interpretasi terkait dengan cara individu
mengartikan kata dan frasa dalam soal-soal tes inventori. Hal ini dapat timbul
dalam berbagai konteks, terutama ketika individu memiliki latar belakang
budaya atau bahasa yang berbeda. Adanya perbedaan budaya, nilai, dan
bahasa dapat mengakibatkan interpretasi yang berbeda terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya netral (Yusrizal, 2016).
4. Subjek kooperatif atau defensive
Kooperatif mengacu pada individu yang bertindak secara kooperatif dan
menahan diri untuk tidak memberikan saran yang berbahaya. Mereka tidak
memiliki agenda yang jelas dan tidak menanggapi pendapat mereka sendiri,
sehingga mereka dapat mempertahankan pandangan mereka sendiri. Defensif,
di sisi lain, adalah individu yang bertindak defensif atau tanpa penilaian.
Mereka mungkin memiliki insentif khusus untuk mempertahankan pandangan
mereka sendiri atau tidak memberikan pendapat mereka sendiri. Subjek
defensif dapat memvalidasi keyakinan mereka sendiri, karena tindakan mereka
mungkin tidak bertentangan dengan keyakinan mereka sendiri (Kim et al,
2019).
5. Faking atau tidak jujur
Berpura-pura adalah ketika individu dengan sengaja memberikan jawaban
yang tidak mencerminkan kepribadian aslinya. Hal ini dapat terjadi dalam
konteks pemilihan pekerjaan atau dalam situasi dimana seseorang berusaha
untuk mencapai nilai ujian tertentu. Perusakan dapat menyebabkan hasil yang
tidak akurat dan kurang bermakna (Egele et al, 2021).
6. Acquiescence

Efek acquiescence atau efek penerimaan mengacu pada kecenderungan


sebagian orang untuk menjawab “ya” atau menyetujui pertanyaan tanpa
memikirkannya dengan matang. Hal ini dapat menyebabkan profil kepribadian
yang terlalu positif atau menyenangkan, yang mungkin tidak mencerminkan
kenyataan (Danner et al, 2015).

E. MACAM-MACAM TES INVENTORI


Terdapat beberapa jenis tes inventori yang digunakan dalam psikologi, antara
lain tes inventori kepribadian yang mengukur karakteristik pribadi, tes inventori minat
yang mengungkap preferensi karier, dan tes inventori kepribadian yang mengukur
statistik Nilai untuk mengidentifikasi nilai-nilai pribadi. Masing-masing jenis tes ini
memiliki tujuan unik dan membantu memahami kepribadian, minat, dan nilai-nilai
seseorang. Berikut adalah penjelasannya secara lebih rinci:
1. Tes inventori kepribadian
1) MMPI (Minnesota Personality Inventory)

Pada tahun 1960-an, MMPI dipandang sebagai tes kepribadian


terkemuka yang digunakan pada subjek-subjek normal dalam
lingkungan konseling, pekerjaan, medis, militer, dan forensik seperti
pada pasien psikiatri. Pada tahun 1942 oleh Stuart Hathaway dan
Charley McKinley menggunakan pengunjung pasien di rumah sakit
Universitas Minnesota sebagai sampel dasar dalam teori konstruksi
penyakit kejiwaan dan penggunaan instrumen.

2) CPI (California Psychological Inventory)

Tes Inventarisasi Psikologi California dibuat oleh psikolog


Amerika Serikat Harrison G. Gough yang diterbitkan pada tahun 1957.
Tes ini dirancang untuk mengevaluasi karakteristik kepribadian orang
dewasa dan remaja, perilaku interpersonal, dan interaksi sosial. Terdiri
dari 434 pertanyaan berbentuk benar-salah. Selain itu, terdapat tes CPI
yang lebih singkat dengan jumlah 260 pertanyaan. Dari tes tersebut
menghasilkan skor pada 20 skala yang dibagi menjadi empat kelas
pengukuran: (a) ketenangan, pengaruh, keyakinan diri, dan kecukupan
interpersonal; (b) sosialisasi, tanggung jawab, nilai-nilai intrapersonal,
dan karakter; (c) potensi prestasi dan efikasi intelektual; dan (d) mode
intelektual dan minat (APA Dictionary, 2019).
3) PIC (Personality Inventory for Children)

Dikembangkan melalui 20 tahun riset oleh sekelompok peneliti


dari Universitas Minnesota yang secara mendalam terpengaruh oleh
dasar dan pemikiran klinis MMPI. PIC dirancang untuk anak-anak dan
remaja (usia 3-16 tahun). PIC awalnya terdiri dari 600 butir soal, yang
dikelompokan kedalam tiga skala validitas (skala kebohongan, skala
frekuensi, dan skala sikap defensif), sebuah skala penyaringan umum
dan skala 12 skala klinis.

PIC direvisi menjadi PIC-R dan jumlah butir soalnya dikurangi


dari 600 butir soal menjadi 420 butir soal. PIC-R bukanlah laporan
inventori diri melainkan perilaku teramati. Personality Inventory for
Youth (PIY) yang ditemukan oleh Lachar dan Gruber, 1993), terdiri
atas 280 butir soal yang di revisi menjadi 270 butir soal, dikembangkan
sebagai ukuran laporan diri yang sejajar dengan PIC-R

4) MCMI (Millon Clinical Multiaxial Inventory)

Inventarisasi Multiaksial Klinis Millon diterbitkan pertama kali


pada tahun 1977 yang merupakan tes klinis kepribadian yang dibuat
untuk mengukur gangguan kepribadian dan sindrom kejiwaan utama.
Gangguan kepribadian yang dinilai dengan instrumen ini tidak
mengikuti nomenklatur resmi, misalnya, dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder, melainkan berasal dari teori
Millon (1990) tentang derivasi gangguan kepribadian. Namun, seiring
berjalannya waktu tes MCMI mengalami perubahan menjadi lebih
dekat ke klasifikasi kepribadian DSM-IV, meski tidak identik. Tes
MCMI di kembangkan menjadi 2, Million Adolescent Clinical
Inventory yang digunakan untuk anak usia 13 dan 19 tahun dalam
lingkup klinis dan Million Indenx of Personality Styles digunakan
untuk orang dewasa (APA Dictionary, 2019).

5) 16PF (sixteen Personality Factor Questionnaire)

PF disusun oleh Cattel dan rekan-rekan kerjanya yang sekarang sudah


memasuki edisi kelima (1993). Pertama kali diterbitkan tahun 1949. PF
dirancang untuk umur 16 tahun keatas dan menghasilkan 16 skor
dalam ciri-ciri seperti, keberanian sosial, dominasi, kewaspadaan,
stabilitas emosional, dan kesadaran pengaturan.

6) EPPS (Edward Personal Preference Schedule)

EPPS adalah tes kepribadian yang dibuat oleh Allen L.


Edwards, yang dikembangkan berdasarkan konsep Henry A. Murray
pada tahun 1958 dan direvisi pada tahun 1959 dengan tujuan penelitian
konseling, yang cepat dan mudah (Novita & Nafeesa, 2016). Variabel
EPPS dapat digunakan pada individu yang membutuhkan bimbingan
vokasional, bimbingan pendidikan, dan bantuan untuk masalah pribadi
(personal problem) yang biasanya dilengkapi dengan wawancara.
EPPS hanya mengukur 15 variabel mengenai kebutuhan pribadi dari
20 variabel yang telah diusulkan oleh H. A. Murray, et al (1938)
(Novita & Nafeesa, 2016). Tes ini mengidentifikasi kecenderungan,
dorongan, dan kebutuhan yang dimiliki individu. Variabel yang diukur,
yaitu:

a. ACHIEVEMENT (Kemampuan untuk berprestasi), variabel


yang mengukur individu mampu berbuat sesuatu dengan sebaik
mungkin, sukses, mampu menyelesaikan tugas-tugas yang sulit
dan menarik, dan ingin dikenal oleh orang banyak.
b. DEFERANCE (Kemampuan menyesuaikan diri), variabel yang
mengukur apakah individu tersebut meminta orang lain
memutuskan sesuatu pendapat bagi dirinya dan mampu
menyesuaikan apa yang diharapkan orang lain terhadap dirinya.
c. ORDER (Kemampuan menunaikan tugas), variabel yang
mengukur individu berbuat segala sesuatu secara teratur dan
rapi sesuai dengan perencanaan Sebelumnya
d. EXHIBITION (Kebutuhan untuk menunjukan diri), variabel
yang mengukur apakah individu senang menjadi pusat
perhatian, menonjolkan sesuatu prestasi yang dicapainya, dan
menyatakan tentang keberhasilannya.
e. AUTONOMY (Kebutuhan untuk mandiri), variabel yang
mengukur apakah individu mampu berdiri sendiri dalam
membuat keputusan dan menghindari campur tangan orang
lain.
f. AFFILIATION (Kebutuhan akan hubungan sosial), variabel
yang mengukur apakah individu memiliki kesetiaan terhadap
teman, mampu berpartisipasi dalam kelompok, dan bekerja
sama atau berbuat sesuatu dengan orang lain.
g. INTRACEPTION (Kebutuhan untuk berempati), variabel yang
mengukur mengenai kemampuan individu dalam menganalisis
dan memahami motif dan perasaan baik diri sendiri maupun
orang lain.
h. SUCCORANCE (Kebutuhan perhatian terhadap sesama),
variabel yang mengukur apakah individu menerima bantuan
atau atensi dari orang lain dan apakah orang lain bersimpati dan
mengerti tentang dirinya.
i. DOMINANCE (Keinginan untuk memimpin), variabel yang
mengukur kemampuan individu dalam mempengaruhi orang
lain agar melakukan apa yang diinginkan, memerintah orang
lain, dan memperlakukan dirinya sebagai pemimpin.
j. ABASEMENT (Keinginan untuk kompromi), variabel yang
mengukur apakah individu merasa bersalah apabila orang lain
berbuat kesalahan, menerima fitrah dari orang lain, dan merasa
takut serta rendah diri.
k. NURTURANCE (Kebutuhan memberikan perhatian), variabel
yang mengukur apakah individu senang menolong teman dan
orang lain yang mengalami kesulitan, membantu orang lain
yang kurang beruntung, dan berperilaku dermawan terhadap
orang lain.
l. CHANGE (Kebutuhan akan stimulasi dari luar), variabel yang
mengukur apakah individu mampu berbuat sesuatu yang baru
dan berbeda dan mengikuti perubahan-perubahan yang baru
dan berbeda.
m. ENDURANCE (Kemampuan menghadapi berbagai rintangan),
variabel yang mengukur kemampuan individu mengenai
ketekunan dalam tugas-tugas yang dihadapinya dan tidak ingin
diganggu selama bertugas.
n. HETEROSEXUALITY (Kebutuhan memberikan perhatian dari
lawan jenis), variabel yang mengukur kemampuan individu
dalam bergaul bebas dengan lawan jenisnya, ikut aktif
bergabung dalam kegiatan yang melibatkan lawan jenis, dan
ambil bagian mengenai diskusi tentang sex.
o. AGGRESSION (Kebutuhan untuk bertentangan dengan orang
lain), variabel yang mengukur apakah individu mampu
menyerang pendapat orang lain yang berbeda dengan dirinya,
suka mempermainkan orang lain, mengkritik kebaikan orang
lain, menyalahkan orang lain, dan menertawakan orang lain.
7) PRF (Personality Research Form)

PRF adalah teori yang ditemukan oleh Costa dan McCrae,


1998. PRF mencontoh pendekatan Douglas N Jackson terhadap
pengembangan tes kepribadian. Tersedia dalam lima pilihan berbeda,
termasuk rangkaian pilihan paralel (A,B dan AA, BB) dari 300 sampai
400 butir soal. Teknik analisis lebih canggih menggunakan komputer
terdiri dari 352 butir soal dari butir-butir soal terbaik. Seperti
instrument kepribadian lainnya PRF mengambil mengambil teori
kepribadian Murray sebagai titik tolak.

8) Jackson Personality Inventory

Jackson Personality Inventory Revised (JPI-R) dikembangkan


setelah PRF melalui prosedur penyusunan skala yang sama dengan
PRF namun lebih sempurna (Jackson, 1976, 1994a) Jackson
menggunakan standar ketat yang sama pada penyusunan Basic
Personality Inventory (BPI-Jackson, 1989a). BPI sudah tampak
menjanjikan untuk digunakan secara klinis pada bidang kenakalan
remaja (Holden & Jackson, 1992)

2. Tes inventori minat


1) SCII (Strong-Campbell Interest Inventory)
Tes ini digunakan untuk mengukur minat serta keterampilan
laporan diri dan organisasi dengan cara yang sama dengan inventory
strong. Tambahan data pada keterampilan memungkinkan
perbandingan antara pola skor yang tinggi dan rendah pada skala minat
dan skala keterampilan. Hal ini pada gilirannya memperluas basis
untuk menjelajahi karier dan mengambil keputusan yang disediakan
oleh survei.

2) JVIS (Jackson Vocational Interest Survey)

JVIS merupakan contoh dari prosedur penyusunan tes canggih


dan JVIS diikuti dalam SII dalam berbagai aspek dan pendekatanya.
Tes inventori ini menggunakan area minat yang luas dalam
pengembangan butir soal dan sistem penentuan skor. Dalam
pengembangan Personality Research Form dan Jackson Personality
Inventory, langkah pertama dalam pengembangan JVIS adalah
merumuskan konstruk-konstruk yang harus diukur. Ada dua jenis
dimensi yaitu, yaitu dipilih berdasarkan penelitian yang dipublikasikan
tentang psikologi kerja, dan analisis faktor serta klasifikasi rasiona atas
butir soal minat pekerjaan. Salah satunya dirumuskan yang berkaitan
dengan peran kerja (berhubungan dengan pekerjaan atau yang
dilakukan seseorang pada pekerjaan) dan gaya kerja (merujuk pada
prefensi-prefensi untuk lingkungan kerja atau situasi dimana perilaku
tertentu diharapkan).

Bentuk final JVIS memuat 34 skala minat dasar, yang


mencakup 26 peran kerja dan 8 gaya kerja. JVIS bisa diberi skor secara
manual dengan cepat dan mudah untuk 34 skala. Akan tetapi,
pilihan-pilihan penentuan skor berbasis komputer yang ada
menggunakan norma-norma paling baru dan menyediakan berbagai
analisis skor tambahan entah dalam laporan naratif lebih luas yang
baru direvisi.
3) KPR-V (Kuder Preference Record - Vocational)

Inventori ini diterbitkan 1939. Kemudian mengalami revisi dan


tambahan-tambahan item-item baru. Kuder memulai dengan
mengadakan analisis item tunggal berdasarkan kelompok minat
(cluster of interest) dalam menyusun item-item tersebut dalam skala
deskriptif. Skala ini dapat dipergunakan dalam bimbingan pendidikan
(educational guidance) maupun dalam bimbingan jabatan (vocational
guidance). Berdasarkan alat konsepnya mengenai sepuluh kelompok
minat, Kuder lalu menyusun item-item inventory. Setiap item
merupakan triad dari kegiatan kegiatan yang mencerminkan tiga
kelompok minat. Penyusunan triad-tiad tersebut diatur sedemikian rupa
sehingga setiap kelompok minat pernah ber-triad dengan kelompok
lainnya. Subjek yang hendak dinai disuruh memilih dalam setiap triad.
Satu kegiatan yang paling disenangi dan satu kegiatan yang paling
tidak disenangi dalam triad tersebut.

4) CAI (Career Assessment Inventory)

CAI tersedia dalam dua versi yaitu, The Vocational Version


(VV) dan The Enhanced Version (EV). CAI pertama kali dikeluarkan
pada tahun 1975. CAI dirancang secara khusus untuk para pencari
karir yang tidak memerlukan pendidikan universitas selama empat
tahun atau pelatihan profesional lebih jauh. CAI berfokus pada
pekerjaan yang melibatkan keterampilan, pekerjaan teknis, dan
pekerjaan jasa.

CAI juga bisa digunakan pada orang dewasa yang memiliki


keterampilan membaca yang buruk. CAI menyediakan skor pada tiga
skala utama, termasuk skala Tema Umum Holland, 22 Skala Bidang
Minat Dasar Homogen dan 91 skala pekerjaan. Di dalam CAI juga
terdapat indeks administratif dan empat skala non-pekerjaan. Semua
pengumpulan data dan analisis statistik dijalankan secara terpisah dari
inventori ini. Kecuali skala Tema Umum, skala-skala tertentu yang
dikembangkan dalam masing-masing kategori ini adalah khusus untuk
CAI.
5) RM (The rothwell-Miller Interest Blank)

RM pertama kali disusun oleh Rothwell pada tahun 1947 dan


hanya memiliki 9 jenis kategori dari jenis- jenis pekerjaan yang
pekerjaan ada. Pada tahun 1958 tes ini diperluas menjadi 12 kategori
oleh Kenneth Miller, sejak saat itu tes ini dinamakan tes Rothwell
Miller. Tes ini berbentuk blanko atau formulir yang berisikan daftar
pekerjaan yang disusun dalam kelompok pekerjaan pria dan wanita,
dengan kode huruf A sampai I. Masing-masing kelompok pekerjaan
tersebut terdiri atas 12 jenis pekerjaan, yang mewakili 9 kategori
pekerjaan yang akan diukur dalam tes ini. Tes ini disusun berdasarkan
sikap seseorang terhadap suatu pekerjaan dan ide-ide stereotip terhadap
pekerjaan yang bersangkutan.

The Rothwell Miller dapat memberikan testee secara


perorangan maupun klasikal. Instruksi yang diberikan biasanya sudah
terdapat dalam blangko sehingga untuk testee yang sudah dewasa
dapat diinstruksikan untuk membaca sendiri, kecuali orang dewasa
dengan intelegensi rendah (Dull-normal).

3. Tes inventori nilai


1) Study OF Value

Tes ini merupakan tes inventori kepribadian yang berstruktur, yang


terdiri dari pertanyaan atau pernyataan tertentu yang hanya ada satu
jawaban tertentu. Tes iventori ini bertujuan untuk mengungkap enam
dasar minat dan motif dalam kepribadian yang relatif menonjol yaitu,
teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politik dan religius.

2) WVI (Work Value Inventory)

WVI merupakan sebuah hasil karya dari Donald Super. Secara


umum, nilai kerja dapat didefinisikan sebagai kualitas yang dicari
dalam pekerjaan atau karier. Sebaliknya minat dapat didefinisikan
sebagai aktivitas yang melaluinya kualitas-kualitas yang dihargai dapat
wujudkan. Pada awalnya inventaris super awalnya dirancang sebagai
alat penelitian dalam studi pola karir pada tahun 1940-an. Setelah
dilakukan pengembangan lebih lanjut pada tahun 1970, meskipun pada
tahun 2000 inventaris tersebut hampir tidak lagi dicetak. Penelitian ini
menilai 15 nilai seperti prestasi, prestise, estetika dan keuntungan
ekonomi, menggunakan skala lima poin untuk menilai bagi responden.
WVI digunakan untuk membantu dalam memilih pekerjaan dan
lingkungan pekerjaan.
F. SYARAT TES INVENTORI YANG BAIK
Tes inventori kepribadian yang baik harus mematuhi sejumlah persyaratan
agar dapat dinilai efektif dalam pengukuran karakteristik individu. Akurasi dan
relevansi tes sangat penting untuk meyakinkan bahwa hasil tes dapat memberikan
gambaran yang berarti mengenai kepribadian individu. Berikut ini adalah
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah tes inventori kepribadian yang baik:

1. Validitas

Validitas berasal dari validity yang artinya kebenaran, keabsahan (Periantalo,


2015). Validitas sebuah tes menunjukkan seberapa jauh tes tersebut mengukur
apa yang seharusnya diukur, sehingga semakin tinggi validitas sebuah tes,
maka semakin tepat sasaran, dan semakin menunjukkan apa yang seharusnya
diukur.

- Validitas Isi

Menurut Ley validitas isi menunjukkan sejauh mana kelayakan suatu


tes sebagai sampel dari keseluruhan domain item yang hendak diukur
(Azwar, 2015). Validitas isi tidak semata-mata hanya didasarkan pada
penilaian penulis sendiri, tetapi juga memerlukan penilaian dari
beberapa profesional yang kompeten dalam proses penelaahan soal.
Konsep validitas isi mencakup pengertian validitas muka (face
validity) dan validitas logis (logical validity). Validitas muka berarti
bahwa sebuah tes dianggap valid jika tes tersebut tampak (format
tampilan) mengukur apa yang seharusnya diukur (Krabbe, 2016).
Validitas logis mengacu pada sejauh mana isi tes merupakan
representasi dari karakteristik objek yang akan diukur (Krabbe, 2016).
- Validitas Konstruksi

Suatu tes dikatakan valid jika sesuai dengan konstruk teoritik yang
menjadi landasan penyusunan butir-butir tes. Cronbach & Meehl
(dalam Azwar, 2015) mengatakan bahwa pengujian validitas konstruk
melibatkan sedikitnya tiga langkah, yaitu a) menyusun serangkaian
konsep teoritis dan keterkaitannya, b) mengembangkan cara-cara untuk
mengukur konstruk-konstruk hipotesis yang digambarkan, dan c)
menguji secara empiris hubungan hipotesis antara konstruk-konstruk
tersebut dengan gejala-gejala yang tampak.

- Validitas Kriteria

Prosedur pendekatan validitas berbasis kriteria membutuhkan


ketersediaan kriteria eksternal yang dapat digunakan sebagai dasar
untuk menguji skor tes guna melihat dari sejauh mana hasil
pengukuran dengan alat yang dibandingkan itu sama mirip dengan
hasil pengukuran alat lain yang dijadikan kriteria. Validitas
berdasarkan kriteria ini dibagi menjadi dua berdasarkan waktu
pemanfaatan, yaitu:

a. Validitas Konkuren

Apabila kriteria itu dimanfaatkan sekarang, lebih mengarah


pada hubungan antara skor tes yang dicapai dengan situasi saat
ini, atau skor tes dan skor kriteria dapat diperoleh pada saat
yang sama, maka korelasi antara kedua skor tersebut
merupakan koefisien validitas konkuren.

b. Validitas Prediksi

Apabila kriteria itu baru beberapa waktu kemudian dapat


dimanfaatkan, validitas prediktif sangat penting jika tes
bertujuan sebagai pengukur performa di masa yang akan
datang.

2. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata bahasa Inggris rely yang berarti dipercaya, dan
ability yang berarti kemampuan. Dengan demikian, reliabilitas berarti
seberapa jauh hasil pengukuran dapat dipercaya. Instrumen dikatakan reliabel
atau dapat dipercaya jika memberikan hasil pengukuran yang relatif konsisten
(Purwanto, 2014). Reliabilitas dapat dikelompokkan sebagai berikut:

- Reliabilitas sebagai koefisiensi stabilitas eksternal

Instrumen dinyatakan reliabel jika beberapa kali pengukuran dengan


menggunakan instrumen yang bersangkutan menunjukkan hasil yang
konsisten. Beberapa metode pengujian reliabilitas yang memandang
reliabilitas sebagai koefisien stabilitas eksternal adalah metode tes
ulang dan metode paralel.

Metode tes ulang (test-retest method) merupakan metode pengujian


reliabilitas yang dilakukan dengan menguji seperangkat instrumen
pada kelompok responden yang sama sebanyak dua kali dengan
rentang waktu antara keduanya. Kemudian hasil pengukuran
dikorelasikan dan instrumen yang reliabel akan menunjukkan hasil
yang stabil.

Metode paralel (bentuk ekuivalen/alternatif) adalah uji reliabilitas yang


dilakukan dengan membuat dua instrumen yang paralel atau ekuivalen
dan mengujinya pada waktu yang sama. Dua instrumen paralel adalah
dua instrumen berbeda yang dikembangkan dari spesifikasi yang sama,
memiliki tujuan pengukuran yang sama dan konten item yang setara
baik secara kualitas maupun kuantitas. Apabila ingin menggunakan
metode paralel, maka harus memiliki dua instrumen yang kembar.

- Reliabilitas sebagai koefisien konsistensi internal

Instrumen dinyatakan reliabel apabila hasil pengukuran terhadap


item-itemnya secara internal menunjukkan konsistensi. Metode ini
dilakukan dengan menggunakan satu bentuk instrumen yang diberikan
hanya satu kali kepada sekelompok subjek. Tujuannya adalah untuk
melihat konsistensi antar butir soal atau antar bagian dalam instrumen
itu sendiri.
Metode pengujian reliabilitas dikategorikan menjadi dua. Pertama,
pengujian reliabilitas dilakukan dengan membagi dua item menjadi dua
bagian yang sama. Cara ini dapat dilakukan jika jumlah item genap.
Kedua, jika jumlah item instrumen ganjil dan tidak dapat dibagi
menjadi dua bagian, maka metode yang dapat digunakan adalah
metode Kuder-Richardson, Hoyt, dan Cronbach Alpha.

G. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN INVENTORI


Menurut Saifudin Azwar (2003) dalam penyusunan alat ukur psikologi ada
beberapa tahap, diantaranya:
1. Identifikasikan tujuan ukur, adalah memilih suatu definisi dan menilai teori
yang mendasar konstruk psikologis yang akan diukur.
2. Operasionalisasi konsep, adalah mendefinisikan secara operasional konsep
penelitian yang disesuaikan dengan kajian teori yang akan dipakai, kemudian
tentukan komponen yang hendak diukur melalui beberapa indikator agar
memudahkan membuat item pernyataan. Selanjutnya, hasil dari
operasionalisasi konsep ini akan menghasilkan kisi-kisi yang akan dapat
digunakan sebagai pedoman membuat item pernyataan yang terdiri dari
pernyataan favorable dan unfavorable.
3. Penskalaan dan pemilihan format stimulus, menentukan skala dan format yang
akan digunakan dan disesuaikan dengan pernyataan yang akan dibuat.
4. Penulisan item dan review item, di tahap ini membuat item pernyataan
berdasarkan kisi-kisi yang telah ditentukan dan masing-masing indikator
dibuat item pernyataan yang terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable.
Setelah penulisan item, tahap selanjutnya adalah review item. Proses review
item ini akan dijadikan pengujian validitas isi pada item yang sudah disusun.
5. Uji coba, adalah tahapan setelah butir item telah disusun dan review. Proses
pengujian redaksional dilakukan ahli yang berkompeten di bidangnya. Uji
coba empiris harus dilakukan dalam situasi dan kondisi testing yang
sebenarnya. Uji coba dilakukan melalui dua tahap yaitu, uji coba kelompok
kecil atau uji coba awal, kemudian hasilnya dianalisis dan di revisi dan uji
coba kelompok besar dilakukan setelah adanya hasil dari analisis dan revisi
pada uji coba kelompok kecil. Tujuan dari uji coba kelompok besar adalah
untuk mendapatkan data yang lebih akurat.
6. Analisis item, hasil uji coba dari kelompok kecil yang telah dilakukan akan
menjadi dasar dalam analisis item. Analisis item ini akan dilakukan dengan
melihat hasil uji coba yang pertama.
7. Komplikasi satu seleksi item, seleksi item dilakukan dengan didasarkan pada
hasil analisis item tahap pertama. Dalam seleksi item parameter yang paling
penting adalah sejauh mana item mampu antara individu yang memiliki dan
tidak memiliki atribut yang diukur.
8. Pengujian reliabilitas dan validitas, pengujian ini dilakukan bila item-item
yang terpilih lewat prosedur analisis item telah di kompilasikan menjadi satu.
9. Kompilasi II format final, merupakan hasil akhir instrumen inventori yang
dilengkapi dengan petunjuk penggunaan. Format final dihasilkan setelah
melalui beberapa tahapan dalam penyusunan. Format final inilah merupakan
produk akhir yang dihasilkan
DAFTAR PUSTAKA
Aeni,N. 2012. Tes Psikologi: Tes Intelegensi dan Tes Bakat. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Anne Anatasi, Susana Urbina.2007. Tes Psikologi edisi ketujuh. Jakarta: PT Indeks.
Amalia, H., Ulfa, M., Yanti, D., & Zainab, S. (2022). Psikopatologi Anak dan
Remaja. Syiah Kuala University Press.
Fauziah, M., Setyowati, A., Saputra, W. N. E., Rahma, A., & Lia, V. A. (2023).
Indonesian Journal Of Educational Counseling. Indonesian Journal of Educational
Counseling, 7(1), 42-49.
Kurniati, K., Asrori, H. M., & Wicaksono, L. (2021). Analisis Perilaku Percaya Diri
Peserta Didik Kelas IX Madrasah Aliyah Islamiyah Pontianak. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Khatulistiwa (JPPK), 10(10).
Kurniawan, Y., & Yusuff, N. A. (2014). Analisis personaliti “Mat Rempit”
berdasarkan ujian unjuran personaliti.
John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big-Five trait taxonomy: History,
measurement, and theoretical perspectives.
Hill, C., Adams, B. G., De Bruin, G. P., Nel, J. A., Van de Vijver, F. J., Valchev, V. H.,
& Meiring, D. (2013). Developing and testing items for the South African Personality
Inventory (SAPI). SA Journal of Industrial Psychology, 39(1), 1-13.
Tackett, J. L., Slobodskaya, H. R., Mar, R. A., Deal, J., Halverson Jr, C. F., Baker, S.
Besevegis, E. (2012). The hierarchical structure of childhood personality in five
countries: Continuity from early childhood to early adolescence. Journal of
Personality, 80(4), 847-879.
Yusrizal, Y. (2016). Tanya Jawab Seputar Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Pendidikan. Banda Aceh: Syiah Kuala Press Darusallam.
Periantalo, J. (2015). Penyusunan skala psikologi asyik, mudah dan bermanfaat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Egele, V. S., Kiefer, L. H., & Stark, R. (2021). Faking self-reports of health behavior:
a comparison between a within-and a between-subjects design. Health psychology
and behavioral medicine, 9(1), 895-916.
Schröder, V. S., Heimann, A. L., Ingold, P. V., & Kleinmann, M. (2021). Enhancing
Personality Assessment in the Selection Context: A Study Protocol on Alternative
Measures and an Extended Bandwidth of Criteria. Frontiers in Psychology, 12,
643690.
Bäckström, M., & Björklund, F. (2013). Social desirability in personality inventories:
Symptoms, diagnosis and prescribed cure. Scandinavian journal of psychology, 54(2),
152-159.
Oh, M., Kim, J. W., Yoon, N. H., Lee, S. A., Lee, S. M., & Kang, W. S. (2019).
Differences in personality, defense styles, and coping strategies in individuals with
depressive disorder according to age groups across the lifespan. Psychiatry
investigation, 16(12), 911.
Krabbe, P. (2016). The measurement of health and health status: concepts, methods
and applications from a multidisciplinary perspective. Academic Press.
Danner, D., Aichholzer, J., & Rammstedt, B. (2015). Acquiescence in personality
questionnaires: Relevance, domain specificity, and stability. Journal of Research in
Personality, 57, 119-130.
Azwar, Saifuddin. (2015). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwanto. (2014). Instrumen penelitian sosial dan pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Anda mungkin juga menyukai