Anda di halaman 1dari 20

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Umum
Penuaan aspal adalah suatu parameter untuk mengetahui
durabilitas (keawetan) campuran aspal. Penuaan aspal disebabkan oleh
dua faktor, yaitu penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung dalam
aspal dan oksidasi yang progresif (penuaan jangka panjang). Kedua proses
penuaan ini menyebabkan terjadinya perkerasan pada aspal dan
selanjutnya meningkatkan kekakuan campuran beraspal yang dapat
meningkatkan ketahanan campuran terhadap deformasi permanen dan
kemampuan menyebarkan beban yang diterima, tetapi dilain pihak
campuran aspal akan menjadi lebih getas sehingga akan cepat retak dan
akan menurunkan ketahanan terhadap beban berulang

3.2 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk
padat, yang terdiri dari hydrocarbons atau turunannya, terlarut dalam
trichloro-ethylene dan bersifat tidak mudah menguap serta lunak secara
bertahap jika dipanaskan. Aspal berwarna hitam atau kecoklatan, memiliki
sifat kedap air dan adhesive. (British Standart, 1989 ).

Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau


dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen
alam yang ditemukan bersama-sama material lain. Aspal dapat pula
diartikan sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk
dari senyawa-senyawa kompleks seperti asphaltenese, resins dan oils.
Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu
pembebanan. Pada proses pencampuran dan proses pemadatan sifat aspal
dapat ditunjukkan dari nilai viscositas, sedangkan pada sebagian besar
kondisi saat masa pelayanan, aspal mempunyai sifat viscositas yang
diwujudkan dalam suatu nilai modulus kekakuan. ( Shell Bitumen, 1990 ),
Sedang sifat aspal lainnya adalah ;

10
1. Aspal mempunyai sifat mekanis ( rheologic ), yaitu hubungan antara
tegangan ( stress ) dan regangan (strain ) dipengaruhi oleh waktu.
Apabila mengalami pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang
sangat cepat, maka aspal akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya
terjadi dalam jangka waktu yang lambat maka sifat aspal menjadi plastis
( viscous ).

2. Aspal adalah bahan yang thermoplastis, yaitu konsistennya atau


viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang
terjadi. Semakin tinggi temperatur aspal, maka viskositasnya akan
semakin rendah atau semakin encer demikian pula sebaliknya. Dari segi
pelaksanaan lapis keras, aspal dengan viskositas yang rendah akan
menguntungkan karena aspal akan menyelimuti batuan dengan lebih baik
dan merata. Akan tetapi dengan pemanasan yang berlebihan maka akan
merusak molekul-molekul dari aspal, aspal menjadi getas dan rapuh.

3. Aspal mempunyai sifat thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa


mengalami tegangan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras
sesuai dengan berjalannya waktu.

Meskipun aspal hanya merupakan bagian yang kecil dari


komponen campuran beraspal, namun merupakan bagian terpenting untuk
menyediakan ikatan yang awet/tahan lama (durable) dan menjaga
campuran tetap dalam kondisi kental yang elastis. Adapun beberapa
kualitas yang harus dimiliki oleh aspal untuk menjamin performa yang
memuaskan, secara mendasar adalah rheology, kohesi, adhesi dan
durabilitas. Fungsi aspal dalam campuran agregat aspal adalah sebagai
bahan pengikat yang bersifat visco-elastis dengan tingkat viskositas yang
tinggi selama masa layan dan berfungsi sebagai pelumas pada saat
penghamparan di lapangan sehingga mudah untuk dipadatkan. Pada
AASHTO (1982) dinyatakan bahwa jenis aspal keras ditandai dengan
angka penetrasi aspal, angka ini menyatakan tingkat kekerasan aspal atau
tingkat konsistensi aspal. Semakin meningkatnya angka penetrasi aspal

11
maka tingkat kekerasan aspal semakin rendah, sebaliknya semakin kecil
angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan aspal semakin tinggi.

Semakin besar angka penetrasi aspal (semakin kecil tingkat


konsistensi aspal) akan memberikan nilai modulus elastis aspal yang
semakin kecil dalam tinjauan temperatur dan pembebanan yang sama.
Semakin tinggi suhu udara dan makin lambat beban yang lewat, maka
modulus elastis aspal makin kecil. Lama pembebanan merupakan fungsi
dari tebal perkerasan dan kecepatan kendaraan, (Brown and
Bitumen,1984).

Sebelum dilakukan pembuatan rancangan campuran harus


mengikuti spesifikasi teknis Bina Marga Kementerian Pekerjan Umum
guna menjamin agar anggapan-anggapan perencanaan mengenai kadar
aspal, rongga udara, stabilitas, kelenturan dan keawetan dapat dipenuhi,
untuk itu perlu pembuatan rancangan campuran dengan membuat
perkiraan awal kadar aspal tengah dari rancangan campuran aspal dengan
mempergunakan persamaan :

Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% FF) +


K............................(3.1)

Di mana:

Pb = kadar aspal awal

CA = persen agregat tertahan saringan No. 8 atau agregat kasar

FA = persen agregat lolos saringan No.8 dan tertahan saringan


No. 200 atau agregat halus

FF = persen agregat min 75% lolos saringan no. 200 atau filler

K = konstanta 0,5-1,0 untuk laston

konstanta 2,0-3,0 untuk lataston

12
Dari perkiraan awal kadar aspal, didapatkan nilai kadar aspal
optimum yaitu nilai tengah dari rentang kadar aspal yang memenuhi
semua spesifikasi campuran. Setelah kadar aspal optimum (KAO)
ditentukan selanjutnya dilakukan pengujian Marshall test sesuai SNI 06-
2489-1991, guna memperoleh stabilitas, kelelehan, hasil bagi Marshall
persentase stabilitas setelah perendaman dengan membuat diagram
hubungan antara sifat teknis campuran yang paling berpengaruh
(stabilitas, flow, VMA, VIM dan MQ) dengan persen kadar aspal.
Penentuan kadar aspal optimum ditentukan sesuai dengan persyaratan
batasan sifat-sifat teknis campuran, seperti pada gambar 3.1

a1% a2%

Stability

b1% b2% Flow

c1% c2%
VFA

d1% d2% VIM

e1% e2% MQ

Kadar Aspal Optimum

Gambar 3.1 Diagram penentuan kadar aspal optimum (Sukirman, 1995)

13
Tabel 3.1 Pengujian dan ketentuan untuk Aspal Keras

Tipe II Aspal yang


Tipe I Dimodifikasi
A (1) B C
N Metoda Aspal
Jenis Pengujian
o. Pengujian Pen.
Elasto Elastom
Asbut
60-70 mer er
on
Alam Sintetis

Penetrasi pada 25C SNI 06- 60-79 40-55 50-70 Min.40


1.
(dmm) 2456-1991
Viskositas 135C SNI 06- 385 385 – < <
2.
(cSt) 6441-2000 2000 2000(5 3000(5)
)
Titik Lembek (C) SNI 06- >48 - - >54
3.
2434-1991
4. Indeks Penetrasi 4) - > -1,0 ≥ - 0,5 > 0.0 > 0,4
Daktilitas pada 25C, SNI-06- >100 > 100 > 100 > 100
5. 2432-1991
(cm)
Titik Nyala (C) SNI-06- >232 >232 >232 >232
6.
2433-1991
7.
Kelarutan dalam ASTM >99 > 90(1) >99 >99
Toluene (%) D5546
Berat Jenis SNI-06- >1,0 >1,0 >1,0 >1,0
8.
2441-1991
Stabilitas ASTM D - <2,2 <2,2 <2,2
9.
Penyimpanan (C) 5976
Pengujian Residu hasil TFOT atau RTFOT :
10. Berat yang Hilang SNI 06- < 0.8 2) < < 0.8 3) < 0.8 3)
(%)
Penetrasi pada 25C 2441-1991
SNI 06- > 54 0
> > 54 ≥54
11.
(%)
- 2456-1991 5.
12. Indeks Penetrasi 4) - > -1,0 8
4
> > 0,0 > 0,4
2)
Keelastisan setelah AASHTO - 0- > 45 > 60
13. Pengembalian (%) T 301-98 ,
( Spesifikasi Umum 2010, Bina Marga) 0

14
3.3 Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir


atau mineral lain, baik hasil dari alam maupun buatan. (Bina Marga,
1989). Agregat dalam campuran aspal merupakan material utama
perkerasan jalan yang berfungsi bahan pengisi. Bahan pengisi (filler) yaitu
bagian dari agregat halus atau material yang lolos saringan No. 200 (0,075
mm). Bahan pengisi yang ditambahkan harus terdiri dari debu batu (stone
dust), abu batu kapur (lime stone dust), semen (Portland cement), abu
terbang, abu kapur, atau bahan non plastis lainnya. Bahan pengisi yang
ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bahan
lain yang tidak dikehendaki.

3.4 Bahan Pengisi (filler)


Bahan Pengisi (filler) adalah suatu bahan berbutir halus yang lolos
saringan No. 30 di mana persentase berat lolos saringan No. 200 minimal
65%. Bahan filler dapat berupa abu batu, semen, kapur, atau bahan non
plastis lain (Bina Marga, 1989).

Menurut ASTM (1989) bahan filler harus terdiri dari material


mineral yang dapat dibagi secara halus seperti abu batu, terak, kapur,
semen, abu terbang atau material mineral lain yang sesuai. Pada saat
pemakaian, bahan tersebut harus cukup kering untuk bergerak secara bebas
dan bebas dari penggumpalan.

Tabel 3.2 Tabel Ukuran Lolos Saringan


Ukuran Saringan Persentase Berat Lolos
No. 30 (0,590 mm) 100
No. 50 (0,279 mm) 95 - 100
N0. 100 (0,149 mm) 90 - 100
No. 200 (0,074 mm) 65 - 100

15
(Spesifikasi Umum 2010, Bina Marga)

3.5 Aditif Anti Pengelupasan


Bahan tambah atau modifikasi untuk campuran aspal, sering juga
disebut aditif adalah suatu bahan yang dapat dicampurkan atau
ditambahkan pada aspal atau batuan. Struktur kimia yang terdapat pada
anti pengelupasan yaitu amido-polyamine terdiri dari atas gugus kimia
hydrocarbon dan amine (NH2), yang mana mempunyai kesamaan dengan
unsur kimia yang ada pada aspal, gugus kimia hydrocarbon bersifat
hydrophobic dan amine bersifat hydrophilic yang berpungsi menambah
lapisan film aspal yang akan menyelimuti agregat sehingga menambah
ketahanan terhadap pengelupasan (Tunnicliff, dkk, 1984).
Susunan rangkaian kimia yang ada pada aspal, menurut G.T Austin
ditinjau dari sudut kimiawi aspal merupakan suatu rangkaian atom atau
polymer. Polimer satu dengan polymer satunya tidak berkaitan secara
kuat karena adanya ikatan rangkap pada struktur molekul tersebut atau
biasa disebut co-polymer. Sifat-sifat co-polymer tersebut secara umum
antara lain :
a. Stabilitas yang rendah
b. Kurangnya ketahanan terhadap suhu
c. Mudahnya mengikat atom bebas
d. Mudah lepasnya butiran agregat dengan aspal
Adanya sifat-sifat yang kurang menguntungkan tersebut para ahli
berusaha menemukan bahan yang dapat memperbaiki sifat kimia dari
aspal. Akhirnya ditemukan berbagai macam bahan tambah yang berfungsi
sebagai katalisator pada reaksi kimia pada aspal. Melalui reaksi kimia
katalisator ini mengubah ikatan rangkap pada aspal menjadi ikatan-ikatan
tunggal pada rantai panjang, yang lazim disebut polimer, yang bertindak
sebagai katalisator untuk memperbaiki struktur molekul pada aspal.
Dengan perbaikan struktur molekul dalam aspal, artinya setelah

16
pemakaian bahan tambah / aditif akan dapat mengubah sifat-sifat aspal
antara lain :
a. Meningkatkan stabilitas
b. Mengurangi kepekaan terhadap suhu
c. Meningkatkan ketahanan terhadap deformasi
d. Menambah daya ikat aspal terhadap agregat.
Penggunaan aditif anti pengelupasan selain dapat mengubah sifat-
sifat aspal juga mempunyai keuntungan yang didapat antara lain :
a. Mencegah pengelupasan bahkan ketika campuran aspal terendam air
dalam bentuk uncoated dapat menyediakan adhesi aktif aspal bahkan
dengan agregat basah.
b. Mengoptimalkan penggunaan aspal dalam campuran sehingga ada
penghematan pemakaian bahan aspal.
c. Dapat memanfaatkan penggunaan agregat lokal yang kurang bagus atau
agregat yang cepat menyerap air, karena salah satu kegunaan aditif anti
pengelupasan dapat menolak air.
d. Memudahkan dalam pemadatan karena aditif anti pengelupasan karena
salah satu karakteristik campuran aspal adalah mudah mengerjakannya
( Petrochem Specialites India)
Tabel 3.3 Ketentuan Bahan Anti Pengelupasan

No Jenis Pengujian Standar Nilai


1 Titik Nyala (Cleveland Open Cup, 0C SNI 2433:2011 Min. 180
2 Viskositas, pada 250C (Saybolt SNI 03-6721-2011 >200
Furol),detik
3 Berat Jenis, pada 250C, SNI 2441:2011 0,92 – 1,06
4 Bilangan Asam (Active Value) mL SNI 04-7182-2006 < 10
KOH/g
5 Total Bilangan Amine (AmineValue), ASTM D20173-07 150 - 350
mL HCL/g
(Spesifikasi Umum, 2010 rev.3, Bina Marga)

17
3.6 Analisa Saringan / Gradasi

Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai dengan ukuran


saringannya, diperoleh melalui pemeriksaan analisa saringan (sieve
analisys). Ukuran saringan dalam ukuran panjang menunjukkan ukuran
bukaan saringan dan nomor saringan menunjukkan banyaknya bukaan
saringan dalam 1 inci panjang. Gradasi atau distribusi partikel-partikel
berdasarkan ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam
menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat juga mempengaruhi
besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan
kemudahan dalam pelaksanaan.

Gradasi yang dipakai sebagai material campuran perkerasan jalan


haruslah memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat yang telah
ditetapkan dalam buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan oleh
badan yang berwenang. Persyaratan campuran gradasi Aspal Concrete
Wearing Coarse (AC-WC) dan AC Binder Course (AC-BC) tercantum
dalam tabel berikut ini
Tabel 3.4 Spesifikasi Gradasi agregat
% Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran
Latasir
Uk Lataston (HRS) Laston (AC)
(SS)
ura Gradasi
n Gradasi Semi
Gradasi Halus Gradasi Kasar1
Ay Senjang3 Senjang
aka 2

n Kel Ke Base
(m as W Ba W Ba Bas
las WC BC WC BC
m) A C se C se e
B
37, 100 100
5
25 100 90 - 100 90 -
100 100
19 100 10 10 10 10 10 100 90 - 73 - 100 90 - 73 -
0 0 0 0 0 100 90 100 90
12, 90 90 87 90 90 - 61 - 90 - 71 - 55 -
5 - - - – 100 74 - 79 100 90 76
10 10 10 10 90

18
0 0 0 0
9,5 90 75 65 55 55 72 - 64 – 47 - 72 - 58 – 45 -
- - - - – 90 82 67 90 80 66
100 85 90 88 70
4,7 54 - 47 - 39,5 43 - 37 - 28 -
5 69 64 - 50 63 56 39,5
2,3 75 50 35 50 32 39,1 34,6 30,8 28 - 23 - 19 -
6 - – - – – - 53 - 49 - 37 39,1 34,6 26,8
10 72 55 62 44
3 3
0
1,1 31,6 28,3 24,1 19 - 15 - 12 -
8 - 40 - 38 - 28 25,6 22,3 18,1
0,6 35 15 20 15 23,1 20,7 17,6 13 - 10 - 7 -
00 - - – – - 30 - 28 - 22 19,1 16,7 13,6
60 35 45 35
0,3 15 5 – 15,5 13,7 11,4 9 - 7- 5-
00 – 35 - 22 - 20 - 16 15,5 13,7 11,4
35
0,1 9- 4- 4- 6- 5– 4,5 -
50 15 13 10 13 11 9
0,0 10 8 – 6 - 2 - 6 – 4 – 4- 4- 3- 4- 4- 3-7
75 - 13 10 9 10 8 10 8 6 10 8
15
(Spesifikasi Umum 2010, Bina Marga)

Kualitas agregat yang akan digunakan sebagai bahan perkerasan


jalan ditentukan dengan cara melakukan serangkaian pengujian sebagai
berikut :

3.7 Berat jenis dari agregat kasar


1. Berat jenis (bulk spesific gravity) adalah perbandingan antara berat
agregat kering dan serta air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

2. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry), yaitu


perbandingan antara agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling

antara agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh suhu tertentu.

19
3. Berat jenis semu (apparent spesific gravity) adalah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

4. Penyerapan (absortion) adalah persentase berat air yang bisa diserap


oleh pori terhadap berat agregat kering dituliskan dalam bentuk persamaan

3.8 Keausan (abrasi)


Keausan adalah ketahanan agregat terhadap penghancuran akibat
pengaruh mekanisme yang dinyatakan dengan perbandingan-perbandingan
antara berat bahan yang aus lewat saringan nomor 12 terhadap berat benda
uji semula dengan menggunakan mesin Los Angelas.

3.9 Setara Pasir (sand equivalent)


Agregat yang digunakan sebagai bahan jalan harus bersih, bebas
dari zat-zat asing seperti tumbuhan, butiran lunak, gumpalan tanah liat
(lempung) atau lapisan lapisan tanah liat. Kebersihan agregat sering dapat
dilihat secara visual, namun dengan suatu analisa saringan disertai
pencucian agregat akan memberikan hasil yang lebih akurat, bersih.

Pengujian setara pasir (sand equivalent) dilakukan untuk


menentukan perbandingan relatif dari bagian yang dapat merugikan seperti
bagian lunak dan lempung terhadap bagian agregat yang lolos saringan
No.4

3.10 Kelekatan agregat terhadap aspal


Kelekatan aspal terhadap agregat adalah persentase dari
perbandingan luas permukaan batuan yang terselimuti aspal, terhadap
keseluruhan luas permukaan batuan atau kecenderungan agregat untuk
menerima, menyerap dan menahan film aspal.
Agregat hidrophobik (tidak menyukai air) adalah agregat yang memiliki
sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi, contoh dari agregat ini adalah
batu gamping dan dolomit. Sebaliknya agregat hidrophilik (menyukai air)
adalah agregat yang memiliki kelekatan terhadap aspal yang rendah.

20
Sehingga agregat jenis ini cenderung terpisah dari film aspal bila terkena
air, contoh batuan granit yang termasuk agregat hidrophilik.
3.11 Angularitas
Angularitas suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang
pecah, susunan permukaan yang kasar yang menyerupai kekasaran kertas
ampelas, mempunyai kecenderungan untuk menambah kekuatan
campuran, dibanding dengan permukaan yang licin. Ruangan agregat kasar
biasanya lebih besar sehingga menyediakan tambahan bagian untuk
diselimuti oleh aspal. Agregat dengan permukaan licin dengan mudah
dapat dilapisi lapisan aspal tipis (asphalt film), tetapi permukaan seperti
ini tidak dapat memegang lapisan aspal tersebut tetap pada tempatnya.
Angularitas dua pengujian agregat kasar anguliritas dan agregat halus.
3.12 Kepipihan Agregat
Pada umumnya ikatan antar butir yang baik diperoleh apabila
bentuk butir bersudut tajam dan berbentuk kubus, ikatan antar butir yang
paling buruk adalah pada butiran agregat yang berbentuk bulat. Agregat
berbentuk kubus mempunyai kecenderungan untuk saling mengunci satu
sama lain apabila dipadatkan.
Bentuk butir (particle shape) agregat dibedakan menjadi 6 kategori
yaitu bulat, beraturan, berbidang pecah (angular), pipih, panjang dan
lonjong.
3.13 Lapisan Aspal Beton (Lataston) AC-WC aspal beton adalah
jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal,
dengan atau tanpa bahan tambahan. Campuran aspal beton yang biasa
dikenal dengan nama homix, dimana material-material pembentuk aspal
beton dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, suhu
pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang digunakan, suhu
pencampuran umumnya antara 145o – 155o (Sukirman, 2003).
Jenis aspal beton yang ada di Indonesia saat ini di antaranya:
1. Laston (Lapis Aspal Beton), adalah aspal beton yang bergradasi
menerus yang biasa digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas
berat. Laston juga dikenal dengan nama AC (asphalt concrete). Stabilitas

21
adalah karakteristik yang terpenting pada campuran ini dan sesuai dengan
fungsinya laston memiliki 3 macam campuran yaitu :
a. Laston sebagai lapis aus, yang dikenal dengan nama AC-WC (asphalt
concrete-wearing course). Mempunyai tebal nominal minimum adalah
4 cm.
b. Laston sebagai lapis pengikat, yang biasa dikenal dengan nama AC-BC
(asphalt concrete-binder course). Mempunyai tebal nominal minimum
AC-BC adalah 6 cm.
c. Laston sebagai lapis pondasi, yang biasa dikenal dengan nama AC-base
(asphalt concrete-base). Mempunyai tebal nominal minimum AC-base
adalah 7 cm.
2. Lataston (lapis tipis aspal beton), adalah aspal beton bergradasi senjang.
Lataston umumnya disebut juga dengan HRS (hot rolled sheet).
Karakteristik aspal beton yang terpenting pada campuran ini adalah
durabilitas, dan fleksibilitas. Sesuai fungsinya lataston mempunyai 2
macam campuran yaitu :
a. Lataston sebagai lapis aus, yang biasa dikenal dengan nama HRS-
WC (hot rolled sheet-wearing course). Mempunyai tebal nominal
minimum adalah 3 cm.
b. Laston sebagai lapis pondasi, yang biasa dikenal dengan nama HRS-
Base (hot rolled sheet-base). Mempunyai tebal minimum HRS-Base
adalah 3,5 cm.

3. Latasir (lapis tipis aspal pasir), adalah aspal beton untuk jalan-jalan
dengan lalu lintas ringan, khususnya di mana agregat kasar sulit diperoleh.
Lapisan ini mempunyai ketahanan alur (rutting) rendah. Sesuai dengan
gradasi agregatnya, campuran ini dapat dibedakan atas :

a. Latasir kelas A, yang biasanya dikenal dengan nama HRSS-A atau


SS-A. Tebal nominal minimum adalah 1,5 cm.
b. Latasir kelas B, yang biasanya dikenal dengan nama HRSS-B atau
SS-B. Tebal minimum adalah 2 cm. Gradasi agregat HRSS-B lebih
kasar dari HRSS-A

22
3.14 Karakteristik Campuran Aspal Panas
Aspal dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi
sebagai bahan pengikat, akan memberikan ikatan yang kuat antara aspal
dengan agregat dan aspal itu sendiri. Sebagai bahan pengisi, aspal akan
mengisi rongga antara butiran agregat dan pori yang ada dari agregat
(Silvia Sukirman, 1999). Karakteristik campuran panas agregat aspal dapat
diukur dari sifat-sifat Marshall yang ditunjukkan pada nilai-nilai sebagai
berikut :

a. Stability
b. Durabilitas
c. Fleksibilitas
d. Skid resistensi (kekesatan)
e. Fatique resistance (ketahanan terhadap kelelehan)
f. Workability (mudah mengerjakannya).

3.15 Karekteristik Marshall


Karakteristik campuran panas agregat aspal dapat diukur dari sifat-
sifat parameter Marshall yang ditunjukkan pada nilai-nilai sebagai berikut

1. Stabilitas / stability
Stabilitas merupakan kemampuan lapis keras untuk menahan
deformasi akibat beban lalu lintas yang bekerja di atasnya tanpa
mengalami perubahan bentuk tetap, seperti gelombang, alur dan naiknya
aspal ke permukaan. Nilai stabilitas diperoleh dari pembacaan arloji
stabilitas pada saat pengujian Marshall dilakukan, dan hasil pembacaan
tersebut harus dikalikan dengan angka kalibrasi dari proving ring yang
digunakan serta dikalikan dengan koreksi tebal benda uji, untuk nilai
stabilitas harus terpenuhi minimal 800 (kg) untuk lapisan AC-WC dan AC-
BC sedangkan untuk lapis aspal di modifikasi minimal 1000 (kg)
2. Voids in Minerale Aggregate (VMA)
VMA adalah rongga di antara mineral atau struktur agregat suatu
campuran beraspal yang telah dipadatkan atau rongga yang terdapat di

23
antara partikel agregat suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan,
rongga udara dan volume kadar aspal efektif, yang dinyatakan dalam
persen terhadap volume total benda uji. Untuk Nilai VMA yang harus
terpenuhi dalam campuran adalah minimal untuk lapis aus AC-WC 15 %,
untuk lapis antara AC-BC 14 % dan untuk lapis pondasi AC-Base 13 %.
Batas minimum VMA tergantung pada ukuran maksimum agregat
yang digunakan. Hubungan antara kadar aspal dengan VMA pada
umumnya membentuk cekungan dengan satu nilai umum, kemudian naik
lagi dengan naiknya kadar aspal.
3. Voids in The Mix (VIM)
VIM adalah volume total udara yang berada di antara partikel
agregat yang terselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah
dipadatkan, dinyatakan dengan persen volume bulk suatu campuran.
Rongga udara (VIM) setelah dipadatkan idealnya maksimal 5 %
dan minimal 3 %. Rongga yang lebih dari 5 % akan rentan terhadap
pelelehan, alur dan deformasi plastis. Sementara VIM setelah selesai
pemadatan di bawah jauh dari 3 % akan rentan terhadap retak dan
pelepasan butir (disentagrasi). Untuk mencapai nilai lapangan tersebut
nilai VIM rencana dibatasi pada interval 3 % sampai 65 % dengan
kepadatan lapangan dibatasi minimum 98 %.

4. Pengaruh Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)


Voids filled asphalt (VFA) atau yang lebih disering disebut orang
VFB (voids filled bitumen) adalah bagian dari rongga yang berada di antara
mineral agregat (VMA) yang terisi oleh aspal efektif, dinyatakan dalam
persen.
Kriteria VFA bertujuan menjaga keawetan campuran beraspal
dengan memberi batasan yang cukup, pada gradasi yang sama, semakin
tinggi nilai VFA semakin banyak kadar aspal campuran tersebut sehingga
kriteria VFA dapat menggantikan kriteria kadar aspal dan tebal lapisan
film aspal (asphalt film thicknes), untuk VFA dapat ditunjukkan dengan

24
nilai 65 % rongga terisi aspal pada lapis AC-WC, untuk lapis AC-BC 63
% dan untuk lapis AC-Base 60 %.
VFA, VMA dan VIM saling berhubungan karena itu apabila dua di
antaranya diketahui maka dapat mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFA
membantu perencanaan campuran dengan memberikan VMA yang dapat
diterima.

5. Kelelehan ( flow )
Kelelehan adalah besarnya deformasi vertikal benda uji yang
terjadi pada awal pembebanan sehingga stabilitas menurun, atau keadaan
perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban,
yang menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapisan
perkerasan akibat menahan beban yang diterimanya. Adapun nilai
kelelehan yang diizinkan dalam campuran minimum 2 (mm) maksimum 4
(mm) untuk lapis AC-WC dan AC-BC sedangkan untuk lapis AC-Base
minimum 3 (mm) dan maksimum 6 (mm).

6. Marshall Quotient
Marshall quotient merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan
flow, Untuk nilai Marshall quontient didapat setelah nilai stabilitas dan
kelelehan didapat nilai MQ yang memenuhi syarat minimum 250 (kg/mm)
untuk lapis aus AC-WC dan lapis antara AC-BC serta untuk lapis pondasi
AC-Base minimum 300 (kg/).

7. Kepadatan / Density
Density merupakan tingkat kerapatan campuran setelah campuran
dipadatkan rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)
minimum 2,5 % untuk lapis Aus AC-WC, lapis antara AC-BC dan lapis
pondasi AC-Base.

3.16 Stabilitas Marshall Sisa (Marshall Immersion Test)

25
Pengujian Marshall Immersion Test yang dilaksanakan sangat
diperlukan untuk menguji ketahanan campuran beraspal terhadap
kerusakan akibat rendaman, pengujian ini berdasarkan ASTM D.1075-54.
Pengujian dengan metode Marshall dibandingkan dengan metode
Marshall Immersion Test atau stabilitas Marshall sisa, parameter yang
digunakan meliputi stabilitas, kelelehan, rongga dalam campuran, rongga
antar agregat dan rongga terisi aspal, standar yang digunakan adalah
setelah didapat kadar aspal optimum (KAO) kemudian dibandingkan
dengan hasil pengujian Marshall standar atau tanpa perendaman.
Nilai stabilitas dari benda uji yang direndam di dalam alat
perendaman selama 1 x 24 jam pada temperatur 60 C nilai yang harus
terpenuhi adalah minimum 90 % untuk lapisan Aus AC-WC, lapis antara
AC-BC dan lapis pondasi AC-Base.

3.17 Pengujian Marshall dengan temperatur pemadatan < 100 C


Temperatur atau suhu pemadatan sangat berpengaruh kepada
rongga udara dalam campuran (VIM) dan rongga udara di antara agregat
(VMA) dan juga menentukan lalu lintas yang akan melewati apakah lalu
lintas ringan atau berat, untuk lalu lintas ringan jumlah tumbukan 2 x 50
tumbukan dan untuk lalu lintas berat 2 x 75 tumbukan dalam penelitian ini
dipakai 2 x 75 tumbukan.
Spesifikasi Campuran Beraspal Panas, seksi 6.3 tahun 2010 revisi
ke 3 untuk suhu pencampuran benda uji Marshall 155 ±1 C untuk tipe I
dengan viskositas aspal 0,2 dan untuk pemadatan benda uji Marshall
perkiraan temperatur 145 ± 1 C dengan viskositas aspal 0,4 sedangkan
untuk pemadatan lapangan pemadatan awal (roda baja) perkiraan
temperatur 130 - 150 C dengan viskoitas aspal 0,5 - 1,0 , untuk
pemadatan antara (roda karet) perkiraan temperatur 125 - 145 C dengan
Viskositas aspal 1 – 2 dan selanjutnya pemadatan akhir (roda baja)
perkiraan temperatur aspal > 95 C dengan viskositas aspal < 20.

26
Dalam penelitian ini perkiraan temperatur pemadatan benda uji
Marshall < 100 C dengan rentang suhu 95 – 100 C dengan viskositas
aspal 0,4.

Tabel 3.5 Ketentuan viskositas dan temperatur aspal untuk pencampuran


dan pemadatan.

Viskositas Rentang
No. Prosedur Pelaksanaan Aspal Temperatur
Aspal Tipe I
(PA.S)
(C)

1 Pencampuran benda uji Marshall 0,2 155 1

2 Pemadatan benda uji Marshall 0,4 145 1

Pencampuran, rentang
3 0,2 - 0,5 145 – 155
temperatur sasaran

Menuangkan campuran aspal


4 dari alat pencampur ke dalam  0,5 135 – 150
truk

5 Pemasokan ke Alat Penghampar 0,5 - 1,0 130 – 150

6 Pemadatan Awal (roda baja) 1-2 125 – 145

7 Pemadatan Antara (roda karet) 2 - 20 100 – 125

8 Pemadatan Akhir (roda baja) < 20 > 95

Spesifikasi Umum 2010, Bina Marga)

27
Tabel 3.6 Ketentuan sifat-sifat Campuran Laston (AC)

Laston

Lapis Lapis
Lapis Aus
Antara Pondasi
Sifat-sifat Campuran
K
Halu Kas Halu Kas Halu
as
s ar s ar s
ar

3
Kadar aspal efektif (%) 5,1 4.3 4,3 4,0 4,0 ,
5

Penyerapan aspal (%) Maks 1,2

Jumlah tumbukan perbidang 75 112 (1)

Min 3,5
Rongga dalam campuran
(VIM) (%) Maks 5,0

Rongga dalam Agregat


Min 15 14 13
(VMA) (%)

Rongga Terisi Aspal (VFA)


Min. 65 63 60
(%)

Min. 800 1800 (1)


Stabilitas Marshall (kg)
Maks - -

Pelelehan (Flow) (mm) Min. 3 4,5 (1)

Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300

28
Laston

Lapis Lapis
Lapis Aus
Antara Pondasi
Sifat-sifat Campuran
K
Halu Kas Halu Kas Halu
as
s ar s ar s
ar

Stabilitas Marshall Sisa (%)


setelah perendaman selama Min 90
24 jam, 60 ºC

Rongga dalam campuran


(Density) % pada Kepadatan Min. 2,5
membal (Refusal)

(Spesifikasi Umum 2010, Bina Marga)

29

Anda mungkin juga menyukai