PENURUNAN KESADARAN
(KOMA)
A. PENGERTIAN
Pengertian kesadaran menurut Corwin Elizabeth ( 2009 ) adalah pengetahuan penuh atas
diri, lokasi, dan waktu di setiap lingkungan. Agar sadar penuh diperlukan sistem aktivasi
retikular yang utuh, dalam keadaan berfungsinya pusat otak yang lebih tinggi di korteks
serebri. Hubungan melalui talamus juga harus utuh.
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ), ketidaksadaran adalah kondisi dimana fungsi
serebral terdepresi, direntang dari stupor sampai koma. Pada stupor pasien menunjukkan
gejala mengabaikan stimulasi sesuatu yang tidak mengenakkan, seperti cubitan atau kepukan
tangan yang keras, dan dapat menarik atau membuat kerutan wajah atau bunyi yang tidak
dapat dimengerti.
Koma adalah keadaan pada mana kesadaran menurun pada derajat yang rendah.
(Neurologi Klinis Dasar , hal 192, 1989 ).
Koma adalah keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan
dengan rangsangan apapun. ( Robert Priharjo., 2006). Menurut Price Sylvia ( 2005 ) ada
beberapa tingkat kesadaran antara lain:
1) Sadar
Karakteristik :
Sadar penuh akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu.
Kooperatif
Dapat mengulang beberapa angka beberapa menit setelah diberitahu.
2) Otomatisme
Karakteristik :
a. Tingkah laku relatif normal ( misal : mampu makan sendiri )
b. Dapat berbicara dalam kalimat tetapi kesulitan mengingat dan memberi penilaian,
tidak ingat peristiwa-peristiwa sebelum periode hilangnya kesadaran; dapat
mengajukan pertanyaan yang sama berulang kali.
c. Bertindak secara otomatis tanpa dapat mengingat apa yang baru saja atau yang telah
dilakukannya.
d. Mematuhi perintah sederhana.
3) Konfusi
Karakteristik :
a. Melakukan aktivitas yang bertujuan ( misal : menyuapkan makanan ke mulut )
dengan gerakan yang canggung.
b. Disorientasi waktu, tempat dan atau orang ( bertindak seakan-akan tidak sadar ).
c. Gangguan daya ingat, tidak mampu mempertahankan pikiran atau ekspresi.
5)
6)
7)
8)
B. ETIOLOGI
Sebab terjadinya koma dibagi menjadi 2. Diantaranaya:
1. Faktor intra cranial
a). Perdarahan
Dapat berupa perdarahan epidural, pedarahan subdural atau intra cranial. Terutama
pada perdarahan epidural dapat berbahaya karena perdarahan berlanjut akatn
mengakibatkan peningkatan tekanan intra cranial yang lebih berat
b). Lesi besar pada serebral dan herniasi
Lubang cranial pisahkan menjadinya kompartemen oleh lipatan. Herniasi adalah
pergeseran jaringan otak ke kompartemen yang secara normal
1) Herniasi transtentorial uncal
d). Epileptik
Pengeluaran listrik menyeluruh dn berkelanjutan dari korteks berhubungan
dengan koma, koma yang terjadi setelah koma disebakan oleh kekurangan persediaan
energy atau efek molekul toksik local yang merupakan hasil dari kejang.
2. Faktor ekstra cranial
a) Fraktur tengkorak kepala
Fraktur kalvaria (atap tengkorak) apabila tidak terbuka (tidak ada hubungan otak
dengan dunia luar) tidak memerlukan perhatian segera. Yang lebih penting adalah
keadaan intra kranialnya. Pada fraktur basis cranium dapat berbahaya karena terjadi
perdarahan yang ditimbulkan sehingga menimbulkan ancaman penurunan kesdaran
dan jalan nafas.
b) Kelainan psikis
Malingerin (pura-pura
sakit
atau
terluka)histeria
dan
kataton
(keadaan
Perubahan pupil yang sering terjadi pada kerusakan otak adalah pupil pinpoint
yang tampak pada overdosis opiate serta dilatasi dan fiksasi pupil bilateral yang
biasanya terjadi pada akibat overdosis babiturat.cedera batang otak memperlihatkan
fiksasi pupil bilateral dengan posisi di tengah
b. Perubahan gerakan mata
Pada cedera batang otak, terjadi gangguan gerakan mata, dan mata terikfasi dalam
posisi kedepan langsung.
c. Disfasia
Disfasia adalah gangguan pemahamaan atau pembentukan bahasa. Afasia adalah
kehilangan total pemahaman atau pembenyukaan bahasa. Disfasia biasanya
disebabkan oleh hipoksia serebral yang sering berkaitan dengan stroke, tetapi dapat
juga disebabkan oleh trauma atau infeksi. Kerusakan otak yang menyebabkan disfasia
biasanya mengenai hemisfer serebri kiri.
d. Perubahan respons motorik dan gerakan
Respons motorik abnormal meliputi tidak sesuainya atau tidak adanya gerakan
sebagai respons terhadap stimulus nyeri, refleks batang otak seperti respons mengisap
dan menggengam terjadi apabila pusat otak yang lebih tinggi rusak.
e. Agnosia
Agnosia adalah kegagalan mengenali obyek karena ketidaknyamanan memahami
stimulus sensorik yang datang. Agnosia dapat berupa visual, pendengaran, taktil, atau
berkaitan dengan pengucapan atau penciuman. Agnosia terjadi akibat kerusakan pada
area sensorik primer atau asosiatif tertentu di korteks serebri.
f. Disfasia broca
Disfasia broca terjadi akibat kerusakan area broca di lobus frontalis. Individu
yang mengalami disfasia broca memahami bahasa,tetapi kemampuanya untuk
mengekspresikan kata secaara bermakna dalam bentuk tulisan atau lisan terganggu.
Hal ini disebut disfasia ekspresif.
g. Disfasia wernicke
Disfasia wernicke terjadi akibat kerusakan area wernicke di lobus temporalis kiri.
Pada disfasia wernicke, ekspresi bahasa secara verbal utuh, tetapi pemahaman
bermakna terhadap kata yang diucapkan atau tertulis terganggu. Hal ini disebut
disfasia reseptif.
2. System respirasi
a. Kerusakan pada batang otak
peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume yang lain.
Keadaan patologis seperti lesi,epileptik,stroke,infeksi dan bedah intrakranial dapat
mengubah hubungan antara volume intrakranial dan tekanan.sehingga dapat menyebab kan
gangguan pada batang otak / diensefalon.ketika terjadi gangguan kompensasi intracronial
gagal dan terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK secara
singnifikan dapat menurunkan aliran darah dan menyebabkan iskemia. Bila terjadi iskemia
komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat di
perbaiki. Hal ini terjadi di sebabkan oleh penurunan perfusi serebral yang mempengaruhi
perubahan keadaan sel dan mengakibatkan hipoksia serebral. Pada fase-fase ini
menunjukkan perubahan status mental dan tanda tanda vital bradikardi, tekanan denyut
nadi melebar dan perubahan pernafasan.( Bunner & Suddarth, 2001).
E. PATHWAY
Terlampir
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi diantaranya:
a. Gagal pernafasan dapat terjadi dengan cepat setelah pasien tidak sadar.jika pasien tidak
dapat bernafas sendiri, beri dukungan perawatan dengan memulai pemberian ventilasi
adekuat.
b. Pneumonia umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan ventilator atau mereka
yang tidak dapat untuk mempertahankan jalan nafas.
c. Pasien tidak sadar tidak mampu untuk bergerak atau membalikkan tubuh, hal ini
menyebabkan dalam tetap pada posisi yang terbatas. Keadaan ini menyebabkan pasien
mengalami dekubitus, yang akan mengalami infeksi dan merupakan sumber sepsis.
d. Aspirasi isi lambung atau makanan dapat terjadi yang mencetuskan terjadinya
pneumonia atau sumbatan jalan nafas.
e. Kardiovaskuler terganggu sehingga irama jantung terganggu.
f. Ginjal terganggu sehingga mengalami penurunan fungsi ginjal dan juga sekresinya
terganggu (Bunner & suddarth, 2001)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Mempertahankan jalan nafas. Pasien dapat di intubasi melalui hidung atau mulut
2. Pemasangan Kateter Intravena.
3. Digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan pemberian makanan
dilakukan dengan selang makanan atau selang gastrostomi
4. Memantau status sirkulasi pasient (tekanan darah, frekuensi jantung)
untuk mengetahui perfusi tubuh yang adekuat dan perfusi otak dapat dipertahankan.
5. Intravena feeding
Untuk mengetahui terjadinya perut kembung dan perdarahan pada lambung.( bunner &
suddarth, 2001)
H. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ), uji laboratorium digunakan untuk
mengidentifikasi penyebab kesadaran yang mencakup tes glukosa darah, elektrolit, amonia
serum, nitrogen urea darah ( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan
keton serum, alkohol, obat-obatan dan analisa gas darah arteri.
Selain itu pemriksaan tes BGA yang berfungsi untuk mengetahui kandunagn oksigen dalam
darah
dada
Dinilai
penuh
tidak
penuh,
dan
waktu lama. Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak
begitu jelas terlihat,.
5) Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi. Pada
pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan
pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril
6) Integritas kulit
Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus
Menilai GCS
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ), ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif
kesadaran yang menggunakan Skala Koma Glasgow yaitu membuka mata, respons motorik dan
respons verbal.
1. Membuka mata ( E )
1) Spontan
:4
2) Dengan perintah
:3
3) Dengan nyeri
:2
4) Tidak berespon
:1
2. Respons motorik ( M )
1) Dengan perintah
:6
2) Melokalisasi nyeri
:5
3) Menarik area yang nyeri: 4
4) Fleksi abnormal
:3
5) Ekstensi abnormal
:2
6) Tidak berespon
:1
3. Respons verbal ( V )
1) Berorientasi
:5
2) Bicara membingungkan : 4
3) Kata-kata tidak tepat : 3
4) Suara tidak dapat dimengerti : 2
5) Tidak ada respons
:1
B. DIAGNOSA
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernafasan
2) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan secret
4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.
Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996 )
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester.Ed.8.EGC: Jakarta.
Manurung, santa,SKM,M.Kep, dkk (2009). Asuhan keperawatan gawat darurat, edisi 1, TIM,
Jakarta
http://mirzastory.blogspot.com/2010/01/asuhan-keperawatn-pada-pasien-dengan.html