Uts Itat
Uts Itat
Disusun oleh :
Nama : Tri Rahayu Retnowati
NIM : 2207026025
Kelas : Gizi 2A
A. Aliran Syiah
Syiah adalah salah satu aliran dalam Islam yang meyakini Ali bin Abi Talib dan keturunannya
sebagai pemimpin Islam setelah Nabi saw. wafat. Para penulis sejarah Islam berbeda pendapat mengenai
awal mula golongan syiah. Sebagian menganggap Syiah lahir setelah Nabi Muhammad saw. wafat, yaitu
pada suatu perebutan kekuasaan antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Pendapat yang palingpopular tentang lahirnya golongan Syiah adalh setelah gagalnya perundingan
antara Ali bin Abi Talib a Mu’awiyah bin Abi Sufyan di Siffin. Perundingan ini diakhiri
dengan tahkim atau arbitrasi. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali memberontak terhadap
kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali. Mereka itu disebut golongan Khawarij atau orang-orang
yang keluar, sedangkan sebagian besar pasukan yang tetap setia kepada Ali disebut Syiah atau pengikut Ali.
Beberapa sekte aliran Syiah, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Sekte Kaisaniyah
Kaisiniyah adalah sekte Syiah yang mempercayai Muhammad bin Hanafiah sebagai pemimpin setelah
Husein bin Ali wafat. nama Kaisaniyah diambil dari nama seorang budak Ali yang bernama Kaisan.
2. Sekte Zaidiah
Sekte ini mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin sebagai pemimpin setelah
Husein Bin Ali wafat. dalam Syiah Zaidiyah, seseorang dapat diangkat sebagai imam apabila
memenuhi lima kriteria. Kelima kriteria itu adalah keturunan Fatimah binti Muhammad saw. berpengatuhan
luas tentang agama, hidupnya hanya untuk beribadah, berjihad di jalan Allah dengan mengangkat senjata,
dan berani. Selain itu sekte ini mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
3. Sekte Imamiyah
Sekte ini adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. telah menunjuk Ali bin Abi Thalib
menjadinpemimpin atau imam sebagai pengganti beliau dengan petunjuk yang jelas dan tegas. Oleh karena
itu, sekte ini tidak mengakui kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Usman. Sekte Imamiyah pecah menjadi
beberapa golongan. Golongan terbesar adalah golongan Isna Asy’ariyah ata Syiah Duabelas. Golongan
kedua terbesar adalah golongan Ismailiyah.
B. Aliran Khawarij
Khawarij berarti orang-orang yang keluar barisan Ali bin Abi Thalib. Golongan ini
menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang keluar dari rumah dan semata-mata untuk
berjuang di jalan Allah. Meskipun pada awalnya khawarij muncul karena persoalan politik, tetapi
dalam teapi dalam perkembangannya golongan ini banyak berbicara masalah teologis. Alasan
mendaar yang membuat golongan ini keluar dari barisan Ali adalh ketidak setujuan mereka
terhadap arbitrasi atau tahkim yang dijalankan Ali dalam menyelesaikan masalah dengan
Mu’awiyah.
Menurut keyakinan Khawarij, semua masalah antara Ali dan Mu’awiyah harus diselesaikan
dengan merujuk kepada hokum-hukum Allah yang tertuang dalam Surah al-Maidah Ayat 44 yang
artinya,” Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah
orang-orang kafir”. Berdasarkan ayat ini, Ali, Mu’awiyah dan orang-orang yang
menyetujui tahkim telah menjadi kafir karena mereka dalam memutuskan perkara tidak merujuk Al-
Qur’an. Dalam aliran Khawarij terdapat enam sekte penting, yaitu al-Muhakkimah, al-Azariqah, an-
Najdat, al-Ajaridah, asy-Syufriyah dan al-Ibadiyah.
C. Aliran Murji’ah
Aliran ini disebut juga Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda persoalan konflik
antara Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan kaum Khawarij pada hari perhitungan
kelak. Oleh karena itu, mereka tidak ingin smengeluarkan pendapat entang siapa syang benar dan
dan siapa yang kafir di antara ketiga kelompok yang bertikai itu. Dalam perkembangannya, aliran
initernyata tidak dapat melepaskan diri dari persoalan teologis yang muncul pada waktu itu.ketika itu
terjadi perdebatan mengenainhukum orang yang berdosa besar. Kaum Murji’ah berpendapat bahwa
orang yang berdosa besar tidak dapat dikatakan kafir selama ia tetap mengakui Allah sebagai
Tuhannya dan Nabi Muhammad saw. sebagai rasul. Pendapat ini merupakan lawan dari pendapat
kaum Khawarij yang menyatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar hukumnya kafir.
Dalam perjalanan sejarahnya, aliran ini aliran ini terpecah menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Tokoh-tokoh kelompok moderat adalah Hasan bin
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah dan Abu Yusuf. Kelompok ekstrem terbagu dalam
beberapa kelompok, diantaranya adalah al-Jahamiyah, as-Salihiyah, al-Yunusiyah, al-Ubaidiyah, al-
Gailaniyah, as-Saubariyah, al-Marisiyah dan al-Karamiyah.
ajaran pokok Murji’ah, yaitu:Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokok Murjia’ah:
a) Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al- Asy’ari yang terlibat
tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b) Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim berdosa besar.
c) Meletakkan (pentingnya) iman daripada amal.
d) Memberikan penghargaan kepada muslim yang berdosa
Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Mandudi menyebutkan dua doktrin Murji’ah:
a) Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Amal atau perbuatan itu merupakan suatu
keharusan bagi adanya iman. Seseorang dianggap mukmin walau meninggalkan perbuatan dosa besar.
b) Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, maksiat tidak akan
mendatangkan madharat atas seseorang untuk mendapatkan ampunan maka cukup menjauhkan diri dari
syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
3. RESUME AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH
1.) Akrab dengan wacana pemikiran manusia dan tidak hanya dipahami secara ukhrawi belaka seperti teologi
klasik. 2.) Teologi ini tiak akan mendukung status quo, bahkan akan selalu menjadi antitesis kemapanan, baik
yang bersifat politik maupun keagamaan. Kemapanan harus senantiasa dikontrol, jika tidak maka akan
cenderung menjadi otoriter. 3.) Ia akan menjadi ispirator ideologis bagi masa tertindas (mustadh’afun) untuk
menghadapi penindas (mustakbirun). membakar semangat revolusioner dalam berjuang menghadapi tirani,
eksploitasi dan penganiayaan. 4.) Teologi ini menekankan adanya pengakuan terhadap perlunya
memperjuangkan secara serius problem bipolaritas spiritual-material kehidupan manusia dengan penyusunan
kembali tatanan sosial sekarang ini menjadi tatanan yang tidak eksploitatif, adil dan egaliter. Teologi
Pembebasan Islam mendorong kritis terhadap teologi yang sudah baku.
Menurut teologi yang ada selama ini Tauhid selalu mengarah kepada keesaan Allah. Memang benar
bahwa tauhid adalah monoteisme ketat sebab demikian akan mengimplikasikan absolusitas dan keunikan Tuhan,
namun Asghar mencoba merumuskan tauhid dalam kerangka pengertian sosiologis. Tauhid merupakan
pandangan hidup tentang kesatuan universal, suatu kesatuan antara tiga unsur; Tuhan, manusia, dan alam.
Dengan demikian Teologi Pembebasan Islam tidak hanya berhenti pada konsep berusaha utnuk memperluas
ruang lingkup tauhid tersebut pada kesatuan universal manusia. Kesatuan tuhan mengharuskan kesatuan
masyarakat dengan sempurna tanpa adanya diskriminasi dalam bentuk apapun, baik ras, agama, kasta maupun
kelas sehingga bisa mewujudkan masyarakat tanpa kelas (classless society).
2. Iman dan Kufur
Iman adalah hal yang pasti dibicarakan ketika menyinggung teologi. Dalam khazanah pemikiran teologis iman
adalah sebatas sikap percaya kepada Allah. Iman berakar dari kata yang sama dengan aman yang berarti
kesejahteraan dan amanat yang bisa dipercaya.
3. Adil
Teologi Pembebasan Islam menekankan keadilan dalam aplikasinya di dunia nyata. Kata adil berarti keadaan
yang terdapat dalam jiwa seseorang yang membuatnya lurus. Jika dikaitkan dengan usaha untuk
mengopreasionalkannya dalam masyarakat, maka keadilan berarti “dibayarkannya atau diberikannya hak
seseorang”.
4. Jihad
Konsep kunci lain yang digunakan Asghar untuk mengeksplanasi Teologi Pembebasan Islam adalah jihad.
Hampir bisa dipastikan bahwa istilah ini merupakan salah satu konsep Islam yang paling disalahpahami. Jihad
sering diasosiasikan dengan laskar Muslim yang dengan garang menaklukkan wilayah lain. Untuk
membersihkan kesan itu harus didefinisikan ulang secara simpatik.
Nuansa baru dari Teologi Pembebasan Islam dengan melakukan reformasi orientasi bagi teologi Islam
dapat terumuskan sebagai berikut1 : 1.) Dari Tuhan ke manusia, 2.) Dari akhirat ke dunia, 3.) Dari keabadian ke
waktu, 4.) Dari eskatologi ke Futurologi, 5.) Dari takdir ke kehendak bebas, 6.) Dari teori ke tindakan.
1
7. RESUME JALAN MENUJU ALLAH : MAQAMAT DAN AHWAL
Pengertian Maqamat dan Macam-macamnya
Secara bahasa, maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam yang berarti pangkat atau derajat.
Dalam bahasa inggris, maqamat disebut dengan stages (tangga) atau stations (terminal).
Menurut istilah tasawuf, maqamat adalah kedudukan seorang hamba dihadapan Allah, yang
diperoleh dengan melalui peribadatan, mujahadah, latihan spiritual serta (berhubungan) yang tidak putus-
putusnya dengan Allah. Jadi, maqamat adalah hasil kesungguhan dan perjuangan terus-menerus, dengan
melakukan kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik. Macam-macam maqamat dalam ilmu tasawuf:
1. Taubat
Taubat adalah memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan yang telah dilakukan pada saat yang
lampau dan berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa-dosa tersebut dan
dibarengi dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh Allah. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi
ketika melakukan taubat, sebagai berikut: Meninggalkan kemaksiatan yang dilakukan. Menyesali perbuatan
maksiat yang dilakukan, Bertekad untuk tidak mengulangi pebuatan maksiat yang telah dilakukan.
2. Zuhud
Zuhud adalah sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan
mengutamakan kehidupan ukhrawi.
3. Sabar
Secara bahasa, sabar berarti tabah hati. Secara istilah, sabar adalah suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan
konsekuen dalam pendirian. Dalam ajaran tasawuf sifat sabar dibagi menjadi 3 macam, yaitu: Sabar dalam
beribadah kepada Allah, Sabar dalam menjauhi larangan Allah, Sabar dalam menerima cobaan dari Allah.
4. Wara’
Secara harfiah, wara’ berarti shaleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau maksiat. Menurut pandangan
sufi, wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang menyangkut pakaian,
makanan, maupun persoalan lainnya.
5. Faqr
Faqr adalah tidak menuntut banyak dan merasa cukup dengan apa yang telah diterima dan dianugrahi oleh
Allah, sehingga tidak mengharapkan atau meminta suatu yang bukan haknya.
6. Tawakal
Secara harfiah, tawakal berarti menyerahkan diri. Secara umum, tawakal adalah keteguhan hati dalam
menggantungkan diri hanya kepada Allah. Serta berhenti memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki daya dan
kekuatan.
7. Ridha (Rela)
Secara harfiah, ridha berarti rela, senang dan suka. Secara umum, ridha adalah menerima dengan rasa puas
terhadap apa yang dianugerahkan Allah. Orang yang rela mampu menerima dan melihat hikmah dan kebaikan
dibalik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuannya.
8. Mahabah
Mahabah berasal dari kata ahabah-yuhibu-mahabatan yang berarti mencintai secara
mendalam. Mahabah adalah cinta abadi kepada Allah yang melebihi cinta kepada siapa pun dan apapun.
9. Ma’rifat
Secara bahasa, ma’rifat berasal dari kata arafah, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan
pengalaman. Menurut ulama, ma’rifat adalah kemampuan seorang sufi untuk mengenal Allah, sifat-sifat-Nya,
yang membenarkan Allah dengan keyakinan dan iman yang sejati dan dengan suka rela melaksanakan ajaran-
Nya dalam segala perbuatan.
10. Istiqamah
Menurut Kyai Achmad, Istiqamah berarti tekun, telaten, terus menerus, dan tidak pernah bosan untuk
mengamalkan apapun yang dapat diamalkan. Contohnya: setiap selesai sholat maghrib Ayu selalu mengaji.
Pengertian Ahwal dan Macam-macamnya
Dari segi bahasa, ahwal adalah bentuk jamak dari hal yang berarti sifat dan keadaan
sesuatu. Menurut al-Gazali, hal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada
seseorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal shaleh yang mensucikan jiwa. Adapun macam-
macam ahwal dalam ilmu tasawuf, sebagai berikut:
1. Muhasabah (mawas diri) dan Muraqabah (waspada)
Muhasabah (mawas diri) adalah sebagai upaya untuk meneliti diri sendiri dengan cermat apakah segala
perbuatannya dalam sehari-hari telah sesuai atau bertentangan dengan ketentuan
Allah. Sedangkan Muraqabah (waspada) adalah meyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan,
dan rahasia dalam hati yang membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah.[24]
2. Raja’ (berharap) dan Khauf (takut)
Raja’ adalah berharap atau perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu yang diinginkan atau disenangi.
3. Hubb (cinta)
Hubb adalah kacenderungan hati untuk memerhatikan keindahan dan kecantikan.
4. Syauq (rindu) dan Uns (intim)
Syauq adalah kerinduan yang ingin segera bertemu dengan Allah. Uns adalah sifat merasa selalu berteman, tak
pernah merasa sepi.
5. Thuma’ninah
Thuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa waswas atau khawatir, tidak ada yang dapat mengganggu
perasaan dan pikiran, karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi
6. Musyahadah
Secara harfiah, musyahadah adalah menyaksikan dengan mata kepala. Secara terminologi
tasawuf, musyahadah adalah menyaksikan secara jelas dan sadar apa yang dicari (Allah) atau penyaksian
terhadap kekuasaan dan keagungan Allah
2. Pengertian Ma’rifat
Ma`rifat berasal dari kata "arafah" yang berarti mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apabila
dihubungkan dengan pengalaman tasawuf, maka istilah ma`rifat berarti mengenal Allah ketika shufi
mencapai maqam dalam tasawuf. Dalam arti sufistik, ma`rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai
Tuhan melalui hati sanubari.2
Perbedaan ma`rifat dengan jenis ilmu pengetahuan lain adalah cara memperolehnya. Ilmu
pengetahuan biasa diperoleh dengan cara usaha keras, seperti belajar, merenung dan berpikir keras melalui
cara-cara berpikir yang logis. Jadi, manusia benar-benar berusaha dengan segenap kemampuannya untuk
memperoleh ilmu pengetahuan tersebut. Tetapi ma`rifat tidak bisa sepenuhnya diusahakan oleh manusia.
Pada tahap akhir semua tergantung pada Tuhan. Manusia hanya bisa melakukan persiapan dengan cara
membersihkan diri dari perbuatan dosa dan penyakit jiwa lainnya atau akhlak yang tercela.3
Tujuan seorang hamba berma’rifat ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah, mampu mengenal Allah
dengan baik melalui sifat-sifat Allah serta beriman sepenuhnya dengan sifat-sifat yang mulia itu. Dalam
ibadahnya seorang hamba yang bermakrifat kepada Allah, berarti ia benar-benar sanggup mengenal Allah.
Dengan mata hatinya yang bersinar ia mendekati Allah untuk mendapatkan rahmat dan kasih sayangnya.
Makrifat bagi seorang hamba diperlukan dalam beribadah dan beramal, sebab dengan demikian ia akan
sampai kepada tingkat hamba yang haqqul yaqin
2
Ibid, 159
3
memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual, seperti cintanya seseorang yang kasmaran
pada sesuatu yang dicintainya. Mahabbah pada tingkat selanjutnya berarti suatu usaha sungguh-sungguh
dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran Yang Mutlak, yaitu
cinta kepada Tuhan. Kata mahabbah selanjutnya digunakan untuk menunjukkan suatu paham atau aliran
dalam tasawuf. Mahabbah obyeknya lebih ditujukan pada Tuhan. Jadi, Mahabbah artinya kecintaan yang
mendalam secara ruhiah pada Tuhan.
mahabbah mempunyai tiga tingkat:
a.Cinta biasa, yaitu selalu mengingat Tuhan dengan dzikir, memperoleh kesenangan dalam berdialog
dengan Tuhan serta senantiasa memuji Tuhan.
b. Cinta orang yang siddiq (ديقSS)الص, yaitu orang yang kenal kepada Tuhan, kebesaran-Nya,
kekuasaan-Nya, ilmu-Nya, dan lain-lain yang mana hatinya penuh dengan perasaan cinta pada Tuhan dan
selalu rindu pada-Nya.
Cinta orang yang ‘arif ()العارف, yaitu orang yang tahu betul pada Tuhan. Yang dilihat dan dirasa bukan lagi
cinta, tetapi diri yang damai.
4
Pengertian Fana’
Fana’ berasal dari kata faniya-yafna-fana’an yang berarti musnah, lenyap, hilang atau hancur.
Atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata disappear, perish annihilate. Dalam istilah tasawuf,
fana’adakalanya diartikan sebagai keadaan moral yang luhur. Sehingga dapat dipahami bahwa fana’
merupakan proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan.
Pengertian Baqa’
Baqa’ berasal dari kata baqiya-yabqa-baqa’an yang berarti tetap. Dalam bahasa Inggris dikenal
dengan kata to remain, persevere. Sedangkan berdasarkan pada istilah tasawuf , baqa’ adalah kekalnya sifat
terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia, kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak yang terpuji, ilmu
pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat. Untuk mencapai baqa ini perlu dilakukan usaha-usaha
seperti bertaubat, berzikir, beribadah, dan menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji.
Hubungan Antara Fana’ dengan Baqa’
Berkenaan dengan keterkaitan antara fana’ dan baqa’, rupanya tidak dapat dipisahkan. Fana’
merupakan permulaannya, sedangkan baqa’ akhir perjalanannya. Dan selalu sambung-menyambung.
Maksudnya adalah apabila telah terjadi proses penghilangan sifat manusia dari hasil pengahancuran tersebut,
maka yang muncul kemudian adalah sifat-sifat seperti halnya yang dimiliki oleh Allah. Oleh karena itu, Sufi
mengibaratkan fana’ dengan baqa’ seperti dua sisi mata uang logam, yaitu di sisi satu adalah fana’ dan di sisi
lainnya adalah baqa’. al-Qusyairi menyatakan dalam kitabnya sebagai berikut: “ Barangsiapa meninggalkan
perbuatan-perbuatan tercela, maka ia sedang fana’ dari syahwatnya. Tatkala fana’ dari syahwatnya, ia baqa’
dalam niat dan keikhlasan ibadahnya. Barangsiapa yang zuhud dari keduniaan, maka ia sedang fana’ dari
keinginannya yang berarti pula sedang baqa’ dalam ketulusan inabah (kembali) kepada Allah. Barangsiapa
yang menumbuhkan akhlak mulia, kemudian dia menghilangkan hasad, dendam, bakhil, pelit, marah,
sombong dan lain-lain dari kekotoran jiwa, dia dapat dikatakan fana’ (menghilangkan) budi pekerti yang
buruk. Dan apabila dia telah menghilangkan (fana’) budi pekerti yang buruk maka tetap (baqa’)-lah dalam
kebaikan dan kebenaran.
Pengertian Ittihad
Ittihad adalah salah satu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan
Tuhan, dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu. A.R. Al-Badawi berpendapat bahwa di
dalam ittihad yang dilihat hanya satu wujud. Walaupun sebenarnya ada dua wujud yang berpisah satu dari
yang lain. Hal ini terjadi karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud. Dalam ittihad, “identitas telah
hilang, identitas telah menjadi satu”. Hal ini bisa terjadi karena sufi telah memasuki fana’ yang tidak
mempunyai kesadaran lagi dan berbicara dengan nama Tuhan. Fana’, baqa’ dan ittihad merupakan jalan
menuju perjumpaan dengan Allah.
1. Tarekat Qadiriyah.
Tarikat Qadirish ini diambil dari nama pendirinya yaitu ‘Abd al- Qadir al Jilani. Tarekat ini merupakan pelopor
aliran-aliran di Dunia islam. Tarekat ini mulai tersebar di Iraq dan Syuriah pada Abad ke-13 pada abad ke
15 berkembang di benu india dan abad selanjutnya berkembang di Afrika utara, Turki, Asia Kecil seperti
Indonesia,dan Eropa Timur .
2. Tarekat SyÂdziliyah
Nama Tarekat ini juga tidak lepas dari nama pendirinya yaitu Abû al- Hasan al- Syâdzilî, Tarekat ini mulai
berkembang di Negara Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, Suriah, Semenanjung Arabia, dan Sampai di
Indonesia Khususnya diwilayah Jawa Tengah dan Jawa timur.
3. Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri Tarekat ini adalah Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din alUwaisi al Bukhari Naqsyabandi.
Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke-Turki, Syuriah,Afganistan, India dan
kemudian berpengaruh ke Indonesia Sekitar Abad 10-16 M.
4. Tarekat Khalwatiyah
Nama Khalwatiyah diambil dari nama seorang sufi ulama dan pejuang di Makassar abad ke 17, yaitu syaikh
Yusuf al- Makassari al-Khalwati,(tabarruk terhadap Muhammad (nur) Al- Khalwati al- Khawa Rizmi (w.
751/1350)). Dan perkambanganya di Indonesia.
5. Tarekat Syattariyah
Tarekat ini la dinisbatbatkan kepada Syaikh’Abd Allah al-Syaththari, dan penyebaran pertama kali yaitu di
India sekitar abad ke-12-16an, kemudian di MelayuIndonesia dipopulerkan oleh Abdurrauf al-Sinkili
(Aceh).
6. Tarekat Sammâniyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin ‘Abd al-Kârim al-Madani al-Syâfî’î al- Sammân. Menurut
sejarahnya Tarekat ini memiliki pengikut massal di Nusantara pada akhir abad ke-16 di Aceh, namun untuk
sekarang tarekat ini sudah mulai menghilang dinusantara.
7. Tarekat Tijâniyah
Tarekat ini didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani, Tarekat ini pertama berkembang di Negara
Aljazair sekitar Abad ke 17an, kemudian berkembang di Tunis, Mesir, Makkah, Madinah, Maroko, Fez,
dan Abi Samgum.sedangkan di Indonesia sendiri tarekat ini berkembang sejak kehadiran Syaikh ‘Ali bin
‘Abd Allah al- Tayyib.
8. Tarekat Qadiriyyah dan Naqsyabandiyyah
Tarekat ini adalah sebuah gabungan dari terekat Qadiriyyah yang didirikan oleh Syekh Abd Qadir Al jilani dan
tarekat Naqsabandiyah yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Sambas ini diambil dari nama
sebuah kota di Pontianak. Sedangkan penyebaranya di Indonesia dan diperkembangkan lagi sampai Asia
tenggara.