TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian HACCP
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan
mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan
timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan
untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP merupakan salah satu bentuk
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Kunci utama HACCP adalah
antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan
pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian produk akhir. Sistem HACCP
bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero-riskatau tanpa resiko,
tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP
juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai
pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobilogis,
kimia dan fisik. HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari
produsen utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi,
pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir. Keberhasilan dalam penerapan
HACCP membutuhkan tanggung jawab penuh dan keterlibatan manajemen serta tenaga
kerja. Keberhasilan penerapan HACCP juga membutuhkan pendekatan tim, tim ini harus
terdiri dari tenaga ahli yang tepat. Sebagai contoh harus terdiri dari ahli budidaya, dokter
hewan, personel produksi, ahli mikrobiologi, spesialis kesehatan masyarakat, ahli
teknologi pangan, ahli kimia dan perekayasa menurut studi tertentu. Tujuan dari
penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya
bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan
konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku
dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu
dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya
bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai
promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif. faktor
biologis, kimia dan fisikdapat dikontrol/dikendalikan.
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis
and Critical Control Points, HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah,
rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.
Pada awalnya, prinsip HACCP dibuat untuk keamanan bahaya pangan, namun
sistem ini akhirnya dapat diaplikasikan lebih luas dan mencakup industri lainnya.
Aplikasi HACCP, terutama yang diperuntukkan bagi pangan, dilaksanakan berdasarkan
beberapa pedoman, yaitu prinsip umum kebersihan pangan Codex, Codex yang sesuai
dengan kode praktik, dan undang-undang keamanan pangan yang sesuai.
B. Tujuan HACCP
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industry pangana dalah untuk
mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna
memenuhi tuntutan konsumen. HACCP bersifat sebagai system pengendalian mutu sejak
bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribuskan. Oleh
karena itu dengan diterapkannya system HACCP akan mencegah resiko complain karena
adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagi
promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Pada beberapa Negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak
industry pangan yang telah menerapkannya. Di samping karena meningkatnya kesadaran
masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan,
penerapan HACCP di industry pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen
terutama dari Negara pengimpor.
Penerapan HACCP dalam industry pangan memerlukan komitmen yang tinggi
dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan
HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasayarat dasar industri pangan
yaitu, telah menerapkan Good Manufacturing Practies (GMP) dan Standard Sanitation
Operational Procedur (SSOP).
Hazard terbagi menajdi 3 kelompok yaitu biologis, kimiawi, dan fisik. Beberapa
tim HACCP mungkin lebih suka melakukan studi pada satu keleompok saja dalam satu
waktu. Pilihan tersebut memang lebih mudah bagi tim yang belum berpengalaman, tetapi
itu berarti mereka biasanya harus kembali ke awal dan melakukannya sekali lagi untuk
dua kelompok hazard yang lain.
D. Pinsip HACCP
E. Langkah-langkah HACCP
Konsep HACCP menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) terdiri dari 12
langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah
penyusunan dan penerapan system HACCP menurut CAC adalah sebagai beikut.
1. Langkah 1 (Pembentukan Tim HACCP)
Langkah awal yang harus dilakuka dalam penyusunan rencana HACCP adalah
membentuk tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industry yang
terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri
individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam,
dan memiliki keahmilan spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli
mikrobiologi, ahli mesin/engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat
melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak
dapat diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari
luar.
Tahap HACCP harus cukup kecil agar komunikasi dapat berjalan dengan efektif,
tetapi cukup besar agar tugas-tugas yang spesifik dapat didelegasikan. Alasan inilah
yang menyebabkan kisaran antara empat atau enam orang yang dinyatakan ideal untuk
anggota tim HACCP. Salah satu anggota tim HACCP harus ditunjuk sebagai ketua tim
berdasarkan keterampilannya.
Ketua tim akan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa :
a. Setiap anggota tim mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang diperlukan
melalui pelatihan dan pengembangan
b. Semua tugas yang berkaitan dengan pengembangan HACCP diatur secara
adekuat.
c. Pemanfaatan waktu dilakukan secara efektif, selain itu harus disediakan waktu
untuk pengkajian kemajuan secara berkelanjutan
d. Semua keterampilan, sumber daya, pengetahuan dan informasi yang diperlukan
diidentifikasi dan bersumber baik dari dalam perusahaan maupun dari luar
e. Dokumen dan catatan dipelihara secara efisien
Begitu terpilih, tim ini harus dipersiapkan melalui pelathan yang menyeluruh
tentang prinsip-prinsip HACCP dan dibekali dengan pelatihan tambahan serta
pemahanan mengenai keterampilan dan topic manajemen yang mendasari penerapan
prinsip-prinsip tersebut.
2. Langkah 2 (Deskripsi Produk)
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari
produk pangan yang akan disusun rencana HACCP. Deskripsi produk yang dilakukan
berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi,
formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang
berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlakukan Tim HACCP untuk
melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
3. Langkah 3 (Identifikasi Pengguna yang Dituju)
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin
berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan
pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum
atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok
remaja atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus dipertimbangkan kelompok
populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
Inti dari identifikasi tujuan penggunaan adalah untuk memberikan informasi
kepada konsumen, apakah produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua
populasi atau hanya kepada populasi khusus.
4. Langkah 4 (Penyusunan Diagram Alir)
Proses penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan
mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya
produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram
alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut.
5. Langkah 5 (Verifikasi Diagram Alir Proses)
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji
dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut.
Verifikasi tersebut dilakukan dengan cara pengamatan langsung tahapan produksi,
pengambilan sampel, wawancara dan pengamatan operasi non rutin. Bila ternyata
diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan
modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus di
dokumentasikan.
Diagram alir telah dibuat harus sesuai dnegan yang terjadi di lapangan, verifikasi
dilakukan dengan memperhatikan langkah sebagai berikut :
a. Diagram alir harus menjadi penjelasan actual di setiap waktu kerja, (per shift, hari,
waktu, minggu, bulan bahkan tahunan).
b. Verifikasi harus dilakukan dari awal produksi sampai dengan akhir proses.
- Pastikan tidak ada proses yang terlewat
- Pastikan semua parameter sudah sesuai proses
- Wawancara setiap personel terkait untuk memastikan tidak ada yang terlewat
c. Revisi diagram akhir yang telah dibuat
- Jangan ragu untuk mengubah diagram alir yang sudah dibuat sesuai dengan
kondisi praktek di lapangan
- Bila perlu ubah kondisi praktek di lapangan agar sesuai dengan diagram alir
d. Verifikasi yang dilakukan harus dilakukan oleh personal yang memahami proses.
6. Langkah 6 (Analisa Bahaya)/Prinsip 1
Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya
dan mengidentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya.
Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap
tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap
penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-
bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal
hingga ke tangan konsumen.
Analisis bahaya terdiri dati tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan
tindakan pencegahan (control measure), dan penentuan kategori resiko atau
signifikan suatu bahaya.
Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan makanan dan ingredient yang
digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, serta deskripsi
dan penggunaan produk yang mencakup kelompok konsumen beserta cara
konsumsinya, cara penyimpanan dan lain sebagainya.
Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara
fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan pada manusia.
a. Bahaya Biologis
Makanan sangat rentan terhadap kontaminasi bahaya (hazard), salah
satunya adalah bahaya biologis yaitu organisme parasit, bakteri, jamur, virus dan
bahaya biologis lainnya. Beberapa patogen ini kemungkinan memang sudah
terdapat dalam bahan makanan sebelum diolah maupun terkena kontaminasi dari
lingkungan sekitar makanan. Pada umumnya patogen ini mati atau tidak aktif
oleh proses memasak yang dapat mengurangi jumlah patogen dan dapat
dipertahankan dalam jumlah minimal dalam proses pendinginan ataupun dalam
kemasan yang aman sehingga terhindar dari kontaminasi bahaya biologis selama
proses pendistribusian.
Sumber hazard biologis sangat beragam dan harus dikontrol melalui
berbagai jenis tindakan pengendalian. Keberadaannya bisa ditemukan pada titik
tertentu dalam rantai persediaan makanan, oleh karena itu setiap tindakan
pengendalian harus diterapkan pada titik yang tepat untuk memastikan
keefektifannya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bahaya biologis yaitu
faktor intrinsik, seperti pH, kadar air/aktivitas air (aw), nutrien, senyawa
antimikrobastruktur biologis, dll. Selain faktor intrinsik ada beberapa faktor
ekatrinsik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bahaya biologis, seperti suhu,
kelembapan, gas (karbon dioksida, ozon, sulfur dioksida), dan lain-lain.
Tabel 1. Pengelompokkan Bahaya Biologis
b. Bahaya Kimia
Kontaminasi bahan kimia pada makanan dapat terjadi pada setiap tahap
produksi. Dalam bahan makanan bahaya kimia dapat berasal dari bahan
makanan karena perlakuan kimia selama proses penanamannya dan juga dapat
3 Alergen
4 Logam beracun
5 Nitrit, nitrat dan senyawa N-nitroso
9 Aditif kimia
10 Filotoksi-sianida, estrogen
11 Zootoksin
c. Bahaya Fisik
Kontaminasi bahaya fisik umumnya dari proses pendistribusian dan
pengolahan bahan makanan ataupun makanan secara tidak benar. Bahaya fisik
umumnya yang terdapat pada makanan adalah pecahan gelas, logam , batu,
daun, ranting, kayu, perhiasan, pasir dan lain-lain. Berikut ini adalah beberapa