Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan gizi sesuai dengan kondisi pasien, yakni berdasarkan keadaan klinis, status
gizi dan status metabolisme tubuh. Salah satu kegiatan pelayanan gizi adalah
penyelenggaran makanan. Penyelenggaraan makanan dimaksudkan bagi pencapaian
status kesehatan yang optimal bagi pasien/konsumen melalui pemberian diet yang tepat
(Aritonang, 2014).
Penyelenggaran makanan rumah sakit merupakan serangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran
belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan
makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi (PGRS, 2013).
Sistem penyelenggaraan makanan institusi menggunakan perusahaan Jasaboga selaku
penyelenggaraan makanan rumah sakit. Untuk meminimalkan timbulnya bahaya yang
terjadi akibat proses saat produksi, maka seluruh tahapan atau setiap proses produksi
dilakukan control titik-titik kritis atau Critical Control Point (CCP). Mulai dari tahap
penerimaan, proses pengolahan, penyajian, dan pendistribusian (Aritonang, 2014).
Makanan yang berkualitas baik, selain penampilan yang menarik, cita rasa yang baik,
bernilai gizi tinggi, juga harus bersih dan aman serta tidak berbahaya bagi kesehatan.
Kebersihan dan penyehatan merupakan standard utama yang harus dilaksanakan dalam
penyediaan makanan bermutu dan aman bagi masyarakat (Mukrie, dkk, 1990).
Prinsip penyehatan makanan menggunakan teknik HACCP (Hazard Ananlyse of
Critical Control Point), meliputi bahan makanan, penjamah makanan dan cara kerja yang
dilakukan serta upaya pengendalian pertumbuhan kuman berbahaya (Aritonang, 2014).
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk menjamin
kualitas keamanan makanan dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan
penyakit melalui makanan (Aritonang, 2014).
Dalam sebuah penyelenggaraan makanan maka diperlukan manajemen sistem
penyelenggaraan yang baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku, agar dapat
memberikan kepuasan bagi konsumen atau pasien. Oleh karena itu, akan dilakukan
pengendalian mutu makanan dengan sistem penerapan HACCP dalam proses produksi
snack DM “mashed potato” agar dapat menghasilkan produk yang terjamin keamanannya

1
dan menghasilkan kualitas produk berkualitas baik di Instalasi Gizi RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah diakibatkan
melalui makanan dengan sistem penerapan pengendalian mutu makanan (HACCP)
dalam proses produksi mashed potato di Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan HACCP.
b. Menganalisis bahaya-bahaya yang terdapat pada setiap tahap dalam produksi
mashed potato.
c. Mendeskripsikan gambaran produk mashed potato
d. Mendeskripsikan bahan makanan yang digunakan untuk membuat produk Mashed
Potato di Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
e. Mengetahui komposisi yang ada pada produk Mashed Potato
f. Melakukan identifikasi dan analisis bahaya terhadap bahan mentah dan tahapan
proses pengolahan produk Mashed Potato di Instalasi Gizi RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
g. Melakukan identifikasi dan menentukan kategori resiko terhadap bahan mentah
dan tahapan proses pengolahan produk Mashed Potato di Instalasi Gizi RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
h. Melakukan penetapan batas kritis setiap CCP pada produk Mashed Potato di
Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
i. Melakukan analisa penetapan tindakan pemantauan setiap CCP pada produk
Mashed Potato di Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HACCP
1. Pengertian HACCP
HACCP merupakan metode yang rasional dan ilmiah untuk penjaminan mutu
terhadap bahaya dan penentuan upaya pengendalian yang efektif (WHO, 2005). HACCP
(Hazard Ananlyse of Critical Control Point), adalah suatu sistem yang mengidentifikasi
bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahannya, untuk mengendalikan
bahaya tersebut pada suatu produk makanan (Aritonang, 2014).
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran
atau penghayatan bahwa bahaya dapat timbul pada berbagai titik atau tahap bahaya
tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan
yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada mengendalikan pengujian
produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan pangan yang zerorisk
atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimkan resiko bahaya keamanan pangan.
Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk
memproduksi rantai pasokan pangan dan proses prodeksi terhadap kontaminasi bahaya-
bahaya mikrobiologis, kimia, dan fisik (Winarno, 2004).
HACCP atau analisis bahaya dan titik kendali kritis merupakan suatu sistem
manajemen yang digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi, kimia, dan
fisik. Sistem tersebut diterapkan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya yang
diperkirakan dapat terjadi, dan bukan merupakan reaksi dari munculnya bahaya. Jadi,
sistem ini merupakan tindakan pencegahan sebelum bahaya muncul. HACCP merupakan
suatu sistem yang menjamin bahwa semua potensi bahaya pada bahan pangan secara
sistematis dikendalikan pada setiap pengolahan (Rauf, 2013).
Konsep HACCP menurut CAC (Codex Alimentarius Commision) terdiri dari 12
langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah
penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC (Codex Alimentarius
Commision) adalah sebagi berikut:

3
Gambar 2.1. Langkah Penyusunan dan Implementasi HACCP Menurut CAC

4
2. Pengertian CCP
Titik Kendali Kritis (TKK) atau Critical Control Point (CCP), adalah titik,
prosedur atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya pada suatu produk makanan (Aritonang,
2014).
Pengenalan titik kritis (Critical Control Point) merupakan prinsip HACCP yang
menentukan dimana bahaya yang sudah dikenal dapat dikurangi atau dihilangkan. CCP
ditetapkan jika memang bahaya yang timbul signifikan/nyata mengancam food safety/
keamanan pangan. Pada tahapan yang dianggap kritis dilakukan pengawasan yang ketat.
Menetapkan sistem monitoring CCP batasan kritis, yaitu mengawasi tahapan dalam
pembuatan makan yang dianggap kritis, yaitu mengawasi tahapan dalam pembuatan
makan yang dianggap kritis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menetapkan
sistem monitoring CCP adalah jawaban atas pertanyaan apa (what), bagaimana (how),
kapan (when) dan siapa (who). Sedang batasan kritis adalah batasan yang tidak boleh
terlampaui. Jika batasan kritis terlampaui, maka tindakan perbaikan harus dilakukan
secepatnya (Alamsyah, 2009).
Menentukan titik kendali kritis (CCP) adalah tahapan yang akan menyebabkan risiko
atau kerugian bagi konsumen, jika gagal melakukan tindakan pengawasan atau
pengendalian. Menentukan CCP adalah upaya untuk enentukan tahapan tertentu dalam
proses produksi yang sangat menentukan jaminan mutu produk. Menetapkan batasan
kritis merupakan persyaratan dan toleransi yang harus dipenuhi oleh CCP. Dalam
membentuk sistem pemantauan pengendalian CCP ditetapkan apa saja yang perlu
dipantau, cara memantau, waktu dan frekuensi pemantauan, siapa yang harus memantau,
dan dimana harus dipantau. Bila hasil pemantauan pada suatu CCP melampaui batas
kritis saat atau toleransi, harus dilakukan tindakan perbaikan (Saparinto, 2006).

5
3. Prinsip HACCP
Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP
pada industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh CAC (Codex Alintarius
Commission, 1997). Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar
filosofi HACCP tersebut adalah:
Prinsip 1
Melakukan Analisa Bahaya

Menentukan Titik Kendali Prinsip 2


Kritis (CCP)

Prinsip 3
Menentukan Batas Kritis

Prinsip 4
Membuat Sistem Pemantaun
CCP

Prinsip 5
Melakukan Tindakan Koreksi

Menetapkan Prosedur
Prinsip 6
Verifikasi

Melakukan Dokumentasi
Prinsip 7
Seluruh Prosedur

Gambar 2.2. Tujuh Prinsip Sistem HACCP

a. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara


pencegahannya.
Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang
berkaitan dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan atau
analisis terhadap bahaya ini harus dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk
mengidentifikasi semua bahaya yang dapat terjadi bila produk pangan dikonsumsi.
Analisis bahaya harus dilaksanakan menyeluruh dan realistik, dari bahan baku

6
hingga ke tangan konsumen. Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan
dibedakan atas tiga kelompok bahaya, yaitu :
1) Bahaya Biologis/Mikrobiologis, disebabkan oleh bakteri pathogen, virus atau
parasit yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi atau infestasi,
misalnya: E. coli pathogenik, Listeria monocytogenes, Bacillus sp.,
Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan lain;
Tabel 2.1. Jenis dan Sumber Mikroorganisme pada Produk Pakan
N Mikrobia Sumber Makanan
o
1 Clostridium Tanah, organ Makanan
botulinum dalam ikan, hasil kaleng
laut berasam
rendah
2 Salmonella sp Tanah, insect, Daging
saluran unggas, telur
pencernaan dan daging
unggas dan babi sapi
3 Listeria Air, ikan, burung Susu segar,
monocytogene keju, ikan ,
s sayuran
mentah
4 Staphylococcu Tangan, Daging, susu,
s aureus tenggorokan, telur
saluran nafas
pekerja
5 Shigella sp Air tercemar, Susu, produk
usus hewan dan susu, daging
manusia ungags
(Sumber : Legowo 2003)

2) Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang
beracun, misalnya : aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkoloid
pirolizidin, pestisida, antibiotika, hormon pertumbuhan, logam-logam berat
(Pb, Zn, Ag, Hg, sianida), bahan pengawet (nitrit, sulfit), pewarna (amaranth,
rhodamin B, methanyl jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya.

7
Tabel 2.2. Bahan Kimia Berbahaya dan
Sumbernya
N Sumber Bahan Kimia Berbahaya
o
1 Terbentuk Secara Mikotoksin, Skrombotoksin
Alami (histamine), Ciguatoksin, Toksin
Jamur, Toksin Kerang (Toksin
paralitik, toksin diare, toksin
amnestik dan neurotoksin), Alkaloid
Pirolozidin, Fitohemaglutinin,
2 Ditambahkan secara Bahan kimia pertanian (pestisida,
sengaja ataupun tidak fungisida, insektisida, antibiotic,
sengaja hormone pertumbuhan), Logam dan
bahan berbahaya (Pb, Zn, As, Hg,
Sianida),, bahan tambahan yang
dilarang atau overdosis (nitrit, sulfit,
pewarna buatan)
(Sumber : Legowo 2003)

3) Bahaya Fisik, karena tertelannya benda-benda asing yang seharusnya tidak


boleh terdapat di dalam makanan, misalnya : pecahan gelas, potongan kayu,
kerikil, logam, serangga, potongan tulang, plastik, bagian tubuh (rambut),
sisik, duri, kulit dan lain-lain.

Penggolongan Karakteristik Bahaya (hazard) dan tingkat


resiko:
1. Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard)
Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology
Criteria for Food (1989), karakteristik hazard bisa
dikelompokkan menjadi (USDA, 1993):

8
 Hazard A: merupakan kelompok yang dapat
menyebabkan produkyang didesain dan ditujukan untuk
kelompok berisiko (bayi, lanjut usia, orang sakit, ataupun
orang dengan daya tahan tubuh rendah) menjadi tidak
steril.
 Hazard B: produk mengandung bahan yang sensitif
terhadap Hazard mikrobiologi.
 Hazard C: proses yang dilakukan tidak diikuti dengan
langkah pengendalian yang efektif untuk merusak
mikroorganisme yangberbahaya.
 Hazard D: produk terkontaminasi ulang setelah
pengolahan dansebelum pengepakan.
 Hazard E: terdapat bahaya yang potensial pada
penanganan saatdistribusi atau penanganan oleh
konsumen sehingga menebabkan produk berbahaya jika
dikonsumsi.
 Hazard F: tidak ada proses pemanasan akhir setelah
proses pengepakan atau ketika dimasak di rumah.

2. Pengukuran Tingkat Resiko Berdasarkan Karakteristik


Hazard
Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology
Criteria for Food (1989), karakteristik hazard bisa
dikelompokkan menjadi:
 Kategori VI : jika produk makanan mengandung hazard
A atau
ditambah dengan hazard yang lain.
 Kategori V : jika produk makanan mengandung 5
karakteristik
hazard (B,C,D,E,F).
 Kategori IV : jika produk makanan mengandung 4
karakteristik
hazard (antara B s/d F).

9
 Kategori III : jika produk makanan mengandung 3
karakteristik
hazard (antara B s/d F).
 Kategori II : jika produk makanan mengandung dua
karakteristik
hazard (Bs/d F).
 Kategori I : jika produk makanan mengandung
satu karakteristik
hazard (antara B - F).
 Kategori 0 : jika tidak terdapat bahaya (USDA,
1993).

Agar analisis bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat
menjamin semua informasi mengenai bahaya dapat diperoleh, maka analisis bahaya
harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi. Ada tiga elemen dalam
analisis bahaya, yaitu :
1) Menyusun Tim HACCP.
2) Mendefinisikan produk: cara produk dikonsumsi dan sifat-sifat negatif produk
yang harus dikontrol dan dikendalikan.
3) Identifikasi bahaya pada titik kendali kritis dengan mempersiapkan diagram
alir proses yang teliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, untuk
menghasilkan suatu produk.
3. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses
produksi.
Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap
langkah/tahap dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi)
dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan
(spoilage), dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini ditentukan setelah diagram alir
proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi bahaya pada setiap tahap produksi
dengan menjawab pertanyaan ”Apakah pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya
(hazard) terjadi pada tahap ini atau yang lain; apabila pengawasan/pengendalian
pada tahap tertentu gagal apakah langsung menghasilkan bahaya yang tak
diinginkan, kerusakan dan kerugian secara ekonomi”. Harus diperhatikan titik

10
kendali (CP) tidaklah sama dengan titik kendali kritis (CCP). Secara sistematis untuk
mengidentifikasi dan mengenali setiap titik kendali kritis (CCP) dapat dilakukan
dengan metode alur keputusan atau CCP Decission Tree seperti terlihat pada
Gambar 2.3.

11
Gambar 2.3. Diagram Alur Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP Decission Tree)

12
4. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah
teridentifikasi.
Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan setiap
CCP teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk setiap
CCP.Biasanya batas kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia dan fisika
untuk setiap jenis produk berbeda satu sama lainnya.
Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima untuk
mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya
kesehatan secara cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak
boleh dilanggar atau dilampaui nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang
dilanggar dan kemudian titik kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat
menyebabkanterjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen.
Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat pencegah
timbulnya bahaya, misalnya adalah suhu dan waktu maksimal untuk proses thermal,
suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu untuk
proses sterilisasi komersial, jumlah residu pestisida yang diperkenankan ada dalam
bahan pangan, pH maksimal yang diperkenankan, bobot pengisian maksimal,
viskositas maksimal yang diperkenankan dan sebagainya.
Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas
pertanian, batas kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga
harus ditetapkan. Dalam hal ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-
peraturan yang sudah ditetapkan sebagai panduan dalam menetapkan batas kritis
untuk semua Bahan Tambahan Makanan (BTM), termasuk bahan kimia yang
digunakan dalam bahan pengemas yang bersentuhan dengan produk pangan.
Batas kritis untuk setiap CCP perlu didokumentasikan. Dokumentasi ini harus
dapat menjelaskan bagaimana setiap batas kritis dapat diterima dan harus disimpan
sebagai bagian dari rencana formal HACCP.

13
5. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP
Setelah prinsip III dilengkapi dengan penetapan batas kritis untuk semua CCP,
tim HACCP harus menetapkan persyaratan monitoring untuk setiap CCP-nya.
Monitoring merupakan rencana pengawasan dan pengukuran berkesinambungan
untuk mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali dan menghasilkan
catatan (record) yang tepat untuk digunakan dalam verifikasi nantinya. Kegiatan
monitoring ini mencakup: (1) Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan
pengolahan pada CCP dapat dikendalikan dengan baik; (2) Pengujian atau
pengamatan terjadwal terhadap efektifitas sustu proses untuk mengendalikan CCP
dan batas kritisnya; (3) Pengamatan atau pengukuran batas kritis untuk memperoleh
data yang teliti, dengan tujuan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan
dapat menjamin keamanan produk.
Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar dapat
memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk pangan masih
dalam batas kritisnya dan dijamin tidak ada bahayanya. Dalam hal ini, metode,
prosedur dan frekuensi monitoring serta kemampuan hitungnya harus dibuat
daftarnya pada lembaran kerja HACCP.
Prosedur dan metode monitoring harus efektif dalam memberi jaminan
keamanan terhadap produk pangan yang dihasilkan. Idealnya, monitoring pada CCP
dilakukan secara kontinyu hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 persen. Namun
bila hal ini tidak memungkinkan, dapat dilakukan monitoring secara tidak kontinyu
dengan syarat terlebih dahulu harus ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga
keamanan pangan benar-benar terjamin. Biasanya agar pengukurannya dapat
dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring dilakukan dengan cara pengujian yang
bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu,
pengujian dengan cara analisis mikrobiologis jarang digunakan sebagai prosedur
monitoring.
Beberapa contoh pengukuran dalam pemantauan (monitoring) adalah:
observasi secara visual dan pengamatan langsung (misal: kebersihan lingkungan
pengolahan, penyimpanan bahan mentah), pengukuran suhu dan waktu proses, pH,
kadar air, dan sebagainya.

14
6. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila
terjadi penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya.
Meskipun sistem HACCP sudah dirancang untuk dapat mengenali
kemungkinan adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan untuk
membangun strategi pencegahan preventif terhadap bahaya, tetapi kadang-kadang
terjadi pula penyimpangan yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, jika dari hasil
pemantuan (monitoring) ternyata menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap
CCP dan batas kritisnya, maka harus dilakukan tindakan koreksi (corrective action)
atau perbaikan dari penyimpangan tersebut.
Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan ketika
kesalahan serius atau kritis diketemukan dan batas kritisnya terlampaui. Dengan
demikian, apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan pada CCP-nya, maka
tindakan koreksi harus segera dilaksanakan. Tindakan koreksi ini dapat berbeda-
beda tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin tinggi resiko produk
semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan (Tabel 1)
Tabel 2.3. Tindakan Koreksi yang harus dilakukan jika ditemukan
penyimpanan dari batas pada CCP-nya.

Tingkat Resiko Tindakan Koreksi


A. Produk Beresiko  Produk tidak boleh diproses/diproduksi sebelum semua
Tinggi penyimpanan dikoreksi/diperbaiki
 Produk ditahan/tidak dipasarkan, dan diuji
keamanannya.
 Jika keamanan produk tidak memenuhi persyaratan,
perlu dilakukan tindakan koreksi/perbaikan yang tepat.
B. Produk Beresiko  Produk dapat diproses tetapi penyimpanan harus
Sedang diperbaiki dalam waktu singkat (dalam beberapa
hari/minggu).
 Diperlukan pemantauan khusus sampai semua
penyimpanan dikoreksi/diperbaiki.
C. Produk Beresiko  Produk dapat diproses
Rendah  Penyimpanan harus dikoreksi/diperbaiki jika waktu
memungkinkan.
 Harus dilakukan pengawasan rutin untuk menjamin
bahwa status resiko rendah tidak berubah menjadi

15
resiko sedang atau tinggi.
Tindakan koreksi di sini harus dapat mengurangi atau mengeliminasi potensi
bahaya dan resiko yang terjadi, ketika batas kritis terlampaui pada CCP-nya
sehingga dapat menjamin bahwa disposisi produk yang tidak memenuhi, tidak
mengakibatkan potensi bahaya baru. Setiap tindakan koreksi dilaksanakan, harus
didokumentasikan dengan tujuan untuk modifikasi suatu proses atau pengembangan
lainnya.
Verifikasi mencakup berbagai kegiatan evaluasi terhadap rancangan dan
penerapan HACCP, yaitu:
 Penetapan jadwal verifikasi yang tepat
 Pemeriksaan kembali (review) rancangan HACCP
 Pemeriksaan atau penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses
sebenarnya
 Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan
yang harus dilakukan.
 Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau mikrobiologis) secara
acak pada tahap-tahap yang dianggap kritis.
 Catatan tertulis mengenai: kesesuaian dengan rancangan HACCP,
penyimpangan terhadap rancangan HACCP, pemeriksaan kembali diagram
alir dan CCP.
 Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP

7. Membuat Prosedur untuk Memverifikasi bahwa Sistem HACCP Bekerja


dengan Benar.
Prosedur verifikasi dibuat dengan tujuan : (1) Untuk memeriksa apakah
program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan HACCP yang
ditetapkan dan (2) Untuk menjamin bahwa rancangan HACCP yang ditetapkan masih
efektif dan benar. Hasil verifikasi ini dapat pula digunakan sebagai informasi
tambahan dalam memberikan jaminan bahwa program HACCP telah terlaksana
dengan baik.
Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada saat-saat
tertentu, yaitu :

16
 Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan
masih dapat dikendalikan.
 Jika diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khusus karena
informasi terbaru tentang keamanan pangan.
 Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab
keracunan makanan.
 Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum
mantap, atau jika ada saran dari instansi yang berwenang.

8. Membuat Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data yang Efektif dalam


Sistem Dokumentasi HACCP.
Sistem doumentasi dalam sistem HACCP bertujuan untuk : (1) Mengarsipkan
rancangan program HACCP dengan cara menyusun catatan yang teliti dan rapih
mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP; (2) Memudahkan pemeriksaan
oleh manager atau instansi berwenang jika produk yang dihasilkan diketahui atau
diduga sebagai penyebab kasus keracunan makanan.
Berbagai keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem dan
penerapan HACCP mencakup :
 Judul dan tanggal pencatatan
 Keterangan produk (kode, tanggal dan waktu produksi)
 Karakteristik produk (penggolongan resiko bahaya)
 Bahan serta peralatan yang digunakan, termasuk : bahan mentah, bahan
tambahan, bahan pengemas dan peralatan penting lainnya.
 Tahap/bagan alir proses, termasuk : penanganan dan penyimpanan bahan,
pengolahan, pengemasan, penyimpanan produk dan distribusinya.
 Jenis bahaya pada setiap tahap
 CCP dan batas kritis yang telah ditetapkan
 Penyimpangan dari batas kritis
 Tindakan koreksi/perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi
penyimpangan, dan karyawan/petugas yang bertanggung jawab untuk
melakukan koreksi/perbaikan.
Dalam melakukan pencatatan, beberapa hal yang dianjurkan adalah catatan
harus sistematis, rapih dan teratur. Disamping itu, bila pencatatan dan

17
pendokumentasian dilakukan tepat dan sesuai dengan sistem HACCP, maka
berarti keefektifan sistem dokumentasi HACCP dapat diuji atau dibuktikan.
4. Keuntungan dan Kerugian HACCP
a. Keuntungan HACCP
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat memberikan
keuntungan, yaitu mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai konsumen,
meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan,
meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan sehingga secara
tidak langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.
b. Kerugian HACCP
Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila diaplikasikan untuk
bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui, tidak melakukan kuantifikasi
(penghitungan) atau memprioritaskan risiko, dan tidak melakukan kuantifikasi
dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan risiko.
(Sudarmaji, 2005).

5. Manfaat Penerapan HACCP


Terdapat beberapa manfaat yang dapat dipetik dari perusahaan
ataupun instansi apabila menerapkan HACCP di lingkungannya
sebagai alat pengatur keamanan makanan, antara lain:
a. HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat
diterapkan pada semua aspek dari pengamanan makanan,
termasuk bahaya secara biologis, kimia dan fisik pada setiap
tahapan dari rantai makanan mulai dari bahan baku sampai
penggunaan produk akhir.
b. HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistic untuk
mendemontrasikan kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan
untuk mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai
konsumen.
c. Sistem HACCP memfokuskan pada upaya timbulnya bahaya
dalam setiap proses pengolahan makanan.
d. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh
pemerintah sehingga pengawasan menjadi optimal.

18
e. Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap
kegiatan yang kritis dari proses produksi yang langsung
berkaitan dengan konsumsi makanan.
f. Sistem HACCP meminimalkan resiko kesehatan yang berkaitan
dengan konsumsi makanan.
g. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan
olahan dan karena itu mempromosikan perdagangan dan
stabilitas usaha makanan (Sudarmaji, 2005).

6. Bahan – Bahan yang Digunakan Untuk Membuat Mashed Potato


a. Kentang
b. Susu cair (diabetasol)
Susu Diabetasol adalah susu diabetes yang merupakan asupan nutrisi pengganti
makan yang lengkap dan seimbang untuk para diabetesi, dengan kandungan
Vitadigest, serta Indeks Glikemik rendah untuk membantu menstabilkan kadar
gula darah pada penyandang diabetes.
c. Keju cheddar
d. Garam
Garam adalah benda padat berwarna putih berbentuk Kristal yang merupakan
kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta
senyawa lainnya, seperti Magnesium Chlorida, Magnesium sulfat, dan Calsium
Chlorida. Sumber garam yang didapat di alam berasal dari air laut, air danau
asin, deposit dalam tanah, tambang garam, sumber air dalam tanah (Burhanuddin
S 2001).
e. Merica
Lada atau merica adalah salah satu tanaman yang berkembang biak dengan biji,
namun banyak para petani lebih memilih melakukan penyetekan untuk
mengembangkannya (Ahli Pengobatan, 2014).
Lada merupakan tumbuhan merambat yang hidup pada iklim tropis dimana
bijinya sangat sering dimanfaatkan sebagai bumbu masakan. Aroma dan rasa
lada sangat khas, sehingga terkadang menjadi bagian dari resep masakan andalan
(Mediatani, 2015).
f. Margarin

19
g. Bawang Bombay
h. Sosis
i. Peterseli

B. Deskripsi Produk Makanan


1. Nama produksi makanan : Mashed Potato
2. Bahan :
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi/pengolahan Mashed Potato
meliputi kentang, susu cair (diabetasol), keju cheddar, garam, merica, margarin,
bawang Bombay, sosis dan peterserli
3. Konsumen :
Konsumen produk Mashed Potato adalah pasien dengan jenis diet DM
4. Penerimaan :
Penerimaan ikan peda dilakukan pada hari rabu tanggal 10 Oktober pukul 08.30
WITA, untuk menu siang. Ikan peda diterima dalam keadaan sudah bersih (dibuang
isi perutnya) dan dipotong-potong. Pada tahap penerimaan atau dilakukan proses
sortasi ikan peda dengan spesifikasi yaitu masih segar, warna insang masih merah,
tidak berbau, bersih, sudang dipotong, dan tidak ada darah. Sedangkan untuk bumbu
seperti kunyit, bawang putih diterima pukul 07.00 WIB karena digunakan untuk menu
siang. Dilakukan proses sortasi untuk bumbu yaitu kunyit dengan spesifikasi yaitu
diterima dalam keadaan rimpang bersih dan masih segar, bawang putih dan bawang
merah sudah memiliki mutu yang baik dan sudah sesuai dengan spesifikasi yaitu
diterima dalam keadaan sudah dikupas dan masih segar. Bumbu didistribusikan ke
persiapan bumbu. Selain itu, minyak goreng, garam dan ketumbar sudah ada stok di
dalam gudang bahan makanan kering sebelumnya. Semua penerimaan bahan makanan
dilakukan oleh panitia penerimaan bahan makanan di ruang penerimaan.
5. Persiapan :
Persiapan Mashed Potato yaitu kentang dicuci dengan air bersih dan mengalir.
Kemudian kentang direbus sampai empuk. Setelah empuk, kulit nya dibersihkan dan
dicuci bersih kembali dengan air mengalir. Persiapan bumbu yaitu bawang bombay
dicuci bersih menggunakan air mengalir kemudian dicincang menggunakan pisau
Semua persiapan bahan makanan dilakukan oleh petugas/penjamah yang bertugas di

20
pembuatan snack DM. Namun, belum menggunakan APD lengkap seperti sarung
tangan.
6. Cara distribusi :
Distribusi Mashed Potato menggunakan menggunakan sistem sentralisasi (makanan
langsung diporsi dan didistribusikan ke pasien di ruangan) dan desentralisasi
(makanan dibawa ke ruangan pasien dalam jumlah besar, kemudian dilakukan
pemorsian di pantry ruangan dan disajikan dalam alat makan pasien).
7. Cara Konsumsi :
Mashed Potato dikonsumsi oleh pasien yang menjalani diet DM. Kelas VIP,VVIP,
kelas I, II dan II diberikan Mashed Potato yang berada di cup dan dikonsumsi
menggunakan sendok

21
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi
Pengamatan HACCP pada menu Mashed Potato di mulai dari penerimaan, persiapan,
pengolahan akan dilakukan di ruang penyelenggaraan makan Instalansi Gizi RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta

B. Waktu
Pengamatan HACCP pada menu Mashed Potato akan dilakukan pada tanggal 14
November 2018, pukul 17.00 – 19.00 WITA.

C. Jenis Data
Jenis pengamatan ini adalah pengamatan yang bersifat deskriptif yaitu untuk
mengetahui gambaran keadaan (CCP) pada Mashed Potato yang diproduksi
dipenyelenggaraan makanan Instalansi Gizi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun
jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Data Primer
Data primer meliputi pengawasan mutu komponen bahan makanan yang dibutuhkan
untuk membuat Mashed Potato mulai dari penerimaan bahan makanan, persiapan, dan
proses pengolahan.
2. Data Sekunder
Data sekunder berupa daftar macam-macam bahan makanan dan bumbu untuk
pembuatan Mashed Potato, daftar spesfikasi bahan makanan, siklus menu, standar
porsi dan standar bumbu.

D. Cara Pengumupulan Data

22
Cara pengumpulan data dalam pelaksanaan HACCP ini dilakukan dengan cara, antara
lain:
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan observasi langsung.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara dengan cara melihat siklus menu, daftar bumbu
dan daftar spesifikasi bahan makana.
BAB IV
HASIL

A. Analisis Masalah
1. Faktor Pendukung
a. Spesifikasi Bahan Makanan
Berdasarkan hasil pengamatan, bahan makanan yang diterima oleh petugas
penerimaan pada kentang sudah sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh
instalasi gizi. Spesifikasi bahan makanan dapat mendukung proses HACCP
karena dengan spesifikasi tersebut mutu bahan makanan dapat terjaga. Berikut
spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan oleh Instalasi Gizi RSUD Ulin
Banjarmasin.

Tabel 4.1 Spesifikasi Bahan Makanan RS PKU Muhammadiyah


No Nama Bahan Makanan Spesifikasi
1 Kentang Tanpa kepala, masih segar, warna insang
merah, tidak berbau, bersih, sudah dipotong,
tidak ada darah.
2 Susu cair (diabetasol) Sudah dikupas dan masih segar
3 Keju cheddar Sudah dikupas dan masih segar
4 Merica Rimpang bersih, tidak layu/masih segar
5 Garam Warna putih bersih, tidak basah, tidak ada
bolong, bersih dari kotoran, isi tidak hancur
6 Margarin Kering, bersih dan utuh
7 Bawang bombay Kemasan tidak rusak, tidak bolong, bersih dari
kotoran, isi kemasan kuning jernih
8 Sosis
9 Peterseli

23
b. Peralatan Memasak yang Lengkap
Peralatan yang digunakan oleh Instalasi Gizi di RSUD Ulin Banjarmasin telah
memadai sehingga memudahkan dalam proses pengolahan dan penyajian. Contoh
peralatan yang digunakan antara lain wajan, spatula, pisau, talenan, baskom dan
lain-lain.
c. Arus kerja
Tata letak dapur telah disusun sesuai dengan arus kerja sehingga dapat
mengurangi terjadinya kontaminasi bahaya. Sebagai contoh, setelah kentang
diterima maka kentang dan bahan yang lain akan dibawa ketempat persiapan dan
pengolahan Tata letak dapur telah sesuai dengan arus kerja karena jarak ruang
penerimaan ke ruang persiapan dan pengolahan dekat sehingga kontaminasi
bahaya yang terjadi dapat dikurangi.
d. Sanitasi
Instalasi Gizi di RS PKU Muhammadiyah telah memiliki peralatan sanitasi yang
memadai seperti wastafel, sabun cuci tangan dan tempat cuci alat. Selain itu,
pembuangan sampah dilakukan secara rutin.

2. Faktor Penghambat
a. Tenaga pemasak telah menggunakan celemek, penutup kepala dan masker, hanya
saja masker yang dipakai tidak dipakai dengan benar seperti hanya diikat tapi
tidak menutupi bagian mulut saja tanpa menutupi bagian hidung. Penggunaan
masker merupakan hal yang harus diperhatikan karena mulut dan hidung dapat
menjadi munculnya mikrobiologi yang dapat mencemari makanan yang dimasak.

24
B. Penetapan Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
1. Deskripsi Produk Pangan
Tabel 4.2 Deskripsi Produk

Parameter Deskripsi Keterangan


Nama Produk Mashed Potato
Produk Digunakan Sebagai snack malam bagi pasien DM
Tanggal Produksi 14 november 2018
Warna Produk Kuning keemasan
Konsumen Pasien diet DM kelas VVIP, VIP, I, II
dan III
Komposisi 1) Bahan utama: kentang
2) pelengkap: susu, keju cheddar,
garam, merica, margarin, bawang
Bombay, sosis dan peterseli
Karakteristik Produk Berbentuk lunak, warna kuning
keemasan
Metode Pengolahan Penggorengan
Pengemas Primer Cup aluminium
Pengemas Sekunder Troli
Kondisi Penyimpanan Suhu ruang (20-25 ℃)
Umur Simpan 1 hari
Pelabelan Khusus Kertas (ruangan dan jenis diet)

2. Identifikasi Pengguna Produk


Mashed Potato merupakan hidangan yang disajikan untuk pasien diet VVIP, VIP,
kelas I, II, dan III di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebagai snack DM pada
menu malam siklus menu IV.

25
26
3. Tahapan HACCP
a. Identifikasi Bahaya dan Analisis Bahaya
Tabel 4.3 Identifikasi Bahaya yang Timbul dan Cara Pencegahannya Pada Bahan Makanan

Bahan Bahaya
No Jenis Bahaya Cara Pencegahan
Mentah Biologi/Kimia/Fisik
1. Kentang Biologi Ceratocystisfimbriata,  Melakukan pemilihan bahan makanan sesuai dengan spesifikasi
Rhizopussp, Diaporthe  Mencuci dengan air mengalir
batalis, Diplodia
tuhericola dan
Macrophomina  phaseol
i
Fisik  Pestisida  Melakukan pencucian dengan air mengalir
 Udara  Kentang direndam kedalam air
Kimia  Solanin  Melakukan pemilihan kentang saat penerimaan sesuai spesifikasi
(sortasi)
2. Susu Mikrobiologi mycobacterium  Pemeriksaan penerimaan bahan sesuai spesifikasi

3. Keju Biologi

27
cheddar Fisik
4. Merica Mikrobiologi :  jamur Pythium dan  Memastikan bahan makanan yang diterima sesuai dengan
aspergillus spesifikasi. Merica kering, bersih, padat. Menurut Depkes RI
(2007), suhu gudang kering yaitu berkisar 19 – 21°C
5. Garam Mikrobiologi  bakteri halofilik,  Pemeriksaan penerimaan bahan sesuai spesifikasi
halobacretium,
halococus

Kimia  Proses oksidasi  Disimpan ditempat tertutup rapat, kering dan sejuk
Fisik  Batu/keriki  Penerimaan garam yang bersih, kering dan warna putih
 Kotoran  Pilih yang berkualitas baik, bersih, dan tidak ada kotoran
 Pasir  Standar mutu garam cemaran logam berat di bawah batas
 Logam berat maksimum
 Standar mutu garam cemaran fisik di bawah maksimum
6. Margarin Kimia  Oksidasi : Mentega  Memastikan bahan makanan yang diterima sesuai dengan
rentan mengalami spesifikasi yaitu warna kuning, baru, tidak tengik
ketengikan karena  Penyimpanan dalam wadah tertutup dan tidak transparan serta
mengandung asam tidak terkena sinar matahari langsung
lemak berantai
pendek dan lebih
mudah menguap serta
mengeluarkan bau

28
busuk dikarenakan
asam butirat.
Oksidasi dipercepat
karena suhu panas,
cahaya, dan sedikit
logam yang terbilas
dari alat masak
misalnya.
7. Bawang Biologi
Bombay
Fisik
Kimia
8 sosis Biologi
Fisik
Kimia
9 Peterseli Biologi 
Fisik 
Kimia 

29
Tabel 4.4 Identifikasi Bahaya yang Timbul dan Cara Pencegahannya Pada Proses

Proses Pengolahan Bahaya Jenis Bahaya Cara Pencegahan


Penerimaan Fisik  Kotoran, rusak, busuk  Dilakukan sortasi
Sortasi biologi kontaminasi silang  Memilih bahan bermutu bagus, memakai peralatan
yang tajam dengan hatii-hati agar tidak merusak
tekstur bahan dan hygiene tenaga pengolah dan
sanitasi alat serta ruangan
Fisik ada bahan makanan yang rusak  Bersihkan alat dan cuci bahan makanan.
Penggunaan APD lengkap oleh petugas persiapan
Pencucian Mikrobiologi Bakteri E.Coli, kualitas air, Gunakan air yang mengalir, bersih, tidak berbau.
kontaminasi silang Bersihkan alat dan cuci bahan makanan.
Penggunaan APD lengkap oleh petugas persiapan
Persiapan Fisik  Sisa kotoran dari alat yang  Gunakan alat yang bersih dan tajam
digunakan untuk pemotongan  Cuci tangan sebelum melakukan pemotongan
 Kontaminasi dari tangan  Menggunakan sarung tangan
penjamah
Persiapan bumbu Fisik  Ditemukan kulit bawang  Mencuci bahan makanan
 Disortir
 Mencuci bahan dan alat dengan air mengalir
Biologi  Penicillium dan Aspergillus  Diletakkan dalam wadah tertutup dan kering
Pengolahan Fisik  Kotoran (rambut, dll)  Tenaga pengolahan makanan menggunakan

30
celemek, topi, masker, sarung tangan, dan teknik
pengolahan yang benar
Biologi  Kontaminasi bakteri karena  Menggunakan alat yang sudah disediakan sesuai
penggunaan satu alat untuk jenis bahan makanan yang akan diolah, apabila
semua pengolahan menggunakan satu alat hendaknya alat di cuci
terlebih dahulu.
Penyajian Fisik  Kotoran (rambut, dll)  Petugas hendaknya memakai tutup kepala
 Sisa air yang masih menempel  Disajikan dalam keadan tertutup
di wadah makanan  Alat yang digunakan harus selalu dibersihkan dan
dilap dengan menggunakan yang kering dan
bersih.
Pendistribusian Fisik  Kotoran sisa makanan dari  Trolly dibersihkan setiap hari.
trolly yang digunakan  Menggunakan trolly yang tertutup rapat.
 Makanan dikemas tertutup.
Biologi  Kontaminasi bakteri  Diupayakan makanan dapat disajikan tepat pada
saat jam makan pasien dan makanan masih dalam
kondisi hangat.

Tabel 4.5 Identifikasi Bahaya yang Timbul dan Cara Pencegahannya Pada Lingkungan

Lingkungan Bahaya Jenis Bahaya Cara Pencegahan

31
Peralatan Fisik  Kotoran (debu)  Peralatan yang akan dipakai disimpan pada rak tertutup
Biologi  Kontaminasi  Dapat diminimalisirkan dengan membuang sisa makanan kemudian
mikroorganisme dari alat- pencucian alat dengan air yang sangat panas (sekitar 80oC) atau
alat yang digunakan pencucian dengan air dan detergen diikuti dengan sanitizer seperti
senyawa hipoklorit
Fisik  Kotoran (rambut, kuku, dll)  Menggunakan celemek dan penutup kepala
Penjamah  Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah mengolah makan
menggunakan masker.
Fisik  Kotoran (sisa bahan  Pembersihan tempat setiap sebelum dan sesudah pengolahan
pengolahan)
Tempat
Biologi  Tikus, kecoa, mikroba  Pemberantasan hama, lingkungan produksi jauh dari tempat sumber
cemaran.

32
Tabel 4.6 Analisis Resiko Bahaya dan Kategori Resiko

Kelompok Bahaya (+) Kategori Risiko


No Bahan/ingredien
A B C D E F
1 Nama masakan: - + - + + + IV
Mashed Potato
2. Bahan mentah + + - + - - III
Kentang
3. Susu(diabetasol) - - - - - - 0
4 Keju cheddar - + - - - + I
5. Merica - + - - - - I
6. Garam - + - - - - I
7. Margarin - + - - - - I
8. Bawang bombay - + - - - - I
9. Sosis - + - + - + III
10 Peterseli - + - - - - I
Keterangan:
A= Makanan nonstreril untuk konsumen berisiko tinggi pasien & golongan risiko tinggi)
B= Mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya biologis/kimia/fisik
C= Tidak ada tahap untuk mencegah/menghilangkan bahaya
D= Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan
E= Kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi/konsumsi
F= Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen

Tabel 4.7 Kategori Risiko Makanan

Kategori Risiko Karakteristik Bahaya Keterangan

33
0 Tidak ada bahaya Tidak mengandung bahaya A s/d F
I (+) Mengandung satu bahaya B s/d F
II (++) Mengandung dua bahaya B s/d F
III (+++) Mengandung tiga bahaya B s/d F
IV (++++) Mengandung empat bahaya B s/d F
V (+++++) Mengandung lima bahaya B s/d F
Kategori risiko paling tinggi (semua
VI A+ (Kategori Khusus) makanan yang mengandung bahaya A,
baik dengan/tanpa

b. Penetapan Titik Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP)


Tabel 4.8 Keputusan Penetapan CCP

Bahan Mentah/Langkah Pertanyaan diagram pohon Keputusan


Proses P1 P2 P3 P4 P5 P6
Kentang Ya Ya Bukan CCP
Susu(diabetasol) Ya Ya Bukan CCP
Keju cheddar Ya Ya Bukan CCP
Merica Ya Ya Bukan CCP
Garam Ya Ya Bukan CCP
Margarin Ya Ya Bukan CCP
Bawang bombay Ya Ya Bukan CCP
Sosis Ya Ya Bukan CCP

34
Peterseli Ya Ya Bukan CCP
Penerimaan Ya Tidak Tidak Bukan CCP
Pencucian Ya Ya Tidak CCP
Persiapan Ya Ya Tidak CCP
Pengolahan Ya Ya Tidak CCP
Penyajian Ya Tidak Tidak Bukan CCP
Pendistribusian Ya Tidak Tidak Bukan CCP

Tabel ini disusun berdasarkan bagan penentuan CCP berikut ini.


1. Pertanyaan yang diajukan untuk setiap bahaya pada bahan baku/mentah
P1. Apakah mungkin bahan mentah mengandung bahaya pada tingkat yang
berbahaya?

Ya Tidak bukan CCP

P2. Apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen) dapat


menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat aman?

Ya Bukan CCP Tidak CCP

2. Pertanyaan yang diajukan untuk setiap bahaya pada setiap tahap proses
P3. Apakah formulasi/komposisi produk antara/akhir penting untuk mencegah
meningkatkanya bahaya?

Ya Tidak Bukan CCP

P4. Apakah kontaminasi ulang dapat muncul? Apakah bahaya yang mungkin ada akan
bertambah?

Ya Tidak ke P6

P5. Apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen) dapat


menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat aman?

35
Ya Bukan CCP Tidak CCP

P6. Apakah tahap pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya sampai tingkat yang aman?

Ya CCP Tidak Bukan CCP

36
Tabel 4.9 Penerapan HACCP

Tindakan
Proses Jenis Bahaya Batas Kritis Cara Pencegahan Hasil Pengamatan Monitoring Verifikasi
Koreksi
Penerimaan Fisik: Kotoran,  Tidak ada  Penerimaan  BM yang diterima  pengecekan  Dicuci  Pengecekan
Kentang busuk dan kotoran kentang sesuai sesuai spesfikasi spesifikasi kembali kembali
berbau. (tanah) spesifikasi yaitu  ketika menangani  Memastikan petugas spesifikasi
yang tanpa kepala, BM, petugas tidak mencuci tangan BM yang
menempel masih segar, menggunakan sarung sebelum dan diterima
di bahan warna insang tangan sesudah menangani peninjauanny
makanan merah, tidak BM yang dapat a hari
 Keadaan berbau, bersih, berperan sebagai berikutnya
fisik BM sudah dipotong, agen cemaran untuk
segar dan tidak ada  Penggunaan sarung pengemasan
 Air utnuk darah. tangan. BM saat
mencuci  Pencucian pengiriman.
jernih, dengan  Memastikan
tidak menggunakan air kembali
berasa, bersih, mengalir, hygiene dan
tidak tanpa rasa, tanpa sanitasi
berbau dan bau dan tanpa penjamah.
tidak warna.
berwarna  Hygiene dan
 Petugas sanitasi petugas

37
mengguna dan peralatan
kan atau wadah baik.
celemek,
tutup
kepala,
masker
dan sarung
tangan
Persiapan  Fisik: sisa  Higiene  Pencucian  Kentang, bawang  Memastikan Mencuci  Peninjauan
kotoran alat dari kentang, bawang bombay dan petersely peralatan dicuci kentang, kembali
dari alat BM saat Bombay dan dicuci pada air yang setelah digunakan bawang prosedur
 Kontamina proses peterseli dengan bersih  Memastikan Bombay dan persiapan
si dari persiapan air mengalir  Petugas mencuci penyimpanan petersely yang
tangan  Higiene  Petugas tangan peralatan baik dan kembali dilakukan
penjamah pekerja persiapan benar oleh petugas
mencuci tangan  Peninjauan
dengan kembali
menggunakan higiene
sabun sebelum sanitasi BM,
dan sesudah alat, pekerja.
membersihkan  Peninjauan
kentang dan kembali cara
bawang Bombay penyimpanan
alat yang baik

38
dan benar.
Pengolahan F: Kotoran  Petugas Petugas Petugas tidak semua Memastikan petugas Petugas Peninjauan
(rambut, dll) mengguna menggunakan APD menggunakan sarung menggunakan APD memakai higiene sanitasi
kan APD lengkap seperti tangan lengkap lengkap APD dengan pada petugas
lengkap masker, sarung lengkap pengolahan
seperti tangan, celemek, dan
masker, tutup kepala
sarung
tangan,
celemek,
dan tutup
kepala
Penyajian  F: sisa air  Alat saji  Setelah alat-alat  Alat yang digunakan  Memastikan alat  Mencuci Peninjauan ulang
yang bersih, saji dicuci dan untuk menyajikan yang digunakan kembali higiene dan
masih kering dan dikeringkan sudah bersih dan sisa selalu dalam peralatan sanitasi alat dan
menempel tertutup hendaknya dilap air dilap sampai keadaan bersih dan dengan kelengkapan APD
di wadah  Petugas yang bersih. bersih dan kering kering bersih pada petugas
makanan mengguna  Menggunakan  Petugas menggunakan  Memastikan petugas  Petugas penyaji.
 B: kan APD APD lengkap APD lengkap memakai APD memakai
kontamina seperti perlengk
si dari masker, apan
tangan celemek, APD
penjamah tutup dengan
makanan kepala, lengkap

39
sarung
tangan
Ditribusi  F: kotoran  Makanan  Pembersihan  Pendistribusian  Memastikan trolly  Memberi Peninjauan
sisa yang trolly setiap hari makanan telah yang digunakan kan tutup higiene sanitasi
makanan didistribus  Perletakkan menggunakan trolly dalam keadaan pada alat
dari trolly ikan makanan di bersih dam tidak wadah
yang dengan tempat tertutup lembab. makan
digunakan mengguna yang
 B: kan trolly terbuka
kontamina tetap
si bakteri bersih dan
aman
 Makanan
didalam
trolly tidak
terkontami
nasi dari
makanan
yang satu
dengan
yang lain
sehingga
dapat
didistribus

40
ikan
dengan
tepat
waktu

41
BAB V
PEMBAHASAN

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan berkaitan dengna
sanitasi makanan, yaitu salah satu upaya pencegahan yang menitikberatkan pada kegiatan dan
tindakan membebaskan makanan dan minuman dari bahaya yang dapat mengganggu atau
merusak kesehatan. Mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan,
persiapan, pengangkutan, penyajian hingga saat makanan dan minuman tersebut siap untuk
diberikan kepada konsumen (Depkes, 2006).
Keamanan pangan merupakan masalah penting, sehingga perlu mendapat perhatian
khusus dalam program pengendalian mutu. Tingkat serangan penyakit dan kematian yang
ditimbulkan melalui makanan hingga saat ini masih tinggi, meskipun prinsip-prinsip yang
mendasari pengendaliannya telah diketahui. Pendekatan melalui pengawasan pangan yang
mengandalkan pada uji produk akhir, dianggap gagal untuk mengatasi masalah yang
berkaitan dengan keamanan pangan. Mutu produk pangan tidak dapat dijamin hanya
berdasarkan hasil uji produk akhir, tetapi harus diawasi sejak dari penerimaan bahan baku,
persiapan, pengolahan, penyajian hingga didistribusikan secaran baik dan benar.
Sebagai upaya mewujudkan keamanan pangan, maka dilakukan kajian yang terkait
dengan keamanan pangan. Salah satunya adalah HACCP (Hazard Ananlyse of Critical
Control Point). HACCP adalah suatu sistem mengidentifikasi bahaya spesifik, yang mungkin
timbul dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut pada suatu produk
makanan. Penerapan HACCP dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran pasien, yakni
mengenai pentingnya mencegah penyakit melalui makanan dengan cara mencegah terjadinya
keracunan makanan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui evaluasi cara memproduksi bahan
pangan, yakni untuk mengetahui potensi bahaya, memperbaiki cara memproduksi bahan
pangan melalui evaluasi cara penanganan, pengolahan dan penerapan sanitasi, meningkatkan
pemeriksaan industri pangan.
Berdasarkan penerapan HACCP yang dilakukan pada tanggal 14 November 2018 di
Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terdapat beberapa CCP atau titik kritis
pada pengolahan menu snack dm yaitu Mashed Potato. Mashed Potato merupakan salah satu
menu yang diperuntukan untuk pasien dengan diet khusus dm, yang dapat dikonsumsi oleh
orang dewasa.

42
Dalam proses pengolahannya menu Mashed Potato dilakukan proses pengamatan dari
awal bahan makanan yang digunakan untuk menu tersebut datang, hingga dilakukan
pengolahan sampai dengan penyajian makanan ke pasien. Adapun hasil proses pengamatan
adalah sebagai berikut.
1. Penerimaan HACCP Pada Tahap Penerimaan/ Sortasi
Proses penerimaan bahan makanan adalah proses yang meliputi pemeriksaan,
pencatatan dan penyesuaian dengan spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan. Di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta penerimaan bahan makanan kentang yang
digunakan untuk pengolahan menu Macaroni Schootle dilakukan pada pukul 16.30 WIB.
Selain itu untuk susu, keju, garam, merica, margarin, sosis dan peterseli sudah ada stok di
dalam gudang bahan makanan kering dan kulkas sebelumnya sehingga langsung
dipersiapkan untuk pembuatan mashed potato. Bahan-bahan tersebut sudah memiliki
mutu yang baik dan sudah sesuai dengan spesifikas
Penggunaan APD pada Petugas telah diterapkan walaupun masih ada yang belum
lengkap. Karena petugas belum menggunakan masker.
Pada tahap ini kentang dan bahan yang lain sudah menerapkan prinsip HACCP, yaitu
kentang yang bermutu baik diambil untuk digunakan. Tahap ini tidak dikategikan CCP
karena kentang yang datang sudah sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Tahap sortasi dilakukan pada saat bersamaan dengan proses penerimaan, dimana pada
proses sortasi ini berdasarkan spesifikasi bahan makanan yang ada. Bahan dan bumbu
yang dipiih melalui proses sortasi ini seperti kentang, susu, keju, garam, margarin,
merica, bawang Bombay, sosis, dan peterseli, harus memiliki mutu yang baik dan segar.
Hal ini dilakukan agar bahan makanan yang digunakan dapat diterima dengan baik oleh
konsumen dan tidak mengurangi manfaat dari bahan makanan itu sendiri.
Peralatan yang digunakan pada proses ini seperti pisau, panci, baskom, talenan, wajan
sebelum digunakan dilakukan proses pencucian alat/peralatan yang digunakan. Agar
peralatan bersih dan terhindar dari kontaminasi silang yang bisa saja terjadi pada proses
ini.
Pada tahap ini bahan-bahan yang digunakan sudah memenuhi kriteria mulai dari
bahan bumbu sampai dengan bahan pokok.Tahapan sortasi ini selesai pada pukul 17.00
WIB.

Tabel 5.1 Tindak Lanjut Tahap Penerimaan

43
Tahap Penerapan HACCP Tindak Lanjut
Penerimaan Kentang yang bermutu baik diambil Selalu meminta kepada
untuk digunakan pemasok kentang untuk
memberikan kentang yang
masih segar dan akan
mengembalikan kentang
yang tidak memenuhi
spesifikasi.

2. Penerapan HACCP Pada Tahap pencucian


Proses pencucian bahan makanan bertujuan membersihkan kotoran yang terdapat pada
bahan tersebut, misalnya tanah yang menempel maupun benda asing. Pencucian bahan
seharusnya dilakukan satu per satu dengan air mengalir untuk meminimalisir kontaminasi
oleh air bekas cucian. Sumber air sebaiknya berasal dari PDAM, karena airnya telah
mengalami klorinisasi untuk menetralkan air dari mikroba-mikroba patogen.
Pada tahap ini kentang, dan bahan lain telah menerapkan prinsip HACCP, yaitu
menggunakan air mengalir yang bersih dan dilakukan pembersihan terhadap kotoran atau
benda asing yang menempel. Proses ini berguna untuk mengurangi atau menghilangkan
mikroorganisme yang terdapat pada produk tersebut, sehingga diharapkan produk
makanan yang dihasilkan menjadi aman untuk dikonsumsi. Tahap pencucian kentang dan
bahan yang lain dikategorikan CCP, karena tahapan ini sangat rentan untuk terjadi
kontaminasi oleh air bekas cucian dan bakteri.
Tabel 5.2 Tindak Lanjut Tahap Pencucian

Tahap Penerapan HACCP Tindak Lanjut


Pencucian Penjamah makanan Memberikan motivasi kepada penjamah
mencuci kentang dan makanan agar terus mencuci semua
bahan lain serta alat-alat peratalan sebelum digunakan agar tidak
yang akan digunakan menimbulkan kontaminasi kembali

3. Penerapan HACCP Pada Tahap Persiapan

44
Persiapan bahan makanan dilakukan dalam rangka mempersiapkan bahan makanan yang
akan digunakan sebelum diolah untuk menjadi sebuah menu. Kegiatan ini mulai dari
diterimanya bahan makanan sampai kepada pemotongan, pencucian, hingga bahan
makanan siap untuk dimasak.
Pada saat proses persiapan perlu dipertimbangkan faktor-faktor lingkungan yang dapat
mengubah atau merusak atau mempengaruhi kualitas bahan makanan yang bersangkutan.
Pada tahap ini sebaiknya APD yang dipakai oleh petugas harus lengkap dan peralatan
yang digunakan harus dalam keadaan bersih tanpa adanya penggunaan untuk jenis bahan
makanan yang berbeda, hal ini agar berkurangnya ancaman adanya kontaminasi silang
yang bisa saja terjadi pada proses persiapan bahan makanan.
Selain terkontaminasi pada alat yang digunakan, pada tahap persiapan juga besiko terjadi
kontaminasi oleh penjamah makanan. Sehingga pada proses ini, diharapkan penjamah
makanan yang melakukan proses persiapan dapat menggunakan alat pelindung diri (APD)
secara lengkap. Berdasarkan hasil pengamatan pada tahap ini proses telah menerapkan
prinsip HACCP, yaitu menggunakan peralatan yang bersih, dan penggunaan APD
walaupun masih belum lengkap yaitu tidak menggunakan masker. Alat yang digunakan
pada proses ini cukup banyak seperti panci, pisau, baskom kecil, wajan, talenan,dll.
Tahap ini dikategorikan CCP, karena tahapan ini sangat rentan untuk terjadi kontaminasi
oleh peralatan persiapan yang tidak bersih seperti talenan serta penjamah makanan yang
tidak memakai APD lengkap.

Tahap Penerapan HACCP Tindak Lanjut


Persiapan Saat persiapan kentang Memberikan edukasi kepada penjamah
dan bahan lain penjamah makanan bahwa akan timbul kontaminasi
makanan menggunakan pada bahan makanan jika tidak
sarung tangan namun tidak menggunakan sarung tangan dan masker
menggunakan masker
Saat persiapan penjamah Memberikan edukasi kepada penjamah
makanan menggunakan makanan agar terus mencuci semua
peralatan yang telah dicuci peratalan sebelum digunakan agar tidak
menimbulkan kontaminasi kembali.

4. Penerapan HACCP pada Tahap Pengolahan

45
Tahap pengolahan perrtama yaitu pencampuran bahan menerapkan prinsip HACCP,
yaitu pencampuran bahan yang dilakukan dengan menggunakan peralatan yang tepat
menggunakan celemek, sarung tangan, tutup kepala dan masker sehingga dapat
mengurangi kontaminasi terhadap mikrobia. Kentang yang telah empuk, ditumbuk hingga
halus kemudian di tumis menggunakan margarin dan diaduk menjadi satu bersama
dengan susu, keju, merica, garam dan peterseli hingga rata oleh penjamah makanan
dengan menggunakan APD tetapi penjamah makanan saat mencampur bahan sambil
bercakap dengan kondisi tidak memakai masker. Tahap ini dikateogorikan CCP, karena
pada tahapan ini sangat rentan untuk terjadi kontaminasi dan penyimpangan, yaitu adanya
cemaran biologi, jika tidak menggunakan celemek, sarung tangan, tutup kepala dan
masker. Untuk ini, penjamah makanan harus menggunakan semua dengan lengkap.
Selanjutnya, Mashed Potato dimasak untuk pasien diet dilakukan pada pukul 18.00
WIB.Tahap pengolahan mashed potato ini menerapkan prinsip HACCP, yaitu pemanasan
dengan perebusan kentang sampai empuk sehingga dapat mematikan bakteri dan
penumisan untuk memasak mashed potato
Waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan adalah 30-90 menit dan menumis mashed
potato menggunakan margarin baru. Pada saat mengolah makanan tersebut, penjamah
makanan bercakap-cakap dengan pemasak lainnya dengan tidak menggunakan masker.
Tahap ini dikateogorikan CCP, karena pada tahapan ini sangat rentan untuk terjadi
kontaminasi dan penyimpangan, yaitu jika pengolahan dilakukan tidak sesuai dengan
suhu yang ditentukan maka akan terjadi kontaminasi, jika menggunakan minyak goreng
bekas dan penjamah makanan kurang memperhatikan hygiene dan sanitasi makanan.
Tabel 5.4 Tindak Lanjut Tahap Pengolahan

Tahap Penerapan HACCP Tindak Lanjut


Pengolahan 1. Penjamah makanan saat Memberikan edukasi
mencampur bahan tidak kepada penjamah
menggunakan masker makanan agar
2. Penjamah makanan bercakap- menggunakan masker
cakap dengan pemasak lainnya dengan benar yaitu
tidak menggunakan masker menutupi mulut dan
hidung.

5. Penerapan HACCP Pada Tahap Penyajian

46
Pada tahap setelah bahan selesai diolah, petugas mulai menyajikan makanan sesuai
kebutuhan dan permintaan masing-masing ruangan. Pada tahap penyajian Ikan Peda
Goreng menerapkan prinsip HACCP, yaitu dilakukan proses penyajian menggunakan cup
aluminium yang bersih kemudian di wrapping sehingga mengurangi kontaminasi.
Tabel 5.5 Tindak Lanjut Tahap Penyajian

Tahap Penerapan HACCP Tindak Lanjut


Penyajian Plato dan piring melamin tidak Memberikan saran kepada petugas
bersih saat penyajian untuk mencuci bersih semua alat
dilakukan. penyajian sebelum digunakan
sehingga tidak terjadi kontaminasi.

6. Penerapan HACCP Pada Tahap Distribusi


Tahap distribusi makanan diberikan kepada pasein DM dengan menggunakan troli
yang bersih ke ruangan sehingga mengurangi masuknya kontaminasi dari berbagai
penyakit pasien. Makanan tersebut diberi menggunakan cup aluminium ditutup dengan
plastic wrapping. Pada tahap ini petugas distribusi sudah menerapkan HACCP yaitu
menggunakan masker pada saat distribusi makanan.
Tabel 5.6 Tindak Lanjut Tahap Distribusi

Tahap Penerapan HACCP Tindak Lanjut


Distribusi Pada saat pendistribysian Memberikan edukasi kepada petugas
pengambilan makanan dari distribusi agar tetap menggunakan
dapur petugas distribusi sudah masker saat proses pendistribusian
menggunakan masker berlangsung.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

47
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Yuyun. 2009. Bisnis Fast Food Ala Indonesia. Gramedia: Jakarta.

Aritonang, irianton, 2014. Penyelenggaraan Makanan. Leutika: Yogyakarta.

Codex Alimentarius Commission (CAC). 1997. Hazard Analysis and Critical Control System
and guidelines for Its Application. Alinorm 97/13A. Rome: Codex Alimentarius
Commission.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI: Jakarta.

National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods


(NACMCF). 1998. Hazard Analysis and Critical Control Point System
and Guidelines for Its application. J. Food Protect. 61 : 762 -775.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertam: Jakarta.


Pedoman Gizi Rumah Sakit. 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi dan HACCP. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sudarmaji . 2005. Analisis Bahaya Dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical
Control Point ). Jurnal Kesehatan Lingkungan 1 (2): 183-190.

Sutrisno A, Abdul Basith, Nur Hadi Wijaya. 2013. Analisis Strategi Penerapan Sistem
Manajemen Keamanan Pangan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) di
PT Sierad Produce Tbk. Parung. Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol IV. No.2..

tangkap di Indonesia: Menuju Pembentukan Kawasan Perlindungan Laut.

Winarno, F.G. dan Surono, 2002. HACCP dan Penerapannya Dalam Industri Pangan. M-
BRIO PRESS: Bogor.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

USDA. 1993. HACCP Principles for Food Production. USDA.

48
49
50

Anda mungkin juga menyukai