Anda di halaman 1dari 7

TATA CARA PEMBERIAN NAMA ANAK DALAM BUDAYA SUNDA

(KAJIAN ANTROPONIMI)
Agung Apryan, Dewi Rahayu Arsaningsih, Meli Nurul Maliah, Rizal
Ramdhani, dan Zulfikar Alamsyah
apryanagung@gmail.com, dewirahayu02@student.upi.edu,
melinurulmaliah@student.upi.edu, rizalramdhani@student.upi.edu,
zulfikaralamsyah11@student.upi.edu
Departemen Pendidikan Bahasa Sunda
Abstrak
Kajian mengenai antroponimi masih jarang dilakukan oleh para peneliti.
Antroponim merupakan kajian mengenai nama-nama manusia. Hal ini sangat
berkaitan erat dengan budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana tata cara pemberian nama pada anak dalam kebudayaan Sunda.
Metode yang digunakan merupakan metode deskriptif dengan teknik angket dan
wawancara untuk mengetahui tentang tata cara pemberian nama anak dan juga
pemakaiannya di zaman modern. Setelah melaksanakan wawancara bersama
narasumber, ditemukan adanya tata cara pemberian nama anak dalam kebudayaan
sunda. Tata cara ini berkaitan dengan hitungan wedal atau tanggal lahir si anak.
Setelah dihitung, lalu ditentukan namanya dengan aksara hanacaraka atau
cacarakan. Hal ini bertujuan agar si anak kelak akan menjadi orang yang baik dan
penuh dengan keberkahan dalam hidupnya. Angket yang kami sebarkan kepada
15 responden dari Kelurahan Antapani Kidul menyatakan bahwa 11 responden
masih menggunakan tradisi pemberian nama anak dengan hitungan wedal dan 4
responden sudah mulai meninggalkan tradisi tersebut. Jika dilihat dari segi usia,
responden yang masih menggunakan tradisi tersebut berusia sekitar empat puluh
tahun ke atas sedangkan responden yang sudah meninggalkan tradisi tersebut
berusia tiga puluh tahun kebawah. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan
bahwasanya kebudayaan sunda memiliki tata cara tersendiri dalam menentukan
nama anak. Tata cara ini disesuaikan dengan perhitungan wedal dan juga huruf-
huruf cacarakan. Selain itu, tradisi ini oleh sebagian masyarakat masih sering
digunakan. Meskipun ada beberapa orang yang juga menganggap bahwa
pemberian nama anak dengan perhitungan tanggal lahir tidak mempengaruhi
apapun terhadap tumbuh kembangnya.
Kata Kunci: Atroponim, budaya sunda
THE PROCEDURE OF NAMING CHILDREN IN SUDANESE CULTURE
Abstract
The study about anthroponyms are still rare. Anthroponym is the study about
humans name. This is closly related to culture. The purpose of this study is to find
out how the procedure of naming children in Sundanese culture. This study used
descriptive methode with interview techniques and questionaries to find out about
the procedure for giving names children and their use today. After conducting
interviews with the speakers, it was found that there were procedures for naming

1
children in Sundanese culture. This procedures is related to the date of birth
(wedal). After counting the date of birth, the name is given with the hanacaraka
or cacarakan latters. This is intended so that the child will be a good person and
also get blessings in his life. The questionnaire that we distributed to 15
respondents from Kelurahan Antapani Kidul stated that 11 respondents still used
the tradition and 4 respondents had started not to use it anymore. In terms of age,
respondents who still use the tradition are around forty years and over while
respondents who have not used the traditon are around thirty years old or below.
Through this research it can be concluded that Sundanese culture has procedures
for giving names of children through the calculation of birth dates and cacarakan
letters. Besides that this tradition is still often carried out by the comunity even
tough there are some people who consider that naming a child with a date of birth
does not effect anything to the growth of the child.
Keyword: anthroponym, Sundanese culture

PENDAHULUAN lahir si anak. Terdapat rumus-rumus


untuk menghitung tanggal lahir agar
Nama merupakan salah satu identitas dapat menentukan nama anak yang
paling penting untuk manusia. Hal sesuai dengan wedalan-nya. Tata
ini dikarenakan nama adalah ciri atau cara ini oleh sebagaian masyarakat
tanda agar seseorang dapat dikenali masih sering dilakukan. Masyarakat
dan mengenal orang lain. Selain itu percaya bahwasanya dengan
pemberian nama juga bisa melakukan hal ini, anak akan
memuliakan seseorang. Dalam ilmu mendapakan sebuah keberkahan
linguistik dan antropologi, ada yang akan menuntun kehidupannya
sebuah ilmu yang membahas menuju sebuah kebahagiaan. Selain
mengenai nama manusia. Ilmu ini itu masyarakat juga percaya dengan
disebut antroponim. melakukan tradisi ini, anak akan
Berbicara mengenai hal tersebut, saat tumbuh lebih sehat dan jarang
ini penelitian mengenai nama-nama terserang penyakit.
manusia dalam sebuah kebudayaan Nama merupakan sebuah hasil
masih jarang dilakukan. Hal ini konstruksi kebudayaan manusia yang
sesuai dengan apa yang diutarakan panjang dan dinyatakan dalam
oleh Machdalena (2015) dalam jurnal sebuah pikiran, perasaa, juga
artikelnya yang menyebutkan bahwa perilaku setiap bangsa. Dalam
kajian antroponimika di Indonesia penggunaannya, nama dapat
tidak banyak diteliti. Padahal kajian digunakan untuk merujuk tiga hal
ini sangat menarik untuk dibahas yakni diri sendiri, lawan bicara
karena kuinikannya. Setiap (orang kedua), dan orang yang
kebudayaan memiliki pola masing- sedang dibicarakan (orang ketiga).
masing dalam pemberian sebuah Menurut Alwasilah (dalam Kami,
nama. 2018), nama merupakan sebuah
Misalnya dalam kebudayaan Sunda istilah rujukan dalam aktivitas
ditemukan tata cara dalam berkomunikasi sehari-hari yang
pemberian nama anak. Hal ini umum dipakai oleh masyarakat.
berkaitan dengan wedal atau tanggal Berbeda dengan Rahmawati (dalam

2
Kami, 2018) yang menyebutkan Penelitian sebelumnya mengenai
bahwa nama adalah sebuah atribut antroponim dilakukan oleh Sariah
pribadi yang berfungsi sebagai yang berjudul “Antroponim dalam
sarana untuk mengidentifikasi Obituari keturunan Tionghoa:
seseorang dan digunakan dalam Sebuah Tinjauan Deskriptif”. Dalam
beragam kepentingan. penelitiannya, Sariah menemukan
bahwasanya pada masyarakat
Proses penamaan seseorang sering Tionghoa di Indonesia terdapat pola
dilakukan manasuka atau bisa dalam memberikan nama anak.
dikatakan arbitrer (Lyons, 1995). Setiap anak yang lahir akan
Namun dalam beberapa hal, diberikan tiga karakter nama.
terkadang pemberian nama itu Karakter pertama merupakan nama
dilakukan seccara sistematis. Seperti marga ayah. Sedangkan karakter
halnya dalam kebudayaan Bali yang kedua dan ketiga diambil dari buku
harus diberi nama sesuai dengan tionghoa yakni Xing Ming Xue atau
urutan lahirnya (Gertz, 1973). Xing Ming Yu Ming Yun. Dalam
Menurut Sahid Teguh Widodo buku tersebut, terdapat nama -nama
(dalam Kosasih, 2010) terdapat tiga dengan arti yang baik. Misalnya
sudut pandang dalam kosmologi seorang anak lahir dari marga ayah
nama pada sebuah masyarakat. Lie. Maka karakter pertama dalam
Ketiga kosmologi nama tersebut nama anak tersebut otomatis akan
meliputi static view, dynamic view, mengikuti nama marga ayahnya yaitu
dan strategic view. Lie. Untuk karakter nama kedua dan
ketiga diambil dari buku Xi Ming
Ilmu mengenai nama manusia Xue, misalnya kata Sheng (Cahaya)
disebut antroponim. Antroponim dan Wei (Kebijaksanaan). Jadi nama
merupakan cabang ilmu onomastik anak tersebut adalah Lie Sheng Wei.
yang juga membahas atau mengkaji
menganai nama-nama manusia. Penelitian kedua dilakukan oleh
Menurut Boamfa (2017) antroponim Machdalena dengan judul “Keunikan
ini adalah sebuah kajian yang Antroponim Rusia Kajian
muncul dan diakibatkan oleh Antroponimika” . Dalam
beberapa faktor seperti sosial, politik, penelitiannya ini Machdalena
ekonomi dan geografi. menemukan pola pemberina nama
dalam kebudayaan Rusia. Pola nama
Antroponim merupakan salah satu tersebut disusun dari tiga karakter
elemen yang dapat digunakan untuk nama. Karakter pertama diisi oleh
mengenali sebuah masyarakat nama keluarga, karakter kedua diisi
(Ziolkowska, 2011). Hal ini oleh nama sendiri, dan yang terakhir
dikarenakan nama seseorang akan diisi oleh nama ayah. Contohnya
mengandung sebuah ideologi dan seperti nama Baklanova Irina
kepercayaan yang dianutnya. Ivanovna. Dalam nama tersebut
Contohnya seperti nama Shizuka terdapat nama keluarga yaitu
atau Katsuo. Orang yang memiliki Baklanova, lalu ada nama Irina
nama tersebut pasti berasal dari sebagai namanya sendiri, dan ada
Jepang karena tersusun dari huruf nama ayah yakni Ivan (diakhirina
vokal yang biasa digunakan dalam dengan -ovna sebagai ciri bahwa
huruf Hiragana. anak ini adalah seorang
peremmpuan).

3
Berdasarkan dari hasil penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
tersebut, diketahui bahwasanya
dalam kebudayaan Tionghoa dan Tata Cara Pemberian Nama Anak
Rusia terdapat tata cara atau pola dalam Kebudayaan Sunda
dalam pemberian nama anak. Maka Setelah melaksanakan wawancara
dari itu peneliti merasa perlu bersama bapak Heriyanto melalui
diadakannya penelitian mengenai sambungan telepon, terdapat hasil
antroponim dalam kebudayaaan bahwasanya dalam kebudayaan
Sunda untuk meningkatkan Sunda hususnya keturunan Panjalu
eksistensi budaya dan juga ada tata cara untuk memberikan
pengetahuan mengenai antroponim sebuah nama pada anak yang baru
masyarakat Sunda. lahir. Pemberian nama ini biasanya
Hasil dari penelitian ini bertujuan dilakukan oleh sepuh atau orang
untuk mengetahui bagaimana tata yang dituakan dalam keluarga. Nama
cara masarakat sunda dalam diberikan langsung setelah si anak
memberikan sebuah nama untuk lahir ke dunia dengan selamat.
anak. Selain itu untuk mengetahui Hal pertama yang dilakukan adalah
apakah tata cara tersebut masih dengan cara menghitung wedalan
dilakukan atau tidak oleh atau tanggal lahir. Setiap tahun lahir,
masyarakat. bulan, hari, dan pasaran
(pancawara), memiliki angkanya
tersendiri. Bisa dilihat melaui tabel di
METODE bawah ini:
Metode yang dilakukan dalam 1. Tahun
penelitian ini adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif ini ‫ا‬ 1
digunakan untuk menjabarkan hasil ‫ه‬ 5
dari penelitian yang telah ‫ظ‬ 3
dilaksanakan. Teknik yang ‫ز‬ 7
digunakan adalah teknik wawancara ‫د‬ 4
dan angket. Teknik wawancara yang ‫ب‬ 2
digunakan adalah wawancara tidak ‫ٯ‬ 6
terstruktur atau bebas, teknik ini ‫م‬ 3
dilakukan untuk mengetahui 2. Bulan
bagaimana tata cara pemberian nama
Muharam 7
anak dalam budaya Sunda melalui
Sapar 2
seorang narasumber yakni bapak
Heriyanto. Teknik angket digunakan Mulud 3
untuk mengetahui apakah tata cara Silih Mulud 5
pemberian nama anak masih Jumadilawal 6
dilakukan atau tidak oleh Jumadilahir 1
masyarakat. Angket ini disebarkan Rajab 2
kepada lima belas responden yang Rewah 4
bertempattinggal di Jl. Antapani Puasa 5
Kidul 01, rt01/rw05, Kelurahan Sawal 7
Antapani Kidul, Kecamatan Hapit 1
Antapani, Kota Bandung. Rayagung 3

4
3. Hari Ba 18
Nga 20
Minggu 5
Contoh:
Senen 4
Salasa 3 Seorang anak memiliki jumlah wedal
Rebo 7 15. Untuk memberi nama anak
Kamis 8 tersebut, kita harus menyusun huruf
Jumaah 6 hanacaraka yang jumlahnya 15 juga.
Saptu 9 Misalnya seperti nama Juni (ja = 13
4. Pasaran dan na = 2) atau Windu (Wa = 9, N
Manis 5 dianggap 0 karena huruf mati, dan
Pahing 9 Da = 6)
Pon 1 Penghitungan tanggal lahir tersebut
Wage 4 dilakukan untuk memberikan nama
Kliwon 3 yang pas dengan karakteristik si anak
Setelah menjumblahkan tahun, berdasarkan tanggal lahir. Hal ini
bulan, hari dan pasaran, maka dipercaya akan membawa
langsung dicarilah nama dengan keberkahan dan keselamatan bagi si
rumus aksara hanacaraka atau yng anak.
biasa disebut cacarakan. Cacarakan
merupakan aksara Jawa Sunda. Keterpakaian Tata Cara
Aksara ini adalah sebagai bukti Pemberian Nama Anak pada
bahwa Sunda pernah terpengaruhi Masyarakat Kelurahan Antapani
oleh kebudayaan Jawa (Ruhaliah, Kidul.
2012). Cacarakan ini terdiri dari Setelah mengetahui bahwasanya
aksara ngalagena, sora, pasangan, dalam kebudayaan sunda terdapat
dan rangka. tata cara pemberian nama anak, maka
Tabel hanacaraka atau cacarakan kami melakukan survey untuk
yang digunakan dalam pembuatan mengetahui apakah tradisi ini masih
nama adalah sebagai berikut: dilakukan atau tidak oleh masyarakat
zaman sekarang. Kami menentukan
Ha 1 Kelurahan Antapani Kidul sebagai
Na 2 tempat untuk menyebarkan angket
Ca 3 dan kami mendapatkan 15
Ra 4 responden.
Ka 5
Berdasarkan data-data yang telah
Da 6
dikumpulkan oleh peneliti, bisa
Ta 7
dikatakan bahwa sebagian besar
Sa 8
masyarakat Antapani masih percaya
Wa 9 dengan tradisi dalam pemberian
La 10 nama anak. Dari jumlah data 15
Pa 11 responden, ditemukan terdapat 11
Ja 13 responden yang menyebutkan bahwa
Ya 14 mereka percaya dan masih
Nya 15 melarapkan tradisi ngabubur
Ma 16 beureum ngabubur bodas dan
Ga 17 perhitungan nama berdasarkan

5
wedalan atau tanggal lahir. Pada saat ini perkembangan
Sedangkan jumlah responden yang pendidikan di Indonesia sudah bisa
tidak percaya dan sudah tidak dikatakan mengalami kemajuan. Saat
melakukan tradisi tersebut adalah 4 ini, minimal pendidikan yang diraih
orang responden. oleh masyarakat adalah SMA/SMK.
Hal ini sedikit mempengaruhi
Apabila dilihat dari segi umur, rata- kepercayaan masyarakat generasi
rata yang masih percaya dan muda terhadap ketradisionalan yang
menerapkan tradisi ini adalah ada. Seperti halnya tradisi pemberian
responden yang berumur sekitar 40 nama kepada anak. Dari angket yang
tahun ke atas. Sedangkan yang tidak telah disebar, masyarakat yang
percaya dan sudah tidak menerapkan berusia sekitar 30 tahun kebawah
tradisi ini umurnya terbilang masih tidak percaya dengan tradisi tersebut.
muda, yaitu umur 30 tahun kebawah. Rata-rata mereka memiliki
Hal ini bisa menegaskan bahwa pendidikan terakhir SMA dan juga
dewasa kini tradisi atau rirual dalam S1. Kehidupan merekapun sudah
pemberian nama anak sudah mulai mengalami kemajuan yang signifikan
ditinggalkan oleh kaum muda. dari segi teknologi yang lainnya.
Apabila dilihat dari alasan-alasannya, Itulah sebebnya mereka tidak
masyarakat yang sudah tidak percaya percaya dengan tradisi tersebut dan
ini disebabkan karena mereka sudah lebih berpikir rasional.
tidak memiliki keyakinan bahwa hal-
hal tersebut tidak akan memberi Proses pemberian nama pada anak
pengaruh apapun. Oleh karena itu, dalam kebudayaan Sunda biasanya
mereka sudah mulai tidak diciptakan dan diberikan oleh
menggunakan tradisi ini. keluarganya sendiri.
Berbeda dengan masyarakat yang Namun saat ini teknologipun
umurnya sudah terbilang tua. Dalam mempengaruhi pemberian nama pada
pemberian nama kepada anak- anak. Beberapa masyarakat Antapani
anaknya, mereka tidak sembarangan yang menjadi responden kami
atau tidak asal-asalan. Mereka masih mengakui bahwa saat menentukan
percaya dengan tradisi dan ritual- nama untuk anaknya mereka mencari
ritual yang ada seperti menghitung referensi dari google dan lain
nama berdasarkan tanggal lahir dan sebagainya Hal ini bisa jadi karena
juga ritual ngabubur bodas jeung perkembangan teknologi yang pesat
ngabubur beureum. Terlihat juga dan juga berubahnya pola pemikiran
dari alasan-alasan yang diberikan masyarakat yang modern
narasumber bahwa mereka masih
mempercayai tradisi karena takut Dalam pemberian nama, masyarakat
anaknya sering sakit atau dalam Antapani-pun sudah melakukan
Bahasa Sunda disebut ririwit. Selain akulturasi budaya. Terlihat dari
itu, para responden juga beberapa responden yang
berkeyakinan agar anaknya memiliki menggabungkan Bahasa Sunda dan
sifat yang baik, mendapatkan rezeki Bahasa Arab dalam pemberian nama.
yang banyak, dan selamat dunia- Bahkan ada pula yang memberikan
akhirat. nama anaknya dengan bahasa
sansekerta.
KESIMPULAN

6
Berdasarkan hasil dari wawancara Internasional “Hari Bahasa Ibu”
terbuka dan juga angket yang kami dengan Tema “Menyelamatkan
lakukan, dapat disimpulkan bahwa Bahasa Ibu sebagai Kekayaan
dalam kebudayaan sunda terdapat Budaya Nasional” di Gedung
pola atau tata cara untuk memberikan Merdeka Tanggal 19-20 Februari
nama kepada anak. Pola ini berkaitan 2010.
dengan tanggal lahir (wedal). Tata Lyons, J. (1995). Linguistic Smantic:
cara ini dilakukan agar anak yang an Introduction. Cambridge:
baru lahir bisa mendapatkan Cambridge University Press.
keberkahan dan kebahagiaan dalam Machdalena, S. (2015). Keunikan
hidupnya. Terjauh dari segala Antroponim Rusia Kajian
musibah dan selamat dunia akhirat. Antroponimika. International
Selain itu, nama yang diberikan Seminar “Language Maintenance
berdasarkan wedalan-nya akan and Shit” V. 396.
menyesuaikan dengan karakter si Ruhaliah. (2012). Transliterasi,
anak kelak ketika dewasa. Dari Edisi, dan Terjemahan: Aksara
angket yang disebarkan di Kelurahan Sunda Kuna, Buda, Cacarakan,
Antapani Kidul, terdapat informasi Pegon. Bandung: Jurusan
bahwa masyarakat di sana sebagian Pendidikan Bahasa Daerah, FPBS,
besar masih melakukan tradisi UPI.
tersebut. Namun tidak sedikit juga Sariah. Antroponimi dalam Obituari
yang meninggalkannya karena keturunan Tionghoa: Sebuah
terpengaruhi oleh faktor usia, Tinjauan Deskriptif. [Online].
pendidikan dan teknologi yang Diakses melalui
semakin maju di zaman sekarang. https://docplayer.info/59429888-
Antroponimi-dalam-obituari-
keturunan-tionghoa-sebuah-tinjauan-
DAFTAR PUSTAKA deskriptif-sariah-balai-bahasa-
badung.html
Boamfa, I. (2017). The Importance of Ziolkowska, M. (2011).
Antrophonymy for The Efidence of Anthroponym as an Element
Geographical Peculiarities. Indentyfying National Minority:
[Online]. Diakses melalui The Characteristic of Polish Old
Reserach Gate.
Believers Name. ESUKA,vol.1
https://doi.org/10.5593/
No.1 . 383-398.
SGEMSOCIAL2016/B32/
Geertz, C. (1973). The Interpretation
of Cultures. New York: Basic
Book, Inc.
Kami, P. (2018). Karakteristik Nama
Diri Masyarakat Adat Tana Ai
Sikka, Flores Dalam Perspektif
Linguistik Kebudayaan. Jurnal
Tutur, Vol.4 No. 1. 84
Kosasih, D. (2010). Kosmologi
Sistem Nama Diri (Antroponim)
Masyarakat Sunda dalam
Konstelasi Perubahan Struktur
Sosial Budaya. Makalah Seminar

Anda mungkin juga menyukai