Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LUKA

PADA Tn. A DENGAN VULNUS LACERATUM


DI KLINIK DEDI WOUND CARE

Oleh:

ROSMITA
NIM. 2107901177

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE
2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Integumen


Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi
dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar
keringat dan kelenjar mukosa. (Syaifuddin, 2006).

a) Epidermis
Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal
yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan
kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki,
memiliki rambut).
a. Stratum Korneum
Terdiri  atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang
dipenuhi keratin.
b. Stratum Lucidum
Terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng, dan
sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom.
c. Stratum Granulosum
Terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan
granul keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang
mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring
selektif terhadap masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung
pada kulit.
d. Stratum Spinosum
Terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah
yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
e. Stratum Basal/Germinativum
Merupakan lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel
kuboid. stratum ini bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel
epidermis secara berkesinambungan.
b) Dermis
Dermis yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang
bervariasi bergantung pada daerah tubuh. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan
batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
a. Stratum papilare
Merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan
leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
b. Stratum retikulare
Yaitu yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat
padat tak teratur (terutama kolagen tipe I).
c) Subkutis (Hypodermis)
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara
gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposus yang gunanya adalah sebagai shock breaker atau pegas
bila tekanan trauma mekanik yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk
mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh.

B. Fisiologi sistem integumen


Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus
seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya
bahan kimia. Cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi
terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap
lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seorang untuk memperoleh kesan
umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat,
kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat,
memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit
karena penyakit tertentu.
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada
kulit. Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaan marah akan terjadi
perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah
seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat
membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku
bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit
putih dari eropa dan lainnya. (Syaifuddin, 2006).

C. Pengertian Luka
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang
atau organ tubuh lain (Kozier, 1995). Ketika kulit tertembus, proses inflamasi
imun individu bekerja untuk menyingkirkan materi asing, jika mungkin, dan
menyiapkan area tubuh yang cedera untuk penyembuhan. Area tubuh yang cedera
tersebut disebut luka.
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang
menyebabkan infeksi pascaoperatif terdapat dalam lapang operatif sebelum
pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan jaringan
yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang sudah ada
atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah
lebih dari 27 %. (Potter and Perry, 2005).
Luka bersih adalah luka tidak terinfeksi yang memiliki inflamasi minimal
dan tidak sampai mengenai saluran pernapasan, pencernaan, genital atau
perkemihan (Kozier, 2009). Secara definisi suatu luka adalah terputusnya
kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini
bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan
dan lama penyembuhan. Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan,
dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika
luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi:
superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan
lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis,
dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang. Berdasarkan proses
penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena
suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari
bagian internal ke ekseternal.
b. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan
berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan
sekitarnya. 
c. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan
infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan
menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang
terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala
jenis luka yang tidak adatanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6
minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan
luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau
jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
D. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu
dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi prosesperadangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinary tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt).Kemungkinan terjadinya infeksi
luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna;pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I
Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II
Luka “Partial Thickness”: yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis
dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi,blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III
Luka “Full Thickness” yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan
atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
d. Stadium IV :
Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut: Yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis: Yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
4. Berdasarkan mekanisme terjadinya luka
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misalyang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya
tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat
(Ligasi)
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dandikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yangbiasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru
atau pisauyang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atauoleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanyapada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanyalukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio) luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang
disebabkan oleh paparan api,air panas, zat kimia, elektrik.
E. Tanda Dan Gejala
Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pada luka bakar
adalah:
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan, nyeri
sekali, sembuh dalam 3 - 7 hari dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II
a. Mengenai epidermis & sebagian dermis
b. Nyeri (+)
c. Merah atau pucat, lebih tinggi dari sekitarnya
Superfisial. (pink and moise): Yang terkena epidermis dan sebagian
dermis, nyeri, bulla lebih nyata, retative scar.
a. Folikel rambut, Kelenjar keringat utuh.
b. Sembuh dalam 2 -3 minggu.

3. Grade III
a. Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah
b. keputih-putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan
c. jaringan mati) atau hitam keabu-abuan (seperti luka yang kering dan
d. gosong juga termasuk jaringan mati), tampak kering, lapisan yang rusak
e. tidak sembuh sendiri (perlu skin graf).

F. Fase Penyembuhan Luka


1. Injury
beberapa detik setelah terjadinya luka pada tipe apapun, respon tubuh
dengan penyempitan pembuluh darah (konstriksi) untuk menghambat perdarahan
dan mengurangi pajanan terhadap bakteri. Pada saat yang sama, protein
membentuk jaringan fibrosa untuk menutup luka.
2. coagulation
Ketika trombosit bersama protein menutup luka, luka menjadi lengket dan
lembab membentuk fibrin. Setelah 10-30 menit setelah terjadinya luka, pembuluh
darah melebar karena serotonin yang dihasilkan trombosit.Plasma darah mengaliri
luka dan melawan toxin yang dihasilkan microorganisme, membawa oksigen dan
nutrisi yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka dan membawa agen fagosit
untuk melawan bakteri maupun jaringagan yang rusak.
3. Infmamasi
Peningkatan permeabilitas kapiler dan vasodilatasi yang disertai dengan
migrasi sel2 inflamasi ke luka. Proses penghancuran bakteri dari luka oleh
neutrofil dan makrofag.
4. Proliferasi/resolusi
Fase ini juga disebut fase fibroplasia,yang terdiri dari:
a. Angiogenesis, yaitu pembentukan kapiler baru yang distimulasi oleh TNF-
alfa2 untuk menghantarkan nutrisi dan oksige kearah luka.
b. Granulasi, yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung
kapiler pada dasar luka. Fibroblas pada dasar luka berploriferasi
membentuk kolagen.
c. Kontraksi, pada fase ini tepi luka akan tertarik kearah tengah luka yang
disebabkan oleh miofibroblas sehingga mengurangi luas luka.Proses ini
kemungkinan dimediasi oleh TGF-beta.
d. Re-epitelisasi,yaitu pembentukan epitel baru,TGF sangat berperan pada
proses ini.
5. Maturasi/rekontruksi
fase terakhir penyembuhan dengan remodelling scaryang terjadi.
Biasanyaterjadi selam asetahun atau lebih seteleh luka tertutup. Selama fase ni
fibrin di bentuk ulang,pembuluh darah menghilang dan jaringan memperkuat
susunananya. Remodeling ini mencakup sintesis dan pemecahan kolagen.

G. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang
tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diitkaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Klienkurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan.Bakteri sumber penyebab
infeksi.Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat
mempengaruhi penyembuhan luka.Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan
jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah).Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih
mudah infeksi, dan lama untuk sembuh.Aliran darah dapat terganggu pada orang
dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer,
hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang
menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.Kurangnya
volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan
oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh,
sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari
serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk
suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
6. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi
akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal
yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
8. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhanluka.Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a) Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera
b) Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c) Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
BAB II
KONSEP VULTUM LACERATUM

A. Pengertian

Vulnus Laceratum (luka robek) merupakan terjadinya gangguan kontinuitas

suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka

robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan. Secara

umum vulnus laceratum dapat dibagi menjadi dua yaitu simple bila hanya

melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya. Trauma arteri umumnya dapat

disebabkan oleh trauma benda tajam (50%) misalnya karena tembakan, luka-

luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalulintas (Robert, 2018).

Luka atau Vulnus merupakan keadaan struktur anatomi jaringan tubuh yang

terputus. Bentuk luka bermacam- macam, terdapat bentuk sederhana seperti

kerusakan pada epitel dan bentuk kerusakan yang dalam seperti jaringan subkutis,

lemak, dan otot bahkan tulang beserta strukturnya yaitu tendon, syaraf, dan

pembuluh darah sebagai dari bentuk akibat trauma dan ruda paksa (Novaprima,

2019).

B. Etiologi

Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan

tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot (Mansjoer, 2017).

Secara umum luka dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Simple, bila hanya melibatkan kulit.

2. Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan bawahnya.


Vulnus Laceratum dibedakan berdasarkan beratnya yaitu :

1. Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.

2. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan

biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat.

3. Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis

menunjukkan

Vulnus laceratum dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:

1. Alat tumpul

2. Jatuh ke benda tajam dan keras.

3. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.

4. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan.

5. Bahan kimia terjadi akibat efek korosi dari asam kuat dan

basa kuat.

C. Manisfetasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita luka robek metatarsal biasanya bersifat

nyeri. Nyeri muncul disebabkan oleh rangasangan mekanik luka yang

menyebabkan tubuh menghasilkan mediator kimia nyeri (Muhammad Zulkhairi,

2017).

Tanda-tanda umum adalah syok dan syndrome remuk (cris syndrome), dan

tanda-tanda local biasanya terjadi nyeri dan pendarahan. Syok sering terjadi akibat

kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah menurun hingga tidak

teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga tidak sadar.
Black & Hawks, 2014 menyatakan Manifestasi klinik vulnus laceratum yaitu:

1. Luka tidak teratur

2. Jaringan rusak

3. Bengkak

4. Perdarahan

5. Tampak lecet atau memar disetiap luka

D. Patofisiologi

Vulnus laceratum metatarsal tarjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan,

jatuh dan kecelakan. Sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya

respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.

Reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini

ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat

yang disebabakan oleh mikroorgnaisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi

peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di kordinasikan dengan baik

yang dinamis dan kontinyu yang menimbulkan reaksi peradangan maka

jaringan harus hidup dan harus di mikrosekualasi fungsional. Jika jaringan yang

nekrosis luas maka reaksi peradangan tidak di temukan di tengah jaringan

yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepi nya antara jaringan

mati dan hidup. Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi

sehingga terjadi kerusakan jaringan. Sel-sel yang rusak akan membentuk

zat kimia sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekano

sensitif dan hernosensitif. Apabila nyeri diatas, hal ini dapat mengakibatkan
gangguan rasa nyaman yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan

terjadi keterbatasan gerak, (Potter &Perry 2010 dalam Prayogi, R., kk.

2019).

E. Manifestasi Klinis

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu

evaluasi luka, tindakan antiseptic, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan

luka.

1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan

eksplorasi).

2. Tindakan antiseptic, prinsipnya untuk mensucikan akan kulit. Untuk

melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau

larutan antispetik seperti :

a. Alcohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).

b. Halogen dan senyawanya

c. Yodium merupakan antiseptic yang sangat kuat, berspektrum luas dan

dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam.

d. Povidin Yodium (betadine, septadine dan isodine) merupakan

kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak

merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena

tidak menguap.

e. Yodofom, sudah jarang digunakan.

Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah

pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Pengunaan cairan pencuci
yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama

waktu rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus

cairan yang efektif dana man terhadap luka. Selain larutan antiseptic yang telah

dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu

Normal Saline, normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan

cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap

liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308

mOsm/I setara dengan ion-ion Na’ 154 mEq/I (InETNA, 2004 : 16 ; ISO

Indonesia,2000 : 18).

Penjahitan luka dilakukan jika luka bersih dan diyakini tidak mengalami

infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang

terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh

per sekundam atau per tertiam.

Pemberian Antibiotik adalah Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu

diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan

antibiotic.
KONSEP ASUHAN KEPERERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan proses
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012). Data
tersebut berasal dari pasien (data primer), keluarga (data sekunder), dan catatan
yang ada (data tersier). Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses
keperawatan melalui wawancara, observasi langsung, dan melihat catatan medis.
Adapun data yang diperlukan pada pasiengastritis yaitu sebagai berikut:
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama
Keluhan utama ditulis secara singkat dan jelas.Keluhan utama merupakan
keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan kesehatan, keluhan
utama adlah alasan klien masuk rumah sakit.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan penjelasan dari permulaan klien
merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah sakit.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu merupakan penyakit yang diderita klien yang
berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan, kecenderungan, alergi dalam satu keluarga, penyakit menular
akibat kontak langsung maupun tidak langsung.
f. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a) Pola Nutrisi
Anoreksia, mual muntah tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/
karbohidrat, Penurunan berat badan haus lapar terus distensi abdomen, kulit
kering bersisik, turgor jelek, bau halitosis/manis.bau buah (nafas aseton)
b) Eliminasi
Poliuri, nocturia disura sulit berkemih, ISK baru atau berulang, diare, nyer tekan
abdomen, urin encer, pucat, kuning, atau berkabut dan berbau bila ada
infeksi, bising usus melemah atau turun.
c) Pola aktivitas / istirahat
Lemah, letih sulit bergerak/berjalan, kram otot tonus otot menurun gangguan
tidur dan istirahat, takkikardi dan takipnea letargi, disorientasi, koma
penurunan tonus otot
d) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan
menggunakan 4 teknik, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Menurut Doengoes (2014), data dasar pengkajian pasien gastritis meliputi:
g. Keadaan Umum
a) Tanda-tanda vital
Yang terdiri dari tekanan darah, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan
pernafasan pada pasien DM bisa tinggi maupun normal nadi dalam batas
normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi
b) Kesadaran
Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentak dari cenderung tidur,
disorientasi/bingung, sampai koma
h. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a) Kepala dan Muka
Kaji bentuk kepala keadaan rambut biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid, kelenjar getah bening.
b) Mata
Mata cekung (penurunan cairan tubuh), anemis (penurunan oksigen ke
jaringan), konjungtiva pucat dan kering (Sukarmin, 2013)
c) Mulut dan Faring
Mukosa bibir kering (penurunan cairan intrasel mukosa), bibir pecah-
pecah, lidah kotor, bau mulut tidak sedap (penurunan hidrasi bibir dan
personal hygiene) (Sukarmin, 2013).
d) Abdomen
- Inspeksi: Keadaan kulit : warna, elastisitas, kering, lembab, besar dan
bentuk abdomen rata atau menonjol. Jika pasien melipat lutut sampai dada
sering merubah posisi, menandakan pasien nyeri.
- Auskultasi: Distensi bunyi usus sering hiperaktif selama perdarahan, dan
hipoaktif setelah perdarahan.
- Perkusi: Pada penderita gastritis suara abdomen yang ditemukan
hypertimpani (bising usus meningkat).
- Palpasi: Pada pasien gastritis dinding abdomen tegang. Terdapat nyeri
tekan pada regio epigastik (terjadi karena distruksi asam lambung)
(Doengoes, 2014)
e) Integumen
Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah),
kelemahan kulit/membran mukosa berkeringan (menunjukkan status syok,
nyeri akut, respon psikologik) (Doengoes, 2014).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Kerusakan integritas jaringan
3. Risiko infeksi
C. Intervensi & Implementasi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah rencana tindakan yang spesifik untuk
membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2014).
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan
teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat. Keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi
keprawatan berupa pencatatan dan pelaporan. Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping (Gaffar, 2002).
D. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan (Nursalam, 2014). Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan,
evaluasi dapat dibagi dua yaitu evalusai hasil atau formatif yang dilakukan
setiap selesai melakukan tindakan dan evalusi proses atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan respon pasien paada tujuan khusus dan
umum yang telah di tentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunkan
SOAP.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap muncul atau ada masalah atau ada masalah yang
kontradiktif dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindakan lanjutan berdasarkan hasil analisa responden
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawks. 2005. Medical - Surgical Nursing, Clinical Management For
Positive Outcomes 7thEdition. Missouri: Elsevier Saunders
Doenges,Marilyn E. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
Herdman,T.Heather. 2016. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi& Klasifikasi. 2015-2017. Jakarta.EGC.
Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Dan Nanda NIC-NOC. Jogjakarata.Mediaction.
Rosdahi & Kowalski. 2008. Textbook of Basic Nursing. Philadelphia: Lippincot
Smeltzer, Suzanne. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta. EGC
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta. Penerbit: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai