Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Udin S. Winataputra, MA
Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si
Oleh:
Panggih Nur Adi : 1706369
1
2
KATA PENGANTAR
2
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Singapura .........................................................................................23
2. Amerika Serikat ...............................................................................25
3. United Kingdom (UK) .....................................................................26
4. Canada ..............................................................................................28
5. France ...............................................................................................28
6. German .............................................................................................28
7. Hongaria ...........................................................................................29
8. Belanda ............................................................................................29
9. Spanyol ............................................................................................29
10. Swedia ..............................................................................................30
11. Italy ..................................................................................................30
12. Belgia ...............................................................................................30
13. Swiss ................................................................................................31
14. Bulgaria ............................................................................................31
15. Kroasia .............................................................................................31
16. Irlandia .............................................................................................32
3
4
BAB IV KESIMPULAN
4
5
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya Negara adalah sebuah organisasi. Dan seperti layaknya sebuah
organisasi, Negara memiliki tujuan, anggota, dan peraturan. Anggota Negara
adalah warganya, tujuan Negara biasanya tercantum dalam pembukaan
konstitusinya, sedang peraturannya dikenal sebagai hukum. Bedanya dengan
organisasi lainnya adalah, Negara berkuasa di atas individu-individu dan di atas
organisasi-organisasi pada suatu wilayah tertentu. Peraturan Negara berhak
mengatur seluruh individu dan organisasi yang ada pada suatu wilayah tertentu,
sedangkan peraturan organisasi hanya berhak mengatur pihak-pihak yang menjadi
anggotanya saja.’
Dalam mengidentifikasi sebuah Negara, dapat dilihat dari empat aspek
penting, pertama, mengidentifikasi Negara dari aspek identitas nasionalnya.
Identitas nasional secara terminoogi adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang
lain. Maka dari itu setiap bangsa di dunia in memiliki identitas sendiri-sendiri
sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter bangsa tersebut. Identitas
nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau
lebih popular di sebut dengan kepribadian suatu bangsa. Bangsa merupakan
sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses
sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk
bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu
kesatuan nasional.
Kedua, identifikasi Negara dari aspek sejarah. Mengidentifikasi sebuah
Negara dari aspek sejarah bertujuan untuk mengetahui asal-usul dari berdirinya
Negara tersebut. Proses ini sangat penting guna melihat ciri dari Negara tersebut.
Ada beberapa aspek sederhana yang harus ditinjau dalam mengidentifikasi sebuah
Negara yaitu sejarah pergerakan, sejarah kemerdekaan dan issue yang menjadi
bagian dari terbentuknya Negara tersebut.
5
6
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun masalah pokok yang akan
dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana identitas nasional Negara Singapura?
b. Bagaimana perkembangan sejarah Negara singapura?
c. Bagaimana perkembangan ekonomi Negara Singapura?
d. Bagaimana budaya kewarganegaraan di Negara Singapura?
3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan yang
dikaji dalam makalah ini adalah, sebagai beriku:
a. Untuk mendeskripsikan bagaimana identitas nasional negara Singapura
6
7
Sumber:https://www.sejarah-negara.com
7
8
Citizen 3.343.000
Permanent Resident 527.700
Non-Residen 1.599.000
Total 5.469.700
Sumber: Department of Statistics Singapore, 2015
Namun kini berdasarkan data terbaru dari CIA (2018) Negara Singapura
memiliki jumlah populasi yang mencapai 5.888.926, jiwa , yang diantaranya
merupakan warga Negara dan penduduk tetap singapura. Hal ini menandakan
selama empat tahun jumlah penduduk di singapura bertambah sebanyak 419.226
juta jiwa. Berikut akan di tampilkan perkembangan populasi di singapura dari
tahun 1980-2006 menurut Mukhophadaya (2009):
Tabel: 2.2
The Aged Population, Growth, Rates and Sex 1980-2006
Year Ages % Growth Ages % Growth
60+ In Rate 65+ In Rate
Populatio
(‘000) Population (%pa) (‘000) (%pa)
n
Both Sexes
1980 170.4 7.5 - 111.9 4.9 -
1990 246.9 9.1 3.8 164.1 6.1 3.9
2000 348.7 10.7 3.5 237.6 7.3 3.8
2006 427.3 11.8 3.7 306.4 8.5 4.8
Males
1980 81.0 6.6 - 51.2 4.2 -
1990 114.7 8.4 3.5 73.8 5.4 3.7
2000 161.8 9.9 3.5 102.2 6.3 3.3
2006 196.2 10.9 3.5 136.9 7.7 5.6
Females
1980 89.4 7.6 - 62.7 5.3 -
1990 132.2 9.9 4.0 90.3 6.8 3.7
2000 187.0 11.5 3.5 128.9 7.9 3.6
2006 231.2 12.7 3.9 169.6 9.31 5.2
8
9
Sumber: http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/02/lambang-negara-singapura-
artikel-lengkap.html
Lambang negra singapura ini terdiri dari sebuah perisai merah di tengah
dengan bulan sabit dan lima buah bintang berwarna putih. Mirip dengan bulan
sabit dan lima bintang yang digunakan pada bendera negara Singapura dan seperti
simbol nasional lainnya sebagai panji nasional untuk kapal sipil. Warna merah
melambangkan persaudaraan dan persamaan derajat manusia. Putih
9
10
10
11
etnis india (Termasuk Sri Lanka), dan 3,2% adalah etnis bangsa lain kebanyakan
dari Asia Tengah dan Eropa (Ortmann, 2009).
Gambar. 2.2 Komposisi Penduduk Singapura Berdasarkan Ras
Sales
3,2%
9,1%
China
Melayu
India
Etnis Lainnya
13,7% 74,3%
11
12
12
13
lagu kebangsaan singapura. Menurut hukum, lagu ini hanya boleh dinyayikan
dalam lirik melayunya.
Mata uang Singapura adalah dolar Singapura yang ditandai dengan simbol S$
atau singkatan ISO SGD. Bank sentralnya adalah Otoritas Moneter Singapura
(Monetary Authority of Singapore) yang bertugas mengeluarkan mata uang.
Singapura mendirikan Board of Commissioners of Currency pada tahun 1967 dan
mengeluarkan uang logam dan uang kertas pertamanya. Nilai tukar dolar
Singapura setara dengan ringgit Malaysia sampai tahun 1973. Kesetaraan nilai
tukar dengan dolar Brunei masih dipertahankan. Tanggal 27 Juni 2007, untuk
memperingati 40 tahun perjanjian mata uang dengan Brunei, uang kertas S$20
diluncurkan; bagian belakangnya identik dengan uang kertas $20 Brunei yang
diluncurkan secara bersamaan.
Menurut Konstitusi Singapura, empat bahasa resmi di Singapura adalah
bahasa Melayu, Mandarin, Tamil, dan Inggris, sementara bahasa nasionalnya
adalah Melayu. Dixon (2005:25) mengatakan bahwa tiga bahasa selain bahasa
Inggris dipilih untuk mewakili kelompok etnis utama yang ada di Singapura pada
saat ini: Mandarin meraih status tersebut sejak pengenalan sekolah-sekolah
dengan bahasa pengantar Tionghoa; Melayu dianggap sebagai "yang paling
dipilih" untuk komunitas Melayu; dan Tamil untuk kelompok etnis India terbesar
di Singapura, selain menjadi "bahasa dengan sejarah pendidikan terpanjang di
Malaysia dan Singapura". Pada 2009, lebih dari 20 bahasa diidentifikasikan
sebagai bahasa yang dipakai di Singapura, menunjukkan kayanya keragaman
bahasa di kota tersebut.
Pemerintah Singapura mengakui empat bahasa resmi: Inggris, Melayu,
Mandarin, dan Tamil. Bahasa Inggris adalah bahasa paling dominan di Singapura,
tidak seperti negara tetangganya, Malaysia dan Indonesia, tempat bahasa Melayu
menjadi bahasa dominan. Bentuk bahasa Inggris yang dipertuturkan di Singapura
beragam mulai dari Inggris Standar hingga bahasa kreol yang dikenal sebagai
Singlish. Di antara warga Singapura, bahasa Inggris memiliki jumlah penutur
terbanyak. Jumlah ini diikuti oleh bahasa Mandarin, Melayu dan Tamil.
Pengejaan dan kosakata yang digunakan berasal dari bahasa Inggris Britania,
dengan beberapa pengecualian, misalnya penggunaan "pants" (Amerika Serikat)
13
14
2. PERKEMBANGAN SEJARAH
Negara ini tepatnya terletak di Asia Tenggara yang mana terbentuk setelah
terpisah dari federasi Malaysia pada tanggal 9 agustus 1965. Negara ini
mempunyai Negara kepulauan yang memiliki 63 pulau yang berbatasan dengan
Malaysia di sebelah utara dan Indonesia di sebelah tenggara, maka dari itu kita
sebut Negara ini terletak di asia tenggara.
Singapura memiliki jumlah penduduk sekitar 4,59 juta (data 2007, sekarang
sudah mencapai 5 juta) dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 4,3 persen.
Penduduk yang tinggal di Singapura sekitar 3,58 juta dengan tingkat pertumbuhan
tahunan rata-rata 1,6 persen. Keadaan penduduk menunjukkan bahwa Singapura
memiliki populasi yang meningkat pesat dan kebanyakan dari mereka adalah para
pendatang. Karakteristik penting Singapura, support ratio—rasio yang
membandingkan individu yang dianggap produktif dan nonproduktif oleh
masyarakat secara ekonomi (contohnya, rasio penduduk antara 15–64 tahun dan di
14
15
atas 65 tahun)—turun dari 17,0 menjadi 8,5 antara 1970 sampai 2007. Hal ini
menunjukkan bahwa negara ini memiliki penduduk berusia produktif.
Sejarah awal Singapura, pada dasarnya, adalah sejarah regional, disatukan
dari berbagai sumber dengan berbagai tingkat akurasi dan kredibilitas. Misalnya,
sebagian dari riwayat didasarkan pada dongeng Malay Annals atau yang lebih
dikenal dengan Sulalatu’l-salatin. Menurut (Absire, 2011) Sulalatu’l-salatin versi
Raffles maupun Shellabear yang pada dasarnya berisikan tentang klaim kekuasaan
dan kompetisi dari para penguasa di Bumi Melayu yang menceritakan sejarah
mengenai kebangkitan, kegemilangan dan kejatuhan zaman pemerintahan Melayu
yang ditulis oleh beberapa orang pengarang Melayu. Namun uraian teks pada
naskah ini belum dapat memberikan penjelasan yang tepat dan benar, karena
masih terdapat pertentangan dengan beberapa sumber primer sejarah lainnya
seperti catatan yang dibuat oleh Portugal dan Belanda. Hal ini tidak lepas dari
bahwa Sulalatu'l-Salatin telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh
beberapa pengarang berikutnya yang kemungkinan menambah dan mengurangkan
isi teks pada naskah. Sulalatu'l-Salatin memiliki beberapa variasi versi,
kemungkinan versi pendek, versi yang belum diselesaikan penulisnya atau
sebaliknya versi panjang merupakan tambahan yang dibuat oleh penulis
berikutnya. Namun secara keseluruhan Sulalatu'l-Salatin merupakan sebuah karya
besar yang merangkumi beberapa cerita atau kisah lain yang berkaitan dengan
Dunia Melayu, sebagaimana cerita yang terdapat pada Hikayat Raja-raja Pasai,
Hikayat Hang Tuah, Hikayat Siak dan sebagainya.
Sejarah tertulis Singapura mungkin berasal dari abad ke-3. Bukti
menunjukkan bahwa penyelesaian perdagangan yang signifikan ada di Singapura
selama abad ke-14. Pada akhir abad ke-14, Singapura berada di bawah kekuasaan
Parameswara sampai ia diusir oleh Majapahit atau Siam. Kemudian datang di
bawah Kesultanan Malaka dan kemudian Kesultanan Johor. Pada tahun 1819, Sir
Thomas Stamford Raffles menegosiasikan sebuah perjanjian di mana Johor
memungkinkan Inggris untuk mencari pelabuhan perdagangan di pulau itu, yang
mengarah pada pembentukan koloni Inggris di Singapura pada tahun 1824.
Kemudian selain itu, pada berlangsungnya zaman kerajaan kuno, singapura
merupakan salah satu dari wilayah yang termasuk ke dalam kerajaan sriwijaya di
15
16
nusantara. Sebelum nama Negara ini Singapura, untuk Saat pertama kali
pemukiman pertama di dirikan yaitu pada tahun 1928-1299 Masehi, Negara ini
memiliki nama kota yang di kenal sebagai Temasek yang berarti kota laut dalam
bahasa jawa kuno.
Kemudian selanjutnya, menurut (Turnbull, 2009) Selama Perang Dunia II,
Singapura ditaklukkan dan diduduki oleh Kekaisaran Jepang dari tahun 1942
hingga 1945. Ketika perang berakhir, Singapura kembali ke kendali Inggris,
dengan meningkatnya tingkat pemerintahan sendiri yang diberikan, yang
berpuncak pada penggabungan Singapura dengan Federasi Malaya membentuk
Malaysia pada tahun 1963. Namun, kerusuhan sosial dan perselisihan antara
Partai Aksi Rakyat yang berkuasa di Singapura dan Partai Aliansi Malaysia
mengakibatkan pengusiran Singapura dari Malaysia. Kemudian setelah itu
Singapura pun menjadi republik merdeka pada 9 Agustus 1965.
3. PERKEMBANGAN EKONOMI
Sejak kemerdekaan pada 1965, ekonomi singapura tekah berpindah dari
ekonomi berpenghasilan rendah ke ekonomi maju berpenghasilan tinggi (Maitra,
2016:1). Selama periode tersebut, kebijakan pendidikan Negara dibingkai secara
konsisten dengan kebijakan ekonomi nasional dan pembentukan moral manusia.
Republik Singapura yang hanya berukuran 240 mil persegi hampir tidak
memiliki sumber daya alam, kecuali untuk lokasi geografisnya yang strategis dan
populasi 2,6 juta orang. Namun selama lebih dari dua dekade, populasi Singapura
telah meningkat. Hari ini, Singapura merupakan salah satu dari sebagian besar
lokasi investasi yang menguntungkan dan yang paling cepat berkembang dalam
pusat bisnis dan keuangan di negara berkembang, khususnya di Asia Pasifik (Goh,
2015). Salah satu negara paling makmur di kawasan ini. Produk Nasional Bruto
Singapura (PNB) per kapita secara konsisten jauh lebih tinggi daripada negara-
negara lain di Asia, kecuali Jepang dan Brunei. Pada tahun 1983, PNB Singapura
per kapita adalah US $ 6.620, mengungguli Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa
Eropa negara-negara seperti Yunani, Spanyol, Irlandia, dan bahkan Italia. Antara
1965 dan 1973, ekonomi Singapura melonjak, Produk Domestik Bruto tahunan
rata-rata yang sangat tinggi (PDB) tingkat pertumbuhan 13,0 persen, dan tingkat
16
17
pertumbuhan yang lebih moderat, rata-rata 8,2 persen antara 1973 dan 1983.
Tingkat pertumbuhan luar biasa seperti itu dicapai dengan tingkat inflasi yang
relatif rendah 3.1 persen dan 4,5 persen selama dua periode dan, secara paradoks
untuk negara yang begitu kecil, tanpa bantuan luar negeri dan sangat sedikit
pinjaman dari sumber keuangan luar (Departemen Perdagangan dan Industri 1986;
Departemen Statistik 1965-1983). Hari ini, Singapura jumlah utang luar negeri
hanya sekitar 1 persen saja.
Pada awal tahun 1960, luas wilayah singapura terletak sekitar 581,5 km 2.
Sejak di lakukan reklamasi pantai tahun 1960, luas daratan singapura semakin
bertambah menjadi 646 km2 tahun 1991, dan berkembang menjadi 710,3 km 2
tahun 2010 dan ada kemungkinan luas kota singapura akan terus berkembang dan
bertambah sekitar 100 km2 lagi hingga tahun 2030 (Kosim, 2010).
Menurut Siddiqui (2010) Singapura telah melalui transformasi cepat selama
empat puluh lima tahun terakhir. Dari sebuah entrepot dominan terhadap
perdagangan dan jasa di pertengahan 1960-an menjadi ekonomi yang saat ini
mengkhususkan diri dalam kegiatan manufaktur bernilai tinggi, dan keuangan
daerah untuk layanan bisnis di Asia Timur (Richardson, 1994). Negara ini juga
cepat dalam memperluas pusat keuangan yang dilayani oleh sebagian besar bank
komersial dan bank internasional. Ekonomi Singapura sangat kompetitif dan
menurut Swiss International Institute for Managing Development (SIIMD) antara
1995 dan 2001 singapura merupakan negara di peringkat kedua dalam daya saing
nasional. Pada tahun 2000, produksi hard disk drive (HDD) di negara tersebut
mencapai $ 10 miliar dan menyumbang hampir 70% dari total produksi dunia. Ini
adalah produk yang sangat terstandardisasi dan mudah diangkut. MNEs (catatan
1) memiliki investasi dalam pembuatan HDD di Singapura sebagai pintu gerbang
untuk Asia dan pasar global (Bank Dunia, 2009; Rodan, 2004).
Sejak kemerdekaan, ekonomi Singapura telah memiliki pengalaman yang
tidak biasa di antara bekas koloni lain seperti: pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan; ketergantungan pada perusahaan asing; inflasi rendah; tingkat
tabungan tinggi dll. GNP Singapura menjadi meningkat lebih dari tiga belas kali
lipat antara 1960 dan 1999 dan negara menyaksikan penurunan tajam dari kedua
aspek yaitu tingkat kemiskinan kemiskinan dan kematian bayi (PBB, 2000).
17
18
18
19
korupsi terendah ke-7 di dunia, hal inilah yang membuat Negara singapura
semakin maju dari tahun ke tahun serta merupakan Negara yang paling banyak di
kunjungi oleh wisatawan. Selain itu badan usaha milik negara di singapura
memainkan peranan yang penting dalam ekonomi negara, karena mereka
memiliki beberapa perusahaan yang cukup besar seperti Temasek Holdings, yang
memegang saham mayoritas di beberapa perusahaan besar negara itu seperti
Singapore Airlines, SingTel, ST Engineering dan MediaCorp.
Menurut (Tan, 2010) Ekspor singapura meliputi terutama bidang elektronik,
kimia, dan jasa yang sekaligus mencirikan bahwa Singapura merupakan
penghubung regional utama untuk manajemen kekayaan yang menyediakan
sumber pendapatan utama bagi ekonomi, sehingga negara ini bisa membeli bahan
mentah yang tidak mereka miliki. Selain itu, air juga tidak tersedia dalam jumlah
banyak di Singapura maka dari itu air juga dianggap sumber daya khusus di
Singapura. Singapura memiliki tanah subur yang terbatas sehingga mereka
bergantung pada taman agroteknologi untuk produksi dan konsumsi pertanian.
Sumber daya manusia juga menjadi bagian penting bagi kesehatan ekonomi
Singapura. Ekonomi Singapura menempati posisi ke-5 menurut Scientific
American Biotechnology pada tahun 2013 untuk 2 tahun berturut-turut.
Singapura bergantung pada konsep perdagangan intermediet sampai re-
ekspor, dengan cara membeli barang mentah kemudian diolah untuk diekspor
kembali, seperti contohnya pada industri fabrikasi wafer dan pengilangan minyak.
Singapura juga memiliki pelabuhan strategis yang menjadikannya lebih kompetitif
daripada negara tetangganya. Singapura memiliki rasio perdangangan terhadap
PDB tertinggi dunia, rata-rata berkisar 400% selama 2008–11. Pelabuhan
Singapura adalah pelabuhan kedua tersibuk di dunia menurut volume kargo.
Selain itu, infrastruktur pelabuhan yang baik ditambah pekerja berkeahlian,
sebagai hasil dari suksesnya sistem pendidikan negara itu. Pemerintah Singapura
mengkampanyekan penabungan penghasilan dan investasi melalui kebijakan
seperti Central Provident Fund, yang digunakan untuk mendanai kesehatan dan
kebutuhan lanjut usia. Tingkat penduduk yang menabung termasuk yang tertinggi
di dunia sejak 1970-an. (Davies, 1988)
19
20
4. BUDAYA KEWARGANEGARAAN
Kewarganegaraan adalah kategori identitas yang dikembangkan oleh negara-
bangsa, keduanya ditentukan hak dan kewajiban anggota mereka, dan untuk
mendorong kekompakan sosial dan kesetiaan. Namun, di bawah dampak
globalisasi yang tiada henti, konvensional nilai-nilai kewarganegaraan sedang
ditafsirkan ulang. Tulisan ini mencoba untuk mendefinisikan kembali
20
21
21
22
22
23
mereka telah diabaiakan oleh pemerintah yang terlalu yakin pada dirinya sendiri
dan tidak bersedia mempercayai rakyatnya. Mekipun begitu, Singapura
menawarkan dasar-dasar bagi optimisme yang diwarnai dengan sikap hati-hati.
Minoritas muslim berbeda dengan penduduk lain di negara itu, mereka terbentuk
dari politik dan pendidikan utama, orang-orang muslim menunjukkan sikap
moderat dan kesabaran yang sama dengan komunitas etnis Singapura yang lain.
Contoh ini menunjukkan hal yang memberi kepercayaan paling besar untuk masa
depan Singapura. Bangsa di Singapura tidak seperti di negara tetangga Malaysia,
dan di Indonesia pada khususnya yang mempertanyakan seluruh kerangka kerja
partisipasi public dan tata pemerintahannya. Fondasi yang mantap bagi bangsa
dan partisipasi telah diletakkan, bahkan beberapa orang dalam pemerintahan tetap
bertindak seakan-akan hal itu tidak pernah terjadi. Sebagian besar yang
dipromosikan oleh Singapura sebagai nilai-nilai Asia tidaklah betul-betul ‘Asia’;
nilai-nilai itu adalah variasi dari tema-tema pro-pasar dan stabilitas yang
ditekankan oleh pemerintah konservatif di Barat. Warga negara Singapura telah
menunjukkan sikap skeptic terhadap kampanye nilai-nilai pemerintah. Bangga
pada warisan multicultural dan kesuksesan ekonomi, kebanyakan orang Singapura
merasa nilai-nilai yang di klaim oleh pemerintah sebagai nilai yang diperlukan
untuk masa depan Singapura dan yang tidak bersikap adil pada kompleksitas
masyarakat atau sofistikasi warga Negara (Hefner, 2007).
Menurut Pemerintah Singapura, di bawah latar belakang sejarah seperti itu
dengan diversifikasi kelompok etnis, agama dan konsep nilai, hal pertama yang
harus dilakukan adalah menumbuhkan rasa memiliki dan rasa identitas di antara
warganya, memungkinkan mereka untuk mentransfer dari pengertian bahwa
“Saya adalah orang Cina (atau Melayu atau India) di dalam istilah bentuk dan
psikologi mengartikan bahwa "Saya orang Singapura", dan untuk mengenali
negara yang baru lahir. Dengan demikian setelah berdirinya negara, pemerintah
telah menanamkan kesadaran bahwa “Saya adalah seorang warganegara
Singapura "dengan cara yang dapat diterima oleh semua negara. Apa itu
"Singapura"? Menurut Lee Kuan Yew dalam wanmin dan Yongli (2010)
menyebutkan bahwa “Singapura adalah orang yang lahir, tumbuh, atau tinggal di
Singapura dan yang bersedia mempertahankan multi-rasial, murah hati,
23
24
24
25
Singapura adalah tanah air kami, ini tempat kami. Warisan dan cara hidup
Singapura harus dilestarikan.
Keharmonisan rasial dan agama harus diawetkan. Meskipun banyak ras,
agama, bahasa dan budaya, orang Singapura harus mengejar satu takdir.
Meritokrasi dan tidak korup harus ditegakkan. Ini berarti kesempatan yang
sama bagi semua, sesuai kemampuan dan usaha.
Tidak ada yang berhutang pada Singapura. Dia harus menemukan caranya
sendiri untuk bertahan hidup dan sejahtera.
Warga Singapura sendiri harus mempertahankan Singapura. Tidak ada
orang lain yang bertanggung jawab atas keamanan dan kesejahteraan
negara.
Warga Singapura harus percaya pada kami masa depan. Bersatu, ditentukan
dan dipersiapkan dengan baik, Warga Singapura akan membangun masa
depan yang cerah bagi diri.
Menanamkan nilai inti dari cara hidup kita dan kemauan untuk menang,
yang semuanya memastikan kami kesuksesan dan kesejahteraan
berkelanjutan.
(Sumber: Ministry of Education, 1999a)
Inilah yang menjadikan warga Negara singapura saling menghargai satu sama
lain. Pesan moral yang di sampaikan oleh menteri pendidikan Singapura
mengharuskan anak didik mereka untuk di ajarkan moral untuk saling
menghargai. Walau berbeda ras dan agama, namun singapura menjadi sebuah
25
26
Negara yang berkembang sangat pesat dan menjadikan kerukunan antar ras dan
agama menjadi poin terpenting.
2. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah berlangsung 4 atau 5 tahun, tergantung pada jalur yang
dipilih. Jalur tercepat membutuhkan waktu 4 tahun, dan diakhiri dengan ujian
akhir nasional. Rata-rata, siswa mengikuti ujian di 7-8 mata pelajaran dan
menerima Sertifikat Umum Singapura-Cambridge Tingkat Pendidikan Biasa
(Singapore-Cambridge GCE 'O' Level). Hasil ujian adalah diumumkan pada
pertengahan Januari. Selain jalur Ekspres, siswa juga dapat memilih jalur Normal
yang mana menawarkan opsi Normal (Akademik) dan Normal (Teknis). Kedua
26
27
jalur mengambil 5 tahun. Tahun keempat diakhiri dengan ujian GCE 'N' Level
(Tingkat Normal). Siswa yang mengambil kurikulum umum (Akademik) umum
mengambil ujian di 5-8 mata pelajaran. Dalam SMK Normal (Teknis) kurikulum,
siswa memilih 5-7 mata pelajaran. Tidak sampai akhir tahun kelima dimana siswa
mengikuti ujian Level GCE 'O' Singapura-Cambridge.
27
28
BAB III
ANALISIS KOMPARATIF
1. Singapura
Kajian lahirnya civic education di berbagai negara memiliki tujuan mencari,
mengorganisasikan, mempelajari, menyajikan, dan mengevaluasi (SOLPE)
perkembangan civic education, sehingga pada jayanya nanti dapat dijadikan
kajian untuk paradigma civic education di Indonesia. Untuk memulai kajian ini,
tentunya kita harus mengetahui latar belakang perlunya mengkaji yaitu seperti
yang dikemukakan oleh Cogan (1998:11) yang dikutip oleh Winataputra dan
Budimansyah (2007), rekomendasi studi civic education dinyatakan bahwa :
”...future educational policy must be based upon a conception of what we
describe as multidimentional citizenship”, dengan segala implikasinya terhadap
semua aspek pendidikan.
Dari visi ”Asian Educator Leader” (Lee;1999) dikutip dari Civic Education
(Winataputra dan Budimansyah, 2007:3) pendidikan kewarganegaraan dalam era
globalisasi perlu diarahkan pada pengembangan kualitas warga Negara yang
mencakup “spiritual development, sense of individual responsibility, and
reflective and autonomous personality”, yang seyogyanya mengembangkan visi
“globalization, localization, and individualization for multiple intelligence”. Visi
tersebut pada dasarnya terpusat pada pengembangan “learning intelligence”
dalam dimensi-dimensi “social, cultural, political, economic, and technological
intellegences”, sebagaimana dikenal secara utuh dalam “Pentagon theory of
contextualized Multiple Intellegence” (Cheng, 1999:7).Kajian civic education di
berbagai Negara menunjukkan pada visi yang hampir sama, namun kita perlu
melihat latar belakang dan cara pencapaian tujuan tersebut dengan kontekstual
Negara mereka.
Didalam bab ini, adalah analisis perbandingan Pendidikan Kewarganegaraan
atau Civic Education (dengan beberapa nomenklatur yang berbeda di setiap
negaranya). Namun penulis disini akan mencoba untuk mengkomparatifkan civic
education di beberapa Negara maju, Negara berkembang, dan Negara yang
sedang berkembang. Negara yang penulis perkenalkan adalah Negara singapura
28
29
yang Penduduknya memiliki keragaman etnis, dengan etnis utama adalah China,
Melayu dan India. Bahasa sehari-hari adalah Malay, China, Tamil dan Inggris.
Malay dijadikan bahasa Negara dan bahasa Inggris adalah bahasa adminitrasi.
Bahasa Inggris juga dijadikan bahasa pengantar di persekolahan. Agama terbesar
di Singapura adalah Budha, Tao, Islam, Kristen dan Hindu. Konstitusi menjamin
kebebasan beragama untuk seluruh warga Negara Singapura.
Keragaman etnik, bahasa, agama dan latar belakang sejarah memerlukan
sebuah penyikapan dari Negara dalam berbagai bentuknya. Hoy-Pick Lim
(1989:4), menyatakan : “Adult education for community development consist of
three main components, citizenship education, sosial and cultural education, and
health and environment education. It is through adult education that the
government attempts to promote a common national identity for all races, but at
the same time maintaining diversity in cultural matter. The current national
slogan is “one people, one nation, one Singapore”. Pembentukan identitas
negara Singapura ini, disikapi oleh pemerintah Singapura sama seperti Negara
lainnya di dunia yaitu dengan membentuk pendidikan kewarganegaraan. Baik
ditingkat persekolahan maupun pendidikan kewraganegaraan bagi masyarakat
umum.
Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran wajib dan diujikan disekolah kedua di
Singapura pada tahun 2001 merefleksikan kelanjutan tujuan dari pendidikan
kewarganegaraan yang dihubungkan dengan kebutuhan nasional. Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial telah dijadikan subyek utama dari dari Negara bagi
Pendidikan Kewarganegaraan dalam konteks Pendidikan Nasional.
Sejak kemerdekaan, kebijakan pembangunan Singapura memilih focus dalam
dua aspek, pertama membentuk konsensus antara etnik yang berbeda dan
memperkuat pembangunan ekonomi yang didorong modernisasi. Prioritas
pertumbuhan ekonomi di persepsikan menjadi harus didasarkan untuk
kelangsungan hidup bernegara. Intervensi Negara tidak hanya dalam mendorong
pembangunan ekonomi melainkan juga guna membentuk kondisis soaial dan
dalam membangun indentitas nasional. Sejak tingginya centralisasi, dengan
ketatnya kontrol Negara terhadap system pendidikan guna membentuk persepi dan
keikutsertaan dalam masyarakat dan Negara.
29
30
2. Amerika Serikat
Amerika Serikat memiliki paradigma civic education dan citizenship
education, dimana dalam kenyataannya memang tidak bisa dipisahkan dari
perkembangan pemikiran tentang “social studies/social studies education”.USA
menempatkan Citizenship Education sebagai esensi “social studies” seperti
tampak dalam rumusan misinya, yakni “to promote civic competence”, dan tujuan
“to help yaoung people develop the ability to make informed and reasoned
decisions for the publicgood as citizens of a culturally diverse, democratic
society, in an interdependent world”. Upaya membangun kompetensi warga
Negara (civic competence), dan membantu para siswa/pemuda mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang jernih dan bernalar untuk kepentingan
umum sebagai warga negara dalam masyarakat yang berbhineka dan mendunia.
Program pendidikan tersebut memiliki saling keterkaitan konseptual. Citizenship
education atau education for citizenship merupakan istilah generic yang
mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi
di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi
kemasyarakatan, dan dalam media.
Untuk pendidikan anak usia sekolah ditegaskan oleh Butts (1988) jika para
siswa diharapkan untuk memenuhi kewajiban dan haknya sebagai warga Negara,
“…they must develop the ability to make careful judgements based on historical
perspectives; a meaningful perspectives, and a meaningful conception on the
basic democratic values underlying citizenship in or constitutional order”.
Di USA sejak abad ke-18 menjadikan ”civic education” sebagai wahana
proses Amerikanisasi dan pendidikan demokrasi melalui ”social studies” yang
memiliki perkembangan historis-pedagogis dan historis epistemologis dengan tiga
tradisi pedagogis yakni ”citizenship transmission” sebagai social science
maksudnya para siswa perlu mendapatkan pengetahuan sebagai ”self-evident
truth” atau kebenaran yang diyakini sendiri. Karena itu tugas guru menurut tradisi
30
31
31
32
publik dan secara langsung atau tidak langsung, dalam pembuatan hukum dan
keputusan negara. Maka yang dimaksud dengan warga Negara adalah “a highly
educated citizen democracy” atau warga Negara demokratis yang terdidik, seperti
yang ditegaskan oleh the Lord Chancellor bahwa “we should not, must not, dare
not, be complacent about the health of and the future of British democracy.
Unless we become a nation of engaged citizens, our democracy is not secure”
(QCA, 1998:8). Tidaklah mungkin dicapai suatu demokrasi Inggris yang sehat
dan prospektif, kecuali dikembangkannya Inggris sebagai bangsa yang memiliki
keterlibatan warganegara yang penuh. Oleh karena itu ditegaskan bahwa
“Citizenship education must be education for citizenship”- pendidikan
kewarganegaraan haruslah menjadi pendidikan untuk membangun jati diri
kewarganegaraan; dengan pusat perhatian pada tiga “strands” atau garapan, yakni
“social and moral responsibility, community involvement and political literacy”-
atau pengembangan tanggung jawab sosial dan moral, perlibatan kemasyarakatan,
dan kemelekpolitikan.
Bagi para siswa diyakini akan dapat memberdayakan mereka untuk
berpartisipsi secara efektif dalam masyarakat sebagai “...active, informed, critical
and responsible citizens.” Di lain pihak bagi guru akan dapat memfasilitasi
mereka untuk menjadikan “citizenship education” yang benar-benar “coherent”
secara intelektual maupun secara kurikuler dalam konteks “citizenship
education” di sekolah. Sementara itu, bagi sekolah diyakini akan menjadi dasar
yang kuat untuk mengkoordinasikan proses pembelajaran dalam kaitannya dengan
kegiatan dalam masyarakat lokal sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
pengembangan “citizenship education” untuk para siswa di sekolah itu.
Sedangkan untuk masyarakat, diyakini bahwa warganegara yang aktif dan melek
politik akan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap kegiatan
pemerintahan dan masyarakat dalam berbagai tingkatan. Pada akhirnya juga
diyakini bahwa “...a citizenship education which encouraged a more interactive
role between schools, local communities, and youth organisations could help to
make local government more democratic, open and responsive.”
Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan untuk kewarganegaraan,
karena itu bukanlah hanya menekankan pada pengetahuan kewarganegaraan dan
32
33
4. Canada
Di Kanada kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Social
studies and also history, law, political sciences, and economics, yang memuat
misi pendidikan kewarganegaraan yang demokratis pada pendidikan dasar dan
menengah dilandasi dengan prinsip atau non-statutory atau tidak digariskan secara
formal, yang diorganisasikan secara terpadu atau Integrated dalam mata pelajaran
lain yang relevan.
Bahan kajian pendidikan kewarganegaraan tercakup dalam mata pelajaran
Social Studies. Kedudukan dalam program pendidikan tidak wajib yang dikemas
dalam bentuk program terintegtrasi. Beban belajar per minggu tidak diatur, artinya
diserahkan kepada masing-masing sekolah.
5. France
Di Perancis kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran atau
materi Civics yang dikaitkan dengan history and geography untuk pendidikan
dasar dan menengah dilandasi dengan prinsip statutory core atau digariskan
secara formal, yang diorganisasikan secara terpisah atau Separate dan terpadu
atau Integrated dengan beban belajar 3 sampai 4 jam pelajaran, diluar 26 jam
pelajaran wajib.
Materi kewarganegaraan disebut Civics yang merupakan bagian dari mata
pelajaran Discovering the World (Menyingkap Dunia). Kedudukan dalam
program pendidikan bersifat wajib yang dikemas sebagai inti atau terintegrasi.
6. German
Di Jerman kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Social
studies, dengan inti pengembangan kewarganegaraan yang demokratis yang
33
34
dikaitkan dengan history, geography and economics, untuk pendidikan dasar dan
menengah ditandai dengan prinsip Non-statutory atau tidak digariskan secara
formal, yang diorganisasikan secara integrated atau terpadu.
Untuk bahan kajian atau mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
digunakan istilah Sachunterricht. Kedudukan dalam program pendidikan tidak
wajib yang dikemas secara terintegrasi dalam mata pelajaran lain, atau bersifat
lintas kurikulum. Beban belajar per minggi tidak diatur, atau diserahkan kepada
masing-masing sekolah.
7. Hongaria
Di Hongaria kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran
People and society with specific social studies, civics and economic courses, yang
semuanya bermuatan pendidikan kewarganegaraan, untuk pendidikan dasar dan
menengah, dilandasi dengan prinsip Statutor atau digariskan secara formal, yang
pembelajarannya diorganisasikan sebagai core integrated and specific atau
khusus terintegrasi sebagai materi inti atau dengan beban belajar 10 sampai 14 %
dari total waktu pembelajaran wajib.
Untuk bahan kajian pendidikan kewarganegaraan digunakan istilah People
and Society. Kedudukan dalam program pendidikan bersifat wajib yang dikemas
sebagai materi inti yang terintegrasi dalam mata pelajaran lain , artinya bersifat
lintas kurikulum. Beban belajar per minggu sekitar 4-7% dari waktu yang
tersedia.
8. Belanda (Netherland)
Di Negeri Belanda kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata
pelajaran Civics and Citizenship and social studies dilandasi dengan prinsip
statutory core atau materi inti yang digariskan secara formal, jadi bersifat wajib,
yang diorganisasikan secara Integrated atau terpadu dengan beban belajar 180 jam
pelajaran, selama 3 tahun untuk sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama( usia 12-15); dan untuk sekolah menengajh (usia 16-18).
Bahan kajian pendidikan kewarganegaraan digunakan tercakup dalam mata
pelajaran Social Structure and Life Skills (Struktur Sosial dan Kecakapan Hidup).
34
35
9. Spanyol
Di Spanyol kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Civics
yang dikaitkan dengan history, geography and social sciences dilandasi dengan
prinsip Non-statutory tidak digariskan secara resmi, yang diorganisasikan secara
Separate atau terpisah atau atau terpadu atau, dengan beban belajar 3 jam
pelajaran per minggu.
Materi pendidikan kewarganegaraan tercakup dalam Knowledge of Natural,
Social, and Cultural Environment (Pengetahuan tentang Lingkungan Alam,
Sosial, dan Budaya). Kedudukan dalam program pendidikan bersifat tidak wajib
yang dikemas secara terintegrasi. Beban belajar sebesar 170 jam per tahun yang
pengaturannya diserahkan kepada masing-masing sekolah.
10. Swedia
Di Swedia kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Social
sciences yang mencakup mata pelajaran history, geography, and social studies,
dilandasi dengan prinsip Non-core atau bukan sebagai materi kurikulum inti, yang
diorganisasikan secara Integrated atau terpadu, dengan beban belajar 885 jam
pelajaran selama 9 tahun wajib belajar di Swedia.
Untuk bahan kajian pendidikan kewarganegaraan tercakup dalam mata
pelajaran Social Sciences (Ilmu-Ilmu Sosial).Kedudukan dalam program
pendidikan tidak wajib yang dikemas secara terintegrasi walaupun tidak sebagai
materi inti. Beban belajar secara keseluruhan sekirat 885 jam selama wajib belajar
9 tahun yang pengaturannya diserahkan kepada masing-masing sekolah.
11. Italy
Di Italia kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Civics
yang dikaitkan dengan history and geography untuk pendidikan dasar dan
menengah, dilandasi dengan prinsip statutory core atau diwajibkan sebagai materi
inti, yang diorganisasikan secara Separate atau terpisah dan integrated atau
terpadu, dengan beban bealajar 4 jam per minggu.
35
36
12. Belgia
Di Belgia (EDC,2000:6-7) situs kewarganegaraan dikembangkan dalam
bentuk suatu program “One-day Parliament” yang dirancang untuk melibatkan
para pemuda dalam proses pengambilan keputusan yang dapat disumbangkan ke
dalam proses politik dan kelembagaan politik. Parlemen tersebut terdiri atas 88
orang dengan usia antara 17-23 tahun, berasal dari berbagai latar belakang sosial.
Program tersebut dibiayai oleh P&V Insurance. Tugas dari “One-day
Parliament” tersebut adalah menyeleksi 11 proyek yang tersebar di seluruh
Belgia yang mendapat dana hibah, dan sekaligus memonitor pelaksanaannya.
Tujuan dari proyek ini adalah “…to encourage people to do something about the
problems of social exclusion”.
Hasilnya dilaporkan bahwa “…a prolonged immersion in an environment of
self-management and self-education influenced the young people’s attitudes and
behaviour”, yakni keterlibatan bersama dalam suatu lingkungan yang dikelola
secara mandiri dan dengan iklim pendidikan mandiri memberikan pengaruh yang
besar terhadap perubahan sikap dan prilaku para pemuda.
13. Swiss
Di Swiss kerangka dasar kurikulum dan beban belajar mata pelajaran Social
studies bersifat tidak tigariskan secara formal atau Non-statutory, yang
dorganisasikan secara terpadu atau Integrated.
Bahan kajian pendidikan kewarganegaraan tercakup dalam mata pelajaran
Social Studies (Ilmu Pengetahuan Sosial). Kedudukan dalam program pendidikan
tidak wajib yang dikemas secara terintegrasi walaupun tidak sebagai materi inti.
Beban belajar pengaturannya diserahkan kepada masing-masing sekolah.
36
37
14. Bulgaria
Di Bulgaria (EDC,2000:8-9) situs kewarganegaraan dikembangkan dalam
empat kegiatan, masing-masing di Sarnista, Rakitovo, Velingrad, dan Pazardijk,
yang melibatkan pemuda berusia 15-21 yang berasal dari komunitas-komunitas
Romani Bulgarian, Muslim Bulgarian, dan Orthodox Bulgarian.
Tujuan dari program itu adalah “…to develop civic and leadership skills and
understanding among culturally diverse groups of young people and adults,
through workshops and seminars”.
15. Kroasia
Di Kroasia (EDC,2000:14-17) situs kewarganegaraa dibangun berupa jaringan
dari lima sekolah menengah di Labin, Nasice, Varazdin, Vukovar, dan Zagreb
dengan fokus perhatian pada pendidikan kewarganegaraan yang demokratis dan
hak azasi manusia yang dimulai pada tahun 1999. Tujuan dari kelima situs
tersebut adalah:” to foster student and teacher awareness of citizens’ rights and
responsibilities; to promote human rights education; to encourage student
participation in decision making at school and at community level; to develop
active citizenship through community service; to promote intercultural links,
partnerships, and networks; and to introduce new methodologies and information
technologies.”
16. Irlandia
Di Irlandia (EDC,2000:22-25) situs kewarganegaraan dibangun di kota
Tallagaht yang dikenal sebagai kota dengan pertumbuhan penduduk yang cepat
yang tidak diimbangi dengan investasi sosial, ekonomi, lingkungan, dan infra
struktur. Dalam konteks itu maka dibangun program “Tallagaht Partnership”
dengan tujuan utamanya “to get people affected by poverty and social exclusion
involved in bringing about social change”, yang melibatkan organisasi
pemerintah dan swasta, dunia usaha organisasi pemuda, lembaga pendidikan
nonformal, dan masyarakat. Secara spesifik kegiatan tersebut bertujuan “…
promote understanding and respect for human rights and responsibilities,
equality, empowerment, participation and community capacity building, and to be
at all times inclusive, transparent, and accessable”.
37
38
17. Moldova
Di Moldova (EDC,2000:28-29) situs kewarganegaraan ditempatkan di Ion
Creanga Pedagogical University in Chisinau, dengan mengambil mahasiswa dan
guru muda sebagai pesertanya. Tujuan dari situs ini adalah “…to develop an
understanding of human rights and democratic citizenship education as a
disciplin in universities and as a part of the curriculum in secondary schools”.
Kegiatan di situs ini berusaha untuk mendukung partisipasi mahasiswa dalam “…
teamworking skills, collaborative learning and active participation in their
professional development”.
18. Indonesia
Pendidikan Kewarganegaraan dalam pengertian sebagai citizenship education,
secara substantive dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warga Negara
yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan.
Bila dianalisis dengan cermat, ternyata baik istilah yang dipakai, isi yang
dipilih dan diorganisasikan, dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mata
pelajaran civics atau PKN atau PMP atau PPKn yang berkembang secara
fluktuatif hampir empat dasa warsa (1962-1998) menunjukkan ketidakajegan
dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis
konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.
Ketidakajegan konsep tersebut diantaranya seperti : Civics pada tahun 1962
yang tampil dalam bentuk indoktrinasi politik, civics tahun 1968 sebagai unsure
dari pendidikan kewargaan Negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan
sosial; PKN tahun 1969 yang tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan
ketetapan MPRS; PKN tahun 1973 yang diidentikkan dengan pengajaran IPS;
PMP tahun 1975 dan 1984 yang tampil menggantikan PKN dengan isi
pembahasan P4; dan PPKn 1994 sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan
Pancasila dan PKN yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang
disaripatikan dari Pancasila dan P4. Krisis operasional, yang dalam banyak hal
merupakan dampak dari krisis konseptual tercermin dalam terjadinya perubahan
isi dan format buku pelajaran, penataran guru yang tidak artikulatif, dan
38
39
fenomena kelas yang belum banyak bergeser dari penekanan pada proses
kognitif memorisasi fakta dan konsep.
Tampaknya semua itu terjadi karena memang sekolah masih tetap
diperlakukan sebagai socio cultural institution, dan masih belum efektifnya
pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya suatu
paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai
secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.
Gambaran sederhana Pendidikan Kewarganegaraan sejak tahun 1960 sampai
dengan sekarang adalah :
19. Jepang
Konteks kelahiran Pendidikan Kewarganegaraan dapat ditelusuri, terutama
setelah Perang Dunia kedua (1945). Pada masa itu, perhatian pemerintah Jepang
terhadap pendidikan mulai menunjukkan peningkatan, sejak periode Meiji (abad
ke-19). Periode setelah kekalahan Jepang ini merupakan titik balik yang sangat
39
40
20. Pakistan
Sistem pendidikan nasional di Pakistan tidak dapat dipisahkan dari konflik
antara yang menginginkan Islam sebagai dasar dan tujuan pendidikan nasional,
dan yang menghendaki nilai-nilai sekuler dermokrasi. Dalam konferensi
pendidikan di Pakistan Fazlur Rahman sebagai utusan mentri pendidikan Pakistan,
menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam sebuah masyarakat demokratis harus
40
41
41
42
(sixiang zhengzhi suzhi). Tiga istilah tersebut digunakan secara bertukaran dalam
literatur pendidikan Cina.
Secara etimologis di Cina pendidikan moral menjadi sesuatu yang essensial
sebagai alat sosialisasi politik, dalam mentransmisikan nilai-nilai idiologi dan
politik, tidak hanya kepada para siswa tetapi juga untuk masyarakat luas.
Pendidikan kewarganegaraan di Cina setara (ekuivalen) dengan pendidikan
idiologis dan politik pada tahun-tahun awal Pemerintahan komunis Cina. Fokus
pendidikan kewarganegaraan meningkat orientasinya kepada kualitas moral
personal pada saat sekarang, meskipun elemen-elemen politik selalu hadir dalam
sejarah PKn di Cina. Dengan demikian hubungan antara PKn dan pendidikan
moral adalah suatu kontinum di Cina, dimana pada periode awal lebih pada PKn
dan tetapi pada saat sekarang lebih kepada pendidikan moral, dan tidak ada batas
waktu antara satu dengan lainnya (Lee, 2006: 5).
22. Hongkong
Pendidikan Kewarganegaraan di Hongkong tidak dapat dilepaskan dari
beberapa hal berikut ini, pertama, sebagai bekas ”negara kota” jajahan Inggris,
Hongkong mengalami satu pergeseran identitas politik dari wilayah koloni
menjadi kesatuan wilayah berdaulat dibawah pemerintahan Cina daratan. Kedua,
perubahan identitas politik mempengaruhi sistem politik yang pada masa kolonial
Inggris, Hongkong begitu kuat ditanamkan arti penting prinsip-prinsip
pemerintahan demokrasi liberal model Inggris. Namun setelah penyerahan
kedaulatan Hongkong kepada Cina, maka berdampak pada proses politik yang
mengikuti budaya politik Cina yang dominan dipengaruhi Konfusianisme.
Civics Education yang diajarkan disekolah pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1950. Pada tahun 1952, kajian civics bersama geografi dan sejarah
membentuk mata pelajaran baru yang disebut social studies di dalam kurikulum
sekolah dasar. Di SMP civics diajarkan secara terpisah sehingga diganti oleh
pelajaran economic and publics affairs pada tahun 1965. Pada tahun 1980an
silabus EPA direvisi dengan tekanan pada “individual and society” dan
“enhancement of political awareness”. Pada 1993, badan sekretariat kependidikan
Hongkong menyatakan bahwa civics education di Hongkong adalah “school shoul
42
43
23. Dunia Muslim (Iran, Sudan, Pakistan, Malaysia, Aljazair, dan Mesir)
Disejumlah negara Islam, yakni Sudan, Pakistan, Malaysia, Aljajair dan
Mesir, John L. Esposito dan Johns O. Voll, mengadakan studi komparatif
demokrasi. Menurut temuannya (1996:11) ”Kebangkitan Islam dan demokratisasi
di dunia muslim berlangsung dalam konteks global yang dinamis”. Dimana terjadi
proses ”menguatnya identitas komunal dan tuntutan terhadap partisipasi politik
rakyat muncul dalam lingkungan dunia yang begitu kompleks ketika teknologi
semakin memperkuat hubungan global, sementara pada saat yang sama identitas
lokal, nasional dan budaya lokal masih sangat kuat”. Mengenai prospek mengenai
perkembangan demokrasi di negara Muslim disimpulkan bahwa ”mengingat
realitas politik dan ekonomi yang ada di banyak masyarakat muslim, masa depan
demokratisasi masih diragukan”. Dengan kata lain negara-negara muslim
memiliki potensi secara adaftif mengembangkan proses demokratisasi secara
gradual sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya masing-masing.
43
44
BAB IV
Kesimpulan
44
45
45
46
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Absire, J. E. (2011). The Greenwood Histories of The Modern Nations: The
History of Singapore. California : ABC-CLIO.
CIA. (2018). The World Factbook. United State: Central Intelligent Agency.
Cogan, J.J. dan Derricott,R. (1998) Citizenship for the 21st Century; An
International Perspective on Education,London: Kogan Page
47
48
Madeley, dkk (2003) .Church and State in Contemporary Europe: the Chimera
of Neutrality . Routledge.
48
49
Siddiqui, K. (1995). Role of the State in South-East Asia. The Nation, 27th May.
Siddiqui, Kalim. (2009b). The Current Financial Crisis and its Impact on the
Emerging Economies-China and India. Research in Applied Economics,
Vol.I, No.1, pp 1-28.
Sim, J.B-Y. and Print, M. (2005) Citizenship Education and Social Studies in
Singapore: A National Agenda, International Journal of Citizenship and
Teacher Education, 1(1), 58-73.
49
50
Tan, Jason (1997) The rise and fall of religious knowledge in Singapore
secondary schools, Journal of Curriculum Studies, 29(5), 603-624
Tan, T.W. & Chew, L.C. (2004) Moral and Citizenship Education as Statecraft in
Singapore: A Curriculum Critique. Journal of Moral Education, 33(4),
597-606
Wang, C.K.J., Khoo, A., Goh, C.B., Tan, S. and Gopinathan, S. (2006) Patriotism
and National Education: PercEptions of trainee teachers in Singapore, Asia
Pacific Journal of Education, 26(1), 51-64
World Bank. (1993). The East Asian Miracle: Economic Gowth and Public
Policy. New York: Oxford University Press
50