Anda di halaman 1dari 104

KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP

LAYANAN KEFARMASIAN DI INSTALASI FARMASI RSUD


KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

TESIS

OLEH
MaizelFitri, S. Farm, Apt
1221012046

PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN FARMASI FAKULTAS


FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
Ya allah berilahkemajuanuntukku
I lmu yang telahengkauajarkankepadaku
Ajariakuilmu yang bermanfaatbagiku
DanTambahkanuntukkuilmu. Segalapujibagi
Allah atassegalakeadaandanakumohon
Pelindungandarisiksaapineraka.
( Sr.IbnuMajahdanTirmidzi )

YaalahSesungguhnyaakumohond
Kepada – Mu petunjukketagwaan, kesucian
Diridankekayaanjiwa
( Sr. Muslim, Jarmizi, danIbnuMajah ).

KupersembahkanhanyatulisiniuntukAyahandadanIbundatercinta,
kakak-kakakdanadikkutersayang
Serta suamikutercintadananak-anakkutersayang yang selalu
T abah, sabarmengertidanmembantukudalampenyelesaikantesisini.
T elahkuraih yang pernahkudambakandalamKehidupkuberkatusaha, Dorongandandoa
yang akanSelalukubutuhkanSemogaapa yang
kuraihiniMenjadititikawalPerjuangankudalammeraih masa depan.
T erimakasihpadabapakDeddy Almasdi yang
telahmembimbingkudenganpenuhkesabarandalampenyelesaiantesisini
danT erimakasihkepadadosen-dosenqu yang
telah memberiilmudanmasukankepadaqudalammenyelesaikanstudiini. Semoga Allah
SWT membalassegalakebaikan yang telahdiberikan. . . . Amin
T erimakasihatassemangatdanBantuannya kepada sahabat-sahabat yang selalu
Solid kepadaqubaikdisaatsenangmaupunsusah.

Semangat, Sabar, Berdoa adalah kunci menuju kesuksesan


dan menjadi yang terbaik dengan selamat

penuh ridho kehadirat Tuhan Y.M.E.


Padang, 12 Juli 2017

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan dalam bentuk tesis dengan judul ”

KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP LAYANAN

KEFARMASIAN DI INSTALASI FARMASI RSUD KABUPATEN

KEPULAUAN MENTAWAI”. Tesis ini merupakan salah satu Syarat untuk

memperoleh gelar Magister Farmasi pada Program Pascasarjana Universitas

Andalas Padang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargan

yang setulusnya kepada :

1. Bapak Dr. (Clin. Pharm) Deddy Almasdi, M.Si, Apt sebagai

membimbing yang telah banyak melunakan waktu bagi penulis untuk

berdiskusi dan memberikan bimbingan serta pengarahan terhadap

metode analisa yang akan digunakan dalam pemecahan masalah

terhadap topik penelitian yang telah penulis pilih untuk dikaji dengan

memberikan berbagai referensi hasil kajian oleh peneliti terdahulu

yang bertopik sama melalui jurnal penelitian internasional.

2. Bapak Dr. Yufri Aldi, M. Si, Apt, Bapak Dr. Erizal, M. Si, apt, dan

Bapak Prof. Dr. H. Helmi Arifin, MS, Apt, yang telah bertindak

sebagai penguji / pembahas sewaktu seminar hasil yang telah

memberikan berbagai kritik dan saran membangun demi perbaikan

hasil penelitian.

3. Direktur Program Pascasarjana, Dekan Fakultas Farmasi, Ketua

Program Studi Farmasi Universitas Andalas berserta jajarannya yang

telah memberikan kemudahan administrasi selama penulis sebagai

mahasiswi pada Program Pascasarjana Universitas Andalas.

4. Direktur RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai berserta jajarannya

yang telah memfasilitas penulis selama melakukan penelitian di RSUD

Kabupaten Kepulauan Mentawai.


5. Sembah sujud ananda kepada Bapanda Ali Umar dan Ibunda Saribani

yang selalu memberikan doa dan dorongan moril agar penulis bisa

menyelesaikan program master yang sudah dijalani selama ini.

6. Suamiku Jonrizal dan ananda Bintang Putra Pamungka, Frilzella

Qurraytunada dan Khairo Mubarak yang juga selalu memberikan doa

dan semangat serta kesetiaan dan kesabaran, terutama pada saat

terakhir penulis tesis ini. Juga mohon maaf karena barangkali kurang

perhatian terhadap suamiku dan anak-anakku selama penyusunan tesis

ini.

7. Bapak Bupati Kabupaten Kepulan Mentawai berserta jajarannya yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk mengkuti Program

Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

8. Semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu, yang telah ikut

membantu penulis dalam pengumpulan data di lapangan serta

dukungan moril kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya penulis mempersembahkan tesis ini semoga dapat

memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan,

khususnya peningkatan mutu pelayanan farmasi di RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai di masa mendatang.

Padang, 12 Juli 2017

Penulis
ABSTRAK

Telah dilakukan Kajian tentang kepuasan pasien rawat jalan terhadap


layanan kefarmasian di instalasi farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Responden adalah pasien rawat jalan, yang berusia 18 tahun keatas dan sudah
pernah mendapatkan rawat jalan sebelumnya, dan jumlah data sampel berjumlah
117 orang pasien. Dengan membagikan kuesioner kepada 117 orang
pasien/responden dan pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 20 item. Kuesioner
ini telah terlebih dahulu dilakukan uji Validasi dan Reabilititas sebelum
disebarkan ke pasien. Hasil uji validitas dan reabilitas adalah : r table 0,632 dan
Alpha Crombach 0,899, Nilai rata- rata jawaban responden : 3,36.

Kata kunci: Kajian, Pelayanan kepuasan pasien, Kefarmasian farmasi


rumah sakit
ABSTRACT

A review of outpatient satisfaction of mentawai pharmacy at pharmacy


installation and already outpatient is outpatients, aged 18 years and over be had
never got the amount of sampel data of 117 patients By distributing questionnaires
to 117 questionnaires as many as 20 items, Questionnaire of respondent and
questionnaire in before have been tested validation and Reabilitity and distributed
to patient The result of validity and reliability test is r table 0,632 Alpha
Crombach 0,899, Average value of respondent answer 3,36.

Keywords: Study, Service Patient satisfaction, Pharmacy of hospital


pharmacy
DAFTAR ISI

Halam
an
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 7
1.6 Hipotesis ........................................................................................................ 8
BAB II TINJAUAN LITERATUR .................................................................... 10
2.1 Kepuasan Pelanggan .................................................................................... 10
2.1.1Karakteristik
Pelanggan......................................................................12

2.1.2 Prinsip-Prinsip Dasar Kepuasan Pelanggan... ..................................13


2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Pelanggan.................14

2.1.4 Konsep Pengukuran Kepuasan Pelanggan........................................17

2.1.5 Strategi Peningkatan Keuasan Pelanggan.........................................19

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit.....................................................................22


2.2.1 Defenisi Instalasi Farmasi................................................................22

2.2.2 Tugas, Fungsi, Visi, dan Misi Instalasi Farmasi..............................24

2.2.3 Pelayanan Kefarmasian Instalasi Farmasi........................................26

2.2.4 Standar Pelayanan Farmasi..............................................................30

2.3 Kondisi Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai……………………….36

2.4 Gambaran Lokasi Penelitian ........................................................................ 38


2.5 Penelitian Terdahulu.....................................................................................4

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 45


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 45
3.2 Metode Penelitian ........................................................................................ 45
3.2.1 Jenis Penelitian ................................................................................... 45
3.2.2 Populasi dan Sampel ........................................................................... 45
3.2.3 Jumlah Sampel .................................................................................... 46
3.3 Instrumen Penelitian ..................................................................................... 47
3.4 Analisis Data................................................................................................ 49
3.5 Defenisi Operasional ................................................................................... 50
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN......................................................51

4.1 Hasil Penelitian….…………………............................................................51

4.1.1 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen.........................................................52

4.1.2 Karakteristik atau Demografi Pasien............................................................54

4.1.3TingkatKepuasan Pasien................................................................................56

4.1.4 Perbedaaan Tingkat Kepuasan pada Karakteristik Pasien……...……59

4.2 Pembahasan......................................................................................................61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................75


5.1Kesimpulan........................................................................................................7
5

5.2 Saran.............................................................................................................75

DAFTAR PUSTA
Lampiran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan

kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (UU No.36, 1999). Konsep

kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas

kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit.


Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat

(UU No.44, 2009). Dari defenisi tersebut yang dimaksud dengan pelayanan

kesehatan secara paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif

(peningkatan kesehatan), preventif (upaya pencegahan penyakit), kuratif

(penyembuhan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Untuk

memenuhi semua aspek pelayanan kesehatan secara paripurna tersebut diperlukan

juga pelayanan farmasi yang memadai sebagai salah satu pelayanan kesehatan.

Pelayanan farmasi di rumah sakit dijalankan oleh suatu unit di rumah sakit yang

disebut dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Siregar, 2004).

Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit yang

merupakan fasilitas penyelenggara kefarmasian di bawah pimpinan seorang

apoteker dan memenuhi persyaratan secara hukum untuk mengadakan,

menyediakan, dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan kesehatan di

rumah sakit yang berintikan pelayanan produk yang lengkap dan pelayanan

farmasi klinik yang sifatnya berorientasi kepada kepentingan penderita (Menkes,

2004).

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah

sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu (Siregar, 2004). Hal

tersebut terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,

yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang

tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan


farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Tuntutan pasien

dan masyarakat akan kualitas pelayanan farmasi, mengharuskan adanya

perubahan pelayanan dari paradigma lama yang berorientasi ke obat (drug

oriented) ke paradigma baru yang berorientasi ke pasien (patient oriented) dengan

fokus pada Pharmaceutical Care (Depkes, 2006).

Terciptanya kualitas layanan tentunya akan menciptakan kepuasan

terhadap pengguna layanan. Kualitas layanan ini pada akhirnya dapat memberikan

beberapa manfaat, diantaranya terjalin hubungan yang harmonis antara penyedia

jasa dalam hal ini pihak instalasi farmasi dengan pasien sebagai pelanggan,

memberikan dasar yang baik bagi terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk

suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mounth) yang menguntungkan

bagi penyedia jasa tersebut (Tjiptono, 2007). Kualitas pelayanan farmasi dapat

dipersepsikan baik dan memuaskan pasien jika jasa yang diterima sesuai atau

melebihi dari yang diharapkan atau sebaliknya mutu pelayanan dipersepsikan

jelek atau tidak memuaskan jika pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang

diharapkan (Supranto, 2001). Kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan

farmasi merupakan indikator yang penting dalam mutu pelayanan kesehatan

(Farris, 1993). Pelayanan kesehatan yang bermutu akan tergantung pada proses

pelaksanaan kesehatan, sumber daya yang diberikan dalam kegiatan pelayanan,

faktor lingkungan yang mempengaruhi dan manajemen pelayanan (Wijono,

1999).

Evaluasi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi di rumah

sakit telah banyak dilakukan, salah satunya di Rumah Sakit Pendidikan Nigeria

telah dilakukan penelitian untuk menilai tingkat kepuasan pasien terhadap


pelayanan farmasi yang dilakukan oleh Azuka et al (2004) dengan menggunakan

model ideal referent yang telah dikembangkan dan divalidasi oleh Larson et al

(1989). Kuesioner kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi pada awalnya

ditinjau dari 10 dimensi (Explanation, Consideration, Technical Competence,

Financial Aspects, Accessibility, Efficacy of medications, OTC (over-the-counter)

Avaibility, Drug quality, General satisfaction dan Continuity with the Pharmacy)

kemudian di up-date dan validasi lagi oleh Larson et al (2002) menjadi 2 dimensi

(Friendly Explanation dan Managing Therapy).

Dari kuesioner validasi terbaru ini didapatkan hasil pada rumah sakit di

Nigeria hampir separuh dari pasien (46%) menyatakan kurang puas dengan

kinerja pelayanan yang dirasakan. Responden terbanyak mengomentari

keramahan dan kesopanan petugas farmasi dalam menjalankan tugasnya dan

kemampuan apoteker dalam menjawab pertanyaan pasien.

Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kepulauan mentawai

juga telah dilakukan penelitian untuk menilai tingkat kepuasan pasien terhadap

mutu pelayanan. Hasil penelitian ini menyatakan hampir separuh dari pasien

(49%) kurang puas (Hardi, 2010). Penelitian yang telah dilakukan di RSUD

Kabupaten Kepulauan mentawai tersebut terbatas hanya mengkaji tingkat

kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan rumah sakit, belum secara khusus untuk

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Masalah utama yang dihadapi IFRS

sebagai suatu lembaga jasa pelayanan farmasi di rumah sakit adalah apakah

pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan harapan pasien atau belum?

Menurut survey awal kepada beberapa pasien terdapat keluhan mengenai


pelayanan yang diberikan Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan

Mentawai.

Persepsi pasien terhadap pelayanan instalasi farmasi yang buruk akan

merugikan instalasi farmasi dari aspek bisnis karena pasien akan beralih ketempat

lain. Dampak yang timbul tidak saja pada pasien yang bersangkutan tetapi kesan

buruk ini akan diceritakan kepada orang lain sehingga citra instalasi farmasi,

terutama para petugasnya termasuk apoteker akan buruk/negatif. Oleh karena itu

Instalasi Farmasi dituntut untuk selalu menjaga kepercayaan dan kepuasan pasien

dengan meningkatkan kualitas pelayanannya. Menurut Kassam (2012) Kepuasan

pasien dapat diukur dengan melakukan survey terstruktur terhadap kegiatan

pharmaceutical care dalam pelayanan kefarmasian di apotik yang pada akhirnya

dapat meningkatkan kepuasan pasien itu sendiri.

Pihak Instalasi Farmasi perlu secara cermat memahami kebutuhan pasien

sebagai upaya untuk memenuhi harapan/keinginan dan meningkatkan kepuasan

pasien atas pelayanan yang diberikan. Menjalin hubungan dengan melakukan

penelitian terhadap mereka perlu dilakukan agar pelayanan yang diberikan sesuai

dengan yang diharapkan. Hal inilah salah satu wujud nyata dari perubahan

pelayanan dari paradigma lama yang berorientasi pada obat (drug oriented) ke

paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dalam bidang

farmasi (Siregar, 2004).

Berdasarkan masalah diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji

tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi sebagai masukan yang sangat

berharga guna menyusun strategi peningkatan kepuasan pelanggan serta


pengambilan keputusan manajerial yang sangat penting dalam rangka

meningkatkan kinerja internal petugas farmasi dan pihak manajemen Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai.

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari kepuasan pasien rawat jalan terhadap layanan

kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai :

1. Bagaimana tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi RSUD

Kabupaten Kepulauan Mentawai.

2. Bagaimana hubungan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi

Farmasi RSUD dengan karateristik demografi pasien.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukan, maka tujuan dari penelitian

ini adalah:

1. Untuk melihat tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi RSUD

Kabupaten Kepulauan Mentawai.

2. Mengetahui perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan status demografi pasien

rawat jalan di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai

berdasarkan pendapatan.

I.4. Manfaat Penelitian

1. Ilmu Pengetahuan
Dasar untuk pemikiran selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan referensi

bagi peneliti terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik pada umumnya

atau tentang pelayanan farmasi di rumah sakit pada khususnya.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman penulis di bidang manajemen

pelayanan publik khususnya berkenaan dengan objek yang diteliti saat ini yaitu

analisis tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap layanan kefarmasian di

Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai.

3. Bagi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai

Sebagai input atau bahan masukan untuk perbaikan kualitas pelayanan guna

memenuhi kepuasan pasien, sehingga dapat menentukan langkah-langkah

selanjutnya yang diambil dalam menetapkan kebijaksanaan dimasa yang akan

datang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya mengkaji perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan

status demografi pasien terhadap tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Instalasi

Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai berdasarkan metode ideal

referent yang dikembangkan oleh Larson et al (2002).

1.6. Hipotesis

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas dirumuskan hipotesis dalam


penelitian ini yaitu:

H0 1 : Tidak ada perbedaan kepuasaan terhadap layanan kefarmasian di

Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai

berdasarkan Gender.

H1 1 : Terdapat perbedaan tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Instalasi

Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai berdasarkan

Gender.

H0 2 : Tidak ada perbedaan kepuasaan terhadap layanan kefarmasian di

Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai

berdasarkan Usia.

H1 2 : Terdapat perbedaan tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Instalasi

Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai berdasarkan Usia.

H0 3 : Tidak ada perbedaan kepuasaan terhadap layanan kefarmasian di

Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai

berdasarkan Pendidikan.

H1 3 : Terdapat perbedaan tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Instalasi

Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai berdasarkan

Pendidikan.

H0 4 : Tidak ada perbedaan kepuasaan terhadap layanan kefarmasian di

Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai

berdasarkan Pekerjaan.

H1 4 : Terdapat perbedaan tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Instalasi

Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai berdasarkan

Pekerjaan.
H0 5 : Tidak ada perbedaan kepuasaan terhadap layanan kefarmasian

diInstalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai

berdasarkan Pendapatan Per Bulan.

H1 5 : Terdapat perbedaan tingkat kepuasan pasien rawat jalan di Instalasi

Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai berdasarkan

Pendapatan.

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1. Kepuasan Pelanggan

Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin satis (artinya cukup

baik, memadai) dan facio (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan

sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai (Tjiptono,

2007). Dalam kajian literatur kepuasan pelanggan yang dilakukan Giese & Cote

dari Washington State University seperti yang dikutip oleh Tjiptono (2007), kedua

pakar menyatakan bahwa:

1. Kepuasan pelangan merupakan respons baik emosional maupun kognitif.


2. Respon tersebut menyangkut fokus tertentu seperti ekspektasi, produk,

pengalaman konsumsi, dst.

3. Respon terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan

produk/jasa, berdasarkan pengalaman akumulatif, dll)

Secara singkat, kepuasan pelanggan terdiri atas tiga komponen yaitu

respons menyangkut fokus tertentu yang ditentukan pada waktu tertentu.

Junaidi dalam Sabarguna (2004) mengemukakan bahwa kepuasan pasien

adalah nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian

subjektif tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi

psikis pada saat itu dan pengaruh lingkungan pada waktu itu. Tingkat kepuasan

antara pasien yang satu dengan pasien yang lainnya berbeda-beda karena

kepuasan pasien merupakan hasil penilaian perasaan yang lebih bersifat subjektif

(Utama, 2003).

Rangkuti (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan

respon pelanggan terhadap kesesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan

kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian.

Menurut Kotler (2003), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau

kecewa pelanggan berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja

atau hasil suatu produk/jasa dan harapan-harapannya. Jika kinerja tersebut berada

di bawah harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut merasa dikecewakan

sebaliknya jika kinerja memenuhi harapan pelanggan akan merasa sangat puas.

Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau,

komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya.

Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan
memberi komentar yang baik tentang perusahaan. Proses kepuasan pelanggan

tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan (Rangkuti, 2006)

Fraser (1992) mengembangkan konsep kepuasan seperti yang dikutip oleh

Utama (2003) bahwa kepuasan selalu dinyatakan sebagai suatu hasil perbandingan

dari beberapa keadaan pada suatu saat tertentu. Konsep ini didukung oleh Azwar

(1996) yang menyatakan bahwa, seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih

antara kondisi yang dibutuhkan dengan kondisi aktual.

Kepuasan pasien diartikan sebagai hasil penilaian pasien berdasarkan

perasaannya terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang

telah menjadi bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien rumah sakit.

Selain itu kepuasan dapat juga dinyatakan sebagai cara pasien mengevaluasi

sampai seberapa besar tingkat kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat

menimbulkan tingkat kepuasan (Utama, 2003). Kepuasan pelanggan ditentukan

oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan selama

menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut.


Ketidak puasan yang diperoleh pada tahap awal pelayanan menimbulkan

persepsi berupa kualitas pelayanan yang buruk untuk tahap selanjutnya, sehingga

pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan dan semakin

banyak kekurangan dalam hal penting yang dibutuhkan, akibatnya rasa ketidak

puasan akan semakin besar (Supranto, 2001).

2.1.1 Karakteristik Pelanggan

Menurut Sumarwan (2004), karakteristik pelanggan meliputi pengetahuan

dan pengalaman pelanggan, kepribadian pelanggan dan karakteristik demografi

pelanggan. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak

mengenai produk/jasa mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena

pelanggan tersebut merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil

keputusan.

Beberapa karakteristik individu yang diduga mempengaruhi tingkat

kepuasan pasien adalah (Utama, 2005), yaitu :

a. Jenis kelamin, yang dapat membedakan laki-laki dan perempuan.

b. Umur, yang dinyatakan dalam satuan tahun sesuai dengan pernyataan pasien.

c. Pendidikan, adalah status resmi tingkat pendidikan terakhir pasien.

d. Pekerjaan, adalah status pekerjaan pasien.

e. Pendapatan, adalah jumlah gaji atau penghasilan dalam bentuk uang atau

barang rata-rata setiap bulan.

2.1.2 Prinsip – Prinsip Dasar Kepuasan Pelanggan


Kepuasan pelanggan sangat tergantung pada persepsi dan harapan

pelanggan yang dipengaruhi oleh faktor –faktor sebagai berikut (Jadgish, 1995):

1. Kebutuhan dan keinginan, yaitu berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan oleh

pelanggan saat melakukan transaksi.

2. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dan layanan baik dari

perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.

3. Pengalaman teman-teman, cerita teman pelanggan tentang kualitas produk dan

layanan perusahaan yang akan didapat oleh pelanggan.

4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran atau persepsi yang timbul dari

image periklanan dan pemasaran yang akan dilakukan oleh perusahaan.

2.1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

Dalam kaitannya dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap

kepuasan pelanggan, Tjiptono (1996) mengatakan bahwa ketidakpuasan

pelanggan disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

yang relatif dapat dikendalikan perusahaan misalnya karyawan yang kasar,

pelayanan tidak tepat waktu dan kesalahan pencatatan transaksi. Sebaliknya faktor

eksternal yang diluar kendali perusahaan seperti keadaan cuaca, gangguan pada

infrastruktur umum, aktivitas kriminal dan masalah pribadi pelanggan.

Selanjutnya jika pelanggan merasa tidak puas, ada beberapa kemungkinan

yang bisa dilakukan pelanggan yaitu (Sumarwan, 2004):

1. Tidak melakukan apa-apa, pelanggan yang tidak puas tidak melakukan

komplain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli atau menggunakan jasa

perusahaan yang bersangkutan lagi.


2. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggan yang

tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu:

a. Derajat kepentingan konsumsi yang dilakukan.

b. Tingkat ketidakpuasan pelanggan.

c. Manfaat yang diperoleh

d. Pengetahuan dan pengalaman

e. Sikap pelanggan tehadap keluhan

f. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi

g. Peluang berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima oleh orang yang

bersangkutan

3. Waktu penyampaian yang tepat

4. Keramahtamahan

Faktor pendukung yang tidak kalah pentingnya dengan kepuasan

diantaranya faktor kesadaran para pejabat atau petugas yang berkecimpung dalam

pelayanan umum, faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan, faktor

organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya

mekanisme kegiatan pelayanan, faktor pendapatan yang dapat memenuhi

kebutuhan hidup minimum, faktor keterampilan petugas dan faktor sarana dalam

pelaksanaan tugas pelayanan (Sumarwan, 2004).

Menurut Irawan (2007), terdapat lima komponen yang dapat mendorong

kepuasan pelanggan, yaitu :

1. Kualitas produk

Kualitas produk mencakup enam elemen, yaitu performance, durability,

feature, reliability, consistency, dan design. Setelah membeli dan


menggunakan suatu produk, pembeli akan merasa puas bila ternyata kualitas

produknya baik atau berkualitas.

2. Kualitas pelayanan

Salah satu konsep service quality adalah servqual sangat tergantung dari tiga

faktor, yaitu: 1) sistem, 2)teknologi, 3) manusia. Berdasarkan konsep

servqual, komponen ini mempunyai terdiri dari beberapa dimensi diantaranya

reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible.

3. Faktor Emosional

Kepuasan konsumen juga diperoleh pada saat menggunakan suatu produk

yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan didasari atas rasa

bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, dan sebagainya.

4. Harga

Merupakan komponen yang sangat penting karena dinilai mampu memberikan

kepuasan yang relatif besar dalam industri ritel. Harga yang murah akan

memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena

mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi.

5. Kemudahan

Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk atau

jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien

dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

Tjiptono (1996) menyatakan dalam kepuasan pasien ada beberapa aspek yang

mempengaruhinya:
1. Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit.

2. Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan

petugas rumah sakit, komunikatif, responaktif, suportif, dan cekatan dalam

melayani pasien.

3. Aspek kompetensi teknik petugas, meliputi keberanian bertindak,

pengalaman dan terkenal.

4. Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh

pasien dan ada tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien

2.1.4 Konsep Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Kotler et al (2004) seperti dikutip Tjiptono (1996) mengidentifikasi empat

metode untuk mengukur kepuasan pelanggan:

1. Sistem keluhan dan saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu

menyediakan kesempatan dan akses berupa kotak saran, saluran telepon

khusus bebas pulsa, website yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya

guna menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan mereka. Upaya

mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan sulit diwujudkan dengan

metoda ini.

2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)

Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah

dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan dan

berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.

Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan


temuan-temuannya, berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan produk

perusahaan dan pesaing.

3. Lost Customer Analysis

Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau

telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan

supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya. Bukan hanya exit

interview saja yang diperlukan, tetapi pemantauan customer loss rate juga

penting, dimana peningkatan cuctomer loss rate menunjukkan kegagalan

perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. Kesulitan metode ini adalah

pada saat mengidentifikasi dan mengontak mantan pelanggan yang bersedia

memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.

4. Survei Kepuasan pelanggan

Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dilakukan dengan

berbagai cara diantaranya:

a. Directly reported satisfaction

Pengukuran dilakukan menggunakan item-item spesifik yang menanyakan

langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.

b. Derived satisfaction

Pertanyaan yang diajukan menyangkut tingkat harapan atau ekspektasi dan

persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual perusahaan bersangkutan


(perceived performance). Pengukuran ini mirip dengan pengukuran kualitas

jasa model servqual.

c. Problem analysis

Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah

yang mereka hadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saran-

saran perbaikan. Kemudian perusahaan akan melakukan analisis konten

(content analysis) terhadap semua permasalahan dan saran perbaikan untuk

mengidentifikasi bidang-bidang utama yang membutuhkan perhatian dan

tindak lanjut segera.

d. Importance-performance analysis (IPA)

Teknik ini yang dikemukan pertama kali oleh Martilla & James (1977)

dalam artikel mereka “Importance Performance Analysis” yang

dipublikasikan di Journal of Marketing. Teknik ini digunakan untuk

mengetahui sampai sejauh mana kinerja pelayanan yang telah diberikan dan

perbaikan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya

agar senantiasa mampu memuaskan pelanggan.

Importance menggambarkan seberapa penting atribut kualitas pelayanan

pada saat itu bagi pelanggan dan Performance menggambarkan persepsi

pelanggan terhadap kinerja dari atribut-atribut kualitas pelayanan yang telah

diberikan oleh penyedia jasa.

2.1.5 Strategi Peningkatan Kepuasan Pelanggan

Terdapat berbagai strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan

kepuasan pelanggannya menurut Tjiptono (1996) antara lain:


1. Relationship Marketing

Hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan tidak berakhir setelah

penjualan selesai namun berupaya untuk menjalin suatu kemitraan jangka panjang

dengan pelanggan secara terus agar terjadi pembelian ulang. Penerapannya dapat

dilakukan dengan cara dibentuknya customer database yang tidak hanya berisi

nama pelanggan tapi juga mencakup hal-hal penting lainnya, misalnya frekuensi

dan jumlah pembelian. Penerapannya dapat dilakukan dengan cara memberikan

potongan harga khusus dan memberikan jaminan referensi bagi pelanggan yang

menggunakan jasa dengan frekuensi tertentu.

2. Superior Customer Service

Penerapan strategi ini memerlukan biaya yang besar, kemampuan sumber

daya manusia yang profesional dan gigih karena perusahaan berupaya

menawarkan pelayanan yang lebih unggul dari pesaingnya. Keunggulan

pelayanan yang diberikan menurut perusahaan untuk membebankan harga yang

tinggi pada jasanya namun akan terdapat pelanggan yang tidak keberatan dengan

tingginya harga tersebut. Perusahaan yang memberikan layanan superior ini pada

akhirnya akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang pesat dibandingkan

dengan pesaingnya.

3. Unconditional guarantees

Perusahaan memberikan garansi tertentu ataupun memberikan layanan prima

jual yang baik dan mampu menyediakan media efisien dan efektif untuk

menangani keluhan. Intinya perusahaan memiliki komitmen untuk memberikan

kepuasan kepada pelanggan yang pada akhirnya akan menjadi sumber yang

berguna untuk menyempurnakan kualitas jasa dan kinerja perusahaan serta akan
meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih

baik dari pada sebelumnya.

4. Penanganan keluhan yang efektif

Penanganan ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan menentukan

sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan mengeluh.

Kemudian sumber masalah ini perlu diatasi, ditindaklanjuti dan diupayakan agar

dimasa mendatang tidak timbul masalah yang sama. Terdapat empat aspek yang

terpenting dalam menangani keluhan yaitu: adanya empati terhadap pelanggan

yang marah, kecepatan dalam penanganan keluhan, adanya perlakuan keadilan

dan kewajaran dalam memecahkan suatu masalah serta adanya kemudahan bagi

pelanggan untuk menghubungi perusahaan.

5. Peningkatan Kinerja Perusahaan

Pemberian pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship,

dan public relations kepada setiap manajemen dan karyawan dapat dilakukan

untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Alternatif lain yang dapat dilakukan

perusahaan adalah dengan membentuk tim-tim kerja lintas fungsional sehingga

diharapkan wawasan dan pengalaman karyawan semakin besar yang pada

akhirnya dapat meningkatkan kemampuannya dalam melayani pelanggan.

6. Qualitty Function Deployment (QFD)

QFD berupaya menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi

apa yang dihasilkan perusahaan. Hal ini dilaksanakan dengan melibatkan

pelanggan dalam proses pengembangan jasa dan produk sedini mungkin sehingga

perusahaaan dapat memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan


inovatif terhadap kebutuhan tersebut dan memperbaiki proses sehingga tercapai

efektifitas yang maksimum.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.2.1 Defenisi Instalasi Farmasi

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah salah satu departemen atau unit dari

suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa

orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan kompeten secara profesional, tempat, atau fasilitas penyelenggaraan

yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang

terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi,

penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan

resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, dan

pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah

sakit, pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan

langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah

sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004).

Menurut Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1994

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit yang

merupakan fasilitas penyelenggara kefarmasian di bawah pimpinan seorang

farmasis dan memenuhi persyaratan secara hukum untuk mengadakan,

menyediakan, dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan kesehatan di

rumah sakit yang berintikan pelayanan produk yang lengkap dan pelayanan

farmasi klinik yang sifat pelayanannya berorientasi kepada kepentingan penderita.


Tujuan instalasi farmasi rumah sakit (Siregar, 2004), antara lain:

1. Memberikan mamfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi

kesehatan, dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang

kompeten dan memenuhi syarat.

2. Menjamin praktek profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan

pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian melalui

peningkatan kesejahteraan ekonomi.

3. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran antara

para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis yang serumpun.

4. Memperluas dan memperkuat ke mampuan apoteker rumah sakit guna

mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi, mengembangkan dan

memberikan pelayanan klinik, berpartisipasi dalam penelitian klinik dan

farmasi dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita,

mahasiswa dan masyarakat.

5. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.

Menurut The American Society of Hospital Pharmacist (ASHP, 1994),

tujuan farmasi rumah sakit adalah:

1. Turut berpartisipasi aktif dalam penyembuhan penderita dan memupuk

tanggung jawab dalam profesi dengan landasan filosofi dan etika.

2. Mengembangkan ilmu dan profesi dengan konsultasi pendidikan dan

penelitian.
3. Mengembangkan kemampuan administrasi dan manajemen, penyediaan obat

dan alat kesehatan di rumah sakit.

4. Meningkatkan keterampilan tenaga farmasi yang bekerja di instalasi farmasi

rumah sakit.

5. Memperhatikan kesejahteraan staf dan pegawai yang bekerja di lingkungan

instalasi farmasi rumah sakit.

6. Mengembangkan pengetahuan tentang farmasi rumah sakit untuk

meningkatkan mutu pelayanan.

2.2.2 Tugas, Fungsi, Visi dan Misi Instalasi Farmasi

Tugas pokok dari Instalasi farmasi rumah sakit adalah (Depkes, 2006) :

1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal

2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan

prosedur kefarmasian dan etik profesi.

3. Melaksanakan komunikasi, Informasi dan edukasi (KIE)

4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan

mutu pelayanan farmasi.

5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan –aturan yang berlaku.

6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.

7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

8. Memfasilitasi dan mendorong seterusnya standar pengobatan dan formularium

rumah sakit.
Fungsi farmasi rumah sakit adalah memberikan pelayanan yang bermutu

dengan ruang lingkup yang berorientasi pada kepentingan masyarakat meliputi 2

fungsi yaitu (Siregar, 2004) :

1. Pelayanan farmasi yang berorientasi pada produk yaitu mengelola perbekalan

farmasi yang efektif dan efisien mulai dari perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, produksi, pendistribusian dan evaluasi penggunaan

perbekalan farmasi.

2. Pelayanan farmasi yang berorientasi pada pasien/farmasi klinik, meliputi:

a. Mewujudkan perilaku sehat melalui penggunaan obat rasional termasuk

pencegahan dan rehabilitasinya.

b. Mengidentifikasikan permasalahan yang berhubungan dengan obat melalui

kerjasama dengan pasien dan tenaga kesehatan lain.

c. Memonitor penggunaan obat dan melakukan pengkajian terhadap

penggunaan obat yang diberikan kepada pasien.

d. Memberi informasi mengenai hal yang berhubungan dengan obat.

e. Melakukan konseling kepada pasien/keluarga pasien maupun kepada

tenaga kesehatan untuk mendapatkan terapi yang rasional.

f. Melakukan pelayanan TPN (Total Parenteral Nutrition), IV admixture dan

pelayanan pencampuran obat sitostatik (Cytostatic Handling).

g. Berperan serta dalam kepanitiaan seperti Panitia Farmasi dan Terapi

(PFT).

Visi farmasi rumah sakit adalah terselenggaranya pelaksanaan dan

pengelolaan dalam pelayanan, pekerjaan kefarmasian di rumah sakit termasuk

pelayanan farmasi klinik (Siregar, 2004) .


Misi pelayanan farmasi di rumah sakit adalah mengadakan terapi obat

yang optimal bagi semua penderita, menjamin mutu tertinggi dan pelayanan

dengan biaya yang paling efektif serta memberikan pendidikan dan pengetahuan

baru di bidang kefarmasian melalui penelitian bagi staf medik, mahasiswa, dan

masyarakat (Siregar, 2004).

2.2.3 Pelayanan Kefarmasian Instalasi Farmasi

Perkembangan farmasi di rumah sakit Indonesia berjalan lambat dibanding

pelayanan kesehatan lainnya, seperti pelayanan medik, perawatan dan gizi.

Farmasi lebih terlihat sebagai proses penyediaan obat sebagai barang dari pada

sebagai suatu pelayanan profesional. Akan tetapi, sebenarnya intervensi farmasi

merupakan bagian dari proses medik (Siregar, 2004). Pemberian obat kepada

penderita bukan lagi didasarkan pada tersedia atau tidaknya obat tersebut,

melainkan juga perlu diketahui apakah obat telah dipilih secara tepat indikasi,

tepat dosis, tepat pasien, tepat pemberian, bebas dari interaksi obat yang

berbahaya, efek samping obat terkendali dan tepat harga terutama bagi penderita

yang kemampuan ekonominya rendah (Siregar, 2004).

Pelayanan farmasi adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung

profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien (Menkes, 2004). Pelayanan farmasi merupakan proses kolaboratif yang

bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah menyelesaikan masalah obat dan

masalah yang berhubungan dengan keselamatan (Bahfen, 2006).

Dalam memberikan perlindungan terhadap pasien, pelayanan farmasi

berfungsi sebagai (Bahfen, 2006):


1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya,

tujuannya agar pengobatan dapat diterima untuk terapi, memantau efek

samping obat, menentukan rute pemberian obat, dan penggunaan obat secara

rasional.

2. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan dalam pemilihan obat yang tepat

3. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang

berlawanan, keracunan dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi

pengobatan.

4. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada

pasien.

5. Menyediakan, memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi

pasien penyakit kronis.

6. Berpartisipasi dalam pengelolaan obat-obatan untuk pelayanan gawat darurat.

7. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat.

8. Partisipasi dan penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan.

9. Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk lembaga kesehatan.

Dalam pelayanan farmasi ada yang dikenal dengan istilah asuhan

kefarmasian yaitu pelayanan yang berinteraksi langsung dengan pasien. Konsep

asuhan kefarmasian menjadi penting karena meningkatnya biaya kesehatan dan

adverse drug reactions dari obat-obat yang diresepkan. Obat menjadi lebih mahal,

penggunaannya meningkat, biaya kesalahan penggunaan obat (drug misuse)

meningkat dan efek samping obat/kesalahan obat (adverse event drug

misadventure) (Robert, 1996). Dalam etika profesi farmasi, para farmasis


mempunyai kewajiban untuk melindungi pasien dari kerugian akibat kecelakaan

pemakaian obat yang merugikan (Yusmainita, 2001).

Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab

farmasis untuk menjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu sehingga

pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat. Peran farmasis dalam asuhan

kefarmasian diawal proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Ditengah

proses terapi, farmasis memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi

terbaik bagi DRP (Drug Related Problem) pasien. Diakhir proses terapi, menilai

hasil intervensi farmasis sehingga didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup

meningkat serta hasilnya memuaskan, termasuk keputusan untuk tidak

menggunakan terapi obat, pertimbangan memilih obat, dosis, rute dan metoda

pemberian, pemantauan terapi obat, pemberian informasi dan konseling pada

pasien (ASHP, 1994).

Fungsi utama dari asuhan kefarmasian adalah (ASHP, 1994) :

1. Identifikasi masalah aktual dan potensial yang berhubungan dengan obat

2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat

3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat

Implementasi dari asuhan kefarmasian dirumah sakit dapat dilakukan pada

pasien rawat inap dan rawat jalan melalui informasi penting tentang dosis, cara

pakai, kontra indikasi, efek samping konseling dan edukasi untuk obat bebas dan

obat yang diresepkan, pemberian label, leaflet, brosur, buku edukasi, pembuatan

buku riwayat pengobatan pasien, serta jadwal minum obat (Yusmainita, 2001).

Pelayanan asuhan kefarmasian meliputi (Low, 1996) :

1. Konsultasi dan wawancara dengan pasien


2. Assessment terapi obat pada pasien

3. Rencana asuhan sampai mengembangkan tujuan terapi yang spesifik

4. Edukasi pasien, rekomendasi dan rujukan

5. Follow up pada pasien

Untuk melaksanakan hal diatas, diperlukan (Low,1996):

1. Distribusi/dispensing perbekalan farmasi yang tepat waktu dan akurat

2. Data pasien yang lengkap

3. Informasi obat yang lengkap dan memadai

4. Rekaman pemberian obat yang baik dan lengkap

Ada 11 jenis masalah yang dialami penderita berkaitan dengan obat (DRP)

yang memerlukan peran farmasis (ASHP 1994-1995) antara lain:

1. Pasien memelukan obat, tetapi indikasi kurang tepat (Untreat ed indication)

2. Pasien memerlukan terapi obat, tetapi mendapat obat yang indikasinya tidak

ada (Medication use without indication)

3. Pasien memerlukan terapi obat, tetapi mendapat obat yang salah (Improrer

drug dosage)

4. Pasien memerlukan terapi obat dan menerima dosis obat yang kurang (sub

therapeutic dosage).

5. Pasien memerlukan terapi obat, tetapi mendapat dosis obat yang berlebih (over

dose) sehingga terjadi keracunan.

6. Pasien tidak menggunakan obat karena alasan kepatuhan ekonomi dan

avaibilitas (failure to receive medication).

7. Pasien mendapat terapi obat, tetapi mengalami efek samping obat/alergi.


8. Pasien mendapat obat, tetapi kemungkinan ada interaksi obat-obatan, obat-

makanan, obat-obatan tradisional.

9. Kepatuhan pasien (patient compliance).

10. Pemilihan obat yang ekonomis (mis; obat generik).

11. Kenyamanan pasien.

2.2.4 Standar Pelayanan Farmasi

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004, Pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas

pelayanan farmasi bermutu tinggi, melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit

yang baik. Tujuannya agar setiap pelayanan yang ditetapkan dapat memuaskan

pelanggan, khususnya menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar,

terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan keamanan

pasien, meningkatkan efisiensi pelayanan, meningkatkan mutu obat yang

diproduksi rumah sakit sesuai CPBO (Cara Pembuatan Obat yang Baik),

meningkatkan kepuasan pelanggan dan menurunkan keluhan pelanggan atau unit

kerja terkait.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/Menkes/SK/X/2004

tentag Standar Pelayanan Kefarmasian terdiri dari :

1. Administrasi dan Pengelolaan

Pelayanan diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan farmasi

yang efisien dan bermutu, berdasarkan fasilitas yang ada dan standar

pelayanan keprofesian yang universal.

2. Staf dan Pimpinan


Pelayanan farmasi diatur dan dikelola demi terciptanya tujuan pelayanan.

IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh apoteker yang punya

pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit. Penilaian

terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan pekerjaan

fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang dihasilkan

dalam meningkatkan mutu pelayanan.

3. Fasilitas dan peralatan

Di IFRS harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang dapat

mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan

farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang

fmgsional, profesional dan etis.

4. Kebijakan dan Prosedur

Semua kebijakan dan prosedur harus tertulis dan dicantumkan tanggal

dikeluarkannya peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada harus

mencerminkan standar pelayanan farmasi mutakhir yang sesuai dengan

peraturan dan tujuan dari pada pelayanan farmasi itu sendiri.

5. Pengembangan staf dan program pendidikan

Setiap staf di rumah sakit harus mempunyai kesempatan untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilannya.

6. Evaluasi dan pengendalian mutu

Pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang

bermutu tinggi, melalui cara pelayanan rumah sakit yang baik.


Adapun standar pelayanan kefarmasian di Apotek sesuai Kepmenkes No.

1027 tahun 2004, yaitu :

1. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenal oleh masyarakat

2. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek

3. Apotek harus dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat

4. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari

aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk

menunjukkan integritas dari kualitas produk serta mengurangi resiko

kesalahan penyerahan.

5. Masyarakat diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk

memperoleh informasi dan konseling.

6. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, apotek harus bebas dari

hewan penggerat, serangga.

7. Apotek mempunyai suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari

pendingin.

8. Apotek harus memiliki:

a. Ruang tunggu nyaman bagi pasien

b. Tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien, termasuk penempatan

brosur/materi informasi.

c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan

meja dan kursi serta lemari untuk penyimpanan catatan medikasi pasien.

d. Ruang racikan.

e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.


9. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat

dan barang-barang lain yang tersusun rapi, terlindung dari debu, kelembaban

dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan

temperatur yang telah ditetapkan.

Dalam pelaksanaan standar pelayanan farmasi rumah sakit perlu dilakukan

kegiatan pengendalian mutu mencakup hal-hal berikut (Depkes, 2006):

1. Pemantauan

Merupakan pengumpulan semua informasi yang penting berhubungan dengan

pelayanan farmasi.

2. Penilaian

Penilaian secara berkala untuk menentukan masalah-masalah pelayanan dan

berupaya untuk memperbaiki.

3. Tindakan

Masalah-masalah yang sudah dapat ditentukan harus diambil tindakan untuk

memperbaikinya dan didokumentasikan.

4. Evaluasi

Efektifitas tindakan harus dievaluasi agar dapat diterapkan dalam program

jangka panjang.

5. Umpan balik

Hasil tindakan harus secara teratur diinformasikan kepada staf/bawahan.


Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan

suatu tolak ukur yang menunjukkan ukuran kepatuhan terhadap standar yang

telah ditetapkan. Menurut Depkes (2006) indikator dibedakan menjadi:

1. Indikator pesyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk mengukur

terpenuhi tidaknya standar masukan, proses dan lingkungan.

2. Indikator Penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk

mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang

diselenggarakan.

Adapun indikator yang baik antara lain: sesuai dengan tujuan,

informasinya mudah didapat, singkat, jelas, lengkap, rasional dan tidak

menimbulkan berbagai interprestasi.

Selain indikator diatas terdapat juga unsur–unsur yang mempengaruhi

mutu pelayanan farmasi, yaitu (Depkes, 2006):

1. Unsur masukan (input)

Tenaga/sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan dana.

2. Unsur proses

Tindakan yang dilakukan oleh seluruh staf farmasi.

3. Unsur lingkungan

Kebijakan–kebijakan, organisasi, manajemen.

4. Standar–standar yang digunakan.

Standar yang digunakan adalah standar pelayanan farmasi minimal yang

ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan standar lain yang relevan dan

dikeluarkan oleh lembaga yang dapat dipertanggung jawabkan.


Mutu pelayanan farmasi harus dievaluasi secara periodik terhadap konsep,

kebutuhan, proses dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan mutu

pelayanan. Berdasarkan waktu pelaksanaannya ada tiga jenis program evaluasi

(Depkes, 2006) :

1. Prospektif

Program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan.

Contoh : pembuatan standar, perijinan.

2. Konkuren

Program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan.

Contoh : memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep oleh asisten

apoteker.

3. Retrospektif

Program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan dilaksanakan.

Contoh: survei konsumen, laporan mutasi barang.

Dalam pelaksanaan evaluasi pelayanan farmasi rumah sakit ini dilakukan

dengan metoda (Depkes, 2006):

1. Audit (pengawasan), dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah

sesuai standar.

2. Review (penilaian), terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan

sumber daya, penulisan resep.

3. Survei, untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau

wawancara langsung.

4. Observasi, terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan resep.


2.3 Kondisi Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai

Kepulauan mentawai merupakan sebuah kabupaten di Propinsi Sumatera

Barat. Mentawai berada pada jarak 150 km dilepas pantai pulau sumatera.

Kabupaten seluas daratan ± 7.000 km² (Seberut 4.480 km2, Sipora 845 km2, Pagai

1,675 km2 ). Didiami oleh 78.511 jiwa yang sebagian besar adalah masyarakat asli.

Bahasa yang digunakan oleh orang mentawai adalah bahasa Mentawai Pulau-

pulau besar yang banyak didiami penduduk di Mentawai adalah pulau Sipora,

Pagai Utara, Pagai Selatan dan Siberut. Ibukota Kabupaten Mentawai adalah

Tuapejat yang terletak di Pulau Sipora.

Rumah adat orang mentawai adalah uma dengan kepala suku nya bergelar

Sikerei. Kepulauan Mentawai terpisah dari pulau Sumatera dikarenakan oleh

kenaikan permukaan air laut. Pada zaman pleistocene glaciation, Orang Mentawai

perkirakan telah ada disuatu pulau sejak tahun 200 dan 500 SM. Bermigrasi dari

utara melalui Pulau Siberut kemudian bergerak keselatan menuju Sipora dan

pulau Pagai. Bahasa, adat dan kebiasaan hidup sangat berbeda dengan Sumatera

Barat sebagai propinsi induk.

Pada awal abad ke 17 orang portugis membuat Peta Mentawai dengan nama

“Mintaon”, peta tersebut dibuat tahun 1606. Pada Agustus tahun 1792 seorang

karyawan British East India Company John Crisp mengunjungi Pagai (Poggy)

untuk mempelajari orang Mentawai. Tulisannya mengenai Mentawai dimuat pada

tahun 1799. John Crisp adalah orang pertama yang mengenalkan mentawai pada

sastra barat. Pada tanggal 10 Juli 1864 menjadi bagian dari Hindia Belanda.

Mentawai memiliki banyak pulau-pulau indah dengan ombaknya yang besar, yang
sangat bagus untuk berselancar. Pariwisata nya mulai dikenal pada pertengahan

tahun 1990 oleh seorang peselancar dari Australia menemukan ombak yang bagus

untuk berselancar. Sejak saat itulah Mentawai ramai dikunjungi oleh turis untuk

berselancar. Ombak di Mentawai merupakan ombak terbagus ketiga didunia untuk

berselancar. Sekarang Mentawai sebagai daerah tujuan wisata terutama untuk

berselancar, juga untuk mengetahui lebih dalam kehidupan suku Mentawai,

melihat keindahan alam lain. Di Mentawai sekarang telah banyak berdiri resort-

resort yang sebagian besar dikelola oleh orang asing.

Pada awalnya Mentawai bergabung dengan Kabupaten Padang Pariaman.

Pada 12 Oktober 1999 Mentawai disahkan menjadi sebuah kabupaten dengan

nama Kabupaten Kepulauan Mentawai yang terdiri dari 4 kecamatan yaitu

Kecamatan Siberut Utara, Kecamatan Siberut Selatan, Kecamatan Sipora dan

Kecamatan Pagai Utara Selatan.

Perekonomian Suku Asli Mentawai didasari atas sagu dan talas, dengan

menangkap ikan, berternak babi, berburu untuk kebutuhan protein. Penduduk

menganut paham animisme yang percaya bahwa segala sesuatu mulai dari

manusia hingga kera, batu hingga cuaca, mempunyai roh yang terpisah dari

“raganya” serta bebas berkeliaran seperti yang dikehendakinya. Prinsip

kepercayaannya adalah keselarasan pencipta, dengan suatu kekuatan religuis

dibalik semua hal yang disebut “kina ulau” atau “diluar jangkauan”. seperti

kebanyakan kepercayaan kuno, mereka lebih memusatkan pada berbagai

manifestasi penciptaan roh atau jiwa. Upacara keagaman yang didaerah kepulauan

bagian selatan disebut dengan “puliajat” atau “Punen”. Selama upacara upacara

berlangsung, penduduk memberikan persembahan kepada roh-roh halus dengan


membuat hiasan dan ukiran-ukiran yang indah agar jiwa atau roh tersebut menjadi

senang.

2.4 Gambaran Lokasi Penelitian

RSUD Kabupaten kepulauan Mentawai terletak di Pulau Sipora tepatnya

berada dijalan raya Tuapejat KM. 9 Kecamatan sipota Utara Kabupaten

Kepulauan Mentawai Propinsi sumatera Barat. Operasional Rumah Sakit ini di

resmikan oleh Gubenur Sumatera Barat pada tanggal 21 Maret 2006 dengan

keputusan Kepala Dinas Kesehatan Proninsi Sumatera Barat No.

FM.03.03.824.III.2006 tentang pemberian izin uji coba Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai, berdasarkan surat Dirjen Bina

Pelayanan Medik Depkes RI tanggal 5 Januari 2007 No.Ir.01.01.1.1.272 bahwa

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai telah diregistrasi

dan diberi kode pengenal yaitu dengan nomor 13 01 0 10. RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai telah di tetapkan menjadi milik pemerintah Daerah sesuai

surat keputusan Bupati Nomor 101 Tahun 2006 tentang Penetapan Rumah Sakit

Umum Daerah sebagai milik Pemerintah Daerah Kepulauan Mentawai.

Berbagai jenis sarana kesehatan tersedia di Kabupaten Kepulauan

Mentawai, mulai dari rumah sakit sampai posyandu. Secara keseluruhan terjadi

peningkatan jumlah sarana kesehatan yang terdapat di wilayah Kabupaten

Kepulauan Mentawai. Pada tahun 2014 tercatat jumlah sarana kesehatan sebanyak

353 unit terdapat : 1 rumah sakit, 10 puskesmas, 24 puskesmas pembantu, 72 pos

kesehatan desa, 236 posyandu, 10 polinses dengan jumlah pengunjung rumah

sakit pada tahun 2016 di rawat jalan sebanyak 6670orang, rawat inap sebanyak

584 orang, BOR 85,7%, dan LOS 43 hari. Dari hasil observasi di Kabupaten
Kepulauan Mentawai masih ada yang menggunakan pengobatan Tradisional salah

satunya Sikerei, sedangkan pengobatan modernnya ke RSUD jika perlu di rujuk

ke rumah sakit di Kota Padang.

Tempat penelitian ini terletak di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Peta

yang Mengambarkan letak lokasi tersebut :


Gambar 2. Peta Kepulauan Mentawai
RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki kapasitas 65 tempat

tidur terdiri dari 6 tempat tidur dikelas I dan59 tempat tidur dikelas III ditambah

dengan6 tempat tidur bayi baru lahir. RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai

merupakan satu-satunya rumah sakit pemerintah dan RS rujukan dari 12

Puskesmas yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Mentawai, sangat

membutuhkan penambahan jumlah ruang rawat inap dan tempat tidur serta

kelengkapan sarana dan prasarana pendukung lainnya.

RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai mempunyai visi menjadi rumah

sakit yang berkualitas sesuai dengan perkembangan iptek untuk mewujudkan

masyarakat sehat dan sejahtera tahun 2015 dan misinya mewujudkan pelayanan

prima, meningkatkan kepuasan pasien dan masyarakat, meningkatkan

kesejahteraan seluruh karyawan. Adapun falsafah rumah sakit menjunjung tinggi

harkat dan martabat manusia dalam pelayanan kesehatan, pendidikan dan

penelitian. Diiringi dengan tujuan rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan

yang bermutu sesuai dengan stándar bagi semua lapisan masyarakat dengan moto

“Rumah Sakit Kesehatan Anda, Amanah Kami” serta strategi rumah sakit dalam

peningkatan kompetensi SDM, peningkatan mutu pelayanan rumah sakit,

pengembangan administrasi dan manajemen, peningkatan dan pengembangan

rumah sakit, peningkatan angka kepuasan pelanggan.

RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai didukung oleh tenaga kesehatan

diantaranya: Spesialis Anak 1 orang, Spesialis Bedah 1 orang, Dokter Umum 10

orang, Dokter gigi 3 orang, Perawat 25 orang, Bidan 18 orang, Apoteker 3 orang,

3 Asisten Apoteker, Tenaga kesehatan lainnya 24 orang dan Tenaga Non


Kesehatan 4 orang dan Dibantu oleh tenaga Honorer 178 Orang dari semua

jurusan.

Jenis pelayanan yang sudah disediakan oleh RSUD Kabupaten Kepulauan

Mentawai diantaranya:

a. Pelayanan gawat darurat

b. Pelayanan rawat jalan

c. Pelayanan rawat inap

d. Pelayanan bedah

e. Pelayanan persalinan dan perinatologi

f. Pelayanan Psikoterapi

g. Pelayanan radiologi

h. Pelayanan laboratorium patologi klinik

i. Pelayanan farmasi

j. Pelayanan gizi

k. Pelayanan transfusi darah

l. Pelayanan rekam medis

m. Pengelolaan limbah

n. Pelayanan administrasi manajemen

o. Pelayanan ambulans

p. Pelayanan pemulasaran jenazah

q. Pelayanan laundry

r. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit


2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian Kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian dengan

menggunakan metode Ideal referent yang terdiri dari dua dimensi yakni friendly

explanation dan managing therapy, telah digunakan oleh Azuka et al (2004)

untuk menilai kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi di rumah sakit

pendidikan Nigeria. Dari penelitian ini didapatkan hasil, hampir separuh dari

pasien (46%) menyatakan kurang puas dengan kinerja pelayanan yang dirasakan.

Selain itu penelitian Zoran et al (2010) mengenai penilaian kepuasan

pasien terhadap pelayanan farmasi komunitas di R.Macedonia menyatakan hasil

dari analisis mereka menunjukkan adanya faktor yang mempengaruhi pelayanan

farmasi meliputi: harga obat, lokasi apotik, stock obat, kompetensi farmasis,

kebersihan apotik, waktu menunggu resep dan jaminan kerahasiaan informasi

yang disampaikan pasien.

Selanjutnya penelitian Azeredo et al (2009) tentang Kepuasan terhadap

pelayanan farmasi di Brazil yang mengemukan bahwa secara keseluruhan persepsi

pasien memuaskan terhadap pelayanan farmasi yang diterima di Brazil.

Di Indonesia sendiri juga telah banyak dilakukan penelitian mengenai

tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit seperti halnya Dyah

Nurul Maharani, dkk (2016) tentang analisis pengaruh kepuasan pasien terhadap

kualitas pelayanan resep di apotek Instalasi Farmasi Rumah Sakit Daerah Luwuk

Kabupaten Banggai. Endang Hajat Aprilia (2008) yang melakukan penelitian

tentang tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap kualitas pelayanan Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Umum Kabupaten Sragen. Selain itu penelitian yang

dilakukan Cut Zuliati Muli (2009) tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pasien rawa tinap di Puskesmas Kota Medan. Selanjutnya RSUD

Kabupaten Pasaman Barat telah dilakukan dua penelitian terhadap kepuasan

pasien di rumah sakit, diantaranya Hardi (2010) tentang analisis tingkat kepuasan

pasien umum dan jamkesmas terhadap pelayanan rawat inap kelas III RSUD

Pasaman Barat dan Khairani (2011) tentang analisis faktor yang mempengaruhi

kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan RSUD Pasaman Barat. Kedua

penelitian ini menggunakan metode servqual dengan hasil penelitian yang hampir

sama bahwa persepsi pasien terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit

cukup memuaskan.

Dari dua penelitian di Kabupaten Pasaman Barat diatas belum ada

penelitian khusus tentang pelayanan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

dengan menggunakan Model ideal referent yang dikembangkan oleh Larson et al

(2002) dengan dua dimensi kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi Friendly

Explanation dan Managing Therapy.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan

Mentawai yang berlokasi diJalan Raya Tuapejat Km.9, dan dilaksanakan dari

bulan April s/d Mei 2016.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitik dengan rancangan cross

sectional. Data dikumpulkan dengan cara menyebar kuesioner kepada pasien

untuk menilai kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian diInstalasi Farmasi,

Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai.

3.2.2 Populasi dan sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang diteliti ( Notoatmodjo,

2002 ). Dalam penelitian ini populasi yang dimaksudkan adalah pasien rawat jalan

yang datang berobat ke RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi. Penentuan sampel penelitian dengan

menggunakan metode Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan

pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan

ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,

2002).
Responden yang dipilih adalah pasien rawat jalan yang punya pengetahuan

tentang peranan apoteker dalam layanan kefarmasian, berusia 18 tahun keatas,

sudah menikah dan sudah pernah mendapatkan rawat jalan di RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai, sedangkan responden yang tidak bersedia untuk mengisi

kuesioner atau buta huruf dikeluarkan dari penelitian ini.

3.2.3 Jumlah Sampel

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus (Lwanga, 1991) dalam buku

Sampel Size Determination In Health Studies.

n = Z1 - a/2 P(1-P)

d2

Keterangan :

n = Jumlah sampel

d = Tingkat presisi/deviasi yang diinginkan = 10%

p = Asumsi proporsi pasien yang puas dan yang tidak puas yaitu

masing- masing 50%

Z1-a/2 = Nilai baku distribusi normal pada koefesien/derajat kepercayaan

yang diinginkan 95%, yaitu sebesar 1,96.

Besar sampel yang pada penelitian ini adalah 106 orang antisipasi ketidak

lengkapan data 10% sehingga jumlah sampel menjadi 106 orang + 10 % =

116,6 = 117 orang.


3.3 Instrumen Penelitian

3.3.1 Pengembangan Instrumen

Instrumen dikembangkan oleh Almasdy, dkk (2013) dari instrumen

pengukuran kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian dengan model ideal

referent yang dikembangkan oleh Larson et al (2002). Istrumen terdiri dari 10

dimensi yaitu :

1. Penjelasan (Explanation)

2. Perhatian (Consideration)

3. Kemampuan Teknis (Technical Competence)

4. Aspek Keuangan (Financial Aspects)

5. Kemudahan Akses ( Accessibility)

6. Keefektifan Pengobatan (Efficacy of medications)

7. Ketersediaan obat-obat OTC (OTC (over-the-counter) Avaibility)

8. Kualitas Obat (Drug quality)

9. Kepuasan (General satisfaction)

10. Pengobatan yang berkelanjutan (Continuity with the Pharmacy)

Untuk penilaian tingkat kepuasan pasien digunakan skala Likert yaitu:

1. 1 untuk jawaban tidak puas

2. 2 untuk jawaban kurang puas

3. 3 untuk jawaban cukup puas

4. 4 untuk jawaban puas

5. 5 untuk jawaban sangat puas


Adapun variabel dan indikator yang disajikan dalam bentuk instrumen

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen penelitian

Variabel Indikator Nomor Pertayaan

Kepuasan Kepuasan pasien terhadap


Pasien pelayanan farmasi yang
dikembangkan oleh Larson et
al (2002) yaitu :
1. Friendly Explanation 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11
(Penjelasan yang Baik)
2. Managing Theraphy 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
(Pengelolaan Obat) 20

3.3.2 Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas dan reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah isi dari

butir pertanyaan dalam suatu kuesioner sudah valid dan reliabel. Uji validitas

menunjukkan sejauh mana alat pengukur (kuesioner) mengukur apa yang ingin

diukur (Umar, 2003).

Hasil uji validitas diketahui dengan teknik korelasi Product Moment

Pearson (Umar, 2003) dengan bantuan SPSS versi 16.00 for windows. Jika

r hitung lebih besar dari r tabel maka pertanyaan dikatakan valid (Ghozali, 2006).

Reliabilitas adalah nilai yang menunjukkan sejauh mana konsistensi suatu

alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Uji reliabilitas

untuk instrumen menggunakan Cronbach’s Alpha dengan bantuan SPSS 16.00 for

windows. Hasil uji reliabilitas jika nilai koefisien alpa cronbach> 0,6 dikatakan

reliabel (Ghozali, 2006).


3.4 Analisis Data

Data penelitian ini dianalisis dengan dua cara, yaitu analisa deskriptif dan

Inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasikan karakteristik

pasien yang menggunakan jasa layanan Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara menggambarkan

serinci mungkin dari data yang diperoleh. Semua hasil yang diperoleh dari

jawaban-jawaban responden dibuat tabulasi dan dikelompokkan berdasarkan

jawaban yang sama kemudian dipersentasekan. Persentase yang terbesar

merupakan faktor dominan dari masing- masing variabel yang diteliti.

Analisis kedua menggunakan statistik inferensial. Sebelum diuji dilihat

dulu distribusi datanya dengan menggunakan uji normalitas. Jika distribusi data

yang didapatkan tidak normal akan di uji dengan statistik non parametrik. Analisis

ini untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pasien dengan tingkat

kepuasannya terhadap layanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai.
3.5 Defenisi Operasional

Tabel. 3.2 Defenisi Operasional

Defenisi
No Variabel Indikator Penilaian
Operasional
1. Dimensi Suasana Persepsi pasien mengenai pelayanan yang
Friendly nyaman dan baik dalam hal: Skala Likert
Explanation bersahabat
yang a. Penampilan apotik 1 = Tidak Puas
pasien saat b. Kesediaan menjawab pertanyaan 2 = Kurang Puas
dirasakan pasien 3 = Cukup Puas
menerima c. Komunikasi baik dengan apoteker 4 = Puas
pelayanan. d. Apoteker menjelaskan masalah obat 5 = Sangat Puas
e. Kecepatan melayani resep
f. Pelayanan petugas apotek
g. Kejelasan informasi obat apoteker
h. Arahan tentang cara penggunaan obat
i. Pelayanan apotik keseluruhan
j. Apoteker menjawab pertanyaan
dengan baik dan benar.
k. Petugas apotek ramah dan sopan

Skala Likert
2. Dimensi Kegiatan a. Kepedualian apoteker terhadap
Managing pengaturan kondisi kesehatan. 1 = Tidak Puas
therapy pengobatan b. Apoteker menjelaskan cara 2 = Kurang Puas
pasien oleh menyimpan obat pasien. 3 = Cukup Puas
apoteker. c. Apoteker memecahkan masalah
terkait obat pasien. 4 = Puas
d. Informasi apoteker tentang berapa
kali dan lama pakai obat. 5 = Sangat Puas
e. Saran apoteker untuk meningkatkan
kesehatan.
f. Kerahasiaan informasi pribadi
pasien.
g. Apoteker menjelaskan hal yang perlu
dihindari selama mengkonsumsi
obat.
h. Apoketer menjelaskan efek samping
obat pasien.
i. Waktu konsultasi yang disediakan
apoteker.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi reponden adalah pasien rawat jalan,

khususnya yang mempunyai pengetahuan tentang peranan apoteker dalam layanan

kefarmasian berusia 18 tahun keatas, sudah menikah dan sudah pernah

mendapatkan rawat jalan di RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai berjumlah

117 orang. Pengumpulan data telah dilakukan pada tanggal 4 April s/d 29 Juni

2016 dengan membagikan kuesioner kepada 117 orang responden.

Penelitian ini menganalisis kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian

di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan metode ideal

referent dari Almasdy, dkk (2013) melalui penyebaran kuesioner pada 117 pasien

rawat jalan. Metode ideal referent ini dirancang khusus untuk menilai kepuasan

pasien terhadap layanan kefarmasian di rumah sakit dengan jumlah pertanyaan

dalam kuesioner sebanyak 20 item. Kuesioner ini terlebih dahulu dilakukan uji

validasi dan reabilitas sebelum disebar ke pasien. Adapun pasien yang dijadikan

responden adalah pasien rawat jalan yang mengetahui siapa apoteker dan

peranannya dalam layanan kefarmasian di Rumah Sakit, berusia diatas 18 tahun,

sudah pernah mendapat layanan apotek sebelumnya minimal satu kali.


4.1.1 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen

4.1.1.1. Uji Validitas Instrumen

Validitas instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar

mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta

mampu menunjukkan tingkat kesesuaian antara konsep dan hasil pengukuran.

Pengujian untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan dengan

membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel untuk degree of freedom = n-k

dalam hal ini 10-2 atau df 8 dan satu arah pengujian dengan alpha 0,05 didapat r

tabel 0,632. Jika r hitung untuk r tiap butir pertanyaan bernilai positif dan lebih

besar dari r tabel ( lihat corrected item-total correlation ) maka butir pertanyaan

tersebut dikatakan valid (Danang, 2010). Dari SPSS for windows versi 16

diperoleh hasil sebagai berikut

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Analisis Validitas Instrumen kepuasan pasien rawat
jalan terhadap layanan kefarmasian di Out Put Stasistik Instalasi
Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Nomor
r-hutung r-tabel Keputusan
Instrumen
1 0,831 0,632 Valid
2 0,675 0,632 Valid
3 0,784 0,632 Valid
4 0,667 0,632 Valid

5 0,353 0,632 Valid


6 0,518 0,632 Valid
7 0,674 0,632 Valid
8 0,356 0,632 Valid
9 0,729 0,632 Valid

10 0,525 0,632 Valid


11 0,519 0,632 Valid
12 0,589 0,632 Valid
13 0,607 0,632 Valid
14 0,278 0,632 Valid

15 0,036 0,632 Valid


16 0,162 0,632 Valid
17 0,550 0,632 Valid
18 0,606 0,632 Valid
19 0,583 0,632 Valid
20 0,497 0,632 Valid

4.1.1.2 Uji Reabilitas

Reabilitas menunjukkan bahwa kuesioner tersebut konsisten apabila

digunakan untuk mengukur variabel-variabel yang akan diukur. Butir pertanyaan

dikatakan reliabel atau handal apabila jawaban seseorang secara berulang terhadap

pertanyaan adalah konsisten. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan

nilai cronbach alpha> 0,60 (Danang, 2010). Dari pengujian menggunakan SPSS

for window versi 16 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Analisis Reabilitas Instrumen kepuasan pasien rawat
jalan terhadap layanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD
Kabupaten Kepulauan Mentawai.

No Dimensi Alpha Cronbach Keputusan

Kepuasan 0,899 Reliabel


4.1.2 Karakteristik / Demografi Pasien

Subjek penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang menerima pelayanan

farmasi di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Tabel 4.3 Karakteristik demokrafi responden Pasien rawat jalan terhadap di


Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai.

No Karakteristik Pasien Frekuensi (f) Persentase (%)

1 Jenis kelamin
Pria 59 50.4
Wanita 58 49,6
Total 117 100,0
2 Usia
Muda ( < 35 Tahun) 56 47.9
Pertengahan (35 - 59 Tahun) 47 40.2
Tua ( ≥ 60 Tahun) 14 12.0
Total 117 100,0
3 Pendidikan
Rendah (SD) 22 18.8
Menengah (SLTP, SLTA) 64 54.7
Tinggi (Akademi, PT) 31 26.5
Total 117 100,0
4 Pekerjaan
PNS 35 29,9
Wiraswasta 16 13,7
Pegawai Swasta 18 15.4
Ibu Rumah Tangga 21 17.9
Tani 5 4.3
Mahasiswa 7 6.0
Buruh 9 7.7
Nelayan 6 5.1
Total 117 100,0
5 Pendapatan Per Bulan
Kosong 24 20
Rendah ( < 1 Juta) 17 15
Menengah ( 1 – 3 Juta) 48 41
Tinggi ( > 3 Juta) 28 24
Total 117 100,0
4.1.3 Tingkat kepuasan pasien

4.1.3.1 Nilai Rata-rata dan Standar Deviasi

Pada data hasil jawaban responden di lampiran 4, diketahui tingkat pasien

adalah cukup puas hal ini diketahui, disimpulkan dari nilai rata-rata dari jawaban

responden adalah 3,36 sesuai dengan klasifikasi tingkat kepuasan berdasarkan

tabel 4.4 :

Tabel 4.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kepuasan

No Range Nilai

1 <2 Tidak Puas

2 2 - <3 Kurang Puas

3 3 - <4 Cukup Puas

4 4 - <5 Puas

5 5 Sangat Puas

Nilai rata-rata jawaban pasien 3,36 berarti berada pada nilai cukup puas.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien dengan Kepuasan Pasien
Terhadap Layanan Kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten
Kepulauan Mentawai.

No TidakPuas Puas P
< 60 ≥ 60
1 Jenis kelamin
Pria 23 36 0,709
Wanita 25 33
Total 48 69
2 Usia
Muda ( < 35 Tahun) 21 35 0,671
Pertengahan ( 35 - 59 Tahun) 20 27
Tua ( ≥ 60 Tahun) 7 7
Total 48 69
3 Pendidikan
Rendah (SD) 8 14 0,810
Menengah (SLTP, SLTA) 26 38
Tinggi (Akademi, PT) 14 17
Total 48 69
4 Pekerjaan
PNS 19 16 0,261
Wiraswasta/PegawaiSwasta 12 22
Buruh/Nelayan/Tani 8 12
Ibu Rumah Tangga/Mhsw 9 19
Total 48 69
5 Pendapatan Per Bulan
Rendah ( < 1 Juta) 3 14 0,098
Menengah ( 1 – 3 Juta) 23 25
Tinggi ( > 3 Juta) 14 14
Total 48 69
4.1.4 Grafik Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien dengan Kepuasan Pasien
terhadap Layanan Kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten
Kepulauan Mentawai.

40
35
30
25
20
15
10
5
0
Tua
Pria

Wiraswasta/Pegawai Swasta
Usia
Wanita

Pekerjaan
Tinggi

Tinggi
Jenis kelamin

Pendidikan

Buruh/Nelayan/Tani

Pendapatan Per Bulan


Rendah
Rendah
Menegah

Menegah
PNS

Ibu Rumah Tangga/Mhsw


Muda
Pertengahan

Tidak Puas < 60

Puas ≥ 60

Gambar 4.1 Penilaian Pasien


4.1.5 Perbedaan Tingkat Kepuasan pada Karakteristik Pasien

4.1.5.1 Variabel Gender

Hasil analisis bivariat dengan distribusi frekuensi berdasarkan gender.

Penilaian pasien dikategorikan puas jika skor total jawabannya ≥ 60.

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa persentase kepuasan banyak ditemukan

pada responden laki –laki ( 50.4%) di bandingkan dengan responden wanita

(49.6%). Berdasarkan uji statistik chi square di peroleh nilai p= 0.709 (p>0.05)

maka Ho1 diterima, artinya tidak ada perbedaan kepuasan terhadap layanan

kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai antara

pria dan wanita.

4.1.5.2 Variabel Usia

Tabel 4.3 menunjukkan persentase kepuasan pasien dengan kategori puas

banyak ditemukan pada pasien usia muda (47.9%) dibandingkan pasien usia

pertengahan (40.2%) dan usia tua (12.0%). Berdasarkan uji statistik Chi Square

di peroleh nilai p = 0.671 (p> 0.05). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan

bahwa tidak ada perbedaan kepuasan dan usia terhadap layanan kefarmasian di

Instalasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai.

4.1.5.3 Variabel Pendidikan

Dari tabel 4.3 diatas diketahui, persentase kepuasan pasien dengan

kategori puas banyak ditemukan pada pasien pendidikan rendah (18.8%)

dibandingkan pasien pendidikan menengah (54.7%) dan pendidikan Tinggi


(26.5%). Berdasarkan uji statistik Chi Square di peroleh nilai p = 0.810 (p> 0.05).

Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

kepuasan dan pendidikan terhadap layanan kefarmasian di Instalasi RSUD

Kabupaten Kepulauan Mentawai.

4.1.5.4 Variabel Pekerjaan

Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa persentase kepuasan pasein

berdasarkan jenis pekerjaan adalah pegawai negeri (29.9%), wiraswasta (13.7%),

pegawai swasta(15.4%), ibu rumah tangga (17.9%), petani(4.3%), mahasiswa

(6.0%), buruh (7.7%) dan nelayan (5.1%). Berdasarkan uji statistik Chi Square di

peroleh nilai p = 0.261 (>0,05) sehingga kesimpulannya adalah tidak ada

perbedaan kepuasan terhadap layanan kefarmasian di Instalasi RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai.

4.1.5.5 Variabel Pendapatan Per Bulan

Tabel 4.3 menunjukkan persentase kepuasan pasien dengan kategori puas

banyak ditemukan pada pasien berpendapatan menengah (41%) dibandingkan

pasien berpendapatan tinggi (24%) dan berpendapatan rendah (15%).

Berdasarkan uji statistik Chi Square pada variabel pendapatan perbulan di peroleh

nilai p = 0.098 (p> 0.05). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa

tidak ada perbedaan kepuasan dalam pendapatan perbulan terhadap layanan

kefarmasian di Instalasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai antara pasien

yang berpendapatan rendah (<1 juta), menengah (1-3 juta) dan tinggi (> 3 juta).

Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Penelitian Kepuasaan Pasien Rawat
Jalan terhadap Layanan Kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD
Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Nilai
Hipotesis Hasil
Probabilitas

H0 1 p > 0,05 Tidak terdapat perbedaan berdasarkan gender.

H0 2 p > 0,05 Tidak terdapat perbedaan berdasarkan usia.

H0 3 p > 0,05 Tidak terdapat perbedaan berdasarkan pendidikan.

H0 4 p > 0,05 Tidak terdapat perbedaan berdasarkan pekerjaan.

H0 5 p > 0,05 Tidak terdapat perbedaan berdasarkan pendapatan.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Data Demografi

4.2.1.1 Data Demografi sampel

Jumlah sampel pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Kepulauan Mentawai yaitu : 117 pasien terdiri dari 59 laki-laki dan 58

perempuan.

4.2.1.2 Data Demografis Responden

Jumlah kunjung pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Kepulauan Mentawai tahun 2016: 7.254 pasien yang terdiri dari 3.625 laki-laki

dan 3.629 perempuan.

4.2.1.3 Data Demografis Penduduk

Berdasarkan penghitungan penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat

Statistik Kabupaten Kepulauan Mentawai pada tahun 2016 tercatat sebanyak


81.840 orang/jiwa yang terdiri dari 42.503 orang laki-laki dan 39.337 orang

perempuan.

4.2.2 Perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan karateristik demografi

pasien

Menurut Anderson (Notoatmodjo, 2005) bahwa status demografi dapat

mempengaruhi kepuasan seseorang misalnya umur, gender, pendidikan, pekerjaan

dan penghasilan.

Berdasarkan hasil penelitian dari 117 jumlah responden ditinjau dari

perbedaan gender, pasien pria lebih banyak (50,4%) sedangkan pasien wanita

(49,6%). Adapun perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan gender pasien dari uji

Chi Square tidak terdapat perbedaan signifikan (p> 0,05) antara gender dengan

tingkat kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD

Kabupaten Kepulauan Mentawai. Hal ini selaras dengan penelitian Azuka et al

(2004) tentang penilaian kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian di Rumah

Sakit Nigeria. Sependapat dengan penelitian Lidya Pusparia (2010) yang

menyatakan tidak ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat

kepuasan. Fenomena ini disebabkan karena tidak ada perbedaan persepsi antara

pria dan wanita terhadap layanan kefarmasian yang mereka terima. Kesamaan

persepsi antara pria dan wanita ini disebabkan latar belakang pendidikan mereka

yang pada umumnya tingkat menengah (SLTP, SLTA) sehingga penilaiannya

sama terhadap layanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai.
Selanjutnya dari segi perbedaan usia, pasien dominan pasien yang berusia

muda (<35 tahun) dan yang paling sedikit pasien yang berusia tua (≥60 tahun).

Adapun perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan usia pasien dengan tingkat

kepuasan pasien dari uji Chi Square didapatkan tidak ada perbedaan signifikan (p

>0,05) antara usia dengan tingkat kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian

di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai. Hal ini didukung

oleh penelitian Andrade et al (2009) tentang evaluasi tingkat kepuasan pasien

terhadap layanan kefarmasian dalam komunitas farmasi di Victoria dengan

metode Ideal referent, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara

usia dengan tingkat kepuasan pasien.

Tidak adanya perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan umur pasien senada

dengan pendapat Barata (2006) bahwa usia tidak dapat menjadi tolak ukur untuk

menentukan kepuasan, karena pada kenyataannya seseorang yang lebih muda

dapat lebih berpengalaman dan lebih puas dibandingkan dengan seseorang yang

lebih tua. Pendapat ini sejalan dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini

dimana perbedaan usia tidak menentukan tingkat kepuasan seseorang. Hal ini juga

sependapat dengan penelitian Lidya Pusparia (2010) yang menyatakan tidak ada

perbedaan signifikan antara usia dengan tingkat kepuasan.

Berdasarkan tingkatan pendidikan pasien rawat jalan yang paling dominan

adalah tingkat pendidikan menengah yakni SLTP dan SLTA (54.7%) artinya lebih

dari setengah jumlah responden adalah berlatar belakang pendidikan menengah.

Adapun perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan pendidikan dari uji Chi Square

diketahui, tidak terdapat perbedaan signifikan (p> 0,05) antara tingkat pendidikan

dengan tingkat kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian di Instalasi Farmasi


RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai. Hal ini juga sependapat dengan

penelitian Lidya Puspita (2010) yang menyatakan tidak ada perbedaan signifikan

antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepuasan. Hasil ini bertolak belakang

dengan penelitian sebelumnya Almasdy, dkk ( 2014) yang menyatakan terdapat

perbedaan tingkat kepuasan pasien berdasarkan tingkat pendidikan.

Dari segi jenis pekerjaannya responden dikelompokkan menjadi beberapa

kategori, dimana kategori yang dominan adalah tani, pegawai negeri diikuti

dengan wiraswasta, pegawai swasta, ibu rumah tangga, mahasiswa, buruh, dan

yang paling sedikit adalah nelayan. Adapun perbedaan tingkat kepuasan

berdasarkan jenis pekerjaan pasien dari uji Chi Square didapatkan, tidak ada

perbedaan signifikan (p> 0,05) antara jenis pekerjaan dengan tingkat kepuasan

pasien terhadap layanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai. Hasil ini sesuai dengan penelitian Azuka et al (2004) yang

menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kepuasan

pasien dengan jenis pekerjaan. Hal ini juga sependapat dengan penelitian Lidya

Pusparia (2010) yang menyatakan tidak ada perbedaan signifikan antara pekerjaan

dengan tingkat kepuasan (tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan tingkat

kepuasan). Perbedaan hasil penelitian ini bisa disebabkan oleh populasi dan

sampel yang berbeda, tempat penelitian, waktu penelitian, tingkat pendidikan dan

budaya masyarakat yang akan mempengaruhi persepsi responden terhadap

layanan kefarmasian.

Hasil uji Chi Square juga menggambarkan tidak ada perbedaan tingkat

kepuasan dari berbagai jenis pekerjaan, dimana pasien yang bekerja sebagai

pegawai negeri tingkat kepuasannya paling rendah, diikuti dengan pegawai


swasta, mahasiswa, nelayan, tani. Sedangkan tingkat kepuasan tertinggi pada

pekerjaan sebagai wiraswasta, ibu rumah tangga dan buruh karena dari jumlah

responden tidak ada satu pun yang tidak puas. Tingkat kepuasan terendah pada

pasien yang bekerja sebagai pegawai negeri, hal ini disebabkan karena orang yang

bekerja di pemerintahan cenderung lebih banyak mengetahui dan memahami

tentang tugas dan fungsi apoteker dalam layanan kefarmasian serta lebih kritis dan

objektif dalam memberikan penilaian terhadap layanan yang diterima dari instansi

pelayanan kesehatan pemerintah. Responden yang tingkat kepuasannya tinggi

seperti Ibu Rumah Tangga dan buruh, hal ini disebabkan karena pada umumnya

mereka berpendidikan rendah sehingga kurang pengetahuan tentang perlunya

konseling tentang obat, bagi mereka yang penting dapat obat tanpa memikirkan

efek samping dari obat itu sendiri terhadap tubuhnya.

Selanjutnya pengelompokkan pendapatan pasien per bulannya di bagi

dalam tiga kategori yakni pasien berpenghasilan tinggi (24%), penghasilan

menengah (41%) dan penghasilan rendah (15%). Dari hasil diketahui bahwa

penghasilan responden yang dominan adalah pada tingkat penghasilan menengah,

hal ini dikarenakan jenis pekerjaan responden yang dominan adalah pegawai

negeri yang rata-rata juga berpenghasilan menengah. Adapun perbedaan tingkat

kepuasan pasien berdasarkan pendapatan per bulan dari uji Chi Square

didapatkan, tidak terdapat perbedaan signifikan (p> 0,05) antara penghasilan per

bulan dengan kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian Instalasi Farmasi

RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai. Hal ini bertolak belakang dengan

pendapat Budiman (2010) yang menyatakan bahwa orang yang berpenghasilan

tinggi akan merasa tidak puas dengan orang yang berpenghasilan rendah karena
orang yang berpenghasilan tinggi lebih banyak kebutuhan pelayanan kesehatan

yang harus terpenuhi. Hal ini juga tidak sependapat dengan penelitian Lidya

Pusparia (2010) yang menyatakan ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin

dengan tingkat kepuasan. Hal ini juga bertolak belakang dengan penelitian

sebelumnya Almasdy, dkk (2014) yang menyatakan dimana pasien yang

berpendapatan per bulan tinggi tingkat kepuasan yang rendah sedangkan

sebaliknya pasien dengan pendapatan per bulan rendah mempunyai tingkat

kepuasan yang tinggi.

4.2.3 Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien berdasarkan Dimensi Kepuasan

Instalasi Farmasi merupakan salah satu terminal pelayanan kesehatan,

pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan kepada pasiennya. Kepuasan

dapat membentuk persepsi yang akan memposisikannya dimata pasien. Pihak

rumah sakit perlu mengetahui kualitas pelayanan yang telah diberikan dan sampai

seberapa jauh mempengaruhi kepuasan pasiennya. Hal ini penting sebagai acuan

dalam pembenahan kualitas pelayanan rumah sakit sehingga pelayanan yang

diberikan bisa mencapai tingkat kepuasan yang optimal, seiring dengan visi

RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai menjadi rumah sakit yang berkualitas

sesuai dengan perkembangan iptek untuk mewujudkan masyarakat sehat dan

sejahtera tahun 2015 dan misi rumah sakit mewujudkan pelayanan prima,

meningkatkan kepuasan pasien dan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan

seluruh karyawan.

Penelitian ini mengambarkan tingkat kepuasan pasien terhadap layanan

kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten Kepulauan Mentawai berdasarkan

metode ideal referent. Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan
kesehatan yang diterima sesuai atau melebihi dari harapan dan sebaliknya ketidak

puasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan

kesehatan yang diterimanya tidak sesuai dengan harapan (Pohan, 2003).

Berdasarkan data karakteristik pasien diketahui bahwa pasien pria lebih

banyak dari pada wanita dengan tingkat kepuasan wanita lebih rendah dari pria.

Hal ini disebabkan karena pada umumnya pasien pria berpendidikan tinggi dan

penghasilan tinggi sehingga mereka lebih banyak pengetahuannya tentang

apoteker dan ingin mendapatkan layanan kefarmasian yang lebih baik untuk

memenuhi kebutuhannya akan informasi obat. Responden didominasi oleh pasien

dengan kategori usia <35 tahun, sedangkan dari segi latar belakang pendidikan

pasien yang terbanyak masuk dalam kategori pendidikan menengah (SLTP,

SLTA) hal ini karena secara umum pendidikan pasien mayoritas berpendidikan

menengah.

Dari segi jenis pekerjaan, pasien didominasi oleh pegawai negeri hal ini

disebabkan oleh karena pasien yang bekerja di lembaga pemerintahan lebih

memahami tugas dan fungsi dari profesi apoteker dalam layanan kefarmasian di

rumah sakit dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya seperti wiraswasta,

pegawai swasta, buruh, tani, nelayanan atau pun mahasiswa. Selanjutnya dilihat

dari segi penghasilan pasien per bulan yang terbanyak masuk kategori pasien

berpenghasilan menengah, hal ini dikarenakan rata-rata responden yang menjalani

rawat jalan di RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah pegawai negeri,

pegawai swasta dan wiraswasta yang mayoritas berpenghasilan menengah.


Dari hasil observasi lapangan yang peneliti lakukan dan komentar/saran

dari responden, kurang memuaskannya penilaian pasien terhadap penampilan

apotek disebabkan oleh beberapa hal seperti tergambar dibawah ini.

Penampilan Apotek Kurang


Memuaskan

Desain bangunan Papan Nama Apotek Pada hari tertentu


kurang mencerminkan tidak begitu besar Jalur antrian tidak
sebuah Apotek dan Jelas beraturan

Keterbatasan Skala Tidak Tidak ada Suara Petugas


Dana Rumah Prioritas tersedia petugas yang Kurang Jelas
Sakit kartu menertibkan Memanggil
antrian antrian Pasien
saat \
menebus
obat
Gambar. 4.6. Akar Penyebab Penampilan Apotek Kurang Memuaskan

Dari gambar 4.6 diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab

utama penampilan apotek kurang memuaskan berdasarkan hasil survey penulis

adalah kurangnya alokasi dana untuk peningkatan penampilan apotek dikarenakan

adanya skala prioritas rumah sakit yang lebih mengutamakan untuk pembangunan

ruang rawat inap pasien. Kondisi apotek yang ada sekarang sangat terbatas karena

ruangan yang tersedia tidak mencukupi untuk memberikan pelayanan kefarmasian

yang optimal ke pasien seperti menyediakan ruangan konseling. Disamping itu

juga penampilan apotek dari luar tidak menunjukkan apotek sebagaimana


fungsinya dimana pada apotek tidak terdapat rak yang berisi deretan obat sebagai

penanda suatu apotek, yang ada pada ruang depan hanya seorang apoteker dengan

resep yang akan diberikan ke pasiennya dan sebuah komputer di sudut ruangan.

Bangunan dan tata ruang apotek lebih mirip dengan poliklinik rawat jalan

lainnya sehingga ada beberapa pasien yang tidak tahu keberadaan apotek saat

pertama kali berkunjung ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Penyebab lain kurang

memuaskannya penampilan apotek dikarenakan kurangnya manajemen sumber

daya manusia di apotek dalam mengatasi jalur antrian yang tidak beraturan dan

biasanya hanya terjadi pada hari-hari tertentu saja.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/Menkes/SK/X/2004

tentag Standar Pelayanan Kefarmasian, bangunan instalasi farmasi rumah sakit

harus mencukupi untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di rumah sakit. Pada

Instalasi Farmasi Rumah Sakit seharusnya tersedia ruangan konsultasi yakni

ruangan khusus untuk apoteker memberikan konsultasi pada pasien dalam rangka

meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien baik untuk pelayanan rawat

jalan (apotek) maupun rawat inap. Disamping itu juga pada Instalasi Farmasi

Rumah Sakit seharusnya juga tersedia ruang kantor, ruang distribusi/pelayanan,

ruang penyimpanan dan ruang arsip dokumen.

Dalam mengatasi masalah diatas ada beberapa hal yang dapat dilakukan :

1. Untuk masalah keterbatasan dana dalam peningkatan penampilan apotek

disamping dengan tetap mengajukan penambahan dana untuk peningkatan

pembangunan apotek ke tim anggaran pemda dapat juga dengan meningkatkan

kreativitas dari instalasi farmasi sendiri sebagai sumber pendapatan (revenue)


dengan menyediakan dan menjual obat-obat yang dibutuhkan pasien pada

musim-musin tertentu. Misalnya menyambut musim haji instalasi farmasi

menyediakan dan menjual alat kesehatan dan obat-obat yang sering diperlukan

selama melaksanakan ibadah haji yang dikemas dalam bentuk paket.

2. Dalam mengatasi masalah jalur antrian yang tidak beraturan dengan cara

pembuatan SOP agar masing-masing petugas dapat melaksanakan tugas dan

fungsinya dengan baik untuk kepentingan dan kesejahteraan pasien, guna

menghindari terjadinya antrian yang tidak beraturan dengan memaksimalkan

sumber daya yang ada. Selanjutnya dalam mengintervensi beban kerja ini

sebaiknya perlu diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada kegiatan

yang dilakukan yaitu jumlah resep per hari, pada hari apa saja jumlah

kunjungan pasien meningkat dan petugas yang bekerja.

3. Disamping itu juga mempergunakan prasarana yang dapat membantu

mengatasi masalah antrian yang tidak beraturan antara lain dengan

menggunakan kartu antrian untuk menebus obat dan guna mengantisipasi

kurang jelasnya suara petugas memanggil pasien dapat diatasi dengan

menggunakan pengeras suara.

4. Bangunan apotek yang menyerupai poliklinik rawat jalan lainnya dan papan

nama apotek yang tidak begitu besar dan jelas akibatnya ketika pasien baru

pertama kali ke apotek banyak yang nyasar dan bertanya-tanya keberadaan

apotek tersebut. Untuk itu sebaiknya tanda petunjuk atau tanda pengenal

apotek/papan nama apotek didesain sedemikian rupa sehingga tampak jelas.

Bentuk papan nama apotek sudah diatur dalam Kepmenkes No.

1332/Menkes/SK/X/2002, yaitu :
a. Ukuran : berukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm

b. Warna dan tulisan: tulisan hitam diatas papan putih dengan tinggi huruf

minimal 5 cm dan tebal 5 cm

Papan nama tersebut harus memuat informasi tentang apotek seperti: nama

apotek, alamat apotek dan nomor SIA (Surat Izin Apotek), Nama APA

(Apoteker Pengelola Apotek) beserta nomor SIPA (Surat Izin Praktek

Apotek), dan nomor telepon apotek jika ada.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/Menkes/SK/X/2004

tentag Standar Pelayanan Kefarmasian, diatur mengenai urgensi konseling bagi

pasien oleh apoteker yang berguna dalam memberikan pemahaman yang benar

mengenai obat kepada pasien, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara

menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda

toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lainnya.

Berdasarkan hasil survey peneliti dan keluhan dari responden, yang

menjadi penyebab kurang memuaskannya penilaian pasien terhadap waktu

konsultasi yang disediakan pasien adalah beberapa hal berikut :

Kurangnya waktu yang disediakan


Apoteker untuk Konseling

Ruang Konseling Belum ada komitmen Jumlah Pasien


tidak tersedia Apoteker untuk Sedikit
melaksanakan Konseling

Keterbatasan Kurangnya Motivasi Kurangnya apresiasi


Sarana Apoteker untuk terhadap kompetensi
melaksanakan konseling Apoteker
Gambar. 4.6. Akar Penyebab Kekurangnya waktu yang disediakan Apoteker
untuk konseling.

Dari gambar 4.7 diatas tergambar bahwa penyebab utama kurangnya

waktu yang disediakan apoteker untuk konseling adalah ruang konseling yang

tidak tersedia dan belum adanya komitmen apoteker di instalasi farmasi RSUD

Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk melaksanakan konseling. Berdasarkan

survey yang peneliti lakukan di lapangan Apoteker selama ini belum melakukan

konseling tapi hanya sebatas pemberian informasi obat ke pasien.

Berdasarkan penelitian tentang analisis kebutuhan tenaga berdasarkan

beban kerja di instalasi farmasi RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai,

menyatakan bahwa pekerjaan utama di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai adalah pelayanan resep, sementara resep yang dilayani rata-

rata 40 lembar per hari dengan jumlah tenaga sebanyak 8 orang yang terdiri dari 2

orang Apoteker dan 6 orang Asisten Apoteker. Hal ini sebenarnya bisa

dimanfaatkan untuk mengoptimalkan pemberian konseling ke pasien dengan

mengatur jadwal konseling bagi 2 orang apoteker tersebut.

Dalam mengatasi masalah ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan

antara lain :

1. Untuk mengatasi masalah ruang koseling yang tidak tersedia, dapat diatasi

dengan memodifikasi atau memanfaatkan ruangan yang ada seefektif mungkin

misalnya dengan membuat sekat antar ruangan agar pasien yang ingin

berkonsultasi tetap bisa terlayani dengan baik.

2. Belum adanya komitmen apoteker di Instalasi farmasi RSUD Kabupaten

Kepulauan Mentawai untuk melaksanakan konseling dapat ditimbulkan


dengan meningkatkan motivasi apoteker dengan memberikan penghargaan

(reward) berupa insentif kepada apoteker sesuai dengan jasa yang telah

diberikannya dan mengingatkan kembali apoteker akan tugas dan fungsinya

berdasarkan kebijakan dalam Kepmenkes 1197 No. 1197/ MENKES/ SK/ X/

2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi yang menyatakan apoteker harus

memberikan konseling kepada pasien maupun keluarga pasien dalam hal

penggunaan dan penyimpanan obat serta berbagai aspek pengetahuan tentang

obat demi meningkatkan derajat kepatuhan dalam penggunaan obat.

3. Kurangnya apresiasi terhadap kompetensi apoteker dapat ditingkatkan dengan

meningkatkan kemampuan apoteker dalam memberikan konseling ke pasien.

Salah satu cara bisa dengan selalu meng up date informasi tentang obat

mengikuti diklat mengenai konseling obat sehingga dapat meningkatkan

kepercayaan diri apoteker sebagai mitra dokter dan tenaga kesehatan lainnya

dalam kontribusinya untuk kesembuhan pasien.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian tentang kepuasan pasien rawat jalan terhadap

pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Kepulauan Mentawai, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Penilaian pasien terhadap layanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Kabupaten Kepulauan Mentawai rata-rata cukup puas.

2. Tidak terdapat perbedaan tingkat kepuasan berdasarkan gender, usia,

pendidikan, pendapatan dan pekerjaan pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin

memberikan saran yang bisa menjadi masukan bagi

1. Pihak manajemen RSUD Kabupaten Kepulauan Mentawai, yaitu :

5. Memodifikasi atau memanfaatkan ruangan yang ada seefektif mungkin

agar pasien yang ingin berkonsultasi tetap bisa terlayani dengan baik.

6. Apoteker berkomitmen melaksanakan konseling kepada pasien.

7. Meningkatkan motivasi apoteker dengan memberikan penghargaan

(reward) berupa insentif kepada apoteker sesuai dengan jasa yang telah

diberikannya.

8. Memfasilitasi Apoteker untuk mengikuti seminar atau pelatihan yang

berhubungan dengan konseling obat.


9. Mengganti papan nama apotik dengan huruf yang lebih besar sehingga

tampak jelas.

2. Peneliti selanjutnya

Agar menambahkan variabel asal daerah pasien dan menganalisis

hubungannya dengan tingkat kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan

jumlah sampel yang lebih banyak lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Andrade, T.U, D.M, Burini, M.O, Mello, N.S, Bersacula, R.A, Saliba, F.T,
Bravin, N.S, Bissoli., 2009. Evaluation of the Satisfaction Level of
Patients Attended by a Pharmaceutical Care Program in a Private
Communitarian Pharmacy in Vitoria (ES, Brazil), Brazillian Journal of
Pharmaceutical Sciences.

Azeredo, T.B, Maria, A.U, Vena L Angela E, Monica R., 2009. User Satisfaction
with Pharmacy Services in the Brazilian National STD/AIDS Program :
Validity and Reabilit Issue, Cad Saude Publica, hal.1597 – 1609.

Azuka, N, Enato, and A.Obehi., 2004. Assessment of Patient Satisfaction with


Pharmaceutical Services in a Nigerian Teaching Hospital, The
International Jounal of Pahrmacy Practice.

Azkha, N, Elnovriza, D., 2007. Analisis Tingkat Kepuasan Klien terhadap


Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dalam Wilayah Kota Padang Tahun
2006, Jurnal Kesehatan Masyarakat.

Almasdy, Dedy, dkk., 2015. Pengembangan Instrumen Penilaian Kepuasan


Pasien terhadap Pelayanan Kefarmasian, Jurnal Sains farmasi & Klinis,
Universitas Andalas Padang.

Almasdy, Dedy dan Maiyastri., 2014. Analisa Kepusan Pasien Terhadap


Pelayanan Kefarmasian pada Rumah Sakit Pemerintahan Sumatera Barat.
Universitas Andalas Padang.

Bahfen, A., 2006. Aspek Legal Layanan Farmasi Komunitas Konsep


Pharmaceutical Care, Majalah Medisina, Edisi I. Vol. I, Jakarta.

Barata, A., 2006. Dasar-Dasar Pelayanan Prima, Jakarta, PT. Elexmedia


Komputindo.

Budiman, Suhat, Herlina, N., 2010. Hubungan Status Demografi dengan


Kepuasan Masyarakat tentang Pelayanan Jamkesmas di wilayah
Puskesmas Tanjung Sari Bogor Tahun 2010, Jurnal Kesehatan Kartika,
NO.27 , 1989-2009 Stike Ayani, Bogor.

Danag S., 2010. Uji Khi Kuadrat dan Regresi untuk Penilitian, Edisi, I,Graha
Ilmu, Yogyakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia., 2006. Standar Pelayanan rumah


Sakit, Jakarta.

Deria, Putri, Dila., 2014. Kepuasan Pasien Rawat Jalan terhadap Layanan
Kefarmasian Instalasi Farmasi RSUD Pasaman Barat, Tesis Program
Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Farris, K.B, Kirking, d. 1993. Assessingthe Quality of Pharmaceutical Care :
Application of the concepts of Quality Assessment from Medical Care,
Ann Pharmacther.

Fitrini, 2011. Analisa Kebutuhan Berdasarkan Beban Kerja di Instalasi Farmasi


RSUD Pasaman Barat Tahun 2011, Tesis Program Pascasarjana
Universitas Andalas, Padang.

Ghozali, I., 2005. Analisis Multivariat SPSS, Universitas Diponegoro, Semarang.

Hajat, Aprilia, Endang., 2009. Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan terhadap


Kepuasan Pasien Rawat Inap di Puskesmsa Kota Medan. Universitas
Sumatera Utara Medan.

Hakiki, B., 2010. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Tingkat Kepuasan


pasien di RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak Provinsi Banten, Skripsi
FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Semarang.

Handoko, R., 2012. Statistic Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta.

Hardi, J., 2010. Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Umum dan Jamkesmas
terhadap Pelayanan RSUD Kabupaten Pasaman Barat, Tesis Program
Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

Hiclus W. E., 1994. Practice Standards of The American Society of Hospital


Pharmacist (ASHP).

Irawan, H., 2007. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan, PT. Elex Media Kompetindo,
Jakarta.

Jadgish dan Milind, 1995. Pelanggan Kunci Keberhasilan, Mitra Utama, Jakarta.

Kassam R, Collin J, Berkowitz J., 2012. Patient Satisfaction with Pharmaceutical


Care Delivery in Community Pharmacies, Vancouver British Columbia.

Khairani, L., 2011. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan


Pasien Rawat Jalan terhadap Pelayanan RSUD Kabupaten Pasaman
Barat, Tesis Proram Pascasarjana Universitas Andalas, Padang

Kotler, P., 2003. Marketing Management, 11 th ed. Upper Saddle River, N.J,
Prentice Hall.

Larso L.N, Rover J.P, Mackeigan L.D., 2002. Patient Satisfaction with
Pharmaceutical Care : Update of Validated Instrument. J. Am. Pharm
Assoc.
Lument, B., 1989. Pelayanan Medis;mCitra, Konflik dan Harapan, Yogyakarta,
Kanisius.

Low J., 1996. Pharmaceutical Care an Overview, Australian Journal of Haspital


Pharmacy.

Lwanga and Lemeshow S., 1991. Sampel Size Determination in Health Studies,
World Health organization, Geneva.

Mackeigan L.D, Larson L.N, 1989. Development and Validation of an Instrument


to Measure Patient Satisfaction with Pharmacy Services.

Manurung, L.P, 2010. Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan
terhadap Pelayanan Instalasi Farmasi dengan Minat Menebus Kembali
Resep Obat di Instalasi Farmasi RSUD Budhi Asih Tahun 2010, Tesis
FKM Universitas Indonesia, Jakarta.

Menteri Kesehatan RI, 2002. Keputusan Mentri Kesehatan RI, Nomor


1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Standar perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin.

Mentri Kesehatan RI, 2004. Keputusan Mentri Kesehatan RI, Nomor


1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotik.

Mentri Kesehatan RI, 2004. Keputusan Mentri Kesehatan RI, Nomor


1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit.

Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Pusparia, Lidya Manurung, 2010. Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat


Jalan terhadap Pelayanan Instalasi Farmasi dengan Minat Pasien
Menebus Obat di Instalasi Farmasi RSUD Budhi Asih, FKM UI, Depok.

Paul K. and Gray, C.D., 2008, SPSS 15 Mode Simple, Psychology Press, New
York.

Pertiwi, D., Khasanah, I., 2010. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap
Kepuasan Konsumen R.S. St. Elisabeth Semarang.

Pohan I., 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan, Kesaint Blanct, Bekasi.

Rahmani, VF., 2009. Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan terhadap
Kualitas Pelayanan (Studi Kasus : RSU Bhakti Asih Tangerang), Skripsi
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor.
Rahmulyono, A., 2008. Analisisis Pengaruh Kualitas terhadap Kepuasan Pasien
Pukesmas Depok I di Sleman, Skipsi Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta.

Rangkuti, F. 2006. Measuring Customer Satisfaction : Teknik Menukur dan


Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Plus Analisis Kasus PLN-JP,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rober A., Abrams R., Aron D., 2002. Patiients Safety Efforts Should Focus on
Medical Errors.

Sabarguna, B.C., 2004, Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit, Edisi Kedua,
Yogyakarta.

Setiawan, D., Hasanmihardja, M., Mahatir, A., 2010. Pengaruh Pelayanan


Kefarmasian terhadap Kepuasan Konsumen Apotek di Kabupaten Tegal,
Jurnal Farmasi Indonesia.

Singarimbun, M., 1995, Metode Penelitian Survai, PT. Pustaka LP3ES Indonesia,
Jakarta.

Singgih S., 2008, Panduaan Lengkap Menguasai SPSS 16, Elex Media
Komputindo, Jakarta.

Siregar, J.P., dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Somani, S.M, Daniel, C.E, Jermstad, R.L., 1982. Patient Satisfaction with
Outpatient Pharmaceutical Services, American Journal Hospital
Pharmaceutical.

Sugiyono, 2009. Statistika untuk Penelitian, CV. Alfabeta, Bandung.

Sumarwan, U. Perilaku Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004.

Suparto, J., 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. PT. Rineka Cipta,
Jakarta.

Tjiptono F. dan Gregorius C., 2007. Ervice, Quality and Satisfaction, Andi Offset,
Yogyakarta.

Tjiptono, F., 1996. Manajemen Jasa, edisi Kedua, Andi Offset, Yogyakarta.

Umar, H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Undang- Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 1999 tentang Kesehatan.

Undang- Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Utama, S., 2005. Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit, jurna
Manajemen Pelayanan Kesehatan, Jakarta.

Yusmainita, 2001. Perlindungan Pasien Melalui pelayanan Asuhan Kefarmasian


di Rumah Sakit Pemerintah, jurnal Kedokteran dan Farmasi.

Wijoyo, D., 1999, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga University


Press, Surabaya.

Zoran S., Bogdan V, Zorica N., Ljubica S., 2010. Assessment of Patient
Satisfaction with Pharmaceutical Community Services in R. Macedonia,
Macedonia Pharmacetical bulletin.

Zuliati Cut Muli , 2009. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan


Pasien Rawat Inap di Puskesmas Kota Medan, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Lampiran I

KUESIONER

KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN


TERHADAP LAYANAN KEFARMASIAN DI INSTALASI

FARMASI RSUD KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

KepadaResponden yang terhormat,

Saatinipenelitisedangmelakukansurveikepuasanpasienrawatjalanterhadaplayanank
efarmasian di InstalasiFarmasiRumahSakitUmum Daerah (RSUD)
KabupatenKepulauan Mentawai. PartisipasiAndasangat kami
harapkandalammengisikuesionerini. Masukandaninformasi di InstalasiFararmasi
yang Andaberikanakansangatbergunabagipeningkatankualitaslayanankefarmasian
di Instalasifarmasi RSUD KabupatenKepulauan Mentawai.Kami harapinformasi
yang
andaberikanadalahsesuaidengankeyakinanAnda.Bilaterdapatkesulitanmenjawab,
dapatbertanyalangsungkepadapeneliti.

TerimakasihatasbantuandankesediaanAndameluangkanwaktuuntukmengisikuesio
nerini.
PembimbingI :

Dr(Clin. Pham) DedyAlmasdy, M.Si,Apt

Mahasiswi
MaizelFitri,S.Farm.Apt

Hp.085274134777

BAGIAN I : IDENTITAS PASIEN

Sebelummengisipertanyaandibawahini,
apakahAndamengetahuisiapaituApotekersertatugasdanfungsinyadalampelayananf
armasi di RumahSakit?

Ya (Lanjutkandenganmengisipertanyaanberikut)

Tidak (Tidakperlumelanjutkankepertanyaanselanjutnya)

Berilahtanda (√)padajawaban yang Andamaksuddanisilshtitik-titikdenganjawaban


yang sebenarnya.

1. Jeniskelamin
priawanita

2 Usia …… tahun

3. Penddidikansesuaidengan ijazah terakhir


SD SLTP
SLTAAkademi
PTLain-lain
4. Pekerjaan
PegawaiNegeriWiraswata
PegawaiswastaIburumahtangga
Mahasiswalainnya…………
5. Pendapatan per bulan
<1 juta3 s/d < 4 juta

1 s/d< 2 juta 4 s/d< 5 juta

2 s/d< 3juta 5 s/d> 7 juta

BAGIAN II : KEPUASAN PASIEN TERHADAP


LAYANAN KEFARMASIAN

Pertanyaan-
pertanyaanberikutmemintaAndauntukmenunjukkantingkatkepuasanAndadenganla
yanankefarmasian di InstalasiFarmasiRumahSakitUmum Daerah
KabupatenKepulauan Mentawai. GunakanlahSkalaberikutini:

1. = TidakPuas
2. = KurangPuas
3. = CukupPuas
4. = Puas
5. = SangatPuas

Berilahtanda (√) padasetiapjawabandaripernyataanberikut :

2.1 PenampilanApotiksesuaidenganfungsinya 1 2 3 4 5

2.2 Kesediaanapotekeruntukmenjawab 1 2 3 4 5
pertanyaananda

2.3 Komunikasi yang lancarantaraapoteker 1 2 3 4 5


dengananda

2.4 Kemampuanapotekerdalammenjelaskan 1 2 3 4 5
masalah yang mungkinterjadidenganobat
Anda
2.5 Kecepatandalammelayaniresepanda. 1 2 3 4 5

2.6 Kemampuanpetugasapotekdalam 1 2 3 4 5
memberikanpelayanan.

2.7 Kejelasaninformasi yang diberikanApoteker 1 2 3 4 5


sehubungandenganobat yang andaterimadan
kegunaannya.

2.8 Arahan yang diberikanApotekertentangcara 1 2 3 4 5


penggunaanobatanda.

2.9 PelayananApotikrawatjalankeseluruhan. 1 2 3 4 5

2.10 ApotekermenjawabpertanyaanAndadengan 1 2 3 4 5
baik.

2.11 KeramahandankesopananpetugasApotek 1 2 3 4 5
dalammenjalankantugasnya.

2.12 Kepedulian yang ditunjukkanApoteker 1 2 3 4 5


terhadapkondisikesehatananda.

2.13 Apotekermenjelaskancarapenyimpanan 1 2 3 4 5
obat yang benar.

2.14 KeterlibatanApotekerdalammemecahkan 1 2 3 4 5
masalah yang terkaitdenganobatanda.

2.15 InformasiyangdiberikanApotekertentang 1 2 3 4 5
berapa kali danberapa lama obattersebut
harusdiminum.

2.16 Saran yang diberikanApotekeruntuk 1 2 3 4 5


mempertahankanataumeningkatkan
kesehatanAnda.

2.17 Kerahasianinformasipribadi yang anda 1 2 3 4 5


sampaikankeApoteker.

2.18 PenjelasanApotekermengenaihal-hal yang 1 2 3 4 5


perludihindariselamamengkonsumsiobat
anda.

2.19 Penjelasan yang disampaikanApotekertentang 1 2 3 4 5


kemungkinanefeksampingobat yang
merugikan.

2.20 Waktukonsultasi yang disediakanApoteker 1 2 3 4 5


untukanda.
Lampiran 3

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

.899 .896 20

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted

VAR00001 60.9333 156.616 .831 .932 .885

VAR00002 60.4667 163.499 .675 .861 .890

VAR00003 60.5333 155.085 .784 .861 .886

VAR00004 60.4333 159.013 .667 .796 .889

VAR00005 60.2667 168.616 .353 .717 .899

VAR00006 59.8667 166.189 .518 .776 .894

VAR00007 60.0000 159.655 .674 .660 .889

VAR00008 60.5333 171.223 .356 .728 .898

VAR00009 60.3667 155.482 .729 .878 .887

VAR00010 59.7000 165.872 .525 .815 .894

VAR00011 59.7667 166.047 .519 .757 .894

VAR00012 59.5667 167.013 .589 .786 .893

VAR00013 59.7667 164.116 .607 .778 .892

VAR00014 60.0667 172.823 .278 .755 .901

VAR00015 59.6333 182.378 -.036 .620 .908

VAR00016 59.6000 177.903 .162 .721 .902

VAR00017 59.7333 165.168 .550 .773 .893

VAR00018 59.9333 166.133 .606 .711 .892

VAR00019 60.1667 163.178 .583 .752 .892

VAR00020 60.1000 166.231 .497 .690 .895

Lampiran 5
Karakteristik/ Demografi Pasien

Subjek penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang menerima pelayanan farmasi
di Instaslasi Farmasi RSUD Mentawai
jk

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid pria 59 50.4 50.4 50.4

wanita 58 49.6 49.6 100.0

Total 117 100.0 100.0

us

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid muda 56 47.9 47.9 47.9

pertengahan 47 40.2 40.2 88.0

tua 14 12.0 12.0 100.0

Total 117 100.0 100.0

pdd

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid sd 22 18.8 18.8 18.8

sd_smp 64 54.7 54.7 73.5

akademi_pt 31 26.5 26.5 100.0

Total 117 100.0 100.0


pk

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid pns,tni,polri 35 29.9 29.9 29.9

wiraswasta 16 13.7 13.7 43.6

pegawai swasta 18 15.4 15.4 59.0

irt 21 17.9 17.9 76.9

tani 5 4.3 4.3 81.2

mahasiswa 7 6.0 6.0 87.2

buruh 9 7.7 7.7 94.9

nelayan 6 5.1 5.1 100.0

Total 117 100.0 100.0

pp

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 0 24 20.5 20.5 20.5

rendah 17 14.5 14.5 35.0

menengah 48 41.0 41.0 76.1

tinggi 28 23.9 23.9 100.0

Total 117 100.0 100.0


Lampiran 6

CROSSTABS
/TABLES=jk BY kpuasan
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT ROW
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet3] D:\maizel maizel\1.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

jk * kpuasan 117 100.0% 0 .0% 117 100.0%

jk * kpuasan Crosstabulation

kpuasan

tidak puas puas Total

jk pria Count 23 36 59

% within jk 39.0% 61.0% 100.0%

wanita Count 25 33 58

% within jk 43.1% 56.9% 100.0%

Total Count 48 69 117

% within jk 41.0% 59.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .205 1 .651

Continuity Correction b .070 1 .791

Likelihood Ratio .205 1 .650

Fisher's Exact Test .709 .396

Linear-by-Linear Association .203 1 .652


b
N of Valid Cases 117

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23,79.

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstabs
[DataSet3] D:\maizel maizel\1.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

us * kpuasan 117 100.0% 0 .0% 117 100.0%

us * kpuasan Crosstabulation

kpuasan

tidak puas puas Total

us muda Count 21 35 56

% within us 37.5% 62.5% 100.0%

pertengahan Count 20 27 47

% within us 42.6% 57.4% 100.0%

tua Count 7 7 14

% within us 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 48 69 117

% within us 41.0% 59.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square .799 a 2 .671

Likelihood Ratio .794 2 .672

Linear-by-Linear Association .779 1 .378

N of Valid Cases 117


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square .799 2 .671

Likelihood Ratio .794 2 .672

Linear-by-Linear Association .779 1 .378

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 5,74.

Crosstabs

[DataSet3] D:\maizel maizel\1.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pdd * kpuasan 117 100.0% 0 .0% 117 100.0%

pdd * kpuasan Crosstabulation

kpuasan

tidak puas puas Total

pdd sd Count 8 14 22

% within pdd 36.4% 63.6% 100.0%

smp_sma Count 26 38 64

% within pdd 40.6% 59.4% 100.0%

akademi_pt Count 14 17 31

% within pdd 45.2% 54.8% 100.0%

Total Count 48 69 117

% within pdd 41.0% 59.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square .421 2 .810

Likelihood Ratio .422 2 .810

Linear-by-Linear Association .417 1 .518

N of Valid Cases 117

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 9,03.

Crosstabs
[DataSet3] D:\maizel maizel\1.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pk * kpuasan 117 100.0% 0 .0% 117 100.0%


pk * kpuasan Crosstabulation

kpuasan

tidak puas puas Total

pk pns,tni,polri Count 19 16 35

% within pk 54.3% 45.7% 100.0%

wiraswasta Count 3 13 16

% within pk 18.8% 81.2% 100.0%

pegawai swasta Count 9 9 18

% within pk 50.0% 50.0% 100.0%

irt Count 6 15 21

% within pk 28.6% 71.4% 100.0%

tani Count 3 2 5

% within pk 60.0% 40.0% 100.0%

mahasiswa Count 3 4 7

% within pk 42.9% 57.1% 100.0%

buruh Count 3 6 9

% within pk 33.3% 66.7% 100.0%

nelayan Count 2 4 6

% within pk 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 48 69 117

% within pk 41.0% 59.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 8.891 a 7 .261

Likelihood Ratio 9.235 7 .236

Linear-by-Linear Association .931 1 .335

N of Valid Cases 117

a. 7 cells (43,8%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 2,05.
Crosstabs
[DataSet3] D:\maizel maizel\1.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pp * kpuasan 117 100.0% 0 .0% 117 100.0%

pp * kpuasan Crosstabulation

kpuasan

tidak puas puas Total

pp 0 Count 8 16 24

% within pp 33.3% 66.7% 100.0%

rendah Count 3 14 17

% within pp 17.6% 82.4% 100.0%

menengah Count 23 25 48

% within pp 47.9% 52.1% 100.0%

tinggi Count 14 14 28

% within pp 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 48 69 117

% within pp 41.0% 59.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 6.301 a 3 .098

Likelihood Ratio 6.735 3 .081

Linear-by-Linear Association 3.284 1 .070

N of Valid Cases 117

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 6,97.

Anda mungkin juga menyukai