Disusun oleh : 1. Juanda P Sagala (25131057) 2. Arini D Nastiti (25131025) 3. Alvinda H Nasution (25131014) 4. Riska Amelinda (25131004) 5. Pujani Utami (25131078) 6. Medhisa R Fauzia (25131026) 7. Fadhilla A Rahmatillah (25131056) 8. Ririta Sari (25131015) 9. Dodhi AR (25131027) 10. Yus Jawoto (25131020) 11. Wahyu R Nikmah (25131024) 12. Ratih R (25131001) S1 FARMASI EXTENSI NON REGULER SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG 2014 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehinga makalah dengan judul Penerapan HACCP pada Proses Produksi Susu Murni ini dapat terselesaikan sebagai tugas Kimia Medisinal. Tanpa adanya semangat, bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Winarsih R., S.Si., Apt. sebagai dosen Kimia Analisis Bahan Makanan, serta teman-teman yang memberikan bantuan materil maupun doa sehingga pembuatan makalah ini dapat berjalan dengan lancar, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan makalah. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah keamanan pangan masih merupakan masalah penting dalam bidang pangan di Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan. Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia sampai saat ini masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip pengendalian untuk berbagai penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui. Pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang pesat dalam industri pangan, dan tidak dapat menjamin keamanan makanan yang beredar di pasaran. Pendekatan tradisionil yang selama ini dilakukan dapat dianggap telah gagal untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan pangan yang disebut Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point /HACCP) yang merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan suatu keadaan pada saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan makanan, menilai risiko-risiko yang terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur pengendalian akan berdaya guna. Sehingga, prosedur pengendalian lebih diarahkan pada kegiatan tertentu yang penting dalam menjamin keamanan makanan. Pendekatan HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai kegiatan keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan perhatian pada berbagai bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi dan makanan yang diolah dan disiapkan.
BAB II ISI
I. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik kendali kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point). HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian.
II. Penerapan HACCP Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan critical control point. CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah, atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi. Critical Limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara yang diterima dan yang ditolak, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya. Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah: apakah komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut. Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan. Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti melakukan verifikasi. Setiap verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektivitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin. Beberapa kegiatan verifikasi misalnya: Penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat Pemeriksaan kembali rencana HACCP Pemeriksaan catatan CCP Pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan Pengambilan contoh secara acak Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan. Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut. Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator. III. Susu Murni Susu merupakan produk peternakan yang bernilai gizi tinggi dan mempunyai peranan penting dalam upaya penyehatan dan pencerdasan masyarakat. Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi susu per kapita di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu produksi susu nasional juga mengalami peningkatan, akan tetapi belum mampu mengimbangi permintaan akan kebutuhan susu yang semakin meningkat. Pembuatan susu murni sebenarnya sangat lah sederhana namun proses pemerahan hingga pengemasan harus higienis untuk menjamin kebersihan produk. Bahan utama yang dibutuhkan untuk pembuatan susu murni hanyalah susu sapi segar yang mengalami proses pasteuriasi terlebih dahulu. IV. Pengolahan Air Susu Air susu merupakan bahan makanan yang mudah rusak, oleh sebab itu perlu mendapat perawatan secara khusus. Setelah air susu diperah, segera dibawa ke kamar susu, kemudian disaring. Penyaringan ini pun perlu dilakukan dengan segera guna menghindari agar jangan sampai kuman-kuman yang hinggap pada kotoran di dalam air susu mendapat kesempatan berkembangbiak lebih lanjut. Sesudah air susu disaring, barulah ditakar; hal ini bila sekiranya ingin mengetahui jumlah produksi. Kemudian air susu dari beberapa ekor sapi tersebut dicampur perlahan- lahan sampai menjadi campuran air susu yang homogen. Selanjutnya air susu dialirkan ke alat pendingin. Untuk pendinginan diperlukan suhu 10-15C selama 2-3 jam. Pendinginan air susu berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga air susu tahan lama. Atau sebelum air susu dialirkan ke alat pendingin bisa dilakukan pasturisasi terlebih dahulu, agar apabila terdapat organisme atau bakteri yang merugikan bisa mati. Untuk melakukan pasturisasi ini ada berbagai kombinasi panas dan waktu yang diperlukan, antara lain :
Temperatur Waktu 70C (158F) 150 menit 72C (161,6F) 30 menit 74C (165,2F) 6 menit 76C (168,8F) 72 detik
Secara sederhana pendinginan ini bisa dilakukan dengan menempatkan botol-botol air susu atau susu yang sudah dipak dalam kantong plastik, Kemudian dimasukkan ke dalam ember (bak) yang berisikan es. Sedangkan pasturisasi yang sederhana dapat dilakukan dengan cara merebus air susu di atas ember panas (kompor dan lain sebagainya) dengan temperatur 74C selama 6 menit. Sesudah itu air susu baru boleh dimasukkan ke dalam botol-botol air susu untuk dikirim kepada konsumen. Air susu yang tidak didinginkan dan langsung dimasukkan ke dalam botol, air susu tersebut akan mudah rusak atau pecah (Anonim, 2012). V. Deskripsi Gambaran Produk
Aspek Hasil Pengamatan Nama produk Susu sapi murni Konsumen Anak-anak dan dewasa Komposisi Susu sapi segar Metode persiapan konsumsi Susu sapi segar yang mengalami proses pasteuriasi terlebih dahulu Metode pengolahan 1. Pemerahan air susu, penyaringan 2. Pencampuran, pasteurisasi suhu 74C selama 6 menit, dan pendinginan pada suhu 10-15C selama 2-3 jam 3. Pengemasan Cara penyimpanan 1. Penyimpanan dengan pendinginan 2. Penyimpanan dalam vakum atau penambahan preservative Cara distribusi Menggunakan botol plastik atau botol kaca Cara konsumsi Dikonsumsi langsung setelah wadah dibuka VI. Identifikasi HACCP Produk Susu Sapi Sumber bahaya Jenis bahaya Pencegahan Bahan baku susu sapi segar Bakteri patogen Kesehatan sapi Kebersihan peternakan Sanitasi dalam pemerahan Susu cepat didinginkan Pasteurisasi pada susu dan waktu yang tepat Residu antibiotika Sapi dalam pengobatan tidak diperah hingga waktu henti obat dilampaui Residu pestisida, logam dan mikotoksin Pakan dan lingkungan peternakan tidak tercemar Bahan tambahan (gula, flavouring agent, dll) Mikroba patogen Jaminan dari pemasok bahan (sertifikat) Cemaran pestisida, logam dan cemaran kimia lainnya Sterilisasi (pemanasan) sebelum dicampur
Jaminan dari pemasok bahan (adanya sertifikat) Peralatan Tidak dapat dioperasikan dengan tepat Maintenance alat secara reguler, termasuk kebersihan (rekaman pemeriksaan) Ruangan prosesing Mikroba, jamur, cemaran kimia Pembatasan personil keluar masuk ruangan Debu, kotoran Ruangan prosesing terpisah dan tertutup Bahan pengemas (plastik, cup, dll) Mikroba, jamur Jaminan dari pemasok bahan (sertifikat) Debu, kotoran, cemaran pestisida dan cemaran kimia lain Pencucian bahan kemasan Sterilisasi kemasan sebelum pengisian Personil Debu, kotoran, cemaran kimia dan mikroba Kebersihan personil, ganti pakaian pendidikaan tentang kaitan higienik dan mutu susu pasteurisasi BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Untuk dapat memproduksi susu sapi segar yang bermutu dan baik serta aman bagi kesehatan, diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan yang mantap, maka dipandang ada 3 unsur utama yang terlibat dalam pengamanan/pengendaliannya yaitu: 1. sistem pengendalian yang intensif berupa pengamanan dilakukan sejak pra- produksi, hingga pemasaran (preharvest food safety program). Dalam pelaksanaannya sistem pengamanan ditempuh melalui cara pengamatan(surveilance), pemantauan (monitoring) dan pemeriksaan (inspection) terhadap setiap mata rantai pengadaan susu sapi 2. Pengendalian infrastruktur, antara lain melalui perbaikan perangkat keras, misalnya perbaikan/renovasi kandang sapi, 3. Perangkat pendukung adalah UU Pangan, UU Perlindungan Konsumen, Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Dirjen Peternakan yang berkaitan erat dengan produksi dan keamanan susu sapi. Direktorat Kesmavet telah mencanangkan program keamanan pangan produk ternak dengan membangun Siskesmavet dan Siskeswannas. B. SARAN 1. Dalam rangka perlindungan konsumen terhadap produk susu yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan pangan, pemerintah harus dapat mengawasi secara ketat melalui instansi terkait. 2. Keamanan pangan adalah hak setiap anggota masyarakat, sehingga peran pemerintah wajib memenuhi hak masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Sari Budi Daya: Sapi Perah Cetakan 24. Yogyakarta : Penerbit Kanisius Mardiati, Priadi, Rachmawati, Yuningsih, 2004, Susu Pasteurisasi dan Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), JITV 9(3): 172-180