ABSTRAK
Latar Belakang: Mahasiswa yang pada tahap akhir perkuliahan atau yang sedang mengerjakan tugas akhir
mengeluhkan nafsu makan meningkat dan keinginan makan secara terus menerus karena stres. Perilaku ini dikenal
dengan perilaku makan emotional eating. Perilaku emotional eating adalah kebiasaan individu dalam
mengonsumsi makanan secara berlebihan yang dipicu oleh suatu keadaan, perasaan, dan ingatan individu tersebut.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang perilaku emotional eating pada mahasiswa
tingkat IV Program studi Sarjana Keperawatan di STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta, tahun 2018.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan metode pendekatan fenomenologi. Teknik sample
yang digunakan adalah purposive sampling dengan 10 partisipan. Penelitian ini menggunakan pedoman
wawancara semi structured dan analisis berupa transkripsi, coding, kategorisasi, tema, dan triangulasi.
Hasil: Mahasiswa mengatakan bahwa emotional eating terjadi karena suatu perasaan emosi yang dirasakan.
Makan menjadi suatu kebiasaan ketika sedang mengalami banyak masalah, dalam penelitian ini emotional eating
terjadi akibat efek dari kesulitan yang dialami selama mengerjakan skripsi. Pengaruh hormon juga membuat
keinginan makan muncul. Mengenai praktik emotional eating, mahasiswa memilih makanan yang bervariasi,
namun pada umumnya bukan makanan pokok.
Kesimpulan: Mahasiswa sering mengalami emotional eating ketika sedang mengalami kesulitan dalam
mengerjakan skripsi, ketika mahasiswa menuruti keinginan makan tersebut, niat mengerjakan sebenarnya sudah
kembali tapi sebagian besar mahasiswa masih menunda untuk kembali mengerjakan.
Saran: Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai perilaku makan.
Kata Kunci: Emotional eating – Mahasiswa
ABSTRACT
Background: Students who are in the final stage of the lecture or doing their final project complain they have
increase in appetite and want to eat continuously because of stress. This behavior is known as emotional eating.
Emotional eating is someones’s habit that usually want to consume too much food due to conditions, feeling, and
memory of someone.
Objective: To know the description about emotional eating behavior in the 4th year students of Nursing Study
Program at Bethesda Yakkum Institute of Health Sciences Yogyakarta in 2018.
Method: This research was a qualitative design with phenomenology method. Sampling technique used purposive
sampling with 10 respondents. The research used semi structured interview and analysis contained transcription,
coding, categorization, theme, and triangulation.
Result: The result shows emotional eating happens because of an emotion they feel. Eating becomes a habit when
someone has many problems, in this research emotional eating happens as an effect of the difficulties during
accomplishment. Hormonal also makes eating desire appear. In the practice of emotional eating, students usually
choose some variations food, but usually not a staple foods.
Conclusion: Students often have emotional eating when they find the difficultlly during accomplishment. When
students follow the desire for eat, they gain the motivation back though most of them delay their final project
accomplishment.
Suggestion: The result of this study can be used as reference for the next research abaout eating behavior.
Keywords: Emotional eating – Students
88
89
badan terjadi karena adanya perubahan pola P3: “Melarikan diri ke makanan-
makanan, jadi dia makan pas dia
makan.
merasa dirinya itu tu emosi kayak
gitu.”
P4: “Perilaku yang membuat kita emosi
METODE PENELITIAN
mungkin, mm.. mungkin emosi
Penelitian ini menggunakan desain dengan sesuatu.”
P5: “Jadi kayak pelampiasan perasaan
penelitian kualitatif dengan pendekatan
ke makanan.”
fenomenologi untuk mengetahui gambaran P6: “Gimana yaa, untuk kita tidak bisa
mengontrol nafsu makan.”
tentang perilaku emotional eating pada
P7: “Mungkin asal pilih makanan aja
mahasiswa tingkat IV Program Studi gak mikir-mikir dulu gitu kalau
kebanyakan atau kadang bisa
Sarjana Keperawatan di STIKES Bethesda
berlebihan makannya.”
Yakkum Yogyakarta, tahun 2018. Sampel P8: “Yaa mungkin perasaan yang
membuat kamu makan gitu kali ya..”
yang digunakan adalah mahasiswa tingkat
P9: “ya emotional eating itu adalah
IV Prodi Sarjana Keperawatan berjumlah perasaan yang membuat kita ingin
makan, seperti itu.”
sepuluh orang karena data yang diperoleh
P10: “Mungkin itu perasaanmu ketika
sudah mulai jenuh pada partisipan ke emosi sehingga membuat kamu makan.”
sepuluh.
Dari setiap jawaban partisipan dapat
disimpulkan bahwa emotional eating
HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah dorongan untuk makan karena
1. Emotional eating sebagai sesuatu yang
adanya perasaan emosi yang
bersifat individual untuk meningkatkan
menyebabkan seseorang tidak dapat
motivasi dalam mengerjakan skripsi.
mengontrol nafsu makannya. Selain
Emotional eating merupakan dorongan
pemahaman partisipan mengenai
untuk makan ketika muncul respon
pengertian emotional eating, partisipan
negatif seperti depresi dan putus asa
juga menyampaikan bahwa emotional
(Streint, 2013). Pemahaman partisipan
eating adalah hal yang wajar yang dapat
mengenai emotional eating dapat dilihat
terjadi akibat dipicu oleh erbagai
dari pernyataan kesepuluh partisipan
penyebab, tergantung dari setiap
seperti berikut:
individu.
P1: “Ketika kita meluapkan kepada
makanan sih menurutku.... emosi P1: “Kalau menurutku ituu (tersenyum)
kita terhadap makanan jadi kita tergantung dari individunya
luapin ke makanan gituloh..... masing-masing yaa, ada yang suka
ketertarikan pada makanan yang ee.. mungkin kalau lagi gak mood
tinggi.” diem.. ada yang kalau lagi gak
P2: “Perasaan yang membuat kamu mood pengennya jalan-jalan, gak
untuk makan.” mood pengennya nonton ee..
pengennya makan kalau aku.”
91
porsi yang berbeda. Makanan memiliki Perlu dipahami bahwa setiap makanan
fungsi sebagai pemberi tenaga, sebagai yang masuk ke tubuh tidak hanya
pembangun, dan sebagai pengatur membentuk tubuh saja tetapi juga dapat
(Candra, 2009). membentuk perasaan dan pikiran kita
Tidak jauh berbeda dengan pendapat dari (Ramayulis, 2014). Teori ini dibuktikan
Chandra (2009) tentang fungsi makanan, dengan pendapat partisipan yang
partisipan ke 2, 7, dan ke 8 menyatakan merasa senang dan stres
menyampaikan hal serupa, yaitu: berkurang setelah menuruti keinginan
P2: “Ya emm basicnya [dasarnya] itu makan.
kan em.. apasih buat kebutuhan dasar.”
P2: “Kayak emm apa ya ada kesenangan
P7: “Ee fungsinya ya biar kenyang lah
tersendiri aja kalau makan.. kayak
yaa, yaah buat tenaga juga kalik,
ada kesenangan tersendiri aja gitu
mikir ini butuh tenaga juga..”
kayak kesampaian, terus kayak..
P8: “yaaa.. kan makanan juga baik untuk
yaitu.. efek dampaknya kayak
tubuh kan yaa.. ee.. dan
karna kesampaian terus seneng,
dibutuhkan tubuh lah untuk
jadi kayak stresnya hilang. At least
memberi nutrisi dan memberi
gak ya walaupun gak hilang, at
tenaga.”
least kayak berkurang gitu loh.”
P3: “Yaa.. lebih enakan aja, maksudnya
Selain untuk memberikan nutrisi,
lebih enjoy aja gituloh, udah gak
partisipan juga menyampaikan bahwa terlau pusing lagi.”
P9: “Yaa puas sih, jadi kayak misanya
makanan berfungsi untuk
nih.. ee.. aku kan pengennya
mengembalikan niat saat mengerjakan sesuatu dan aku mendapatkan apa
yang aku pengeni, ya jadi senang
skripsi.
kan, puas gitu rasanya, lega..”
P10: “Senang. Puas aja gitu rasanya,
P1: “Ketika kebutuhan diriku sudah apa yaa.. ee.. jadi kayak heeeh
tercukupi, itu nanti moodku akan lega gituloh udah bisa makan yang
kembali lagi dan aku bisa diingini.”
mengerjakan hal itu lagi hal yang
harus aku kerjakan.” 2. Skripsi merupakan tugas berat dan
P4: “Tenang-tenangkan otak, baru
banyak tantangannya, sehingga dapat
kerjakan lagi. Maksudnya kan
kalau lapar sambil kerja kan gak memengaruhi mood.
enak... Kalau kita kenyang baru
Peraturan di STIKES Bethesda Yakkum
kita kerja kan rileks.”
Yogyakarta menyebutkan bahwa
Sama halnya dengan pendapat yang
mahasiswa yang ingin mendapatkan
menyatakan jika makan menjadi bentuk
gelar akademisnya sebagai sarjana wajib
kompensasi diri untuk menghilangkan
mengambil mata kuliah skripsi.
stres yang dirasakan (Sudargo, 2014).
Skripsi merupakan tahap akhir dari
proses belajar di bangku perguruan
93
tinggi, sehingga banyak mahasiswa yang P2: “Capek, stres, dan emm sometimes
[kadang-kadang] bosan.. ini kayak
mengerahkan seluruh tenaga dan pikiran
malas mau ngapa-ngapain.”
sejak awal pembuatan skripsi (Lubis & P6: “Yaa kadang timbul rasa malas, rasa
jenuh, rasa jengkel.”
Nurlaila, 2010).
P9: “Ada capeknya sih untuk cari
P1: “Berat sih menurutku, tapi ya aku materinya, pusing juga, kebingungan.”
jalani aja gituloh jadi yaudah P10: “Yaa mau gak mau kita harus
intinya itu ikuti alurnya aja.” berpusing ria, kadang tiba-tiba gak
P3: “Jelas lah ya pusing ngerjainnya.” mood lah, ya malas lah.”
P10: “Yaa susah tapi harus dijalani.”
Menurut Lubis dan Nurlaila (2010)
Proses pembuatan skripsi tidak berjalan
kesulitan yang dihadapi mahasiswa
mulus begitu saja, partisipan mengalami
dalam mengerjakan skripsi membuat
berbagai kesulitan dan hambatan dalam
mood dan emosi yang mudah berubah
mengerjakan skrispi, baik itu yang
sehingga tak sedikit mahasiswa yang
berasal dari dirinya sendiri, maupun dari
mengalami stres. Stres yang terjadi akan
orang-orang disekitarnya.
menstimulasi otak dan merangsang
P1: “Kok udah sampai BAB sekian kok
kelenjar adrenal untuk melepaskan
BAB yang sebelumnya masih
direvisi lagi, kok kata yang seperti kortisol yang berfungsi dalam
ini harus diganti kata yang seperti
peningkatan nafsu makan dan juga
ini.”
P3: “Jelas lah ya pusing ngerjainya itu motivasi secara umum (termasuk
ada banyak revisi yang keluar
motivasi untuk makan) (Harvard Mental
blablabla terus apa namanya.. uang
terkuras (ketawa), eng.. apa ketemu Health Latter, 2012). Pernyataan ini
dosennya apa.. menyesuaikan waktu
didukung oleh pernyataan dari P2:
dengan dosennya susah.”
P4: “Cari-cari jurnal itu yang susah.” P2: “Kalau versi aku loh karena ya itu
P7: “Mau nyari materi juga sulit yakan, kayak apa yaa kayak peningkatan
males yakan, jadi kehambatnya kan hormon dari stres itu kayak buat
itu kan.” kamu makan, pengen.. kamu kayak
P8: “Nyari-nyari bahan pasti skripsinya rasanya.. bawaannya emm.. apa sih
suka kehambat lagi, berhenti dulu.” kayak pengen terus, gak lapar, em..
P9: “Ada capeknya sih untuk cari lapar sih enggak cuma maksudnya
materinya..” kayak pengen gitu loh.. kayak kalau
aku pada dasarnya orangnya emang
Dari setiap kesulitan dan hambatan yang suka makan, jdi yaa gitu.”
dialami oleh partisipan, membuat
3. Keinginan makan juga dipengaruhi oleh
mahasiswa mudah mengalami
pengaruh sosial.
perubahan mood, stres, kemalasan, rasa
Sebagian besar dari partisipan akan
jenuh, jengkel.
mencari teman untuk menuruti
keinginan makannya tersebut.
94
P1: “Kalau keluar sih sama teman, P1: “Kalau lagi gak mood pengennya
kadang sama teman asrama, kadang jalan-jalan, gak mood pengennya
sama teman yang ngekos.” nonton, ee.. pengennya makan itu
P4: “Kami kayak beli, rembukan, terus kalau aku.”
masak sama-sama.” P2: “Terus itu kayak pengen have fun aja
P9: “Mereka sih mau-mau aja sih, aku dan bawaannya.. ke makan.”
ajakin kesini ayok, aku ajakin kesitu P4: “Kayak.. tidak ada yang masuk,
ayok.” pusing kalau kerja siang.
Pernyataan partisipan di atas sesuai Maksudnya saya tenang kalau
malam, yaa.. kadang kayak lupa
dengan pernyataan dari teman P1, P4 dan
makan, tapi.. yaa kadang karna
P9, yang menyatakan bahwa partisipan sudah pusing, kadang lupa makan
jadi.”
akan mengajak temannya untuk
P8: “Misal nih aku udah bingung nih,
membuat makanan ataupun membeli stuck gitu gak tau mau ngetik apa
ngapain lagi, nah itu kan jadi bosan
makanan ketika keinginan makan
juga kan ya.. ee.. jadi kan isi
muncul. kegiatan gitu dengan makan kan
terus sambil scroll-scroll
Teman asrama P1: “Iya biasanya sih
[memainkan mouse komputer]
kalau dia ngajakin
filenya nah ntar dapat inspirasi.”
keluar kalau lagi
P10: “Cari kegiatan gitu, yaa kayak itu..
penat kayaknya,
jalan-jalan lah, ntah itu ke mall atau
tujuannya ya gitu..”
ke tempat wisata ya gitu gitu, cari
Teman kos P4: “Iyaa.. kami biasanya
makanan keluar, yaa kadang juga
beli bahan dipasar,
tak tinggal tidur.”
ada yang bertugas beli
bahan, ada yang
Setelah partisipan menuruti keinginan
bertugas untuk masak.
Kami iuran satu kos..” makannya, diharapkan motivasi
Teman P9: “Biasanya aku yang diajak,
mengerjakan skripsi pada partisipan
biasanya yang lain kayaknya..”
akan meningkat, namun kenyataannya
4. Motivasi mengerjakan skripsi setelah
tidak demikian yang terjadi pada
makan sangat individual.
partisipan. Partisipan menyampaikan
Motivasi dipandang sebagai dorongan
bahwa setelah keinginan makan
mental yang menggerakan dan
terpenuhi, niat untuk mengerjakan
pengarahkan perilaku manusia, termasuk
sebenarnya sudah ada, namun tidak
pelajar (Dimyati & Mudjiono, 2009).
memengaruhi tindakan partisipan
Untuk membangun motivasi tersebut,
selanjutnya, partisipan tidak langsung
partisipan melakukan berbagai usaha
kembali melanjutkan skripsi.
untuk membangun niat dalam merevisi
P1: “Masih ada kepikiran pastikan
dan sebagian besar berpengaruh masih ada kepikiran walaupun kita
udah keluar pastikan kita di motor
terhadap perilaku makannya.
tuh mikirin (ketawa).”
95
P2: “Moodnya udah ada dan udah ada bulanan nah ntar sekalian deh
niatan kayak mau ini, cuma ya gak beli cemilan-cemilan itu.”
langsung ke skripsi gitu lagi.” b. Masak sendiri
P3: “Enggak, aku masih nunda sih P2: “Misalnya makanan-makanan
(ketawa).” yang pedes kayak maksudnya
P4: “Nah.. kadang kerja sedikit baru kadang kalau kayak gitu buat
tidur.” sendiri.”
P5: “Biasanya sih, yaa santai-santai P4: “Kadang beli, tapi kadang juga
dulu.” masak di kos, ada kompor kan
bisa kami masak.”
Ini sesuai dengan pendapat yang
Setiap partisipan memilih makanan
menyatakan bahwa perilaku makan
dengan olahan yang berbeda, dalam
emotional eating merupakan perilaku
penelitian ini delapan partisipan
makan yang tidak sehat karena
mengatakan membeli makanan yang
memberikan efek nyaman yang hanya
bukan nasi untuk dikonsumsi ketika
sementara dan tentunya tidak dapat
keinginan makan muncul.
menyelesaikan masalah serta berdampak
P1: Lagi stres terus makan nasi banyak
buruk bagi kesehatan (McLaughlin,
gitu enggak, tapi emm makanannya
2014). itu masuknya ke dalam cemilan sih.”
P2: “Lebih ke makanan ringan sih kalau
aku.”
5. Pilihan makanan sangat bervariasi, tetapi
P2: “Tapi kalau makan sehari bisa
pada umumnya bukan makanan pokok. sampai 4 sampai 5 kali (ketawa).”
P3: “Kalau kayak gitu mah aku lebih
Makanan pokok merupakan salah satu
ngarahnya ke engg.. apa ya..
kebutuhan primer manusia. Banyak makanan-makanan kayak jajanan
gituloh.. makanan berat sih enggak,
varian makanan pokok yang dapat
makanan ringan aja sih.”
dikonsumsi manusia (Hidayah, 2011). P5: “Biasanya sih kalau aku.. yaa kayak
makanan-makanan ringan kayak
Makanan pokok penduduk Indonesia
keripik-keripik gitusih.” (P5)
adalah beras. P8: “Kalau aku sih lebih suka yang
kayak ciki-ciki gitu, keripik-keripik
Cara partisipan mendapatkan makanan-
gitulah, terus wafer-wafer juga,
makanan tersebut adalah dengan roti-roti gitu.”
P9: “Satu porsi sih, tapi juga ya gak satu
membelinya di luar ataupun masak
jenis aja kadang, jadi aku pengen
sendiri. makan ini ya beli, pengen makan itu
ya beli.”
a. Membeli di luar
P10: “Kalau jenis makanan sih kayak
P3: Dibeli di luar, selalu. Kalau di kos
ee.. ke goreng-gorengan gitu sih ya
masak eng.. paling cuma masak
aku sukanya.”
mie (ketawa).”
P8: Jadi aku sering nyetok sih
Sebagai makanan pokok, padahal beras
cemilan-cemilan itu, jadikan
kalau tiap bulan gitukan belanja memberikan beberapa keuntungan.
96