Anda di halaman 1dari 89

UPAYA PEMERINTAH SAROLANGUN DALAM MENGATASI

PERNIKAHAN USIA DINI


( Studi Kasus Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun )

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Syariah

Oleh:
ZUHAL MADIAN
NIM : 105180409

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
1444 H/2023 M

1
2

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bawah:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di Fakultas

Syariah UIN STS Jambi.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN STS Jambi.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN STS Jambi.

Jambi, April 2023


Yang Menyatakan,

Zuhal Madian
Nim. 105180409
3

Pembimbing I : Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H


Pembimbing II : Mustiah RH, S.Ag., M.Sy
Alamat : Fakultas Syariah Uin STS Jambi
Jl. Jambi-MA. Bulian KM.16 Simp. Sungai Duren.
Jaluko Kab. Muaro Jambi (31346)

Jambi, 2022

Kepada Yth,
Bapak Dekan Fakultas Syariah
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi
Zuhal Madian yang berjudul “Upaya Pemerintah Sarolangun dalam Mengatasi
Pernikahan Usia Dini (Studi Kasus Kecamatan Pelawan Kabupaten
Sarolangun” telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna
melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam
Program Studi Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.

Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi


kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H Mustiah RH, S.Ag., M.Sy


NIP.1972010 2200003 1 005 NIP. 1970070 6199803 2 003
4

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS SYARIAH
Jalan Raya Jambi-Ma.Bulian, Simp. Sungai Duren Telp. (0741) 582020

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Upaya Pemerintah Sarolangun dalam Mengatasi


Pernikahan Usia Dini (Studi Kasus Kecamatan Pelawan Kabupaten
Sarolangun” telah diajukan pada Sidang Munaqasah Fakultas Syariah UIN STS
Jambi pada 27 Juli 2023. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Ilmu Pemerintahan.

Jambi, september 2023


Mengesahkan:
Dekan,

Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H


NIP. 19720102 200003 1 005

Panitia Ujian:

Ketua Sidang : Syamsu Hadi J, M.H.I (……………)


NIP. 19740700 1199903 1 004

Sekretaris Sidang : Awaluddin. S.Ag (……………)


NIP. 19691120 200312 1 002

Penguji I : Muhammad Nur, S.Sos, M.Sy ( )


NIP. 19730423 200604 1 003

Penguji II : Novi Nurman, S.Pd.,M.Si (…………….)


NIDN. 2010118703

Pembimbing I : Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H (…………….)


NIP. 19720102 200003 1 005

Pembimbing II : Mustiah RH, S.Ag., M.Sy (…………….)


NIP. 19700706 199803 2 003
5

MOTTO

‫وَاَﻧْﻜِﺤُﻮا اﻻَْﯾَﺎﻣٰﻰ ﻣِﻨْﻜُﻢْ وَاﻟﺼّٰﻠِﺤِﯿْﻦَ ﻣِﻦْ ﻋِﺒَﺎدِﻛُﻢْ وَاِﻣَﺎۤٮِٕﻜُﻢْۗ اِنْ ﯾﱠﻜُﻮْﻧُﻮْا‬


ٌ‫ﻓُﻘَﺮَاۤءَ ﯾُﻐْﻨِﮭِﻢُ ﷲُّٰ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻠِﮫٖۗ وَﷲُّٰ وَاﺳِﻊٌ ﻋَﻠِﯿْﻢ‬
Artinya: Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di
antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka
miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha
Mengetahui. (QS. An-Nur Ayat: 32).1

1
Al-Qur’an & Terjemahannya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008).
6

ABSTRAK
Oleh zuhal Madian

Nama : Zuhal Madian, Nim : 105180409. Skripsi ini berjudul upaya pemerintah
sarolangun dalam mengatasi pernikahan usia dini (studi kasus kecamatan pelawan
kabupaten sarolangun ). Sebagai tujuan antaranya untuk mendeskripsikan
mengetahui (1) bentuk tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi
pernikahan usia dini (2) bentuk upaya pemerintah Kabupaten Sarolangun dalam
mengatasi pernikahan usia dini. Skripsi ini mengunakan metode penelitian
kualitatif melalui pendekatan deskriftif dengan teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah, Observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Bentuk atau
Peran dan tanggung jawab pemerintah Kabupaten Sarolangun terhadap
pencegahan pernikahan dini di Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun
pemerintah belum berperan secara maksimal dalam penanggulangan pernikahan
dini. Adapun Upayan Upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sarolangun
terhadap Pencegahan Pernikahan dini di Kecamatan Pelawan adalah bekerjasama
dengan KUA dan masyarakat melakukan upaya pendampingan, membuat Pos
Pengaduan dan melakukan Monitoring Evaluasi, serta Memberikan Pembiayaan.

Kata kunci: Pemerintah, Pemerintah kabupaten sarolangun, Pernikahan


usia dini
7

ABSTRACT
Oleh Zuhal Madian

Name : Zuhal Madian, Nim : 105180409. This thesis is entitled the efforts of the
Sarolangun government to overcome early marriage (a case study of Pelawan
sub-district Sarolangun district). The aims include describing (1) the
government's duties and responsibilities in dealing with early marriage (2) the
efforts made by the Sarolangun Regency government in dealing with early
marriage. This thesis uses qualitative research methods through a descriptive
approach with data collection techniques used are observation, interviews, and
documentation. Based on the research conducted, the following conclusions can
be drawn: The shape or role and responsibility of the Sarolangun Regency
government for the prevention of early marriage in Pelawan District, Sarolangun
Regency, the government has not played its maximum role in tackling early
marriage. The efforts made by the Government of Sarolangun Regency to prevent
early marriage in Pelawan District are collaborating with KUA and the
community to provide assistance, create Complaint Posts and carry out
Monitoring Evaluation, and Providing Funding.

Keywords: Government, Sarolangun district government, Early marriage


8

PERSEMBAHAN

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.


Dengan nikmat karunia rizki dari Allah SWT, dengan membaca Bismillah
skripsi ini penulis mempersembahkan kepada:
Ayahanda saya Sudirman dan Ibunda tercinta Lismayanti yang
sangat aku banggakan, ribuan terimah kasih saya ucapkan untuk kalian
berdua yang telah mendidik serta membiayai seluruh keperluan hidupku
selama ini hingga sekarang dan Alhamdulillah akhirnya saya bisa
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Aku akan selalu bangga
dan bahagia memiliki orang tua seperti kalian berdua. Tulisan ini hanya
sebuah hadiah kecil dariku untuk kalian berdua.
Teruntuk kedua pembimbing skripsi saya. yang sudah memberikan
bimbingan terbaiknya kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
Teruntuk sahabat-sahabatku yang telah berjasa kepada saya
M. Mushoddik Al-Fahrup, M. Andri, Siti Rahmah, Muhliso, Saidina Umar,
Lala Eka Fitria, dan Arif Budiman. dan juga penulis ingin mengucapkan
ribuan terimkasih kepada sahabat seperjuangan di Prodi Ilmu
Pemerintahan UIN STS Jambi angkatan 2018 yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu semoga kita semuanya menjadi orang-orang
sukses bagi agama dan Negara kita.
Semoga segala amal ibadah dibalas oleh Allah SWT, dipermudahkan
rezeki, diberikan nikmat jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan
di dunia maupun di akhirat. Amiin.
9

KATA PENGANTAR

‫ﺑِﺴْﻢِ ﷲِ اﻟﺮﱠﺣْﻤٰﻦِ اﻟﺮﱠﺣِﯿْﻢ‬

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan

kesehatan jasmani maupun rohani sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi

ini yang berjudul “Upaya Pemerintah Sarolangun dalam Mengatasi

Pernikahan Usia Dini (Studi Kasus Kecamatan Pelawan Kabupaten

Sarolangun” Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang

sebesar- besarnya kepada semua pihak yang turut membantu kelancaran penulisan

skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’Ari, M.A., Ph. D. selaku Rektor UIN STS
Jambi.
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H. selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS
Jambi..
3. Bapak Agus Salim, M.A., M.I.R., Ph.D sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik.
4. Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, S.H., M.Hum sebagai Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan.
5. Bapak Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama di Lingkungan UIN STS Jambi.
6. Bapak Yudi Armansyah, S.Th.I., M.Hum, sebagai Ketua Prodi Ilmu
Pemerintahan.
7. Ibu Wenny Dastina, M.Si, sebagai sekretaris Prodi Ilmu Pemerintahan.
8. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H. Selaku Pembimbing I dan Ibu Mustiah
RH, S.Ag., M.Sy Selaku Pembimbing II.
9. Teruntuk Siti Rahmah, S.E Thank you and you are the best partner.
10

10.Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, seluruh Karyawan/ Karyawati Fakultas
Syariah UIN STS Jambi, dan Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan
skripsi ini, yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu.
Di samping itu penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karennya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat
memberikan Kritik dan Saran pemikirannya demi perbaikan skripsi ini. Kepada
Allah SWT penulis memohon ampunan atas semua kesalahan yang ada didalam
skripsi ini, semoga amal kebijakan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.

Wassalamualaikum Wr, Wb.

Jambi, April 2023


Penulis,

Zuhal Madian
Nim. 105180409
11

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN……………………………………………... i

PENGESAHAN MUNAQASAH .……………………………………….... ii

MOTTO ……….………………………………………………………….... iii

PERSEMBAHAN …………………………………………………………. iv

ABSTRAK ………………………………………………………………….. v

ABSTRACT………..………………………………………………………. vi

KATA PENGANTAR………………………………………………………vii

DAFTAR ISI…………..……………………………………………………. ix

DAFTAR TABEL ………….………………………………………………. xi

DAFTAR GAMBAR …………….………………………………………... xii

DAFTAR SINGKATAN ……………….………………………………… xiii

BAB 1 PENDAHULUAN:

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah ……………………………………………….16
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………………………………..16
D. Metode Penelitian ..…………………………………………….. 17
E. Tinjauan Pustaka ……………………………………………….. 22
BAB II KERANGKA TEORI

A. Pemerintah .…….…………………………………………......... 27
B. Kewenangan Pemerintah Daerah ………..……………………... 34
C. Syarat dan Rukun Nikah ...……………………………………... 36

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


A. Gambaran Umum Kecamatan Pelawan .……………………...... 45
B. KUA Kecamatan Pelawan …………...………………………… 51
12

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN


A. Bentuk Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah Kabupaten Sarolangun
dalam Mengatasi Pernikahan Usia
Dini …………...…………..…………..……………………………... 58
B. Bentuk Upaya Pemerintah Kabupaten Sarolangun dalam mengatasi
pernikahan usia dini ………….………….……………………... 59
BAB V PENUTUP:

A. Kesimpulan …………………………………………………….. 69

B. Saran …………………………………………………………… 70

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
13

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1: Jumlah Pasangan Pengantin yang Menikah di Kecamatan Pelawan,

Kabupaten Sarolangun Tahun 2017-2021 ..…………………………………... 15


14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Peneliti Bersama Ketua KUA Kecamatan Pelawan ..…………….. 73

Gambar 2: Peneliti bersama Ketua KUA Kecamatan Pelawan dan Staff …….. 74
15

DAFTAR SINGKATAN

KUA : Kantor Urusan Agama

UU : Undang-Undang

P3N : Pegawai Pembantu Pencatat Nikah

CRC : Convention on the Rights of the Child

KHI : Kompilasi Hukum Islam

FPK2PA :Forum Penanganan Korban Kekerasan Terhadap

Perempuan Dan Anak

P2TP2A : PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN

PEREMPUAN DAN ANAK

PERDA : Peraturan Daerah

SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBDes : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa


16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awalnya, pemerintah dibentuk untuk menghindari terjadinya

kekacauan oleh kepentingan individu yang saling berhadapan dalam ruang dan

waktu tertentu kemudian Keaadaan itu memaksa lahirnya seseorang dengan

pengaruh yang ditimbulkannya untuk membentuk kelompok yang terkuat bagi

upaya mendamaikan, melindungi individu dan kelompok dari gangguan pihak lain.

Dalam perkembangannya mereka memperoleh hak istimewa untuk melakukan apa

saja dalam kerangka menjamin terpenuhinya perlindungan dan keselamatan.

Kelompok tersebut adalah minoritas yurg memiliki otoritas relatif tak terbatas

dengan tujuan yang dapat mereka ciptakan atas nama kelompok mayoritas (rakyat)

atau bahkan atas keinginan dan kehendak mereka sendiri2.

Di beberapa negara pemerintah dan pemerintahan tidak dibedakan: Inggris

menyebutnya “Government” dan Perancis menyebutnya “Gouvernment”,

keduanya berasal dari perkataan Latin “Gubernacalum”. Dalam bahasa arab

disebut “Hukumat”. Di Amerika Serikat disebut “Administration”, sedangkan di

Belanda mengartikan “Regering” sebagai penggunaan kekuasaan negara oleh

yang berwenang untuk menentukan keputusan dan kebijaksanaan dalam rangka

mewujudkan tujuan negara dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah.

Jadi “Regeren” digunakan untuk pemerintahan pada tingkat nasional atau pusat.

2
Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan,(Jakarta: Rajawali Pers.2014).hlm.27
17

“Bestuur” diartikan sebagai keseluruhan badan pemerintah dan kegiatannya yang

langsung berhubungan dengan usaha mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan dikenal

Binnenlandsbestuurs (Pemerintahan Dalam Negeri) dan Algemeenstuurs Dients

(Pemerinatahan Umum atau Pemerintahan Pusat yang merupakan Korps Pamong

Praja). Untuk menyelenggarakan dan melaksanakan tujuan negara, pemerintah

melakukan kegiatan-kegiatan dalam suatu negara. Disini pengertian “pemerintah”

dan “pemerintahan” dipakai dalam arti yang luas. Pemerintahan dalam arti yang

luas terbagi berdasarkan ajaran Trias Politica dari Montesquieu yang terdiri atas:

1. Pembentukan undang-undang (legislative power atau wetgeving).

2. Pelaksanaan (executive power atau uitvoering).

3. Peradilan (judicial power atau rechtsprak).

4. Tugas pemerintah sebagai pengambil kebijakan3

Kebijakan pemerintah pada hakikatnya merupakan kebijakan yang

ditujukan untuk publik dalam pengertian yang seluas-luasnya (negara, masyarakat

dalam berbagai status serta untuk kepentingan umum), baik itu dilakukan secara

langsung maupun tidak secara langsung yang tercermin pada berbagai dimensi

kehidupan publik. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah sering disebut sebagai

kebijakan publik.

Kebijakan dalam pengertian pilihan untuk melakukan atau untuk tidak

melakukan mengandung makna adanya kehendak untuk melakukan atau tidak


melakukan, kehendak mana dinyatakan berdasarkan otoritas yang dimiliki untuk

melakukan pengaturan dan jika perlu dilakukan pemaksaan. Pernyataan kehendak

3
Rahman Mulyawan, Sistem Pemerintahan Indonesia (Bandung: UNPAD,2015),hlm.7-8.
18

oleh otoritas dikaitkan dengan konsep pemerintah yang memberikan pengertian

atas kebijakan yang dialkukan oleh pemerintah yang disebut sebagai kebijakan

pemerintah. Kebijakan pemerintah dapat berkonotasi sebagai kebijakan negara

ketika pemerintah yang melakukan adalah diarahkan pada pemerintah negara.

Kalau kebijakan pemerintah dipahami dari saran yang akan dicapai (diatur) di

mana sasarannya adalah publik tidak saja dalam pengertian negara akan tetapi

dalam pengertian masyarakat dan kepentingan umum maka kebijakan pemerintah

dapat dikategorikan sebagai kebijakan publik.4

Kebijakan publik merupakan kewenangan pemerintah menjalankan tugas

dan fungsinya dalam hubungannya dengan masyarakat dan dunia usaha. Pada

dasarnya kebijakan pemerintah dalam menata kehidupan masyarakat di berbagai

aspek merupakan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan publik

(masyarakat). Salah satu definisi mengenai Kebijakan Publik diberikan oleh

Robert Eyestone mengatakan bahwa secara luas kebijakan publik dapat

didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”.

Batasan lain tentang kebijakan publik diberikan oleh Thomas R. Dye, yang

mengatakan bahwa “Kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh

pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (public policy is

whatever government choose to do or not to do).5

Dalam kehidupan ini, semua makhluk hidup baik manusia, binatang

atapun tumbuh-tumbuhan tidak bisa lepas dari pernikahan atau perkawinan. Ini

4
H Faried Ali dan H Andi Syamsu Alam, Studi Kebijakan Pemerintahan
(Bandung:Refika Aditama.,2012),hlm.7
5
Nuryanti Mustari, Pemahaman Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi Kebijakan Publik, (Yogyakarta: LeutikaPrio, 2015), hlm. 4-5
19

merupakan sunnatullah (hukum alam) untuk kelangsungan hidup umat manusia,

berkembang biaknya binatang-binatang dan untuk melestarikan lingkungan alam

semesta.6 Hal ini terdapat dalam firman Allah SWT:

(49 :‫وَﻣِنْ ﻛُلﱢ ﺷَﻲْءٍ ﺧَﻠَﻘْﻧَﺎ زَوْﺟَﯾْنِ ﻟَﻌَﻠﱠﻛُمْ ﺗَذَﻛﱠرُوْنَ )اﻟذارﯾﺎت‬


Artinya: "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu

mengingat (kebesaran Allah)." (QS. Az Zariyat: 49).

Islam adalah agama yang menjungjung tinggi kemuliaan. Allah telah

memposisikan manusia sebagai makhluknya yang istimewa. Untuk menjaga

kemulian itu, Allah dan Rosul-Nya telah mensyariatkan pernikahan sebagai cara

yang mulia dan terhormat untuk menjaga kemuliaan umat manusia. Dengan

Pernikahan, garis nasab (keturunan) mereka akan jelas sehingga status

kemuliaannya sebagai manusia tetap terpelihara.7

Untuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia diperlukan tujuan yang

sama antara suami dan istri agar tercapai tujuan pernikahan yang membawa

kebahagian yang sesuai dengan ajaran agama. Tujuan yang memerintahkan

kepada orang-orang yang beriman untuk membina dan melindungi keluarga serta

keturunannya dari api neraka.8

Jelas bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk dengan

banyak perbedaan adat dan budaya karena Indonesia terdiri dari banyak suku.
Indonesia adalah negara dengan banyak budaya yang berbeda dan masing-masing

6
Mohammad Asmawi, Nikah dalam perbincangan dan perbedaan, (Yogyakarta :
Darrusalam, 2004), hal.18
7
Munawar Zaman, Manajemen Cinta Pranikah menuju Nikah Penuh Berkah”Jangan
Takut Married (Bandung : 2007, hal.196)
8
Syaikh Abdul Azis dan Khalid, Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta : Pustaka Al-
kautsar, 1995), hal 34
20

memiliki karakter tersendiri sebagai aset budaya yang tak tergantikan. Salah

satunya bisa dilihat di Desa Pelawan, Kecamatan Pelawan, Kabupaten Sarolangun,

tradisi pernikahan dini yang menjadi kebiasaan masyarakat hingga saat ini.

Menikah di usia muda adalah solusi praktis. Jarang ketika yang

bersangkutan terjerumus ke dalam percabulan akhirnya terjun ke dunia seks bebas,

tidak ada cara lain selain menikah dini. Mengapa demikian, karena jika tidak,

merusak nama baik kerabatnya, terutama perempuan yang darinya terlihat jelas

perubahan apa yang terjadi pada anaknya.

Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan

masing-masing agama dan kepercayaannya serta didaftarkan oleh instansi yang

berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Pernikahan bukan hanya tentang mengatur kehidupan rumah tangga dan

membesarkan anak, tetapi juga tentang menyatukan orang.9

Oleh karena itu, salah satu asas yang tertuang dalam Undang-Undang

Perkawinan 1974 menegaskan bahwa agar seorang calon mempelai dapat menikah,

ia harus cukup matang lahir dan batinnya untuk mencapai cita-citanya.

perkawinan dan menghasilkan keturunan yang sehat.10

Agar hubungan antara pria dan wanita diatur dengan saling menghormati

dan berdasarkan saling pengertian, untuk menjaga kehormatan dan martabat

martabat manusia.11 Dalam menjaga kerukunan rumah tangga yang sesuai dengan
ajaran Islam dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, diperlukan sebuah

9
Umul Baroroh, Fiqh Keluarga Muslim Indonesia, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015),
hlm. 4.
10
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1997), hlm. 57.
11
Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, alih bahasa oleh H.M. Rasjidi, cet. Ke 1
(Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 120.
21

kedewasaan dalam berfikir dan bertindak, sebab hal tersebut sangat berpengaruh

terhadap kelangsungan pernikahan.12

Perkawinan bukan sekedar akad antara laki-laki dan perempuan ataupun

melakukan hubungan seks saja namun lebih dari itu setelah terjadi pernikahan

yang sah maka akan timbul suatu hukum yaitu keduanya harus saling memenuhi

hak dan kewajiban masing-masing. Fenomena pernikahan usia dini pada saat ini,

dari tahun ke tahun angkanya semakin melonjak tinggi. Hal tersebut dapat dilihat

dari permohonan dispensasi nikah, seperti yang terjadi di PA (Pengadilan Agama)

Kabupaten Sarolangun dalam websitetnya mengalami peningkatan.

Meningkatnya jumlah pemohon kebebasan menikah memang sangat

mengkhawatirkan, karena surat nikah diberikan kepada pasangan yang sebenarnya

belum cukup umur untuk menikah. Saat ini, pernikahan remaja dini tidak hanya

terjadi di pedesaan, tetapi juga di kota-kota besar. Fenomena ini menjadi mode

dan tren di kalangan remaja dengan berbagai motif. Jika pada zaman dahulu

banyak orang tua yang ingin menikahkan anaknya di usia muda, saat ini cukup

banyak remaja yang ingin menikah muda.

Para ahli mengklaim bahwa pernikahan dini dipandang sebagai cara untuk

menghindari dosa seperti seks bebas. Ada juga yang melakukannya karena

terpaksa dan karena hamil di luar nikah. Fenomena ini sering terdengar di

masyarakat. Menikah bukan hanya sekedar ijab kabul dan pembenaran atas apa

yang diharamkan, melainkan kesiapan moril dan materil untuk menghadapi hidup

12
Rohmat, “Pernikahan Dini dan Dampaknya Dalam Keutuhan Rumah Tangga, (Studi
Kasus di Desa Cikadu Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang Jawa Barat)”, Skripsi, Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009), hlm. 2.
22

dan berbagi segalanya dengan pasangan tercinta. Bagaimana seseorang bisa

menikah muda jika seseorang tidak siap secara moral atau material untuk itu.

Menikah dini dengan perempuan berpotensi memiliki anak lebih banyak,

apalagi jika laki-laki memiliki penghasilan lebih dari cukup dan orang tua dapat

memberikan pendidikan yang layak. Kematangan emosi merupakan aspek yang

sangat penting dalam menjaga kesinambungan dalam sebuah pernikahan.

Keberhasilan sebuah rumah tangga banyak bergantung pada kematangan emosi

suami istri. Perkawinan secara sah mengakui status sosial seseorang dalam

masyarakat sebagai pasangan suami istri.

Menikah di usia muda biasanya belum siap secara mental maupun fisik

calon mempelai, sehingga bisa timbul masalah di kemudian hari yang bahkan

tidak berujung pada perceraian. Seperti UU No 16 Tahun 2019 Republik Indonesia

tentang Perubahan UU Perkawinan No 1 Tahun 1974, disahkan oleh Presiden Joko

Widodo pada 14 Oktober 2019 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019

yang mengubah Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 mulai berlaku pada

masa Menkumham Tjahjo Kumolo pada tanggal 15 Oktober 2019 di Jakarta. Yaitu

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga

berbunyi sebagai berikut:13

Pasal 7 ayat (1) “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita

sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”. Ayat (2) “Dalam hal terjadi

penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

13
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 pasal 7 ayat 1 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
23

orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi

kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung

yang cukup”.

Perubahan standar dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

akan membawa batasan usia untuk menikah, perbaikan standar akan dicapai

dengan meningkatkan usia minimum untuk menikah bagi perempuan. Dalam hal

ini, batas minimal usia kawin bagi perempuan sama dengan batas minimal usia

kawin bagi laki-laki, yaitu 19 (sembilan belas) tahun.

Batasan usia tersebut dianggap sudah matang lahir batin untuk menikah,

sehingga tujuan perkawinan dapat terwujud dengan baik tanpa menimbulkan

perceraian dan menghasilkan keturunan yang sehat dan berkualitas. Selain itu,

peningkatan usia perkawinan bagi perempuan di atas 16 (enam belas) tahun

diharapkan dapat menurunkan angka kelahiran dan mengurangi risiko kematian

ibu dan anak.

Selain itu, hak anak juga dapat dilaksanakan untuk mengoptimalkan

pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk membantu orang tua dan anak

mendapatkan akses pendidikan yang sebaik-baiknya. Namun, karena tingkat

kedewasaan diatur oleh undang-undang, maka perkawinan di bawah ukuran

tersebut digolongkan sebagai perkawinan dini.14

Usia dimana seorang laki-laki memasuki pintu perkawinan dan kehidupan

rumah tangga cenderung menitikberatkan pada kematangan fisik dan mental serta

kemampuan memikul tanggung jawab sebagai suami dalam rumah tangganya.

14
Intruksi Mendagri Nomor 27 Tahun 1983 tentang Usia Perkawinan dalam Rangka
Mendukung Program Kependudukan dan Keluarga Berencana, ditetapkan tanggal 24 Juli 1983.
24

Batas usia ini cocok untuk orang muda kecuali ada keadaan lain yang

mempercepat pernikahan untuk melindungi orang tersebut dari dosa yang lebih

buruk akibatnya baginya. Sebaliknya, usia di mana seorang wanita mulai menikah

adalah hasil dari kemungkinan kehamilan dan persalinan pertamanya akan terjadi

dalam waktu singkat, sehingga dia dapat memenuhi tugasnya sebagai istri dan ibu

dengan sebaik-baiknya.15

Prinsip-prinsip perkawinan antara lain calon pasangan harus cukup dewasa

lahir dan batin untuk mencapai tujuan perkawinan yang baik tanpa perceraian,

menghasilkan anak yang baik, dan sehat jasmani dan rohani. Pada dasarnya

kedewasaan jiwa memasuki pintu depan sangat berarti. Menikah di usia muda

belum siap secara mental maupun fisik, seringkali menimbulkan perceraian.16

Kembali kepada pernikahan yang agung dan mulia itu juga berfungsi

sebagai forum pendidikan dan pembinaan generasi yang akan datang, maka

hendaknya suatu perkawinan itu dilaksanakan setelah kedua belah pihak betul-

betul mempunyai kesiapan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas

sebagaimana suami dan istri yang baik bahkan siap untuk menjadi bapak dan ibu

yang baik.17 Laki-laki dan perempuan ada yang sanggup melaksanakan

perkawinan dan ada yang tidak sanggup melaksanakannya.

Kesanggupan itu pada dasarnya bukan syarat mutlak untuk melaksanakan

suatu perkawinan, tetapi ada dan tidak kesanggupan itu dapat menentukan apakah

perkawinan itu dapat atau tidak dapat mencapai tujuannya. Kesanggupan

15
Latif Nasarudin, Ilmu Perkawinan Problematika Seputar Keluarga, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 2001), hlm. 22.
16
Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, (Bandung: Al-Bayan, 1994), hlm. 18.
17
Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah Keluarga, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 27.
25

merupakan imbangan dari hak dan kewajiban. Seorang sanggup untuk kawin

berarti ia adalah orang yang sanggup memenuhi kewajiban istri atau suaminya.

Sebaliknya orang yang tidak sanggup untuk kawin adalah orang yang tidak

sanggup untuk melaksanakan hak-hak istri atau suaminya.18

Sebagaimana halnya dengan hak, maka kesanggupan itu adakalanya

merupakan syarat sahnya akad nikah dan adakalanya tidak merupakan syarat

sahnya akad nikah, tergantung pada calon-calon mempelai yang oleh agama diberi

hak-hak, karena adanya ikatan pernikahan. Apabila calon suami atau istri rela

dengan calon istri atau suami yang tidak dapat melakukan kewajiban setelah

terjadi akad nikah, maka kesanggupan itu tidak menjadi syarat sahnya akad nikah.

Sebaliknya bila calon suami atau calon istri tidak rela dengan tidak adanya

kesanggupan pihak-pihak yang lain, maka kesanggupan itu merupakan syarat sah

akad nikah. Secara garis besarnya kesanggupan itu dibagi atas:19

1. Kesanggupan jasmani dan rohani

2. Kesanggupan memberi nafkah

3. Kesanggupan bergaul dan mengurus rumah tangga

Keharmonisan dalam keluarga tidak semata diukur umur, karena

semuanya dikembalikan kepada pribadi masing-masing, tetapi umur biasanya

mempengaruhi cara berpikir dan tindakan seseorang. Umur yang masih muda

biasanya lebih labil dalam menghadapi masalah. Seseorang yang akan menikah

diharapkan lebih memikirkan kehidupan setelah pernikahan dengan memenuhi

18
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarata: PT Bulan
Bintang, 1993), hlm. 39.
19
Ibid, hlm. 63.
26

kematangan jasmani dan rohani pada saat memasuki gerbang pernikahan,

sehingga akan menjadi pernikahan yang bahagia.

Kabupaten Sarolangun adalah kabupaten di provinsi Jambi, Indonesia.

Kabupaten ini merupakan pemekaran dari kabupaten Sarolangun Bangko,

kemudian resmi berdiri pada tanggal 12 Oktober 1999 yang berdasarkan pada UU

RI nomor 54 tahun 1999. Kabupaten Sarolangun dengan luas wilayah 6.174 km²

memiliki 5 kecamatan salah satunya ialah kecamatan pelawan dengan jumlah

penduduk 33.187 jiwa. Kecamatan Pelawan sebelum memiliki peraturan mengenai

pernikahan, termasuk pernikahan dini yang terhitung tinggi di kecamatan pelawan.

Kasus pernikahan dini di kecamatan pelawan telah mencapai 70% dari tahun 2017

hingga saat ini.

Pernikahan dini di Kabupaten Pelalawan disebabkan oleh beberapa faktor

yaitu seorang ibu rumah tangga berusia 21 tahun yang pendidikannya hanya tamat

SD, Ibu A memiliki seorang putra berusia 3 tahun. Menikah di Bogor pada tahun

2006 atas wasiat orang tua. Profesi suaminya adalah seorang pengusaha. Ibu ini

tidak mengetahui UU Perkawinan No 1 Tahun 1974, namun mengetahui salah satu

pasalnya mengatur tentang usia menikah. Rumah tangga yang mereka tinggali

kurang harmonis karena masalah keuangan.

Berbeda dengan kasus lainnya yaitu Ibu b, seorang ibu muda berusia 17

tahun. Pendidikan terakhirnya adalah SMA. Ia sudah punya anak berumur satu

tahun. Menikah di Depok tahun 2010 karena sebelumnya harus hamil. Profesi

Suaminya masih pelajar. Ibu muda ini tidak tahu menahu tentang UU No 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan. Kehidupan pribadi ibu muda ini sangat tragis karena
27

keluarganya di ambang perpisahan karena suaminya tidak mendukung secara fisik

maupun mental.

Dan kasus terakhir yaitu Ibu. E. berusia 18 tahun. Pendidikannya SMA.

Dia melangsungkan pernikahan di Cilangkap pada tahun 2010. Dia menikah

karena sudah hamil, tapi sayang baru saja keguguran dan ibu ini juga tidak tahu isi

UU No. 1. 1974 tentang perkawinan. Situasi rumah tangganya juga melemah

karena masalah keuangan.

Melihat kasus di atas, pernikahan dini di wilayah Pelawan disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu ekonomi, sosial, pendidikan dan konsekuensi pergaulan

bebas remaja yang mengharuskan pernikahan dini. Setelah pemberlakuan tata cara,

jumlah pernikahan menurun. Peraturan ini berhasil menekan angka pernikahan

dini di Kecamatan Pelawan.20 Melalui aturan perubahan Undang-Undang

perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 di Pengadilan Agama Sarolangun.

Perubahan norma dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terntang

perkawinan ini menjangkau batas usia untuk menikah, perubahan norma

menjangkau dengan menaikkan batas minimal uais menikah bagi perempuan.

Dalam hal ini batas minimal usia pernikahan bagi perempuan disamakan dengan

batas minmal usia pernikahan bagi laki-laki, yaitu 19 (sembilan belas) tahun batas

usia di maksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan

pernikahan agar dapat mewujudkan tujuan pernikahan secara baik tanpa berakhir

pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Diharapkan

juga kenaikan batas usia yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi bagi
perempuan untuk menikah akan mengakibatkan laju kelahiran lebih rendah dan

20
Buku Catatan Kehendak Nikah Kecamatan Pelawan.
28

menurunkan resiko kematian ibu dan anak. selain tu juga dapat terpenuhinya hak-

hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak termasuk

pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap pendidikan

setinggi mungkin sebagaimana dia amanatkan dalam undang-undang Nomor 23

Tahun 2002. Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Tabel 1.1
Jumlah Pasangan Pengantin yang Menikah di Kecamatan Pelawan,
Kabupaten Sarolangun Tahun 2017-2021
No Tahun Jumlah Pasangan yang Pasangan yang Menikah
. Menikah Usia Dini
1. 2017 23 Orang 2 Orang
2. 2018 16 Orang 1 Orang
3. 2019 13 Orang 1 Orang
4. 2020 15 Orang -
5. 2021 11 Orang -
Sumber: Kantor Urusan Agama Kecamatan Pelawan, 2022.

Hasil wawancara dengan P3N (Pegawai Pembantu Pencatat Nikah),


dengan Bapak H. Normal, Sag selaku kepala KUA kecamatan pelawan beliau
mengatakan bahwa:
“Kecamatan Pelawan pada tahun 2017 tercatat ada 2 anak yang melakukan
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Sarolangun. tahun
2018 terdapat 1 anak dan pada tahun 2019 terdapat 1 anak yang melakukan
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Sarolangun. Angka
tersebut dari tahun ke tahun menurut petugas P3N Kecamatan Pelawan
semakin mengalami penurunan.”21

Berdasarkan temuan tersebut, penulis menyoroti tidak hanya maraknya

pernikahan di bawah umur, tetapi juga fakta bahwa upaya Pemerintah Kecamatan

21
Wawancara dengan Bapak H. Normal, Sag selaku kepala KUA kecamatan pelawan
pada hari Rabu, 19 Oktober 2022.
29

Pelawan untuk meminimalkan atau bahkan menghapuskan pernikahan dini dapat

menurun dari tahun ke tahun. Dalam latar belakang ini, penulis ingin menulis

judul penelitian “Upaya Pemerintah Sarolangun dalam Mengatasi

Pernikahan Usia Dini (Studi Kasus Kecamatan Pelawan Kabupaten

Sarolangun”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan pokok masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi

pernikahan usia dini?

2. Bagaimana bentuk upaya pemerintah Kabupaten Sarolangun dalam mengatasi

pernikahan usia dini?

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang akan diteliti maka

tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bentuk tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam

mengatasi pernikahan usia dini.

b. Untuk mengetahui bentuk upaya pemerintah Kabupaten Sarolangun

dalam mengatasi pernikahan usia dini.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan manfaat yang diharapkan penelitian ini adalah:


30

a. Guna praktis, penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan masukan

dan koreksi bagi pihak berwenang baik itu pembuat kebijakan

(Pemerintah) maupun pelaksana kebijakan di pemerintahan Kecamatan

Pelawan.

b. Guna akademis, penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah

referensi kepustakaan di Fakultas Syariah khususnya, dan Universitas

Islam Negeri STS Jambi.

c. Guna teoritis, mengembangkan teori keilmuan khususnya Ilmu

Pemerintahan yang berkait dengan Pemerintahan Kecamatan.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu proses penelitian atau pemahaman yang

berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan juga

masalah manusia.22

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana. Waktu penelitian dimulai setelah dikeluarkannya surat izin riset

untuk melanjutkan proses penelitian. Dengan jam operasional sesuai jam kerja

yaitu mulai dari pukul 07.30 WIB s/d 16.00 WIB setiap hari.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan cara dengan mengumpulkan data

dalam bentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka, berdasar pada data

22
Iskandar, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Gaung Persada, 2009), hlm.11
31

aktual atau peristiwa yang diperoleh selama penelitian, atau langsung di

tempat, dengan tujuan untuk mengkonfirmasi keadaan yang sebenarnya.23

3. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Jenis Data

Penelitian secara umum memiliki dua jenis data, yaitu data primer dan

data sekunder. Berikut jenis data yang digunakan dalam sebuah penelitian,

yaitu:

1. Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data pokok

yang diperlukan dalam penelitian, yang diperoleh secara langsung dari

sumbernya serta dari lokasi objek penelitian. Adapun sumber data primer

adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang berkaitan dengan

upaya Pemerintah Sarolangun dalam mengatasi pernikahan usia dini.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung

biasanya tersusun dalam bentuk dokumen. Sumber yang didapatkan dari

referensi-referensi buku, internet, dan hasil penelitian lainnya.

23
Ibid, hlm. 12.
32

b. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh.

Sumber data dapat diperoleh dari tindakan, pengamatan, ataupun data-data

yang didapat pada saat penelitian berlangsung. Sumber data penelitian ini

diperoleh dari:

1. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (1 Orang)

2. KUA Kecamatan Pelawan (1 Orang)

3. Kelompok Masyarakat Kecamatan Pelawan (8 Orang)

4. Artikel, buku, jurnal, dokumen dan sumber data yang berkaitan dengan

penelitian.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, untuk mempermudah dan mendapatkan data yang di

butuhkan peneliti menggunakan beberapa instrumen pengumpulan data yaitu:

a. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mengandalkan penelitian secara teliti serta pencatatan

sistematis. Menurut Gunawan, observasi merupakan studi yang disengaja

dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala dengan jalan

pengamatan dan pencatatan.24 Observasi juga bisa disbeut sebagai

pengamatan langsung, yakni pengumpulan data di mana penyelidik

mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala dan objek yang diteliti.25

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan langsung terhadap


24
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Teori Dan Praktek, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013 ), hlm. 14.
25
Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito), 1980, hlm. 102.
33

objek penelitian yaitu upaya pemerintah Sarolangun dalam mengatasi

pernikahan dini.

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses tanya jawab dalam sebuah penelitian

yang berlangsung secara lisan kepada pihak yang terlibat dalam penelitian.26

Informasi yang diperoleh kemudian didokumentasi-kan dalam bentuk

catatan tertulis, maupun audio untuk memperkuat penilaian data yang

diperoleh. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk

mengetahui bagaimana upaya Pemerintah Sarolangun dalam mengatasi

pernikahan usia dini.

Wawancara ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara

langsung untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas. Penulis

menggunakan teknik sampling “porposive sampling” yaitu dengan

menunjuk anggota populasi tertentu yang dikumpulkan atas dasar

pertimbangan tertentu sesuai dengan data yang dibutuhkan.

c. Dokumentasi

Pengumpulan data melaui dokumentasi ini diperlukan alat instrument

yang memandu untuk mengambil data-data dokumen, dokumen adalah

catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada masa lalu
metode dokumentasi merupakan sumber yang bermanfaat karena telah

26
Dudung Abdurrahman, Pengantar Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. 2002) Hlm. 33-34.
34

tersedia sehingga relatif mudah memperolehnya, dan merupakan sumber

yang stabil dan akurat.27

5. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis data bukanlah suatu pekerjaan yang terpisah, melainkan

berproses secara bersamaan serta berbentuk siklus bukan linier. Menurut

Huberman dan Miles, sifat-sifat pengumpulan data dan analisisnya merupakan

hal yang berkaitan dalam proses penelitian. Ada berbagai cara yang digunakan

peneliti dalam menganalisis data, yaitu:28

a. Reduksi Data

Mereduksi data merupakan suatu kegiatan merangkum, memilih halhal

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya

serta membuang yang tidak perlu. Hal ini dilakukan untuk mengatur data

sedemikian rupa sehingga dapat menarik kesimpulan atau memperoleh

pokok temuan. Proses berlangsung hingga laporan akhir selesai atau dengan

kata lain bahwa data adalah proses seleksi, penafsiran, penyederhanaan dan

abstraksi data kasar.

b. Sajian Data

Sajian data merupakan cara yang dilakukan peneliti supaya

mendapatkan gambaran tentang data keseluruhan, yang memungkinkan

adanya penarikan kesimpulan. Peneliti berusaha menyusun keseluruhan data

kedalam penyajian data yang lebih jelas serta mudah untuk dipahami.

27
W.Gulo, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Gramedia, 2007 ), hlm. 123.
28
Sandu Siyoto dkk. 2015. Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta : Literasi Media
Publising), hlm 100
35

Seperti menyajikan data yang telah direduksi dalam bentuk konseptual,

matriks, grafik dan sebagainya.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan tahapan akhir dalam proses analisis

data. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari makna data yang diperoleh

dan dikumpulkan dengan mencari hubungan, persamaan atau perbedaan.

Penarikan kesimpulan dalam penlitian berdasarkan data yang diperoleh dan

ditemukan dari berbagai sumber, dianalisi, dan direduksi untuk menarik

sebuah kesimpulan.

d. Verifiikasi Data

Dari data-data yang diperoleh dari hasil wawancara. Studi Literatur

kemudian peneliti mencari makna dari hasil penelitian atau hasil yang

terkumpul.29

6. Keabsahan Data/Triangulasi

Triangulasi adalah metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif

untuk memeriksa dan menetapkan validitas dengan menganalisa dari berbagai

perspektif. Validitas dalam penelitian kualitatif mengacu pada apakah temuan

penelitian secara akurat mencerminkan situasi dan didukung oleh

bukti.Triangulasi merupakan gabungan atau kombinasi berbagai metode yang

dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan

perspektif yang berbeda.30

29
Dewi, Skripsi Efektivitas Pelayanan Publik, (Universitas Hasanuddin: 2017).
30
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 330-332.
36

a. Triangulasi metode merupakan usaha mengecek keabsahan data atau

mengecek keabsahan temuan penelitian. Dalam triangulasi metode dapat

dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data

untuk mendapatkan data yang sama yaitu dapat berupa observasi,

dokumentasi, dan wawancara. Kemudian pelaksanaannya dapat juga dengan

cara cek dan recek.

b. Triangulasi waktu. Menurut Sugiyono dalam rangka pengujian kredibilitas

data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan

wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang

berbeda. Jadi kondisi mampu mempengaruhi proses pengumpulan data..

c. Triangulasi sumber merupakan membandingkan dan mengecek kembali

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang

berbeda. Seperti membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara

dan membandingkan dengan apa yang dikatakan orang didepan umum

dengan apa yang dikatakan secara pribadi serta membandingkan hasil

wawancara dengan metode yang ada.

Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi metode

dan triangulasi sumber data sampai data lengkap kemudian divalidasi dari

berbagai sumber sehingga dapat menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan.

Dengan teknik ini diharapkan data yang dikumpulkan memenuhi konstruk

penarikan kesimpulan. Kombinasi triangulasi ini dilakukan bersamaan dengan

kegiatan di lapangan, sehingga peneliti bisa melakukan pencatatan data secara


37

lengkap. Dengan demikian, diharapkan data yang dikumpulkan layak untuk

dimanfaatkan.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari perbandingan

dan selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk peneltiain selanjutnya di

samping itu kajian terdahulu membantu penelitian dapat memposisikan penelitian

serta menujukkan orsinalitas dari penelitian. Pada bagaian ini peneliti

mencamtumkan berbagai hasil penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang

hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasannya, baik penelitian yang sudah

terpublikasikan atau belum terpublikasikan. Berikut merupakan penelitian

terdahulu yang masih terkait dengan tema yang penulis kaji:

1. “Dampak Perkawinan Dini di Indonesia”, oleh Djamilah, Reni Kartikawati

Jurnal Studi Pemuda. Vol. 3, No. 1, Mei 2014. Tulisan ini bertujuan untuk

mengidentifi kasi dampak ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya dari

permasalahan perkawinan anak di 8 (delapan) wilayah penelitian, yaitu DKI

Jakarta, Semarang, Banyuwangi, Bandar Lampung, Kabupaten Sukabumi,

Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Selain itu,

memberikan rekomendasi kebijakan terkait dengan pendidikan kesehatan

reproduksi dan seksual bagi remaja. Tulisan didasarkan penelitian yang

menggunakan metode kualitatif melalui diskusi kelompok terfokus dan

wawancara mendalam di delapan kota di Indonesia selama bulan Juni - Juli

2014. Diskusi kelompok terfokus dilakukan terhadap remaja yang tidak

melakukan perkawinan dini, sedangkan wawancara mendalam dilakukan


38

terhadap remaja yang melakukan perkawinan muda, orang tua remaja, tokoh

agama/masyarakat, pemerintah daerah, organisasi sosial masyarakat, kepala

sekolah/guru/akademisi, kepala catatan sipil/ KUA, dan petugas

kesehatan/dinas kesehatan. Penelitian ini berhasil mengidentifi kasi dampak

ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya di masing-masing daerah. Faktor

dominan mengapa terjadi perkawinan anak karena kurangnya pendidikan

kesehatan reproduksi dan seksual (PKRS) yang komprehensif sejak dini untuk

memberikan pemahaman yang tepat untuk remaja akan pilihannya. Oleh sebab

itu direkomendasikan untuk memberikan pemahaman tentang kesehatan

reproduksi yang komprehensif sejak dini di sekolah dan meninjau ulang UU

Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

2. “Pernikahan Dini dan Pengaruhnya terhadap Keluarga di Kabupaten Sumenep

Jawa Timur”, oleh Agus Mahfudin, Khoirotul Waqi’ah. Penelitian ini bertujuan

untuk menggali penyebab dan dampak yang dialami mereka yang

melaksanakan pernikahan di bawah umur di Desa Dapenda Kecamatan Batang-

Batang Kabupaten Sumenep. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah field

risearch yang digunakan untuk menghimpun informasi melalui wawancara

terhadap sejumlah elemen masyarakat dam melalui observasi lapangan.

Wilayah ini dipilih karena banyak terjadi pernikahan di bawah umur. Hal ini

telah bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan

masyarakat Desa Dapenda melaksanakan pernikahan di bawah umur, karena


39

faktor ekonomi, orang tua, pendidikan, adat, dan kemauan sendiri. Pernikahan

di bawah umur menimbulkan dampak negatif bagi pelakunya, seperti

pertikaian suami-istri, ketidaksiapan ekonomi, konflik keluarga sampai

berujung ke peceraian. Secara umum dalam hukum islam mengenai pernikahan

di bawah umur, pendapat dari fuqaha dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu:

“Pandangan jumhur fuqaha yang membolehkan pernikahan di bawah umur

walaupun demikian kebolehan pernikahan di bawah umur ini tidak serta

membolehkan adanya hubungan badan. Jika hubungan badan akan

mengakibatkan adanya dharar, maka hal itu terlarang baik pernikahan di usia

dini maupun sudah dewasa. Pandangan Ibnu Syubrumah dan Abu Bakr Al

Asham, menyatakan bahwa pernikahan di bawah umur hukumnya terlarang

secara mutlak. Pandangan Ibnu Hazm, beliau memilih antara pernikahan antara

anak lelaki kecil dan pernikahan anak perempuan kecil. Pernikahan anak

perempuan yang masih kecil oleh bapaknya dibolehkan, sedangkan anak lelaki

yang masih kecil dilarang. Pendapat yang dijadikan dasar adalah zhahir hadits

pernikahan Aisyah dengan Nabi Muhammad SAW. Jadi dalam diskursusfikih

(Islamic Jurisprudence) tidak ditemukan kaidah yang sifatnya menentukan

batas usia nikah. Karenanya menurut fiqh semua tingkatan umur dapat

melangsungkan pernikahan dengan dasar bahwa telah mampu secara fisik,

biologis, dan mental. Akan tetapi pernikahan hendaknya dilaksanakan ketika

cukup umur dan telah matang jiwa raganya”41 Sedangkan dalam peraturan

Pemerintah Republik Indonesia nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan

Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan bab 2 pasal 6 no.2 (c)
40

izin tertulis/izin pengadilan sebagai dimaksud dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4)

dan (5) Undang-Undang apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya

belum mencapai umur 21 tahun42. Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan No.1

Tahun 1974 menyatakan : “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Perkawinan sah

apabila dilakukan menurut satu hukum agama, artinya pihak yang akan

menikah menganut agama yang sama. Jika berlainan agama, maka salah

satunya ikut menganut agama pihak lainnya agar perkawinan dapat

dilangsungkan atau para pihak melangsungkan perkawinan berdasarkan hukum

satu agama. Dan umur 21 tahun kalau belum harus mendapat izin kedua

orangtua”.

Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat kesamaan hubungan antara

kedua penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti d

pasangan terhadap anak pasangan muda dan permasalahan yang muncul di tengah

keluarga.
BAB II

KERANGKA TEORI

Kerangka teori merupakan uraian yang ringkas tentang teori yang

digunakan dalam penelitian dan cara menggunakan teori ini dalam menjawab

pertanyaan peneliti. Kerangka teori juga adalah suatu model yang menerangkan

bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah

diketahui dalam suatu masalah tertentu.31 Kerangka teori adalah bagian dari

sebuah peneliti atau tempat peneliti memberikan suatu penjelasan tentang hal

yang berhubungan dengan pokok masalah yang ada dalam penelitiannya.

Penelitian ini membutuhkan dasar pemikiran yang terarah dan tepat sasaran,

bagaimana membahas masalah-masalah yang ada di lapangan. Maka penulis

menganggap perlu penggunaan kerangka teori sebagai landasan berpikir guna

mendapatkan penalaran berupa konsep, definisi dan proporsi yang disusun secara

sistematis. Beberapa teori yang digunakan oleh peneliti untuk menjawab

pertanyaaan dari penelitian ini sebagai berikut:

A. Pemerintah

1. Pengertian Pemerintah

Pemerintah berasal dari suku kata “perintah” (to order) yang berarti

sesuatu yanng harus dilaksanakan atau sistem menjalankan wewenang dan

kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik suatu negara atau

bagian-bagiannya. Jadi pemerintah adalah badan, organ, atau lembaga yang

mempunyai kekuasaan untuk memerintah dalam suatu negara. Sedangkan

31
Muh Fitrah dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, tindakan kelas dan studi
kasus, (Jawa Barat: CV Jejak, 2017), hlm. 120.

41
42

pemerintahan adalah keseluruhan aktivitas (tugas, fungsi, kewenangan) yang

dilaksanakan secara terorganisir oleh badan, organ atau lembaga pemerintah

demi tercapainya suatu negara.32

Pemerintah menurut Sudiranata adalah organisasi yang mempunyai

kekuatan besar dalam suatu negara, mencakup urusan masyarakat, teritorial

dan urusan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan negara. Dengan demikian,

pada umumnya Pemerintah adalah sekelompok individu yang mempunyai

wewenang tertentu untuk melaksanakan kekuasaan atau sekelompok individu

yang mempunyai dan melaksanakan wewenang yang sah dan melindungi serta

meningkatkan melalui perbuatan dan pelaksanaan berbagai keputusan yang

dibuat pemerintah berdasarkan perundangundangan baik tertulis maupun

tidak.33

Tujuan utama dibentuk pemerintahan adalah melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan Pemerintah

Negara Indonesia tersebut yaitu memberikan perlindungan dan kesejahteraan

bagi anak, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

sebagaimana tercantum dalam amandemen Undang-Undang Dasar Negara

32
Talizidhuhu Ndraha, Kybernology I (Ilmu Pemerintahan Baru), (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), hlm. 6.
33
Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan, (Jakarta : Kelapa Gading Permai,
2007), hlm. 24.
43

Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2). Ketentuan tersebut,

mengandung arti bahwa anak mempunyai hak untuk dilindungi dari eksploitasi

ekonomi dan bekerja pada pekerjaan yang membahayakan atau mengganggu

pendidikan anak, merusak kesehatan fisik, mental, spiritual, moral dan

perkembangan sosial anak. Pembinaan kesejahteraan anak termasuk pemberian

kesempatan untuk mengembangkan haknya, pelaksanaannya tidak saja

merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga, bangsa, dan negara melainkan

diperlukan pula kerja sama internasional.34

Secara strukturnya, di Negara Kesatuan Republik Indonesia kita mengenal

sistem pemerintahan, yang mana sistem pemerintahannya terdiri atas

pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah yang diatur dalam Pasal 18

UUDNRI Tahun 1945 mengenai Pemerintah Daerah. Pada dasarnya, negara

dengan bentuk kesatuan hanya mengenal satu sistem pemerintah, yaitu

pemerintah pusat. Menurut C.F. Strong, hakikat negara kesatuan adalah negara

yang kedaulatannya tidak terbagi atau dengan kata lain negara yang kekuasaan

pemerintah pusatnya tak terbatas karena konstitusi negara kesatuan tidak

mengakui adanya badan pembuat undang-undang selain badan pembuat

undang-undang pusat.

Sebuah organisasi, yang disebut Weber sebagai birokrasi, menetapkan

standarnya sendiri yang harus dipenuhi. Organisasi bekerja secara efektif

ketika anggota mengikuti semua aturan. Organisasi dapat menggunakan

kekuasaannya dengan memberi penghargaan kepada mereka yang patuh atau

34
Riyaas Rasyid, Makna Pemerintahan Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan,
(Jakarta :PT. Mutiara Sumber Widia, 2002), hlm. 14-16.
44

menghukum mereka yang tidak patuh untuk membuat anggotanya mematuhi

aturan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Pasolong, Supriadi Legino

menjelaskan bahwa birokrasi adalah suatu organisasi yang dipimpin oleh

pejabat pemerintah di bawah seorang menteri yang fungsi utamanya

memberikan pelayanan. Birokrasi bagi administrasi publik, administrasi publik

termasuk penyelenggaraan dan pengembangan pelayanan publik, seringoleh

masyarakat diartikan dalam konotasi yang berbeda.35

2. Tugas dan Fungsi Pemerintah

Pemerintah merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam kehidupan

bermasyarakat yaitu hubungan antara manusia dengan setiap kelompok

termasuk dalam keluarga. Masyarakat sebagai suatu gabungan dari sistem

sosial, akan senantiasa menyangkut dengan unsur-unsur pemenuhan kebutuhan

dasar manusia seperti keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalam

memenuhi kebutuhan dasar itu, manusia perlu bekerja sama dan berkelompok

dengan orang lain; dan bagi kebutuhan sekunder maka diperlukan bahasa untuk

berkomunikasi menurut makna yang disepakati bersama, dan institusi sosial

yang berlaku sebagai kontrol dalam aktivitas dan mengembangkan masyarakat.

Ciri utama dari struktur birokrasi adalah adanya prinsip pembagian kerja,

struktur hierarkis, aturan dan prosedur, prinsip netral dan tidak memihak,

penempatan berdasarkan karier dan birokrasi murni. Dengan adanya

paradigmabaru, birokrasi memiliki ciri-ciri tambahan, yaitu mengarahkan,

memberdayakan, dan menciptakan persaingan dalam pelayanan publik.

35
Supriadi Legino, Menjawab Tantangan Reformasi Birokrasi: Kepemimpinan
Transformasional dan Organisasi Lateral, (Jakarta : Indonesia Press, 2009), hlm. 23.
45

Menurut Tamin, terdapat empat fungsi yang diemban sebuah birokrasi negara,

yaitu:

1) Fungsi instrumental, yaitu menjabarkan kebijakan perundang-undangan dan

kebijaksanaan publik dalam kegiatan-kegiatan rutin untuk memproduksi

jasa, pelayanan, komoditi, atau mewujudkan situasi tertentu.

2) Fungsi politik, yaitu memberi input berupa saran, informasi, fisik, dan

profesionalisme untuk mempengaruhi sosok kebijaksanaan.

3) Fungsi katalis publik interest, yaitu mengartikulasikan aspirasi dan

kepentingan publik dan mengintegrasikan ke dalam kebijaksanaan dan

keputusan pemerintah.

4) Fungsi entrepreneurial, yaitu memberikan inspirasi bagi kegiatankegiatan

inovatif, mengaktifkan sumber-sumber potensial yangideal dan menciptakan

resource-mix yang optimal untuk mencapai tujuan.36

Tugas pemerintah menurut Kaufman dalam Thoha adalah melayani dan

mengatur masyarakat. Mandat pelayanan lebih menekankan pada pengutamaan

kepentingan publik, memfasilitasi urusan publik, mempersingkat waktu

penyelesaian penyelenggaraan urusan publik, dan kepuasan publik, sedangkan

mandat regulasi lebih menekankan pada kekuasaan atau kewenangan kepentingan

publik.37

Inti dari tugas pokok pengurus dapat dirangkum dalam tiga tugas pokok,

yaitu: Pelayanan (Service), Pemberdayaan (Empowerment) dan Pengembangan

36
Tamin, F, Reformasi Birokrasi: Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara, (Jakarta:
Belantika, 2004), hlm. 11.
37
Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003), hlm. 71.
46

(Development). Pelayanan menciptakan keadilan dalam masyarakat,

pemberdayaan mendorong kemandirian dalam masyarakat dan pembangunan

menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat.38

Siagian menjelaskan manajemen memiliki empat fungsi utama, yaitu:

Pertama, pemeliharaan ketertiban dan perdamaian (maintenance of peace and

order), kedua, pertahanan dan keamanan, ketiga, diplomasi, dan keempat,

perpajakan. Menurut Ndraha, saat ini ada dua jenis:39

1) Fungsi primer, yaitu fungsi yang terus berfungsi dan berhubungan positif

dengan pemberdayaan yang diperintah. Artinya, semakin besar kekuasaan yang

dimiliki penguasa, semakin besar pula tugas utama pemerintah. Pemerintah

berperan utama sebagai penyedia pelayanan publik yang belum diprivatisasi,

antara lain pelayanan pertahanan dan keamanan, pelayanan publik termasuk

pelayanan birokrasi.

2) Fungsi sekunder adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan tingkat

keberdayaan yang dapat dikendalikan. Artinya, semakin banyak kekuasaan

yang dikendalikan, semakin sedikit fungsi sekunder yang dimiliki pemerintah.

Pemerintah kurang berperan sebagai penyedia kebutuhan dan permintaan

barang dan jasa yang diperintahnya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri

karena masih lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan

pengembangan sarana dan prasarana.

Karena besar dan kompleksnya tanggung jawab pemerintah yang bergerak

di sebagian besar wilayah negara, maka menurut Pasal 18 ayat 1 dan 2 UUD 1945
38
Riyaas Rasyid, Op. Cit, hlm. 59.
39
Taliziduhu Ndraha, Ilmu Pemerintahan Jilid I, (Jakarta: BKU Ilmu Pemerintahan
Kerjasama IIP-UNPAD, 2000), hlm. 78.
47

dan Bab II tentang Pembagian Wilayah, UU No. 23, Pasal 2 Keputusan

Pemerintah Daerah Tahun 2014 menjelaskan bahwa negara kesatuan Republik

Indonesia dibagi menjadi provinsi dan provinsi menjadi negara bagian dan kota.

Pembentukan daerah yang terbagi atas daerah besar dan kecil diperlukan untuk

memperlancar pelaksanaan tugas pemerintahan, dan pembentukan itu dari pusat

(pemerintahan) ke daerah (pemerintahan daerah) yang tidak dapat dipisahkan atau

dibedakan satu sama lain. terpisah satu sama lain sehingga dapat menyesuaikan

dengan keinginan masyarakat yang berkembang dan juga bertanggung jawab

kepada masyarakat.

Meski tetap tidak berubah, namun menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, daerah yang dimaksud bersifat

mandiri, tidak memiliki hubungan hierarkis satu sama lain, dan bersifat otonom.

Dengan terbentuknya suatu pemerintahan yang dibangun dari pusat sampai ke

daerah semakin mendekatkan pemerintahan dengan rakyat, sehingga

memudahkan dalam pemenuhan tugas-tugas seperti pemenuhan tugas melayani

masyarakat, karena pada hakekatnya pemerintahan tidak didirikan untuk ; untuk

melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat. Pemerintah harus

didekatkan dengan rakyat, karena pemerintahan yang baik adalah pemerintahan

yang dekat dengan rakyat. Pemerintah harus lebih didekatkan dengan masyarakat

agar pelayanan yang diberikan menjadi lebih baik. Hal ini didasarkan pada
48

kenyataan bahwa pemerintah pada hakekatnya menikmati kepercayaan dan

keyakinan rakyat.40

Otonomi daerah merupakan tanda pelaksanaan asas desentralisasi dalam

penyelenggaraan negara. Menurut asas ini, kekuasaan negara dibagi antara

pemerintah di satu pihak dan provinsi di pihak lain. Pembagian kekuasaan yang

berkaitan dengan otonomi daerah tidak sama di berbagai negara, tergantung pada

sistem dan kemauan politik pemerintah dalam memberikan kekuasaan tersebut.

Dalam tatanan negara kesatuan, akan ada pemerintahan daerah atau pemerintahan

atas rakyat. Menurut Amrah Muslimin, karena peningkatan kekuasaan yang

dilakukan oleh pemerintah, pemerintah tidak dapat mengelola semua layanan ini

dengan baik.41

B. Kewenangan Pemerintah Daerah

Kewenangan pemerintah berkaitan erat dengan asas legalitas, Asas

legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warga Negara harus

didasarkan pada undang-undang. Asas legalitas ini merupakan prinsip Negara

hukum yang menekan pada pemerintahan berdasarkan undang-undang. Dengan

kata lain, setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki

legimitasi, yaitu kewenangan yang dimiliki pemerintah ini haruslah berasal dari

peraturan perundang-undangan. Dengan demikian substansi dari asas legalitas

adalah wewenang.42

40
Riyaas Rasyid, Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan Politik Orde Baru, (Jakarta:
Yarsif Watampone, 2001), hlm. 99.
41
Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 2006),
hlm.5.
42
S.F Marbun dan Mahfud, Pokok-pokok hukum administrasi Negara, 1987, Yogyakarta :
Liberty, hlm. 5.
49

Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-

undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu; atribusi, delegasi ,dan

mandate. Menurut H.D.Van Wijk/Willem Konijnenbelt sebagaimana dikutip

Ridwan HR,atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat

undang-undang kepada organisasi pemerintahan, delegasi adalah suatu

pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan mengizinkan

kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.43

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No.

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa yang dimaksud

dengan pemerintah daerah adalah penyelenggaran urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dan sistim serta prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintahan daerah diselenggarakan oleh

pemerintah daerah.Pengertian Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau

walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah

(lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No.32 Tahun 2004).Gubernur sebagai

Kepala Daerah Provinsi berfungsi pula selaku wakil pemerintah di

daerah.Gubernur menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan

tugas dan fungsi pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan

terhadap penyelenggaraan urusan pemerintah, pada strata pemerintahan provinsi.


Wewenang pemerintah adalah kekuasaan yang ada pada pemerintah untuk

menjalankan fungsi dan tugasnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

43
Ibid, hlm.7.
50

Dengan kata lain, wewenang merupakan kekuasaan yang mempunyai landasan

untuk mengambil tindakan atau perbuatan hukum agar tidak timbul akibat hukum,

yakni terwujudnya kesewenang-wenangan (onwetmating). Keseluruhan

pelaksanaan dari wewenang pemerintahan dilakukan atau dilaksanakan oleh

pemerintah, tanpa adanya wewenang pemerintahan maka tentunya pemerintah

tidak akan dapat melakukan suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan.44

Wewenang itu sendiri adalah kemampuan untuk melakukan tindakan-

tindakan hukum tertentu atau keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan

perolehan dan penggunaaan wewenang-wewenang pemerintahan oleh subjek

hukum publik di dalam hubungan hukum.45

Peran dan tanggung jawab dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sarolangun

Nomor 06 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Anak bertujuan untuk perlindungan

anak dan menjamin pemenuhan hak anak. Bahwa yang dimaksud perlindungan

anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-

haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal

sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan kekerasan

dan diskriminasi. Sesuai dengan pasal 23 ayat 1-3, pemerintah wajib:46

a. Pemerintah bertanggung jawab mencegah pernikahan dini.


b. Tanggungjawab Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
1) Melakukan koordinasi dengan dinas dan kantor terkait;
2) Tidak mengeluarkan ijin menikah kecuali atas rekomendasi Pengadilan Agama;
3) Berpedoman pada batasan usia anak dalam UUPA;

44
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara,2001, Yogyakarta : UII Press, hal. 4-5.
45
Ibid, hlm. 72.
46
Peraturan Kabupaten Sarolangun Nomor 06 Tahun 205 Tentang Perlindungan Anak Bab
IV Tentang Peran dan Tanggung jawab Pemerintah.
51

C. Syarat dan Rukun Nikah

1. Syarat Nikah

Mengenai syarat-syarat nikah merupakan dasar bagi sahnya perkawinan.

Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan

adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami isteri. Adapun syarat-syarat

perkawinan seperti yang diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 1 Tahun 1974, yaitu:47

1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua

puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau

dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud

ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari

orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak

mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang

yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis

keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat

menyatakan kehendaknya.

5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat

(2), (3), dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak

menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat

tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang

47
UU tentang Perkawinan Pasal 6 No. 1 Tahun 1974.
52

tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang

tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini.

6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang

bersangkutan tidak menentukan lain. Selanjutnya pada pasal 7 UU Nomor 1

Tahun 1974, terdapat persyaratan-persyaratan yang lebih rinci.

Berkenaan dengan calon mempelai pria dan wanita, undang-undang

mensyaratkan batas minimum umur calon suami sekurang-kurangnya berumur 19

(sembilan belas) tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya 16 (enam belas) tahun.

Dan dalam hal adanya penyimpangan terhadap pasal 7, dapat dilakukan dengan

meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua

orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

Undang-undang Perkawinan hanya melihat persyaratan perkawinan itu

hanya menyangkut persetujuan kedua calon dan batasan umur serta tidak adanya

halangan perkawinan antara kedua calon mempelai tersebut. Namun menurut

ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan suatu perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum

masing masing agamanya dan kepercayaannya itu, serta tiap-tiap perkawinan

dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Dari perumusan

tersebut, berarti tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan

kepercayaannya, jadi pencatatan bukan syarat yang menentukan sahnya

perkawinan”.48

48
Djoko Prakoso dan Ketut Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia,
(Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 20.
53

2. Rukun Nikah

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang

menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Dalam

suatu pernikahan rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti

pernikahan tidak sah bila keduanya tidaka ada atau tidak lengkap. Keduanya

mengandung arti yang berbeda, bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di

dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya,

sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan tidak merupakan

unsurnya.

Adapun yang manjadi rukun dalam suatu pernikahan atau perkawinan

menurut Jumhur Ulama ada lima rukun dan masing-masing rukun itu memiliki

syarat-syarat tertentu. Berikut adalah uraian dari rukun nikah dengan syarat-syarat

dari rukun tersebut:49

1) Calon suami, syarat-syaratnya:


a) Beragama Islam
b) Laki-laki
c) Jelas orangnya
d) Dapat memberikan persetujuan
e) Tidak terdapat halangan perkawinan
2) Calon isteri, syarat-syaratnya:
a) Beragama Islam
b) Perempuan
c) Jelas orangnya
d) Dapat dimintai persetujuan

49
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana,
Cetakan 3, 2006), hlm. 62.
54

e) Tidak terdapat halangan perkawinan


3) Wali nikah, syarat-syaratnya:
a) Laki-laki
b) Dewasa
c) Mempunyai hak perwalian
d) Tidak terdapat halangan perwalian
4) Saksi nikah, syarat-syaratnya:
a) Minimal dua orang laki-laki
b) Hadir dalam ijab qabul
c) Dapat mengerti maksud akad
d) Islam
e) Dewasa
5) Ijab Qabul, syarat-syaratnya:
a) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
b) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai
c) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut
d) Antara ijab dan qabul bersambungan
e) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya
f) Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau
umrah
g) Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu calon
mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.
Mengenai rukun nikah tersebut terdapat perbedaan pendapat diantara para

ulama. Semua ulama sependapat dalam hal-hal yang terlibat dan yang harus ada

dalam suatu perkawinan adalah akad nikah, wali dari mempelai perempuan, saksi

yang menyaksikan akad nikah, dan mahar atau mas kawin.

Namun Imam Hanafi melihat pernikahan itu dari segi ikatan yang berlaku

antara pihak-pihak yang melangsungkan pernikahan tersebut, oleh karena itu yang

menjadi rukun nikah oleh golongan ini hanyalah akad nikah yang dilakukan oleh
55

dua pihak yang melangsungkan pernikahan, sedangkan yang lainnya seperti

kehadiran saksi dan mahar dikelompokkan kepada syarat pernikahan. Sementara

menurut Imam Syafi’i yang dimaksud dengan pernikahan disini adalah

keseluruhan yang secara langsung berkaitan dengan pernikahan dengan segala

unsurnya, bukan hanya akad nikah itu saja. Dengan demikian rukun nikah disini

adalah segala hal yang harus terwujud dalam suatu pernikahan.50

Imam Syafi’i mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu

calon pengantin laki,laki, calon pengantin perempuan, wali, dua orang saksi dan

sighat akad nikah.51 Sedangkan Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah ada

lima, yaitu wali dari pihak perempuan, mahar (mas kawin), calon pengantin laki-

laki, calon pengantin perempuan dan sighat akad nikah.52 Sudarsono menyebutkan

bahwa rukun nikah terdiri dari.:53

1) Sighat (akad) ijab-qabul.

Pernikahan atau perkawinan diawali dengan adanya ijab qabul. Adapun

yang dimaksud dengan ijab adalah pernyataan dari calon pengantin perempuan

yang diwakili oleh wali. Hakikat ijab adalah suatu pernyataan dari perempuan

sebagai kehendak untuk mengikatkan diri dengan seorang laki-laki sebagai

suami sah. Qabul adalah pernyataan penerimaan calon pengantin laki-laki atau

ijab pengantin perempuan. Ijab qabul merupakan kesatuan tak terpisahkan

sebagai salah satu rukun nikah.

50
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, Cetakan 3, 2009), hlm. 59.
51
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat Edisi 1 Cetakan ke 5, (Jakarta: Kencana,
2015), hlm. 48.
52
Ibid.
53
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2010), hlm. 48.
56

2) Wali

Wali yaitu pihak yang menjadi orang yang memberikan ijin

berlangsungnya akad nikah antara laki-laki dan perempuan. Wali nikah

hanya ditetapkan bagi pihak pengantin perempuan. Para ulama mazhab

berbeda pendapat mengenai perlu tidaknya wali dalam pernikahan,

khususnya bagi perempuan yang telah dewasa, di mana ulama Syafi’i,

ulama Maliki dan ulama Hambali mengatakan bahwa wali penting dan

menjadi sahnya pernikahan, sedangkan ulama Hanafi mengatakan bahwa

wali tidak penting dan tidak menjadi unsur sahnya perkawinan. Menjadi

wali harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat

menjadi wali adalah sebagai berikut:

a) Islam;
b) Baligh;
c) Berakal;
d) Merdeka;
e) Laki-laki;
f) Adil;
g) Tidak sedang ihram/umrah.
Menurut hukum perkawinan Islam, wali terdiri dari tiga, yaitu:

a) Wali mujbir, yaitu wali nikah yang mempunyai hak memaksa anak

gadisnya menikah dengan seorang laki-laki dalam batas-batas yang

wajar. Wali mujbir ini adalah mereka yang mempunyai garis

keturunan keatas dengan perempuan yang akan menikah.

b) Wali nasab, yaitu wali nikah yang memiliki hubungan keluarga

dengan calon pengantin perempuan. Wali nasab terdiri dari saudara


57

laki-laki sekandung, sebapak, paman besertaketurunannya menurut

garis patrilineal (laki-laki).

c) Wali hakim, yaitu wali yang ditunjuk dengan kesepakatan kedua

belah pihak (calon suami isteri). Wali hakim ini harus mempunyai

pengetahuan sama Qadli. Pengertian wali hakim ini termasuk Qadli

di Pengadilan.

3) Dua orang saksi.

Ketentuan saksi dalam pernikahan harus dua orang. Untuk

menjadi saksi harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

a) Baligh;
b) Berakal;
c) Merdeka;
d) Laki-laki;
e) Islam;
f) Adil;
g) Mendengar dan melihat (tidak bisu);
h) Mengerti maksud ijab qabul;
i) Kuat ingatannya;
j) Berakhlak baik;
k) Tidak sedang menjadi wali.
Undang-undang Perkawinan sama sekali tidak berbicara tentang rukun

nikah. Undang-undang Perkawinan hanya membicarakan syarat-syarat

perkawinan, yang mana syarat-syarat tersebut lebih banyak berkenaan dengan

unsur-unsur atau rukun nikah. Sedangkana dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
58

secara jelas membicarakan rukun nikah sebagai mana yang terdapat dalam Pasal

14 yang isinya adalah: “Untuk melaksanakan perkawinan harus ada:

a) Calon suami
b) Calon isteri;
c) Wali nikah;
d) Dua orang saksi dan;
e) Ijab dan kabul”.
Keseluruhan rukun tersebut mengikuti fiqh Syafi’i dengan tidak

memasukkan mahar dalam rukun. Menurut hukum Islam perkawinan adalah akad

antara wali wanita calon istri dengan pria calon suaminya. Akad nikah itu harus

diucapkan oleh wali si wanita dengan jelas berupa ijab dan terima oleh si calon

suami atau qabul dan dilaksanakan di hadapan dua orang saksi yang memenuhi

syarat. Apabila tidak demikian maka perkawinan tidak sah karena bertentangan

dengan Hadis Nabi Muhmmad SAW yang diriwayatkan Ahmad yang menyatakan,

“Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil”.54

54
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Mahmudiah,
1980), hlm. 80.
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun

1. Sejarah Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun

Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia dicetuskan oleh Soekarno-

Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, kota Sarolangun yang pernah menjadi basis

patrol Belanda menjadi bagian dari Kabupaten Jambi ilir (Timur) dengan pusat

pemerintahannya berkedudukan di Jambi dengan Bupatinya pada masa itu adalah

M. Kamil. Pada tahun 1950 sampai Jambi menjadi Propinsi tahun 1957,

Sarolangun menjadi kewedanaan bersama kota-kota lainnya yaitu Bangko, Muaro

Bungo, dan Muaro Tebo yang tergabung dalam Kabupaten Merangin dengan

Ibukotanya semula berkedudukan di Jambi yang selanjutnya berpindah ke Sungai

Emas Bangko. Sejak saat itu, Kota Sarolangun menjadi Kewedanaan selama

kurang lebih 20 tahun. Selanjutnya dimulai dari tahun 1960 berdasarkan hasil

sidang pleno DPRD Kabupaten Merangin dipecah menjadi dua Kebupaten, yaitu

Kabupaten Sarolangun Bangko dan Kabupaten Bungo Tebo. Maka sejak saat itu

kewedanaan Sarolangun secara resmi menjadi bagian wilayah Kabupaten Daerah

Tingkat II Sarolangun Bangko dengan ibukotanya Bangko. Melalui Undang-

Undang Nomor 54 Tahun 1999 secara yuridis formal Kabupaten Sarolangun resmi

terbentuk.

Selanjutnya diperkuat dengan Keputusan DPRD Propinsi Jambi Nomor :

2/DPRD/99 Tanggal 9 Juli 1999 Tentang Pemekaran Kabupaten di Propinsi Jambi

menjadi 9 Kabupaten dan 1 Kota. Atas dasar kebijakan tersebut, maka pada

59
60

tanggaln 12 Oktober 1999 Kabupaten Sarolangun resmi menjadi daerah otonom

dengan Bupati Pertama 1999 – 2001 adalah H. Muhammad Madel (Care Taker).

Kemudian berdasarkan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati melalui DPRD

Kabupaten Sarolangun Tahun 2001 terpilih Bupati dan Wakil Bupati H.

Muhammad Madel, dan H. Maryadi Syarif. Saat ini setelah dilaksanakannya

pemilihan umum secara langsung pada bulan Juli 2006 yang merupakan pemilu

lansung pertama bagi Kabupaten Sarolangun maka terpilihlah H. Hasan Basri

Agus dan H. Cek Endra sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sarolangun terpilih

periode 2006 – 2011. Berdasarkan Hasil Pemilukada Tahun 2011 maka terpilih

sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2011 – 2016 adalah H. Cek Endra dan

Pahrul Rozi. Dan melalui pemilihan secara lagsung, H. Cek Endra kembali

terpilih sebagai Bupati untuk periode 2017-2022 berpasangan dengan H. Hilalatil

Badri Sebagai Wakil Bupati.

Dalam rangka melengkapi kelembagaan pemerintahaan dan birokrasi

publik dan sebagai Kabupaten Pemekaran, maka lembaga Legislatif Kabupaten

Sarolangun DPRD pada awal berdirinya masih merupakan bagian dari DRPD

Kabupaten Sarolangun Bangko (Sarko). Pemisahan lembaga Legislatif

Kabupaten Sarolangun dibentuk bersamaan dengan dasar Undang-Undang Nomor

54 Tahun 1999 dan selanjutnya disempurnakan kembali melalui Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2000 dengan jumlah anggota DPRD sebanyak 25 orang.


61

Pada awal berdirinya Kabupaten Sarolangun terdiri dari 6 (enam)

Kecamatan, 107 Desa, 4 Kelurahan dan 2 Desa Unit Pemukiman Transmigrasi dan

saat ini tahun 2021 sudah menjadi 10 Kecamatan, 9 kelurahan, dan 149 Desa.55

Kecamatan Pelawan merupakan salah satu kecamatan terluas di Kabupaten

Sarolangun. Secara geogafis kecamatan Pelawan berada pada 2 020’ LS sampai

dengan 20 27’ LS Dan diantara 102034 ’ BT sampai dengan 102035 ’ BT, juga akan

ditampilkan koordinat dan ketinggian kantor camat dan kantor desa/kelurahan di

Kecamatan Pelawan Kecamatan Pelawan memiliki luas 354,14 km2 yang terdiri

dari 14 Desa dan tinggi kecamatan pelawan dari permukaan laut: 20 mdpl.

Kecamatan pelawan di Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sarolangun

dan Timur berbatasan dengan Kecamatan Singkut, Sebelah Selatan berbatasan

dengan Kecamatan Singkut dan Provinsi Sumatera Selatan, Sebelah Barat

berbatasan dengan Kecamatan Limun.

2. Visi dan Misi

Visi:

Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Sarolangun

Periode 2011 – 2016, adalah suatu kondisi yang akan dicapai Kabupaten

Sarolangun lima tahun ke depan. Memperhatikan potensi, kondisi, permasalahan,

tantangan dan peluang serta mempertimbangkan berbagai isu yang ada, maka visi

Kabupaten Sarolangun yang akan diwujudkan pada tahapan kedua RPJP Daerah

Kabupaten Sarolangun (Tahun 2011-2016) adalah: “SAROLANGUN LEBIH

MAJU DAN SEJAHTERA” .

55
Profil Sejarah Pemerintah Kabupaten Sarolangun, diakses dari website:
https://sarolangunkab.go.id/utama/statis-7-sejarah.html. Pada 10 Mei 2023.
62

Misi:

Agar Visi RPJMD Kabupaten Sarolangun Tahun 2011 – 2016 tersebut

dapat diwujudkan, maka ditetapkan 5 (lima) misi sebagai berikut:

1. Meningkatkan Infrastruktur Pelayanan Umum

2. Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Dan Daerah

3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia

4. Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik

5. Meningkatkan Tata Kehidupan Masyarakat Yang Agamis, Berbudaya dan

Harmonis

3. Aspek Geografi dan Demografi Kabupaten Sarolangun

Kabupaten Sarolangun merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jambi

terletak di bagian barat Provinsi Jambi. Secara Geografis wilayah Kabupaten

Sarolangun terletak pada posisi 1020 03’39” sampai 1030 13’17” BT dan antara 010

53’39” LS sampai 020 46’24” LS (Meridian Greenwich), dengan batas administrasi

wilayah Kabupaten Sarolangun sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan

Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi, Sebelah Selatan berbatasan dengan

Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, Sebelah Barat berbatasan dengan

wilayah Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, Sebelah Timur berbatasan dengan

Kabupaten Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan.

4. Pemerintah Kecamatan Pelawan

Kecamatan Pelawan sudah dijabat oleh 4 camat, yang akan ditampilkan

nama-nama camat yang pernah menjabat di wilayah kecamatan Pelawan. Keadaan


63

pegawai dirinci menurut golongan dan status kepegawaian di kantor camat

Pelawan. Kecamatan Pelawan terdiri dari 14 Desa. Kepala Desa, dan Sekretaris

Desa di tampilkan menurut desa masing-masing. Juga akan ditampilkan Jumlah

dusun/lingkungan, RT dan RW dirinci menurut Desa dalam Kecamatan Pelawan.

5. Penduduk

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Pelawan pada Tahun 2021 hasil Sensus

Penduduk 2020 sebanyak 33.951 jiwa dengan rincian lakilaki sebanyak 17.111

jiwa dan perempuan sebanyak 16.840 jiwa. Desa/kelurahan dengan penduduk

terbanyak adalah Desa Bukit dengan jumlah penduduk sebanyak 3.955 jiwa dan

Desa/Kelurahan dengan penduduk paling sedikit adalah Desa Lubuk Sayak

dengan jumlah penduduk sebanyak 788 Jiwa.

b. Kepadatan Penduduk

Desa Pasar Pelawan dengan luas 2,63 km2 dan berpenduduk 3.405 jiwa

merupakan desa terpadat dengan rata-rata penduduknya 1.295 jiwa/km2.

Sedangkan Desa Lubuk Sepuh dengan luas wilayah 104,77 km2 dan

berpenduduk 3.797 jiwa merupakan desa dengan kepadatan penduduknya

paling rendah adalah 36 jiwa/km2.

c. Rasio Jenis Kelamin

Dilihat dari rasio jenis kelamin Desa Bukit merupakan desa dengan

rasio jenis kelamin terbesarnya itu sebesar 107 dan Desa Rantau Tenang

dengan rasio jenis kelamin terkecil yaitu sebesar 93. Sedangkan rata-rata rasio

jenis kelamin kecamatanya itu sebesar 102.


64

6. Pendidikan dan Kesehatan

Pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

pembangun, baik pendidikan formal maupun non formal. Jumlah sekolah negeri

dan swasta di Kecamatan Pelawan tahun 2021 adalah:

a. Jumlah Sekolah

a) Taman kanak kanak: 20


b) Sekolah dasar: 25
c) Sekolah lanjutan tingkat pertama: 5
d) Sekolah lanjutan tingkat atas/kejuruan: 4
b. Jumlah murid
a) Taman kanak kanak: 555
b) Sekolah dasar: 3303
c) Sekolah lanjutan tingkat pertama: 776
d) Sekolah lanjutan tingkat atas/kejuruan: 895
c. Jumlah guru
a) Taman kanak kanak: 68
b) Sekolah dasar: 239
c) Sekolah lanjutan tingkat pertama: 64
d) Sekolah lanjutan tingkat atas/kejuruan: 83

B. KUA Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun

1. Sejarah Kantor Urusan Agama (KUA)

Kantor Urusan Agama (KUA) memiliki sejarah panjang di Indonesia, baik

dari segi kelembagaan maupun peran dan fungsinya. Keberadaannya dapat

ditelusuri mulai dari awal masuknya Islam ke Indonesia, tumbuh kembangnya


65

Kesultanan Islam, masa penjajahan hingga masa kemerdekaan. Selama ini KUA

mengalami dinamika perubahan kelembagaan, baik dari segi peran maupun fungsi.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Agama

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah, Kantor

Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disingkat KUA adalah instansi

Kementerian Agama, bertugas melaksanakan sebagian fungsi Kantor Departemen

Agama kabupaten/kota dalam bidang urusan agama Islam di wilayah kecamatan.56

Berdirinya Kantor Urusan Agama di Indonesia diawali dengan

Kementerian Agama melakukan upaya penyatuan dan sentralisasi secara luas.

Kunci utama dari upaya ini adalah pembentukan Badan Urusan Agama (KUA).

KUA di semua daerah sebagai cabang dari kantor pusat nasional yang didirikan

oleh pemerintah Jepang untuk Jawa, menggantikan Voor di kantor Lansche Zaken

yang saat itu memiliki departemen kepresidenan. Kementerian Agama kini telah

membentuk Kantor Wilayah Urusan Agama (KUA) yang berkantor pusat di

Jakarta, Provinsi, dan kabupaten-kabupaten. Pada saat yang sama, ada juga

pejabat agama non-hierarkis di tingkat desa. Pemuka agama desa yang sering

disebut Modin, Kaum, Kayim, Lebay, dan lain-lain termasuk dalam pemerintahan

desa yang penyelenggaraannya berada di bawah Pemerintahan Umum. Termasuk

tugas-tugas yang berkaitan dengan hukum politik atau agama, KUA kabupaten

dan kecamatan cenderung menjadi pusat kegiatan Islam di masyarakat setempat.

56
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak di Catat, (Jakarta:Sinar
Grafika, 2010), cet. ke-1, h. 395
66

Pada tahun 1950, kendali para pejabat ini berada di tangan para pemimpin NU

setempat.57

Pasal 3 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 517 Tahun

2001 Tentang Susunan Organisasi Badan Urusan Agama Kecamatan menyebutkan

bahwa tugas KUA Kecamatan adalah sebagai berikut:

1. Organisasi statistik dan dokumentasi.

2. Organisasi korespondensi, penanganan surat, pengarsipan, tata tulis dan

manajemen di kantor agama kabupaten.

3. Melakukan pencatatan nikah dan rukun, mengelola dan memajukan

pembangunan masjid, zakat, infak, baitul maal dan bakti sosial,

kependudukan dan keluarga sakinah sesuai petunjuk Dirjen Bimas Islam

dan Penyelenggaraan Haji sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

2. Tugas dan Tanggung Jawab Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan

Pelawan

a. Kepala KUA

Berdasarkan keputusan Menteri Agama Nomor 517 Tahun 2001 tentang

Penataan Organisasi KUA Kecamatan, tugas KUA Kecamatan adalah

melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota

dibidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan. Dengan demikian

Kepala KUA Kecamatan memiliki tugas:

57
Daniel S Lev, Peradilan Agama Islam Indonesia, Penerjemah : Zaini Ahmad Noeh,
(Jakarta PT. Intermasa, 1986), cet. ke-2, h. 99
67

1. Memimpin bawahan/pelaksana yang terdiri atas petugas tata usaha dan

petugas-petugas lain yang menjadi wewenangnya.

2. Memberi pedoman, dibawah bimbingan dan petunjuk bagi pelaksana

tugas bawahannya.

3. Menerapkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi vertikal Departemen

Agama lainnya maupun antara unsur departemen di Kecamatan dengan

unsur Pemerintah Daerah.

4. Melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada kantor Departemen

Agama Kabupaten/Kota.

Untuk melaksanakan tugas tersebut Kepala KUA dapat mendelegasikan

sebagian wewenangnya supaya pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan baik.

Sebagai contoh yakni dengan langkah mendifinisikan tugas dengan jelas

seperti Kewajiban Kepala KUA selaku Kepala PPN (Petugas Pencatat Nikah)

untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas PPN.

b. Pengawas Pendidikan Agama Islam

Berdasarkan SK MENPAN No. 118/1996 Bab II pasal 3 ayat (1) tugas

pokok Pengawas Pendidikan Agama Islam (PPAI) yakni berwenang secara

penuh terhadap pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah umum dan

penyelenggaraan pendidikan di madrasah dengan melakukan penilaian dan

pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan

pra sekolah, sekolah dasar dan menengah termasuk didalamnya

penyelenggaraan pendidikan di Madrasah.


68

c. Penyuluh

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang

Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

54/Kep/MK. WASPAN/9/1999, tugas penyuluh yakni melakukan dan

mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan

pembangunan melalui bahasa agama. Melaksanakan bimbingan dan pelayanan

di bidang penyuluhan agama Islam, pemberdayaan sebuah lembaga,

pengembangan materi dan metode penyuluhan.

d. Penghulu

Berdasarkan peraturan KEMENPAN RB tertulis dalam nomor

PER/62/M.PAN/6/2005 Penghulu mempunyai tugas dan tanggung jawab

merencanakan penyelenggaraan Kepenghulu, mengarahkan pelaksanaan

pencatatan nikah dan pelayanan perkawinan, serta mengarahkan penyuluhan

dan konseling perkawinan serta rekonsiliasi, pemantauan dan mediasi

Pelanggaran Perkawinan . Regulasi, Pelayanan Fatwa Hukum Munakahat dan

Bimbingan Mua'malah, Bina Keluarga Sakinah, serta Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan Manajemen dan Pembinaan Manajemen.

e. Seksi Kemitraan Umat

Melakukan pembinaan kemitraan dan penyuluhan dan layanan

Ukhuwah Islamiyah berdasarkan tujuan, program dan kegiatan yang telah

ditetapkan oleh Direktur. Yaitu pelaksanaan konsultasi dan pelayanan di

bidang kemitraan dan pengembangan kerjasama dalam berbagai program aksi

serta pembentukan jaringan dan koordinasi kerukunan antar umat beragama.


69

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Hukum perkawinan merupakan bagian dari hukum negara, yang pada

dasarnya mencakup hukum Islam. Di sisi lain, sebagian umat Islam masih belum

sepenuhnya menerima bahkan dimensi pelaksanaan hukum perkawinan. Sebaliknya,

jika dilihat dari keseluruhan isi hukum perkawinan berdasarkan hukum Islam, maka

dapat dikatakan bahwa hukum ini sesuai dengan hukum Islam. Menurut pasal 7 UU

Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan diperbolehkan apabila pihak laki-laki

telah mencapai umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan telah

mencapai umur 16 tahun (enam belas tahun). Menurut Alfiyah, ada beberapa faktor

yang mendukung pernikahan dini, yaitu58:

1. Faktor-faktor ekonomi: Perkawinan muda muncul karena ada keluarga yang

hidup di garis kemiskinan. Untuk meringankan beban orang tuanya, anak

perempuannya menikah dengan orang yang dianggap mampu.

2. Faktor Pendidikan: Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua,

anak dan masyarakat menyebabkan orang tua menikahkan anaknya yang masih

di bawah umur.

3. Faktor yang berhubungan dengan pola asuh: Para orang tua takut akan malu

karena putri mereka berpacaran dengan pria yang sangat lekat, maka mereka

segera menikahkan putri mereka.

4. Faktor Media: Faktor media merupakan salah satu faktor yang cukup besar

pengaruhnya, sebut saja internet. Dalam dunia online, remaja cenderung


58
Martyan. 2016. Jurnal Pendidikan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri
Yogyakarta.
70

menemukan hal-hal negatif. Di Internet, informasi memang bisa diterima

secara langsung, namun harus melalui proses seleksi. Selain itu, saat ini banyak

sekali jenis TV series terutama drama, drama series dan kisah cinta remaja

lainnya yang tanpa disadari mendapatkan pengaruh kemudaan dari serial

tersebut. Paparan seks yang terus-menerus di media membuat remaja saat ini

semakin permisif tentang seks.

5. Faktor Budaya: Perkawinan muda muncul karena orang tua takut anaknya

dicap "biru" dan karena itu segera menikah.

6. Faktor keluarga yang bercerai : Banyak remaja korban perceraian yang

terpaksa menikah dini karena berbagai alasan, antara lain: Meringankan beban

keuangan, meringankan orang tua tunggal, membantu orang tua mencari

pekerjaan, meningkatkan taraf hidup.

7. Faktor Sosial Saat Ini: Faktor pergaulan adalah faktor yang dihasilkan dari

pergaulan bebas dan membuat anak melakukan hal-hal yang tidak biasaseperti

kumpul kebo, dan sebagainya.

A. Bentuk Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah Kabupaten Sarolangun

dalam Mengatasi Pernikahan Usia Dini

Tinjauan Landasan Yuridis adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tantang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga.


71

4. Pasal 1 ayat 10 Peraturan Daerah Kabupaten Sarolangun No.06 Tahun 2015

5. Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kabupaten Sarolangun No.06 Tahun 2015.

Selama tahun 2021-2022 pemerintah daerah Kabupaten Sarolangun terus

menekankan upaya-upaya pencegahan pernikahan usia dini di masyarakat dengan

berbagai media sosialisasi yang diikutkan dalam beberapa program termasuk

program kesehatan dan keluarga berencana dari sektor puskesmas kecamatan

maupun puskesmas pembantu yang ada di setiap desa di kabupaten Sarolangun.

Berikut hasil wawancara penulis bersama Pemerintah Sarolangun:

“Selalu ada sosialisasi kepada masyarakat tentang pencegahan pernikahan usia


dini atau usia anak, terutama disosialisasikan di puskesmas tiap kecamatan
maupun desa karena puskesmas merupakan sarana kesehatan yang secara
langsung berhadapan dengan masyarakat umum. Disampaikan baik dalam forum
umum maupun secara individu atau perorangan. Disampaikan bahaya dan efek
yang tidak baik terkait kesehatannya”.59

Dari pendapat di atas dapat kita ketahui bahwa pemerintah Kabupaten Sarolangun

sudah berusaha melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait pencegahan

pernikahan dini dengan bekerjasama dengan puskesmas kecamatan.

Hal di atas juga disampaikan oleh staff puskesmas Kecamatan Pelawan sebagai

berikut:

“Terkait sosialisasi pencegahan pernikahan dini atau di bawah umur pemerintah


Kabupaten Sarolangun melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana selalu melibatkan kami yang ada di puskesmas dalam rangka
sosialisasi pencegahan pernikahan dini terhadap masyarakat Kecamatan
Pelawan”.60

59
Wawancara dengan Bapak Anwar, Selaku Kepala Bagian pada Dinas Pengendalian
Penduduk Dan Keluarga Berencana Kabupaten Sarolangun, Pada 20 April 2023.
60
Wawancara dengan Ibu Syamsiah, Pada 20 April 2023, di Kantor Puskesmas Kecamatan
Pelawan Kabupaten Sarolangun.
72

Pernyataan di atas memperkuat apa yang disampaikan oleh Informan

sebelumnya yang mengatakan bahwa dalam hal pencegahan pernikahan dini di

Kabupaten Sarolangun khususnya Kecamatan Pelawan Pemerintah melakukan

sosialisasi terkait pencegahan kepada masayrakat secara langsung.

B. Bentuk Upaya Pemerintah Kabupaten Sarolangun dalam mengatasi

pernikahan usia dini

Kata upaya berati usaha, ikhtiar, untuk mencapai suatu maksud,

memecahkan persoalan, mencari jalan keluar. Berdasarkan makna dalam kamus

Besar Bahasa Indonesia itu, dapat disimpulkan bahwa kata upaya memiliki

kesamaan arti dengan kata usaha, dan demikian dengan kata ikhtiar, dan upaya

yang dilakukan dalam rangka mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan,

mencari jalan keluar.

Sedangkan Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk

membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Dan

juga sebagai sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan dalam mengatur

kehidupan sosial, ekonomi dan politik, suatu Negara atau bagian-bagiannya.

Menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih Pemerintah adalah alat bagi

Negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya dan merupakan

alat juga, dalam mewujudkan tujuan yang sudah ditetapkan.61 Pemerintah adalah

pelayan publik yang memiliki sejumlah kewenangan dan kekuasaan serta tugas

dan kewajiban dalam penyelenggaraan pemerintahan. Adapun hakekat pelayanan

publik adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat dan pemberian pelayanan

61
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih. 2008. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media
Pratama.
73

publik tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan asas-asas pelayanan publik yang

meliputi transparasi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, dan

keseimbangan hak dan kewajiban.

Terkait Upaya Pemerintah Kabupaten Sarolangun dalam mengatasi

Pernikahan Usia Dini atau Di Bawah Umur di Kecamatan Pelawan Kabupaten

Sarolangun Sebagai berikut:

1. Bekerjasama dengan KUA Kecamatan Pelawan Terkait Pencegahan

Pernikahan Dini di Kecamatan Pelawan

Beberapa KUA di Kabupaten Sarolangun ikut aktif dalam proses

pencegahan pernikahan usia anak salah satunya adalah KUA Kecamatan

Pelawan yang juga menjadi penggagas adanya deklarasi dan nota kesepakatan

atau MoU tentang pencegahan pernikahan usia anak, perceraian dan penurunan

angka kematian ibu. KUA kecamatan Pelawan juga gencar menyuarakan agar

tidak terjadi pernikahan usia dini atau usia anak. KUA Kecamatan Pelawan

bekerja sama dengan puskesmas kecamatan Pelawan dan Polsek Kecamatan

Pelawan untuk melakukan sosialisasi terkait pergaulan bebas, kesehatan usia

remaja dan pentingnya pernikahan diusia yang tepat ke seluruh SMP Negeri

dan SMA yang ada di Kecamatan Pelawan. Dengan tujuan agar remaja atau

anak mampu menyadari pentingnya pergaulan yang positif,pernikahan yang

sesuai dan kesehatan diusia remaja. Agar terbentuk pribadi yang baik,

disekolah, rumah atau dilingkungan sekitar.

Terkait hal di atas peneliti melakukan wawancara bersama Kepala

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun


74

terkait peran KUA Kecamatan Pelawan dalam mencegah pernikahan dini di

Kecamatan Pelawan. Berikut hasil wawancara peneliti bersama kepala KUA

Kecamatan Pelawan, Kabupaten Sarolangun:

“Terkait pencegahan pernikahan dini di Kecamatan Pelawan ini kami dari


KUA Kecamatan pelawan sudah melakukan sesuai dengan bidang kami
salah satunya sebagai penyuluh agama dan penghulu. Adapun beberapa
kasus terkait dengan adanya pernikahan dini yang terjadi di kecamatan
pelawan ini merupakan kehendak dari orang tua anak yang menikah tetapi
kami sebagai KUA sudah memberikan masukan dan bimbingan terkait
pernikahan dini termasuk koordinasi bersama Pemerintah Kabupaten
Sarolangun untuk mencegah terjadinya pernikahan dini di Kecamatan
Pelawan ini”.62
Hal di atas juga sesuai dengan yang disampaikan oleh staff KUA

Kecamatan Pelawan terkait peran atau upaya KUA Kecamatan Pelawan dalam

mencegah pernikahan dini atau di bawah umur, sebagai berikut:

“Dalam proses pencegahan terhadap pernikahan dini atau di bawah umur,


KUA Kecamatan Pelawan selalu berkoordinasi bersama pemerintah
Kabupaten Sarolangun dan tokoh-tokoh masyarakat dalam melakukan
sosialisasi maupun pembimbingan bagi anak-anak di Kecamatan Pelawan
yang mau melakukan pernikahan, tidak hanya anak-anak tetapi juga
kepada orang tua dan masyarakat dengan tujuan agar pernikahan dini ini
bisa dihindari”.63

2. Mengajak Orang Tua, Anak dan Masyarakat untuk Aktif dalam

Mencegah Pernikahan Dini

Kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengasuhan serta

bimbingan bagi anak, dan menjaga anak agar tidak melakukan perkawinan

pada usia dini atau di bawah umur tidak hanya tugas dari pemerintah tetapi

62
Wawancara bersama Bapak Wardi Hardito selaku Ketua KUA Kecamatan Pelawan,
Pada 20 April 2023, di Kantor KUA Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun.
63
Wawancara bersama Bapak Andi selaku Staff KUA Kecamatan Pelawan, Pada 20 April
2023, di Kantor KUA Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun
75

juga orang tua memilik kewajiban untuk mencegah terjadinya Perkawinan

Pada Usia Anak dengan cara:

a. Memberikan pendidikan karakter

b. Memberikan pendidikan keagamaan

c. Memberikan penanaman nilai-nilai budi pekerti dan budaya, dan

Pendidikan kesehatan reproduksi

Selain orang tua pemahaman tentang bahayanya pernikahan dini juga

diberikan kepada anak-anak dengan tujuan agar anak-anak memiliki kewajiban

untuk aktif berperan dalam melakukan upaya-upaya Pencegahan Perkawinan

Pada Usia Anak dengan cara antara lain:

a. Menghormati dan menjaga nama baik orang tua, wali, dan guru

b. Mencintai keluarga, masyarkat, dan menyayangi teman

c. Mencintai tanah air, bangsa dan Negara.

d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.

e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

f. Menyelesaikan pendidikan dasar

Selain peran orang tua dan anak. Masyarakat juga dapat berperan

dalam mencegah pernikahan usia dini dengan cara antara lain:

a. Memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi terkait dengan

peraturan perundang-undangan tentang anak

b. Memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang terkait upaya

Pencegahan Perkawinan Pada usia Anak


76

c. Melaporkan pada pihak berwenang jika terjadi pemaksaan Perkawinan

Pada usia Anak

d. Masyarakat dapat menyelenggarakan kesepakatan bersama dan atau

deklarasi Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak bersama dengan

Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan.

e. Peran serta masyarakat dalam pencegahan perkawinan pada usia anak

dilakukan dengan semangat kepentingan terbaik bagi anak,

kekeluargaan dan kearifan lokal.

Peran Orang tua, Anak dan Masyarakat sangatlah penting dalam

proses pencegahan terhadap pernikahan dini atau di bawah umur, karena

orang tua sebagai yang mendidik anak di rumah harus memberikan

nasehat tentang resiko pernikahan dini kepada anaknya begitu juga

seorang anak dituntut untuk lebih berhati-hati dan mempelajari lebih

banyak lagi bahaya dari pernikahan dini dan tidak lupa adalah peran

masyarakat sebagai control sosial yang diharapkan ada kontribusi untuk

mengawasi dan melaporkan kepada pemerintah terkait kasus pernikahan

dini. Hal ini di benarkan oleh informan peneliti selaku kepala bagian pada

Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana sebagai berikut:

“Peran serta kontribusi dari orang tua dan masyarakat sangatlah


penting dalam proses mencegah terjadinya pernikahan dini baik di
kecamatan maupun pada tingkat desa karena sosialisasi tidak akan
bisa berjalan dengan baik tanpa adanya pengawasan dari
masyarakat serta kesadaran dari orang tua untuk mencegah
terjadinya pernikahan dini pada anaknya masing-masing”.64

64
Wawancara dengan Bapak Anwar, Selaku Kepala Bagian pada Dinas Pengendalian
Penduduk Dan Keluarga Berencana Kabupaten Sarolangun, Pada 20 April 2023.
77

Hal di atas juga disampaikan oleh salah satu masyarakat selaku

orang tua yang tinggal di Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun

terkait dengan pencegahan pernikahan dini atau di bawah umur, sebagai

berikut:

“Jika dilihat dari beberapa kasus pernikahan dini di kecamatan


pelawan ini terjadi karena minimnya pengetahuan serta kontrol dari
masayrakat terkait adanya pernikahan dini sehingga terjadilah
pernikahan dini di kecamatan ini”.65

3. Penguatan Kelembagaan

Penguatan kelembagaan dilakukan dalam bentuk sosialisasi, koordinasi,

fasilitasi dan sinergi program kemudian koordinasinya melibatkan seluruh

pemangku kepentingan di Daerah. Penguatan kelembagaan dalam upaya

pencegahan perkawinan pada usia anak dilaksanakan melalui kerjasama dan

koordinasi antara:

a. Gugus Tugas Kecamatan Ramah Anak


b. Gugus Tugas Desa Ramah Anak
c. Sekolah dan atau lembaga pendidikan
d. Forum Anak
e. Organisasi kemasyarakatan
f. Organisasi perempuan.

Terkait Penguatan Kelembagaan di Kabupaten Sarolangun khususnya

dalam bidang pencegahan perkawinan anak usia dini atau di bawah umur,

pemerintah Kabupaten Sarolangun sudah melakukan beberapa hal seperti yang

disampaikan oleh salah satu staff Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga

Berencana (DPPKB) Kabupaten Sarolangun sebagai berikut:

65
Wawancara dengan Bapak Sadikin, Selaku Masyarakat Kecamatan Pelawan,
Kabupaten Sarolangun, Pada 21 April 2023.
78

“Selain sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pencegahan


perkawinan dini atau di bawah umur pemerintah Kabupaten Sarolangun
juga berusaha memperkuat kelembagaan yang dapat dijadikan sebagai alat
kontrol bagi masyarakat khususnya terhadap kasus perkawinan anak di
bawah umur salah satu organisasinya seperti Gugus Tugas Ramah Anak
ini adalah organisasi untuk menangani problem anak”.66

4. Upaya pendampingan dan pemberdayaan bagi anak yang melakukan

Perkawinan Pada Usia Dini, dan Bagi Orang Tua, Keluarga serta

Masyarakat.

Upaya pendampingan dan pemberdayaan bagi anak yang melakukan

perkawinan pada usia anak atau di bawah umur, dan bagi orang tua, keluarga

serta masyarakat dengan cara antara lain :

a. Orang tua yang akan memohonkan dispensasi kawin bagi anaknya,

dapat meminta pendapat dari psikolog anak atau konselor demi

kepentingan terbaik.

b. Layanan psikolog anak atau konselor dapat diberikan oleh pemerintah,

Pemerintah Daerah dan masyarakat atau melalui FPK2PA dan P2TP2A.

c. Orang tua yang akan memohonkan dispensasi kawin bagi anaknya,

berkewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit atau

Puskesmas.

d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sarolangun melalui UPT

Puskesmas dan Direktur RSUD RSUD Prof DR. H.M.Chatib Quzwain

dapat mengupayakan pemeriksaan kesehatan bagi anak yang akan

melakukan perkawinan pada usia anak.

66
Wawancara dengan Bapak Anwar, Selaku Kepala Bagian pada Dinas Pengendalian
Penduduk Dan Keluarga Berencana Kabupaten Sarolangun, Pada 20 April 2023
79

e. FPK2PA dan P2TP2A dapat melakukan upaya pendampingan dan

pemberdayaan bagi anak melalui kerjasama dengan instansi/ lembaga

terkait sebelum permohonan dispensasi kawin dilakukan.

f. FPK2PA dan P2TP2A Kabupaten dapat menyediakan layanan psikolog

anak atau konselor.

g. Pemerintah Daerah wajib memenuhi hak pendidikan dasar 12 tahun.

Terkait dengan upaya pendampingan dan pemberdayaan bagi anak

yang melakukan Perkawinan Pada Usia Dini, dan Bagi Orang Tua,

Keluarga serta Masyarakat seperti yang sudah dijelaskan di atas

pemerintah kabupaten sarolangun sudah melakukan beberapa hal seperti

yang disampaikan oleh salah satu staff Dinas Pengendalian Penduduk Dan

Keluarga Berencana Kabupaten Sarolangun sebagai berikut:

“Dalam mengupayakan pendampingan dan pemberdayaan bagi


anak yang sudah terlanjur melakukan perkawinan pada usia dini,
maka pemerintah kabupaten sarolangun membuat beberapa strategi
untuk membimbing dan memberdayakan mereka salah satunya
dengan bekerjasama dengan psikolog anak, para dokter termasuk
para ketua adat di desa tersebut untuk mendampingi dan
memberikan masukan terhadap beberapa aspek salah satunya
adalah bagi psikis anak yang melakukan perkawinan dini”.67

5. Membuat Pos Pengaduan

Setiap orang yang melihat, mengetahui dan atau mendengar adanya

pemaksaan perkawinan pada usia anak, dapat menyampaikan pengaduan secara

langsung atau tidak langsung.

67
Wawancara dengan Bapak Solihin, Selaku Staff Dinas Pengendalian Penduduk Dan
Keluarga Berencana Kabupaten Sarolangun, Pada 20 April 2023.
80

a. Setiap orang yang menderita akibat dari pemaksaan perkawinan usia

anak, dapat menyampaikan pengaduan secara langsung atau tidak

langsung.

b. Pengaduan sebagaimana dimaksud ditujukan kepada FPK2PA dan atau

P2TP2A dengan menyertakan identitas.

c. FPK2PA dan P2TP2A berkewajiban menindaklanjuti pengaduan paling

lambat tujuh hari, sejak menerima pengaduan, dengan melakukan

pemilahan materi pengaduan.

6. Melakukan Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pencegahan perkawinan pada usia

anak dilaksanakan oleh SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi dibidang

pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak. Dalam rangka pelaksanaan

monitoring dan evaluasi program dan kegiatan pencegahan perkawinan pada

usia anak, Pemerintah Daerah membangun sistem monitoring dan evaluasi

yang terpadu. Kemudian Pemerintah daerah dalam melakukan monitoring dan

evaluasi serta menyusun laporan pelaksanaan kegiatan pencegahan perkawinan

pada usia anak dilakukan secara berkala dan berjenjang dari tingkat Kabupaten,

Kecamatan dan Desa.

7. Memberikan Pembiayaan

Pembiayaan pada program dan kegiatan Pencegahan Perkawinan Pada

Usia Anak yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun

dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).


81

Sementara untuk tingkat desa Pembiayaan program dan kegiatan Pencegahan

Perkawinan Pada Usia Anak dianggarkan dalam APBDes.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa: 1. Bentuk atau Peran dan tanggung jawab pemerintah

Kabupaten Sarolangun terhadap pencegahan pernikahan dini di Kecamatan

Pelawan Kabupaten Sarolangun masih kategori berperan terhadap tanggung

jawabnya. Namun hasilnya belum maksimal hal itu bisa dilihat dari angka

perkawinan dini yang terjadi di Kecamatan Pelawan, Kabupaten Sarolangun.

Hal ini tentu menandakan bahwa pemerintah belum berperan secara maksimal

dalam penanggulangan pernikahan dini yang ada di Kecamatan Pelawan

Kabupaten Sarolangun, Jambi.

2. Upayan Upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sarolangun terhadap

Pencegahan Pernikahan dini di Kecamatan Pelawan adalah: Pertama,

Bekerjasama dengan KUA Kecamatan Pelawan Terkait Pencegahan

Pernikahan Dini di Kecamatan Pelawan, Kedua, Mengajak Orang Tua, Anak

dan Masyarakat untuk Aktif dalam Mencegah Pernikahan Dini, dan Ketiga,

Penguatan Kelembagaan. Keempat. Upaya pendampingan dan pemberdayaan

bagi anak yang melakukan Perkawinan Pada Usia Dini. Kelima. Membuat Pos

Pengaduan. Keenam. Melakukan Monitoring dan Evaluasi, Ketujuh.

Memberikan Pembiayaan.

82
83

B.Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini mengenai upaya pemerintah

sarolangun dalam mengatasi pernikahan usia dini di kecamatan pelawan kabupaten sarolangun,

diharapkan kepada pemerintah sarolangun, KUA, dinas kesehatan kecamatan pelawan dan

masyarakt bekerja sama dalam meningkatkan kebijakan untuk mencegah terjadinya pernikahan

usia dini.
DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur
Al-Qur’an & Terjemahannya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008).
Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan,(Jakarta: Rajawali Pers.2014).
Rahman Mulyawan, Sistem Pemerintahan Indonesia (Bandung: UNPAD,2015).
H Faried Ali dan H Andi Syamsu Alam, Studi Kebijakan Pemerintahan
(Bandung:Refika Aditama.,2012).

Nuryanti Mustari, Pemahaman Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan


Evaluasi Kebijakan Publik, (Yogyakarta: LeutikaPrio, 2015).
Mohammad Asmawi, Nikah dalam perbincangan dan perbedaan, (Yogyakarta :
Darrusalam, 2004).

Munawar Zaman, Manajemen Cinta Pranikah menuju Nikah Penuh


Berkah”Jangan Takut Married (Bandung : 2007).

Syaikh Abdul Azis dan Khalid, Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta : Pustaka
Al-kautsar, 1995).
Baroroh, Fiqh Keluarga Muslim Indonesia, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015).

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1997).


Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, alih bahasa oleh H.M. Rasjidi, cet.
Ke 1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1980).
Latif Nasarudin, Ilmu Perkawinan Problematika Seputar Keluarga, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 2001).

Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, (Bandung: Al-Bayan, 1994).


Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah Keluarga, (Jakarta: Gema Insani, 1999).

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarata: PT


Bulan Bintang, 1993).
Iskandar, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Gaung Persada, 2009).
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Teori Dan Praktek, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013 ).

84
85

Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito), 1980.

Dudung Abdurrahman, Pengantar Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: IAIN


Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2002).
W.Gulo, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Gramedia, 2007).
Sandu Siyoto dkk. 2015. Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta : Literasi
Media Publising).
Muh Fitrah dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, tindakan kelas dan
studi kasus, (Jawa Barat: CV Jejak, 2017).
Talizidhuhu Ndraha, Kybernology I (Ilmu Pemerintahan Baru), (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003).
Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan, (Jakarta : Kelapa Gading
Permai, 2007).
Riyaas Rasyid, Makna Pemerintahan Tinjauan dari Segi Etika dan
Kepemimpinan, (Jakarta :PT. Mutiara Sumber Widia, 2002).
Supriadi Legino, Menjawab Tantangan Reformasi Birokrasi: Kepemimpinan
Transformasional dan Organisasi Lateral, (Jakarta : Indonesia Press,
2009).
Tamin, F, Reformasi Birokrasi: Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara,
(Jakarta: Belantika, 2004).

Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003).
Taliziduhu Ndraha, Ilmu Pemerintahan Jilid I, (Jakarta: BKU Ilmu Pemerintahan
Kerjasama IIP-UNPAD, 2000).
Riyaas Rasyid, Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan Politik Orde Baru, (Jakarta:
Yarsif Watampone, 2001).
Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni,
2006).
S.F Marbun dan Mahfud, Pokok-pokok hukum administrasi Negara, 1987,
Yogyakarta : Liberty.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara,2001, Yogyakarta : UII Press.
Djoko Prakoso dan Ketut Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia,
(Jakarta: Bina Aksara, 1987).
86

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh


Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, Cetakan
3, 2009).

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat Edisi 1 Cetakan ke 5, (Jakarta:


Kencana, 2015).

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2010).


Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Mahmudiah,
1980).
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak di Catat,
(Jakarta:Sinar Grafika, 2010).
Daniel S Lev, Peradilan Agama Islam Indonesia, Penerjemah : Zaini Ahmad Noeh,
(Jakarta PT. Intermasa, 1986).
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih. 2008. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media
Pratama

B. Jurnal
Martyan. 2016. Jurnal Pendidikan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas
Negeri Yogyakarta.
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia:
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974
sampai KHI, (Jakarta: Kencana, Cetakan 3, 2006).
C. Skripsi
Rohmat, “Pernikahan Dini dan Dampaknya Dalam Keutuhan Rumah Tangga,
(Studi Kasus di Desa Cikadu Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang Jawa
Barat)”, Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2009).
Dewi, Skripsi Efektivitas Pelayanan Publik, (Universitas Hasanuddin: 2017).

D. Lainnya
Intruksi Mendagri Nomor 27 Tahun 1983 tentang Usia Perkawinan dalam Rangka
Mendukung Program Kependudukan dan Keluarga Berencana, ditetapkan
tanggal 24 Juli 1983.
Peraturan Kabupaten Sarolangun Nomor 06 Tahun 205 Tentang Perlindungan
Anak Bab IV Tentang Peran dan Tanggung jawab Pemerintah
87

UU tentang Perkawinan Pasal 6 No. 1 Tahun 1974.


Buku Catatan Kehendak Nikah Kecamatan Pelawan.

Wawancara dengan Bapak H. Normal, Sag selaku kepala KUA kecamatan


pelawan pada hari Rabu, 19 Oktober 2022.
Wawancara dengan Bapak Anwar, Selaku Kepala Bagian pada Dinas
Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana Kabupaten Sarolangun,
Pada 20 April 2023.
Wawancara dengan Ibu Syamsiah, Pada 20 April 2023, di Kantor Puskesmas
Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun.
Wawancara bersama Bapak Wardi Hardito selaku Ketua KUA Kecamatan
Pelawan, Pada 20 April 2023, di Kantor KUA Kecamatan Pelawan
Kabupaten Sarolangun.
Wawancara bersama Bapak Andi selaku Staff KUA Kecamatan Pelawan, Pada 20
April 2023, di Kantor KUA Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun.
Wawancara dengan Bapak Sadikin, Selaku Masyarakat Kecamatan Pelawan,
Kabupaten Sarolangun, Pada 21 April 2023.
Wawancara dengan Bapak Solihin, Selaku Staff Dinas Pengendalian Penduduk
Dan Keluarga Berencana Kabupaten Sarolangun, Pada 20 April 2023.

E. Website
Profil Sejarah Pemerintah Kabupaten Sarolangun, diakses dari website:
https://sarolangunkab.go.id/utama/statis-7-sejarah.html. Pada 10 Mei 2023.
LAMPIRAN 1

Photo I:

Peneliti Bersama Ketua KUA Kecamatan Pelawan

Kabupaten Sarolangun
Photo 2:

Peneliti bersama Ketua KUA Kecamatan Pelawan dan Staff

Photo 3:
Peneliti Bersama Informan

Anda mungkin juga menyukai