Anda di halaman 1dari 7

TEORI PENDIDIKAN KARAKTER OLEH PARA AHLI

DAN KAITANNYA DENGAN AYAT ALQURAN DAN


HADITS

(Mini Riset Ini Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis
Pengembangan Teori PAI Yang Diampu
Oleh Bapak Dr. Mohd Nasir, M. A)

Oleh :
HABIBURRAHMAN
NIM: 5032022017

PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LANGSA
2023
PENDIDIKAN KARAKTER
Fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional disebutkan secara terinci dalam Bab II Pasal 3
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian, pendidikan
karakter menjadi sebuah pembelajaran yang wajib diinternalisasikan sejak awal pada semua
jenjang pendidikan baik dari tingkat dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi. 1
Kemendiknas mengidentifikasi ada 18 nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa
sebagai berikut ini: 2
a. Religius: sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.
b. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
c. Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d. Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
dan peraturan.
e. Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari apa
yang telah dimiliki.
g. Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis: cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.

1
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional.
2
Kemendiknas, Pendidikan Karakter tahun 2013.
i. Rasa Ingin Tahu: sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j. Semangat Kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k. Cinta Tanah Air: cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
l. Menghargai Prestasi: sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, dan menghormati keberhasilan
orang lain.
m.Bersahabat dan Komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
n. Cinta Damai: sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadirannya.
o. Gemar Membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan baginya.
p. Peduli Lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
q. Peduli Sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
r. Tanggung jawab: sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas
Lickona dianggap sebagai pengusung akan konsep ini. Pendidikan karakter menurut Thomas
Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good),
mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).3Titik temu

3
Dalmeri, D. (2014). Pendidikan untuk Pengembangan Karakter (Telaah terhadap Gagasan Thomas
Lickona dalam Educating For Character). Al-Ulum, 14(1), 271.
dari ketiga unsur ini berada pada konteks kebaikan. Sebab, pendidikan karakter memang
termasuk model pendidikan yang berbasis pada upaya menciptakan sumber daya manusia yang
bermoral dan memiliki sikap yang baik.
Pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga
siswa menjadi paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Jadi, pendidikan
karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.
Thomas Lickona kemudian memberikan penjelasan bahwa ada tiga komponen penting
dalam membangun pendidikan karakater yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral),
moral feeling (perasaan tentang moral) dan moral action (perbuatan bermoral). Ketiga komponen
tersebut dapat dijadikan rujukan implementatif dalam proses dan tahapan pendidikan karakater.

Fungsi dan tujuan pendidikan karakter memiliki andil yang sangat besar dalam
menentukan arah dan sebagai pedoman internalisasi karakter. Dengan fungsi dan tujuan tersebut
diikhtiarkan terwujud insan kamil yang mempunyai posisi mulia di sisi Allah SWT. Secara garis
besar pendidikan karakter merupakan jalan dalam mewujudkan masyarakat beriman dan
bertaqwa yang senantiasa berjalan di atas kebenaran dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan, kebaikan, musyawarah, serta nilai-nilai humanisme yang mulia. Lalu bagaimana peran
agama islam dalam menyikapi fenomena ini? Sejak 14 abad yang lalu atau sejak pertama Al-
Qur’an diturunkan, Islam telah memberikan konsep-konsep tentang pendidikan karakter.
Salah satu ayat yang menerangkan tentang pendidikan karakter adalah Q.S Luqman ayat
12-24, Walaupun terdapat banyak ayat Al-Qur’an yang memiliki keterkaitan dengan pendidikan
karakter, namun Q.S Luqman ayat 12-14 karena ayat ini mewakili pembahasan ayat yang
memiliki keterkaitan makna paling dekat dengan konsep pendidikan karakter.
Allah SWT berfirman:

َ ‫لِلِ َو َمن يَ ۡش ُك ۡر فَإِنَ َما يَ ۡشكُ ُر ِلن َۡف ِس ِۖۦه َو َمن َكفَ َر فَإِ َن‬
َ‫ٱلِل‬ ۡ ‫َولَقَ ۡد َءات َۡينَا لُ ۡق َٰ َمنَ ۡٱل ِح ۡك َمةَ أَ ِن‬
ِۚ َ ِ ‫ٱش ُك ۡر‬
.‫ٱلِلِ إِ َن ٱلش ِۡر َك لَظُ ۡلم َع ِظيم‬ ۖ َ ِ‫ي ََل ت ُ ۡش ِر ۡك ب‬ ُ ‫ َوإِ ۡذ قَا َل لُ ۡق َٰ َم ُن ِل ِۡبنِِۦه َوه َُو يَ ِع‬.‫ي َح ِميد‬
َ ‫ظ ۥهُ َٰيَبُ َن‬ ٌّ ِ‫َغن‬
‫ٱش ُك ۡر ِلي‬ َ َٰ ‫سنَ ِب َٰ َو ِلدَ ۡي ِه َح َملَ ۡتهُ أ ُ ُّم ۥه ُ َو ۡهنًا َعلَ َٰى َو ۡه ٍن َو ِف‬
ۡ ‫صلُ ۥهُ ِفي َعا َم ۡي ِن أَ ِن‬ ِ ۡ ‫ص ۡينَا‬
َ َٰ ‫ٱۡلن‬ َ ‫َو َو‬
‫ير‬
ُ ‫ص‬ ِ ‫ي ۡٱل َم‬ َ َ‫و ِل َٰ َو ِلدَ ۡي َك ِإل‬.
َ
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada
Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah)
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu”
Aspek personal Luqman Jika dilihat dalam perspektif pendidikan yaitu bahwa kualitas
manusia tidak dipandang dari sudut keturunan atau ras. Figur Luqman sebagai seorang pendidik
memiliki kelebihan dalam kualitas kepribadiannya bukan kelebihan dalam bentuk kepemilikan
berupa material maupun keturunan. Kelebihan dalam konteks ini yaitu hikmah. Luqman
dipandang sebagai figur pendidik yang memiliki sifat dan perilaku yang menggambarkan
hikmah. Dalam tafsir Ath-Thabari, hikmah diartikan sebagai pemahaman dalam agama, kekuatan
berfikir, ketepatan dalam berbicara, dan pemahaman dalam Islam meskipun ia bukan nabi dan
tidak diwahyukan kepadanya.
Implikasi dari makna hikmah bagi figur pendidik adalah bahwa seorang pendidik selain
senantiasa berusaha meningkatkan kemampuan akademiknya, ia pun berupaya menselaraskan
dengan amalannya.
Adapun nilai karakter yang termaktub dalam QS. Luqman ayat 12-14 tadi, yang pertama,
dari seorang Luqman, pendidik hendaknya mempunyai karakter hikmah, yakni berpengetahuan
dan berilmu. Artinya, selain mempunyai pengetahuan, pendidik juga dituntut untuk
mengamalkan pengetahuannya. Kedua, pendidikan karakter yang terdapat dalam QS. Luqman
diatas adalah anjuran untuk menjadikan individu-individu yang bersyukur, syukur dalam artian
tidak hanya mengucapkan Alhamdulillah, ,melainkan menikmati segala karunia Allah untuk
pemicu dalam meningkatkan prestasi, ketiga nilai karakter yang ada pada ayat ini adalah
menjadikan Tauhid atau Aqidah sebagai pondasi awal bagi anak sebelum anak mengenal disiplin
ilmu pengetahuan yang lain. Keempat, Luqman memanggil anaknya dengan sebutan Ya
Bunayya, padahal bahasa arab yang biasa digunakan adalah Ya Ibnii, Ya Bunayaa adalah bahasa
yang sangat halus yang digunakan oleh orang tua kepada anaknya, nilai karakter yang ada pada
ayat ini adalah, hendaknya bagi para pendidik untuk bertutur halus kepada anak didiknya.
Kelima, pada ayat diatas juga diperintahkan untuk merenungi penderitaan seorang ibu yang
mengandung anaknya dalam keadaan wahnan ‘ala wahnin, nilai karakter pada ayat ini adalah
nilai bakti seorang anak kepada orang tuanya, khususnya kepada ibu. Keenam, penutup ayat ini
Ilayyal Mashiir semua akan kembali kepada Allah, nilai karakter darinya adalah siapapun kita
sebagai manusia pasti akan kembali kepada Allah, dan ini melahirkan nilai-nilai ketakwaan,
karena hanya taqwa lah yang akan menjadikan manusia berbeda dihadapan Allah ketika kembali
keharibaannya.
Ki Hadjar Dewantara memandang karakter itu sebagai watak atau budi pekerti. Dengan
adanya budi pekerti, manusia akan menjadi pribadi yang merdeka sekaligus berkepribadian, dan
dapat mengendalikan diri sendiri. Pendidikan karakter merupakan pendidikan ihwal karakter,
atau pendidikan yang mengajarkan hakikat karakter dalam ketiga ranah, yaitu cipta, rasa, dan
karsa4.
Inti dari pendidikan karakter adalah menyangkut sifat atau potensi diri yang dibawa
manusia sejak lahir akan tetapi sangat tergantung bagaimana cara pembinaan dan
pembentukannya sehingga membentuk kepribadian yang menjadi khas diri.Pendidikan
karakterdalam perspektif Islam dapat dijelaskan sama halnya dengan “akhlak”.Kedudukan
akhlak sangatlah urgen dalam kehidupan manusia, sehingga Allah mengutus Nabi Muhammad
SAW ke muka bumi ini adalah untuk memperbaiki akhlak manusia.
Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
ِ ‫ِإنَ َما بُ ِعثْتُ ألُت َِم َم َم َك‬
ِ ‫ار َم األ َ ْخال‬
‫ق‬

Artinya: "Sesungguhnya aku diutus ke muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak yang

baik," (HR Ahmad).

4
Mansur, 2019, Pendidik: Teori-Teori Pendidikan Karakter Munurut Para Ahli / Pakar
menzour.blogspot.com, diakses 12 Agustus 2023.
Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

Artinya:“Akhlaq adalah suatu perangai (watak/tabiat) yang menetap dalam


jiwa seseorangdan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya
secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya 5”

5
Abdul Hadi, 2021."Ayat-Ayat Al-Qur'an Tentang Akhlak Serta penjelasannya",
https://tirto.id/gkLfhttps://tirto.id/gkLf, diakses 12 Agustus 2023

Anda mungkin juga menyukai