PASIEN KOMA
PANDUAN PELAYANAN
ii
PASIEN KOMA
Penyusun:
KSM Anestesiologi dan Terapi Intensif
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
izin-Nya maka Panduan Pelayanan Pasien Koma di RSUP. Mohammad Hoesin Palembang
telah selesai disusun. Panduan Pelayanan Pasien Koma ini merupakan petunjuk dalam
melakukan Pelayanan terhadap pasien koma di RSUP. Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Semoga Panduan Pelayanan Pasien Koma ini bermanfaat bagi petugas medis maupun
paramedik di RSUP.Dr. Mohammad Hoesin Palembang dan pihak lain yang terkait. Semua
saran dan kritik dari semua pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan dari panduan
pelayanan ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
BAB I
DEFINISI
1. Koma adalah keadaan penurunan kesadaran dan respons dalam bentuk yang berat,
kondisinya seperti tidur yang dalam di mana pasien tidak dapat bangun dari tidurnya.
1) Sadar
Karakteristik:
a. Sadar penuh akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang, tempat dan
waktu.
b. Kooperatif
c. Dapat mengulang beberapa angka beberapa menit setelah diberitahu.
2) Otomatisme
Karakteristik:
a. Tingkah laku relatif normal (misal : mampu makan sendiri)
b. Dapat berbicara dalam kalimat tetapi kesulitan mengingat dan memberi
penilaian, tidak ingat peristiwa-peristiwa sebelum periode hilangnya
kesadaran; dapat mengajukan pertanyaan yang sama berulang kali.
c. Bertindak secara otomatis tanpa dapat mengingat apa yang baru saja atau
yang telah dilakukannya.
d. Mematuhi perintah sederhana.
3) Konfusi
Karakteristik
a. Melakukan aktivitas yang bertujuan (misal : menyuapkan makanan ke
mulut) dengan gerakan yang canggung.
b. Disorientasi waktu, tempat dan atau orang (bertindak seakan-akan tidak
sadar).
c. Gangguan daya ingat, tidak mampu mempertahankan pikiran atau ekspresi.
d. Biasanya sulit dibangunkan.
e. Menjadi tidak kooperatif.
4) Delirium
Karakteristik :
a. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
b. Tidak kooperatif
5) Stupor
Karakteristik :
a. Diam, mungkin tampaknya tidur.
b. Berespons terhadap rangsang suara yang keras.
c. Terganggu oleh cahaya.
d. Berespons baik terhadap rangsangan rasa sakit.
6) Stupor dalam
Karakteristik :
a. Bisu.
b. Sulit dibangunkan ( sedikit respons terhadap rangsanag nyeri ).
c. Berespons terhadap nyeri dengan gerakan otomatis yang tidak bertujuan.
7) Koma
Karakteristik :
a. Tidak sadar, tubuh flaksid.
b. Tidak berespons terhadap rangsangan nyeri maupun verbal.
c. Refleks masih ada : muntah, lutut, kornea.
8) Koma irreversibel dan
kematian Karakteristik :
a. Refleks hilang.
b. Pupil terfiksasi dan dilatasi.
c. Pernapasan dan denyut jantung berhenti
3. Etiologi Koma
Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi tiga kategori
besar a. Kelainan struktur intrakranial (33 %). kebanyakan kasus
ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak (computed) tomography [CT]
or magnetic resonance imaging [MRI] atau melalui lumbal punksi [LP].
b. Kelainan metabolik atau keracunan (66%)
Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif.
c. Kelainan psikiatris (1%)
Stupor atau koma disebabkan oleh penyakit mempengaruhi kedua hemisfer otak
atau batang otak. Lesi unilateral dari satu hemisfer tidak menyebabkan stupor atau
koma kecuali massa tersebut besar hingga menekan hemisfer kontralateral atau
batang otak. Koma yang disebabkan kelainan fokal di batang otak terjadi karena
terganggunya reticular activating system. Kelainan metabolik dapat menyebabkan
gangguan kesadaran karena efek yang luas terhadap formasio retikularis dan korteks
serebral.
Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat ditangani
antara lain:
3
BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan ini berlaku untuk perawatan diseluruh unit ruang perawatan yang merawat
pasien dengan koma, meliputi:
1. Ruang Rawat Inap
2. ICU/ PICU / NICU
3. IGD
5
6
BAB III
TATALAKSANA
Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik :
1. Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial dengan
peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi.
2. Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness ( keracunan
CO), atau kuning
3. Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk
4. Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi
5. THT : otorea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya duramater
pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan serangan kejang.
6. Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) : kekakuan
disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid.
7. Pemeriksaan neurologis : untuk menentukan dalamnya koma dan lokalisasi dari
penyebab koma.
Pemeriksaan Neurologis
1. Status generalis : terbukannya kelopak mata dan rahang yang lemas menandakan
dalamya koma. Deviasi dari kepala dan gaze menandakan suatu lesi hemisfer
ipsilateral yang luas. Myoklonus ( menandakan suatu proses metabolik), twitching
otot yang ritmik (indikasi dari kejang), tetani.
2. Tingkat kesadaran : dapat ditentukan melalui skala koma Glasgow untuk
memudahkan kita untuk mencatat perkembangan pasien. Untuk lebih mudahnya
gangguan kesadaran pada pasien dapat dideskripsikan berdasarkan letargi, stupor,
dan koma.
3. Pernafasan : pola pernafasan yang abnormal dapat membantu kita menentukan
lokalisasi dari koma. Diantaranya :
Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati merabolik
Central neurogenic hiperventilation : CNS limfoma atau kerusakan batang
otak karena herniasi tentorial
Apneustic breathing : kerusakan pons
Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar
Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn medular (lesi di fosa
posterior)
4. Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks ancam terhadap mata
sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam pada salah satu sisi mata
menandakan terjadinya suatu hemianopia.
5. Funduskopi : edema papil terjadi pada peningkatan TIK setelah lebih dari 12 jam dan
jarang terjadi secara akut. Tidak adanya suatu edema papil menyingkirkan adanya
peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit diidentifikasikan, tetapi bila kita
temukan menandakan TIK yang normal. Perdarahan subhialoid yang berbentuk
seperti globul bercak darah pada permukaan retina biasanya berhubungan dengan
terjadinya suatu perdarahan subarakhnoid.
6. Pupil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya.
Simetris dan reaktif terhadap rangsang cahaya menandakan midbrain dalam
keadaan intak. Pupil yang reaktif tanpa disertai respon dari kornea dan
okulosefalik menandakan suatu keadaan koma yang disebabkan kelainan
metabolik.
Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler menandakan suatu lesi fokal
di midbrain.
Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada tingkat pons.
Intoksikasi dari opiat dan kholinergik (pilokarpin) juga dapat menyebabkan
pupil seperti ini.
Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap CN III pada
herniasi unkus. Ptosis dan exodeviasi juga terlihat pada kejadian tersebut.
Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi sentral, iskemia
hipoksia global, keracunan barbiturat, scopolamine, atau gluthethimide.
2. Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan edema serebri atau
peningkatan TIK
3. Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube,
hindari penggunaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi dan refluks
4. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan
gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit
5. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan
plester
6. Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium 100
mg 3×1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer
7. Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter tiap 6 jam
Cara pencegahan
Bentuk profilaksi mekanis adalah mobilisasi dini, machine continous passive motion,
pressure vascular stocking, dan alat kompresi pneumatik bergradasi secara elevasi
tungkai 15-22 cm. Stasis vena, proses patologi yang mendasari terjadinya trombosis,
dicegah dengan kontraksi atau kompresi otot betis yang dapat menghindari
penumpukan darah vena di ekstremitas bawah. Stoking elastis dapat digunakan
untuk tujuan di atas. Pemakaian stoking elastis meningkatkan aliran dara vena hingga
1,5 kali aliran basalnya sehingga memacu sirkulasi darah, mencegah stasis darah
pada aneurisma (pelebaran vena dan dilatasi sakuler) yang sering pada usia lanjut
dan penderita DVT. Tekanan pada mata kaki 18mmHg, 14mmHg pada betis,
10mmHg pada lutut dan 8mmHg pertengahan paha. Penggunaannya merupakan
pilihan pertama untuk mencegah DVT pada pasien yang dirawat. Alat kompresi
pneumatik merangsang pengosongan vena ekstremitas bawah dengan cara
menurunkan stasis dan menstimuli sistem fibrinolik.
Cara Tatalaksana
a. Low molecular weight heparin
b. Clopidogrel
Edukasi
Pasien deep vein thrombosis (DVT), atau thrombosis vena dalam, harus diedukasi
terkait bagaimana cara mencegah DVT dan mengendalikan rekurensinya. Edukasi ini
ditujukan untuk mengurangi morbiditas pada serangan akut serta mengurangi
insidensi post-thrombotic syndrome (PTS) yang umumnya ditandai dengan nyeri,
kaku, edema, parestesia, eritema, dan edema
Luka Dekubitus
Cara asesmen/monitoring harian (skoring)
Menggunakan Skor Braden
Cara pencegahan
1. Jangan menggosok kulit dan bagian yang luka terlalu keras saat mandi.
2. Gunakan krim pelembap dan pelindung kulit.
3. Jaga supaya permukaan selalu bersih dan kering.
4. Perhatikan asupan nutrisi pasien, terutama cukupi kebutuhan kalori dan protein.
5. Gunakan alas ranjang yang berisi jelly atau udara sehingga sirkulasi udara lebih lancar
dan tidak lembap.
6. Gunakan alas pada area bokong untuk menyerap kelembapan.
7. Pakai alas berupa guling atau bantal pada area yang bersentuhan dengan ranjang
(umumnya area bokong, tulang ekor, tumit, dan betis).
8. Jangan pernah menyeret pasien untuk mengubah posisi (misalnya dari tempat tidur ke
kursi roda) karena hal ini dapat menimbulkan luka pada permukaan kulit.
9. Ganti posisi setiap 1-2 jam untuk mengurangi tekanan atau gesekan pada satu bagian
saja.
Cara Tatalaksana
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk perawatan luka seperti: kassa steril,
3. Keringkan area luka dengan kassa steril, kemudian bersihkan luka untuk mengurangi
4. Perhatikan detail luka seperti warna, bau, jumlah dan ukuran luka.
5. Gunakan teknik perawatan luka modern dressing. Teknik perawatan luka modern
jaringan sehat. Penggunaan balutan dapat dilakukan selama 3 sampai 5 hari, sehingga
6. Selain itu perhatikan asupan gizi pasien untuk mempercepat proses penyembuhan
Menjelaskan kondisi pasien adanya penekanan secara terus-menerus pada kulit dan jaringan
lunak melawan permukaan keras, seperti bangku, kursi roda, atau ranjang dalam jangka
waktu yang lama, terutama dalam satu posisi yang sama. Penekanan ini menyebabkan
berkurangnya suplai darah ke area tersebut, sehingga area tersebut akan mengalami
kerusakan atau luka. Menjelaskan faktor resiko dan tanda-tanda dari luka dekubitus.
BAB IV
DOKUMENTASI