1. Jumlah personil ketika pandemi dibatasi sesuai tugas pokok masing-masing personil,
khususnya di dalam ruang rawat inap dan ruang operasi
2. Teknis penyelenggaraan operasi, diselenggarakan bertahap
menyesuaikan kapasitas rawat inap
3. Ruang rawat inap diberi jarak pada bed antar pasien
4.2 Sterilisasi
3. Bahan tambahan: setiap lepas APD menggunakan hand sanitizer, terdapat ruang
donning doffing, sirkulasi udara ruangan perawatan harus sesuai, dan sterilisasi
ruangan menggunakan UV
4. Pada pasien yang terindikasi positif covid akan dilakukan penjadwalan ulang dengan
catatan PCR negatif pada kunjungan berikutnya (Cunha et al., 2020; WSRI
Collaborative, 2020)
Gambar 1. Larutan enzim yang digunakan untuk sterilisasi alat dengan resiko kontaminasi
bakteri / virus
4.3 Skrining Awal
1. Tidak sedang mengalami demam (suhu badan > 38o C) atau dalam 14 hari terakhir
pernah mengalami demam dan gejala gangguan pernafasan (batuk, sesak nafas, nyeri
tenggorokan)
2. Tidak ada riwayat kontak dengan orang yang terkonfirmasi COVID-19 dalam 14
hari terakhir
3. Tidak sebagai subyek kasus kontak erat
4. Tidak ada riwayat batuk atau kesulitas bernafas, dengan disertai sianosis sentral atau
SpO2 <90%, distress pernafasan berat (seperti mendengkur) dalam 14 hari terakhir
5. Pada pemeriksaan penunjang serologi, didapatkan nilai leukosit, monosit, limfosit
dalam batas normal
6. Pada pemeriksaan penunjang thorax, didapatkan gambaran thorax dalam batas
normal
7. Pada pemeriksaan rapid antibodi atau, serologi atau swab antigen atau PCR
didapatkan hasil negatif (-)
1. Pada penderita COVID-19 gejala klinis khas yang dirasakan adalah Anosmia (53%)
dan Faringitis akut (17,4%)
2. Beberapa gejala klinis COVID-19 lain disertai dengan prosentase kejadian gejala
tersebut meliputi: Demam (83,3%), Batuk (60,3%), Fatigue (38%), Mialgia (28,5%),
Peningkatan produksi sputum (26,9%), Napas cepat-pendek (24,9%)
3. Jika didapatkan pasien dengan hasil positif COVID-19 atau tidak sesuai dengan poin
yang telah dijelaskan pada skrining pada pasien, maka perawatan pada pasien akan
ditunda dan dapat dijadwalkan ulang setelah pasien dinyatakan bebas dari COVID-
19 (Cunha et al., 2020; Puylaert et al., 2020)
Kriteria untuk menegakkan diagnosis adalah adanya celah pada bibir atas
komplit, pada sisi kiri atau kanan, bila komplit sampai dasar hidung terbelah dua,
dapat disertal ada/tidaknya celah gingiva pada sisi celah.
Diagnosis Kerja adalah Labioschisis unilateral komplit. Diagnosis
bandingnya adalah Celah akibat trauma atau penyakit noma. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis adalah Thorax,
Laboratorium Darah , dan Logopedi.
Edukasi/Hospital Health Promotion yang disampaikan kepada pasien dan
keluarga antara lain mengenai penyebab terjadinya Celah Bibir Unilateral
Komplit yaitu kegagalan penyatuan bibir komplit. Hal ini mengakibatkan keluhan
berupa estetik dan fungsi terganggu.
Indikator Medis Perlu dibuat untuk kepentingan arsip, follow up,
penelitian. Dilakukan pencatatan identitas pesien secara jelas dan lengkap,
diagnosis akhir, penatalaksanaan, penyulit, keadaan pasien setiap kali kontrol.
4.5.4.2 Penatalaksanaan Operasi Celah Bibir Unilateral Inkomplit
Celah bibir unilateral inkomplit adalah kelainan bawaan berupa celeh
pada salah satu sisi bibir atas, celah ini dapat inkomplit unilateral kiri atau kanan.
Celah tidak sampai ke dasar hidung disertai ada tidaknya celah pada gingiva.
Informasi yang perlu digali melalui anemnesa antara lain keluhan, waktu
mulai, proses dan lama terjadinya, riwayat pengobatan keluhan, riwayat
kesehatan keluarga.
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan
umum, pemeriksaan tanda vital ( pemeriksaan tekanan darah, kecepatan nadi,
frekuensi pernafasan, dan suhu tubuh), pemeriksaan dan penentuan status
generalis, meliputi pemeriksaan keadaan kepala dan leher, dada (thorax),
abdomen dan ekstrimitas, pemeriksaan dan penentuan status lokalis (inspeksi dan
palpasi pada daerah keluhan).
Kriteria untuk menegakkan diagnosis adalah adanya celah pada bibir atas
inkomplit, pada sisi kiri atau kanan, dasar hidung tidak terbelah dua, dapat
disertal ada tidaknya celah gingiva pada sisi celah.
Diagnosis Kerja adalah Celah Bibir Unilateral Inkomplit. Diagnosis
bandingnya adalah Celah akibat trauma atau penyakit noma. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis adalah Thorax,
Laboratorium Darah , dan Logopedi.
Edukasi/Hospital Health Promotion yang disampaikan kepada pasien dan
keluarga antara lain mengenai penyebab terkadinya Celah Bibir Unilateral
Inkomplit yaitu karena kegagalan penyatuan bibir inkompit pada satu sisi. Hal ini
mengakibatkan keluhan berupa estetik dan fungsi terganggu
Indikator Medis Perlu dibuat untuk kepentingan arsip, follow up,
penelitian. Dilakukan pencatatan identitas pesien secara jelas dan lengkap,
diagnosis akhir, penatalaksanaan, penyulit, keadaan pasien setiap kali kontrol.