Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum
tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel yang lain (Corwin, 2009). Corwin, E.J., (2009). Buku saku
patofisiologi, Edisi 3, Alih bahasa ; Nike Budi
Subekti. Jakarta : EGC
2.2 Etiologi
2.6 Komplikasi
1) Anak-anak yang selamat dari leukemia mengalami peningkatan risiko untuk terjadi
keganasan baru dimasa selanjutnya dibandingkan dengan anak-anak yang tidak sakit
leukemia.
2) Regimen terapi, termasuk transplantasi sumsum tulang, dihubungkan dengan depresi
sumsum tulang temporer, dan peningkatan risiko perkembangan infeksi berat yang dapat
menyebabkan kematian.
3) Bahkan pada terapi dan remisi yang berhasil, sel-sel leukemik masih tetap ada,
meninggalkan gejala sisa penyakit (Corwin, 2009).
2.8 Penatalaksanaan Medis
Salah satu terapi pada ALL adalah kemoterapi. Kemoterapi adalah penggunaan preparat
antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan
reproduksi selular (Smeltzer & Bare, 2002). Terapi leukemia meliputi pemakaian agens
kemoterapeutik dengan atau tanpa iradiasi kranial, diberikan dalam empat fase, yaitu :
1) Terapi induksi, yang menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang dari 5 % sel-sel
leukemia dalam sumsum tulang. Terapi induksi dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan
dan berlangsung selama 4 – 6 minggu. Obat-obatan yang digunakan untuk induksi pada ALL
adalah kortikosteroid (terutama prednison), vinkristin, dan L-asparaginase, dengan atau tanpa
doksorubisin (daunorubisin).
2) Terapi profilaksis SSP, yang mencegah agar sel-sel leukemia tidak menginvasi SSP.
Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis melalui kemoterapi intratekal dengan
metotreksat, sitarabin, dan hidrokortison
3) Terapi intensifikasi atau konsolidasi, yang menghilangkan sel-sel leukemia yang masih
tersisa, diikuti dengan terapi intensifikasi lambat (delayed intensification), yang mencegah
timbulnya klon leukemik yang resisten. Penyuntikan intratekal yang menyertai kemoterapi
sistemik meliputi pemberian L-asparaginase, metotreksat dosis tinggi atau sedang, sitarabin,
vinkristin dan merkaptopurin, selama periode beberapa bulan.
4) Terapi rumatan, yang berfungsi untuk mempertahankan fase remisi. Terapi rumatan
dimulai sesudah terapi indusi dan konsolidasi selesai dan berhasil dengan baik untuk
memelihara remisi dan selanjutnya mengurangi jumlah sel leukemia. Regimen terapi obat
kombinasi yang meliputi pemberian merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali,
dan terapi intratekal secara periodik diberikan selama 2 tahun kemudian.
5) Reinduksi sesudah relaps. Adanya sel-sel leukemia dalam sumsum tulang, SSP atau testis
menunjukkan terjadinya relaps/kekambuhan penyakit. Terapi pada anak-anak yang
mengalami relaps meliputi terapi reinduksi dengan prednison dan vinkristin, disertai
pemberian kombinasi obat lain yang belum digunakan. Terapi preventif SSP dan terapi
rumatannya dilaksanakan setelah remisi (Wong, 2009). Kemoterapi dapat menimbulkan efek
samping berupa infeksi, perdarahan, anemia, mual dan muntah, anoreksia, gangguan nutrisi,
ulserasi mukosa, dan
rambut rontok.
Simpulan
Leukemia tidak hanya menyerang anak-anak yang berumur dibawah satu
tahun saja, tetapi dapat juga menyerang anak usia sekolah yang berusia 11
tahun. Berdasarkan hasil pengkajian, gejala yang ditemukan pada anak
dengan leukemia adalah mual, penurunan nafsu makan, lemah, letih, pucat,
dan anemia.
Masalah keperawatan yang ditegakkan berdasarkan data yang ditemukan
adalah mual, risiko cedera, keletihan, risiko infeksi, risiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan, dan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan.
Masalah yang menjadi prioritas masalah keperawatan adalah mual, risiko
cedera, keletihan, dan risiko infeksi.