Oleh :
Winni Trinita Maulandhiyani
1827017046
1
4. Menganalisis CCP (critical control point) pada produk pengolahan hasil
pertanian
5. Melengkapi CCP (critical control point) pada produk pengolahan hasil
pertanian
E. Uraian Materi :
1. PENGERTIAN DAN TUJUAN CCP (CRITICAL CONTROL POINT)
TERHADAP MUTU PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
HACCP (Hazard Analysis & Critical Control Point) adalah sebuah
metode operasi terstruktur yang dikenal secara internasional yang bisa
membantu organisasi dalam industri makanan dan minuman untuk
mengidentifikasi risiko keamanan pangan, mencegah bahaya dalam
keamanan pangan, dan menyampaikan kesesuaian hukum.
2
dan lokasi geografis. HACCP sebagai alat manajemen yang membantu
perusahaan dan organisasi menunjukan komitmen keamanan pangan
kepada seluruh pemangku kepentingan dan menunjukkan bahwa segala
persyaratan telah dipenuhi. HACCP dirancang untuk menyampaikan :
Komitmen : mengambil pendekatan resmi untuk memastikan
keamanan pangan membantu Anda menunjukkan komitmen kepada
para pemangku kepentingan melalui pemenuhan persyaratan legislasi
(hukum)
Kepercayaan : pelanggan dan pemangku kepentingan akan melihat
bahwa Anda melakukan pendekatan yang serius dan diatur dengan
baik terkait keamanan pangan
Manfaat kompetitif : HACCP adalah sebuah pembeda utama dan
bisa membantu Anda menjadi salah satu pemasok pilihan
Meningkatkan efisiensi : jasa layanan sistem HACCP disediakan
untuk melengkapi persetujuan ISO 9000, yang menghemat waktu dan
biaya.
3
tentang hal-hal yang harus menjadi peranan utama dalam sistem HACCP
dalam usaha pengolahan pangan mereka.
HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk
primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani
dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain
meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP dapat memberikan
keuntungan lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP
dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan
perdagangan internasional melalui peningkatan kepercayaan keamanan
pangan.
Keberhasilan penerapan HACCP memerlukan komitmen dan
keterlibatan penuh dari manajemen dan tenaga kerja. Juga mensyaratkan
pendekatan dari berbagai disiplin; pendekatan berbagai disiplin ini harus
mencakup keahlian dalam agronomi, kesehatan veteriner, produksi,
mikrobiologi, obat-obatan, kesehatan masyarakat, teknologi pangan,
kesehatan lingkungan, kimia, perekayasa sesuai dengan pengkajian yang
teliti. Penerapan HACCP sesuai dengan pelaksanaan sistem manajemen
mutu seperti ISO seri 9000 dan merupakan sistem yang dipilih untuk
manajemen keamanan pangan.
Dasar pengembangan dalam penerapan program sistem manajemen
HACCP berdasarkan sistem HACCP meliputi beberapa aspek sebagai
berikut :
1. Upaya pencegahan (preventive measure)
Upaya pencegahan yaitu upaya yang dilakukan untuk
memperoleh produk akhir yang benar-benar terjamin, aman, mutu
konsisten serta jaminan yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada
konsumen.
2. Pengawasan terhadap proses produksi (in-process inspections)
Untuk melakukan pencegahan maka sistem pengawasan yang
dikembangkan adalah pengawasan terhadap proses produksi mulai
dari tahap awal sampai distribusi produk akhir.
3. Pengujian laboratorium
4
Pengujian laboratorium merupakan bagian dan penunjang dari
keseluruhan sistem yang dilakukan pada tempat dan waktu yang
sesuai keperluan.
4. Peranan swasta
Peranan swasta mempunyai peranan yang sangat besar yaitu
melakukan pengawasan secara mandiri terhadap proses produksi
mereka sendiri. Peranan pemerintah bertindak sebagai pengawas
dalam sistem manajemen HACCP yang dikembangkan dengan baik.
Keuntungan penerapan HACCP adalah menjamin keamanan pangan
dan mengendalikan mutu. Pengendalian mutu penting untuk memperoleh
produk yang bermutu, mengoptimalkan penjualan hubungannya dengan
keuntungan, mengurangi sampah (membuang produk) dengan mencegah
kesalahan sebelum terjadi, meningkatkan efisiensi proses dengan
menggunakan informasi dari tes QC, mengurangi komplain dari
konsumen dan menjaga citra produk serta kredibilitas perusahaan,
membantu untuk mengendalikan biaya bahan baku dan proses operasi,
melindungi konsumen dari keracunan makanan dan resiko lain yang
berhubungan serta melengkapi manajemen agar memenuhi hukum dalam
semua aspek yang berkaitan dengan kualitas produk.
5
Secara garis besar penyusunan RKJM dapat mengacu kepada pedoman
1004-1999 tentang panduan penyusunan rencana HACCP yang
dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Sistem HACCP
bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan tanpa resiko, tetapi
dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
Sistem ini juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk
memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap
kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologi, kimia, dan fisik.
6
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk menghambat penurunan
mutu. Upaya tersebut dapat dilakukan sejak bahan pangan dipanen atau
ditangkap, maupun selama pengolahan. Upaya kegiatan untuk
menghambat penurunan mutu bahan pangan selama pengolahan antara
lain :
1. Suhu tinggi, yaitu penggunaan suhu tinggi untuk menghambat
mikroba pembusuk atau mendenaturasi enzim. Penggunaan suhu
tinggi dalam pengolahan bahan pangan antara lain :
a. High Temperature Short Time (HTST) telah digunakan untuk
proses sterilisasi pada produk yang tidak tahan panas (susu
misalnya) untuk membunuh mikroba pembusuk sehingga dapat
memperpanjang masa simpan.
b. Perebusan adalah proses pemanasan hingga suhu ± 100oC pada
tekanan 1 atmosfir. Tujuan utama perebusan adalah untuk
menurunkan populasi mikroba, mendenaturasi protein, dan
menurunkan kadar air bahan pangan.
c. Penguapan adalah penurunan kadar air dalam bahan pangan
dengan tujuan untuk mengurangi ketersediaan air didalam bahan
pangan sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba
pembusuk untuk tumbuh dan beraktivitas. Prinsip dasar dari
penguapan adalah penurunan kelembaban udara lingkungan
sedemikian rupa sehingga akan menyebabkan cairan di dalam
bahan pangan akan keluar dalam bentuk uap air. Selain dengan
peningkatan suhu lingkungan, proses penguapan juga dapat
dilakukan dengan menggerakan udara (angin) atau mengalirkan
udara panas kepermukaan bahan pangan.
d. Penggorengan adalah bentuk lain dari penggunaan suhu tinggi
untuk mengolah bahan pangan. Tujuan penggorengan
tergantung dari bahan pangan, misalnya untuk kemekaran
(kerupuk), mengurangi kadar air (bawang).
7
2. Penurunan kadar air sehingga mikroba pembusuk akan mengalami
kesulitan untuk tumbuh dan berkembang. Penurunan kadar air
dilakukan dengan cara :
a. Pengeringan : pengeringan adalah proses menurunkan kadar air
dalam bahan pangan berdasarkan perbedaan kelembaban,
sehingga air yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan oleh
mikroba merugikan untuk tumbuh dan berkembang. Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan cara penguapan,
pemanasan, penganginan, dan pengeringan beku.
b. Tekanan : pengaturan tekanan dapat menurunkan kandungan air
dalam bahan pangan. Bila tekanan lingkungan diturunkan
(hipobarik), maka cairan yang ada di dalam bahan panganakan
tertarik ke lingkungan. Bila tekanan lingkungan ditingkatkan
hingga 2 atmosfir atau lebih (hiperbarik) maka bahan pangan
akan tertekan sehingga cairannya akan keluar.
3. Penambahan senyawa kimia, ditujukan untuk menghambat aktivitas
mikroba pembusuk atau mendenaturasi enzim. Penambahan senyawa
kimia dapat dilakukan dengan cara penambahan :
a. Asam : Penambahan asam dimaksudkan untuk menurunkan pH
sehingga aktivitas mikroba pembusuk menurun. Asam yang
digunakan dapat berupa asam benzoat, sorbat, propionat, sulfite,
asetat, laktat, nitrat, dan asam citrat.
b. Garam : Penambahan garam dimaksudkan untuk menciptakan
perbedaan tekanan osmosis antara di dalam bahan pangan
dengan lingkungannya. Peningkatan tekanan osmosis di luar
bahan pangan akan menyebabkan keluarnya cairan dari bahan
pangan sehingga cairan di dalam bahan pangan yang dapat
dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk menurun. Selain itu,
terjadi proses masuknya komponen garam ke dalam bahan
pangan. Ion Na+ dan Cl- yang bersifat racun akan membunuh
mikroba pembusuk dan menyebabkan proses denaturasi protein,
termasuk enzim.
8
c. Gula : Penambahan gula dimaksudkan untuk menciptakan
perbedaan tekanan osmotis antara bahan pangan dan
lingkungannya. Perbedaan tekanan osmotis akan menyebabkan
pergerakan cairan di dalam bahan pangan. Bila tekanan osmotis
di luar lebih tinggi (hipertonis) maka cairan dari dalam bahan
pangan akan keluar (plasmolisis), bila lebih rendah cairan akan
masuk kedalam sel mikroba sehingga selakan pecah (plas-
moptisis).
d. Anti bakteri : Senyawa anti bakteri dapat menghambat atau
membunuh bakteri. Proses pengasapan akan meningkatkan
senyawa fenol yang bersifat anti bakteri. Selain meningkatkan
senyawa anti bakteri, proses pengasapan juga akan menurunkan
kandungan air bahan pangan, sehingga bakteri pembusuk
terhambat pertumbuhannya.
e. Gas : Penggunaan gas-gas tertentu telah dilakukan untuk
meningkatkan penanganan dan pengolahan bahan pangan.
Fumigasi merupakan penggunaan gas untuk membunuh mikroba
merugikan yang mungkin ada di dalam bahan pangan.
Penggunaan gas etilen telah lama dipraktekan untuk
mempercepat munculnya warna kuning pada buah pisang.
4. Fermentasi adalah proses perombakan senyawa kompleks menjadi
senyawa lebih sederhana yang dilakukan oleh enzim dalam
lingkungan terkendali. Enzim yang berperan dalam proses
fermentasi dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri, mikroba
fermentasi, bahan nabati, dan enzim murni. Penggunaan enzim
murni untuk proses fermentasi jarang dilakukan mengingat harganya
yang mahal. Penggunaan mikroba fermentasi sebagai penghasil
enzim membutuhkan pengendalian kondisi lingkungan sehingga
hanya mikroba fermentasi yang tumbuh, sedangkan mikroba lainnya
terhambat atau mati. Pengendalian kondisi lingkungan dapat
dilakukan dengan menggunakan senyawa asam, meningkatkan
konsentrasi garam, atau meningkatkan populasi bakteri fermentasi.
9
Pemilihan cara pengendalian lingkungan disesuaikan dengan bahan
pangan yang akan difermentasi. Beberapa bahan nabati telah
digunakan dalam proses fermentasi produk hewani. Bahan nabati
tersebut diketahui mengandung enzim proteolitik. Bahan nabati
tersebut misalnya papaya yang mengandung enzim papain, dan
nenas yang mengandung enzim bromelain.
10
komponen yang mencakup tujuh prinsip sistem HACCP disajikan dalam
bentuk matrik/tabel, yaitu :
1. Tabel analisa bahaya bahan baku dan tahap proses, serta penetapan
tingkat resiko.
2. Tabel penentuan Critical Control Point (CCP).
3. Matriks Critical Control Point (CCP), memuat proses yang termasuk
CCP beserta titik kritis dan rosedur yang harus ditempuh untuk
mengendalikannya.
4. Matriks Control Point (CP), memuat proses yang termasuk CP
beserta titik kritis dan prosedur yang harus ditempuh untuk
mengendalikannya.
11
ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan
modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya. Penerapan HACCP
perlu dilaksanakan secara fleksibel, di mana perubahan yang tepat
disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.
12
sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk
mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.
CCP atau Titik Pengendalian Kritis adalah titik-titik di mana bahaya
dapat tetap terkontrol. Kontrol ini dapat berarti bahwa suatu bahaya
dihilangkan; misalnya dengan pasteurisasi atau merebus sebuah produk
yang mungkin mengandung Salmonella, atau pengepakan yang bersih
hama untuk mencegah kontaminasi ulang pada makanan yang telah
mengalami proses pemanasan. Ini disebut TPK1. TPK2 adalah titik
dimana sebuah bahaya dapat diminimalkan atau dikurangi tanpa jaminan
pemusnahan bahaya. Disini masih terdapat sedikit bahaya terhadap
kontaminasi ulang, tetapi dengan resiko yang masih dapat ditolerir, atau
dimana pencemar jumlahnya sangat rendah. Setiap titik pengendalian
membantu meyakinkan keamanan pangan, tetapi hanya titik-titik dimana
pengendalian penuh dapat diterapkan dan kritis bagi keamanan produk.
Beberapa titik-titik lain merupakan bagian dari GMP (Good
Manufacturing Practices / Cara Produksi Makanan yang Baik).
Identifikasi CCP dapat dilakukan dengan menggunakan pengetahuan
tentang :
Proses produksi
Potensi bahaya
Signifikansi bahaya
Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar,
Codex Alimentarius Commission GL/32 (1998), telah memberikan
pedoman → Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree).
Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan logis yang menanyakan
setiap bahaya dan jawaban dari setiap pertanyaan tersebut akan
memfasilitasi Tim HACCP secara logis menetapkan CCP.
13
Gambar 1. Decision Tree untuk Penetapan CPP Pada Tahapan Proses
Sumber : http://slideplayer.info/slide/2749046/
14
Di samping menurut codex, juga ada jenis pohon keputusan
lainnya. Pada jenis ini pohon keputusan digolongkan menjadi 3;
pohon keputusan bahan baku, pohon keputusan formulasi dan pohon
keputusan tahapan proses.
3. Penetapan batas kritis
Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, kriteria yang
sering dipergunakan yaitu :
a. Batas kritis fisik :
Tidak adanya logam
Ukuran mesh ayakan
Suhu
Waktu
Unsur-unsur uji organoleptic
b. Batas kritis kimia
Kelembaban
pH
Aw
Kadar klorin
Penetapan batas kritis dapat dilakukan berdasarkan beberapa sumber :
Data yang sudah dipublikasi (Codex, ICMSF, FDA, DepKes,
Deperindag, dll). Advis pakar : konsultan, asosiasi penelitian, perusahaan
peralatan, pemasok bahan kimia pembersih, ahli mikrobiologi,
toksikologis, dll.
Data eksperimental (eksperimen pabrik, pemeriksaan mikrobiologis
spesifik dari produk dan ingridien). Modelling matematik : simulasi
komputer terhadap karakteristik ketahanan hidup dan pertumbuhan dari
bahaya mikrobiologis dalam sistem pangan.
15
TES FORMATIF
1. Suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan
dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan
sampai ke batas yang dapat diterima disebut ....
a. CCP (Critical Control Point)
b. HACCP (Hazard Analysis & Critical Control Point)
c. RKJM (Rencana Kerja Jaminan Mutu)
d. QC (Quality Control)
e. GMP (Good Manufacturing Practice)
2. Berikut urutan penentuan CCP :
1) Menentukan batas kritis
2) Mendiskripsikan produk
3) Menentukan pengendalian titik kritis
4) Menyusun diagram alir
5) Menyusun prosedur verifikasi
Urutan tahapan CCP yang paling tepat adalah ....
a. (2) – (4) – (1) – (3) – (5)
b. (2) – (4) – (3) – (5) – (1)
c. (2) – (4) – (3) – (1) – (5)
d. (4) – (2) – (3) – (1) – (5)
e. (4) – (2) – (1) – (3) – (5)
3. Kelompok kegiatan pengolahan yang harus diperhatikan titik
pengendalian kritisnya yaitu ....
a. Pasteurisasi, pembersihan, inkubasi
b. Suhu tinggi, penambahan senyawa kimia, fermentasi
c. Suhu rendah, penyimpanan, pengeringan
d. Pengaturan tekanan, pendinginan pendahuluan, pemulihan
e. Pengikatan, inokulasi, blanshing
4. Roti yang dihasilkan keras dan bantat terjadi karena ....
a. Ragi sudah tidak aktif
b. Terigu sudah ada kutunya
c. Margarin sudah tengik
d. Telur sudah terlalu lama
e. Gula terlalu banyak
5. Batas kritis yoghurt pada tahap pendinginan sebelum masuk ke tahap
inokulasi, adalah ....
a. Suhu harus 34oC - 36oC
b. Suhu harus 46oC - 48oC
c. Suhu harus 37oC - 39oC
d. Suhu harus 43oC - 45oC
e. Suhu harus 40oC - 42oC
6. Jelaskan yang dimaksud dengan CCP (critical control point) beserta
tujuannya !
7. Sebutkan 7 prinsip dalam CCP (critical control point) !
8. Jelaskan 4 upaya pencegahan penurunan mutu yang anda ketahui !
16
9. Sebutkan dan jelaskan titik pengendalian kritis pada tahapan pembuatan
tempe !
10. Sebutkan analisis bahaya pada proses produksi yoghurt !
17
DAFTAR PUSTAKA
SNI 01-4852-1998. (1998). Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
(HACCP) serta Pedoman dan penerapannya, Badan Standarisasi Nasional.
18