Anda di halaman 1dari 8

2.

1 Definisi

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
PMS dikenal pula dengan sebutan Penyakit Akibat Hubungan Seksual (PHS) atau Sexually
Transmitted Diseases (STD). (Kemenkes RI, 2013). Penelitian Sevelius (2009), menyatakan
prevalensi meningkat sebanyak 25,2% melalui perilaku seks berisiko yang dilakukan berulang
kali tanpa proteksi. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko bila melakukan hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal.PMS
menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat,
infeksi dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan
kematian. Perempuan berisiko untuk terkena PMS lebih besar daripada laki-laki sebab alat
reproduksi perempuan lebih rentan dan seringkali berakibat lebih parah karena gejala awal tidak
segera dikenali, sedangkan penyakit melanjut ke tahap lebih parah.
Di Indonesia Angka IMS saat ini cenderung meningkat, penyebarannya sulit ditelusuri
sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan, adapun
jumlah penderita yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari jumlah penderita sesungguhnya.
Banyak kasus yang asimtomatik (tanpa gejala yang khas) terutama pada wanita. Meskipun
demikian program pencegahan dan pemberantasan infeksi menular seksual harus diberi prioritas
yang tinggi karena infeksi menular seksual membawa konsekuensi yang tinggi (Kemenkes RI,
2009). Menurut WHO memperkirakan 350 juta kasus baru Penyakit menular seksual (sifilis,
gonore, klamidia, dan trikhomonas) terjadi setiap tahunnya di dunia khususnya di negara
berkembang seperti Afrika, Asia, Asia tenggara, dan Amerika Latin.

2.2 Etiologi Penyakit Menular Seksual

Menurut Handsfield(2001) dalam Chiuman (2009), Penyakit menular seksual dapat


diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, yakni:

a. Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia


trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis,
Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter sp, Streptococcus group B, Mobiluncus sp.
b. Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia,
c. Dari golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus(tipe 1 dan 2), Herpes Simplex
Virus (tipe 1 dan 2), Human papiloma Virus, Cytomegalovirus, Epstein-barr virus,
Molluscum contagiosum virus,
d. Dari golongan ektoparasit, yakni Phthirus pubis dan Sarcoptes scabei

2.3 Patofisologi

Penyakit menular seksual dapat disebabkan dari berbagai hal terutama kurangnya pengetahuan.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012), pengetahuan remaja
(pria dan wanita umur 15-24 tahun) tentang PMS masih rendah dimana 35% wanita dan 19%
pria mengetahui gonorrhea, 14% wanita dan 4% pria mengetahui genital herpes, sedangkan
pengetahuan mengenai condylomata, chancroid, chlamydia, candida, dan jenis IMS lain
tergolong sangat rendah (dibawah 1%).
Sealin itu, hubungan seks pertama kali yang terlalu muda akan meningkatkan risiko terinfeksi
PMS. Perilaku remaja yang rentan terhadap PMS meliputi: terlalu dini melakukan hubungan
seks, tidak konsisten memakai kondom, melakukan aktifitas seks tanpa perlindungan,
berhubungan seks dengan pasangan yang beresiko atau berganti-ganti pasangan.

2.4 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis atau gejala knis yang muncul bagi penderita PMS dijelaskan berdasar
klasifikasi jenis penyakit, seperti berikut:

a. Sifilis (Ahmad, 2009; Hutapea, 2005 dalam Agustini & Arsani, 2013)
● Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
● Kelainan membrane mukosa: Mucous patch dapat ditemukan di bibir,
mulut, farings, laring dan mukosa genital.
● Kelainan kulit, rambut dan kuku: Dapat berupa makula eritem, papu
papuloskuamosa, dan bula.
● Kelainan tulang: Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis, dan
osteitis pada tulangtulang panjang merupakan gambaran yang khas.
● Kelainan kelenjar getah bening terdapat : limfadenopati generalisata
● Kelainan alat-alat dalam: hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis,
pneumonia.
● Kelainan mata: korioretinitis, glaukoma, dan uveitis
● Kelainan hematologi: anemia, eritroblastemia, retikulositosis,
trombositopenia.
● Kelainan susunan saraf pusat : meningitis sifilitika akut yang bila tidak
diobati secara adekuat akan menimbulkan hidrosefalus,
● kejang, dan mengganggu perkembangan intelektual.
b. Gonorrhea
Penderita mengalami nyeri saat buang air kecil, terdapat caran abormal pada penis
atau vagina. Pria mengalami nyeri di testis, sedangkan wanita mengalami nyeri di
perut bagian bawah. Pada beberapa kasus gonore tidak memiliki gejala.
c. Kondilmoa Akuminata
Predileksi, kutil genitalis yang tumbuh di area hangat dan lembab.
d. Herpes Genitalis
Gejala awal : gatal, kesemutan, dan sakit. Lalu muncul bercak kemerahan yang
kecil, diikuti sekumpulan vesikel yang terasa nyeri. Vesikel pecah membentuk
luka yang melingkar, akibatnya penderita nyeri saat berkemih dan berjalan
Luka membaik dalam 10 hari, meninggalkan jaringan parut.
e. Chlamydia
Pria : urethritis, duh tubuh mukopurulen pada pagi hari (morning drops), gatal
pada uretra, rasa panas saat buang air kecil, asimptomatik ( 1 – 25%)
Wanita servisitis, duh tubuh mukopurulen, bengkak, eritema, mudah berdarah
pada endoserviks, asimptomatik (70%)

2.5 komplikasi

Suatu studi epidemiologi menggambarkan bahwa pasien dengan infeksi menular seksual lebih
rentan terhadan HIV. Infeksi menular seksual diimplikasikan sebagai faktor yang memfasilitasi
penyebaran HIV (WHO,2004).

Jika tidak ditangani dengan serius, penyakit menular seksual dapat menyebabkan; Peradangan
pada mata, Radang sendi, Nyeri panggul, Radang panggul, Infertilitas, Penyakit
jantung, Kanker serviks, Kanker anus, Abses anus. (Alodokter, 2019)

2.6 pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang Penyakit Menular Seksual menurut PERDOSKI (2018) antara lain:

1. Pemeriksaan pap smear, atau anoskopi. Gunanya untuk menyingkirkan  adanya Infeksi Virus
Human Papilloma (VPH ). Virus ini dapat menyerang laki-laki maupun perempuan.

2. Mengambil sedikit cairan dari daerah kelamin, urethra, atau anus. Lalu menguji sampel cairan
tersebut untuk memastikan adanya infeksi Gonore & Chlamydia. 

3. Bila ada luka di sekitar area genital, ambil sampel darah dan sampel cairan dari area luka. Lalu
menguji sampel tersebut juga dilakukan untuk menyingkirkan adanya infeksi Syphillis dan
Herpes kelamin.
2.7 penatalaksanaan

Menurut WHO(2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua cara, bisa
dengan penaganan berdasarkan kasus(case management) ataupun penanganan berdasarkan
sindrom (syndrome management). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya
berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas
mikroba, tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan
penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan gejala
yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan sindrom.

Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikrooganisme
penyebnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu diberi
pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008).

Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:

1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson,


spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007).
2. Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin, tetrasiklin, eritromisin,
dan kloramfenikol (Hutapea, 2001).
3. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells et al, 2003).
4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et al., 2003).
5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).

Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh dari mikroba, obat
antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa (2004), resisten antibiotika
menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita, lebih lama di rumah sakit, dan biaya
lebih mahal.

2.8 Askep

Kasus:

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Identitas
Nama: Bpk. S
Umur: 35 tahun
Jenis Kelamin: Pria
Agama: Islam
Suku Bangsa: Jawa
Pekerjaan: Tour Guide
Status Perkawinan: Belum Kawin
Alamat: Bali
MRS: 3 Maret 2021

Keluhan Utama: Panas pada area kelamin, Nyeri saat kencing, gatal, keluar nanah yang
disertai darah saat kencing

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien didiagnosis meds gonore. Pasien juga mengaku
sering berganti pasangan seksual, keluhan dirasakan sejak 2 minggu lalu. Skala nyeri
7/10

Riwayat Penyakit Dulu: pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit parah
sebelumnya

Riwayat Penyakit Kekuarga: pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang
menderita penyakit yang sama.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : komposmentis, panas pada are kelamin.
Pemeriksaan per sistem :
1. Sistem kardiovaskular : klien mengalami takikardi > 100/menit. TD nya hipotesis
yaitu < 100 mm Hg, klien tampak pucat dan cemas.
2. Sistem respensi gastro intestinal : klien mengalami tarkipnea dengan frekuensi >
24/menit.
3. Sistem gastro intestinal : penrita tidak mengalami gangguan pada sistem ini.
4. Sistem musculoskeletal : untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam beraktivitas
terlalu sering dibantu dengan alat.
5. Sistem integument : turgor kulit jelek.

Data penunjang :
· Pemeriksaan urin
· Pemeriksaan lab

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri b.d reaksi


infeksi d.d tampak
meringis
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
...x 24 jam,
diharapakan nyeri
klien akan
berkurang/menghila
ng dengan
Kriteria Hasil :
- Mengenali faktor
penyebab
- Menggunakan
metode pencegahan
non analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Menggunakan
analgetik sesuai
kebutuhan
- Melaporkan nyeri
yang sudah
terkontrol
- Skala nyeri 0-1

Az-Zahra, A. J. (2019). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Mahasiswa Keperawatan


Memberikan
Stigma Sosial Terhadap Orang Dengan Hiv/Aids (Odha). (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).
Februanti, Sofia. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kanker Serviks : Terintegrasi
Dengan
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) PPNI. Sleman :
Deepublish
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik dan Direktorat Jenderal Pemberatasan Penyakit Menular
dan
Penyehatan Lingkungan. Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV untuk
Konselor Profesional. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2013
Djuanda,Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI
FK UI. 2000. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi keempat. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Anak.
Jakarta: Kementerian kesehatan RI, 2012.
Murlistyarini, Sinta, Prawitasari, Suci, & Setyowatie, Lita. 2018. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin. Malang : Universitas Brawijaya Press
Setiawati, D. (2014). Human Papilloma Virus Dan Kanker Serviks. 450–459.
SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin. Airlangga University Press, 2007. Pp:86-92
Suwandani, R. (2015). Pengetahuan dan Sikap Berisiko Waria dengan Kejadian Infeksi Menular
Seksual (IMS) Pada Waria di Sidoarjo. Jurnal Berkala Epidemiologi, 3 (1): 35-44.
Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Perdoski.id. (2018) Siapa Saja yang Wajib Skrining IMS? Diakses pada 09 Maret 2021 dari
https://www.perdoski.id/article/detail/872-siapa-saja-yang-wajib-skrining-ims
Taylor, M. & Seehafer, R.L. (2000) Risky Sexual Behavior Adolescent Women, JSPN, 5:1
Tjhay, Fransisca. 2011. Risiko Infeksi Human Papilloma Virus (Hpv) Pada Penyakit Menular
Seksual. Damianus Journal of Medicine. 10 (1) : 24 – 30

Anda mungkin juga menyukai