Anda di halaman 1dari 9

1

Short-term outcomes of tonsillectomy in adult patients with


recurrent pharyngitis: a randomized controlled trial
Timo Koskenkorva MD, Petri Koivunen MD PhD, Markku Koskela MD PhD, Onni
Niemela MD PhD,AilaKristo MD PhD, Olli-Pekka Alho MD PhD
ABSTRAK
Latar Belakang: Belakangan hanya sedikit bukti mengenai manfaat tonsilektomi pada
pasien dewasa. kami berusaha untuk menentukan efikasi jangka pendek tonsilektomi
untuk faringitis berulang pada orang dewasa.
Metode: Kami melakukan, percobaan paralel-kelompok, terkontrol secara acak pada pusat
perawatan tersier telinga, hidung, dan tenggorokan di Oulu, Finlandia, antara Oktober
2007 dan Desember 2010. Pasien dewasa dengan faringitis berulang secara acak
dimasukan dalam kelompok kontrol atau kelompok tonsilektomi. Hasil utama kami adalah
perbedaan proporsi pasien dengan berat faringitis (gejala parah dan tingkat protein C-
reaktif > 40 mg / L) dalam dalam 5 bulan. Hasil sekunder kami termasuk perbedaan
antara kelompok-kelompok dalam proporsi pasien yang memiliki episode faringitis
dengan atau tanpa konsultasi medis, kejadian faringitis dan jumlah hari dengan gejala.
Hasil: Dari 260 pasien yang dirujuk untuk tonsilektomi karena faringitis berulang, kami
merekrut 86 peserta untuk studi kami. dari ini, 40 pasien secara acak dialokasikan untuk
kelompok kontrol, dan 46 secara acak dialokasikan kepada kelompok tonsilektomi. satu
pasien pada kelompok kontrol dan tidak ada pasien di kelompok tonsilektomi memiliki
episode faringitis parah (selisih 3%, interval kepercayaan 95% [CI] -2% sampai 7%).
Tujuh belas pasien di kelompok kontrol (43%) dan 2 pasien di kelompok tonsilektomi
(4%) berkonsultasi dengan dokter untuk faringitis (perbedaan 38%, 95% CI 22% sampai
55%). Secara keseluruhan, 32 pasien dalam kelompok kontrol (80%) dan 18 pasien dalam
kelompok tonsilektomi (39%) memiliki sebuah episode faringitis selama 5 bulan follow-
up (selisih 41%, 95% CI 22% menjadi 60%). Tingkat faringitis dan jumlah hari gejala jauh
lebih rendah pada kelompok tonsilektomi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Interpretasi: Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah episode yang parah
faringitis antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, dan episode serangan juga
jarang. Namun, tonsilektomi menghasilkan sedikit gejala faringitis, akibatnya menurun
jumlah kunjungan medis dan hari absen dari sekolah atau bekerja. Untuk alasan ini,
operasi mungkin bermanfaat bagi beberapa pasien. Trialregistration: ClinicalTrials.gov,
no. NCT00547391.




2

Faringitis berulang merupakan masalah kesehatan yang umum menyebabkan
penggunaan berulang agen antibiotik dan kejadian absen dari sekolah atau bekerja.
Kondisi ini seringnya dilakukan tonsilektomi. Menurut sebuah review Cochrane baru-baru
ini, tonsilektomi dan adenotonsillectomy mengurangi jumlah absen dengan episode dan
sakit tenggorokan pada anak-anak. Namun, review sama menemukan bukti terbatas
manfaat tonsilektomi pada orang dewasa.
Alho dan koleganya telah menunjukkan pada studi sebelumnya bahwa orang
dewasa dengan faringitis streptokokus berulang parah mendapat manfaat besar manfaat
dari tonsilektomi dalam waktu yang singkat. Namun, beberapa pedoman Itu menunjukkan
cairan tenggorokan rutin Seharusnya tidak dilakukan dalam manajemen perawatan primer
akut faringitis, menimbulkan pertanyaan bagaimana memperlakukan episode berulang dari
faringitis Bila penyebabnya adalah diketahui. Malthus, kami Berusaha untuk menentukan
efektivitas tonsilektomi dalam Mengurangi jumlah episode faringitis berat antara pasien
dewasa dengan faringitis berulang yang berasal dari manapun.
Metode
Desain Studi
Kami melakukan percobaan kelompok secara acak, terkontrol, dan parallel. Pada
sebuah pusat pelayanan THT. Semua pasien diberikan inform konsen. Protokol penelitian
telah disetujui oleh komite etik RS Universitas Oulu.
Partisipan
Kami memilih dari pasien yang dirujuk dilakukan tonsilektomi karena faringitis
rekuren dari 29 oktober 2007 sampai 30 juni 2010.
Kriteria klinis untuk masuk dalam penelitian adalah episode ke 3 atau lebih dalam
12 bulan terakhir. Episode tersebut harus sudah terjadi kelainan, mengganggu fungsi
normal, cukup parah sehingga pasien membutuhkan perhatian medis dan melibatkan tonsil
palatine. Tidak perlu dilakukan pemeriksaan kultur atau antigen untuk menunjukan adanya
infeksi Streptococcus grup A. Kriteria eksklusi kami adalah usia dibawah 13 tahun,
riwayat abses peritonsilar, tonsillitis kronis, dalam penggunaan agen antibiotic, diluar
daerah Oulu, mengandung atau penyakit sebelumnya yang membutuhkan tindakan bedah
pada hari yang sama.
Intervensi
Kami menentukan pasien pada kelompok kontrol atau kelompok tonsilektomi
menggunakan teknik randomisasi sederhana.
Pasien dalam kelompok kontrol diletakan dalam daftar tunggu tonsilektomi
sementara dibedah setelah 5 6 bulan kemudian (diawasi ketat); sementara kelompok
tonsilektomi dilakukan bedah secepat mungkin. Pembedahan melibatkan pengangkatan
ekstrakapsular total tonsil palatine dibawah anastesi total. Untuk alasan praktis, median
3

waktu ditetapkan antara pengacakan kelompok tonsilektomi dan pembedahan yaitu 14 hari
(interkuantil 8-23 hari).
Protokol penelitian
Pada semua kelompok penelitian, pasien dilakukan pemeriksaan, dan kami
mengumpulkan data. Keduanya diikuti paling tidak 5 bulan setelah pengacakan.
Kami menyarankan pasien untuk berkunjung ke dokter umum, atau peneliti apabila
ia merasakan munculnya gejala faringitis akut. Sebagai tambahan, kami memberi tahu
pasien pentingnya untuk mencari saran medis terhadap gejala yang dirasakan selama
penelitian seperti mereka lakukan sebelumnya. Pada kunjungan akut, pasien dilakukan
pemeriksaan klinis termasuk apusan tenggorokan dan pemeriksaan darah untuk mengukur
serum protein C-Reaktif (). Pemeriksaan darah diulangi 3 hari kemudian. Semua analisis
lab dan mikrobiologis dilakukan staf secara blinded.
Sebuah catatan penelitian disediakan untuk pasien termasuk di dalamnya
informasi mengenai studi dan instruksi dari dokter umum, yang termasuk informasi padan
pemeriksaan dan rekam status telinga, hidung, dan tenggorokan dan pengambilan sampel
darah serta kultur tenggorokan. Pasien menerima terapi seperti yang telah diresepkan oleh
dokter (dokter peneliti jika ada), yang merekam tanggal lokasi dan diagnosis serta terapi
episode akut pada catatan. Untuk pasien kelompok tonsilektomi, catatan mengenai
penelitian juga termasuk kuesioner Glasgow Benefit Inventory healthrelated quality-of-life
yang haruis dijawab 6 bulan setelahnya.instrumen ini telah di validasi dalam bahasa
finlandia dengan translasi, onsiliasi, dan tes plot serta translasi ulang.
Pasien menggunakan catatan harian gejala untuk mencatat munculnya dan
parahnya gejala akut (ringan, sedang, atau berat); nyeri tenggorokan, batuk, rhinitis,
demam, dan tidak hadir di sekolah atau tempat kerja. Gejala lebih dari 30 hari adlah kronis
maka kami eksklusikan.
Kami mengumpul catatan penelitian pada saat kunjungan follow-up. Kami
memeriksa informasi yang kurang atau tak dapat dibaca via telepon. Kami mengumpulkan
data yang mengacu ke grafik kunjungan akut dan pasien tonsilektomi .
Outcome
Outcome primer kami adalah perbedaan pada proporsi pasien dengan episode
faringitis berat dalam 5 bulan. Episode berat harus sudah melibatkan konsultasi medis
yang tercatat dalam catatan penelitian, dan pasien harus memiliki nyeri tenggorokan akut
gejala yang berasal dari faring (misalnya edema, eritem, tonsillitis eksudat, limfadenitis
servikal anterior). Sebagai tambahan, tingkat serum protein C-reaktif juga pada hari yang
dijanjikan atau 3 hari kemudian harus lebih tinggi dari 40mg/L. jika sampel darah tidak
diambil, hasil kultur tenggorokkan harus menunjukan selain flora normal, dan pasien
jugaharus terdapat tingkat nyeri tenggorokan yang berat. Outcome sekunder adalah
perbedaan proporsi pasien dengan segala episode faringitis (nyeri tenggorokan bertahan
hingga 2 hari) dan episode dengan konsultasi medis dalam 5 bulan follow-up, berapa
4

kali episode serangan, perbedaan rerata kejadian episode, rerata jumlah hari absen dari
sekolah atau tempat kerja dan rerata jumlah hari munculnya gejala selama follow-up.
Kami juga mencatat hubungan kualitas hidup-kesehatan dan efek samping tonsilektomi.
Analisis statistik
Kami memperkirakan bahwa 70 pasien perlu terdaftar dalam penelitian ini untuk
itu untuk memiliki statistik kekuatan 80% untuk mendeteksi perbedaan absolut dari 25%
di tingkat kekambuhan dari faringitis parah. Kami bertekad perkiraan ini menggunakan 5
bulan tingkat kekambuhan 25% pada kelompok kontrol dan 0% pada kelompok
tonsilektomi berdasarkan hasil sidang sebelumnya oleh Alho dan rekan. Kami anggap s
nilai p 2-sisi dari 0,05 menjadi signifikan. Kami menganalisis semua peserta secara
intention-to-treat.
Untuk data deskriptif, kita menghitung cara dengan standar deviasi atau median
dengan rentang -quartile antar. Kami menggunakan Mann -Whitney U test untuk
membandingkan variabel kontinyu. Kami membangun kurva survival, karena mereka
terkait dengan kelompok perlakuan, dengan menggunakan Kaplan-Meier, mulai dari
tanggal pengacakan dalam kelompok kontrol dan sejak tanggal operasi di kelompok
tonsilektomi. Kami menguji perbedaan antara kelompok menggunakan uji log-rank. kami
menghitung perbedaan mutlak dan 95% confidence interval (CI) dalam proporsi
kekambuhan antara kelompok pada 5 bulan.
Kami menentukan jumlah semua episode faringitis, hari gejala dan absen dari
sekolah atau bekerja per orang-tahun menggunakan data diperoleh selama masa tindak
lanjut. Namun, pada kelompok tonsilektomi, kami dikecualikan dari waktu risiko kali
pemulihan individu segera setelah tonsilektomi selama pasien mengalami nyeri
tenggorokan terus menerus (rata-rata 17 6 d). dalam penilaian Inventory kuesioner
Glasgow Benefit, kami rata-rata tanggapan atas semua pertanyaan 18 untuk memberikan
setiap pertanyaan bobot yang sama. Kami kemudian dialihkan skor rata-rata ke skala
manfaat terus-menerus mulai dari -100 sampai 100; skor -100 berarti bahaya maksimal,
skor 0 berarti tidak ada perubahan, dan skor 100 menyarankan manfaat maksimal untuk
kualitas hidup.
Hasil
Peserta dan pendaftaran
Pada pasien pertama kali saat pengacakan pada oktober 2007, dan pasien terakhir
lengkap pada desember 2010. Total 260 kandidat terdaftar sebagai skrining, dimana
dieksklusikan 132; 42 kandidat menolak untuk berpartisipasi (gambar 1). Kebanyakan
pasien yang di eksklusikan memiliki riwayat episode tonsilitis yang lebih sedikit, memiliki
tonsillitis kronis, atau tinggal diular daerah studi. Dari 86 tersisa kami secara acak
memasukan 40 sebagai kelompok kontrol dan 46 kedalam kelompok tonsilektomi.
Hampir semua pasien dalam kelompok kontrol menjalani pembedahan sesuai
jadwal; pembedahan dilakukan sebelum batas 5 bulan pada 3 pasien akibat gejala berat.
5

Dua pasien, satu pada masing-masing kelompok, kehilangan harian gejala mereka
namun dilaporkan ke dokter mereka mengalami nyeri tenggorokan. Pasien tersebut
dianggap mendapat gejala selama periode studi. Kami tidak menemukan adanya
perbedaan yang penting pada karakeristik umum pada kedua kelompok. (gambar 1)

Outcome
Pada bulan ke 5, satu pasien di kelompok kontrol mengalami satu episode
faringitis berat (difference 3%, 95% CI 2% to 7%) (Table 2). 17 pasien (43%) pada
kelompok kotrol dan 2 pasien (4%) pada kelompok tonsilektomi telah konsultasi ke dokter
terhadap faringitisnya (difference 38%, 95% CI 22% to 55%); 32 pasien (80%) pada
kelompok, dan 18 (39%) pasien pada grup tonsilektomi memiliki satu episode faringitis
akut (difference 41%, 95% CI 22% to 60%) (Table 2).Selama follow-up (6.0 0.7 bulan),
keseluruhan rerata faringitis dan lamanya nyeri tenggorokan, demam, rhinitis, dan batuk
secara signifikan lebih rendah pada kelompok tonsilektomi daaripada kelompok kontrol
(table 3). Pasien pada kedua table paling sering mengalami nyeri tenggorokan ringan.
Pasien pada kelompok tonsilektomi secara signifikan juga lebih sedikit absen di sekolah
maupun tempat kerja disbanding dengan kelompok kontrol. Berdasarkan kuesioner
kualitas hidup pasca operatif, kelompok pasien dengan tonsilektomi merasa puas dengan
pembedahan mereka. Rata-rata durasi nyeri tenggorokan pasca operasi aadalah 17 hari.
6


Interpretasi
Pasien dewasa dengan faringitis rekuren melalui berbagai sebab memiliki episode
yang berat yang sangat sedikit. (untuk menentukan munculnya gejala berat dan level
serum protein c-reaktif), meskipun mereka telah menjalani tonsilektomi. Bagaimanapun,
pasien yang menjalani pembedahan secara keseluruhan memiliki episode faringitis yang
lebih sedikit dan lebih jarang mengalami nyeri tenggorokan dibandingkan pasien di
kelompok kontrol. Hasil ini akibat pada kunjungan medis dan absen di sekolah maupun
tempat kerja yang lebih jarang. Pasien yang telah menjalani pembedahan juga merasakan
peningkatan kualitas hidup mereka. Morbiditas yang paling penting yang berhubungan
dengan pembedahan adalah nyeri tenggorokan pasca operatif dan resiko kecil terjadinya
perdarahan pasca operatif.
Pada kedua penelitian pasien memperlihatkan keuntungan yang serupa pada
tonsilektomi. Pada penelitian sebelumnya, Alho dkk, menemukan perbedaaan absolut pada
7

30% proporsi pasien faringitis dengan konsultasi medis dan 25% pada pasien tanpa
konsultasi medis antara kelompok kontrol dan kelompok pembedahan. Pada penelitian ini
perbedaannya adalah 38% dan 41%. Hasilnya sangat mirip. Menganggap waktu penelitian
5 bulan pada penelitian ini dan hanya 3 bulan pada penelitian sebelumnya.
Akhirnya, peningkatan kualitas hidup pasien kami setelah tonsilektoktomi
dilaporkan pada perjanjian hasil dari beberapa studi sebelumnya.
Batasan
Karena menggunakan desain penetilian terbuka, efek placebo mungkin
menjelaskan beberapa target keuntungan setelah pebedahan, sesuai dengan sedikit efek
keuntungan tonsilektomi untuk batuk dan rhinitis.
Efek pembedahan pada gejala faringeal sangat baik, dan kami percaya hasil ini
tidak dapat di duga dengan sendirinya. Tonsilektomi palsu pernah disarankan untuk
kelompok kontrl namun berpotensial untuk bias. Menurut pengalaman kami, pasien
mengetahui pasien tahu bahwa penampakan tonsil palatine mereka dan menggambarkan
penampakannya ketika nyeri tenggorokan, walaupun pasien diragukan tahu tonsil mereka
telah diangkat, belum tentu dokter mereka juga demikian ketika pemeriksaan.
Waktu tunggu follow-up tonsilektomi dibatasi. Segala perningkatan kejadian
faringitis pada kelompok kontrol selama follow-up mirip dengan perjalanan alami
penyakit. Walaupun tidak mirip seperti yang dilaporkan data negative harian pada pasien
kelompok kontrol, dan perbedaan antara kelompok sesuai keuntungan tonsilektomi
dibanding efek merugikan apapunnya yang akan muncul atau tersisa. Penelitian kami
menggunakan kontrol daftar tunggu yang juga menguntungkan. Dengan metode ini, pasien
dalam kelompok kontrol tahu mereka akan mendapatkan tindakan pembedahan, dan 67%
dari mereka setuju untuk berpartisipasi. Hanya 3 pasien dalam kelompok kontrol meminta
untuk dilakukan pembedahan sebelum waktu tunggu 5 bulan dikarenakan gejala yang
memberat; tidak ada pasien yang luput dari follow up.








8

Kriteria kami untuk masuk dalam studi paling tidak 3 episode signifikan faringitis
per tahun. Bagaimanapun keputusan untuk melakukan bedah pada faringitis dengan
episode sedikit merupakan kecualian, yang mana seharusnya pada episode sangat berat
dan prolong; kebanyakan pasien punya 5 kali episode setahun lalu. Ambang tonsilektomi
sedikit lebih rendah dari beberapa panduan. Bagaimanapun, menurut pengalaman kami,
kriteria ini terlalu membatasi pasien dewasa yang memilih unduk segera dibedah.

9

Berdasarkan karakteristik dasar pasien kami dan rerata partisipasi yang tinggi,
menurut kami hasilnya dapat diterapkan secara umum pasien rawat jalan di klinik
otolariongologi di Finlandia.
Kesimpulan
Pasien dewasa yang memiliki faringitis juga melibatkan tonsil palatine lebih dari 3
kali per tahun yang mengganggu fungsi normal dan menyebabkan terjadinya konsultasi
medis dan disqarankan untuk dilakukan tonsilektomi. Setelah dilakukan tonsilektomi,
pasien jadi lebih jarang mengalami episode faringitis dan lebih sebentar mengalami nyeri
tenggorokan, akibatnya lebih jarang absen di sekolah maupun di tempat kerja.
Bagaimanapun, faringitis dan nyeri tenggorokan yang dicegah dengan tindakan bedah
lebih sering akibat virus. Morbiditas dan komplikasi yang berkaitan dengabn tonsilektomi
harusa dipertimbangkan oleh peneliti dan pasien dalam memurutuskan walau lebih besar
manfaatnya dibandingkan resiko pembedahan tersebut sendiri.

Anda mungkin juga menyukai