Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang
akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Disamping itu,
dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan,
dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha
pendidikan.
Perumusan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang
meliputi beberapa aspeknya, misalnya tentang: Pertama, tujuan dan tugas hidup manusia.
Manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan
tugas hidup tertentu (QS. Ali-Imran: 191).
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.”
Tujuan diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah. Indikasi tugasnya
berupa ibadah (sebagai ‘abd Allah) dan tugas sebagai wakil-Nya dimuka bumi (khalifah Allah).
Firman Allah:
Kedua, memerhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia, yaitu konsep tentang manusia
sebagai makhluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan, seperti fitrah, bakat, minat,
sifat, dan karakter, yang berkecenderungan pada al-Hanief (rindu akan kebenaran dari Tuhan)
berupa agama Islam (Q.S. al-Kahfi : 29) sebatas kemampuan, kapasitas, dan ukuran yang ada.
Ketiga, tuntutan masyarakat. Tuntutan ini baik berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah
melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan
kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern. Keempat, dimensi-
dimensi kehidupan ideal Islam. Dimensi kehidupan dunia ideal Islam mengandung nilai yang
dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia didunia untuk mengelola dan memanfaatkan
dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia
berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang lebih membahagiakan, sehingga manusia
dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki.
Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hidup ini menjadi daya tangkal terhadap
pengaruh-pengaruh negatif dari berbagai gejolak kehidupan yang menggoda ketentraman dan
ketenangan hidup manusia, baik yang bersifat spiritual, sosial, kultural, ekonomi, maupun
ideologis dalam hidup pribadi manusia.
1. Prinsip universal (syumuliah), yakni Prinsip yang memandang keseluruhan aspek
Agama (aqidah, ibadah, dan akhlak, serta muamalah), manusia (jasmani, rohani, dan nafsani),
masyarakat dan tatanan kehidupannya, serta adanya wujud jagat raya dan hidup.
2. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun iqtishadiah). Prinsip ini adalah
keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi, berbagai kebutuhan individu dan
komunitas, serta tuntutan pemeliharaan kebudayan silam dengan kebutuhan kebudayaan masa
kini serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan akan terjadi.
3. Prinsip kejelasan (tabayyun). Prinsip yang didalamnya terdapat ajaran dan hukum
yang memberi kejelasan tehadap kejiwaan manusia (qalb, akal dan hawa nafsu) dan hukum
masalah yang dihadapi, sehingga terwujud tujuan, kurikulum, dan metode pendidikan.
4. Prinsip tak bertentangan. Prinsip yang didalamnya terdapat ketiadaan pertentangan
antara berbagai unsur dan cara pelaksanaannya, sehingga antara satu komponen dengan
komponen yang lain saling mendukung.
5. Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan. Prinsip yang menyatakan tidak adanya
kekhayalan dalam kandungan program pendidikan, tidak berlebih lebihan, serta adanya kaidah
yang praktis dan realistis, yang sesuai dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi, sosiopolitik dan
sosiokultural yang ada.
6. Prinsip perubahan yang diingini. Prinsip perubahan struktur diri manusia yang
meliputi jasmaniah, ruhaniah dan nafsaniah, serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis,
pengetahuan, konsep, pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik untuk mencapai
dinamisasi kesempurnaan pendidikan (Q.S. ar-Ra’d: 11).
7. Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu. Prinsip ini berpijak pada asumsi
bahwa semua individu ‘tidak sama’ dengan yang lain.
8. Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pelaku
pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan
Dalam proses pendidikan, tujuan akhir merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ingin
diwujudkan dalam pribadi peserta didik. Tujuan akhir harus lengkap (komprehensif) mencakup
semua aspek, serta terintegrasi dalam pola kepribadian ideal yang bulat dan utuh. Tujuan akhir
mengandung nilai-nilai Islami dalam segala aspeknya, yaitu aspek normatif, aspek fungsional,
dan aspek oprasional. Hal tersebut menyebabkan pencapaian tujuan pendidikan tidak mudah,
bahkan sangat kompleks dan mengandung risiko mental-spiritual, lebih-lebih lagi menyangkut
intenalisasi nilai-nilai Islami, yang di dalamnya terdapat Iman, Islam, dan Ihsan, serta ilmu
pengetahuan menjadi pilar-pilar utamanya. Secara teoritis, tujuan akhir dibedakan menjadi tiga
bagian, yaitu:
1. Tujuan normatif. Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan norma-norma yang mampu
mengkristalisasikan nilai-nilai yang hendak diinternalisasi, misalnya :
a. Tujuan formatif yang bersifat memberi persiapan dasar yang korektif. b.
Tujuan selektif yang bersifat memberikan kemampuan untuk membedakan hal-hal
yang benar dan yang salah.
2. Tujuan fungsional. Tujuan yang sasarannya diarahkan pada kemampuan peserta
didik untuk memfungsikan daya kognisi, afeksi, dan psikomotorik dari hasil pendidikan yang
diperoleh, sesuai dengan yang ditetapkan. Tujuan ini meliputi:
3. Tujuan oprasional. Tujuan yang mempunyai sasaran teknis managerial. Komponen-
komponen tujuan pendidikan di atas tidak hanya terfokus pada tujuan yang bersifat teoritis, tetapi
juga bertujuan praktis yang sasarannya pada pemberian kemampuan praktis peserta didik. Hal ini
dilakukan agar setelah menyelesaikan studinya, mereka dapat mengaplikasikan ilmunya dengan
penuh kewibawaan dan profesional mengingat kompetensi yang dimiliki telah memadai.
1. Tercapainya pendidikan Tauhid dengan cara mempelajari ayat Allah Ta’ala dalam
wahyu-Nya dan ayat-ayat fisik (afaq) dan Psikis (anfus).
2. Mengetahui ilmu Allah Ta’ala. Melalui pemahaman terhadap kebenaran makhluk-
Nya.
Indikasi pendidikan rohani adalah tidak bermuka dua (Q.S. al Baqarah : 10), berupaya
memurnikan dan mensucikan diri manusia secara individual dari sikap negatif (Q.S. Al-
Baqarah : 126) inilah yang disebut dengan tazkiyah (purification) dan hikmah (wisdom). Maka
dari itu, tujuan pendidikan ruhaniah tersebut diarahkan kepada pembentukan akhlak yang mulia
(akhlak al-karimah).
2. Insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Kebahagiaan dunia akhirat dalam pandangan al-Ghazali adalah menempatkan kebahagiaan
dalam proporsi yang sebenarnya. Kebahagiaan yang lebih memiliki nilai universal, abadi, dan
lebih hakiki itulah yang di prioritaskan. Ibnu Khaldun, yang dikutip oleh Muhammad Athiyah al-
Abrasyi, merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan berpijak pada firmaan Allah Ta’ala.
Sebagai berikut:
َ نس َنصِ ي َب َك م َِن ٱل ُّد ْن َيا ۖ َوأَحْ سِ ن َك َمٓا أَحْ َس َن ٱهَّلل ُ إِلَي
ْك ۖ َواَل َتب ِْغ َ َوٱ ْب َت ِغ فِي َمٓا َءا َت ٰى َك ٱهَّلل ُ ٱل َّد
َ ار ٱ ْل َءاخ َِر َة ۖ َواَل َت
َ ض ۖ إِنَّ ٱهَّلل َ اَل ُيحِبُّ ْٱل ُم ْفسِ د
ِين ِ ْْٱل َف َسادَ فِى ٱأْل َر
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (Q.S. Al-Qashas;
77)
Berdasarkan firman itu, Ibnu Khaldun merumuskan bahwa tujuan pendidikan Islam
terbagi atas dua macam, yaitu:
1. Tujuan yang berorientasi ukhrawi, yaitu membentuk seorang hamba agar melakukan
kewajiban kepada Allah ta’ala.
4. Menjadikan masyarakat yang yang saling berta’awun dalam kebaikan dan ketakwaan.