Anda di halaman 1dari 9

TUGAS RESUME WEBINAR

ASPEK HUKUM DALAM PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI

Dosen:
Dr. Ir. Darmawan Pontan, SE., MT., MM.

Disusun Oleh:
051001800118 – Arvyant Arrazaqi Fawwaz

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

2022
Webinar K3

Tujuan K3 :

 Mencegah, mengurangi, hingga mamadamkan bermacam – macam risiko kecelakaan,


kebakaran, mau peledakan
 Memberikan petunjuk, arahan, atau kesempatan jalan sebagai sarana penyelamatan
diri diri pada suatu keadaan darurat yang sedang terjadi.
 Mampu menyalurkan pertolongan sera sebagai alat perlindungan ketika terjadi suatu
kecelakaan maupun keadaan darurat tertentu.
 Melakukan pengendalian terhadap penvebarluasan kotoran, suhu, suara, angin,
getaran, maupun faktor-faktor yang mempengaruhi lainnva.
 Penyelenggara dari aktivitas penyegaran suhu, udara, dan kelembaban.
 Memberikan penerangan yang sangat mencukupi pada kondisi darurat.
 Mengatur langkah-langkah pengamanan sekaligus kelancaran pada proses evakuasi
keadaan darurat sekaligus menjadi sarana pemeliharaan bangunan.
 Menghasilkan adanya keserasian antara tenaga kerja dengan lingkungannya melalui
aktivitas pemeliharaan kebersihan lingkungan.
 Penyesuaian dan penyempurnaan bermacam-macam pengaman selama bekerja.

SUMBER HUKUM

1. UU No 1 / 1970 Keselamatan Keria


2. UU No 18 / 1999 Jasa Konstruksi
3. UU No.13 / 2003 Ketenaga-kerjaan
4. Permenaker No. 1/1980 Tentang Keselamatan & Kesehatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan.
5. Keputusan Bersama Menaker-MenPU No. 174/MEN/1986 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Kegiatan Konstruksi.
6. Permenaker No. 5/1996 Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3)

Permen PU No. 09/2008 Pedoman Sistem Manaiemen K3 Konstruksi


Pekerjaan Konstruksi

Jenis Pekerjaan :

1. Arsitektural.
2. Sipil.
3. Mekanikal.
4. Elektrikal.
5. Tata Lingkungan.
Pekerjaan Arsitektural dan Sipil

1. Pekerjaan Galian Tanah dan Konstruksi Bawah Tanah.


2. Pekerjaan Pomdasi (Pancang).
3. Pekerjaan Struktur Beton, Socrate, Struktur Baja.
4. Pekerjaan Pasangan Bata, Batu Kali.
5. Pekerjaan Perkerasan Jalan.
6. Pekerjaan Pembongkaran.
7. Pekerjaan Manual Handling.
8. Pekerjaan Atap, Pintu, Jendela, Desain.
K3 Pekerjaan Tanah

1. Galian Tanah.
2. Timbunan.
3. Pemadatan.
4. Sumuran.
5. Terowongan.
Terdapat beberapa jenis tanah seperti tanah lempung basah dan kering, cadas, pasir bawah, pasir
basah dan kering, kerikil dan lumpur. Pekerjaan diatas dapat menimbulkan kecelakaan kerja sehingga
diberikanlah pengendalian resiko seperti pemasangan dinding turap, stabilisasi tanah, pemasangan
tangga akses, paggar pengaman dan juga masker oksigen bagi pekerja.

Identifikasi Bahaya Pekerjaan Galian Tanah :

1. Tebing longsor.
2. Galian runtuh.
3. Akses licin.
4. Terhirup gas O2.
Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Pekerjaan Sumuran :

1. Ventilasi udara.
2. Kebutuhan O2.
3. Alat komunikasi.
4. Identifikasi gas beracun.
5. Pemadam kebakaran.
6. Antisipasi keadaan darurat.
K3 Pekerjaan Pemancangan

Identifikasi Bahaya :

1. Kabel putus.
2. Pekerja terbentur.
3. Tenggelam.
4. Sheetpile terlepas.
Pengendalian Resiko :

1. Pastikan kondisi kabel masih layak.


2. Posisi dan kapasitas harus seimbang.
3. Koordinasi sesuai SOP.
4. Gunakan pelampung.
5. Pastikan ikatan kuat.
K3 Pekerjaan Struktur

1. Pekerjaan Perancah.
2. Pekerjaan Bekisting.
3. Pekerjaan Besi Beton.
4. Pekerjaan Struktur Beton.
5. Pekerjaan Shotcrete.
6. Pekerjaan Tempat Tinggi.
7. Pekerjaan Struktur Baja.
8. Pekerjaan Perkerasan Jalan.
9. Pekerjaan Bendung,
Jenis Kecelakaan Fatal Konstruksi :

1. Jatuh dari ketinggian.


2. Tertimpa atau kejatuhan alat dan barang konstruksi.
3. Kecelakaan pada akses jalan.
4. Tersengat arus listrik.
5. Jatuh atau tergelincir.
6. Kebakaran.
Bahaya Pekerjaan Perancah, Bekisting dan Pembesian :

1. Perancah ambruk.
2. Bekisting jebol.
3. Terbentur benda konstruksi.
4. Terperosok atau terpeleset.
5. Tersengat listrik.
Pengendalian Risiko Bahaya Teridentifikasi :

1. Struktur harus diperkuat.


2. Rangka bekisting yang memadai.
3. Pemasangan pagar.
4. Menggunakan Harnes.
5. Pemasangan jaring pengaman.
6. Menggunakan safety shoes dan sarung tangan serta helm proyek.
K3 Pekerjaan Baja dan Beton

Identifikasi Bahaya :

1. Komponen jatuh.
2. Sambungan lepas.
3. Sling putus.
4. Tertimpa benda.
5. Mesin las terbakar.
6. Jatuh dari ketinggian.
Pengendalian Resiko :

1. Memastikan sling kuat.


2. Sambungan kuat.
3. Memastikan apakah sling masih layak digunakan.
4. Menggunakan APD yang sesuai.
5. Gunakan Safevnet dan Harness.
6. Memastikan kelayakan instalasi.
7. Memasang baut sesuai standar.

Webinar Kereta Cepat

RENCANA KERJA

PROJECT OUTLINE Railway Electrification and Double-Double Tracking


RUANG LINGKUP PEKERJAAN

Ruang lingkup pekerjaan di bawah Paket ini terdiri dari :

 Proyek Desain dan Manufaktur.


 Pengadaan dan Instalasi.
 Konstruksi, Pengujian dan Commisioning.
 Layanan Pelatihan Operasi dan Pemeliharaan Staff.
 Pekerjaan Sipil
 Pre-stressed Jembatan Beton, Jembatan Rangka Baja.
 Tanggul Bumi dan Dinding Penahan.
 Sistem Drainase dan Antarmuka Jalan.
o Penambahan pada Jembatan :
 Jembatan baja BH 134 di Bekasi dengan bentang 72 m
 Box Culvert BH 163 di Cibitung dengan bentang 21m
 Jembatan Baja BH 182 di Cikarang dengan bentang 50m
 Pekerjaan Bangunan Stasiun
 Platform Penumpang dan Tempat Tinggal.
 Bangunan Gardu Listrik dan Pekerjaan Mekanikal.
o Lift dan Eskalator.
o Sistem Pendingin Udara dan Sistem Pencahayaan.
o Sistem Penyediaan Air dan Sistem Pembuangan Air.
o Sistem Alarm Kebakaran.

Pekerjaan pada Bangunan Stasiun dibagi menjadi 2 yaitu :

 Peremajaan Stasiun
o Bekasi, Tambun dan Cikarang.
 Pembangunan Stasiun Baru
o Bekasi Timur
o Cibitung

© 2012 MITSUBISHI HEAVY INDUSTRIES, LTD. All Rights Reserved.

RUANG LINGKUP PEKERJAAN

 Pekerjaan Track (UIC 54 kereta api dan wesel, bantalan, ballast dan perlintasan
sebidang)
 Gardu Pembangkit/Daya (DC 1.500V silikon rectifier, AC 6kV transformator, sistem
kontrol gardu dan fasilitas perlindungan)
 Catenary Overhead (tunggal kawat troli perakitan, sistem feeder, sistem grounding
dan struktur catenary) antara Bekasi dan Cikarang termasuk penggatian span wire di
mangarai menjadi truss beam
 Medium Power Distribution (AC 6kV kabel distribusi listrik, sistem kontrol listrik
dan penerangan)
 Sinyal (instalasi sistim persinyalan elektronik dan pekerjaan modifikasi, sistem sinyal
blok, shunting sinyal dan sistim keselamatan perlintasan sebidang)
 Telekomunikasi (serat optik dan sistem kabel internal, sistem telepon, talk back
sistemi, sistem penunjuk waktu dan sistem system public address)

Webinar Reklamasi Pantai

Reklamasi merupakan bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap


keseimbangan lingkungan alamiah yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis. Perubahan
ini akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi
pantai, berpotensi meningkatkan bahaya banjir. Kajian cermat dan komprehensif tentu bisa
menghasilkan area reklamasi yang aman terhadap lingkungan di sekitarnya. Otonomi daerah
sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan undang-undang merupakan landasan yang kuat
bagi Pemerintah Daerah untuk mengimplementasikan pembangunan wilayah laut mulai dari
aspek perizinan, perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian.
Reklamasi merupakan suatu upaya untuk mencari alternatif tempat untuk dapat
menampung kegiatan perkotaan seperti pemukiman, industri, perkantoran untuk mendukung
daya dukung dan kembang kota. Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menjabarkan bahwa kewenangan daerah dalam mengelola
wilayah lautnya. Otonomi daerah sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan undang-
undang di atas merupakan landasan yang kuat bagi Pemerintah Daerah untuk dapat
mengimplementasikan pembangunan wilayah laut mulai dari aspek perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, pengendalian.

Pengakuan legislasi terhadap proses desentralisasi pengurusan wilayah laut diteruskan


oleh Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. PP ini mengatur pembagian kewenangan
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Propinsi. Semua jenis kewenangan, yang tidak
disebutkan didalam PP ini, menjadi kewenangan Kabupaten/ Kota. Rupanya dalam hal
penentuan kewenangan Kabupaten/Kota, PP ini menggunakan teori residu. Dalam aturan PP
ini kewenangan propinsi dipilah ke dalam kewenangan lintas Kabupaten/Kota dan
kewenangan di bidang tertentu. Salah satu bidang tertentu yang dimaksud adalah laut.
Menurut PP ini, propinsi berwenang atas laut dalam hal melakukan: Penataan dan
pengelolaan perairan di wilayah laut Propinsi; Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan
pengelolaan kekayaan laut, sebatas wilayah laut itu. Kewenangan Propinsi; Konservasi dan
pengelolaan plasma nutfah spesifik lokasi serta suaka perikanan di wilayah laut kewenangan
Propinsi; Pelayanan izin usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan pada perairan laut di
wilayah laut kewenangan Propinsi; Pengawasan akan pemanfaatan sumber daya ikan di
wilayah laut kewenangan Propinsi.

Di dalam ketentuan dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah, sebagai pengganti aturan dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Perubahan
redaksional memang dilakukan oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, namun sama sekali
tidak mengubah substansi. Pengaturan kewenangan daerah mengelola laut memang tidak
dimulai dengan pengakuan bahwa wilayah propinsi terdiri atas wilayah darat, udara, dan laut.
Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 tidak memiliki klausul semacam itu. Dalam Undang-
Undang ini, pengaturan mengenai kewenangan daerah atas laut langsung mengasumsikan
bahwa wilayah daerah mencakup juga wilayah laut. Oleh sebab itu, daerah-daerah yang
memiliki wilayah laut dinyatakan memiliki kewenangan mengelola sumber daya di wilayah
laut. Bukan hanya berwenang untuk mengelola, daerah juga berwenang untuk mendapatkan
bagi hasil yang didapatkan dari aktivitas pengelolaan sumber daya alam di bawah dan/atau di
dasar laut seperti Undang- Undang No. 22 Tahun 1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
juga menyerahkan pengaturan lebih lanjut mengenai kewenangan daerah atas laut kepada
Peraturan Pemerintah (yang selanjutnya disebut PP). Ikhtiar untuk membuat PP mengenai hal
itu telah digagas cukup lama. Namun sampai Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 digantikan
oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pada tahun 2004, pembahasan rancangan PP
dimaksud (RPP tentang Kewenangan Daerah di Laut) tidak kunjung selesai. Secara yuridis-
normatif, ketentuan mengenai kewenangan daerah atas laut yang diatur dalam Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, diteruskan oleh semua
undang-undang yang mengatur mengenai hal itu.

Pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan dari konsep desentralisasi pada


dasarnya dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil
guna dalam menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, serta
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih optimal, sesuai dengan karakteristik
yang mana ada di wilayahnya. Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa pelaksanaan dari otonomi daerah diwujudkan dengan
pemberian wewenang yang cukup luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada pemerintah
daerah secara proporsional melalui pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya yang
berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dilandasi prinsip-prinsip
demokrasi, peranserta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah.

Beberapa produk hukum yang mengatur reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil antara lain adalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, serta
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun
2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang, dan juga Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun
2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Selain itu Peraturan Pemerintah No. 38
tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota telah mengatur kewenangan
masing-masing sektor terkait dengan reklamasi agar dalam pelaksanaan reklamasi tidak
menimbulkan konflik antar pemangku kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai