LANDASAN TEORI
3.1 Umum
Penuaan aspal adalah suatu parameter untuk mengetahui
durabilitas (keawetan) campuran aspal. Penuaan aspal disebabkan oleh
dua faktor, yaitu penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung dalam
aspal dan oksidasi yang progresif (penuaan jangka panjang). Kedua proses
penuaan ini menyebabkan terjadinya perkerasan pada aspal dan
selanjutnya meningkatkan kekakuan campuran beraspal yang dapat
meningkatkan ketahanan campuran terhadap deformasi permanen dan
kemampuan menyebarkan beban yang diterima, tetapi dilain pihak
campuran aspal akan menjadi lebih getas sehingga akan cepat retak dan
akan menurunkan ketahanan terhadap beban berulang
3.2 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk
padat, yang terdiri dari hydrocarbons atau turunannya, terlarut dalam
trichloro-ethylene dan bersifat tidak mudah menguap serta lunak secara
bertahap jika dipanaskan. Aspal berwarna hitam atau kecoklatan, memiliki
sifat kedap air dan adhesive. (British Standart, 1989 ).
10
1. Aspal mempunyai sifat mekanis ( rheologic ), yaitu hubungan antara
tegangan ( stress ) dan regangan (strain ) dipengaruhi oleh waktu.
Apabila mengalami pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang
sangat cepat, maka aspal akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya
terjadi dalam jangka waktu yang lambat maka sifat aspal menjadi plastis
( viscous ).
11
maka tingkat kekerasan aspal semakin rendah, sebaliknya semakin kecil
angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan aspal semakin tinggi.
Di mana:
FF = persen agregat min 75% lolos saringan no. 200 atau filler
12
Dari perkiraan awal kadar aspal, didapatkan nilai kadar aspal
optimum yaitu nilai tengah dari rentang kadar aspal yang memenuhi
semua spesifikasi campuran. Setelah kadar aspal optimum (KAO)
ditentukan selanjutnya dilakukan pengujian Marshall test sesuai SNI 06-
2489-1991, guna memperoleh stabilitas, kelelehan, hasil bagi Marshall
persentase stabilitas setelah perendaman dengan membuat diagram
hubungan antara sifat teknis campuran yang paling berpengaruh
(stabilitas, flow, VMA, VIM dan MQ) dengan persen kadar aspal.
Penentuan kadar aspal optimum ditentukan sesuai dengan persyaratan
batasan sifat-sifat teknis campuran, seperti pada gambar 3.1
a1% a2%
Stability
c1% c2%
VFA
e1% e2% MQ
13
Tabel 3.1 Pengujian dan ketentuan untuk Aspal Keras
14
3.3 Agregat
15
(Spesifikasi Umum 2010, Bina Marga)
16
pemakaian bahan tambah / aditif akan dapat mengubah sifat-sifat aspal
antara lain :
a. Meningkatkan stabilitas
b. Mengurangi kepekaan terhadap suhu
c. Meningkatkan ketahanan terhadap deformasi
d. Menambah daya ikat aspal terhadap agregat.
Penggunaan aditif anti pengelupasan selain dapat mengubah sifat-
sifat aspal juga mempunyai keuntungan yang didapat antara lain :
a. Mencegah pengelupasan bahkan ketika campuran aspal terendam air
dalam bentuk uncoated dapat menyediakan adhesi aktif aspal bahkan
dengan agregat basah.
b. Mengoptimalkan penggunaan aspal dalam campuran sehingga ada
penghematan pemakaian bahan aspal.
c. Dapat memanfaatkan penggunaan agregat lokal yang kurang bagus atau
agregat yang cepat menyerap air, karena salah satu kegunaan aditif anti
pengelupasan dapat menolak air.
d. Memudahkan dalam pemadatan karena aditif anti pengelupasan karena
salah satu karakteristik campuran aspal adalah mudah mengerjakannya
( Petrochem Specialites India)
Tabel 3.3 Ketentuan Bahan Anti Pengelupasan
17
3.6 Analisa Saringan / Gradasi
n Kel Ke Base
(m as W Ba W Ba Bas
las WC BC WC BC
m) A C se C se e
B
37, 100 100
5
25 100 90 - 100 90 -
100 100
19 100 10 10 10 10 10 100 90 - 73 - 100 90 - 73 -
0 0 0 0 0 100 90 100 90
12, 90 90 87 90 90 - 61 - 90 - 71 - 55 -
5 - - - – 100 74 - 79 100 90 76
10 10 10 10 90
18
0 0 0 0
9,5 90 75 65 55 55 72 - 64 – 47 - 72 - 58 – 45 -
- - - - – 90 82 67 90 80 66
100 85 90 88 70
4,7 54 - 47 - 39,5 43 - 37 - 28 -
5 69 64 - 50 63 56 39,5
2,3 75 50 35 50 32 39,1 34,6 30,8 28 - 23 - 19 -
6 - – - – – - 53 - 49 - 37 39,1 34,6 26,8
10 72 55 62 44
3 3
0
1,1 31,6 28,3 24,1 19 - 15 - 12 -
8 - 40 - 38 - 28 25,6 22,3 18,1
0,6 35 15 20 15 23,1 20,7 17,6 13 - 10 - 7 -
00 - - – – - 30 - 28 - 22 19,1 16,7 13,6
60 35 45 35
0,3 15 5 – 15,5 13,7 11,4 9 - 7- 5-
00 – 35 - 22 - 20 - 16 15,5 13,7 11,4
35
0,1 9- 4- 4- 6- 5– 4,5 -
50 15 13 10 13 11 9
0,0 10 8 – 6 - 2 - 6 – 4 – 4- 4- 3- 4- 4- 3-7
75 - 13 10 9 10 8 10 8 6 10 8
15
(Spesifikasi Umum 2010, Bina Marga)
antara agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh suhu tertentu.
19
3. Berat jenis semu (apparent spesific gravity) adalah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
20
Sehingga agregat jenis ini cenderung terpisah dari film aspal bila terkena
air, contoh batuan granit yang termasuk agregat hidrophilik.
3.11 Angularitas
Angularitas suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang
pecah, susunan permukaan yang kasar yang menyerupai kekasaran kertas
ampelas, mempunyai kecenderungan untuk menambah kekuatan
campuran, dibanding dengan permukaan yang licin. Ruangan agregat kasar
biasanya lebih besar sehingga menyediakan tambahan bagian untuk
diselimuti oleh aspal. Agregat dengan permukaan licin dengan mudah
dapat dilapisi lapisan aspal tipis (asphalt film), tetapi permukaan seperti
ini tidak dapat memegang lapisan aspal tersebut tetap pada tempatnya.
Angularitas dua pengujian agregat kasar anguliritas dan agregat halus.
3.12 Kepipihan Agregat
Pada umumnya ikatan antar butir yang baik diperoleh apabila
bentuk butir bersudut tajam dan berbentuk kubus, ikatan antar butir yang
paling buruk adalah pada butiran agregat yang berbentuk bulat. Agregat
berbentuk kubus mempunyai kecenderungan untuk saling mengunci satu
sama lain apabila dipadatkan.
Bentuk butir (particle shape) agregat dibedakan menjadi 6 kategori
yaitu bulat, beraturan, berbidang pecah (angular), pipih, panjang dan
lonjong.
3.13 Lapisan Aspal Beton (Lataston) AC-WC aspal beton adalah
jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal,
dengan atau tanpa bahan tambahan. Campuran aspal beton yang biasa
dikenal dengan nama homix, dimana material-material pembentuk aspal
beton dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, suhu
pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang digunakan, suhu
pencampuran umumnya antara 145o – 155o (Sukirman, 2003).
Jenis aspal beton yang ada di Indonesia saat ini di antaranya:
1. Laston (Lapis Aspal Beton), adalah aspal beton yang bergradasi
menerus yang biasa digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas
berat. Laston juga dikenal dengan nama AC (asphalt concrete). Stabilitas
21
adalah karakteristik yang terpenting pada campuran ini dan sesuai dengan
fungsinya laston memiliki 3 macam campuran yaitu :
a. Laston sebagai lapis aus, yang dikenal dengan nama AC-WC (asphalt
concrete-wearing course). Mempunyai tebal nominal minimum adalah
4 cm.
b. Laston sebagai lapis pengikat, yang biasa dikenal dengan nama AC-BC
(asphalt concrete-binder course). Mempunyai tebal nominal minimum
AC-BC adalah 6 cm.
c. Laston sebagai lapis pondasi, yang biasa dikenal dengan nama AC-base
(asphalt concrete-base). Mempunyai tebal nominal minimum AC-base
adalah 7 cm.
2. Lataston (lapis tipis aspal beton), adalah aspal beton bergradasi senjang.
Lataston umumnya disebut juga dengan HRS (hot rolled sheet).
Karakteristik aspal beton yang terpenting pada campuran ini adalah
durabilitas, dan fleksibilitas. Sesuai fungsinya lataston mempunyai 2
macam campuran yaitu :
a. Lataston sebagai lapis aus, yang biasa dikenal dengan nama HRS-
WC (hot rolled sheet-wearing course). Mempunyai tebal nominal
minimum adalah 3 cm.
b. Laston sebagai lapis pondasi, yang biasa dikenal dengan nama HRS-
Base (hot rolled sheet-base). Mempunyai tebal minimum HRS-Base
adalah 3,5 cm.
3. Latasir (lapis tipis aspal pasir), adalah aspal beton untuk jalan-jalan
dengan lalu lintas ringan, khususnya di mana agregat kasar sulit diperoleh.
Lapisan ini mempunyai ketahanan alur (rutting) rendah. Sesuai dengan
gradasi agregatnya, campuran ini dapat dibedakan atas :
22
3.14 Karakteristik Campuran Aspal Panas
Aspal dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi
sebagai bahan pengikat, akan memberikan ikatan yang kuat antara aspal
dengan agregat dan aspal itu sendiri. Sebagai bahan pengisi, aspal akan
mengisi rongga antara butiran agregat dan pori yang ada dari agregat
(Silvia Sukirman, 1999). Karakteristik campuran panas agregat aspal dapat
diukur dari sifat-sifat Marshall yang ditunjukkan pada nilai-nilai sebagai
berikut :
a. Stability
b. Durabilitas
c. Fleksibilitas
d. Skid resistensi (kekesatan)
e. Fatique resistance (ketahanan terhadap kelelehan)
f. Workability (mudah mengerjakannya).
1. Stabilitas / stability
Stabilitas merupakan kemampuan lapis keras untuk menahan
deformasi akibat beban lalu lintas yang bekerja di atasnya tanpa
mengalami perubahan bentuk tetap, seperti gelombang, alur dan naiknya
aspal ke permukaan. Nilai stabilitas diperoleh dari pembacaan arloji
stabilitas pada saat pengujian Marshall dilakukan, dan hasil pembacaan
tersebut harus dikalikan dengan angka kalibrasi dari proving ring yang
digunakan serta dikalikan dengan koreksi tebal benda uji, untuk nilai
stabilitas harus terpenuhi minimal 800 (kg) untuk lapisan AC-WC dan AC-
BC sedangkan untuk lapis aspal di modifikasi minimal 1000 (kg)
2. Voids in Minerale Aggregate (VMA)
VMA adalah rongga di antara mineral atau struktur agregat suatu
campuran beraspal yang telah dipadatkan atau rongga yang terdapat di
23
antara partikel agregat suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan,
rongga udara dan volume kadar aspal efektif, yang dinyatakan dalam
persen terhadap volume total benda uji. Untuk Nilai VMA yang harus
terpenuhi dalam campuran adalah minimal untuk lapis aus AC-WC 15 %,
untuk lapis antara AC-BC 14 % dan untuk lapis pondasi AC-Base 13 %.
Batas minimum VMA tergantung pada ukuran maksimum agregat
yang digunakan. Hubungan antara kadar aspal dengan VMA pada
umumnya membentuk cekungan dengan satu nilai umum, kemudian naik
lagi dengan naiknya kadar aspal.
3. Voids in The Mix (VIM)
VIM adalah volume total udara yang berada di antara partikel
agregat yang terselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah
dipadatkan, dinyatakan dengan persen volume bulk suatu campuran.
Rongga udara (VIM) setelah dipadatkan idealnya maksimal 5 %
dan minimal 3 %. Rongga yang lebih dari 5 % akan rentan terhadap
pelelehan, alur dan deformasi plastis. Sementara VIM setelah selesai
pemadatan di bawah jauh dari 3 % akan rentan terhadap retak dan
pelepasan butir (disentagrasi). Untuk mencapai nilai lapangan tersebut
nilai VIM rencana dibatasi pada interval 3 % sampai 65 % dengan
kepadatan lapangan dibatasi minimum 98 %.
24
nilai 65 % rongga terisi aspal pada lapis AC-WC, untuk lapis AC-BC 63
% dan untuk lapis AC-Base 60 %.
VFA, VMA dan VIM saling berhubungan karena itu apabila dua di
antaranya diketahui maka dapat mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFA
membantu perencanaan campuran dengan memberikan VMA yang dapat
diterima.
5. Kelelehan ( flow )
Kelelehan adalah besarnya deformasi vertikal benda uji yang
terjadi pada awal pembebanan sehingga stabilitas menurun, atau keadaan
perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban,
yang menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapisan
perkerasan akibat menahan beban yang diterimanya. Adapun nilai
kelelehan yang diizinkan dalam campuran minimum 2 (mm) maksimum 4
(mm) untuk lapis AC-WC dan AC-BC sedangkan untuk lapis AC-Base
minimum 3 (mm) dan maksimum 6 (mm).
6. Marshall Quotient
Marshall quotient merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan
flow, Untuk nilai Marshall quontient didapat setelah nilai stabilitas dan
kelelehan didapat nilai MQ yang memenuhi syarat minimum 250 (kg/mm)
untuk lapis aus AC-WC dan lapis antara AC-BC serta untuk lapis pondasi
AC-Base minimum 300 (kg/).
7. Kepadatan / Density
Density merupakan tingkat kerapatan campuran setelah campuran
dipadatkan rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)
minimum 2,5 % untuk lapis Aus AC-WC, lapis antara AC-BC dan lapis
pondasi AC-Base.
25
Pengujian Marshall Immersion Test yang dilaksanakan sangat
diperlukan untuk menguji ketahanan campuran beraspal terhadap
kerusakan akibat rendaman, pengujian ini berdasarkan ASTM D.1075-54.
Pengujian dengan metode Marshall dibandingkan dengan metode
Marshall Immersion Test atau stabilitas Marshall sisa, parameter yang
digunakan meliputi stabilitas, kelelehan, rongga dalam campuran, rongga
antar agregat dan rongga terisi aspal, standar yang digunakan adalah
setelah didapat kadar aspal optimum (KAO) kemudian dibandingkan
dengan hasil pengujian Marshall standar atau tanpa perendaman.
Nilai stabilitas dari benda uji yang direndam di dalam alat
perendaman selama 1 x 24 jam pada temperatur 60 C nilai yang harus
terpenuhi adalah minimum 90 % untuk lapisan Aus AC-WC, lapis antara
AC-BC dan lapis pondasi AC-Base.
26
Dalam penelitian ini perkiraan temperatur pemadatan benda uji
Marshall < 100 C dengan rentang suhu 95 – 100 C dengan viskositas
aspal 0,4.
Viskositas Rentang
No. Prosedur Pelaksanaan Aspal Temperatur
Aspal Tipe I
(PA.S)
(C)
Pencampuran, rentang
3 0,2 - 0,5 145 – 155
temperatur sasaran
27
Tabel 3.6 Ketentuan sifat-sifat Campuran Laston (AC)
Laston
Lapis Lapis
Lapis Aus
Antara Pondasi
Sifat-sifat Campuran
K
Halu Kas Halu Kas Halu
as
s ar s ar s
ar
3
Kadar aspal efektif (%) 5,1 4.3 4,3 4,0 4,0 ,
5
Min 3,5
Rongga dalam campuran
(VIM) (%) Maks 5,0
28
Laston
Lapis Lapis
Lapis Aus
Antara Pondasi
Sifat-sifat Campuran
K
Halu Kas Halu Kas Halu
as
s ar s ar s
ar
29