Anda di halaman 1dari 50

1

KAJIAN KOMPARATIF CIVIC EDUCATION DI NEGARA SINGAPURA


DENGAN NEGARA-NEGARA LAIN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah Perbandingan Civic (Citizenship Education)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Udin S. Winataputra, MA
Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si

Oleh:
Panggih Nur Adi : 1706369

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018

1
2

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit


sekali yang kita ingat. Segala puji hanya untuk Allah atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Kajian Komparatif Civic Education Di Negara
Singapura Dengan Negara-Negara Lain.
Tugas ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui/memahami, bagaimana
kajian Civic Education yang ada di Negara singapura, kemudian di bandingkan
dengan Negara-negara yang lain. Di dalam tugas ini juga digambarkan bagaimana
identitas nasional Negara singapura, budaya kewarganengaraan serta
perkembangan ekonomi di Negara singapura.

Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada dosen selaku pengampu mata kuliah Perbandingan Civic (Citizenship
Education), dan penulis juga meminta maaf apabila ada kekurangan dari analisis
yang penulis lakukan. Selanjutnya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca dan dosen pengampu mata kuliah pedagogi sehingga akan
menumbuhkan rasa syukur kami kepada rahmat Allah SWT dan dalam hal
perbaikan makalah ini ke depannya.

Bandung, 3 Juni 2018

Panggih Nur Adi

2
3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1


2. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
3. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

BAB II DESKRIPSI ANALITIK

1. Identitas Nasional .............................................................................. 3


2. Perkembangan Sejarah..................................................................... 10
3. Perkembangan Ekonomi.................................................................. 12
4. Budaya Kewarganegaraan................................................................16

BAB III ANALISIS KOMPARATIF

1. Singapura .........................................................................................23
2. Amerika Serikat ...............................................................................25
3. United Kingdom (UK) .....................................................................26
4. Canada ..............................................................................................28
5. France ...............................................................................................28
6. German .............................................................................................28
7. Hongaria ...........................................................................................29
8. Belanda ............................................................................................29
9. Spanyol ............................................................................................29
10. Swedia ..............................................................................................30
11. Italy ..................................................................................................30
12. Belgia ...............................................................................................30
13. Swiss ................................................................................................31
14. Bulgaria ............................................................................................31
15. Kroasia .............................................................................................31
16. Irlandia .............................................................................................32

3
4

17. Moldova ...........................................................................................32


18. Indonesia ..........................................................................................33
19. Jepang ..............................................................................................34
20. Pakistan ............................................................................................35
21. Tiongkok ..........................................................................................36
22. Hongkong .........................................................................................37
23. Dunia Muslim (Iran, Sudan, Pakistan, Malaysia, Aljazair, dan Mesir)

BAB IV KESIMPULAN

1. Perbandingan Jati diri Programatik “Citizenship education” dalam


kurikulum di berbagai Negara..........................................................39
2. Sifat dan statusnya dalam kurikulum di berbagai negara ................40

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................45

4
5

BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya Negara adalah sebuah organisasi. Dan seperti layaknya sebuah
organisasi, Negara memiliki tujuan, anggota, dan peraturan. Anggota Negara
adalah warganya, tujuan Negara biasanya tercantum dalam pembukaan
konstitusinya, sedang peraturannya dikenal sebagai hukum. Bedanya dengan
organisasi lainnya adalah, Negara berkuasa di atas individu-individu dan di atas
organisasi-organisasi pada suatu wilayah tertentu. Peraturan Negara berhak
mengatur seluruh individu dan organisasi yang ada pada suatu wilayah tertentu,
sedangkan peraturan organisasi hanya berhak mengatur pihak-pihak yang menjadi
anggotanya saja.’
Dalam mengidentifikasi sebuah Negara, dapat dilihat dari empat aspek
penting, pertama, mengidentifikasi Negara dari aspek identitas nasionalnya.
Identitas nasional secara terminoogi adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang
lain. Maka dari itu setiap bangsa di dunia in memiliki identitas sendiri-sendiri
sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter bangsa tersebut. Identitas
nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau
lebih popular di sebut dengan kepribadian suatu bangsa. Bangsa merupakan
sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses
sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk
bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu
kesatuan nasional.
Kedua, identifikasi Negara dari aspek sejarah. Mengidentifikasi sebuah
Negara dari aspek sejarah bertujuan untuk mengetahui asal-usul dari berdirinya
Negara tersebut. Proses ini sangat penting guna melihat ciri dari Negara tersebut.
Ada beberapa aspek sederhana yang harus ditinjau dalam mengidentifikasi sebuah
Negara yaitu sejarah pergerakan, sejarah kemerdekaan dan issue yang menjadi
bagian dari terbentuknya Negara tersebut.

5
6

Ketiga, mengidentifikasi Negara dalam aspek perkembangan ekonomi.


Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode
tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan
kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi di sebuah negara.
Keempat, mengidentifikasi Negara dalam aspek budaya kewarganageraan.
Budaya kewarganegaraan (Civic Culture) merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dan suatu proses pembudayaan, proses pembinaan watak dan
karakteristik. Budaya kewarganegaraan (Civic Culture) merupakan sikap dan
perilaku edukatif individu dalam konteks komunitas nasional yang
berkawarganegaraan dalam membentuk karakter warga Negara yang baik dan
cerdas untuk meningkatkan sikap patriotisme.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk
mengkaji empat poin penting yang dapat dijadikan sebagai gambaran akan
eksistensi negara Singapura. Identifikasi secara menyeluruh akan dibahas
berdasarkan kaca mata sederhana penulis melalui rujukan-rujukan yang
terpercaya.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun masalah pokok yang akan
dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana identitas nasional Negara Singapura?
b. Bagaimana perkembangan sejarah Negara singapura?
c. Bagaimana perkembangan ekonomi Negara Singapura?
d. Bagaimana budaya kewarganegaraan di Negara Singapura?
3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan yang
dikaji dalam makalah ini adalah, sebagai beriku:
a. Untuk mendeskripsikan bagaimana identitas nasional negara Singapura

6
7

b. Untuk mendeskripsikan bagaimana perkembangan sejarah negara


Singapura
c. Untuk mendeskripsikan bagaimana perkembangan ekonomi negara
Singapura
d. Untuk mendeskripsikan bagaimana budaya kewarganegaraan di negara
Singapura
BAB II
DESKRIPSI ANALITIK
1. Identitas Nasional Singapura
Berdasarkan data yang di kumpulkan menjelaskan bahwa Singapura
merupakan sebuah Negara Kepulauan yang terletak di ujung selatan Malaya 137
Kilometer di utara khatulistiwa di asia tenggara. Negara ini dipisahkan dari
Malaysia oleh selat Johor dan Kepulauan Riau, Indonesia oleh selat Singapura
selatan.
Gambar 2.1
Peta Negara Singapura

Sumber:https://www.sejarah-negara.com

Berdasarkan data statistik Singapura, jumlah penduduk pada tahun 2014


adalah sebanyak 5.469.700 jiwa dengan komposisi sebagai berikut:

Tabel 2.1 Komposisi Penduduk Singapura


Populasi Jumlah (Jiwa)
Residen 3.870.700

7
8

Citizen 3.343.000
Permanent Resident 527.700
Non-Residen 1.599.000
Total 5.469.700
Sumber: Department of Statistics Singapore, 2015
Namun kini berdasarkan data terbaru dari CIA (2018) Negara Singapura
memiliki jumlah populasi yang mencapai 5.888.926, jiwa , yang diantaranya
merupakan warga Negara dan penduduk tetap singapura. Hal ini menandakan
selama empat tahun jumlah penduduk di singapura bertambah sebanyak 419.226
juta jiwa. Berikut akan di tampilkan perkembangan populasi di singapura dari
tahun 1980-2006 menurut Mukhophadaya (2009):
Tabel: 2.2
The Aged Population, Growth, Rates and Sex 1980-2006
Year Ages % Growth Ages % Growth
60+ In Rate 65+ In Rate
Populatio
(‘000) Population (%pa) (‘000) (%pa)
n
Both Sexes
1980 170.4 7.5 - 111.9 4.9 -
1990 246.9 9.1 3.8 164.1 6.1 3.9
2000 348.7 10.7 3.5 237.6 7.3 3.8
2006 427.3 11.8 3.7 306.4 8.5 4.8
Males
1980 81.0 6.6 - 51.2 4.2 -
1990 114.7 8.4 3.5 73.8 5.4 3.7
2000 161.8 9.9 3.5 102.2 6.3 3.3
2006 196.2 10.9 3.5 136.9 7.7 5.6
Females
1980 89.4 7.6 - 62.7 5.3 -
1990 132.2 9.9 4.0 90.3 6.8 3.7
2000 187.0 11.5 3.5 128.9 7.9 3.6
2006 231.2 12.7 3.9 169.6 9.31 5.2

8
9

Sumber: Census of Population, 1980, 1990, 2000 and Population Trends,


2006, Singapore Department of Statistics, Government of Singapore and
authors’ computations.

Berdasarkan table di atas di sebutkan bahwa Ada 10,9 persen laki-laki


berusia 60+, berbeda dengan perempuan yang berjumlah lebih banyak sedikit
yaitu sekitar12,7 persen. Lebih dari 1980–2006, perempuan berusia 60+ secara
proporsional lebih tinggi daripada pria, meskipun merupakan fenomena yang
diharapkan dari umur panjang yang berbeda antara jenis kelamin, peningkatan
absolut adalah substansial untuk wanita usia (231,2 ribu dari 132,2 ribu selama
1990–2006). Pria berusia 65+ sudah pasti meningkat untuk kedua jenis kelamin,
tetapi korban perempuan telah meningkat bahkan lebih. Saya dapat ditetapkan
bahwa meningkatnya populasi yang lebih tua menegaskan feminisasi proses
penuaan.
Gambar 2.1
Lambang dan Bendera Singapura

Lambang Negara Singapura Bendera Negara Singapura

Sumber: http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/02/lambang-negara-singapura-
artikel-lengkap.html

Lambang negra singapura ini terdiri dari sebuah perisai merah di tengah
dengan bulan sabit dan lima buah bintang berwarna putih. Mirip dengan bulan
sabit dan lima bintang yang digunakan pada bendera negara Singapura dan seperti
simbol nasional lainnya sebagai panji nasional untuk kapal sipil. Warna merah
melambangkan persaudaraan dan persamaan derajat manusia. Putih

9
10

melambangkan kesucian dan kebaikan. Bulan sabit melambangkan sebuah negara


muda yang sedang maju. Lima bintang melambangkan lima prinsip yang
dipegang oleh Singapura: demokrasi, perdamaian, kemajuan, keadilan dan
persamaan. Di sebelah kiri perisai terdapat seekor singa yang berdiri, yang
melambangkan Singapura dan di sebelah kanan seekor harimau yang
melambangkan Melayu yang memiliki kaitan sejarah dengan Singapura. Di bawah
perisai terdapat kata, "Majulah Singapura", sebagai motto Singapura yang juga
merupakan judul lagu kebangsaan Singapura.
Bendera Singapura mirip bendera Indonesia, hanya saja pada bagian warna
merah ada bulan sabit dan 5 bintang yang disusun bundar. Setiap ciri yang ada
pada bendera tersebut mempunyai makna yang tersendiri. Warna merah bermakna
persaudaraan dan kesamaan segala manusia. Putih melambangkan kesucian dan
kebaikan. Bulan sabit melambangkan sebuah negara muda yang sedang maju.
Kelima bintang melambangkan lima prinsip yang dipegang oleh Singapura:
demokrasi, keamanan, kemajuan, keadilan dan kesaksamaan.
Bendera Singapura dikibarkan oleh sebagian besar rakyatnya pada bulan
Agustus selama satu bulan untuk merayakan hari kebangsaan mereka. Bendera
Singapura dibuat berdasarkan ide mayoritas masyarakat melayu yang ada di
Singapura. Berdasarkan fondasi budaya, Singapura berasal dari budaya Melayu
yang lekat dengan Islam, oleh karena itu bendera Singapura mempunyai makna
lain selain makna yang tertera di atas. Yakni, bulan sabit melambangkan kejayaan
Islam dan bintang 5 melambangkan 5 rukun islam yang dijunjung tinggi.
Sejak kolonialisasi inggris keragaman etnis, budaya, dan agama semakin
kelihatan jelas di Negara ini sebagai konsekuensi dari lajunya arus migrasi
terutama dari etnis cina (Hefner, 2001). Selain itu, arus modernisasi dan
pembangunan yang begitu pesat serta ekonomi global modern yang berlangsung
di Negara ini memerlukan tenaga kerja yang handal dan professional di
bidangnya. Hal ini menjadi salah satu factor penyebab lajunya arus migrasi tenaga
kerja dari berbagai belahan dunia ke Negara ini, sehingga semakin menambah
keragaman etnis, budaya, dan agama (pliralitas dan multi-kultural) warga
singapura. Singapura merupakan Negara yang di huni oleh banyak etnis atau
multietnis, Karena 74,3% adalah etnis cina, 13,7% adalah etnis melayu, 9,1%

10
11

etnis india (Termasuk Sri Lanka), dan 3,2% adalah etnis bangsa lain kebanyakan
dari Asia Tengah dan Eropa (Ortmann, 2009).
Gambar. 2.2 Komposisi Penduduk Singapura Berdasarkan Ras

Sales
3,2%

9,1%

China
Melayu
India
Etnis Lainnya

13,7% 74,3%

Sumber: Ortmann (2009)


Berdasarkan data diatas dapat kita ketahui bahwa etnis cina sangat
mendominasi di Negara singapura dengan mengikuti etnis melayu di urutan kedua
dan etnis dari india (termasuk Sri Lanka) di urutan ketiga, dan etnis lainnya
(Pakistan, Arab, dll) di urutan ke empat.
Tabel: 2.2 Persentase Jumlah Pemeluk Agama di Singapura

No. Pemeluk agama Persentase


1. Budha 33 %
2. Kristen 18 %
3. Tanpa agama 17 %
4. Islam 15 %
5. Taois & Kong Hu Cu 11 %
6. Hindu 5.1 %
7. Lain-lain 0.9 %
Sumber: Singapore Department of Statistics, Pers Release:
Census of population 2010: Statistical Release on

11
12

Demographic Characteristics, Education, Language and


Religion
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa agama yang mendominasi
adalah budha dan khusus untuk agama islam hanya 15 persen dari seluruh jumlah
penduduk di mana sekitar 13,4 persen di antaranya adalah etnis Melayu dan lain-
lain sisanya. Bila di lihat dari hubungan Negara dan agama, singapura di kenal
sebagai Negara menjadi netral dalam permasalahan agama alias tidak mendukung
orang beragama maupun orang yang tidak beragama (Madeley dan Enyedi, 2003).
Agama menjadi urusan pribadi, pemerinta tidak memiliki hak dan kewajiban
untuk mengatur agama setiap individu, sekularisme singapura ini di tegaskan oleh
Kamaludeen “Here is a society that is determined to be secular state…”, yang
bila di artikan adalah “di sini adalah masyaraka yang bertekad untuk menjadi
Negara sekuler…”. Hal yang sama di sampaikan oleh George Yeo seorang
menteri informasi, komunikasi dan seni “Singapore’s Government is secular, but
it is certaintly not atheistic…” yang artinya adalah “Pemerintah Singapura
bersifat sekuler, tetapi itu jelas tidak ateis”. (Rahim, 2009:2)
Singapura merupakan kerajaan yang ibukota nya dikenal dengan Downtown
Core, Central. Secara geografis, luas wilayah Negara singapura hanya 716 km2
dengan daerah perairan sekitar 1,4%. Jumlah pulau yang ada di singapura
mencapai 63 pulau termasuk daratan singapura, pulau utama sering disebut
dengan pulau singapura tetapi secara resmi disebut dengan pulau ujong dalam
bahasa melayu yang artinya adalah pulau yang berada di ujung daratan
(semenanjung). Singapura memiliki banyak proyek reklamasi tanah dengan tanah
diperoleh dari bukit, dasar laut, dan negara tetangga. Hasilnya, daratan Singapura
meluas dari 581,5 km2 (224,5 sq mi) pada 1960-an menjadi 704 km2 (271,8 sq mi)
pada hari ini, dan akan meluas lagi hingga 100 km2 (38,6 sq mi) pada 2030.
Adapun lagu kebangsaan singapura dikenal dengan “Majulah Singapura”
yang diciptakan oleh zubir said dan pada tahun 1958 sebagai lagu untuk dewan
singapura. Dan pada tahun 1959 lagu ini terpilih sebagai lagu kebangsaan
singapura ketika system pemerintahan singapura mulai berjalan. Setelah
kemerdekaan pada tahun 1965, lagu “Majulah Singapura” secara resmi menjadi

12
13

lagu kebangsaan singapura. Menurut hukum, lagu ini hanya boleh dinyayikan
dalam lirik melayunya.
Mata uang Singapura adalah dolar Singapura yang ditandai dengan simbol S$
atau singkatan ISO SGD. Bank sentralnya adalah Otoritas Moneter Singapura
(Monetary Authority of Singapore) yang bertugas mengeluarkan mata uang.
Singapura mendirikan Board of Commissioners of Currency pada tahun 1967 dan
mengeluarkan uang logam dan uang kertas pertamanya. Nilai tukar dolar
Singapura setara dengan ringgit Malaysia sampai tahun 1973. Kesetaraan nilai
tukar dengan dolar Brunei masih dipertahankan. Tanggal 27 Juni 2007, untuk
memperingati 40 tahun perjanjian mata uang dengan Brunei, uang kertas S$20
diluncurkan; bagian belakangnya identik dengan uang kertas $20 Brunei yang
diluncurkan secara bersamaan.
Menurut Konstitusi Singapura, empat bahasa resmi di Singapura adalah
bahasa Melayu, Mandarin, Tamil, dan Inggris, sementara bahasa nasionalnya
adalah Melayu. Dixon (2005:25) mengatakan bahwa tiga bahasa selain bahasa
Inggris dipilih untuk mewakili kelompok etnis utama yang ada di Singapura pada
saat ini: Mandarin meraih status tersebut sejak pengenalan sekolah-sekolah
dengan bahasa pengantar Tionghoa; Melayu dianggap sebagai "yang paling
dipilih" untuk komunitas Melayu; dan Tamil untuk kelompok etnis India terbesar
di Singapura, selain menjadi "bahasa dengan sejarah pendidikan terpanjang di
Malaysia dan Singapura". Pada 2009, lebih dari 20 bahasa diidentifikasikan
sebagai bahasa yang dipakai di Singapura, menunjukkan kayanya keragaman
bahasa di kota tersebut.
Pemerintah Singapura mengakui empat bahasa resmi: Inggris, Melayu,
Mandarin, dan Tamil. Bahasa Inggris adalah bahasa paling dominan di Singapura,
tidak seperti negara tetangganya, Malaysia dan Indonesia, tempat bahasa Melayu
menjadi bahasa dominan. Bentuk bahasa Inggris yang dipertuturkan di Singapura
beragam mulai dari Inggris Standar hingga bahasa kreol yang dikenal sebagai
Singlish. Di antara warga Singapura, bahasa Inggris memiliki jumlah penutur
terbanyak. Jumlah ini diikuti oleh bahasa Mandarin, Melayu dan Tamil.
Pengejaan dan kosakata yang digunakan berasal dari bahasa Inggris Britania,
dengan beberapa pengecualian, misalnya penggunaan "pants" (Amerika Serikat)

13
14

menggantikan "trousers" (Britania Raya). Penggunaan bahasa Inggris meluas di


Singapura setelah 1965 ketika diberlakukan sebagai bahasa utama dalam sistem
pendidikan negara ini. Di sekolah, anak-anak diharuskan mempelajari bahasa
Inggris dan satu dari tiga bahasa resmi lain sebagai bahasa ibu. Pada 1987, bahasa
Inggris diumumkan sebagai bahasa utama resmi dalam sistem pendidikan
Singapura. Bahasa Melayu adalah bahasa nasional karena alasan simbolis dan
historis, dan secara umum dipertuturkan oleh masyarakat Melayu Singapura.
Bahasa Melayu digunakan pada lagu kebangsaan "Majulah Singapura" dan
cetakan koin. Tetapi, sekitar 85% warga Singapura tidak mempertuturkan bahasa
Melayu. Bahasa Mandarin juga dipertuturkan secara luas di Singapura. Bahasa
Mandarin telah meluas akibat kampanye dan usaha masyarakat dukungan
pemerintah untuk mendukung penggunaannya di antara bahasa-bahasa Tionghoa
lainnya. Bahasa Tamil dipertuturkan oleh sekitar 60% masyarakat India Singapura
atau 5% dari seluruh penduduk Singapura. Bahasa India seperti Malayalam,
Telugu dan Hindi juga dipertuturkan oleh sekelompok kecil masyarakat India di
Singapura.

2. PERKEMBANGAN SEJARAH
Negara ini tepatnya terletak di Asia Tenggara yang mana terbentuk setelah
terpisah dari federasi Malaysia pada tanggal 9 agustus 1965. Negara ini
mempunyai Negara kepulauan yang memiliki 63 pulau yang berbatasan dengan
Malaysia di sebelah utara dan Indonesia di sebelah tenggara, maka dari itu kita
sebut Negara ini terletak di asia tenggara.
Singapura memiliki jumlah penduduk sekitar 4,59 juta (data 2007, sekarang
sudah mencapai 5 juta) dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 4,3 persen.
Penduduk yang tinggal di Singapura sekitar 3,58 juta dengan tingkat pertumbuhan
tahunan rata-rata 1,6 persen. Keadaan penduduk menunjukkan bahwa Singapura
memiliki populasi yang meningkat pesat dan kebanyakan dari mereka adalah para
pendatang. Karakteristik penting Singapura, support ratio—rasio yang
membandingkan individu yang dianggap produktif dan nonproduktif oleh
masyarakat secara ekonomi (contohnya, rasio penduduk antara 15–64 tahun dan di

14
15

atas 65 tahun)—turun dari 17,0 menjadi 8,5 antara 1970 sampai 2007. Hal ini
menunjukkan bahwa negara ini memiliki penduduk berusia produktif.
Sejarah awal Singapura, pada dasarnya, adalah sejarah regional, disatukan
dari berbagai sumber dengan berbagai tingkat akurasi dan kredibilitas. Misalnya,
sebagian dari riwayat didasarkan pada dongeng Malay Annals atau yang lebih
dikenal dengan Sulalatu’l-salatin. Menurut (Absire, 2011) Sulalatu’l-salatin versi
Raffles maupun Shellabear yang pada dasarnya berisikan tentang klaim kekuasaan
dan kompetisi dari para penguasa di Bumi Melayu yang menceritakan sejarah
mengenai kebangkitan, kegemilangan dan kejatuhan zaman pemerintahan Melayu
yang ditulis oleh beberapa orang pengarang Melayu. Namun uraian teks pada
naskah ini belum dapat memberikan penjelasan yang tepat dan benar, karena
masih terdapat pertentangan dengan beberapa sumber primer sejarah lainnya
seperti catatan yang dibuat oleh Portugal dan Belanda. Hal ini tidak lepas dari
bahwa Sulalatu'l-Salatin telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh
beberapa pengarang berikutnya yang kemungkinan menambah dan mengurangkan
isi teks pada naskah. Sulalatu'l-Salatin memiliki beberapa variasi versi,
kemungkinan versi pendek, versi yang belum diselesaikan penulisnya atau
sebaliknya versi panjang merupakan tambahan yang dibuat oleh penulis
berikutnya. Namun secara keseluruhan Sulalatu'l-Salatin merupakan sebuah karya
besar yang merangkumi beberapa cerita atau kisah lain yang berkaitan dengan
Dunia Melayu, sebagaimana cerita yang terdapat pada Hikayat Raja-raja Pasai,
Hikayat Hang Tuah, Hikayat Siak dan sebagainya.
Sejarah tertulis Singapura mungkin berasal dari abad ke-3. Bukti
menunjukkan bahwa penyelesaian perdagangan yang signifikan ada di Singapura
selama abad ke-14. Pada akhir abad ke-14, Singapura berada di bawah kekuasaan
Parameswara sampai ia diusir oleh Majapahit atau Siam. Kemudian datang di
bawah Kesultanan Malaka dan kemudian Kesultanan Johor. Pada tahun 1819, Sir
Thomas Stamford Raffles menegosiasikan sebuah perjanjian di mana Johor
memungkinkan Inggris untuk mencari pelabuhan perdagangan di pulau itu, yang
mengarah pada pembentukan koloni Inggris di Singapura pada tahun 1824.
Kemudian selain itu, pada berlangsungnya zaman kerajaan kuno, singapura
merupakan salah satu dari wilayah yang termasuk ke dalam kerajaan sriwijaya di

15
16

nusantara. Sebelum nama Negara ini Singapura, untuk Saat pertama kali
pemukiman pertama di dirikan yaitu pada tahun 1928-1299 Masehi, Negara ini
memiliki nama kota yang di kenal sebagai Temasek yang berarti kota laut dalam
bahasa jawa kuno.
Kemudian selanjutnya, menurut (Turnbull, 2009) Selama Perang Dunia II,
Singapura ditaklukkan dan diduduki oleh Kekaisaran Jepang dari tahun 1942
hingga 1945. Ketika perang berakhir, Singapura kembali ke kendali Inggris,
dengan meningkatnya tingkat pemerintahan sendiri yang diberikan, yang
berpuncak pada penggabungan Singapura dengan Federasi Malaya membentuk
Malaysia pada tahun 1963. Namun, kerusuhan sosial dan perselisihan antara
Partai Aksi Rakyat yang berkuasa di Singapura dan Partai Aliansi Malaysia
mengakibatkan pengusiran Singapura dari Malaysia. Kemudian setelah itu
Singapura pun menjadi republik merdeka pada 9 Agustus 1965.

3. PERKEMBANGAN EKONOMI
Sejak kemerdekaan pada 1965, ekonomi singapura tekah berpindah dari
ekonomi berpenghasilan rendah ke ekonomi maju berpenghasilan tinggi (Maitra,
2016:1). Selama periode tersebut, kebijakan pendidikan Negara dibingkai secara
konsisten dengan kebijakan ekonomi nasional dan pembentukan moral manusia.

Republik Singapura yang hanya berukuran 240 mil persegi hampir tidak
memiliki sumber daya alam, kecuali untuk lokasi geografisnya yang strategis dan
populasi 2,6 juta orang. Namun selama lebih dari dua dekade, populasi Singapura
telah meningkat. Hari ini, Singapura merupakan salah satu dari sebagian besar
lokasi investasi yang menguntungkan dan yang paling cepat berkembang dalam
pusat bisnis dan keuangan di negara berkembang, khususnya di Asia Pasifik (Goh,
2015). Salah satu negara paling makmur di kawasan ini. Produk Nasional Bruto
Singapura (PNB) per kapita secara konsisten jauh lebih tinggi daripada negara-
negara lain di Asia, kecuali Jepang dan Brunei. Pada tahun 1983, PNB Singapura
per kapita adalah US $ 6.620, mengungguli Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa
Eropa negara-negara seperti Yunani, Spanyol, Irlandia, dan bahkan Italia. Antara
1965 dan 1973, ekonomi Singapura melonjak, Produk Domestik Bruto tahunan
rata-rata yang sangat tinggi (PDB) tingkat pertumbuhan 13,0 persen, dan tingkat

16
17

pertumbuhan yang lebih moderat, rata-rata 8,2 persen antara 1973 dan 1983.
Tingkat pertumbuhan luar biasa seperti itu dicapai dengan tingkat inflasi yang
relatif rendah 3.1 persen dan 4,5 persen selama dua periode dan, secara paradoks
untuk negara yang begitu kecil, tanpa bantuan luar negeri dan sangat sedikit
pinjaman dari sumber keuangan luar (Departemen Perdagangan dan Industri 1986;
Departemen Statistik 1965-1983). Hari ini, Singapura jumlah utang luar negeri
hanya sekitar 1 persen saja.

Pada awal tahun 1960, luas wilayah singapura terletak sekitar 581,5 km 2.
Sejak di lakukan reklamasi pantai tahun 1960, luas daratan singapura semakin
bertambah menjadi 646 km2 tahun 1991, dan berkembang menjadi 710,3 km 2
tahun 2010 dan ada kemungkinan luas kota singapura akan terus berkembang dan
bertambah sekitar 100 km2 lagi hingga tahun 2030 (Kosim, 2010).
Menurut Siddiqui (2010) Singapura telah melalui transformasi cepat selama
empat puluh lima tahun terakhir. Dari sebuah entrepot dominan terhadap
perdagangan dan jasa di pertengahan 1960-an menjadi ekonomi yang saat ini
mengkhususkan diri dalam kegiatan manufaktur bernilai tinggi, dan keuangan
daerah untuk layanan bisnis di Asia Timur (Richardson, 1994). Negara ini juga
cepat dalam memperluas pusat keuangan yang dilayani oleh sebagian besar bank
komersial dan bank internasional. Ekonomi Singapura sangat kompetitif dan
menurut Swiss International Institute for Managing Development (SIIMD) antara
1995 dan 2001 singapura merupakan negara di peringkat kedua dalam daya saing
nasional. Pada tahun 2000, produksi hard disk drive (HDD) di negara tersebut
mencapai $ 10 miliar dan menyumbang hampir 70% dari total produksi dunia. Ini
adalah produk yang sangat terstandardisasi dan mudah diangkut. MNEs (catatan
1) memiliki investasi dalam pembuatan HDD di Singapura sebagai pintu gerbang
untuk Asia dan pasar global (Bank Dunia, 2009; Rodan, 2004).
Sejak kemerdekaan, ekonomi Singapura telah memiliki pengalaman yang
tidak biasa di antara bekas koloni lain seperti: pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan; ketergantungan pada perusahaan asing; inflasi rendah; tingkat
tabungan tinggi dll. GNP Singapura menjadi meningkat lebih dari tiga belas kali
lipat antara 1960 dan 1999 dan negara menyaksikan penurunan tajam dari kedua
aspek yaitu tingkat kemiskinan kemiskinan dan kematian bayi (PBB, 2000).

17
18

Menghadapi pengangguran yang parah dan krisis perumahan, Singapura


memulai program modernisasi dimulai pada akhir 1960-an hingga 1970-an yang
berfokus pada pendirian industri manufaktur, pengembangan perumahan rakyat
besar dan investasi besar-besaran untuk pendidikan publik.
Sampai pada akhirnya mulai tahun 1990an, negara ini telah menjadi salah
satu negara paling makmur di dunia, dengan ekonomi pasar bebas yang sangat
maju, jaringan perdagangan internasional yang kuat, dan produk domestik bruto
per kapita tertinggi di Asia di luar Jepang. Langkah Singapura untuk
meningkatkan daya tariknya sebagai tujuan wisata semakin didorong pada Maret
2010 dengan dibukanya Universal Studios Singapore di Resorts World Sentosa.
Pada tahun yang sama, Resor Terpadu Marina Bay Sands juga dibuka. Marina
Bay Sands merupakan properti kasino mandiri paling mahal di dunia dengan nilai
S$8 miliar. Pada tanggal 31 Desember 2010, diumumkan bahwa ekonomi
Singapura tumbuh sebesar 14,7% untuk sepanjang tahun, pertumbuhan terbaik
pada catatan yang pernah untuk negara.
Pemilihan umum tahun 2011 adalah pemilihan DAS lain karena ini adalah
pertama kalinya Kelompok Representasi Konstituen (GRC) kalah oleh partai
berkuasa PAP, kepada Partai Buruh oposisi. Hasil akhir melihat ayunan 6,46%
terhadap PAP dari pemilu 2006 menjadi 60,14%, terendah sejak kemerdekaan.
Namun demikian, PAP memenangkan 81 dari 87 kursi dan mempertahankan
mayoritas parlemennya.
Lee Kuan Yew, ayah pendiri dan Perdana Menteri Singapura, meninggal pada
23 Maret 2015. Singapura menyatakan periode berkabung nasional dari 23-29
Maret dan merupakan pemakaman kenegaraan untuk Lee Kuan Yew. Tahun 2015
Singapura merayakan Ulang Tahun Emas 50 tahun kemerdekaannya. Satu hari
libur ekstra pada tanggal 7 Agustus 2015, telah diumumkan untuk merayakan Hari
Emas Singapura.
Ekonomi singapura merupakan salah satu yang paling terbuka di dunia,
karena itulah singapura memiliki pasar perdagangan yang maju. Menurut catatan
(CIA, 2018) singapura merupakan negara pro-bisnis dengan pajak yang rendah
yaitu sekitar 14,2% serta memiliki PDB (Produk Domestik Bruto) per kapita
tertinggi di dunia. Selain itu singapura merupakan Negara dengan predikat

18
19

korupsi terendah ke-7 di dunia, hal inilah yang membuat Negara singapura
semakin maju dari tahun ke tahun serta merupakan Negara yang paling banyak di
kunjungi oleh wisatawan. Selain itu badan usaha milik negara di singapura
memainkan peranan yang penting dalam ekonomi negara, karena mereka
memiliki beberapa perusahaan yang cukup besar seperti Temasek Holdings, yang
memegang saham mayoritas di beberapa perusahaan besar negara itu seperti
Singapore Airlines, SingTel, ST Engineering dan MediaCorp.
Menurut (Tan, 2010) Ekspor singapura meliputi terutama bidang elektronik,
kimia, dan jasa yang sekaligus mencirikan bahwa Singapura merupakan
penghubung regional utama untuk manajemen kekayaan yang menyediakan
sumber pendapatan utama bagi ekonomi, sehingga negara ini bisa membeli bahan
mentah yang tidak mereka miliki. Selain itu, air juga tidak tersedia dalam jumlah
banyak di Singapura maka dari itu air juga dianggap sumber daya khusus di
Singapura. Singapura memiliki tanah subur yang terbatas sehingga mereka
bergantung pada taman agroteknologi untuk produksi dan konsumsi pertanian.
Sumber daya manusia juga menjadi bagian penting bagi kesehatan ekonomi
Singapura. Ekonomi Singapura menempati posisi ke-5 menurut Scientific
American Biotechnology pada tahun 2013 untuk 2 tahun berturut-turut.
Singapura bergantung pada konsep perdagangan intermediet sampai re-
ekspor, dengan cara membeli barang mentah kemudian diolah untuk diekspor
kembali, seperti contohnya pada industri fabrikasi wafer dan pengilangan minyak.
Singapura juga memiliki pelabuhan strategis yang menjadikannya lebih kompetitif
daripada negara tetangganya. Singapura memiliki rasio perdangangan terhadap
PDB tertinggi dunia, rata-rata berkisar 400% selama 2008–11. Pelabuhan
Singapura adalah pelabuhan kedua tersibuk di dunia menurut volume kargo.
Selain itu, infrastruktur pelabuhan yang baik ditambah pekerja berkeahlian,
sebagai hasil dari suksesnya sistem pendidikan negara itu. Pemerintah Singapura
mengkampanyekan penabungan penghasilan dan investasi melalui kebijakan
seperti Central Provident Fund, yang digunakan untuk mendanai kesehatan dan
kebutuhan lanjut usia. Tingkat penduduk yang menabung termasuk yang tertinggi
di dunia sejak 1970-an. (Davies, 1988)

19
20

Pembangunan ekonomi Singapura sejak awal kemerdekaan sampai


baru-baru ini ditandai oleh dominasi perusahaan multinasional (MNC) dan
perusahaan-perusahaan besar yang terkait dengan negara yang dikenal juga
sebagai yang terkait dengan pemerintah perusahaan (GLC), sebagai tanggapan
terhadap kendala pengetahuan, keterampilan, modal dan risiko yang terlibat dalam
menghasilkan pertumbuhan. Pada fase awal, kebijakan pemerintah ditujukan
untuk menarik investasi asing langsung (FDI) melalui MNC ke Singapura sebagai
sarana untuk menyediakan pekerjaan, transfer keterampilan dan industri
pengetahuan untuk ekonomi. Setelah itu, GLC didirikan di sektor-sektor utama
ekonomi untuk memperluas pertumbuhan. GLC ini melakukan proyek besar
termasuk pembangunan infrastruktur, seperti pengembangan yang cepat dan
efisien
jaringan telekomunikasi karena pengeluaran investasi awal yang tinggi dan
kurangnya pengalaman di sektor swasta. Sayangnya, konsekuensi dari strategi
GLC ini adalah bahwa meninggalkan sedikit ruang untuk usaha kecil dan
menengah (UKM) tumbuh dan matang menjadi perusahaan global yang
kompetitif (Yahya dkk, 2016). Semua parameter ekonomi dan sosial
menunjukkan bahwa kemajuan Negara sangat mengesankan, ekonomi mencapai
Skor Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,889 di tahun 2011 dan naik
ke posisi 26 dalam peringkat IPM (Maitra, 2016:2)
Kontributor utama perekonomian Singapura adalah pariwisata. Singapura
juga dikenal sebagai pusat transit untuk perjalanan antara Asia Timur, Oseania,
Eropa, Afrika, serta Timur Tengah. Lebih dari 10 juta wisatawan datang ke
Singapura setiap tahunnya, di samping jauh lebih banyak yang menggunakan
Singapura sebagai tempat transit.

4. BUDAYA KEWARGANEGARAAN
Kewarganegaraan adalah kategori identitas yang dikembangkan oleh negara-
bangsa, keduanya ditentukan hak dan kewajiban anggota mereka, dan untuk
mendorong kekompakan sosial dan kesetiaan. Namun, di bawah dampak
globalisasi yang tiada henti, konvensional nilai-nilai kewarganegaraan sedang
ditafsirkan ulang. Tulisan ini mencoba untuk mendefinisikan kembali

20
21

kewarganegaraan dalam konteks sosial dan ekonomi yang berubah. Dengan


mengintensifkan globalisasi dan peningkatan mobilitas warganya yang sering
bepergian ke luar negeri perbatasan negara bagian, negara kota Singapura
memberikan kesempatan untuk memeriksa kompleksitas yang dihadapi, karena
berusaha untuk mengkonsolidasikan dan mengglobal ekonomi operasi. Warga
menemukan kehidupan mereka semakin dipengaruhi oleh faktor-faktor asing ke
negara mereka. 'Krisis kewarganegaraan' yang dihasilkan kemudian diangkat dan
dievaluasi.
Pendidikan kewarganegaraan telah mengambil berbagai bentuk di Singapura
sejak kemerdekaannya, dimulai dengan Etika (kemudian berganti nama menjadi
PKn), diikuti oleh Pendidikan untuk Hidup, dan Menjadi Warga Baik, dan
berakhir dengan Pendidikan Kewarganegaraan dan Moral, yang masih digunakan
hingga sekarang (Wang, dkk 2006). Di Singapura, mata pelajaran PKn dan
Pendidikan Moral, Sejarah, Ilmu Sosial (yang menggabungkan sejarah dan
geografi), dan bahasa lidah asli secara tradisional telah digunakan untuk
mempromosikan nilai-nilai 'Asia' dan demokrasi; dalam beberapa tahun terakhir,
Pendidikan Nasional juga telah ditambahkan ke kurikulum (Goh & Gopinathan,
2005), Ada juga upaya untuk mengajarkan pengetahuan agama sebagai bagian
dari upaya pendidikan moral dan kewarganegaraan, tetapi ini ditinggalkan setelah
terbukti memecah belah secara sosial (Tan & Jason, 1997).
Dewan warisan Nasional Singapura (2008:5) menyebutkan Kemerdekaan
Singapura pada tahun 1965 menandai awal dari sebuah Nasionalisme Singapura
dan evolusi orang Singapura yang memiliki identitas unik didasarkan pada
multikulturalisme dan negara yang berdaulat. Di awal tahun setelah kemerdekaan,
menekan menuntut sumber daya nasional untuk mengembangkan ekonomi
Singapura diutamakan dari warisan dan budaya pengembangan. Dorongan awal
warisan dan kegiatan budaya memfasilitasi lintas budaya pemahaman di antara
multirasial dan populasi lokal multi-budaya untuk membangun masyarakat yang
harmonis secara rasial di waktu itu. Pada tahun 1969, museum pertama di
Singapura, Museum Raffles dan Perpustakaan diganti namanya menjadi Nasional
Museum. Itu diposisikan kembali sebagai museum sejarah sosial dengan kuat

21
22

penekanan etnografi untuk mencerminkan peran baru museum dalam


pembangunan bangsa.
Baru-baru ini telah ada upaya untuk mendeskripsikan dan menganalisis
kewarganegaraan dalam pendidikan nasional, pada waktu yang bersamaan konsep
kewarganegaraan telah di analisis dari akhir 1980-1990. Dalam kurun waktu lima
tahun menuju millennium, di singapura telah menjadi dua perubahan besar yang
memiliki implikasi untuk konsepsi kewarganegaraan dan pendidikan
kewarganegaraan di Singapura. Yang pertama adalah dengan pengenalan National
Pendidikan; yang kedua dengan gagasan aktif kewarganegaraan. Menjelaskan
perubahan ini. Beberapa perubahan paling luas untuk kewarganegaraan dan nilai
pendidikan di Singapura dalam beberapa tahun terakhir telah terkait dengan
Pendidikan Nasional. Dan mengungkap implikasi mereka untuk konsepsi
kewarganegaraan dan kewarganegaraan pendidikan di Singapura. (Han, 2000)
Meskipun dalam sejarah kolonialnya dikaitkan dengan semenanjung Malaya,
sekarang situasi kultural dan politik singapura berbeda jauh dari tetangganya
Malaysia apalagi Indonesia (Hefner, 2007). Mengapa bisa dikatakan seperti itu?
Karena jika Malaysia dan Indonesia di dominasi “pribumi” dan Muslim,
singapura adalah masyarakat yang di dominasi oleh orang-orang keturunan
Tiongkok (Cina) sebanyak 77% yang mana tak ada satu pun agama yang
menikmati posisi hegemonis. Singapura merupakan Negara yang beragam agama,
sensus nasional 2007 melaporkan bahwa 85% penduduk di singapura mengaku
memiliki agama, dan survey terbaru menunjukkan bahwa 42% adalah penganut
Buddha, 14,9% penganut islam, 14.6% penganut Kristen, 8,5% penganut agama
Tao, Hindu 4.0% dan yang tidak beragama 14,8% (Tan C. , 2007).
Di Singapura, mayoritas warga negara selama tahun awal kemerdekaan
bersedia mengorbankan kebebasan personal demi pertumbuhan ekonomi dan
keamanan bagi negara lemah. Setelah orang Singapura menjadi lebih kaya dan
berpendidikan, hanya sedikit yang ingin melepas dan menukarnya dengan
perubahan politik yang radikal. Sebagian besar berbagi kepentingan dengan
pemeritah dalam memberi negara kecil mereka, kekuatan cultural yang ia
butuhkan agar bisa tetap kompetitif secara ekonomi di era globalisasi. Begitu pula,
diantara banyak warga negara yang menganggap kesabaran dan sikap moderat

22
23

mereka telah diabaiakan oleh pemerintah yang terlalu yakin pada dirinya sendiri
dan tidak bersedia mempercayai rakyatnya. Mekipun begitu, Singapura
menawarkan dasar-dasar bagi optimisme yang diwarnai dengan sikap hati-hati.
Minoritas muslim berbeda dengan penduduk lain di negara itu, mereka terbentuk
dari politik dan pendidikan utama, orang-orang muslim menunjukkan sikap
moderat dan kesabaran yang sama dengan komunitas etnis Singapura yang lain.
Contoh ini menunjukkan hal yang memberi kepercayaan paling besar untuk masa
depan Singapura. Bangsa di Singapura tidak seperti di negara tetangga Malaysia,
dan di Indonesia pada khususnya yang mempertanyakan seluruh kerangka kerja
partisipasi public dan tata pemerintahannya. Fondasi yang mantap bagi bangsa
dan partisipasi telah diletakkan, bahkan beberapa orang dalam pemerintahan tetap
bertindak seakan-akan hal itu tidak pernah terjadi. Sebagian besar yang
dipromosikan oleh Singapura sebagai nilai-nilai Asia tidaklah betul-betul ‘Asia’;
nilai-nilai itu adalah variasi dari tema-tema pro-pasar dan stabilitas yang
ditekankan oleh pemerintah konservatif di Barat. Warga negara Singapura telah
menunjukkan sikap skeptic terhadap kampanye nilai-nilai pemerintah. Bangga
pada warisan multicultural dan kesuksesan ekonomi, kebanyakan orang Singapura
merasa nilai-nilai yang di klaim oleh pemerintah sebagai nilai yang diperlukan
untuk masa depan Singapura dan yang tidak bersikap adil pada kompleksitas
masyarakat atau sofistikasi warga Negara (Hefner, 2007).
Menurut Pemerintah Singapura, di bawah latar belakang sejarah seperti itu
dengan diversifikasi kelompok etnis, agama dan konsep nilai, hal pertama yang
harus dilakukan adalah menumbuhkan rasa memiliki dan rasa identitas di antara
warganya, memungkinkan mereka untuk mentransfer dari pengertian bahwa
“Saya adalah orang Cina (atau Melayu atau India) di dalam istilah bentuk dan
psikologi mengartikan bahwa "Saya orang Singapura", dan untuk mengenali
negara yang baru lahir. Dengan demikian setelah berdirinya negara, pemerintah
telah menanamkan kesadaran bahwa “Saya adalah seorang warganegara
Singapura "dengan cara yang dapat diterima oleh semua negara. Apa itu
"Singapura"? Menurut Lee Kuan Yew dalam wanmin dan Yongli (2010)
menyebutkan bahwa “Singapura adalah orang yang lahir, tumbuh, atau tinggal di
Singapura dan yang bersedia mempertahankan multi-rasial, murah hati,

23
24

akomodatif dan memandang ke depan, siap setiap waktu untuk mendedikasikan


diri untuk itu ”. Secara khusus berbicara, "seorang Singapura" seharusnya
memiliki kualitas berikut: kesadaran bangsa, nilai-nilai yang benar, integritas
moral yang ideal, kemampuan untuk membedakan benar dari salah dan untuk
melawan tren ideologi dekaden Barat dan kehidupan spiritual yang busuk. Untuk
menanamkan kesadaran bahwa "Saya orang Singapura" adalah pada akhirnya
memungkinkan orang untuk mengenali dalam pikiran mereka bahwa Singapura
adalah bangsa yang mereka andalkan sendiri.

Mitos-mitos tentang meritokrasi dan multirasialisme simbiotik yang benar-


benar berhubungan dalam proyek pembangunan negara Singapura, di antaranya
adalah mereka menekankan 'keadilan' sistem Singapura dan mengakuinya untuk
menjamin minoritas bahwa mereka memiliki status penuh sebagai anggota
bangsa. Seperti yang dikatakan Perdana Menteri Lee Hsien Loong pada bulan Mei
2005, "Kami adalah masyarakat multiras, Kita harus memiliki toleransi, harmoni,
Dan kita harus memiliki meritokras, jadi semua orang merasa itu adil. (Barr &
Skrbis, 2008:87). Hal Ini menjelaskan argumen bahwa sistem multiracialisme
Singapura juga benar-benar cacat: bahwa ia tidak lagi memusatkan perhatian pada
interkomunikasi toleransi, seperti itu sampai akhir tahun 1970-an, tetapi telah
menjadi program agresif asimilasi kelompok minoritas rasial menjadi keturunan
Cina masyarakat.

Di Singapura telah terjadi dua perubahan besar yang memiliki implikasi


dalam konsepsi kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan di Singapura.
Yang pertama adalah dengan pengenalan Pendidikan Nasional, yang kedua
dengan gagasan aktif kewarganegaraan. Artikel ini menjelaskan perubahan ini dan
mengungkap implikasi mereka untuk konsepsi kewarganegaraan dan
kewarganegaraan pendidikan di Singapura (Han, 2000:63). Beberapa perubahan
paling luas untuk kewarganegaraan dan nilai pendidikan di Singapura dalam
beberapa tahun terakhir telah terkait dengan Pendidikan Nasional. Diperkenalkan
pada tahun 1997 oleh Departemen Pendidikan, tujuan Pendidikan Nasional adalah
untuk mengembangkan kohesi nasional, naluri untuk bertahan hidup dan percaya
diri di masa depan, dengan melakukan hal berikut:

24
25

 Menumbuhkan rasa identifikasi, kebanggaan dan penghargaan diri untuk


menjadi orang Singapura;
 Berkaitan dengan kisah Singapura: bagaimana Singapura
berhasil melawan peluang untuk menjadi bangsa;
 Memahami tantangan unik Singapura, kendala dan kerentanan, yang
membuat kita berbeda dari negara lain;
Kementerian Pendidikan juga menyarankan enam pesan yang ingin
disampaikan oleh Pendidikan Nasional di antaranya adalah:

 Singapura adalah tanah air kami, ini tempat kami. Warisan dan cara hidup
Singapura harus dilestarikan.
 Keharmonisan rasial dan agama harus diawetkan. Meskipun banyak ras,
agama, bahasa dan budaya, orang Singapura harus mengejar satu takdir.
 Meritokrasi dan tidak korup harus ditegakkan. Ini berarti kesempatan yang
sama bagi semua, sesuai kemampuan dan usaha.
 Tidak ada yang berhutang pada Singapura. Dia harus menemukan caranya
sendiri untuk bertahan hidup dan sejahtera.
 Warga Singapura sendiri harus mempertahankan Singapura. Tidak ada
orang lain yang bertanggung jawab atas keamanan dan kesejahteraan
negara.
 Warga Singapura harus percaya pada kami masa depan. Bersatu, ditentukan
dan dipersiapkan dengan baik, Warga Singapura akan membangun masa
depan yang cerah bagi diri.
 Menanamkan nilai inti dari cara hidup kita dan kemauan untuk menang,
yang semuanya memastikan kami kesuksesan dan kesejahteraan
berkelanjutan.
(Sumber: Ministry of Education, 1999a)
Inilah yang menjadikan warga Negara singapura saling menghargai satu sama
lain. Pesan moral yang di sampaikan oleh menteri pendidikan Singapura
mengharuskan anak didik mereka untuk di ajarkan moral untuk saling
menghargai. Walau berbeda ras dan agama, namun singapura menjadi sebuah

25
26

Negara yang berkembang sangat pesat dan menjadikan kerukunan antar ras dan
agama menjadi poin terpenting.

Pendidikan di Singapura dibagi menjadi pendidikan dasar, menengah dan pasca


sekolah menengah. Kategori yang terakhir termasuk pendidikan umum menengah
atas dan pendidikan tinggi. Pendidikan reguler dijalankan oleh negara di semua
tingkatan, dan berada pada tanggung jawab Kementerian Pendidikan.
Kementerian juga mengatur Institut Pendidikan Teknik, lembaga yang
bertanggung jawab untuk pendidikan kejuruan menengah di Indonesia Singapura.
Pendidikan swasta juga tersedia di semua tingkatan. Tahun sekolah Singapura
berlangsung dari Januari hingga Desember. Di Polytechnics, tahun berjalan dari
April hingga Maret. Di universitas negeri, tahun akademik berlangsung dari
Agustus hingga Maret, dengan semester musim panas opsional. Pendidikan
disediakan dalam bahasa Inggris.

1. Pendidikan dasar dan Pendidikan Menengah


Singapura menawarkan 2 tahun pra-sekolah untuk anak-anak berusia 4-6
tahun. Meskipun pra-sekolah tidak wajib, ada kurikulum nasional yang tersedia
disebut Pemeliharaan Pembelajar Awal Kurikulum, yang diterapkan di TK umum.
Pendidikan dasar berlangsung selama 6 tahun, ditujukan untuk anak-anak berusia
6-12 tahun, wajib dan gratis. Penekanan kurikulum terletak pada bahasa Inggris,
bahasa ibu (atau MTL: Cina, Malaysia atau Tamil) dan aritmatika. Ada final
nasional ujian: Ujian Sekolah Dasar Meninggalkan (PSLE). Hasil dari ujian ini
adalah digunakan untuk masuk ke sekolah menengah.

2. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah berlangsung 4 atau 5 tahun, tergantung pada jalur yang
dipilih. Jalur tercepat membutuhkan waktu 4 tahun, dan diakhiri dengan ujian
akhir nasional. Rata-rata, siswa mengikuti ujian di 7-8 mata pelajaran dan
menerima Sertifikat Umum Singapura-Cambridge Tingkat Pendidikan Biasa
(Singapore-Cambridge GCE 'O' Level). Hasil ujian adalah diumumkan pada
pertengahan Januari. Selain jalur Ekspres, siswa juga dapat memilih jalur Normal
yang mana menawarkan opsi Normal (Akademik) dan Normal (Teknis). Kedua

26
27

jalur mengambil 5 tahun. Tahun keempat diakhiri dengan ujian GCE 'N' Level
(Tingkat Normal). Siswa yang mengambil kurikulum umum (Akademik) umum
mengambil ujian di 5-8 mata pelajaran. Dalam SMK Normal (Teknis) kurikulum,
siswa memilih 5-7 mata pelajaran. Tidak sampai akhir tahun kelima dimana siswa
mengikuti ujian Level GCE 'O' Singapura-Cambridge.

3. Pendidikan pasca sekolah menengah


Pendidikan pasca sekolah menengah selesai setelah Singapore-Cambridge
GCE 'O' Level jatuh di bawah post-secondary pendidikan. Ini termasuk
pendidikan pada berbagai tingkatan, seperti pra-universitas, politeknik,
pendidikan kejuruan menengah atas dan bahkan pendidikan tinggi (lebih tinggi).

27
28

BAB III

ANALISIS KOMPARATIF

1. Singapura
Kajian lahirnya civic education di berbagai negara memiliki tujuan mencari,
mengorganisasikan, mempelajari, menyajikan, dan mengevaluasi (SOLPE)
perkembangan civic education, sehingga pada jayanya nanti dapat dijadikan
kajian untuk paradigma civic education di Indonesia. Untuk memulai kajian ini,
tentunya kita harus mengetahui latar belakang perlunya mengkaji yaitu seperti
yang dikemukakan oleh Cogan (1998:11) yang dikutip oleh Winataputra dan
Budimansyah (2007), rekomendasi studi civic education dinyatakan bahwa :
”...future educational policy must be based upon a conception of what we
describe as multidimentional citizenship”, dengan segala implikasinya terhadap
semua aspek pendidikan.
Dari visi ”Asian Educator Leader” (Lee;1999) dikutip dari Civic Education
(Winataputra dan Budimansyah, 2007:3) pendidikan kewarganegaraan dalam era
globalisasi perlu diarahkan pada pengembangan kualitas warga Negara yang
mencakup “spiritual development, sense of individual responsibility, and
reflective and autonomous personality”, yang seyogyanya mengembangkan visi
“globalization, localization, and individualization for multiple intelligence”. Visi
tersebut pada dasarnya terpusat pada pengembangan “learning intelligence”
dalam dimensi-dimensi “social, cultural, political, economic, and technological
intellegences”, sebagaimana dikenal secara utuh dalam “Pentagon theory of
contextualized Multiple Intellegence” (Cheng, 1999:7).Kajian civic education di
berbagai Negara menunjukkan pada visi yang hampir sama, namun kita perlu
melihat latar belakang dan cara pencapaian tujuan tersebut dengan kontekstual
Negara mereka.
Didalam bab ini, adalah analisis perbandingan Pendidikan Kewarganegaraan
atau Civic Education (dengan beberapa nomenklatur yang berbeda di setiap
negaranya). Namun penulis disini akan mencoba untuk mengkomparatifkan civic
education di beberapa Negara maju, Negara berkembang, dan Negara yang
sedang berkembang. Negara yang penulis perkenalkan adalah Negara singapura

28
29

yang Penduduknya memiliki keragaman etnis, dengan etnis utama adalah China,
Melayu dan India. Bahasa sehari-hari adalah Malay, China, Tamil dan Inggris.
Malay dijadikan bahasa Negara dan bahasa Inggris adalah bahasa adminitrasi.
Bahasa Inggris juga dijadikan bahasa pengantar di persekolahan.  Agama terbesar
di Singapura adalah Budha, Tao, Islam, Kristen dan Hindu. Konstitusi menjamin
kebebasan beragama untuk seluruh warga Negara Singapura.
Keragaman etnik, bahasa, agama dan latar belakang sejarah memerlukan
sebuah penyikapan dari Negara dalam berbagai bentuknya. Hoy-Pick Lim
(1989:4), menyatakan : “Adult education for community development consist of
three main components, citizenship education, sosial and cultural education, and
health and environment education. It is through adult education that the
government attempts to promote a common national identity for all races, but at
the same time maintaining diversity in cultural matter. The current national
slogan is “one people, one nation, one Singapore”. Pembentukan identitas
negara Singapura ini, disikapi oleh pemerintah Singapura sama seperti Negara
lainnya di dunia yaitu dengan membentuk pendidikan kewarganegaraan. Baik
ditingkat persekolahan maupun pendidikan kewraganegaraan bagi masyarakat
umum.
Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran wajib dan diujikan disekolah kedua di
Singapura pada tahun 2001 merefleksikan kelanjutan tujuan dari pendidikan
kewarganegaraan yang dihubungkan dengan kebutuhan nasional. Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial telah dijadikan subyek utama dari dari Negara bagi
Pendidikan Kewarganegaraan dalam konteks Pendidikan Nasional.
Sejak kemerdekaan, kebijakan pembangunan Singapura memilih focus dalam
dua aspek, pertama membentuk konsensus antara  etnik yang berbeda dan
memperkuat pembangunan ekonomi yang didorong modernisasi. Prioritas
pertumbuhan ekonomi di persepsikan menjadi harus didasarkan untuk
kelangsungan hidup bernegara. Intervensi Negara tidak hanya dalam mendorong
pembangunan ekonomi melainkan juga guna membentuk kondisis soaial dan
dalam membangun indentitas nasional. Sejak tingginya centralisasi, dengan
ketatnya kontrol Negara terhadap system pendidikan guna membentuk persepi dan
keikutsertaan dalam masyarakat dan Negara.

29
30

Untuk mengetahui bagaimana perbandingan Civic Education atau Citizenship


Education negara singapura dengan negara lain, maka berikut akan di jelaskan
Civic Education atau Citizenship Education di negara-negara lain di dunia:

2. Amerika Serikat
Amerika Serikat memiliki paradigma civic education dan citizenship
education, dimana dalam kenyataannya memang tidak bisa dipisahkan dari
perkembangan pemikiran tentang “social studies/social studies education”.USA
menempatkan Citizenship Education sebagai esensi “social studies” seperti
tampak dalam rumusan misinya, yakni “to promote civic competence”, dan tujuan
“to help yaoung people develop the ability to make informed and reasoned
decisions for the publicgood as citizens of a culturally diverse, democratic
society, in an interdependent world”. Upaya membangun kompetensi warga
Negara (civic competence), dan membantu para siswa/pemuda mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang jernih dan bernalar untuk kepentingan
umum sebagai warga negara dalam masyarakat yang berbhineka dan mendunia.
Program pendidikan tersebut memiliki saling keterkaitan konseptual. Citizenship
education atau education for citizenship merupakan istilah generic yang
mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi
di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi
kemasyarakatan, dan dalam media.
Untuk pendidikan anak usia sekolah ditegaskan oleh Butts (1988) jika para
siswa diharapkan untuk memenuhi kewajiban dan haknya sebagai warga Negara,
“…they must develop the ability to make careful judgements based on historical
perspectives; a meaningful perspectives, and a meaningful conception on the
basic democratic values underlying citizenship in or constitutional order”.
Di USA sejak abad ke-18 menjadikan ”civic education” sebagai wahana
proses Amerikanisasi dan pendidikan demokrasi melalui ”social studies” yang
memiliki perkembangan historis-pedagogis dan historis epistemologis dengan tiga
tradisi pedagogis yakni ”citizenship transmission” sebagai social science
maksudnya para siswa perlu mendapatkan pengetahuan sebagai ”self-evident
truth” atau kebenaran yang diyakini sendiri. Karena itu tugas guru menurut tradisi

30
31

ini adalah menyampaikan pengetahuan yang telah diyakini kebenarannya itu.


Dengan cara ini kelangsungan hidup masyarakat diyakini dapat dipertahankan.
Dan reflective inquiry yang pada dasarnya menekankan pada upaya melatih siswa
agar dapat mengambil keputusan dalam konteks sosial politik atas asumsi bahwa
demokrasi selalu menuntut warga negara untuk turut serta secara aktif dalam
proses pengambilan keputusan.
Mengingat pentingnya dalam pengembangan warganegara, diyakini perlunya
“civic education”diajarkan di sekolah dengan alasan bahwa :”…the citizens need
a deeper understanding of the American political system than is currently
commonplace, both as a framework for judgment  and as a common ground for
public discussion”(Quigley,dkk,1991:4)- warganegara memerlukan pengertian
yang lebih mendalam daripada kenyataan yang ada mengenai sistem politik
Amerika baik sebagai kerangka berpikir dalam mengambil keputusan maupun
sebagai landasan dalam diskusi umum.  Dalam konteks ini peranan dan
tanggungjawab sekolah  adalah dalam “…fostering civic virtue and a sense of
citizenship” dan membantu para siswa “… to see the relevance of a civic
dimension for their lives”(Quigley,dkk,1991:5) memperkuat kebajikan
warganegara dan kesadaran sebagai warganegara dan membantu siswa untuk
melihat kesesuaiannya dari aspek kewarganegaraan dalam kehidupannya.         
 
3. United Kingdom (UK)
UK, baru benar-benar memikirkan pentingnya pendidikan demokrasi secara
sistemik pada tahun 1996 untuk warganegaranya, dan menjadi negara pertama
asal imigran yang membangun Amerika Serikat dan mengembangkan pemikiran
”civic Education” disana. Di UK ”citizenship education” mendapat perhatian
sebagai pendidikan demokrasi pada 19 November 1997 (QCA, 1998:4) dengan
menghasilkan sebuah dokumen yang dijadikan master ideas dan basic paradigm
yaitu ”educational for citizenship and the teaching of Democracy in schools”
berfungsi sebagai rujukan dan rambu-rambu pengembangan dan pelaksanaan
“citizenship education”.
Dalam dokumen tersebut citizenship diartikan sebagai keterlibatan dalam
kegiatan public oleh warga negara yang memiliki hak untuk itu, termasuk debat

31
32

publik dan secara langsung atau tidak langsung, dalam pembuatan hukum dan
keputusan negara. Maka yang dimaksud dengan warga Negara adalah “a highly
educated citizen democracy” atau warga Negara  demokratis yang terdidik, seperti
yang ditegaskan oleh   the Lord Chancellor bahwa “we should not, must not, dare
not, be complacent about the health of and the future of British democracy.
Unless we become a nation of engaged citizens, our democracy is not secure”
(QCA, 1998:8). Tidaklah mungkin dicapai suatu demokrasi Inggris yang sehat
dan prospektif, kecuali  dikembangkannya Inggris sebagai bangsa yang memiliki
keterlibatan warganegara yang penuh. Oleh karena itu ditegaskan bahwa
“Citizenship education must be education for citizenship”- pendidikan
kewarganegaraan haruslah menjadi pendidikan untuk membangun jati diri
kewarganegaraan; dengan pusat perhatian pada tiga “strands” atau garapan, yakni
“social and moral responsibility, community involvement and political literacy”-
atau pengembangan tanggung jawab sosial dan moral, perlibatan kemasyarakatan,
dan kemelekpolitikan.
Bagi para siswa diyakini akan dapat memberdayakan mereka untuk
berpartisipsi secara efektif dalam masyarakat sebagai “...active, informed, critical
and responsible citizens.” Di lain pihak bagi guru akan dapat memfasilitasi
mereka untuk menjadikan “citizenship education” yang benar-benar “coherent” 
secara intelektual maupun secara kurikuler dalam konteks “citizenship
education” di sekolah. Sementara itu, bagi sekolah diyakini akan menjadi dasar
yang kuat untuk mengkoordinasikan proses pembelajaran dalam kaitannya dengan
kegiatan dalam masyarakat lokal  sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
pengembangan “citizenship education” untuk  para siswa di sekolah itu.
Sedangkan untuk masyarakat, diyakini bahwa warganegara yang aktif dan melek
politik akan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap  kegiatan
pemerintahan dan masyarakat dalam berbagai tingkatan. Pada akhirnya juga
diyakini bahwa “...a citizenship education  which encouraged a more interactive
role between schools, local communities, and youth organisations could help to
make local government more democratic, open and responsive.”
Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan untuk  kewarganegaraan,
karena itu bukanlah hanya menekankan pada pengetahuan kewarganegaraan dan

32
33

masyarakat kewargaan, tetapi juga pada pengembangan nilai, keterampilan, dan


pengertian.
Jatidiri “citizenship education” model UK  yang di dalam perspektif
internasional (Kerr:1999) termasuk model “thick citizenship education” yang
memiliki visi maksimum  yakni “education FOR citizenship” dengan modus
“across  curriculum”.

4. Canada
Di Kanada kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Social
studies and also history, law, political sciences, and economics, yang memuat
misi pendidikan kewarganegaraan yang demokratis  pada pendidikan dasar dan
menengah dilandasi dengan prinsip atau non-statutory atau tidak digariskan secara
formal, yang diorganisasikan secara terpadu atau Integrated dalam mata pelajaran
lain yang relevan.
Bahan kajian pendidikan kewarganegaraan tercakup dalam mata pelajaran
Social Studies. Kedudukan dalam program pendidikan tidak wajib yang dikemas
dalam bentuk program terintegtrasi. Beban belajar per minggu tidak diatur, artinya
diserahkan kepada masing-masing sekolah.

5. France
Di Perancis kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran atau
materi Civics yang dikaitkan dengan history and geography untuk pendidikan
dasar dan menengah dilandasi dengan prinsip statutory core atau digariskan
secara formal, yang diorganisasikan secara terpisah atau Separate dan terpadu
atau Integrated dengan beban belajar 3 sampai 4 jam pelajaran, diluar 26 jam
pelajaran wajib.
Materi kewarganegaraan disebut Civics yang merupakan bagian dari mata
pelajaran Discovering the World (Menyingkap Dunia). Kedudukan dalam
program pendidikan bersifat wajib yang dikemas sebagai inti atau terintegrasi.
6. German
Di Jerman kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Social
studies, dengan inti pengembangan kewarganegaraan yang demokratis yang

33
34

dikaitkan dengan history, geography and economics, untuk pendidikan dasar dan
menengah ditandai dengan prinsip Non-statutory atau tidak digariskan secara
formal, yang diorganisasikan secara integrated atau terpadu.
Untuk bahan kajian atau mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
digunakan istilah Sachunterricht. Kedudukan dalam program pendidikan tidak
wajib yang dikemas secara terintegrasi dalam mata pelajaran lain, atau bersifat
lintas kurikulum. Beban belajar per minggi tidak diatur, atau diserahkan kepada
masing-masing sekolah.

7. Hongaria
Di Hongaria kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran
People and society with specific social studies, civics and economic courses, yang
semuanya bermuatan pendidikan kewarganegaraan, untuk pendidikan dasar dan
menengah, dilandasi dengan prinsip Statutor atau digariskan secara formal, yang
pembelajarannya diorganisasikan sebagai core integrated and specific  atau
khusus terintegrasi sebagai materi inti atau dengan beban belajar 10 sampai 14 %
dari total waktu pembelajaran wajib.
Untuk bahan kajian pendidikan kewarganegaraan digunakan istilah People
and Society. Kedudukan dalam program pendidikan bersifat wajib yang dikemas 
sebagai materi inti yang terintegrasi dalam mata pelajaran lain , artinya bersifat
lintas kurikulum. Beban belajar per minggu sekitar 4-7% dari waktu yang
tersedia.

8. Belanda (Netherland)
Di Negeri Belanda kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata
pelajaran Civics and Citizenship and social studies dilandasi dengan prinsip
statutory core atau materi inti yang digariskan secara formal, jadi bersifat wajib,
yang diorganisasikan secara Integrated atau terpadu dengan beban belajar 180 jam
pelajaran, selama 3 tahun untuk sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama( usia 12-15); dan untuk sekolah menengajh (usia 16-18).
Bahan kajian pendidikan kewarganegaraan digunakan tercakup dalam  mata
pelajaran Social Structure and Life Skills (Struktur Sosial dan Kecakapan Hidup).

34
35

Kedudukan dalam program pendidikan bersifat wajib yang dikemas sebagai


materi inti yang terintegrasi. Beban belajar sebesar 80-100 jam per tahun.

9. Spanyol
Di Spanyol kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Civics
yang dikaitkan dengan history, geography and social sciences dilandasi dengan
prinsip Non-statutory tidak digariskan secara resmi, yang diorganisasikan secara
Separate atau terpisah atau atau terpadu atau, dengan beban belajar 3 jam
pelajaran per  minggu.
Materi pendidikan kewarganegaraan tercakup dalam Knowledge of Natural,
Social, and Cultural Environment (Pengetahuan tentang Lingkungan Alam,
Sosial, dan Budaya). Kedudukan dalam program pendidikan bersifat tidak wajib
yang dikemas secara terintegrasi. Beban belajar sebesar 170 jam per tahun yang
pengaturannya diserahkan kepada masing-masing sekolah.

10. Swedia
Di Swedia kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Social
sciences yang mencakup mata pelajaran history, geography, and social studies,
dilandasi dengan prinsip Non-core atau bukan sebagai materi kurikulum inti, yang
diorganisasikan secara Integrated atau terpadu, dengan beban belajar 885 jam
pelajaran selama 9 tahun wajib belajar di Swedia.
Untuk bahan kajian pendidikan kewarganegaraan tercakup dalam mata
pelajaran Social Sciences (Ilmu-Ilmu Sosial).Kedudukan dalam program
pendidikan tidak wajib yang dikemas secara terintegrasi walaupun tidak sebagai
materi inti. Beban belajar secara keseluruhan sekirat 885 jam selama wajib belajar
9 tahun yang pengaturannya diserahkan kepada masing-masing sekolah.
11. Italy
Di Italia kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Civics
yang dikaitkan dengan history and geography untuk pendidikan dasar dan
menengah, dilandasi dengan prinsip statutory core atau diwajibkan sebagai materi
inti, yang diorganisasikan secara Separate atau terpisah dan integrated atau
terpadu, dengan beban bealajar 4 jam per minggu.

35
36

Bahan kajian pendidikan kewarganegaraan tercakup dalam mata pelajaran


Social Sciences (Ilmu-ilmu Sosial). Kedudukan dalam program pendidikan
bersifat wajib yang dikemas sebagai inti yang terintegrasi. Beban belajar per
minggi diserahkan kepada masing-masing sekolah.

12. Belgia
Di Belgia (EDC,2000:6-7) situs kewarganegaraan dikembangkan dalam
bentuk suatu program  “One-day Parliament” yang dirancang untuk melibatkan
para pemuda  dalam proses pengambilan keputusan yang dapat disumbangkan ke
dalam proses politik  dan kelembagaan politik. Parlemen tersebut terdiri atas 88
orang  dengan usia antara 17-23 tahun, berasal dari berbagai latar belakang sosial.
Program tersebut dibiayai oleh P&V Insurance. Tugas dari “One-day
Parliament” tersebut adalah menyeleksi 11 proyek yang tersebar di seluruh
Belgia  yang mendapat dana hibah, dan sekaligus memonitor pelaksanaannya.
Tujuan dari proyek ini adalah “…to encourage people to do something about the
problems of social exclusion”.
Hasilnya dilaporkan bahwa “…a prolonged immersion in an environment of
self-management and self-education influenced the young people’s attitudes and
behaviour”, yakni keterlibatan bersama dalam suatu lingkungan yang dikelola
secara mandiri dan dengan iklim pendidikan mandiri memberikan pengaruh yang
besar terhadap perubahan sikap dan prilaku para pemuda.

13. Swiss
Di Swiss kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Social
studies bersifat tidak tigariskan secara formal atau  Non-statutory, yang
dorganisasikan secara terpadu atau Integrated.
Bahan kajian pendidikan kewarganegaraan tercakup dalam mata pelajaran
Social Studies (Ilmu Pengetahuan Sosial). Kedudukan dalam program pendidikan
tidak wajib yang dikemas secara terintegrasi walaupun tidak sebagai materi inti.
Beban belajar pengaturannya diserahkan kepada masing-masing sekolah.

36
37

14. Bulgaria
Di Bulgaria (EDC,2000:8-9) situs kewarganegaraan dikembangkan  dalam
empat kegiatan, masing-masing di Sarnista, Rakitovo, Velingrad, dan Pazardijk,
yang melibatkan pemuda berusia 15-21 yang berasal dari komunitas-komunitas 
Romani Bulgarian, Muslim Bulgarian, dan Orthodox Bulgarian.
Tujuan dari program itu adalah “…to develop civic and leadership skills and
understanding among culturally diverse groups of young people and adults,
through workshops and seminars”.
15. Kroasia             
Di Kroasia (EDC,2000:14-17) situs kewarganegaraa dibangun berupa jaringan
dari lima sekolah menengah di Labin, Nasice, Varazdin, Vukovar, dan Zagreb
dengan fokus perhatian pada pendidikan kewarganegaraan yang demokratis dan
hak azasi manusia yang dimulai pada tahun 1999. Tujuan dari kelima situs
tersebut adalah:” to foster student and teacher awareness of citizens’ rights and
responsibilities; to promote human rights education; to encourage student
participation in decision making at school and at community level; to develop
active citizenship through community service; to promote intercultural links,
partnerships, and networks; and to introduce new methodologies and information
technologies.”

16. Irlandia
Di Irlandia (EDC,2000:22-25) situs kewarganegaraan dibangun di kota
Tallagaht yang dikenal sebagai kota dengan pertumbuhan penduduk yang cepat
yang tidak diimbangi dengan investasi sosial, ekonomi, lingkungan, dan infra
struktur. Dalam konteks itu maka dibangun program “Tallagaht Partnership”
dengan tujuan utamanya “to get people affected by poverty and social exclusion
involved in bringing about social change”, yang melibatkan organisasi
pemerintah dan swasta, dunia usaha organisasi pemuda, lembaga pendidikan
nonformal, dan masyarakat. Secara spesifik kegiatan tersebut  bertujuan “…
promote understanding and respect for human rights and responsibilities,
equality, empowerment, participation and community capacity building, and to be
at all times inclusive, transparent, and accessable”.

37
38

17. Moldova
Di Moldova (EDC,2000:28-29) situs kewarganegaraan ditempatkan di Ion
Creanga Pedagogical University in Chisinau, dengan mengambil mahasiswa dan
guru muda sebagai pesertanya. Tujuan dari situs ini adalah “…to develop an
understanding of human rights and democratic citizenship education as a
disciplin in universities and as a part of the curriculum in secondary schools”.
Kegiatan di situs ini berusaha untuk mendukung partisipasi mahasiswa dalam “…
teamworking skills, collaborative learning and active participation in their
professional development”.

18. Indonesia
Pendidikan Kewarganegaraan dalam pengertian sebagai citizenship education,
secara substantive dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warga Negara
yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan.
Bila dianalisis dengan cermat, ternyata baik istilah yang dipakai, isi yang
dipilih dan diorganisasikan, dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mata
pelajaran civics atau PKN atau PMP atau PPKn yang berkembang secara
fluktuatif hampir empat dasa warsa (1962-1998) menunjukkan ketidakajegan
dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis
konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.
Ketidakajegan konsep tersebut diantaranya seperti : Civics pada tahun 1962
yang tampil dalam bentuk indoktrinasi politik, civics tahun 1968 sebagai unsure
dari pendidikan kewargaan Negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan
sosial; PKN tahun 1969  yang tampil dalam bentuk  pengajaran konstitusi  dan
ketetapan  MPRS;  PKN tahun 1973 yang diidentikkan  dengan pengajaran IPS;
PMP tahun 1975 dan 1984 yang tampil menggantikan  PKN dengan isi
pembahasan P4; dan PPKn  1994  sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan
Pancasila dan PKN  yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang
disaripatikan  dari Pancasila dan P4. Krisis operasional,  yang  dalam banyak hal
merupakan dampak dari krisis konseptual tercermin dalam  terjadinya perubahan
isi dan format  buku pelajaran, penataran  guru yang tidak artikulatif, dan

38
39

fenomena kelas yang belum  banyak  bergeser dari  penekanan  pada proses
kognitif memorisasi fakta dan konsep.
Tampaknya semua itu terjadi karena memang sekolah masih tetap
diperlakukan sebagai socio cultural institution, dan masih belum efektifnya
pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya suatu
paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai
secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.
Gambaran sederhana Pendidikan Kewarganegaraan sejak tahun 1960 sampai
dengan sekarang adalah :

CIVICS/KEWARGAAN NEGARA SMA/SMP 62, SD 68, SMP 1969,   SMA


1969
PENDIDIKAN KEWARGAAN SD 68, PPSP 73
NEGARA (PKN)
PENDIDIKAN MORAL SD, SMP,SMU 1975, 1984
PANCASILA (PMP)
PENDIDIKAN PANCASILA PT 1970-an - 2000-an
PENDIDIKAN KEWIRAAN    PT 1960-an – 2001
PENDIDIKAN PT 2002 – Sekarang
KEWARGANEGARAAN  
PENDIDIKAN PANCASILA DAN SD, SMP, SMU 1994- 2002
KEWARGANEGARAAN (PPKn)
PENDIDIKAN KEWARGAAN  IAIN/STAN 2002 - sekarang
(rintisan)
PENDIDIKAN SD, SMP, SMU, PT                                                  
KEWARGANEGARAAN (PKn) (UU No.20 Thn 2003 ttg  SISDIKNAS)

19. Jepang
Konteks kelahiran Pendidikan Kewarganegaraan dapat ditelusuri, terutama
setelah Perang Dunia kedua (1945). Pada masa itu, perhatian pemerintah Jepang
terhadap pendidikan mulai menunjukkan peningkatan, sejak periode Meiji (abad
ke-19). Periode setelah kekalahan Jepang ini merupakan titik balik yang sangat

39
40

penting bagi pendidikan di Jepang, dan mengubah orientasinya dari bersifat


militer ke arah pendekatan yang lebih demokratis.
Civic education atau Pendidikan Kewarganegaraan digambarkan dalam tiga
periode : pertama, periode tahun 1947-1955, berorientasi pada pengalaman. PKn
diterapkan secara integratif ke dalam studi sosial yang mengadopsi pemecahan
masalah. Anak-anak hanya memperoleh pengetahuan biasa yang dipelajari tanpa
sengaja, dan mereka menuntut para guru studi sosial untuk mengajar ilmu sosial
secara sistematis.
 Kedua, periode 1955-1985, berorientasi pada pengetahuan, PKn didasarkan
atas prinsip intelektualisme yang berkembang dalam disiplin akademis. Menteri
Pendidikan Jepang memisahkan Pendidikan moral (dotoku) dari studi sosial. PKn
diarahkan agar para siswa memperoleh pengetahuan yang dianggap penting bagi
bangsa Jepang. Sasarannya untuk mengembangkan :
1. pengetahuan dan pemahaman
2. keterampilan berpikir dan ketetapan
3. keterampilan dan kemampuan
4. kemauan, minat, dan sikap warga negara.
 Ketiga, periode tahun 1985-sekarang, berorientasi pada kemampuan.
Pendidikan Jepang ditekankan pada pengembangan prinsip hubungan timbal
balik. Dalam hal ini pendidikan sekolah difokuskan untuk mengembangkan
”kemampuan yang diperlukan dalam kehidupan siswa”, dalam arti siswa mampu
menemukan suatu masalah sendiri, belajar tentang permasalahan itu,
memikirkannya, menilai dengan bebas, menggunakan metode yang tepat,
memecahkan masalah secara tepat, kreatif, dan memperdalam pemahamannya
tentang hidup.

20. Pakistan
Sistem pendidikan nasional di Pakistan tidak dapat dipisahkan dari konflik
antara yang menginginkan Islam sebagai dasar dan tujuan pendidikan nasional,
dan yang menghendaki nilai-nilai sekuler dermokrasi. Dalam konferensi
pendidikan di Pakistan Fazlur Rahman sebagai utusan mentri pendidikan Pakistan,
menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam sebuah masyarakat demokratis harus

40
41

memasukkan elemen-elemen ”vokasional”, ”sosial atau politik”, ”spiritual”, dan


”fisik”. Elemen spiritual merupakan hal tertinggi karena ia membantu ”purge
men’s minds of barbarianism and turn them to humanitarian purposes” (Dean,
2000:86).
Sebagai sebuah Negara pasca colonial, Pakistan mengakui peran penting civic
eduvation dalam pembentukkan warga Negara yang patriotic. Secara paradoksal,
sebagaimana kurikulum civic education disekolah-sekolah pemerintah yang
menekankan pembentukkan sebuah identitas warga Negara muslim, ia juga telah
menghindari transmisi nilai-nilai universal demokrasi seperti kebebasan individu,
kesetaraan jender, pemikiran kritis dan menghormati keragaman agama dan
cultural. Menurut Iftikhar Ahmad (2004:12) ada empat aspek untuk melihat
konteks perkembangan civic education di Pakistan: Negara bangsa yang
militeristik, keadaan darurat perang dingin, ekstrimisme agama dan feodalisme.
Sejarah Pakistan yang dominant silih berganti dari rejim militer atau sipil,
menyebabkan tujuan utama kurikulum civic education disekolah-sekolah menjadi
penyiapan seorang warga negara yang siap perang.
Feodalisme di Pakistan menjadi salah satu factor yang menghalangi transmisi
nilai-nilai demokrasi dalam kurikulum civic education sehingga menjadikannya
tatanan sosial feodal. Ada kompetisi visi dalam kurikulum civic education antara
agama dan Negara. Yakni antara dua visi idiologis (teokratis dan demokratis-
liberal) yang bersaing untuk menghegemoni. Pasca serangan terorisme di Amerika
Serikat pada tanggal 11 September 2001, Jendral Musharraf meluncurkan agenda
reformasi liberal. Fokus utama usulan reformasi ialah pendidikan
kewarganegaraan (Ahmad, 2004:41).

21. Republik Rakyat Cina (Tiongkok)


Di Republik Rakyat Cina (RRC), tidak ada sebutan khusus ”pendidikan
kewarganegaraan”. PKn khas Cina terletak secara melekat (inherent) dalam
bentuk pendidikan moral. Pendidikan moral selalu berkaitan erat dengan politik di
Cina. Pendidikan moral diebut juga pendidikan politik (sixiang jiaoyu) atau
pendidikan idiologi politik. Sehingga kualitas moral bagai dua sisi mata uang
yaitu sama kualitasnya dengan kualitas idiomoral dan atau moral idiopolitik

41
42

(sixiang zhengzhi suzhi). Tiga istilah tersebut digunakan secara bertukaran dalam
literatur pendidikan Cina.
Secara etimologis di Cina pendidikan moral menjadi sesuatu yang essensial
sebagai alat sosialisasi politik, dalam mentransmisikan nilai-nilai idiologi dan
politik, tidak hanya kepada para siswa tetapi juga untuk masyarakat luas.
Pendidikan kewarganegaraan di Cina setara (ekuivalen) dengan pendidikan
idiologis dan politik pada tahun-tahun awal Pemerintahan komunis Cina. Fokus
pendidikan kewarganegaraan meningkat orientasinya kepada kualitas moral
personal pada saat sekarang, meskipun elemen-elemen politik selalu hadir dalam
sejarah PKn di Cina. Dengan demikian hubungan antara PKn dan pendidikan
moral adalah suatu kontinum di Cina, dimana pada periode awal lebih pada PKn
dan tetapi pada saat sekarang lebih kepada pendidikan moral, dan tidak ada batas
waktu antara satu dengan lainnya (Lee, 2006: 5).

22. Hongkong
Pendidikan Kewarganegaraan di Hongkong tidak dapat dilepaskan dari
beberapa hal berikut ini, pertama, sebagai bekas ”negara kota” jajahan Inggris,
Hongkong mengalami satu pergeseran identitas politik dari wilayah koloni
menjadi kesatuan wilayah berdaulat dibawah pemerintahan Cina daratan. Kedua,
perubahan identitas politik mempengaruhi sistem politik yang pada masa kolonial
Inggris, Hongkong begitu kuat ditanamkan arti penting prinsip-prinsip
pemerintahan demokrasi liberal model Inggris. Namun setelah penyerahan
kedaulatan Hongkong kepada Cina, maka berdampak pada proses politik yang
mengikuti budaya politik Cina yang dominan dipengaruhi Konfusianisme.
Civics Education yang diajarkan disekolah pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1950. Pada tahun 1952, kajian civics bersama geografi dan sejarah
membentuk mata pelajaran baru yang disebut social studies di dalam kurikulum
sekolah dasar. Di SMP civics diajarkan secara terpisah sehingga diganti oleh
pelajaran economic and publics affairs pada tahun 1965. Pada tahun 1980an
silabus EPA direvisi dengan tekanan pada “individual and society” dan
“enhancement of political awareness”. Pada 1993, badan sekretariat kependidikan
Hongkong menyatakan bahwa civics education di Hongkong adalah “school shoul

42
43

help students to become aware of Hongkong as a society; to develop a sense of


civic duty, responsibility to the family and service to the community; and to
exercise tolerance in interacting with others”.

23. Dunia Muslim (Iran, Sudan, Pakistan, Malaysia, Aljazair, dan Mesir)
Disejumlah negara Islam, yakni Sudan, Pakistan, Malaysia, Aljajair dan
Mesir, John L. Esposito dan Johns O. Voll, mengadakan studi komparatif
demokrasi. Menurut temuannya (1996:11) ”Kebangkitan Islam dan demokratisasi
di dunia muslim berlangsung dalam konteks global yang dinamis”. Dimana terjadi
proses ”menguatnya identitas komunal dan tuntutan terhadap partisipasi politik
rakyat muncul dalam lingkungan dunia yang begitu kompleks ketika teknologi
semakin memperkuat hubungan global, sementara pada saat yang sama identitas
lokal, nasional dan budaya lokal masih sangat kuat”. Mengenai prospek mengenai
perkembangan demokrasi di negara Muslim disimpulkan bahwa ”mengingat
realitas politik dan ekonomi yang ada di banyak masyarakat muslim, masa depan
demokratisasi masih diragukan”. Dengan kata lain negara-negara muslim
memiliki potensi secara adaftif mengembangkan proses demokratisasi secara
gradual sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya masing-masing.

43
44

BAB IV

Kesimpulan

1. Perbandingan Jati diri Programatik “Citizenship education” dalam kurikulum


di berbagai Negara, dengan mengikuti alternative pendekatan separate,
integrated, and cross curricular
separate integrated Cross-
curricular
§  Jepang §  Australia:NSW (semua tingkat)  Inggris
§  Korea §  Kanada (semua tingkat)
§  Singapura §  Perancis (semua tingkat)
(Untuk SD) §  Jerman (semua tingkat)
§  Indonesia (semua
§  Hongaria (semua tingkat)
tingkat) §  Italia (semua tingkat)
§  Jepang (semua tingkat)
§  Negeri Belanda(semua tingkat)
§  Selandia Barru (semua tingkat)
§  Singapura (semua tingkat)
§  Spanyol (semua tingkat)
§  Swedia (semua tingkat)
§  Swiss (semua tingkat)
§  USA:Kentucky(semua tingkat)

 Separate , citizenship education diajarkan sebagai suatu mata pelajaran


atau suatu aspek
 Integrated , citizenship education diajarkan sebagai bagian dari suatu mata
pelajaran terpadu “social sciences” atau “social studies” atau dikaitkan
dengan mata pelajaran lain
 Cross curricular, citizenship education tidak secara khusus sebagai suatu
mata pelajaran atau suatu topik, melainkan secara sistemik dimasukkan ke
dalam tatanan kurikulum dengan memasukannya ke dalam mata pelajaran
yang ada.

44
45

2. Sifat dan statusnya dalam kurikulum di berbagai negara


Wajib bagian dari program inti Tidak wajib Bukan
pelajaran inti
§  Level SD di Perancis, hongaria, § Level SD di Inggris,
§  Swedia untuk
Italia, Jepang, Korea, Negeri Australia:NSW, semua tingkat
Belanda, Selandia Baru, Kanada, Jerman,
Singapura, Indonesia Spanyol dan Swiss
§  Level SLTP/SM di Perancis, § Level SLTP/SM di
Hongaria, Italia, Jepang, Korea, Inggris,
Negeri Belanda, Selandia Baru, Australia:NSW,
Singapura, dan USA : Kentucky Kanada, Jerman,
§  Semua tingkat di Indonesia Spanyol, dan Swiss
Jati diri “citizenship education” dipengaruhi oleh factor-faktor : “historical
tradition, geographical position, socio-political structure, economic system, and
global trends” (Kerr:1999:5-7). Studi itu juga mengidentifikasi adanya suatu
“citizenship education continuum” MINIMAL dan MAKSIMAL, studi itu
dikonseptualisasikan tiga pendekatan “citizenship education” (Kerr, 1999:15-16)
yakni :
a) Education about citizenship (minimal) yang memusatkan perhatian pada
“…providing students with sufficient knowledge and understanding of
national history and the structures and processes of government and
political life”
b) Education Trough citizenship (tengah), yang menitik beratkan pada
prinsip :” …involves student learning by doing, trough active,
participative experiences in the school or in local community and
beyond”, proses belajar seperti ini diyakini memiliki potensi untuk “…
reinforces the knowledge component”
c) Education for citizenship (maksimal) yang mencakup kedua pendekatan
(1 dan 2) yang menitik beratkan pada proses “…equiping students with a
set of tools (knowledge and understanding, skills and attitudes, values and
dispositions) which enable them to participate actively and sensibly in the
roles and responsibilities they encounter in their adult lives”. Pendekatan

45
46

ini mengaitkan “citizenship education” dengan “the whole education


experience of students”
Education about Education Trough Education for
citizenship citizenship citizenship
§  Ditandai:didefinisikan
§  Berada di tengah
§  Ditandai : didefinisikan
secara sempit, hanya kontinum secara luas, mewadahi
mewadahi aspirasi
§  Negara-negara Eropa berbagai aspirasi dan
tertentu, berbentuk Tengah, Selatan, dan melibatkan berbagai
pengajaran Timur, serta Australia unsure masyarakat,
kewarganegaraan, kombinasi pendekatan
bersifat formal, terikat formal dan informal,
oleh isi, berorientasi diberi label “citizenship
pada pengetahuan, education”,
menitikberatkan pada menitikberatkan pada
proses pengajaran, partisipasi siswa melalui
hasilnya mudah diukur pencarian isi dan proses
§  Negara-negara Asia interaktif di dalam
Tenggara maupun luar kelas,
hasilnya lebih sukar
dicapai dan diukur 
karena kompleksnya
hasil belajar
§  Negara-negara Eropa
Utara, Amerika Serikat
dan Selandia Baru

46
47

DAFTAR PUSTAKA
Absire, J. E. (2011). The Greenwood Histories of The Modern Nations: The
History of Singapore. California : ABC-CLIO.

Barr, M. D & Skrbis, Z. (2008). Constructing Singapore: Elitism, Ethnicity and


the Nation-Building Project. Malaysia: NIAS Press

CIA. (2018). The World Factbook. United State: Central Intelligent Agency.

Civics And Moral Education Syllabus, Primary School. (2000) : Ministry Of


Education Singapore.

Cogan, J.J. dan Derricott,R. (1998) Citizenship for the 21st Century; An
International Perspective on Education,London: Kogan Page

Davies, J. (1988). The Singapore Vision: an Information-based Economy .


Elsevier, 237-242.

Department of Statistic. Economic and Social Statistics, Singapore 1960-1982.


Singapore: Department of Statistic

Department of Statistic. 1986. Yearbookof Statistics. Singapore: Department of


Statistic

Dixon. L. Q. (2005). Bilingual Education Policy in Singapore: An Analysis of Its


Sociohistorical Roots and Current Academic Outcomes. International
Journal of Bilingual Education and Bilingualism. Vol. VIII, No. 1 1367-
0050/05/01 025-47 $20.00/0

Goh, L. E (2015). Planning That Works: Housing Policy and Economic


Development in Singapore. Journal of Planning Edication and Research:
SAGE Journal. Vol VII, No. 3

Goh, C. B. and Gopinathan, S (2005) History Education and the Construction of


National Identity in Singapore, 1945 – 2000, in: E. Vickers & A. Jones
(Eds) History education and national identity in East Asia (New York,
Routledge), 203–225

47
48

Hefner, R. W. (ed). (2001). The Politics of Multculturalism, Pluralism, and


Citizenship in Malaysia, Singapore, and Indonesia. Honolulu: University
of Hawai

Hefner, R. W. (2007). Politik Multikulturalisme: Menggugat Realitas


Kebangsaan. Yogyakarta: Kanisius.

Helmiati, (2013). Dinamika Islam Singapura: Menelisik Pengalaman Minoritas


Muslim di Negara Singapura yang Sekular dan Multikultural. Jurnal
Toleransi, Vol V. No. 2 Juli Desember 2013.

Han, C. (2000). National Education and Active citizenship: Impilications for


Citizenship and citizenship Education in Singapore. Asia Pacific Journal
of Education. DOI: 10.1080/0218879000200106, 64-72.

Karlsen, G.E. (2000). Decentralised centralism: framework for a better


understanding of governance in the field of education. Journal of
Education Policy 15(5), 225-528

Kerr, D. (1999) Citizenship Education: An International Comparison, London:


Qualification and Curriculum Authority Kerr, D. (1999) Citizenship
Education: An International Comparison, London: Qualification and
Curriculum Authority

Kosim, M. (2010). Belajar dari Negara Tetangga; Catatan Wisata Ilmiah ke


Singapura. Karsa, Vol. XVIII No. 2 Oktober 2010

Madeley, dkk (2003) .Church and State in Contemporary Europe: the Chimera
of Neutrality . Routledge.

Maitra, Biswajit (2016). Investment in Human Capital and Economic Growth in


Singapore. Sage Publication: DOI: 10.1177/0972150915619819

Mukhophadaya, P. (2009). Economics og Gender: Singapore’s Older Generations.


The Journal of Interdisciplinary Economics, Vol XXI, pp. xx

Ortmann, S. (2009). Singapore: The Politics of Inventing Nasional Identity.


Journal of Current Southeast Asian Affairs, 23-46.

48
49

Puolimatka, T. (1997). The problem of democratic values education. Journal of


Philosophy of Education 31, 461-476

Rahim, L. Z, (2009). Governing islam and Regulating Muslim in Singapore’s


Secular Authoritarian State. Perth, Western Australi: Murdoch University
and Asia Research Gate

Rodan, G. (2004). International Capital, Singapore’s State Companies, and


Security. Critical Asian Studies, Vol XXXVI, pp.479-499

Siddiqui, K. (2010). The Political Economy of Development in Singapore.


Research in Applied Economic. Vol II No. 2 2010

Siddiqui, K (2008) “Globalisation and Developing Countries: Opportunities or


Marginalisation?”, pages 46-71, in S. B. Verma et al, eds., Globalisation
at the Cross Roads, New Delhi: Sarup & Sons Publishers.

Siddiqui, K. (1995). Role of the State in South-East Asia. The Nation, 27th May.

Siddiqui, K. (1998). The Export of Agricultural Commodities, Poverty and


Ecological Crisis: A Case Study of Central American Countries. Economic
and Political Weekly, Sept. 26, 1998, vol. XXXIII, No. 39, A128-A137

Siddiqui, K. (2009). Japan’s Economic Crisis. Research in Applied Economics,


Vol. I, No. 2, 2009, pp 1-25.

Siddiqui, Kalim. (2009b). The Current Financial Crisis and its Impact on the
Emerging Economies-China and India. Research in Applied Economics,
Vol.I, No.1, pp 1-28.

Siddiqui, Kalim. (2010). Globalisation and Neo-liberal Economic Reforms in


India: A Critical Review”, in (Eds) by S. K. Pramanick and R. Ganguly,
Globalization in India: New Frontiers and Emerging Challenges, (pp 219-
243) New Delhi: Prentice Hall of India.

Sim, J.B-Y. and Print, M. (2005) Citizenship Education and Social Studies in
Singapore: A National Agenda, International Journal of Citizenship and
Teacher Education, 1(1), 58-73.

49
50

Tan, C. (2007). Islam dan Pendidikan Kewarganegaraan di Singapura. Sage, 2-18.

Tan, J. A. (2010). The Growth of The Private Wealth Management Industry in


Singapore and Hingkong. Oxford Academic, 104-126.

Tan, Jason (1997) The rise and fall of religious knowledge in Singapore
secondary schools, Journal of Curriculum Studies, 29(5), 603-624

Tan, T.W. (1994) Moral education in Singapore: a critical appraisal. Journal of


MoralEducation, 23(1), 61-73.

Tan, T.W. & Chew, L.C. (2004) Moral and Citizenship Education as Statecraft in
Singapore: A Curriculum Critique. Journal of Moral Education, 33(4),
597-606

Turnbull, C. (2009). A History of Modern Singapore (1819-2005). Singapore: Nus


Press Singapore.

Wang, C.K.J., Khoo, A., Goh, C.B., Tan, S. and Gopinathan, S. (2006) Patriotism
and National Education: PercEptions of trainee teachers in Singapore, Asia
Pacific Journal of Education, 26(1), 51-64

World Bank. (1993). The East Asian Miracle: Economic Gowth and Public
Policy. New York: Oxford University Press

World Bank. (1993). World Development Indicators. New York: Oxford


University Press

Winataputra, Udin S & Budimansyah, Dasim. (2007). Civic Education. Bandung:


Sekolah Pasca Sarjana Program Pendidikan Kewarganegaraan Universitas
Pendidikan Indonesia

Winataputra, U.S. (2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Whana


Pendidikan Demokrasi, (Disertasi), Bandung: Program Pascasarjana UPI

Yahya, dkk. (2016). Developing High-Tech Companies in Singapore. Journal of


General Management. Vol XLII No. 1.

Yongli & Wanmin. (2010). A Tentative Research on Education of Sense of


Identity of Citizenship in Singapore. Asian Social Science, Vol. VI, No.6

50

Anda mungkin juga menyukai