Anda di halaman 1dari 23

a.

Latar Belakang

Dalam industri pangan, masalah keamanan pangan dapat dipastikan menjadi

perioritas utama dan tidak dapat ditawar-tawar walaupun kadang-kadang hal itu

di utarakan secara tertulis. Sehingga usaha untuk mencegah terjadinya bahaya

keamanan pangan pada umumnya menjadi perioritas, sehingga pada umunya

industry mencari suatu sistem yang mampu diterapkan dengan sistem

pencegahan, sehingga HACCP menjadi pilihan banyak industri pangan karena

HACCP merupakan sistem pengendalian keamanan pangan berdasarkan

tindakan pencegahan.

Dalam perkembangannya sistem HACCP ini telah dirasakan telah memberikan

efisiensi jaminan keamanan pangan karena beberapa hal, yaitu:

- Sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada

semua tingkat bisnis pangan.

Merupakan Cost-effective System karena focus pada titik-titik yang kritis

terhadap pangan, mengurangi resiko produksi, dan dapat menghasilkan produk

yang aman.

- Membuat personil terinformasi akan keputusan-keputusan tentang keamanan

pangan dan menghilangkan bias dalam keputusan-keputusannya.

Menjamin personil dilatih sesuai dengan keputusan penerapan HACCP.

- HACCP telah menjadi sistem keamanan pangan yang universal sehingga akan

diterima dimana saja baik oleh klien maupun regulasi.

Kebutuhan akan sistem keamanan pangan yang efektif

Upaya dalam sistem keamanan pangan konvensional kita mengenal adanya

penerapan GMP
Practices)/GDP (Good Distribution Practices) kemudian pengendalian hygiene,

serta inspeksi produk akhir. Sistem konvensional ini belum memberikan jaminan

keamanan secara memadai, dan khususnya tingkat ketelusurannya yang rendah.

Dalam perkembangan tuntunan keamanan pangan yang lebih baik dan

ditemukannya HACCP serta sistem-sistem lainnya, maka dapat dirumuskan

suatu sistem keamanan pangan yang mencakup pre-requisite program

(persyaratan dasar), prinsip-prinsip HACCP dan program universal manajemen

mutu.

(Good Manufacturing Practices)/GFP (Good Farming

Hazard Analysis and critical control point (HACCP) yang telah banyak dilakukan

di berbagai negara dan telah menjadi salah satu alat pengawasan yang

berdasarkan prinsip pencegahan. Konsep ini telah banyak diterapkan pada

industri pangan. Konsep ini didasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa

bahaya akan timbul pada berbagai titik/tahapan produksi, namun upaya

pengendalian dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya tersebut. Melalui Badan

Standarisasi Nasional (BSN) pemerintah Indonesia juga telah mengadaptasi

konsep HACCP menjadi SNI 01-4852-1998 beserta pedoman penerapannya

untuk diaplikasikan pada berbagai industry

1. Definisi Analisis bahaya Titik Kendali Kritis

Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points)

adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang

memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar

pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan

untuk keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan

dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus
dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Sistem

HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk

(tanpa resiko), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan

pangan.

Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko

secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Bahaya-bahaya tersebut

dapat dikategorikan ke dalam enam kategori bahaya, yaitu bahaya A sampai F.

Beberapa bahaya yang ada dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan

prasyarat dasar pendukung sistem HACCP seperti GMP ( Good Manufacturing

Practices), SSOP ( Sanitation Standard Operational Procedure), SOP (Standard

Operational Procedure), dan sistem pendukung lainnya.

Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya, maka

dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Dari beberapa banyak bahaya yang

dimiliki oleh suatu bahan baku, maka dapat diterapkan kategori resiko I sampai

VI. Selain itu, bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan berdasarkan

signifikansinya. Signifikansi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan

empertimbangkan peluang terjadinya ( reasonably likely to occur ) dan

keparahan ( severity) suatu bahaya.

Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan

atu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegan

nahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi

dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan

atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan

critical control point


CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau

prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan

dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima.

Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka

dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat

dikendalikan.

Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji

dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision tree

ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu

langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk

mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk

menghindari kontaminasi silang.

mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara

bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan

mikrobiologi.

Suatu

CCP dapat digunakan untuk

Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk

setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau

mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara

"yang diterima" dan "yang ditolak", berupa kisaran toleransi pada setiap CCP.

Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan

baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan

kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya

sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas
kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para

ahli di bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.

Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah

komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki

berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk.

Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu),

batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba

dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk

mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.

2. Kegiatan Pemantauan proses ABTPK

Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana

dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk

Ihenjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL

dntau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan

berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya Keprak

berupa pengamatan (observasi) yang airea lan suatu datasheet. Pada

dipantau oleh personel yang teramp

a kepraktisan. Pemantauan dapat

pakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada

anap ini, im HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu

rekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan

pemantauan.

ndakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis

Suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat

tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada proouk pangan oernsIKO
ungg misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi

Seoelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditanan/tidak

aupasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan

selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja

ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memvernifikasi seuap vermkasi

netode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa

SISTem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan

veriikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat dipenksa

dan efektifitas pelaksanaan HAcCP dapat dijamin.

Beberapa kegiatan verifikasi misalnya:

Penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat

Pemeriksaan kembali rencana HACCP

Pemeriksaan catatan CCP

Femeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi Visual terhadap

kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan

Pengambilan contoh secara acak

Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian

dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi

yang dilakukan.

Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa

CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada

informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan

oleh produk tersebut.

Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program

HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan


selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan

mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL tindakan koreksi yang dilakukan

terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena

itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika

dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.

Perkembangan industri pangan dewasa ini meningkat dengan sangat pesat.

Seiring dengan perkembangan tersebut banyak ditemui masalah yang berkaitan

dengan "food borne illness" atau penyakit yang disebabkan karena makanan.

Di negara Eropa dan Amerika, permasalahan ini telah diantisipasi dengan

menerbitkan suatu metode untuk melakukan risk analysis analisa resiko

terhadap bahaya yang disebabkan oleh makanan dalam proses penyediaannya.

Metode tersebut disebut HACCP (Hazard Analysis & Critical Control Points

dan setiap organisasi yang menjual produknya di Eropa dan Amerika, mereka

wajib memenuhi persyaratan tersebut. Namun pada kenyataannya, metode ini

nanya sekedar berfungsi untuk risk analysis saja. Sedangkan kebutuhan dunia

Industrn pada umumnya dan industri makanan pada khususnya adalah

Dagaimana meningkatkan produktivitas dari kinerja organisasi sehingga dapat

eningkatkan profit margin dan efisiensi organisasi. Tentunya tidak lepas dari

bagaimana meningkatkan kepuasan pelanggan.

Memang ada solusinya, yaitu dengan menerapkan IS0 9001:2000. Namun

adanya dua sistem yang saling terpisah di dalam satu tubuh organisasi tentunya

menyuitkan bagi organisasi dalam memelihara kedua sistem tersebut

Berdasarkan kebutuhan ini, dunia international sepakat untuk menerbitkan satu

SIstem baru yang mencakup HACCP dan ISO 9001 serta beberapa sistem lain

yang sejenis dari standard berbagai negara di Eropa dan Amerika. Ini juga
menjadi solusi bagi banyak industri yang melakukan eksport ke Eropa dan

Amerika dimana selama ini mereka menghadapi banyak persyaratan dari

berbagai negara yang masing-masing menetapkan persyaratan sesuai dengan

kebutuhan negaranya.

penyusunannya dimulai sejak Juni 2002 dan diterbitkan pada akhir tahun 2005.

Adapun ruang lingkup ISO 22000:2005 lebih luas dari HACCP, dimana ISO

22000:2005 diterapkan pada keseluruhan rantai makanan baik untuk food

maupun feed (pakan ternak) dari hulu produk hingga ke hilir produk, mulai dari

farm (pertanian/ peternakan) hingga makanan siap saji.

Sistem tersebut adalah ISO22000:2005 yang

ISO 22000:2005 berisi standard / elemen yang memungkinkan organisasi

industri dalam melakukan perbaikan yang berkesinambungan (continual

improvement) sekaligus menjamin keamanan produknya untuk dikonsumsi.

Adapun keuntungan dari penerapan ISO 22000:2005:

Menjamin keamanan produk yang dihasilkan industri

Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan

Meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Menjamin sistem perbaikan yang berkesinambungan

Sebagai media untuk pengambilan keputusan yang faktual

Meningkatkan hubungan saling menguntungkan dengan pemasok

Jaminan Mutu dan ketersediaan pangan di Jepang Peraturan Bahan

Kimia Pertanian pada Pangan

Globalisasi perdagangan pangan dan industrialisasi produksi pangan telah

berkembang dan tumbuh dengan cepat dalam dua dekade yang lalu. Seiring
dengan revolusi ini, meskipun usaha setiap bangsa dalam menjaga keamanan

produk, isu keamanan pangan seperti pengalaman pangan penyebab infeksi

penyakit dan residu kimia pertanian. Penyebab masalah ini mungkin tidak selalu

jelas diidentifikasi sehingga untuk mengatasi masalah ini, berbagai macam

tindakan sepanjang rantai pangan harus dipertimbangkan secara menyeluruh.

dalam melakukannya, tidak hanya sektor swasta tetapi juga pemerintah harus

terlibat. Sebagaimana yang dipersyaratkan dalam perjanjian Organisas

Perdagangan Dunia (OPD) pada tahun 1994, tindakan sanitary dan

phytosanitary harus didasarkan pada bukti ilmiah Tindakan ini harus

dikoordinasikan dengan standar internasional seperti Codex Alimentarius, Jjika

dapat diterapkan. Ketika tindakan standar keamanan pangan dikembangkan,

prinsip analisa risiko diterapkan. Kegiatan pada penilaian risiko dilakukan secara

mandiri berdasarkan bukti ilmiah dan manajemen risiko yang diperlukan. Saat ini

lebih dari 60% bahan pangan Jepang berasal dari luar negeri, artinya Jepang

hanya memenuhi kebutuhan bahan pangan dari produksi pertanian dalam negeri

kurang dari 40%. Isu yang terkait dengan produk pangan impor telah telah

berlangsung cukup lama. Residu kimia pertanian dalam produk pangan segar

adalah salah satu yang sangat dikekhawatirkan konsumen Jepang

Pada tahun 2003, Pemerintah Jepang melakukan survei mengenai keamanan

pangan diantara 500 pemantau yang memiliki pengetahuan tentang Keamanan

pangan. Meskipun ada kesadaran tentang keamanan pangan, survei

menunjukkan bahwa lebih dari 60% dari pemantau masih memillki kekhawatran

tentang residu pestisida dalam pangan impor. Setelah beberapa peristiwa yang

melibatkan keamanan pangan, termasuk kasus pertama mengenal Bovine

spongifom ensefalopati (BSE) di Jepang. Pemerintah Jepang memutuskan


untuk mereformasi peraturan yang terkait dengan keamanan pangan. Hasilnya

adalah peraturan baru untuk residu kimia pertanian dalam pangan, yang disebut

SIstem Daftar Positif yang telah diberlakukan mulai bulan Juni 2006. Peraturan

pangan tentang analisa isIko kimia pertanian dalam prinsip tertentu dan Sistem

Dartar Positir pada impor pangan di Jepang diuraikan sebagai beikut. Analisa

Resiko Codex Alimentarius, FAOWHO Program Standar Pangan, diakui sebagai

standar internasional untuk pangan sebagaimana dimaksud dalam perjanjian

WTO, mendefinisikan analisa risiko yang terkait dengan keamanan pangan. Ini

menyatakan bahwa, Analisis Resiko: Suatu proses yang terdiri dari tiga

komponen: penilaian resiko, pengelolaan resiko dan komunikasi resiko (edisi ke-

16 dari Panduan Prosedur, Codex Alimentarius Commission)..

Prinsip analisis risiko diterapkan dalam kegiatan Codex Alimentarius dan

umumnya diakui sebagai prinsip internasional untuk pendekatan keamanan

pangan. Pada tahun 2007, Codex Alimentarius Commission mengadopsi Prinsip

Kerja untuk Analisis Risiko Keamanan Pangan untuk Diterapkan oleh

Pemerintah". Pada tahun 2003, Pemerintah Jepang menerapkan Peraturan

nasional yang baru untuk keamanan pangan yang dikenal sebagai UU

Keamanan Pangan Dasar. UU ini menjelaskan: 1) prinsip-prinsip administrasi

keamanan pangan, 2) pembentukan Komisi Keamanan Pangan (KKP), 3)

tanggung jawab pemerintah, produsen dan konsumen pangan, serta 4)

penerapan analisis risiko dalam administrasi keamanan pangan. esehatan dan

higine karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung

maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber

3. Sejarah HACCP

Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di


Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Rosearch and

Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration

serta Us Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 diminta

untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol

Ontuk itu dikembangkan makanan berukuran kecil ( bite size ) yang dilapisi

dongan pelapis odible yang menghindarkannya dari hancur dan Kontarninasi

udara. Misi terpenting dalam pembuatan produk tersebut adalah menjarmin

Keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu

dIKembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.

Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk

mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan

penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai

HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau

daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini

didekati dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di

lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah

bahaya patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan

yang mungkin dapat mengurangi cemaran tersebut. Disamping itu, dilakukan

pula analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang teribat pada produksi

pangan tersebut.

Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan kepada

masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional

Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk

memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration

(FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada
tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses diterapkan pada

makanan kaleng berasam rendah.

Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan

penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An Evaluation of The Role

of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite yang dibentuk

oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini

lebih dapat memberikan jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan

sistem pengawasan produk akhir.

Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on

Microbiological Spesification for Foods (1CMSF) juga menerima konsep HACCP

dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The

National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF)

maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip

HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh

berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC)

yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia

8. Tujuan HACCP

Tuyuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalan untuk

mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu

pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagal siste

pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampal produr ani

alproauksI masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya

Sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada

Suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagal promosi

perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetnur.


Fada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak

ndustn pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya

Kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan

Keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu olen

permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor.

Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan Komitmen yang tingg

dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar

penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat

dasar industri pangan yaitu, telah diterapkannya Good Manufacturing Practices

(GMP) dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP).

beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan

penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada

produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga

Keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian,

mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektir kepada

pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif, dan mengurangi limbah dan

kerusakan produk atau waste.

Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan yang

bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang

ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat

terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan

pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP

merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik

kendali kriti (Hazard analysis and critical control point).

HACCP merupakan suatu sistem manajemen kear


terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu

hazard yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang

dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk

memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan

untuk menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan

pengujian. nan makanan yang sudah

9. Prinsip HACCP

Dalam aplikasinya HACCP mengacu pada beberapa prinsip utama, yaitu:

Prinsip I: mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi

pangan pada semua tahapan, mular darn usaha tani, penanganan, pengolahan

dipabrik dan distribusi sampai kepada titik produk panga dikonsumsi. Penilaian

kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan penceganan untuk

pengendaliannya.

Prinsip 2 menentukan titik atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk

menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya banaya

tersebut (CCP:critical control point). CCP berarti setiap tahapan di dalam

proauksi pangan dan atau pabrik yang meliputi sejak diterimanya bahan bakunya

aan atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain

sebagainya.

Prinsip 3: Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa

CCP berada dalam kendali.

Prinsip 4: Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP

dengan cara pengujian dan pengamatan.

Prinsip 5: Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil


pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.

Prinsip 6: Menetapkan prosedur ferivikasi yang mencakup dari pengujlan

tambahan dan prosedur penyesualan yang menyatakan bahwa sistem HACCP

berjalan efektif.

Prinsip 7: Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan

pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.

HACCP sebagai sistem yang memberikan efisiensi manajemen keamanan

pangan

10

Kelemahan-kelemahan HACCP

Dari perkembangannya HACCP terus di "up date" untuk memeperbaiki

kekurangan-kekurangannya, dari alasan pengembangan tersebut terdapat

beberapa kelemahan yang mungkin timbul pada penerapannya yaitu:

- Jika HACCP tidak diterapkan secara benar maka tidak akan menghasilkan

sistem jaminan keamanan yang efektif disuatu industry

Bila hanya dilaksanakan oleh satu orang atau kelompok kecil industry tanpa

sedikit input dari seluruh devisi dalam industry,

Linkungan HACCP dianggap terlalu sempit, yaitu yang hanya terfokus pada

keamanan pangan, dan hanya juga untuk pangan.

Dalam pengembangan analisa bahaya titik krit

yaitu. Food Safety (keamanan); Wholesomeness (keutuhan), Economic Fraud

(kecurangan ekonomi)

diharuskan meliputi 3 aspek

Penerapan HACCP Menurut Codex Alimentarius Commision (CAC)

11
Langkah langkah dalam penerapan HACCP versi CAC

Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi CAC tersebut dan menuangkannya

dalam acuan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan

Pengendalian Titik-Trtik Kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya yaitu

Pedoman BSN 1004/1999. Sistem yang penerapannya masih bersifat sukarela

ini telah digunakan pula oleh Departemen Pertanian RI dalam menyusun

Pedoman Umun Penyusunan Rencana Kerja Jaminan Mutu Berdasarkan

HACCP atau Pedoman Mutu Nomor 5.

Langkah 1

Pembentukan Tim HACCP

Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACC adalah

membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang

Jeriibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP SeDaiknya

erdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin imu

yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang limu yang

Dersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/ engineer, ahli Kimia, dan

ain sebagainya /sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambi

Keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan,

saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari luar.

Langkah 2

DESKRIPSI PRODUK

Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari

produk pangan yang akan disusun rencana HACCPnya. Deskripsi produk yang9

dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk,

Komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, Serta


keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut

diperlukan Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan Komprehensil.

Langkah 3

ldentifikasi Pengguna yang Dituju

Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin

berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus

didasarkan pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal

dari orang umum atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita

atau bayi, kelompok remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus

dipertimbangkan kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi

Langkah 4

Penyusunan Diagram Alir Proses

Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat

seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya

produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun

diagram alir proses sampal dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal

tersebut tentu saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan

tetapi pada produk-produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan

sebagainya) selama distribusi, maka tindakan pencegahan ini menjadi amat

penting.

Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan

proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim

HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman

Dagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengeru proses dan verifikasinya.

Langkah 5
Verifikasi Diagram Alir Proses

Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan

ldksandan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk

menguj dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses

Tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang

sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telan

dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.

Langkah 6

Analisa Bahaya (Prinsip 1)

Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa

bahaya dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk

mengendalkannya. Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap

bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk,

dan distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya

adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam

Suatu prOses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen.

Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan

tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau

signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan

mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses yang

telah diverifikasi, serta deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup

kelompok konsumen beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain

sebagainya.

Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko

secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Bahaya-bahaya tersebut

dapat dikategorikan ke dalam enam kategori bahaya, yaitu bahaya A sampai F.

Tindakan pencegahan (preventive measure) adalah kegiatan yang dapat

menghilangkan bahaya atau menurunkan bahaya sampal ke batas aman.

Beberapa bahaya yang ada dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan

prasyarat dasar pendukung sistem HACCP seperti GMP ( Good Manufacturing

Practices), SsOP ( Sanitation Standard Operational Procedure), SOP (Standard

Operational Procedure), dan sistem pendukung lainnya.

Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya, maka

dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Dari beberapa banyak bahaya yang

dimiliki oleh suatu bahan baku, maka dapat diterapkan kategori resiko I sam

VI (Tabel 9.4). Selain itu, bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan

berdasarkan signifikansinya ( Tabel 9.5 ). Signifikansi bahaya dapat diputuskan

oleh tim dengan mempertimbangkan peluang terjadinya ( reasonably kely to

occur) dan keparahan (severity) suatu bahaya.

Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan

Suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah

bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi

dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signitiKan

atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan

critical control point.

Langkah 7

Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2)

CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau

prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan


dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima.

Pada setiap bahaya yang telah didentifikasi dalam proses sebelumnya, maka

dapat ditentukan satu atau Deberapa CCP dimana suatu bahaya dapat

dikendalikan.

Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji

an menggunakan CCP decision tree ( Gambar 2, 3,4 ) untuk menentukan

CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin

muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan

baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau

untuk menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk

mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara

bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan

mikrobiologi.

Langkah 8

Penetapan Critical Limit (Prinsip 3)

Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuni unt

setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau

mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan anta

yang diterima" dan "yang ditolak", berupa kisaran toleransi pada setiap o

Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan

baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memilliki alasan

kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya

sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas

kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para

ahli di bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.


Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah: apakah

komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki

berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk.

Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu),

batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (umlah mikroba

dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk

mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut. Tabel

9.6 menunjukkan contoh batas kritis suatu proses dalam industri pangan.

Langkah 9

Prosedur Pemantauan CCP (Prinsip 4)

egiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana

din tegadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CuP dan CL untuk

nenjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL

pantau oleh personel yang terampil serta dengan trekuensi yang ditentukan

Edasakan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Fenmantauan dapat

Derupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun

pkan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada

tahap ini, tim HACCP pertu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu

aan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan

pemantauan.

Langkah 10

Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5)

Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis

Suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat

tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko
ungg misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi

sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak

dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan

selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja

utangn produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi selap

Langkah 11

Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6)

Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan

bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan.

Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesualan program HACCP dapat

diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin. Beberapa kegiatan

verifikasi misalnya:

Penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat

Pemeriksaan kembali rencana HACCP

Pemeriksaan catatan CCP

Pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual

terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan

Pengambilan contoh secara acak

Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan

kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana

dan tindakan koreksi yang dilakukan.

verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa

CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada

informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan

oleh produk tersebut.


Langkah 12

Perekaman Data/Dokumentasi (Prinsip 7)

Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program

HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan

selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan

mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan

terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena

itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika

dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.

Anda mungkin juga menyukai