Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan
mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan
timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan
untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP merupakan salah satu bentuk
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Kunci utama HACCP adalah
antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan
pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian produk akhir. Sistem HACCP
bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero-riskatau tanpa resiko,
tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP
juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai
pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobilogis,
kimia dan fisik. HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari
produsen utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi,
pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir. Keberhasilan dalam penerapan
HACCP membutuhkan tanggung jawab penuh dan keterlibatan manajemen serta tenaga
kerja. Keberhasilan penerapan HACCP juga membutuhkan pendekatan tim, tim ini harus
terdiri dari tenaga ahli yang tepat. Sebagai contoh harus terdiri dari ahli budidaya, dokter
hewan, personel produksi, ahli mikrobiologi, spesialis kesehatan masyarakat, ahli
teknologi pangan, ahli kimia dan perekayasa menurut studi tertentu. Tujuan dari
penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya
bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan
konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku
dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu
dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya
bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai
promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif. faktor
biologis, kimia dan fisikdapat dikontrol/dikendalikan.
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis
and Critical Control Points, HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah,
rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.
Pada awalnya, prinsip HACCP dibuat untuk keamanan bahaya pangan, namun
sistem ini akhirnya dapat diaplikasikan lebih luas dan mencakup industri lainnya.
Aplikasi HACCP, terutama yang diperuntukkan bagi pangan, dilaksanakan berdasarkan
beberapa pedoman, yaitu prinsip umum kebersihan pangan Codex, Codex yang sesuai
dengan kode praktik, dan undang-undang keamanan pangan yang sesuai.

B. Tujuan HACCP

Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industry pangana dalah untuk
mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna
memenuhi tuntutan konsumen. HACCP bersifat sebagai system pengendalian mutu sejak
bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribuskan. Oleh
karena itu dengan diterapkannya system HACCP akan mencegah resiko complain karena
adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagi
promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Pada beberapa Negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak
industry pangan yang telah menerapkannya. Di samping karena meningkatnya kesadaran
masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan,
penerapan HACCP di industry pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen
terutama dari Negara pengimpor.
Penerapan HACCP dalam industry pangan memerlukan komitmen yang tinggi
dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan
HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasayarat dasar industri pangan
yaitu, telah menerapkan Good Manufacturing Practies (GMP) dan Standard Sanitation
Operational Procedur (SSOP).

C. Ruang Lingkup Analisis Hazard

Hazard terbagi menajdi 3 kelompok yaitu biologis, kimiawi, dan fisik. Beberapa
tim HACCP mungkin lebih suka melakukan studi pada satu keleompok saja dalam satu
waktu. Pilihan tersebut memang lebih mudah bagi tim yang belum berpengalaman, tetapi
itu berarti mereka biasanya harus kembali ke awal dan melakukannya sekali lagi untuk
dua kelompok hazard yang lain.

D. Pinsip HACCP

System HACCP (Codex 1997b) terdiri dari tujuh prinsip, yaitu :


a. Melakukan analisis bahaya
Segala macam aspek pada mata rantai produksi pangan yang dapat menyebabkan
masalah keamanan pangan harus dianalisis. Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah
keberadaan pencemar (kontaminan) biologis, kimiawi, atau fisik bahan pangan. Selain
itu, bahaya lain mencakup pertumbuhan mikroorganisme atau perubahan kimiawi
yang tidak dikehndaki selama proses produksi, dan terjadinya kontaminasi silang pada
produk antara produk jadi atau lingkungan produksi.
b. Menentukan titik pengendalian kritis (Critical Control Point/CCP)
Salah titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang berhubungan dengan pangan
dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik yang dapat diterima
(diperbolehkan atau titik aman)
c. Menentukan batas kritis
Kriteria yang memisahkan sesuatu yang bias diterima dengan yang tidak bias
diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian
dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis
HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, Aw, ketersidiaan klorin,
dan parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur.
d. Membuat suatu system pemantauan (monitoring) CCP
Suatu system pemantauan (observasi) urutan, operasi dan pengukuran selama
terjadi aliran makanan. Hal ini termasuk system pelacakan operasi dan penentuan
control mana yang mengalami perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya,
pemantauan harus menggunakan catatan tertulis.
e. Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya CCP yang
tidak berada di bawah control
Tindakan korektif spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP dalam system
HACCP untuk menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut
harus mampu mengendalikan membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal ini
termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara cepat.
f. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa system HACCP bekerja
secara efektif
Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan terhadap system
HACCP dan catatanya, peninjauan terhadap penyimpangan dan pengaturan produk,
konfirmasi CCP yang berada dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan
(audit) metode, prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan
pengambilan sampel secara acak dan menganalisisnya. Prosedur verifikasi diakhiri
dengan validasi system untuk memastikan system-sitem apabila terdapat perubahan di
tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses produksi.
g. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang berhubungan
dengan prinsip dan aplikasinya
Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam system HACCP adalah analisis
bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta
penyimpanan dan tindakan korektif yang berhubungan.

E. Langkah-langkah HACCP
Konsep HACCP menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) terdiri dari 12
langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah
penyusunan dan penerapan system HACCP menurut CAC adalah sebagai beikut.
1. Langkah 1 (Pembentukan Tim HACCP)
Langkah awal yang harus dilakuka dalam penyusunan rencana HACCP adalah
membentuk tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industry yang
terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri
individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam,
dan memiliki keahmilan spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli
mikrobiologi, ahli mesin/engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat
melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak
dapat diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari
luar.
Tahap HACCP harus cukup kecil agar komunikasi dapat berjalan dengan efektif,
tetapi cukup besar agar tugas-tugas yang spesifik dapat didelegasikan. Alasan inilah
yang menyebabkan kisaran antara empat atau enam orang yang dinyatakan ideal untuk
anggota tim HACCP. Salah satu anggota tim HACCP harus ditunjuk sebagai ketua tim
berdasarkan keterampilannya.
Ketua tim akan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa :
a. Setiap anggota tim mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang diperlukan
melalui pelatihan dan pengembangan
b. Semua tugas yang berkaitan dengan pengembangan HACCP diatur secara
adekuat.
c. Pemanfaatan waktu dilakukan secara efektif, selain itu harus disediakan waktu
untuk pengkajian kemajuan secara berkelanjutan
d. Semua keterampilan, sumber daya, pengetahuan dan informasi yang diperlukan
diidentifikasi dan bersumber baik dari dalam perusahaan maupun dari luar
e. Dokumen dan catatan dipelihara secara efisien
Begitu terpilih, tim ini harus dipersiapkan melalui pelathan yang menyeluruh
tentang prinsip-prinsip HACCP dan dibekali dengan pelatihan tambahan serta
pemahanan mengenai keterampilan dan topic manajemen yang mendasari penerapan
prinsip-prinsip tersebut.
2. Langkah 2 (Deskripsi Produk)
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari
produk pangan yang akan disusun rencana HACCP. Deskripsi produk yang dilakukan
berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi,
formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang
berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlakukan Tim HACCP untuk
melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
3. Langkah 3 (Identifikasi Pengguna yang Dituju)
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin
berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan
pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum
atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok
remaja atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus dipertimbangkan kelompok
populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
Inti dari identifikasi tujuan penggunaan adalah untuk memberikan informasi
kepada konsumen, apakah produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua
populasi atau hanya kepada populasi khusus.
4. Langkah 4 (Penyusunan Diagram Alir)
Proses penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan
mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya
produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram
alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut.
5. Langkah 5 (Verifikasi Diagram Alir Proses)
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji
dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut.
Verifikasi tersebut dilakukan dengan cara pengamatan langsung tahapan produksi,
pengambilan sampel, wawancara dan pengamatan operasi non rutin. Bila ternyata
diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan
modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus di
dokumentasikan.
Diagram alir telah dibuat harus sesuai dnegan yang terjadi di lapangan, verifikasi
dilakukan dengan memperhatikan langkah sebagai berikut :
a. Diagram alir harus menjadi penjelasan actual di setiap waktu kerja, (per shift, hari,
waktu, minggu, bulan bahkan tahunan).
b. Verifikasi harus dilakukan dari awal produksi sampai dengan akhir proses.
- Pastikan tidak ada proses yang terlewat
- Pastikan semua parameter sudah sesuai proses
- Wawancara setiap personel terkait untuk memastikan tidak ada yang terlewat
c. Revisi diagram akhir yang telah dibuat
- Jangan ragu untuk mengubah diagram alir yang sudah dibuat sesuai dengan
kondisi praktek di lapangan
- Bila perlu ubah kondisi praktek di lapangan agar sesuai dengan diagram alir
d. Verifikasi yang dilakukan harus dilakukan oleh personal yang memahami proses.
6. Langkah 6 (Analisa Bahaya)/Prinsip 1
Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya
dan mengidentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya.
Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap
tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap
penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-
bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal
hingga ke tangan konsumen.
Analisis bahaya terdiri dati tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan
tindakan pencegahan (control measure), dan penentuan kategori resiko atau
signifikan suatu bahaya.
Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan makanan dan ingredient yang
digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, serta deskripsi
dan penggunaan produk yang mencakup kelompok konsumen beserta cara
konsumsinya, cara penyimpanan dan lain sebagainya.
Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara
fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan pada manusia.

a. Bahaya Biologis
Makanan sangat rentan terhadap kontaminasi bahaya (hazard), salah
satunya adalah bahaya biologis yaitu organisme parasit, bakteri, jamur, virus dan
bahaya biologis lainnya. Beberapa patogen ini kemungkinan memang sudah
terdapat dalam bahan makanan sebelum diolah maupun terkena kontaminasi dari
lingkungan sekitar makanan. Pada umumnya patogen ini mati atau tidak aktif
oleh proses memasak yang dapat mengurangi jumlah patogen dan dapat
dipertahankan dalam jumlah minimal dalam proses pendinginan ataupun dalam
kemasan yang aman sehingga terhindar dari kontaminasi bahaya biologis selama
proses pendistribusian.
Sumber hazard biologis sangat beragam dan harus dikontrol melalui
berbagai jenis tindakan pengendalian. Keberadaannya bisa ditemukan pada titik
tertentu dalam rantai persediaan makanan, oleh karena itu setiap tindakan
pengendalian harus diterapkan pada titik yang tepat untuk memastikan
keefektifannya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bahaya biologis yaitu
faktor intrinsik, seperti pH, kadar air/aktivitas air (aw), nutrien, senyawa
antimikrobastruktur biologis, dll. Selain faktor intrinsik ada beberapa faktor
ekatrinsik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bahaya biologis, seperti suhu,
kelembapan, gas (karbon dioksida, ozon, sulfur dioksida), dan lain-lain.
Tabel 1. Pengelompokkan Bahaya Biologis

No Jenis Bahaya Biologis Contoh

1 Bakteri - Salmonella spp


- Clostridium
perfringens
- Listeria
monocytogenes
- Campylobacter jejuni
- Staphylococcus
aureus
- Vibrio cholera
- Bachillus cereus
- Staphylococcus
aureus
- Vibrio cholera
- Bachillus cereus
2 Fungi - Aspergillus flavus
- Fusarium spp
3 Virus - Hepatitis A
- Rota virus
4 Parasit, protozoa dan - Protozoa (Giardia
cacing lamblia)
- Cryptosporidium
parvum
- Cacing bulat (ascaris
lumbricoides)
- Cacing pita (Taenia
saginata)
- Cacing pipih
(Fasciola hepatica)
5 Algea (ganggang) - Dinofalgelata
- Ganggang biru-hijau
- Ganggang coklat emas

b. Bahaya Kimia
Kontaminasi bahan kimia pada makanan dapat terjadi pada setiap tahap

produksi. Dalam bahan makanan bahaya kimia dapat berasal dari bahan

makanan karena perlakuan kimia selama proses penanamannya dan juga dapat

berasal dari bahan tambahan pangan selama proses pengolahannya. Pengaruh

kontaminasi kimia terhadap konsumen dapat berjangka panjang (akut) seperti

pengaruh makanan yang mengandung alergen.

Tabel 2. Jenis-jenis bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari makanan

No. Bahan Kimia

1 Bahan-bahan kimia pembersih: deterjen

2 Residu peptisida: fungisida, insektisida, herbisida, rodentisida

3 Alergen

4 Logam beracun
5 Nitrit, nitrat dan senyawa N-nitroso

6 Polychlorinated biphenyls (PCBs)

7 Migrasi komponen plastic dan bahan pengemas

8 Residu antibiotika dan hormone

9 Aditif kimia

10 Filotoksi-sianida, estrogen

11 Zootoksin

c. Bahaya Fisik
Kontaminasi bahaya fisik umumnya dari proses pendistribusian dan

pengolahan bahan makanan ataupun makanan secara tidak benar. Bahaya fisik

umumnya yang terdapat pada makanan adalah pecahan gelas, logam , batu,

daun, ranting, kayu, perhiasan, pasir dan lain-lain. Berikut ini adalah beberapa

sumber bahaya fisik dan kemungkinan cara pencegahannya.

Tabel 3. Sumber bahaya fisik dan kemungkinan cara pencegahannya

Bahaya fisik Sumber Tindakan pencegahannya


Serangga Bahan baku, tempat, Gunakan pemasok terdidik
pengolahan, lingkungan dan diakui, juga
kotor lingkungan makanan tetep
bersih. Pasang kawat kasa
jendela, jaga pintu selalu
tertutup. Buang limbah
secara teratur, jaga wadah
makanan selalu tertutup,
bersihkan percikan pada
produk sesegera mungkin,
bersihkan lingkungan
secara teratur.
Serpihan kaca Bahan baku, wadah, Gunakan pemasok yang
lampu, peralatan inspeksi, sudah dididik dan diakui,
alat pengolahan penutup lampu bahan tanah
pecah, melarang adanya
gelas didaerah pengolahan.
Logam Bahan baku, alat kantor, Gunakan pemasok yang
wadah, peralatan, sudah dididik dan diakui,
peralatan pembersih melarang adanya logam di
daerah pengolahan,
menggunakan detekteor
logam
Batu, ranting, daun Bahan baku (tanaman), Gunakan pemasok yang
lingkungan sekitar, sudah di didik dan diakui
pengolahan pangan juga lingkungan pangan
tetap bersih, juga pintu
selalu tertutup
Perhiasan Manusia Pelatihan karyawan
mengenai GMP dan
melarang penggunaan
perhiasan pada saat
pengolahan pangan.

Tahapan pencegahan (control measure) adalah kegiatan yang dapat


menghilangkan bahaya atau menurunkan bahaya sampai ke batas aman. Beberapa
bahaya yang ada dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan prasyarat dasar
pendukung system HACCP seperti GMP (Good Manufacturing Practies), SSOP
(Sanitation Standard Operational Procedur), SOP (Standard Operational
Procedure), dan system pendukung lainnya.
Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan suatu
rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam ranka mencegah bahaya
keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan
pencegehan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau yang memiliki
resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam pentetapan critical control point.
7. Langkah 7 (Penetapan Critical Control Point)/ Prinsip 2
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau
prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat
dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang diterima. Pada setiap
bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan
satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikenadilkan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji
dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision tree
berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang munhkin muncul dalam suatu
langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk
mengidentifikasi bahan baku yang sensitive terhadap bahaya atau untuk menghindari
kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau
beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan
untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
8. Langkah 8 (Penetapan Critical Limit)/ Prinsip 3
Critical Limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi
untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau
mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara “yang
diterima” dan “yang ditolak”, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis
ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan
batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas
tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan
berdasarkan studi literatur, regulasi pemenrntah, para ahli di bidang mikrobiologi
maupun kimia, Codex, dan lain sebagainya.
Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah “apakah
komponen kritis yang berhubungan dengan CCP?”. Suatu CCP mungkin memiliki
berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk/
secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas
kimia (Ph, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan
sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya,
kecuali jika terdapat uji cepat unyik pengukuran tersebut.
9. Langkah 9 (Prosedur Pemantauan CCP)/ Prinsip 4
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana
dan terjadwal terhadap efektifitas proses pengendalian CCP dan CL untuk menjamin
bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel
yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai
pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan
(observasi) yang direkam dalam suatu checklist ataupun merupakan suatu
pengukuran yanf direkam ke dalam suatu datashet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu
memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi serta hal apa saja
yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
10. Langkah 10 (Penetapan Tindakan Kritis)/ Prinsip 5
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis
suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat
tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi
mialnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua
penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji
keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses
produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan
pencegahan seperti verifikasi.
11. Langkah 11 (Verifikasi Program HACCP)/ Prinsip 6
Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan
bahwa system HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan.
Dengan verifiksdi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat
diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin. Beberapa kegiatan
verifikasi, mislanya penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat, pemeriksaan
kembali rencana HACCP, pemeriksaan catatan CCP pemeriksaan catatan
penyimpanan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika
CCP tidak terkendalikan. Pengambilan contoh secara acak catatan tertulis mengenai
inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP, atau
penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan. Verifikasi harus
dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang
ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi
baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk
tersebut.
12. Langkah 12 (Perekaman Data/Dokumentasi)/Prinsip 7
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP
sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode
waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman
pemantauan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu, dokumentasi ini dapat
ditunjukan kepada inspektir pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan
dapat juga digunakan oleh operator.
Tahapan penentuan CCP memberikan pedoman berupa diagram pohon (CCP
Decision Tree) seperti berikut :

Gambar 1 Diagram Pohon (CCP Decision Tree)

Anda mungkin juga menyukai