Disusun Oleh :
Vella Violetta
I4061212050
Pembimbing :
dr. Lindayani Halim, Sp.KK
1.2 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan duh tubuh genital
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ulkus genital
3. Mengetahui penyakit yang berhubungan dengan duh tubuh dan ulkus
genital
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
World Health Organization (WHO, 2016) melaporkan terdapat 376 juta
kasus IMS baru, dan lebih dari 1 juta kasus IMS diperoleh setiap harinya.
Berbagai jenis IMS tercatat yaitu klamidia 127 juta kasus, gonore 87 juta,
trikomoniasis 156 juta, dan sifilis 6,3 juta penderita. Penderita HSV mencapai
lebih dari 500 juta kasus. Perempuan dengan infeksi HPV diperkirakan
mencapai 300 juta kasus, dikhawatirkan karena memiliki faktor resiko kanker
serviks. Namun masih terdapat angka kejadian yang belum didapat secara
akurat, hal ini dikarenakan IMS menyebar namun banyak kasus tidak
dilaporkan, gejala yang bisa asimtomatik pada perempuan dan faktor lainnya
seperti pengendalian IMS yang sulit dilakukan akibat faktor perkembangan
bidang sosial, demografik, dan perilaku seksual beresiko.1,5
Di Asia Tenggara yang terdapat 11 negara, dengan prediksi total kejadian
IMS sekitar 78,5 juta yang dapat disembuhkan diantara jumlah populasi 945,2
juta orang dewasa (usia 15-49 tahun) atau sekitar 8% dari total populasi.
Angka insiden empat penyakit IMS antara lain: kasus C. trachomatis
sebanyak 7,2 juta, kasus N. gonorrhoeae sebanyak 25,4 juta, kasus syphilis
sebanyak 3 juta dan kasus T. vaginalis sebanyak 42,9 juta. Sedangkan angka
prevalensi kasus IMS di Asia Tenggara, diperkirakan terdapat 8,0 juta orang
dewasa terinfeksi C. trachomatis, 9,3 juta dengan kasus N. gonorrhoeae, 12,3
juta dengan syphilis dan 28,7 juta dengan T. vaginalis.5
Di Indonesia sendiri, menurut Survey Terpadu Biologis dan Prilaku
(STBP) Kemenkes yang bertujuan untuk menentukan kecenderungan
prevalensi Gonore, Klamidia, Sifilis, dan HIVdi antara populasi paling
beresiko di beberapa kota di Indonesia. Tahun 2011 prevalensi HIV tertinggi
terdapat di kelompok penasun (36%), prevalensi sifilis tertinggi pada
kelompok waria (25%), prevalensi gonore dan klamidia pada WPS (Wanita
Penjaja Seks) adalah 56% pada WPSL (WPS Langsung) dan 49% pada
WPSTL (WPS Tidak Langsung).6
2.1.3 Etiologi
Agen penyebab infeksi menular seksual sangat bervariasi. Berdasarkan
kelompok penyebabnya, etiologi infeksi menular seksual sebagai berikut.1
Patogen Manifestasi Klinis dan Penyakit
Infeksi Bakteri
Neisseria gonorrhoeae Gonore
Laki-laki : urethritis, epididymitis, orkitis,
kemandulan
Perempuan : servisitis, endometritis,
salpingitis, bartolinitis, penyakit radang
panggul, kemandulan, ketuban pecah dini,
perihepatitis
Laki-laki dan perempuan : proktitis, faringitis,
infeksi gonokokus diseminata
Neonatus : konjungtivitis, kebutaan
Chlamydia trachomatis Klamidiosis (Infeksi Klamidia)
Laki-laki : uretritis, epididimitis, orkitis,
kemandulan
Perempuan : servisitis, endometritis,
salpingitis, penyakit radang panggul,
kemandulan, ketuban pecah dini,
perihepatitis, umumnya asimtomatik
Laki-laki dan perempuan : proktitis, faringitis,
sindrom Reiter
Neonatus : konjungtivitis, pneumonia
Chlamydia trachomatis Limfogranuloma Venereum
(galur L1-L3) Laki-laki dan perempuan : ulkus, bubo
inguinalis, proktitis
Treponema pallidum Sifilis
Laki-laki dan perempuan : ulkus durum
dengan pembesaran kelenjar getah bening
lokal, erupsi kulit, kondiloma lata, kerusakan
tulang, kardiovaskular dan neurologis
Perempuan : abortus, bayi lahir mati, kelahiran
prematur
Neonatus : lahir mati, sifilis kongenital
Haemophilus ducreyi Chancroid (Ulkus Mole)
Laki-laki dan perempuan : ulkus genitalis yang
nyeri, dapat disertai dengan bubo.
Klebsiella Granuloma Inguinale (Donovanosis)
(Calymmatobacterium) Laki-laki dan perempuan: pembengkakan
granulomatis kelenjar getah bening dan lesi ulseratif
didaerah inguinal, genitalia dan anus
Mycoplasma genitalium Laki-laki : duh tubuh uretra (uretritis non-
gonore)
Perempuan : servisitis dan uretritis non
gonore, mungkin penyakit radang panggul
Ureaplasma urealyticum Laki-laki : duh tubuh uretra (uretritis non
gonokokus)
Perempuan : servisitis dan uretritis non-
gonokokus, mungkin penyakitradang panggul
Infeksi Virus
Human Infeksi HIV / Acquired Immune Deficiency
Immunedeficiency Syndrome (AIDS)
Virus (HIV) Laki-laki dan perempuan : penyakit yang
berkaitan dengan infeksi HIV, AIDS
Herpes Simplex Virus Herpes Genitalis
(HSV) tipe2 dan tipe 1 Laki-laki dan perempuan : lesi vesikular
dan/atau ulseratif didaerah genitalia dan anus
Neonatus : herpes neonatus
Human papillomavirus Kutil Kelamin
(HPV) Laki-laki : kutil di daerah penis dan anus,
kanker penis dan anus
Perempuan : kutil di daerah vulva, vagina,
anus, dan serviks; kanker serviks, vulva, dan
anus
Neonatus : papiloma laring
Virus hepatitis B Hepatitis Virus
Laki-laki dan perempuan : hepatitis akut,
sirosis hati, kanker hati
Virus moluskum Moluskum Kontagiosum
kontagiosum Laki-laki dan perempuan : papul multipel,
diskret, berumbilikasi di daerah genitalia atau
generalisata
Infeksi Protozoa
Trichomonas vaginalis Trikomoniasis
Laki-laki : uretritis non-gonokokus, seringkali
asimtomatik
Perempuan : vaginitis dengan duh tubuh yang
banyak dan berbusa, kelahiran prematur
Neonatus : bayi dengan berat badan lahir
rendah
Infeksi Jamur
Candida albicans Kandidiasis
Laki-laki : infeksi di daerah glans penis
Perempuan : vulvo-vaginitis dengan duh tubuh
vagina bergumpal, disertai rasa gatal &
terbakar di daerah vulva.
Infeksi Parasit
Phthirus pubis Pedikulosis Pubis
Laki-laki dan perempuan : papul eritematosa,
gatal, terdapat kutu dan telur di rambut pubis
Sarcoptes scabiei SKABIES
Papul gatal, di tempat predileksi, terutama
malam hari
2.2.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi fisiologis dan
patologis. Pada pria, sekret uretra merupakan gejala paling umum nampak
pada penyakit menular seksual. Pada pria sekret normal yaitu sperma, yang
dihasilkan dari testis, dan semen yang dihasilkan oleh prostat dan vesikula
seminalis. Duh patologis pada pria dapat dibagi atas urethritis gonococcal,
yaitu jika ditemukan kuman Neisseria gonorrhoeae, dan Urethritis non-
gonococcal, yaitu jika tidak ditemukan kuman Neisseria gonorrhoeae.7
2.2.3 Diagnosis4
Diagnosis dari duh tubuh dapat dilakukan dengan anamnesis dan
pemeriksaan atas duh tersebut. Anamnesis harus dilakukan dengan hati-hati,
mengingat objek yang kita periksa adalah organ seksual. Biasanya pasien
akan datang dengan perasaan takut, gelisah, ataupun malu. Pasien hendaknya
diyakinkan bahwa anamnesis yang akan kita lakukan adalah rahasia, dan
sebaiknya kita pun melakukannya dengan santai dan percaya diri, sehingga
pasien akan terbuka untuk memberikan informasi kepada kita.
a. Anamnesis
Pada anamnesis, dapat ditanyakan :
1) Sejak kapan muncul cairan dari alat kelamin?
2) Kira-kira seberapa sering muncul cairan dari alat kelamin?
3) Bagaimana warnanya?
4) Bagaimana konsistensinya?
5) Apakah disertai rasa panas, gatal, nyeri?
6) Apakah disertai gejala-gejala yang lain, contoh:demam?
7) Seberapa sering anda membersihkan alat kelamin anda?
8) Terangkan tentang seksualitas anda. Anda memilih pasangan pria,
wanita, atau bisa pria dan wanita?
9) Apakah pasangan anda mengalami gejala yang sama?
10) Bagaimana hubungan/komunikasi antar pasangan anda?
11) Apakah anda suka berganti-ganti pasangan?
12) Apakah anda memakai pelindung (contoh: kondom) saat
berhubungan seksual?
13) Apakah anda sebelumnya pernah berobat?
14) Apakah anda pernah membeli obat tanpa resep dari dokter? Jika ya,
obat apakah itu?
b. Cara Pemeriksaan Duh Tubuh
1) Laki-laki
a) Gunakan sarung tangan
b) Duh tubuh uretra diambil dengan sengkelit steril
c) Masukkan sengkelit melalui orifisium uretra eksternum sedalam
1-2 cm
d) Oleskan pada kaca objek
e) Fiksasi dan warnai dengan pulasan Gram
2) Perempuan
a) Pasien dalam posisi litotomi
b) Gunakan sarung tangan
c) Bersihkan genitalia eksterna dengan larutan antiseptik
d) Bila belum menikah, gunakan kapas lidi untuk mengambil duh
tubuh vagina
e) Bila sudah menikah, gunakan speculum dengan ukuran yang
sesuai.
f) Masukkan speculum steril, lihat posisi porsio, bersihkan dengan
kassa steril, masukkan sengkelit sampai endoserviks, ambil duh
dan letakkan di kaca objek
g) Masukkan sengkelit yang berbeda untuk pengambilan
sekret/duh di forniks posterior, letakkan di kaca objek yang
telah ditetesi larutan NaCl 0,9%
h) Masukkan kapas lidi steril, usap dinding vagina dan letakkan
pada kaca objek
i) Lepaskan spekulum dari vagina
j) Masukkan sengkelit ukuran terkecil untuk mengambil sediaan
dari uretra, letakkan specimen pada kaca objek.
k) Fiksasai sediaan dengan api Bunsen dan warnai dengan pulasan
garam
c. Cara Pewarnaan Sediaan
1) Sediaan basah
Sediaan yang telah ditetesi dengan NaCL 0,9% dapat dilihat
langsung dengan mikroskop perbesaran 100x dan 400x.
2) Sediaan gram
Setelah difiksasi dan diwarnai, sediaan dapat dilihat dengan
mikroskop cahaya dengan perbesaran 10x100 menggunakan minyak
emersi.
d. Hasil Pemeriksaan
1) Trikomoniasis : terlihat pergerakan flagel parasite T. vaginalis pada
sediaan.
2.6.2 Gonore1
a. Definisi
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae. Pada umumnya penularan terjadi melalui hubungan
seksual secara genito-genital, orogenital atau ano-genital. Tetapi, dapat juga
terjadi secara manual melalui alat-alat, pakaian, handuk, termometer, dan
sebagainya. Oleh karena itu secara garis besar dikenal gonore genital dan
gonore ekstra genital.
b. Etiologi
Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh NEISSER pada
tahun 1879 dan baru berhasil dilakukan kultur pada tahun 1882, oleh
LEISTIKOW. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria, terdapat 4
spesies, yaitu N.gonoffhoeae dan N.meningitidis yang bersifat pathogen serta
N.catanhalis dan N.pharyngis sicca yang sukar dibedakan kecuali dengan tes
fermentasi.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran
lebar 0,8 u dan panjang 1,6 u, bersifat tahan asam. Pada sediaan lang-sung
dengan pewamaan Gram bersifat Gram-negatif, terlihat di luar dan di dalam
leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering,
tidak tahan suhu di atas 3goc, dan tidak tahan desinfektan.
Secara morfologik gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak
mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel
dan akan menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi
ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum
berkembang (immatur), yakni pada vagina perempuan sebelum pubertas.
c. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi sangat singkat, pada laki-laki umumnya bervariasi antara
2-5 hari, kadangkadang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita
telah mengobati diri sendiri, tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala
sangat samar sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. Pada perempuan
masa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatik. Gambaran
klinis dan komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan
anatomi dan faal genitalia. Oleh karena itu perlu pengetahuan susunan
anatomi genitalia laki-laki dan perempuan. Berikut ini dicantumkan infeksi
pertama dan komplikasi, baik pada laki-laki maupun pada perempuan.
Pada laki-laki
1) Uretritis à lnfeksi simtomatik
Yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akuta dan dapat
meluas ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, asendens,
dan diseminata. Keluhan subyektif berupa rasa gatal dan panas di bagian
distal uretra di sekitar orifisium uretra ekstemum, kemudian disusul disuria,
polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari orificium uretra ekstemum
yang kadang-kadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri pada waktu
ereksi. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra ekstemum hiperemis,
edema dan ektropion. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
getah bening inguinal medial unilateral atau bilateral.
2) Tysonitis à Komplikasi lokal
Kelenjar Tyson ialah kelenjar yang menghasilkan smegma. lnfeksi
biasanya terjadi pada penderita dengan preputium yang panjang dan
kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya
butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila
duktus tertutup akan timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten.
3) Parauretritis à Komplikasi lokal
Sering pada orang dengan orifisium uretra ekstemum terbuka atau
hipospadia. lnfeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara
parauretra.
4) Litriasis à Komplikasi lokal
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau
butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat, dapat terjadi abses folikular.
Diagnosis dengan bantuan pemeriksaan uretroskopi.
5) Cowperitis à Komplikasi lokal
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala, sedangkan infeksi
yang mengenai kelenjar Cowper, dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri
dan adanya benjolan pada daerah perineum disertai rasa penuh dan panas,
nyeri pada saat defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah
melalui kulit perineum, uretra, atau rektum dan mengakibatkan proktitis.
6) Prostatitis à Asendens
Prostatitis akut ditandai dengan rasa tidak nyaman di daerah perineum
dan suprapubic, malese, demam, nyeri saat berkemih hematuri, spasme otot
uretra hingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, serta
obstipasi. Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi
kenyal, nyeri tekan, dan didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika
tidak diobati, abses akan pecah, masuk ke uretra posterior atau rektum dan
mengakibatkan proktitis.
Bila prostatitis berlanjut menjadi kronik, gejalanya ringan dan
intermiten, tetapi kadang-kadang menetap. Terasa tidak nyaman pada
perineum bagian dalam dan bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat
teraba kenyal, berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan.
7) Vesikulitis à Asendens
Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan
duktus ejakulatoris, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimitis
akut. Gejala subyektif menyerupai gejala prostatitis akut, berupa demam,
polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada saat ereksi atau ejakulasi. Pada
pemeriksaan colok dubur dapat diraba vesikula seminalis yang membengkak
dan keras seperti sosis, memanjang di atas lokasi prostat. Adakalanya sulit
menentukan batas kelenjar prostat yang membesar.
8) Vas deferentitis / funkulitis à Asendens
Gejala berupa rasa nyeri pada daerah abdomen bawah pada sisi yang
sama dengan terjadinya infeksi.
9) Epididimitis à Asendens
Epididimitis akut biasanya unilateral, dan umumnya disertai deferentitis.
Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis ini adalah trauma pada
uretra posterior yang disebabkan oleh tatalaksana tidak tepatatau kelalaian
pasien sendiri. Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan teraba
panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan
terasa nyeri sekali. Bila mengenal kedua epididimis dapat mengakibatkan
sterilitas.
10) Trigonitis à Asendens
lnfeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan
hematuria.
Pada perempuan
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada perempuan berbeda
dengan laki-laki, yang disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat
kelamin. Pada perempuan, gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir
tidak pemah didapati kelainan obyektif. Pada umumnya perempuan datang
mencari pengobatan, bila sudah terjadi komplikasi. Sebagian besar kasus
ditemukan pada saat pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga
berencana. Perlu diingat bahwa perempuan mengalami tiga masa
perkembangan :
a) Masa prapubertas: epitel vagina dalam keadaan belum berkembang
(sangat tipis), sehingga dapat terjadi vaginitis gonore.
b) Masa reproduktif: lapisan selaput lendir vagina menjadi matang, dan
tebal dengan banyak glikogen dan basil Doderlein. Basil Dioiderlein
akan memecahkan glikogen sehingga suasana menjadi asam dan suasana
ini tidak menguntungkan untuk tumbuhnya kuman gonokok.
c) Masa menopause: selaput lendir vagina menjadi atrofi, kadar glikogen
menurun, dan basil Dioiderlein juga berkurang, sehingga suasana asam
berkurang dan suasana ini menguntungkan untuk pertumbuhan kuman
gonokok, jadi dapat terjadi vaginitis gonore.
Pada perempuan dewasa, infeksi umumnya mengenai serviks uteri. Duh
tubuh mukopurulen, kadang-kadang disertai darah, serta mengandung banyak
gonokok mengalir ke luar dan menyerang uretra, duktus parauretra, kelenjar
Bartholin, rektum, dan dapat juga menjalar ke atas sampai pada daerah indung
telur.
1) Uretritis pada laki-laki dan perempuan à Infeksi pertama
Gejala utama ialah disuria, kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaan,
orifisium uretra eksternum tampak merah, edematosa dan ditemukannya
sekret mukopurulen.
2) Servisitis à Infeksi pertama
Dapat asimtomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
punggung bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak hiperemis dengan erosi
dan sekret mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi
servisitis akut atau disertai vaginitis
3) Parauretritis/Skenitis à Komplikasi lokal
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
4) Bartholinitis à Komplikasi lokal
Labium minor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri
tekan. Kelenjar Bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila berjalan dan
pasien sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses atau
dapat pecah melalui mukosa atau kulit. Bila kelainan tidak diobati dapat
rekuren atau menjadi kista.
5) Salpingitis dan PRP à Asendens
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa faktor
predisposisi, yaitu: masa puerperium (nifas), dilatasi setelah kuretase,
pemakaian IUD, tindakan pemasangan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Cara infeksi langsung dari serviks melalui tuba Fallopii sampai pada
daerah salping dan ovarium, sehingga dapat menimbulkan penyakit radang
panggul (PRP). lnfeksi PRP ini dapat menimbulkan kehamilan ektopik dan
sterilitas. Kira-kira 10% perempuan dengan servisitis gonore akan berakhir
dengan PRP. Gejala subyektif berupa rasa nyeri pada daerah abdomen bawah,
keluamya duh tubuh vagina, disuria, dan menstruasi yang tidak teratur atau
abnormal.
Diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain yang menimbulkan
gejala hampir sama,perlu dipikirkan, misalnya: kehamilan di luar kandungan,
apendisitis akut, abortus septik, endometriosis, ileitis regional, dan
divertikulitis. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pungsi kavum
Douglas dan dilanjutkan kultur mikroorganisme atau dengan laparoskopi.
lnfeksi gonore juga menyebabkan infeksi nongenital seperti yang diuraikan
berikut ini:
lnfeksi gonore non genital :
1) Proktitis
Proktitis pada laki-laki dan perempuan pada umumnya asimtomatik.
Pada perempuan infeksi dapat terjadi akibat perluasan infeksi di vagina dan
kadang-kadang akibat infeksi yang ditimbulkan akibat hubungan seksual
anogenital, seperti pada laki-laki yang melakukan hubungan sesama jenis.
Keluhan pada perempuan biasanya lebih ringan daripada laki-laki, terasa
seperti terbakar pada daerah anus dan pada pemeriksaan tampak mukosa
hiperemis, edema, dan tertutup duh genital mukopurulen.
2) Orofaringitis
lnfeksi terjadi melalui kontak seksual orogenital. Faringitis dan tonsilitis
gonore lebih sering daripada ginggivitis, stomatitis, atau laringitis. Keluhan
umumnya asimtomatik. Bila ada keluhan sukar dibedakan dengan infeksi
tenggorokan yang disebabkan kuman lain. Pada pemeriksaan daerah
orofaring tampak eksudat mukopurulen jumlah sedikit atau sedang.
3) Konjungtivitis
lnfeksi ini terjadi pada bayi baru lahir dari ibu yang menderita servisitis
gonore. Konjungtivitis pada dewasa terjadi akibat penularan pada
konjungtiva melalui tangan atau alat-alat. Keluhan yang timbul berupa
fotofobi, konjungtiva bengkak dan merah dan keluamya eksudat
mukopurulen. Bila tidak diobati dapat berakibat terjadinya ulkus komea,
enoftalmitis hingga kebutaan.
4) Gonore diseminata
Kira-kira 1 % kasus gonore akan berlanjut menjadi gonore diseminata.
Penyakit ini banyak didapat pada penderita dengan gonore asimtomatik
sebelumnya, terutama pada perempuan. Gejala yang timbul dapat berupa:
artritis (terutama monoartritis), miokarditis, endokarditis, perikarditis dan
meningitis.
lnfeksi yang timbul akibat hubungan seksual orogenital atau anogenital,
pada laki-laki dan perempuan dapat berupa orofaringitis dan proktitis. Serta
dapat terjadi penularan akibat kontak mukosa mata bayi intrapartum yang
mengakibatkan konjungtivitis.
2.7 Ulkus9
Ulkus genitalia merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan adanya
lesi ulseratif pada penis, skrotum, vulva, vagina, perineum dan perianal.
Ulkus genital dapat disebabkan oleh sejumlah organisme yang ditularkan
melalui hubungan seksual ataupun kondisi yang tidak berkaitan dengan
hubungan seksual.7 Ulkus genitalia yang ditularkan melalui hubungan seksual
seperti herpes genitalis, sifilis, ukus mole, limfogranuloma venereum dan
granuloma inguinalis.
Mikroorganisme masuk kedalam tubuh manusia dengan cara menembus
epitel membrane mukosa genitalia dan menyebabkan terbentuknya papul
ataupun vesikel yang berkembang menjadi pustul dan selanjutnya pecah
membentuk erosi atau ulkus. Diagnosis ulkus genitalia cukup sulit karena satu
ulkus genitalia dapat disebabkan oleh beberapa organisme. Hal ini
menyebabkan tanda dan gejala ulkus tumpang tindih satu dengan yang lainya
yang menyebabkan manifestasi klinis tersebut menjadi tidak spesifik.
Ulkus genitalia memiliki berbagai macam manifestasi klinis yang
penting untuk dipahami seperti papul, vesikel, erosi soliter atau multipel dan
dapat disertai rasa nyeri. Pada pemeriksaan ulkus genitalia harus menyeluruh
termasuk pemeriksaan kelenjar getah bening serta pemeriksaan terhadap
ulkusmeliputi ukuran, bentuk, permukaan, dasar, jumlah dan posisi ulkus
pada atau di sekitar genitalia, rasa nyeri dan duh tubuh dari ulkus. Penyakit
yang berhubungan dengan ulkus genitalis, yaitu :
Pada pasien yang berisiko tinggi untuk menjadi diseminata, atau yang
tidak dapat menerima pengobatan oral, maka asiklovir diberikan secara
intravena 5 mg/kgBB/hari tiap 8 jam selama 7-14 hari atau lebih lama. Bila
terdapat bukti terjadinya infeksi sistemik, dianjurkan terapi asiklovir
intravena 3x10 mg/kgBB/hari selama paling sedikit 10 hari.
Untuk pasien dengan infeksi HIV simtomatik atau AIDS, digunakan
asiklovir oral 5x400 mg/hari hingga lesi sembuh, setelah itu dapat
dilanjutkanterapi supresif. Pada pasien imunokompromais, kelainan akan
sangat mudah terjadi rekurensi, sehingga pengobatan supresif lebih
dianjurkan, dengan dosis asiklovir 2x400 mg/hari atau valasiklovir 2x500
mg/hari.
2.7.2 Sifilis
a) Definisi
Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang
hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai
masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.1
b) Epidemiologi
Angka kejadian sifilis mencapai 90% dinegara-negara berkembang.
World Health Organization (WHO) memperkirakan sebesar 12 juta kasus
baru terjadi di Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin dan
Caribbean. Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey
Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) tahun 2011 Kementrian Kesehatan RI
terjadi peningkatan angka kejadian sifilis di tahun 2011 dibandingkan tahun
2007. Biasanya banyak terjadi pada dewasa dan bayi baru lahir, untuk
frekuensi jenis kelamin yang sama antara pria dan wanita.2
c) Diagnosis1
1) Anamnesis
Stadium Manifestasi Klinis
Stadium I Asimtomatis
Stadium II Gejala umumnya tidak berat, berupa anoreksia,
turunnya berat badan, malaise, nyeri kepala,
demam yang tidak tinggi, dan athralgia.
Terdapat lesi yang tidak gatal.
Stadium Laten Asimtomatis
Stadium III Biasanya disertai demam
2) Pemeriksaan Fisik
Stadium Manifestasi Klinis
Stadium I • Ulkus tunggal, tepi teratur, dasar bersih,
terdapat indurasi, tidak nyeri; terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regional.
• Lokasi : di tempat kontak dengan lesi
infeksius pasangan seksual. Pada laki-laki
sering didapatkan di penis (terutama di glans
penis atau sekitar sulkus koronarius) dan
skrotum; pada perempuan didapatkan di
vulva, serviks, fourchette, atau perineum.
Namun dapat pula ulkus tidak tampak dan
tidak disadari oleh pasien.
Stadium II Terdapat lesi kulit yang polimorfik, tidak gatal
dan lesi di mukosa, sering disertai pembesaran
kelenjar getah bening generalisata yang tidak
nyeri (limfadenopati)
Stadium Laten • Tidak ditemukan gejala klinis pada pasien,
namun tes serologi sifilis (TSS) reaktif, baik
serologi treponema maupun nontreponema.
• Apakah ada sikatriks bekas sifilis stadium I
pada genital atau leukoderma pada leher
yang menunjukkan bekas sifilis stadium II
• Kadang-kadang terdapat pula banyak kulit
hipotrofi lenticular pada badan bekas papul-
papul stadium II.
Stadium III Didapatkan gumma, yaitu infiltrat sirkumskrip
kronis yang cenderung mengalami perlunakan
dan bersifat destruktif. Dapat mengenai kulit,
mukosa, dan tulang.
• Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan T.pallidum dengan mikroskop lapang gelap
2) Tes Serologi Sifilis
d) Tatalaksana1
Obat Pilihan Benzil benzatin penisilin G (BBPG), dengan dosis :
1. Stadium primer dan sekunder : 2,4 juta Unit, injeksi intramuskular,
dosis tunggal. Caranya : satu injeksi 2,4 juta Unit IM pada 1 bokong,
atau 1,2 juta Unit pada setiap bokong.
2. Stadium laten : 2,4 juta Unit injeksi intramuskular, setiap minggu,
pada hari ke- 1, 8 dan 15 Sesudah diinjeksi, pasien diminta
menunggu selama 30 menit
Obat alternatif , bila alergi terhadap penisilin atau pasien menolak injeksi
atau tidak tersedia BBPG:
1. Doksisiklin 2x100 mg oral selama 14 hari untuk stadium primer dan
sekunder atau selama 30 hari untuk sifilis laten.
2. Eritromisin 4x500 mg oral selama 14 hari untuk ibu hamil dengan
sifilis stadium primer dan sekunder, atau 30 hari untuk sifilis laten
(very low quality evidence, conditional recommendation.)
3. Evaluasi terapi: evaluasi secara klinis dan serologi dilakukan pada
bulan ke 1, 3, 6, dan 12. Kriteria sembuh: titer VDRL atau RPR
menurun 4 kali lipat dalam 6 bulan setelah pengobatan
d. Diagnosis
1) Anamnesis
Gejala sistemik : malaise, nyeri kepala, atralgia, nausea, anoreksia
dan demam. Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening
inguinal disertai tanda-tanda radang. Dan dapat berlanjut memberi gejala
kemerahan pada saluran kelenjar dan fistulasi.
2) Pemeriksaan Klinis
- Limfadenitis inguinal yang unilateral, nyeri
- Didahului lesi primer berbentuk tak khas dan tak nyeri (erosi,
ulkus dangkal, vesikel, pustule atau papul).
- Selain lifadenitis, terjai pula periadenitis yang menyebabkan
perlekatan jaringan di sekitarnya, kemudian terjadi perlunakan
yang mengakibatkan konsistensinya menjadi bermacam-macam
yaitu keras, kenyal, dan lunak (abses)
3) Pemeriksaan Penunjang
- Tes kulit Frei untuk menilai adanya infeksi Chlamydia
- Tes ikatan komplemen untuk menilai titer antigen yang timbul
dalam darah
- Tes Gate parakosta untuk menilai kadar gama globulin.
e. Tatalaksana
1) Doksisiklin 2x100 mg, peroral selama 21 hari
2) Erytromisin base 4x500 mg, peroral selama 21 hari
3) Azitromisin 1x500 mg, peroral selama 3 minggu.
4) Kompres terbuka jika abses telah pecah, misalnya dengan larutan
permanganas kalikus 1/5.000
d. Diagnosis
1) Anamnesis
Penyakit diawali dengan nodus subkutan tunggal atau multipel,
kemudian mengalami erosi, menimbulkan ulkus berbatas tegas,
berkembang lambat dan mudah berdarah.
2) Pemeriksaan Klinis
- Ulkus dapat dijumpai di daerah penis (glans, preputium, batang
penis, pertemuan penis-skrotum), vulva, labia mayora, serviks,
mons pubis, kadang-kadang perianal, jarang dapat mengenai
daerah diluar genitalia.
- Ulkus di daerah mukokutan yang progresif lambat dan dapat
meluas.
- Ulkus tanpa rasa nyeri, tunggal, kadang multipel.
- Tepi ulkus dapat meninggi, tidak teratur, berbatas tegas, dan
berindurasi.
- Dasar ulkus yang masih baru dipenuhi oleh cairan berwarna
merah darah.
- Pada ulkus yang sudah lama, dasar ulkus berupa jaringan
granulasi, berwarna merah daging, mudah berdarah, dengan
cairan seropurulen yang berbau busuk, sedikit atau tidak ada
eksudat purulent; pus menandakan terjadi infeksi sekunder.
3) Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan apusan jaringan untuk memeriksa granulomatosis
- Kadang diperlukan biopsy bila terdapat kasus dengan dugaan
kuat granuloma inguinale secara klinik, namun sediaan apusan
jaringan secara berulang selalu negatif.
e. Tatalaksana
Prinsip pengobatan :
1) Lama pengobatan antara 3 minggu sampai 3 bulan, hingga sembuh
2) Bila bersamaan dengan infeksi HIV, diperlukan waktu pengobatan
yang panjang
Pengobatan spesifik berupa :
1) Doksisiklin 2x100 mg/hari, per oral
2) Azitromisin 1 gram per oral setiap minggu
3) Eritromisin base 4x500 mg/hari per oral
BAB III
KESIMPULAN
1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2019.
2. CDC Centers for Disease Control and Preventation . Retrieved from Sexually
Transmitted Disease Surveillance 2018.
3. BKKBN. Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi Infeksi
Menular Seksual dan HIV/AIDS. Jakarta: BKKBN dan UNESCO Jakarta.
2013
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanganan
Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2016.
5. WHO, 2018. Report on global sexually transmitted infection surveillance,
2018. Switzerland: WHO.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017.
7. Marcelo JB, Fabio M, Valdir M. Prevalence of Neisseria Gonorrhoeae and
Chlamydia trachomatis infection in men attending STD clinics in Brazil.
Dalam : Revista da Sociedade Brasileira de Medicina Tropical. Volume 43.
2011
8. Davey P. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. 2006
9. Siregar RS. Atlat berwarna saripati penyakit kulit. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;
2015.