Anda di halaman 1dari 2

Pada awalnya, tari Yapong dipertunjukkan dalam rangka mempersiapkan acara ulang tahun

kota Jakarta ke-450 pada tahun 1977. Pada saat itu, Dinas Kebudayaan DKI
mempersiapkan sebuah acara pagelaran tari massal dengan mengangkat cerita perjuangan
Pangeran Jayakarta. Pagelaran berbentuk sendratari ini dipercayakan kepada Bagong
Kussudiarjo untuk menyelenggarakan acara tersebut. Untuk mempersiapkan pagelaran itu,
Bagong mengadakan penelitian selama beberapa bulan mengenai kehidupan masyarakat
Betawi. Bagong melakukan penelitian tersebut melalui perpustakaan, film, slide maupun
observasi langsung kepada masyarakat Betawi. Akhirnya, pagelaran ini berhasil
dipentaskan pada tanggal 20 dan 21 Juni 1977 bertempat di Balai Sidang Senayan, Jakarta.
Pementasan tersebut didukung oleh 300 orang artis dan musikus yang ikut andil di
dalamnya.
Tari ini merupakan tari yang gembira dengan gerakan yang dinamis dan eksotis. Dalam
gerakan tarian Yapong diperlihatkan suasana yang gembira karena menyambut kedatangan
Pangeran Jayakarta. Adegan tersebut dinamai Yapong dan tidak mengandung arti apapun.
Istilah tersebut muncul dari lagunya yang berbunyi ya, ya, ya, ya yang dinyanyikan oleh
penyanyi pengiringnya serta suara musik yang terdengar pong, pong, pong, sehingga
lahirlah “ya-pong” yang semakin lama berkembang menjadi Yapong.
Seusai pementasan sendratari tersebut, Pusat Latihan Tari (PLT) Bagong Kussudiarjo
beserta Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mengubah tari Yapong dari bentuk sendratari dan
mengembangkannnya menjadi tarian lepas.
Adapun corak dalam busana yang dikenakan para penarinya merupakan pengembangan
dari pakaian tari Kembang Topeng Betawi. Hal tersebut tampak jelas dari bentuk serta
ragam hias tutup kepala serta selempang yang dikenakan di dada, yang disebut dengan
toka-toka. Tari Yapong diwarnai oleh tari rakyat Betawi, kemudian diolah dengan
dimasukkannya unsur-unsur tari pop, di antaranya terdapat unsur tari daerah Sumatra.
Karena budaya Betawi banyak dipengaruhi unsur-unsur budaya Tionghoa, maka dalam
tarian Yapong juga terdapat unsur kesenian Tionghoa, misalnya pada kain yang dikenakan
oleh para penari terdapat motif naga dengan warna merah menyala yang identik dengan
budaya Tionghoa.
Dan juga alat musik yang digunakan saat tarian ini ditarikan merupakan campuran antara
Betawi, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Setelah tarian ini menjadi tarian lepas, maka DKI
Jakarta memanfaatkan beberapa alat musik tradisionalnya, seperti Rebana Biang, Rebana
Hadroh, dan Rebana Ketimpring. Dengan demikian, tari Yapong merupakan kreasi baru
yang bertolak dari unsur-unsur gerak tradisional Betawi.

Pola Lantai Tari Yapong


Tarian Yapong termasuk tari kontemporer dari rakyat Betawi dicampur unsur tari pop dan
Sumatera. Contoh gerakan tari Yapong yaitu gerak megol lembehan kanan, enjer loncat,
singgetan, ngigel, dan gerak yapong.

Tari Yapong bertumpu pada gerakan kaki, tangan, dan pinggul. Penari akan memainkan
gerak kaki dan tangan secara bergantian. Ketika perpindahan satu titik ke titik lain, ada
bagian tertentu yang memperlihatkan gerakan pinggul eksotis.

Pola lantai tari Yapong memiliki garis imajinatif yang dilewati sekelompok menari. Pola tarian
ini ada 2 yaitu garis lurus dan melengkung. Berikut penjelasannya:
Gerak Megol Lembehan
Gerakan ini posisi kaki jalan di tempat dengan tangan kiri diletakkan di dada. Sedangkan ibu
jari diletakkan di pinggul untuk penari laki-laki dan ibu jari menempel di dada untuk penari
perempuan.
Enejer Loncat
Ketika menari salah satu tangan dibengkokkan sedangkan tangan yang lain lurus. Penari
lalu melompat ke arah tangan yang dibengkokkan
Singgetan Ngigel
Gerakan tarian ini ketika posisi tangan berada di depan mata lalu melakukan putaran
(ngigel)
Gerak Yapong
Gerakan terakhir ini tangan diletakkan di atas kepala. Kemudian telapak tangan membuka
lagu bergerak seperti menyapu angin dari kiri ke kanan.

Anda mungkin juga menyukai