Anda di halaman 1dari 11

STUDI KUALITATIF PERILAKU EMOTIONAL EATING MAHASISWA TINGKAT

IV PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DI STIKES BETHESDA


YAKKUM YOGYAKARTA
TAHUN 2018

Marni Gori1, Ch. Yeni Kustanti2


(1,2)
STIKES Bethesda Yakkum Jl. Johar Nurhadi no. 6 Yogyakarta 524565
Email : yeni@stikesbethesda.ac.id

ABSTRAK

Latar Belakang: Mahasiswa yang pada tahap akhir perkuliahan atau yang sedang mengerjakan tugas akhir
mengeluhkan nafsu makan meningkat dan keinginan makan secara terus menerus karena stres. Perilaku ini dikenal
dengan perilaku makan emotional eating. Perilaku emotional eating adalah kebiasaan individu dalam
mengonsumsi makanan secara berlebihan yang dipicu oleh suatu keadaan, perasaan, dan ingatan individu tersebut.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang perilaku emotional eating pada mahasiswa
tingkat IV Program studi Sarjana Keperawatan di STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta, tahun 2018.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan metode pendekatan fenomenologi. Teknik sample
yang digunakan adalah purposive sampling dengan 10 partisipan. Penelitian ini menggunakan pedoman
wawancara semi structured dan analisis berupa transkripsi, coding, kategorisasi, tema, dan triangulasi.
Hasil: Mahasiswa mengatakan bahwa emotional eating terjadi karena suatu perasaan emosi yang dirasakan.
Makan menjadi suatu kebiasaan ketika sedang mengalami banyak masalah, dalam penelitian ini emotional eating
terjadi akibat efek dari kesulitan yang dialami selama mengerjakan skripsi. Pengaruh hormon juga membuat
keinginan makan muncul. Mengenai praktik emotional eating, mahasiswa memilih makanan yang bervariasi,
namun pada umumnya bukan makanan pokok.
Kesimpulan: Mahasiswa sering mengalami emotional eating ketika sedang mengalami kesulitan dalam
mengerjakan skripsi, ketika mahasiswa menuruti keinginan makan tersebut, niat mengerjakan sebenarnya sudah
kembali tapi sebagian besar mahasiswa masih menunda untuk kembali mengerjakan.
Saran: Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai perilaku makan.
Kata Kunci: Emotional eating – Mahasiswa

ABSTRACT

Background: Students who are in the final stage of the lecture or doing their final project complain they have
increase in appetite and want to eat continuously because of stress. This behavior is known as emotional eating.
Emotional eating is someones’s habit that usually want to consume too much food due to conditions, feeling, and
memory of someone.
Objective: To know the description about emotional eating behavior in the 4th year students of Nursing Study
Program at Bethesda Yakkum Institute of Health Sciences Yogyakarta in 2018.
Method: This research was a qualitative design with phenomenology method. Sampling technique used purposive
sampling with 10 respondents. The research used semi structured interview and analysis contained transcription,
coding, categorization, theme, and triangulation.
Result: The result shows emotional eating happens because of an emotion they feel. Eating becomes a habit when
someone has many problems, in this research emotional eating happens as an effect of the difficulties during
accomplishment. Hormonal also makes eating desire appear. In the practice of emotional eating, students usually
choose some variations food, but usually not a staple foods.
Conclusion: Students often have emotional eating when they find the difficultlly during accomplishment. When
students follow the desire for eat, they gain the motivation back though most of them delay their final project
accomplishment.
Suggestion: The result of this study can be used as reference for the next research abaout eating behavior.
Keywords: Emotional eating – Students

88
89

PENDAHULUAN menghilangkan stres yang dirasakan


Mahasiswa adalah seseorang yang (Sudardo et al, 2014). Emotional eating
menjalani pendidikan di perguruan tinggi memiliki empat fase, yaitu the trigger, the
yang terdiri dari akademik, politeknik, cover up, the false bliss, dan the hang-over,
sekolah tinggi, institut, universitas, dan yang pada fase false bliss seseorang akan
sedang berproses dalam menimba ilmu merasa nyaman karena merasa telah
maupun belajar (Hartaji, 2012). menutupi perasaannya sementara waktu
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor (Junger, 2014). Perilaku makan ini
32 tahun 2013 pasal 10 ayat 1 menyebutkan merupakan perilaku makan yang tidak sehat
bahwa perguruan tinggi menetapkan karena memberikan efek nyaman yang
persyaratan kelulusan untuk mendapatkan hanya sementara dan tentunya tidak dapat
gelar akademik, profesi, atau vokasi menyelesaikan masalah serta berdampak
(Ristekdikti, 2013). Peraturan di STIKES buruh bagi kesehatan. Ada beberapa
Bethesda Yakkum Yogyakarta dampak buruk dari perilaku makan yang
menyebutkan bahwa mahasiswa yang ingin tidak sehat yaitu: fungsi otak menurun,
mendapatkan gelar akademisnya sebagai kemampuan aktivitas berukurang, resistensi
sarjana wajib mengambil mata kuliah insulin, gangguan pencernaan dan mulas,
skripsi. Skripsi merupakan tahap akhir dari kualitas tidur yang buruk, dan masalah
proses belajar di bangku perguruan tinggi, suasana hati, dan obesitas (McLaughlin,
sehingga banyak mahasiswa yang 2014).
mengerahkan seluruh tenaga dan pikiran
sejak awal pembuatan skripsi. Kesulitan STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta
yang dihadapi mahasiswa dalam berlokasi di Jalan Johar Nurhadi nomor 6
mengerjakan skripsi membuat mood dan Kotabaru Yogyakarta. Berdasarkan hasil
emosi yang mudah berubah sehingga tak studi pendahuluan yang dilakukan peneliti
sedikit mahasiswa yang mengalami stres di STIKES Bethesda Yakkum, diperoleh
(Lubis & Nurlaila, 2010). data bahwa jumlah mahasiswa tingkat IV
prodi Sarjana Keperawatan pada tahun
Perilaku makan emotional eating adalah ajaran 2017/2018 yang sedang dalam proses
kebiasaan individu dalam mengonsumsi penyelesaian tugas akhir (skripsi) adalah 86
makanan secara berlebihan yang dipicu orang dan 15 orang mahasiswa tingkat IV
oleh suatu keadaan, perasaan dan ingatan menuturkan mengalami peningkatan berat
dari individu tersebut. Makan menjadi badan sejak semester satu dan beberapa
bentuk kompensasi diri untuk mahasiswa mengatakan peningkatan berat
90

badan terjadi karena adanya perubahan pola P3: “Melarikan diri ke makanan-
makanan, jadi dia makan pas dia
makan.
merasa dirinya itu tu emosi kayak
gitu.”
P4: “Perilaku yang membuat kita emosi
METODE PENELITIAN
mungkin, mm.. mungkin emosi
Penelitian ini menggunakan desain dengan sesuatu.”
P5: “Jadi kayak pelampiasan perasaan
penelitian kualitatif dengan pendekatan
ke makanan.”
fenomenologi untuk mengetahui gambaran P6: “Gimana yaa, untuk kita tidak bisa
mengontrol nafsu makan.”
tentang perilaku emotional eating pada
P7: “Mungkin asal pilih makanan aja
mahasiswa tingkat IV Program Studi gak mikir-mikir dulu gitu kalau
kebanyakan atau kadang bisa
Sarjana Keperawatan di STIKES Bethesda
berlebihan makannya.”
Yakkum Yogyakarta, tahun 2018. Sampel P8: “Yaa mungkin perasaan yang
membuat kamu makan gitu kali ya..”
yang digunakan adalah mahasiswa tingkat
P9: “ya emotional eating itu adalah
IV Prodi Sarjana Keperawatan berjumlah perasaan yang membuat kita ingin
makan, seperti itu.”
sepuluh orang karena data yang diperoleh
P10: “Mungkin itu perasaanmu ketika
sudah mulai jenuh pada partisipan ke emosi sehingga membuat kamu makan.”
sepuluh.
Dari setiap jawaban partisipan dapat
disimpulkan bahwa emotional eating
HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah dorongan untuk makan karena
1. Emotional eating sebagai sesuatu yang
adanya perasaan emosi yang
bersifat individual untuk meningkatkan
menyebabkan seseorang tidak dapat
motivasi dalam mengerjakan skripsi.
mengontrol nafsu makannya. Selain
Emotional eating merupakan dorongan
pemahaman partisipan mengenai
untuk makan ketika muncul respon
pengertian emotional eating, partisipan
negatif seperti depresi dan putus asa
juga menyampaikan bahwa emotional
(Streint, 2013). Pemahaman partisipan
eating adalah hal yang wajar yang dapat
mengenai emotional eating dapat dilihat
terjadi akibat dipicu oleh erbagai
dari pernyataan kesepuluh partisipan
penyebab, tergantung dari setiap
seperti berikut:
individu.
P1: “Ketika kita meluapkan kepada
makanan sih menurutku.... emosi P1: “Kalau menurutku ituu (tersenyum)
kita terhadap makanan jadi kita tergantung dari individunya
luapin ke makanan gituloh..... masing-masing yaa, ada yang suka
ketertarikan pada makanan yang ee.. mungkin kalau lagi gak mood
tinggi.” diem.. ada yang kalau lagi gak
P2: “Perasaan yang membuat kamu mood pengennya jalan-jalan, gak
untuk makan.” mood pengennya nonton ee..
pengennya makan kalau aku.”
91

P2: “Yaa sebenarnya beda-beda sih ya memengaruhi emotional eating adalah


tiap orang yaa, ada sih yang lagi
stres, stuffing emotion, kebosanan atau
patah hati pengennya makan,
orang stres pengennya makan, tapi perasaan hampa, kebiasaan masa kanak-
ada juga yang orang stres gak
kanak, dan pengaruh sosial (Gavin,
pengen makan sama sekali itu
wajar sih menurutku, kan itu 2014).
sebaggai cara mereka untuk
ngembaliin mood mereka yang
P2: “Emang orangnya gitu, kalau stres
rusak kan.”
bawaannya pengen makan.”
P3: “Disaat orang stres pasti dia juga
Ketika keinginan makan muncul saat
butuh tenaga kan, jadi makanya
sedang mengerjakan skripsi, dua kalau orang stres makan itu
wajar.”
partisipan akan mempertimbangkannya
P5: “Jadikan misalnya gak ada kegiatan
terlebih dahulu, apakah langsung ni, bosen, lagi kebingungan,
pastikan ujung-ujungnya makan,
menurutinya atau menundanya.
nah waktu makan itu tuh, jadi
P1: “Kalau aku sih bukannya jangan kayak ngerasa ada kegiatan.”
jangan, tapi lihat sikon dulu ya P10: “Mungkin karena udah kebiasaan
yang pertama liat sikon” aku kali ya, dari dulu itu emang
P2: “...dan kalaupun pake pertimbangan kalau mood lagi gak enak.”
kalau misalnya kayak mau
pertimbangin kayak misalnya Sama halnya dengan pendapat dari
kayak mau aku kerjain apa dulu.”
Gavin (2014) tentang faktor-faktor yang
Berbeda dengan partisipan ke 4 dan 5 memengaruhi emotional eating, dalam
yang akan langsung menuruti keinginan penelitian ini faktor-faktor yang
makan tesebut.
memengaruhi partisipan untuk memilih
P4: “Langsung berhenti kerja, makan makan ketika sedang stres adalah karena
dulu.” sudah menjadi suatu kebiasaan ketika
P5: “Biasanya sih sebelum selesai udah
makan.” sedang mengalami banyak masalah,
mengisi kebosanan serta pengaruh
Dari perbedaan-perbedaan yang ditemui
hormon yang membuat keinginan makan
dari setiap jawaban partisipan, dapat
itu muncul.
disimpulkan bahwa keinginan makan
Makanan merupakan kebutuhan pokok
yang muncul pada tiap partisipan sangat
makhluk hidup. Tanpa makanan,
individualis. Hal ini tidak jauh berbeda
makhluk hidup tidak mampu bertahan
dengan pendapat tentang perilaku makan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
yang dikemukakan oleh Furman (2012)
Setiap orang, baik itu laki-laki maupun
bahwa peilaku makan merupakan
perempuan, tua-muda, sakit-sehat, selalu
pikiran, niat, dan tindakan dari seorang
membutuhkan makanan, dalam jenis dan
individu itu sendiri8. Faktor-faktor yang
92

porsi yang berbeda. Makanan memiliki Perlu dipahami bahwa setiap makanan
fungsi sebagai pemberi tenaga, sebagai yang masuk ke tubuh tidak hanya
pembangun, dan sebagai pengatur membentuk tubuh saja tetapi juga dapat
(Candra, 2009). membentuk perasaan dan pikiran kita
Tidak jauh berbeda dengan pendapat dari (Ramayulis, 2014). Teori ini dibuktikan
Chandra (2009) tentang fungsi makanan, dengan pendapat partisipan yang
partisipan ke 2, 7, dan ke 8 menyatakan merasa senang dan stres
menyampaikan hal serupa, yaitu: berkurang setelah menuruti keinginan
P2: “Ya emm basicnya [dasarnya] itu makan.
kan em.. apasih buat kebutuhan dasar.”
P2: “Kayak emm apa ya ada kesenangan
P7: “Ee fungsinya ya biar kenyang lah
tersendiri aja kalau makan.. kayak
yaa, yaah buat tenaga juga kalik,
ada kesenangan tersendiri aja gitu
mikir ini butuh tenaga juga..”
kayak kesampaian, terus kayak..
P8: “yaaa.. kan makanan juga baik untuk
yaitu.. efek dampaknya kayak
tubuh kan yaa.. ee.. dan
karna kesampaian terus seneng,
dibutuhkan tubuh lah untuk
jadi kayak stresnya hilang. At least
memberi nutrisi dan memberi
gak ya walaupun gak hilang, at
tenaga.”
least kayak berkurang gitu loh.”
P3: “Yaa.. lebih enakan aja, maksudnya
Selain untuk memberikan nutrisi,
lebih enjoy aja gituloh, udah gak
partisipan juga menyampaikan bahwa terlau pusing lagi.”
P9: “Yaa puas sih, jadi kayak misanya
makanan berfungsi untuk
nih.. ee.. aku kan pengennya
mengembalikan niat saat mengerjakan sesuatu dan aku mendapatkan apa
yang aku pengeni, ya jadi senang
skripsi.
kan, puas gitu rasanya, lega..”
P10: “Senang. Puas aja gitu rasanya,
P1: “Ketika kebutuhan diriku sudah apa yaa.. ee.. jadi kayak heeeh
tercukupi, itu nanti moodku akan lega gituloh udah bisa makan yang
kembali lagi dan aku bisa diingini.”
mengerjakan hal itu lagi hal yang
harus aku kerjakan.” 2. Skripsi merupakan tugas berat dan
P4: “Tenang-tenangkan otak, baru
banyak tantangannya, sehingga dapat
kerjakan lagi. Maksudnya kan
kalau lapar sambil kerja kan gak memengaruhi mood.
enak... Kalau kita kenyang baru
Peraturan di STIKES Bethesda Yakkum
kita kerja kan rileks.”
Yogyakarta menyebutkan bahwa
Sama halnya dengan pendapat yang
mahasiswa yang ingin mendapatkan
menyatakan jika makan menjadi bentuk
gelar akademisnya sebagai sarjana wajib
kompensasi diri untuk menghilangkan
mengambil mata kuliah skripsi.
stres yang dirasakan (Sudargo, 2014).
Skripsi merupakan tahap akhir dari
proses belajar di bangku perguruan
93

tinggi, sehingga banyak mahasiswa yang P2: “Capek, stres, dan emm sometimes
[kadang-kadang] bosan.. ini kayak
mengerahkan seluruh tenaga dan pikiran
malas mau ngapa-ngapain.”
sejak awal pembuatan skripsi (Lubis & P6: “Yaa kadang timbul rasa malas, rasa
jenuh, rasa jengkel.”
Nurlaila, 2010).
P9: “Ada capeknya sih untuk cari
P1: “Berat sih menurutku, tapi ya aku materinya, pusing juga, kebingungan.”
jalani aja gituloh jadi yaudah P10: “Yaa mau gak mau kita harus
intinya itu ikuti alurnya aja.” berpusing ria, kadang tiba-tiba gak
P3: “Jelas lah ya pusing ngerjainnya.” mood lah, ya malas lah.”
P10: “Yaa susah tapi harus dijalani.”
Menurut Lubis dan Nurlaila (2010)
Proses pembuatan skripsi tidak berjalan
kesulitan yang dihadapi mahasiswa
mulus begitu saja, partisipan mengalami
dalam mengerjakan skripsi membuat
berbagai kesulitan dan hambatan dalam
mood dan emosi yang mudah berubah
mengerjakan skrispi, baik itu yang
sehingga tak sedikit mahasiswa yang
berasal dari dirinya sendiri, maupun dari
mengalami stres. Stres yang terjadi akan
orang-orang disekitarnya.
menstimulasi otak dan merangsang
P1: “Kok udah sampai BAB sekian kok
kelenjar adrenal untuk melepaskan
BAB yang sebelumnya masih
direvisi lagi, kok kata yang seperti kortisol yang berfungsi dalam
ini harus diganti kata yang seperti
peningkatan nafsu makan dan juga
ini.”
P3: “Jelas lah ya pusing ngerjainya itu motivasi secara umum (termasuk
ada banyak revisi yang keluar
motivasi untuk makan) (Harvard Mental
blablabla terus apa namanya.. uang
terkuras (ketawa), eng.. apa ketemu Health Latter, 2012). Pernyataan ini
dosennya apa.. menyesuaikan waktu
didukung oleh pernyataan dari P2:
dengan dosennya susah.”
P4: “Cari-cari jurnal itu yang susah.” P2: “Kalau versi aku loh karena ya itu
P7: “Mau nyari materi juga sulit yakan, kayak apa yaa kayak peningkatan
males yakan, jadi kehambatnya kan hormon dari stres itu kayak buat
itu kan.” kamu makan, pengen.. kamu kayak
P8: “Nyari-nyari bahan pasti skripsinya rasanya.. bawaannya emm.. apa sih
suka kehambat lagi, berhenti dulu.” kayak pengen terus, gak lapar, em..
P9: “Ada capeknya sih untuk cari lapar sih enggak cuma maksudnya
materinya..” kayak pengen gitu loh.. kayak kalau
aku pada dasarnya orangnya emang
Dari setiap kesulitan dan hambatan yang suka makan, jdi yaa gitu.”
dialami oleh partisipan, membuat
3. Keinginan makan juga dipengaruhi oleh
mahasiswa mudah mengalami
pengaruh sosial.
perubahan mood, stres, kemalasan, rasa
Sebagian besar dari partisipan akan
jenuh, jengkel.
mencari teman untuk menuruti
keinginan makannya tersebut.
94

P1: “Kalau keluar sih sama teman, P1: “Kalau lagi gak mood pengennya
kadang sama teman asrama, kadang jalan-jalan, gak mood pengennya
sama teman yang ngekos.” nonton, ee.. pengennya makan itu
P4: “Kami kayak beli, rembukan, terus kalau aku.”
masak sama-sama.” P2: “Terus itu kayak pengen have fun aja
P9: “Mereka sih mau-mau aja sih, aku dan bawaannya.. ke makan.”
ajakin kesini ayok, aku ajakin kesitu P4: “Kayak.. tidak ada yang masuk,
ayok.” pusing kalau kerja siang.
Pernyataan partisipan di atas sesuai Maksudnya saya tenang kalau
malam, yaa.. kadang kayak lupa
dengan pernyataan dari teman P1, P4 dan
makan, tapi.. yaa kadang karna
P9, yang menyatakan bahwa partisipan sudah pusing, kadang lupa makan
jadi.”
akan mengajak temannya untuk
P8: “Misal nih aku udah bingung nih,
membuat makanan ataupun membeli stuck gitu gak tau mau ngetik apa
ngapain lagi, nah itu kan jadi bosan
makanan ketika keinginan makan
juga kan ya.. ee.. jadi kan isi
muncul. kegiatan gitu dengan makan kan
terus sambil scroll-scroll
Teman asrama P1: “Iya biasanya sih
[memainkan mouse komputer]
kalau dia ngajakin
filenya nah ntar dapat inspirasi.”
keluar kalau lagi
P10: “Cari kegiatan gitu, yaa kayak itu..
penat kayaknya,
jalan-jalan lah, ntah itu ke mall atau
tujuannya ya gitu..”
ke tempat wisata ya gitu gitu, cari
Teman kos P4: “Iyaa.. kami biasanya
makanan keluar, yaa kadang juga
beli bahan dipasar,
tak tinggal tidur.”
ada yang bertugas beli
bahan, ada yang
Setelah partisipan menuruti keinginan
bertugas untuk masak.
Kami iuran satu kos..” makannya, diharapkan motivasi
Teman P9: “Biasanya aku yang diajak,
mengerjakan skripsi pada partisipan
biasanya yang lain kayaknya..”
akan meningkat, namun kenyataannya
4. Motivasi mengerjakan skripsi setelah
tidak demikian yang terjadi pada
makan sangat individual.
partisipan. Partisipan menyampaikan
Motivasi dipandang sebagai dorongan
bahwa setelah keinginan makan
mental yang menggerakan dan
terpenuhi, niat untuk mengerjakan
pengarahkan perilaku manusia, termasuk
sebenarnya sudah ada, namun tidak
pelajar (Dimyati & Mudjiono, 2009).
memengaruhi tindakan partisipan
Untuk membangun motivasi tersebut,
selanjutnya, partisipan tidak langsung
partisipan melakukan berbagai usaha
kembali melanjutkan skripsi.
untuk membangun niat dalam merevisi
P1: “Masih ada kepikiran pastikan
dan sebagian besar berpengaruh masih ada kepikiran walaupun kita
udah keluar pastikan kita di motor
terhadap perilaku makannya.
tuh mikirin (ketawa).”
95

P2: “Moodnya udah ada dan udah ada bulanan nah ntar sekalian deh
niatan kayak mau ini, cuma ya gak beli cemilan-cemilan itu.”
langsung ke skripsi gitu lagi.” b. Masak sendiri
P3: “Enggak, aku masih nunda sih P2: “Misalnya makanan-makanan
(ketawa).” yang pedes kayak maksudnya
P4: “Nah.. kadang kerja sedikit baru kadang kalau kayak gitu buat
tidur.” sendiri.”
P5: “Biasanya sih, yaa santai-santai P4: “Kadang beli, tapi kadang juga
dulu.” masak di kos, ada kompor kan
bisa kami masak.”
Ini sesuai dengan pendapat yang
Setiap partisipan memilih makanan
menyatakan bahwa perilaku makan
dengan olahan yang berbeda, dalam
emotional eating merupakan perilaku
penelitian ini delapan partisipan
makan yang tidak sehat karena
mengatakan membeli makanan yang
memberikan efek nyaman yang hanya
bukan nasi untuk dikonsumsi ketika
sementara dan tentunya tidak dapat
keinginan makan muncul.
menyelesaikan masalah serta berdampak
P1: Lagi stres terus makan nasi banyak
buruk bagi kesehatan (McLaughlin,
gitu enggak, tapi emm makanannya
2014). itu masuknya ke dalam cemilan sih.”
P2: “Lebih ke makanan ringan sih kalau
aku.”
5. Pilihan makanan sangat bervariasi, tetapi
P2: “Tapi kalau makan sehari bisa
pada umumnya bukan makanan pokok. sampai 4 sampai 5 kali (ketawa).”
P3: “Kalau kayak gitu mah aku lebih
Makanan pokok merupakan salah satu
ngarahnya ke engg.. apa ya..
kebutuhan primer manusia. Banyak makanan-makanan kayak jajanan
gituloh.. makanan berat sih enggak,
varian makanan pokok yang dapat
makanan ringan aja sih.”
dikonsumsi manusia (Hidayah, 2011). P5: “Biasanya sih kalau aku.. yaa kayak
makanan-makanan ringan kayak
Makanan pokok penduduk Indonesia
keripik-keripik gitusih.” (P5)
adalah beras. P8: “Kalau aku sih lebih suka yang
kayak ciki-ciki gitu, keripik-keripik
Cara partisipan mendapatkan makanan-
gitulah, terus wafer-wafer juga,
makanan tersebut adalah dengan roti-roti gitu.”
P9: “Satu porsi sih, tapi juga ya gak satu
membelinya di luar ataupun masak
jenis aja kadang, jadi aku pengen
sendiri. makan ini ya beli, pengen makan itu
ya beli.”
a. Membeli di luar
P10: “Kalau jenis makanan sih kayak
P3: Dibeli di luar, selalu. Kalau di kos
ee.. ke goreng-gorengan gitu sih ya
masak eng.. paling cuma masak
aku sukanya.”
mie (ketawa).”
P8: Jadi aku sering nyetok sih
Sebagai makanan pokok, padahal beras
cemilan-cemilan itu, jadikan
kalau tiap bulan gitukan belanja memberikan beberapa keuntungan.
96

Beras setelah dimasak memberikan terpenuhi karena adanya pengaruh


volume yang cukup besar dengan sosial.
kandungan kalori yang cukup tinggi, 4. Motivasi mengerjakan skripsi setelah
serta dapat memberikan berbagai zat gizi makan sangat individual. Mahasiswa
lain yang penting bagi tubuh, seperti telah berusaha membangun niat dalam
protein dan mineral (Purwaningsih, mengerjakan skripsi, namun kemudian
Indah & Supriyanto, 2017). hal yang terjadi adalah mahasiswa tetap
menunda untuk mengerjakan skripsi.
KESIMPULAN
5. Pilihan makanan sangat bervariasi, tetapi
1. Emotional eating sebagai sesuatu yang
pada umumnya bukan makanan pokok.
bersifat individual untuk meningkatkan
Setiap mahasiswa memilih makanan
motivasi dalam mengerjakan skripsi.
dengan olahan yang berbeda, dan dalam
Emotional eating yang terjadi dapat
memperoleh setiap jenis makanan,
dipicu oleh berbagai penyebab yang
mahasiswa membelinya diluar dan
berbeda-beda, tergantung dari setiap
membuatnya sendiri.
individu.
2. Skripsi merupakan tugas yang berat dan
SARAN
banyak tantangannya, sehingga dapat
1. Bagi STIKES Bethesda Yakkum
memengaruhi mood. Dalam proses
Yogyakarta
mengerjakan skripsi, mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat menjadi
menemukan kesulitannya masing-
sumber informasi dan pengembangan
masing baik itu yang berasal dari dirinya
ilmu pengetahuan untuk bidang
sendiri, maupun dari orang-orang
konseling di STIKES Bethesda Yakkum
disekitarnya. Hal tersebut membuat
Yogyakarta dalam menangani masalah
mahasiswa mengalami berbagai
jika mahasiswa mengalami perilaku
perubahan mood, stres, kemalasan, rasa
makan yang tidak sehat.
jenuh, dan jengkel.
2. Bagi peneliti lain
3. Keinginan makan juga dipengaruhi oleh
Beberapa keterbatasan dalam penelitian
pengaruh sosial. Makan menjadi suatu
ini, diharapkan bagi peneliti lain
kebiasaan ketika sedang mengalami
selanjutnya agar dapat meneliti lebih
banyak masalah, sebagian besar akan
dalam mengenai perilaku makan
mencari teman untuk menuruti
mahasiswa. Peneliti selanjutnya juga
keinginan makannya, sehingga
dapat mengganti variabel penelitian
keinginan makan tersebut dapat
dengan perilaku makan yang lain.
97

DAFTAR PUSTAKA Pokok. Jurnal Humanitas Vol. Viii


No.1 Januari 2011.
Chandra, Budiman. (2009). Ilmu
Junger, A. (2014). Clean Gut. New York:
Kedokteran Pencegahan & Komunitas.
Harper One. Retrieved from
Jakarta: EGC.
https://library.binus.ac.id/eColls/eThes
Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan
isdoc/Bab2/2014-2-00006-PS
Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka
Bab2001.pdf
Cipta.
Lubis, & Nurlaila. (2010). Mengapa
Furman, E. F. (2012). The Theory of
Tingkat Stres Pelajar Makin Tinggi.
Compromised Eating Behavior.
Style Sheet.
Dissertations and Thesis, University of
McLaughlin, A., & D, M. (2014). Short
Massachusetts. Retrieved
Term Effect of Bad Eating Habits.
fromhttp://repository.uinjkt.ac.id/dspa
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
ce/bitstream/123456789/25583/1/LIA
2013 Pasal 10 Ayat 1 tentang Standar
SHOLEHA-FKIK.pdf
Nasional Pendidikan diakses pada 10
Gavin, M. L. (2014). Homeier BPPica Kids
Maret 2018 dari kelembagaan
Health Nemours Foundation. Retrieved
ristedikti.go.id.
from http://docplayer.info/52450584-
Purwaningsih, Indah dan Supriyanto.
Perbedaan-tingkat-emotional-eating-
(2017). "Pengaruh Jumlah Pencucian
antara-laki-laki-dan-perempuan-pada-
Beras dengan Kadar Klorin".Jurnal
emerging-adults-di-jakarta.html
Laboratorium Khatulistiwa
Hartaji, D. (2012). Motivasi Berprestasi
Ramayulis, R. (2014). Slim is Easy. Jakarta:
pada Mahasiswa yang Berkuliah
Niaga Swadaya.
dengan Jurusan Pilihan Orangtua.
Ristekdikti. (2013). Salinan Perubahan
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas.
Peraturan Pemerintah Republik
Harvard Mental Health Latter. (2012). Why
Indonesia Nomor 32 Tahun 2013
Stress Couses People to Overeat.
Tentang Perubahan Atas Peraturan
Retrived from
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
http://www.health.harvard.edu/newslat
Tentang Standar Nasional Pendidikan.
ter_article/whystress-couses-people-
Sudargo, T., Harry, F., Rosiyani, F., &
to-overeat
Kusmayanti, N. A. (2014). Pola Makan
Hidayah, N. (2011). Kesiapan Psikologis
dan Obesitas. Yogyakarta: Gadjah
Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan
Mada University Press.
Menghadapi Diversifikasi Pangan
Streint, T., A, C., & R, B. J. (2013). Internal
98

Structure and Measurement Invariance


of The DEBQ. Faculted de Ciencias
Sociales Humans, Universidad de
Zaragoza. Retrieved from
http://www.unizar.es/barrada/papers/D
EBQ_Dutch_sample.pdf

Anda mungkin juga menyukai