Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI MODUL 4

PRAKTIKUM PERUNDANG-UNDANGAN & ETIKA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73


TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
DAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20
TAHUN 2019 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TELEMEDICINE
ANTAR FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Dosen Pembimbing : Apt.Eka Wuri Handayani. MPH

Asisten Dosen : Ajeng Woro Pitokrumi

DISUSUN OLEH :

1. Achmad Lutfi Zen (C11800136)


2. Ayu Achiriyah Mulyani (C11800143)
3. Friftiana Nur Fauzi (C11800156)
4. Irma Nusa Nur Mazidah (C11800160)

Kelas : S1 Farmasi 3A

Kelompok/Golongan : A7/A2

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM SARJANA

STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

2021
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah Mahasiswa menyelesaikkan Modul Praktikum 4 di harapkkan dapat
menyelesaikkan kasus - kasus yang berhubungan dengan peraturan menteri
kesehatan republik Indonesia nomor 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian di apotek dan peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor
20 tahun 2019 tentang penyelenggaraan pelayanan telemedicine antar fasilitas
pelayanan kesehatan serta dapat menguasai prinsip perundang-undangan dan etika
kefarmasian dalam melaksanakan peran sebagai farmasis yang diharapkkan dapat
bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya sesuai dengan kode etik
yang mengatur
II. KASUS PRAKTIKUM
1. Seorang pasien datang ke Apotek untuk membeli obat alergi kemudian
apoteker memberikan Cetirizine. Pasien tersebut setelah minum obat yang
diberikan apoteker pasien tiba-tiba saat bekerja mengalami ngantuk. Setelah
ditelusuri ternyata Apoteker lupa tidak memberitahu efek samping dari obat
cetirizine.
2. Apotek Sehat Sentosa milik apoteker Ima tidak mengirimkan laporan
pelayanan kefarmasian selama 1,5 tahun secara berjenjang kepada dinas
kesehatan kota , provinsi maupun kepada dinas kesehatan yang sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan pada undang-undang Melanggar pasal
berapakah kasus tersebut
3. Seorang Apoteker dengan nama Tn. F mempunyai sebuah apotek, apoteker
tersebut melakukan suatu pelayanan kefarmasian di apoteknya. Dalam
melakukan pelayanan kefarmasiannya apoteker tersebut diduga melakukan
suatu pelanggaran berupa tidak dilakukannya pelaporan mengenai pelayanan
kefarmasiannya. Kemudian dilakukan suatu pembinaan dan pengawasan
terhadap apoteker tersebut di apoteknya. Namun dalam pembinaan dan
pengawasannya Kepala Dinas Keshatan Provinsi tidak ikut serta dalam
pembinaan dan pengawasan tersebut.
4. Suatu apotek X membuat suatu produk berupa krim, yaitu krim siang dan krim
malam. Apotek tersebut meracik sendiri dan tidak ada label formula krim
tersebut yang tidak diketahui oleh konsumen. Dan apotek tersebut menjual
jamu tradisional dari seorang sales tanpa mengetahui kandungan dalam jamu
tersebut secara rinci.
5. Sebuah fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan
telemidicine tidak memenuhi persyaratan sumber daya manusia yaitu pemberi
konsultasi bukan merupakan seorang yang meliki kompetensi di bidang
kesehatan.
6. Sebuah fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan
telemidicine meminta data pasien yang ingin berkonsultasi namun pihak
pemberi konsultasi tidak dapat menjamin kerahasiaan data pasien tersebut.
7. Sebuah fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan
telemidicine tidak bersedia menerima konsultasi selama 24 (dua puluh empat)
jam dalam sehari, 7 (tujuh) hari dalam seminggu.
III. UNDANG-UNDANG / PASAL TERKAIT KASUS
 Kasus 1
Pasal Bunyi pasal
Pasal 2C Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
bertujuan untuk:
c. melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety).
Pasal 3 point c :
Point C Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Point G point g :
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

 Kasus 2
Pasal Bunyi pasal
Pasal 8 Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan
Kefarmasian secara berjenjang kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan
kementerian kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 11 (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Ayat 2 disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
Pasal 12 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Ayat 1 Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif.
Pasal 12 (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
Ayat 2 (1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin

 Kasus 3
Pasal Bunyi pasal
Pasal 3 (2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Ayat 2 Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. perencanaan;
b. pengadaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan;
e. pemusnahan;
f. pengendalian; dan
g. pencatatan dan pelaporan.
Pasal 7 Penyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Apotek
wajib mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 8 Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan
Kefarmasian secara berjenjang kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan
kementerian kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 9 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Ayat 1 Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri, kepala
dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan fungsi masing-
masing.
Pasal 10 (1) Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri, kepala
ayat 1 dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
Ayat (1), khusus terkait dengan pengawasan sediaan
farmasi dalam pengelolaan sediaan farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a
dilakukan juga oleh Kepala BPOM sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.
Pasal 11 (1) Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
ayat 1 provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan
pengawasan yang dilakukan oleh Kepala BPOM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
dilaporkan secara berkala kepada Menteri.
Pasal 12 1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenai sanksi administrative
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.

 Kasus 4
Pasal Bunyi pasal
Pasal 1 Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
ayat 1 dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.
Pasal 2 Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Point c bertujuan untuk:
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety).
Pasal 3 (1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
Ayat 1 standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
Pasal 6 Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus
menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau
Pasal 12 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.

 Kasus 5
Pasal Bunyi pasal
Pasal 7 (1) Fasyankes Pemberi Konsultasi sebagaimana
Point A,B dimaksud dalam Pasal 5 memiliki tugas:
a. menetapkan sumber daya manusia dalam
melaksanakan Pelayanan Telemedicine;
b. menetapkan standar prosedur operasional
Pelayanan Telemedicine melalui keputusan
kepala/direktur rumah sakit;
Pasal 8 Fasyankes Pemberi Konsultasi dan Fasyankes Peminta
Point A Konsultasi yang menyelenggarakan Pelayanan
Telemedicine harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a. sumber daya manusia;
Pasal 9 (1) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf a pada Fasyankes Pemberi Konsultasi
terdiri atas:
a. dokter;
b. dokter spesialis/dokter subspesialis;
c. tenaga kesehatan lain; dan
d. tenaga lainnya yang kompeten di bidang teknologi
informatika.
(2) Selain sumber daya manusia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Fasyankes Pemberi Konsultasi dapat
memiliki ahli lain di bidang kesehatan.
(3) Dokter spesialis/dokter subspesialis dan ahli lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2)
merupakan sumber daya kesehatan yang memberikan
Expertise dan memiliki kompetensi sesuai dengan jenis
Pelayanan Telemedicine.
Pasal 10 (3) Dalam hal Fasyankes Peminta Konsultasi tidak
Ayat 3 memiliki
dokter/dokter spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat
ayat (2), konsultasi dapat dilakukan oleh bidan atau
perawat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 14 (2) Jawaban konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat
Ayat 2 (1) berupa pertimbangan medis dari dokter
spesialis/dokter subspesialis dan/atau ahli lainnya yang
terkait terhadap tindakan atau penatalaksanaan pasien
pada pelayanan telekonsultasi klinis

 Kasus 6
Pasal Bunyi pasal
Pasal 17 Fasyankes Pemberi Konsultasi dalam melaksanakan
Ayat 2b Pelayanan Telemedicine memiliki kewajiban:
b; menjaga kerahasiaan data pasien

 Kasus 7
Pasal Bunyi pasal
Pasal 17 Penyelenggaraan pelayanan telemedicine antar fasilitas
Ayat 2d pelayanan kesehatan Fasyankes Pemberi Konsultasi
Permenkes dalam melaksanakan Pelayanan Telemedicine memiliki
no. 20 tahun kewajiban menyediakan waktu konsultasi 24 (dua puluh
2019 empat) jam dalam sehari, 7 (tujuh) hari dalam seminggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Hasil Praktikum

Kasus 1 Bunyi pasal Kaitan dengan farmasi


Seorang Pasal 2 C Pada kasus ini
pasien datang Pengaturan Standar Pelayanan apoteker lupa untuk
ke Apotek Kefarmasian di Apotek memberikan informasi
untuk bertujuan untuk: tentang efek samping
membeli obat c. melindungi pasien dan dari cetirizine hal ini
alergi masyarakat dari tidak sesuai dengan
kemudian penggunaan Obat yang tidak pasal 3 ayat 3 point c
apoteker rasional dalam rangka tentang pelayanan
memberikan keselamatan pasien (patient informasi obat. Pada
Cetirizine. safety). permenkes nomor 73
Pasien Pasal 3 Point C, Point G menyatakan pelayanan
tersebut point c : informasi obat
setelah Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan
minum obat point g : yang dilakukan oleh
yang Monitoring Efek Samping Obat apoteker dalam
diberikan (MESO) pemberian informasi
apoteker obat. Informasi
pasien tiba- tersebut meliputi
tiba saat dosis, bentuk sediaan,
bekerja farmakokinetik,
mengalami stabilitas, efek
ngantuk. samping dan lain lain.
Setelah Selanjutnya efek
ditelusuri samping yang terjadi
ternyata pada pasien harus
Apoteker dimonitoring karena
lupa tidak dapat membahayakan
memberitahu pasien pada saat
efek samping bekerja. Pelayanan
dari obat yang dilakukan
cetirizine. farmasis juga untuk
melindungi pasien
ataupun masyarakat
dari penggunaan obat
yang tidak rasional.

Kasus 2 Bunyi pasal Kaitan dengan farmasi


Apotek Sehat Pasal 8 Apotek wajib
Sentosa milik Apotek wajib mengirimkan mengirimkan laporan
apoteker Ima laporan Pelayanan Pelayanan
tidak Kefarmasian secara berjenjang Kefarmasian secara
mengirimkan kepada dinas kesehatan berjenjang kepada
laporan kabupaten/kota, dinas kesehatan dinas kesehatan
pelayanan provinsi, dan kabupaten/kota, dinas
kefarmasian kementerian kesehatan sesuai kesehatan provinsi,
selama 1,5 dengan ketentuan dan kementerian
tahun secara peraturan perundang-undangan. kesehatan . Laporan
berjenjang Pasal 11 Ayat 2 yang dimaksud
kepada dinas (2) Laporan sebagaimana disampaikan 1 tahun
kesehatan dimaksud pada ayat (1) sekali. Jika apotek
kota , disampaikan paling sedikit 1 tersebut melakukan
provinsi (satu) kali dalam 1 (satu) pelanggaean dapat
maupun tahun. dikenai sanksi
kepada dinas Pasal 12 Ayat 1 administrative.
kesehatan (1) Pelanggaran terhadap
yang sesuai ketentuan dalam Peraturan
dengan Menteri ini dapat dikenai sanksi
ketentuan administratif.
yang telah Pasal 12 Ayat 2
ditetapkan (2) Sanksi administratif
pada undang- sebagaimana dimaksud pada ayat
undang (1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara
kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin

Kasus 3 Bunyi pasal Kaitan dengan


farmasi
Seorang Pasal 3Ayat 2 Farmasis harus
Apoteker (2) Pengelolaan Sediaan mengetahui bahwa
dengan nama Farmasi, Alat Kesehatan, dan dalam melakukan
Tn. F Bahan Medis Habis Pakai pelayanan
mempunyai sebagaimana dimaksud kefarmasian di
sebuah apotek, pada ayat (1) huruf a meliputi: apotek harus
apoteker a. perencanaan; melakukan
tersebut b. pengadaan; pelaporan mengenai
melakukan c. penerimaan; pelayanan
suatu pelayanan d. penyimpanan; kefarmasian.
kefarmasian di e. pemusnahan; Farmasis wajib
apoteknya. f. pengendalian; dan mengikuti standar
Dalam g. pencatatan dan pelaporan. pelayanan yang
melakukan Pasal 7 dilakukan oleh
pelayanan Penyelenggarakan Pelayanan menteri.
kefarmasiannya Kefarmasian di Apotek wajib
apoteker mengikuti Standar Pelayanan
tersebut diduga Kefarmasian sebagaimana diatur
melakukan dalam Peraturan Menteri ini.
suatu Pasal 8
pelanggaran Apotek wajib mengirimkan
berupa tidak laporan Pelayanan Kefarmasian
dilakukannya secara berjenjang kepada dinas
pelaporan kesehatan kabupaten/kota, dinas
mengenai kesehatan provinsi, dan
pelayanan kementerian kesehatan sesuai
kefarmasiannya. dengan ketentuan peraturan
Kemudian perundang-undangan.
dilakukan suatu Pasal 9 Ayat 1
pembinaan dan Pembinaan dan pengawasan
pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan
terhadap Menteri ini dilakukan oleh
apoteker Menteri, kepala dinas kesehatan
tersebut di provinsi, dan kepala dinas
apoteknya. kesehatan kabupaten/kota sesuai
Namun dalam dengan tugas dan fungsi masing-
pembinaan dan masing.
pengawasannya Pasal 10 ayat 1
Kepala Dinas (1) Pengawasan selain
Keshatan dilaksanakan oleh Menteri, kepala
Provinsi tidak dinas kesehatan provinsi dan
ikut serta dalam kepala dinas kesehatan
pembinaan dan kabupaten/kota sebagaimana
pengawasan dimaksud dalam Pasal 9
tersebut. Ayat (1), khusus terkait dengan
pengawasan sediaan
farmasi dalam pengelolaan
sediaan farmasi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf a
dilakukan juga oleh Kepala
BPOM sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.
Pasal 11 ayat 1
(1) Pengawasan yang dilakukan
oleh dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dan
pengawasan yang dilakukan oleh
Kepala BPOM
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1)
dilaporkan secara berkala kepada
Menteri.
Pasal 12
1.Pelanggaran terhadap ketentuan
dalam Peraturan Menteri ini dapat
dikenai sanksi administrative
2.Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara
kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.

Kasus 4 Bunyi pasal Kaitan dengan


farmasi
Suatu apotek X Pasal 1 ayat 1 Farmasis di dalam
membuat suatu Apotek adalah sarana pelayanan menjalankan
produk berupa kefarmasian tempat dilakukan tugasnya harus
krim, yaitu praktik kefarmasian oleh menjauhkan diri dari
krim siang dan Apoteker. usaha mencari
krim malam. Pasal 2 Point c keuntungan diri
Apotek Pengaturan Standar Pelayanan semata yang
tersebut Kefarmasian di Apotek bertentangan dengan
meracik bertujuan untuk: martabat dan tradisi
sendiri dan c. melindungi pasien dan luhur jabatan
tidak ada label masyarakat dari penggunaan kefarmasian seperti
formula krim Obat yang tidak rasional dalam bunyi kode etik pasal
tersebut yang rangka keselamatan pasien 5 dan kosmetika
tidak diketahui (patient safety). yang dinotifikasi
oleh Pasal 3 Ayat 1 harus dibuat dengan
konsumen. (1) Standar Pelayanan menerapkan CPKB
Dan apotek Kefarmasian di Apotek meliputi dan memenuhi
tersebut standar: persyaratan teknis.
menjual jamu a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Karena sebagai
tradisional dari Alat Kesehatan, farmasis harus
seorang sales dan Bahan Medis Habis Pakai; melindungi pasien
tanpa dan dan masyarakat dari
mengetahui b. pelayanan farmasi klinik. penggunaan Obat
kandungan Pasal 6 yang tidak rasional
dalam jamu Penyelenggaraan Pelayanan dalam rangka
tersebut secara Kefarmasian di Apotek harus keselamatan pasien
rinci. menjamin ketersediaan Sediaan (patient safety).
Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang
aman,
bermutu, bermanfaat, dan
terjangkau
Pasal 12
(1) Pelanggaran terhadap
ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara
kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.

Kasus 5 Bunyi pasal Kaitan dengan


farmasis
Sebuah fasilitas Pasal 7 Point A,B Fasilitas
pelayanan (1) Fasyankes Pemberi pelayanan
kesehatan dalam Konsultasi sebagaimana telemedicine
menyelenggarakan dimaksud dalam Pasal 5 memiliki harus memenuhi
pelayanan tugas: persyaratan
telemidicine tidak a. menetapkan sumber daya sumber daya
memenuhi manusia dalam manusia yang
persyaratan melaksanakan Pelayanan mempunyai
sumber daya Telemedicine; kompetensi.
manusia yaitu b. menetapkan standar prosedur Sumber daya
pemberi operasional tersebut
konsultasi bukan Pelayanan Telemedicine melalui diantaranya terdiri
merupakan keputusan kepala/direktur rumah dari dokter dan
seorang yang sakit; tenaga kesehatan
meliki kompetensi Pasal 8 Point A serta tenaga yang
di bidang Fasyankes Pemberi Konsultasi kompeten di
kesehatan. dan Fasyankes Peminta bidang teknologi
Konsultasi yang informatika.
menyelenggarakan Pelayanan Apabila dalam
Telemedicine harus memenuhi suatu pelayanan
persyaratan yang meliputi: telemedicine tidak
a. sumber daya manusia; terdapat sumber
Pasal 9 daya manusia
(1) Sumber daya manusia yang kompeten,
sebagaimana dimaksud dalam maka pelayanan
Pasal 8 huruf a pada Fasyankes tersebut tidak
Pemberi Konsultasi dapat berjalan
terdiri atas: sesuai standar
a. dokter; yang telah
b. dokter spesialis/dokter ditetapkan.
subspesialis;
c. tenaga kesehatan lain; dan
d. tenaga lainnya yang kompeten
di bidang teknologi
informatika.
(2) Selain sumber daya manusia
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Fasyankes Pemberi
Konsultasi dapat
memiliki ahli lain di bidang
kesehatan.
(3) Dokter spesialis/dokter
subspesialis dan ahli lain
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan ayat (2)
merupakan sumber daya
kesehatan yang memberikan
Expertise dan memiliki
kompetensi sesuai dengan jenis
Pelayanan Telemedicine.
Pasal 10 Ayat 3 (3)
Dalam hal Fasyankes Peminta
Konsultasi tidak memiliki
dokter/dokter spesialis
sebagaimana dimaksud pada ayat
ayat (2), konsultasi dapat
dilakukan oleh bidan atau
perawat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 14 Ayat 2
(2) Jawaban konsultasi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa pertimbangan medis
dari dokter spesialis/dokter
subspesialis dan/atau ahli lainnya
yang terkait terhadap tindakan
atau penatalaksanaan pasien pada
pelayanan telekonsultasi klinis

Kasus 5 Bunyi pasal Kaitan dengan farmasi


Pada sore hari Pasal 19 ayat 5 Farmasis harus
Tn A membeli Apotek, Puskesmas, Instalasi menyerahkan
obat jenis Farmasi Rumah Sakit, dan narkotika/psikotropika
psikotropika Instalasi Farmasi Klinik hanya sesuai dengan
sebanyak 5 dapat menyerahkan Narkotika peraturan dan
strip ke Apotek dan/atau Psikotropika kepada berdasarkan resep
Sehat, awalnya pasien berdasarkan resep dokter. dokter. Bagi farnasis
Apoteker yang Pasal 14 Ayat 4 yang menyeragkan
sedang berjaga (4) Penyerahan psikotropika obat psikotropika
tidak oleh apotek, rumah sakit, tanpa resep dokter
memberikan puskesmas dan balai akan dikenakan sanksi
obatnya pengobatan, puskesmas dan hukuman yang
lantaran Tn A sebagaimana dimaksud pada sudah diatur dalam
tidak ayat (1) dilaksanakan berdasrkan undang-undang
membawa resep dokter.
resep. Namun Pasal 36 Ayat 2
Tn A tetap (2) Pengguna psikotropika
meminta dan sebagaimana dimaksud pada
akan ayat (1) harus mempunyai bukti
membayar bahwa psikotropika yang
dengan harga dimiliki, disimpan, dan/atau
tinggi. Atas dibawa untuk digunakan,
tawaran diperoleh secara sah
tersebut sebagaimana dimaksud dalam
akhirnya Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat
apoteker (4), dan ayat (5)
memberikanya. Pasal 60 Ayat 2,3,4,5
(2) Barangsiapan menyalurkan
psikotropika selaun yang
ditetapkan dalam Pasal 12 ayat
(2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa menerima
penyaluran psikotropika selain
yang ditetapkan dalam Pasal 12
ayat (2) dipidana dengan pidana
dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
(4) Barangsiapa menyerahkan
psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat
(1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14
ayat (3), dan Pasal 14 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
(5) Barangsiapa menerima
penyerahan psikotropika selain
yang ditetapkan dalam Pasal 14
ayat (3), Pasal 14 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).

Kasus 6 Bunyi pasal Kaitan dengan farmasi


Sebuah fasilitas Pasal 17 Ayat 2b Pihak pemberi informasi
pelayanan Fasyankes Pemberi wajib untuk dapat
kesehatan dalam Konsultasi dalam mempertanggungjawabk
menyelenggarakan melaksanakan Pelayanan an kerahasiaan data
pelayanan Telemedicine memiliki pasien, karena ini
telemidicine kewajiban: merupakan suatu hal
meminta data b; menjaga kerahasiaan yang tidak etis jika data
pasien yang ingin data pasien pasien diketahui
berkonsultasi kerahasiaannya
namun pihak
pemberi
konsultasi tidak
dapat menjamin
kerahasiaan data
pasien tersebut

Kasus 7 Bunyi pasal Kaitan dengan farmasi


Sebuah fasilitas Pasal 17 Ayat 2d Dalam kasus ini terjadi
pelayanan Permenkes no. 20 tahun kesalahan, fasilitas
kesehatan dalam 2019 Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
menyelenggarakan
pelayanan telemedicine tidak bersedia menerima
pelayanan
antar fasilitas pelayanan konsultasi selama 24
telemidicine tidak
bersedia menerima kesehatan Fasyankes (dua puluh empat) jam
konsultasi selama Pemberi Konsultasi dalam dalam sehari, 7 (tujuh)
24 (dua puluh melaksanakan Pelayanan hari dalam seminggu.
empat) jam dalam
Telemedicine memiliki Hal ini menyalahi Pasal
sehari, 7 (tujuh)
kewajiban menyediakan 17 ayat 2d permenkes No
hari dalam
waktu konsultasi 24 (dua 20 Tahun 2019 tentang
seminggu.
puluh empat) jam dalam penyelenggaraan
sehari, 7 (tujuh) hari dalam pelayanan telemedicine
seminggu. antar fasilitas pelayanan
kesehatan . Fasyankes
Pemberi Konsultasi
dalam melaksanakan
Pelayanan Telemedicine
memiliki kewajiban
menyediakan waktu
konsultasi 24 (dua puluh
empat) jam dalam sehari,
7 (tujuh) hari dalam
seminggu.

b. Pembahasan
Pada kasus ini sebuah pelayanan kesehatan menyelenggarakan
pelayanan telemedicine tetapi tidak menerima atau tidak bersedia selama 24
jam dalam sehari,7 hari dalam seminggu. Padahal pada Permenkes no 20
tahun 2019 pasal 17 ayat 2 poin d dijelaskan bahwa Fasyankes Pemberi
Konsultasi dalam melaksanakan Pelayanan Telemedicine memiliki
kewajiban:
a.)menyampaikan jawaban konsultasi dan/atau memberikan
Expertise sesuai standar;
b.)menjaga kerahasiaan data pasien;
c.)memberikan informasi yang benar, jelas, dapat
dipertanggungjawabkan, dan jujur mengenai hasil konsultasi dan/atau
Expertise; dan
d.menyediakan waktu konsultasi 24(dua puluh empat)jam dalam
sehari, 7(tujuh) hari dalam seminggu.
Pada kasus 7 ini fasyankes telah melanggar Permenkes No 20 tahun
2019 pasal 17 ayat 2 poin D. Fasyankes telah mengabaikan kewajibannya
untuk menyediakan waktu konsultasi 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam
seminggu. Fasyankes baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak
peminta konsultasi karena sudah memiliki kewajiban seperti yang tercantum
pada Permenkes no 20 tahun 2019 pasal 17 ayat 2 poin d.
Fasyankes sebaiknya bisa memberikan pelayanan dengan tanggap dan
bisa berkomunikasi yang baik dan dapat dipahami oleh peminta konsultasi.
Hubungan dengan farmasis yaitu dalam fasilitas pelayanan kesehatan
Fasyankes Pemberi Konsultasi dalam melaksanakan Pelayanan Telemedicine
memiliki kewajiban pelayanan telemedicine harus bersedia menyediakan
waktu konsultasi 24 jam dalam seminggu (7 hari)
V. KESIMPULAN
Menurut Permenkes no. 20 tahun 2019 Pasal 17 ayat 2 poin D Penyelenggaraan
pelayanan telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan Fasyankes Pemberi
Konsultasi dalam melaksanakan Pelayanan Telemedicine memiliki kewajiban
menyediakan waktu konsultasi 24 (dua puluh empat) jam dalam sehari, 7 (tujuh)
hari dalam seminggu.
VI. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai