Anda di halaman 1dari 4

http://www.jpnn.

com/read/2015/03/30/295343/Jeck-Kurniawan-Siompo-Pui,Koreografer-Papua-yang-MenduniaSenin, 30 Maret 2015 , 22:50:00


Jeck Kurniawan Siompo Pui, Koreografer Papua yang Mendunia
Yakin Animal Pop Bisa Lebih Populer daripada Gangnam Style

Di dunia seni tari kontemporer Indonesia, nama Jeck Kurniawan Siompo Pui atau yang lebih
dikenal dengan Jecko Siompo termasuk salah satu yang disegani. Koreografi animal pop
miliknya menjadi salah satu tetenger yang unik.
Laporan Diar Candra, Jakarta
GEMURUH tepuk tangan membahana setelah pertunjukan bertajuk Tabib dari Timur di Graha
Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pertengahan bulan lalu selesai.
Menggabungkan teater, tari, dan komedi, pertunjukan yang disutradarai Agus Noor itu sukses
menghibur penonton.
Kisah Tabib dari Timur menceritakan seorang pemuda asal Papua yang merantau ke Jawa.
Dengan bekal batu bertuah milik nenek moyangnya, setiba dia di Jakarta, banyak yang
menginginkan batu pemuda itu. Termasuk penguasa setempat yang menghalalkan segala cara
untuk mendapatkannya.
Dalam pentas berdurasi 2,5 jam tersebut, banyak sindiran yang diberikan atas ketimpangan
pembangunan di Indonesia. Papua yang seharusnya menjadi salah satu daerah maju karena kaya
akan sumber daya alam, faktanya, malah tertinggal bila dibandingkan dengan Jawa.
Ketika itu saya menyetor cerita ke Mas Agus (Agus Noor, Red) soal bagaimana Papua kurang
maju sampai sekarang. Selain pembangunan, juga pendidikan. Mungkin yang belajar tari seperti
saya tak banyak, kata Jecko soal ide awal pementasan itu.
Selain Jecko, tim kreatif pementasan tari diisi nama-nama seperti Djaduk Ferianto dan Butet
Kartaredjasa. Masuknya Jecko membuat pertunjukan tersebut lebih hidup dengan
menyuguhkan banyak tarian kontemporer.
Di Tabib dari Timur, para penari asuhan Jecko yang tergabung dalam sanggar tari animal pop
berhasil mengejawantahkan banyak makna. Mulai sikap kekhawatiran masyarakat Papua,
glamornya ibu kota, sampai masyarakat yang selalu latah dengan tren.
Saya mencoba menyampaikan apa yang saya lihat. Saya buat gerakan penuh semangat, sedih,
atau lainnya sesuai dengan yang dirasakan. Jadi, tak ada yang lahir dengan paksaan dalam
bergerak, ucap Jecko.

Nah, Jecko mempelajari seni tari ketika pindah ke Jakarta pada 1994. Sebelumnya dia belajar
menari di sanggar tari Rawori Dok 8 Bawah, Jayapura. Ketertarikannya pada dunia tari dilatari
kegiatan tari yang menjadi napas kehidupan sehari-hari masyarakat Papua.
Selama belajar di Institut Kesenia Jakarta (IKJ), Jecko mempelajari banyak tarian dari Indonesia.
Misalnya, tari Jawa, tari Sumatera, tari Bali, dan tari Kalimantan. Dibandingkan dengan negara
mana pun di dunia, menurut penggemar nasi goreng itu, kekayaan tari Indonesia tak ada duanya.
Setiap tari di Indonesia mempunyai kekhasan dan akar budaya masyarakat yang sangat kuat.
Misalnya, tari Jawa yang lembut dan anggun. Juga, tari Papua yang gerakannya eksplosif dan
meledak-ledak.
Jangan dikira menari dalam gerakan lambat itu tak capek, ya. Saya sudah menjalani semua itu.
Gerakan mendhak (menekuk lutut dalam tari Jawa, Red) 10 menit itu sama capeknya kalau
melonjak-lonjak ala tari Papua, sebut Jecko.
Kepiawaian menari mengantarkan Jecko mendapat beasiswa belajar tari di Amerika Serikat
(AS). Selama enam bulan, sejak MeiOktober, Jecko bergaul dengan banyak penari jalanan
Portland, AS. Dari situlah, kemudian lahir animal pop yang jadi trademark penari asal Jayapura
tersebut.
Pada awalnya saya menamainya animal dance. Karena memang saya banyak berguru kepada
binatang. Lalu, sepulang dari AS di 1999 itu, saya gabungkan dengan seni tari pop AS, yakni
breakdance. Jadilah animal pop seperti sekarang ini, tutur Jecko.
Dalam kacamata Jecko, animal pop adalah penggabungan dua jenis budaya. Ada yang
mengatakan pertemuan tari Barat dan Timur. Namun, Jecko mengungkapkan, animal pop adalah
paduan gerakan primitif yang diwakili binatang serta modernisasi yang dilambangkan dengan
budaya pop.
Selama sekitar 19 tahun, Jecko yang lahir dan besar di Jayapura mengamati banyak hewan yang
ada di sekelilingnya. Salah satu yang paling unik adalah kanguru Papua. Yakni, laolao. Demikian
warga Papua menyebut kanguru di daerahnya itu. Laolao, menurut Jecko, tidak sebesar kanguru
Australia.
Ada beberapa gerakan dasar dari animal pop yang menurut Jecko punya kekuatan yang tak
dipunyai tari kontemporer lain. Yakni, tangan menekuk, bahu ke belakang, dagu ke depan, dada
ke depan, kaki diangkat, kaki ke depan, lalu tendang ke belakang.
Undangan bagi Jecko untuk menampilkan animal pop pun tak pernah surut. Dalam setahun, pria
yang masih single itu mengatakan bisa empat sampai lima kali ke luar negeri. Hasilnya, dari satu
festival ke festival lain, aplaus selalu didapatkan animal pop.

Saya menjadi duta bangsa untuk menari ini rasanya tak pernah terbayangkan. Saya membawa
identitas saya sebagai orang Indonesia dan Papua. Saya tak pernah capek menyebarkan pesan,
Indonesia itu ada, tegas Jecko.
Menyinggung soal seni tari dunia saat ini, Jecko menyebutkan, Gangnam Style adalah salah satu
yang paling populer. Meski pada dasarnya itu adalah sebuah lagu, karena cara menarikan Psy
yang unik, jadilah Gangnam Style mewabah.
Silakan dicek, Gangnam Style itu sebenarnya adalah varian tari yang kalau kita perhatikan lagi
seperti tarian rakyat Jawa, kuda lumping. Gerakan Psy seolah-olah memegang kendali kuda
sambil mencambuk kudanya, beber Jecko.
Karena itulah, Jecko sebenarnya yakin, kalau animal pop diberi panggung lebih oleh pemerintah,
kepopulerannya bisa melebihi Gangnam Style. Dukungan pemerintah Korsel terlihat ketika
menjadikan Gangnam Style sebagai salah satu penampil di opening Asian Games XVII/2014 di
Incheon lalu.
Dengan geliat itu, Jecko berharap, jika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games XVIII/2018,
animal pop bisa dijadikan salah satu tari pementas. Jika seandainya dijadikan tari pembuka,
Jecko merasa yakin animal pop bisa diterima.
Di sisi lain, Jecko tak hanya suka pencilakan dengan animal pop. Beberapa kali Jecko membantu
maestro tari Indonesia lain, Sardono W. Kusumo, tampil. Jecko yang juga meguasai tari Jawa itu
merasa beruntung punya guru dan sahabat seperti Sardono.
Sementara itu, Butet Kartaredjasa menyebut Jecko sebagai seniman tari multitalenta. Dengan
dasar tarian kontemporer, Butet melihat animal pop bisa kian populer setelah melihat
penampilannya di Tabib dari Timur.
Saya kira tak banyak putra Papua yang punya concern tinggi pada dunia tari seperti Jecko.
Animal pop ini adalah salah satu sisi energik, bertenaga, dan kegembiraan yang dibawa Jecko
dari Papua, ujar Butet. (*/c10/end)

Anda mungkin juga menyukai