Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN PELAYANAN

PASIEN KOMA

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN


PALEMBANG

Alamat : Jalan Jenderal Sudirman Kilometer 3,5 Palembang


Telepon : (0711) 354088 Fax: (0711) 351318
Web : www.rsmh.co.id Email : rsmh@rsmh.co.id
Palembang
2023

PANDUAN PELAYANAN
ii

PASIEN KOMA

Penyusun:
KSM Anestesiologi dan Terapi Intensif

DEPARTEMEN / BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUP. DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
2023
iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
izin-Nya maka Panduan Pelayanan Pasien Koma di RSUP. Mohammad Hoesin Palembang
telah selesai disusun. Panduan Pelayanan Pasien Koma ini merupakan petunjuk dalam
melakukan Pelayanan terhadap pasien koma di RSUP. Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Semoga Panduan Pelayanan Pasien Koma ini bermanfaat bagi petugas medis maupun
paramedik di RSUP.Dr. Mohammad Hoesin Palembang dan pihak lain yang terkait. Semua
saran dan kritik dari semua pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan dari panduan
pelayanan ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Palembang, September 2023


Kepala KSM Anestesiologi Dan Terapi Intensif

dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn,KAKV


iv

DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN …………………………………………………….....…………… ii

KATA PENGANTAR ...........…………………………………………………….....… iii

DAFTAR ISI …………………..……………………………….....……………............ iv

BAB I DEFINISI …………………………………………...........……………..… 1

BAB II RUANG LINGKUP …………………………………......……………..…… 2

BAB III TATA LAKSANA ……………………………….......………………...…… 3

BAB IV DOKUMENTASI …………………………………........…………………. 12


1

BAB I

DEFINISI

1. Koma adalah keadaan penurunan kesadaran dan respons dalam bentuk yang berat,
kondisinya seperti tidur yang dalam di mana pasien tidak dapat bangun dari tidurnya.

2. Tingkat kesadaran antara lain:

1) Sadar
Karakteristik:
a. Sadar penuh akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang, tempat dan
waktu.
b. Kooperatif
c. Dapat mengulang beberapa angka beberapa menit setelah diberitahu.
2) Otomatisme
Karakteristik:
a. Tingkah laku relatif normal (misal : mampu makan sendiri)
b. Dapat berbicara dalam kalimat tetapi kesulitan mengingat dan memberi
penilaian, tidak ingat peristiwa-peristiwa sebelum periode hilangnya
kesadaran; dapat mengajukan pertanyaan yang sama berulang kali.
c. Bertindak secara otomatis tanpa dapat mengingat apa yang baru saja atau
yang telah dilakukannya.
d. Mematuhi perintah sederhana.
3) Konfusi
Karakteristik
a. Melakukan aktivitas yang bertujuan (misal : menyuapkan makanan ke
mulut) dengan gerakan yang canggung.
b. Disorientasi waktu, tempat dan atau orang (bertindak seakan-akan tidak
sadar).
c. Gangguan daya ingat, tidak mampu mempertahankan pikiran atau ekspresi.
d. Biasanya sulit dibangunkan.
e. Menjadi tidak kooperatif.

4) Delirium
Karakteristik :
a. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
b. Tidak kooperatif

c. Agitasi, gelisah, bersifat selalu menolak ( mungkin berusaha keluar dan


turun dari tempat tidur, gelisah di tempat tidur, membuka baju).
d. Sulit dibangunkan.
2

5) Stupor
Karakteristik :
a. Diam, mungkin tampaknya tidur.
b. Berespons terhadap rangsang suara yang keras.
c. Terganggu oleh cahaya.
d. Berespons baik terhadap rangsangan rasa sakit.
6) Stupor dalam
Karakteristik :
a. Bisu.
b. Sulit dibangunkan ( sedikit respons terhadap rangsanag nyeri ).
c. Berespons terhadap nyeri dengan gerakan otomatis yang tidak bertujuan.
7) Koma
Karakteristik :
a. Tidak sadar, tubuh flaksid.
b. Tidak berespons terhadap rangsangan nyeri maupun verbal.
c. Refleks masih ada : muntah, lutut, kornea.
8) Koma irreversibel dan
kematian Karakteristik :
a. Refleks hilang.
b. Pupil terfiksasi dan dilatasi.
c. Pernapasan dan denyut jantung berhenti

3. Etiologi Koma
Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi tiga kategori
besar a. Kelainan struktur intrakranial (33 %). kebanyakan kasus
ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak (computed) tomography [CT]
or magnetic resonance imaging [MRI] atau melalui lumbal punksi [LP].
b. Kelainan metabolik atau keracunan (66%)
Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif.
c. Kelainan psikiatris (1%)
Stupor atau koma disebabkan oleh penyakit mempengaruhi kedua hemisfer otak
atau batang otak. Lesi unilateral dari satu hemisfer tidak menyebabkan stupor atau
koma kecuali massa tersebut besar hingga menekan hemisfer kontralateral atau
batang otak. Koma yang disebabkan kelainan fokal di batang otak terjadi karena
terganggunya reticular activating system. Kelainan metabolik dapat menyebabkan
gangguan kesadaran karena efek yang luas terhadap formasio retikularis dan korteks
serebral.
Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat ditangani
antara lain:
3

1. Herniasi dan penekanan batang otak : space ocupying lession yang


menyebabkan koma merupakan keadaan emergensi bedah saraf.
2. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : peningkatan TIK dapat menyebabkan
gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischemic injury.
3. Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis bakterialis atau herpes
encephalitis dapat dicegah dengan terapi secepatnya.

4. Penyebab koma seringkali dapat ditentukan melalui anamnesis perjalanan penyakit


melalui keluarga, teman, personel ambulan, atau orang lain yang terakhir kontak
dengan pasien dengan menanyakan :
1. Kejadian terakhir
2. Riwayat medis pasien
3. Riwayat psikiatrik
4. Obat-obatan
5. Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol
4

BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan ini berlaku untuk perawatan diseluruh unit ruang perawatan yang merawat
pasien dengan koma, meliputi:
1. Ruang Rawat Inap
2. ICU/ PICU / NICU
3. IGD
5
6

BAB III
TATALAKSANA

Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik :
1. Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial dengan
peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi.
2. Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness ( keracunan
CO), atau kuning
3. Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk
4. Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi
5. THT : otorea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya duramater
pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan serangan kejang.
6. Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) : kekakuan
disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid.
7. Pemeriksaan neurologis : untuk menentukan dalamnya koma dan lokalisasi dari
penyebab koma.

Pemeriksaan Neurologis
1. Status generalis : terbukannya kelopak mata dan rahang yang lemas menandakan
dalamya koma. Deviasi dari kepala dan gaze menandakan suatu lesi hemisfer
ipsilateral yang luas. Myoklonus ( menandakan suatu proses metabolik), twitching
otot yang ritmik (indikasi dari kejang), tetani.
2. Tingkat kesadaran : dapat ditentukan melalui skala koma Glasgow untuk
memudahkan kita untuk mencatat perkembangan pasien. Untuk lebih mudahnya
gangguan kesadaran pada pasien dapat dideskripsikan berdasarkan letargi, stupor,
dan koma.
3. Pernafasan : pola pernafasan yang abnormal dapat membantu kita menentukan
lokalisasi dari koma. Diantaranya :
Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati merabolik
Central neurogenic hiperventilation : CNS limfoma atau kerusakan batang
otak karena herniasi tentorial
Apneustic breathing : kerusakan pons
Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar
Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn medular (lesi di fosa
posterior)

4. Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks ancam terhadap mata
sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam pada salah satu sisi mata
menandakan terjadinya suatu hemianopia.
5. Funduskopi : edema papil terjadi pada peningkatan TIK setelah lebih dari 12 jam dan
jarang terjadi secara akut. Tidak adanya suatu edema papil menyingkirkan adanya
peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit diidentifikasikan, tetapi bila kita
temukan menandakan TIK yang normal. Perdarahan subhialoid yang berbentuk
seperti globul bercak darah pada permukaan retina biasanya berhubungan dengan
terjadinya suatu perdarahan subarakhnoid.
6. Pupil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya.
Simetris dan reaktif terhadap rangsang cahaya menandakan midbrain dalam
keadaan intak. Pupil yang reaktif tanpa disertai respon dari kornea dan
okulosefalik menandakan suatu keadaan koma yang disebabkan kelainan
metabolik.
Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler menandakan suatu lesi fokal
di midbrain.
Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada tingkat pons.
Intoksikasi dari opiat dan kholinergik (pilokarpin) juga dapat menyebabkan
pupil seperti ini.
Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap CN III pada
herniasi unkus. Ptosis dan exodeviasi juga terlihat pada kejadian tersebut.
Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi sentral, iskemia
hipoksia global, keracunan barbiturat, scopolamine, atau gluthethimide.

7. Pergerakan bola mata (gaze):


Perhatikan posisi saat
istirahat :
a. Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu lesi hemisper
kontralateral dari sisi yang hemiparesis
b. Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan:
1. lesi di pons kontralateral hemiparesis
2. lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis
3. aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis
c. Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari midbrain, disertai
dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus refrakter dikenal sebagai
sindroma parinoud
d. Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae
tidak menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan
disfungsi hemisfer bilateral dan aktifnya refleks okulosefalik
e. Occular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan bola mata ke arah
bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat menunjukkan kerusakan
bilateral dari pusat gaze horisontal pada pons.
f. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan menunjukkan suatu
psikogenik unresponsive.
g. Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus menandakan koma
disebabkan disfungsi bihemisfer
h. Paresis konjugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau pons
j. Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak
k. Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam yang mendepresi
fungsi batang otak.
l. Perintah verbal : normal
m. Rangsang nyeri : dengan menggosokkan kepalan tangan pemeriksa pada sternum
dan penekanan pada nailbed dengan menggunakan handel dari hammer.
1. Refleks okulosefalik (doll’s eye), respons yang intak terjadi pergerakan bola
mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila tidak terjadi refleks ini
menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan integritas
dari struktur batang otak, yang sering terlihat pada koma metabolik.
2. Refleks okulovestibular (kalori dingin), respons yang normal terdiri dari deviasi
tonik ke arah rangsangan air dingin yang dimasukkan ke lubang telinga dan
terjadi nistagmus cepat ke arah kontralateral.
a. Refleks kornea : menandakan intaknya batang otak setinggi CN 5( aferen)
dan CN 7 (eferen)
b. Refleks muntah : dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal tube.
Pemeriksaan Penunjang
Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi pasien dengan
koma karena dapat mengancam nyawa, maka pemeriksaan penunjang harus segera
dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosis, yaitu antara lain :
1. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila kita curigai terdapat
tumor atau abses. Dan mintakan print out dari bone window pada kejadian trauma
kepala
2. Punksi Lumbal : dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila diagnosis tidak dapat ditegakkan
melalui CT atau MRI kepala.
3. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa status kejang,
keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis tidak ditegakkan melalui
pemeriksaan CT dan LP.
Keadaan pseudokoma harus kita curigai bila semua pemeriksaan diagnostik telah kita
lakukan dan masih tidak dapat menegakkan diagnosis penyebab dari koma tersebut.
Diantaranya yaitu:
1. Koma psikogenik
2. Locked in syndrome : kerusakan pons bilateral
3. Mutism akinetik : kerusakan pada frontal dan thalamus

Manajemen Pasien dengan Koma


1. Penanganan emergensi dekompresi pada lesi desak ruang (space occupying
lesions / SOL ) dapat menyelamatkan nyawa pasien
Bila terjadi suatu peningkatan TIK, berikut adalah penanganan pertamanya:
a. Elevasi kepala
b. Intubasi dan hiperventilasi
c. Sedasi jika terjadi agitasi yang berat ( midazolam 1 – 2 mg iv )
d. Diuresis osmotik dengan manitol 20% 1 g/kg BB iv
e. Dexametason 10 mg iv tiap 6 jam pada kasus edema serebri oleh tumor atau
abses setelah terapi ini monitor ICP harus dipasang.
2. Kasus encephalitis yang dicurigai oleh infeksi virus herpes dapat diberikan acyclovir
10 mg/kg iv tiap 8 jam
3. Kasus meningitis lakukan terapi secara empiris. Lindungi pasien dengan ceftriaxon
2×1 g iv dan ampicillin 4×1 g iv sambil menunggu hasil kultur
Terapi Umum

1. Proteksi jalan nafas : adekuat oksigenasi dan ventilasi

2. Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan edema serebri atau

peningkatan TIK

3. Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube,

hindari penggunaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi dan refluks

4. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan

gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit

5. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan

plester

6. Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium 100

mg 3×1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer

akibat pemberian steroid dan intubasi

7. Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter tiap 6 jam

8. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur

9. Profilaksis deep vein trombosis (DVT) : pemberian 5000 iu sc tiap 12 jam,

penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya


Pada kasus pasien koma membutuhkan waktu perawatan yang tidak sebentar, maka dari itu
rumah sakit melakukan pencegah risiko tambahan yang didapatkan yaitu :

Deep vein thrombosis (DVT)

Cara asesmen/monitoring harian (skoring)

Cara pencegahan
Bentuk profilaksi mekanis adalah mobilisasi dini, machine continous passive motion,
pressure vascular stocking, dan alat kompresi pneumatik bergradasi secara elevasi
tungkai 15-22 cm. Stasis vena, proses patologi yang mendasari terjadinya trombosis,
dicegah dengan kontraksi atau kompresi otot betis yang dapat menghindari
penumpukan darah vena di ekstremitas bawah. Stoking elastis dapat digunakan
untuk tujuan di atas. Pemakaian stoking elastis meningkatkan aliran dara vena hingga
1,5 kali aliran basalnya sehingga memacu sirkulasi darah, mencegah stasis darah
pada aneurisma (pelebaran vena dan dilatasi sakuler) yang sering pada usia lanjut
dan penderita DVT. Tekanan pada mata kaki 18mmHg, 14mmHg pada betis,
10mmHg pada lutut dan 8mmHg pertengahan paha. Penggunaannya merupakan
pilihan pertama untuk mencegah DVT pada pasien yang dirawat. Alat kompresi
pneumatik merangsang pengosongan vena ekstremitas bawah dengan cara
menurunkan stasis dan menstimuli sistem fibrinolik.
Cara Tatalaksana
a. Low molecular weight heparin

b. Clopidogrel

c. Obat-obat yang memperbaiki tonus vena seperti obat antihemorrhoid dan


venadium

d. Operatif : pengangkatan vena yang terkena.

Edukasi
Pasien deep vein thrombosis (DVT), atau thrombosis vena dalam, harus diedukasi
terkait bagaimana cara mencegah DVT dan mengendalikan rekurensinya. Edukasi ini
ditujukan untuk mengurangi morbiditas pada serangan akut serta mengurangi
insidensi post-thrombotic syndrome (PTS) yang umumnya ditandai dengan nyeri,
kaku, edema, parestesia, eritema, dan edema
Luka Dekubitus
Cara asesmen/monitoring harian (skoring)
Menggunakan Skor Braden

Cara pencegahan
1. Jangan menggosok kulit dan bagian yang luka terlalu keras saat mandi.
2. Gunakan krim pelembap dan pelindung kulit.
3. Jaga supaya permukaan selalu bersih dan kering.
4. Perhatikan asupan nutrisi pasien, terutama cukupi kebutuhan kalori dan protein.
5. Gunakan alas ranjang yang berisi jelly atau udara sehingga sirkulasi udara lebih lancar
dan tidak lembap.
6. Gunakan alas pada area bokong untuk menyerap kelembapan.
7. Pakai alas berupa guling atau bantal pada area yang bersentuhan dengan ranjang
(umumnya area bokong, tulang ekor, tumit, dan betis).
8. Jangan pernah menyeret pasien untuk mengubah posisi (misalnya dari tempat tidur ke
kursi roda) karena hal ini dapat menimbulkan luka pada permukaan kulit.
9. Ganti posisi setiap 1-2 jam untuk mengurangi tekanan atau gesekan pada satu bagian
saja.

Cara Tatalaksana

1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk perawatan luka seperti: kassa steril,

alkohol dan NaCL, pinset, plester, serta gunting plester.

2. Bersihkan kedua tangan sebelum melakukan perawatan luka dekubitus

3. Keringkan area luka dengan kassa steril, kemudian bersihkan luka untuk mengurangi

jumlah bakteri pada area luka.

4. Perhatikan detail luka seperti warna, bau, jumlah dan ukuran luka.

5. Gunakan teknik perawatan luka modern dressing. Teknik perawatan luka modern

dressing memperhatikan kelembaban kulit pada area luka dengan menggunakan

bahan hydrogel. Hydrogel berfungsi menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak

jaringan sehat. Penggunaan balutan dapat dilakukan selama 3 sampai 5 hari, sehingga

tidak menimbulkan rasa nyeri saat mengganti balutan.

6. Selain itu perhatikan asupan gizi pasien untuk mempercepat proses penyembuhan

luka  untuk perawatan luka dekubitus.


Edukasi

Menjelaskan kondisi pasien adanya penekanan secara terus-menerus pada kulit dan jaringan

lunak melawan permukaan keras, seperti bangku, kursi roda, atau ranjang dalam jangka

waktu yang lama, terutama dalam satu posisi yang sama. Penekanan ini menyebabkan

berkurangnya suplai darah ke area tersebut, sehingga area tersebut akan mengalami

kerusakan atau luka. Menjelaskan faktor resiko dan tanda-tanda dari luka dekubitus.
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Setiap kegiatan yang sudah dilakukan didokumentasikan ke dalam rekam medis


pasien.
2. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili (dokter jaga)
mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan kondisi pasien di Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi (CPPT).
3. Perawat mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien di Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
4. Untuk edukasi didokumentasikan dalam Formulir Komunikasi Informasi dan Edukasi
Pasien dan Keluarga
5. Untuk pemantauan atau monitoring pasien didokumentasikan di lembar observasi
pasien

Anda mungkin juga menyukai