Anda di halaman 1dari 76

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI KELURAHAN
KALEGOWA KABUPATEN GOWA

Oleh:

SUTRAYANI
NIM: 16.162032

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) GUNUNG SARI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
MAKASSAR
2020

1
PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI KELURAHAN
KALEGOWA KABUPATEN GOWA

Proposal penelitian ini diajukan sebagai

Syarat pedoman pelaksanaan penelitian penyusunan skripsi

Oleh:

SUTRAYANI

NIM: 16.162032

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) GUNUNG SARI

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

MAKASSAR

2020

i
HALAMAN PERSETUJUAN SEMINAR HASIL PENELITIAN

Proposal penelitian atas:

Nama : Sutrayani

Tempat, Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 26 Juli 1994

NIM : 16.162032

Judul Proposal Penelitian : Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59
Bulan Di Kelurahan Kalegowa Kabupaten
Gowa.

Kami setuju untuk di seminarkan pada tanggal……………………..

Makassar,…………….2020

Pembimbing I Pembimbing II

Musaidah, S.Kep,Ns,SKM,M.Kes dr.Nurnaeni,M.Kes

NIDN: 0020107710 NIDN: 0905078404

Mengetahui,

KETUA

Program Studi S1 Keperawatan

Abdullah, S.Kep, Ns, M.Kep


NIDN: 091108870
PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI KELURAHAN
KALEGOWA KABUPATEN GOWA

Disusun Oleh:
Sutrayani
NIM: 16.162032

Telah Diperiksa dan Disetujui Pada Ujian Seminar Proposal


Penelitian Program Studi S1 Keperawatan
Pada tanggal: ………….2020
Makassar: …………2020

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Musaidah, S.Kep,Ns,SKM, M,kes dr.Nurnaeni, M,Kes


NIDN: 0020107710 NIDN: 0905078404
Mengetahui,

Ketua Wakil Ketua I

Program Studi S1 Keperawatan Bidang Akademik

Abdullah, S.Kep, Ns, M.Kep Nurnainah, S.Kep, Ns, M.Kep


NIDN: 0911088702 NIDN: 0901038801

KETUA

STIKES Gunung Sari

Dr.Syaiful Bachri, MM, M.Kes


NIDN: 0928066201
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI KELURAHAN
KALEGOWA KABUPATEN GOWA

Disusun Oleh:
Sutrayani
NIM: 16162032
Telah Diperiksa dan Disetujui Pada Ujian Seminar Proposal Penelitian
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal 31 Agustus 2020

Menyetujui

Tim Penguji :

1. Nurnainah, S.Kep, Ns ,M.Kep (…………………………)


NIDN: 0901038801
2. Siti Badriah Asikin, S.Kep, Ns, M.Kes (…………………………)
NIDN: 0920038702
3. Nurbiah, SE, MM (…………………………)
NIDN :
Mengetahui,
Ketua Wakil Ketua I
Progam Studi S1 Keperawatan Bidang Akademik

Abdullah, S.Kep, Ns, M.kep Nunainah,S.Kep,Ns,M.Kep


NIDN: 0911088702 NIDN: 0901038801
KETUA
STIKES Gunung Sari

Dr.Syaiful Bachri, MM, M.Kes


NIDN: 0928066201
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sutrayani

NIM : 16.162032

Program Studi : S1 Keperawatan STIKES Gunung Sari


Makassar

Menyatakan bahwa proposal yang berjudul: “Faktor-Faktor


Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita usia
24-59 Di Kelurahan Kalegowa Kabupaten Gowa” adalah karya saya
sendiri yang belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di seluruh perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya tidak dapat atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali secara tertulis di acu dalam naskah dan
disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ;terbukti saya melakukan tindakan


plagiat, maka saya akan menerima sangsi yang telah ditetapkan.

Demikian surat permohonan ini saya buat sebenar-benarnya


tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Makassar,
……………….…..2020

Yang Menyatakan

Sutrayani

NIM:16.162032
BIODATA DIRI

A. Data Pribadi
Nama : Sutrayani
Tanggal Kelahiran : Ujung Pandang, 26 Juli 1994
Alamat :Jl.Sultan Alauddin, Komp.Bumi
Permata Hijau Makassar
Kode Pos : 90221
Nomor Telepon : 082393500309
Email : sutrayanisese@gmail.com
Jenis Kelamin : Perempuan
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
B. Data Orang Tua
Nama Ayah : Abd.Rifai Sese
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : St.Wartina
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
C. Riwayat Pendidikan
Jenjang Pendidikan

Periode Asal Sekolah Jurusan Jenjang IPK


2000-2006 SDI.Kampung Baru - SD
Malino
2006-2009 SMP.N. 1 - SMP
Tinggimoncong
2009-2012 SMA Negeri 4 Gowa IPA SMA
2016- Sementara dalam proses menyelesaikan pendidikan
Sekarang Strata Satu (S1) Keperawatan di STIKES Gunung Sari
Makassar Tahun 2020)

Pesan : Hidup bagaikan sebuah sistem yang harus dikendalikan,


manusia adalah pengemudinya dan ilmu adalah kuncinya. Pilihlah
jalan yang menentukan apakah sistem tersebut berjalan dengan
baik. Pengemudi yang baik bukanlah mereka yang pintar mencari
jalan melainkan mereka yang mau mencari dan melewati jalan
dengan sistem yang telah dipilih. Pilihan yang terbaik adalah
kemauan untuk melewati setiap kesulitan yang ada tanpa mengenal
kata menyerah.

Sekeping ilmu dalam proposal ini khusus aku persembahkan


buat profesiku tercinta “profesi keperawatan”, Almamaterku, buat
orang tua, saudara-saudaraku tercinta dan sahabat yang telah
membantu memberikan motivasi semangat yang sangat luar biasa.
Khususnya untuk dosen tercinta yang telah mengajarkan arti hidup
yang sesungguhnya karena kita anak perantau tidak akan tau apa itu
hidup kalau kita tidak mencoba bergerak untuk maju.

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pertama-tama penulis tak lupa memanjatkan puji syukur


kehadirat ALLAH SWT. Karena atas berkat Rahmat dan hidayah
yang Engkau karuniakan pada penulis, Engkau beri kemudahan
dalam berbicara, bertindak, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan proposal ini sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gunung
Sari Makassar dengan judul : “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan
kelurahan Kalegowa Kabupaten Gowa”. Demikian pula salam dan
salawat kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga segala
aktifitas dalam rangka proposal ini dapat bernilai ibadah di sisi
ALLAH SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan proposal ini


masih terdapat sekian banyak rintangan dan hambatan. Namun
berkat bantuan, petunjuk, usaha, arahan dan bimbingan yang di
berikan oleh berbagai pihak, maka segala hambatan tersebut dapat
teratasi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati melalui
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, doa tulus dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak H. Syamsu Alam BA, ketua Yayasan Pendidikan


Gunung Sari Makassar, yang telah menyediakan fasilitas yang
menunjang proses perkuliahan.
2. Bapak Dr. Syaiful Bachri, MM, M.Kes, ketua STIKES
Gunung Sari Makassar.
3. Ibu Nurnainah, S.Kep, Ns, M.Kep, wakil ketua bidang
Akademik STIKES Gunung Sari Makassar yang telah
memberikan dorongan dan bimbingan kepada penulis selama
mengikuti pendidikan di STIKES Gunung Sari Makassar.
4. Bapak Abdulah, S.Kep, Ns, M.Kep, ketua prodi S1
Keperawatan STIKES Gunung Sari Makassar, yang telah
membantu dan mengarahkan penulis dalam proses
penyelesaian proposal ini.
5. Ibu Musaidah, S.Kep, Ns, SKM, M.Kes, pembimbing I yang
telah rela meluangkan waktu dan tenaganya untuk
memberikan petunjuk dan bimbingan serta saran-saran sejak
penyusunan rancangan penelitian sampai selesainya proposal
ini.
6. Ibu dr. Nurnaeni, M.Kes, pembimbing II yang telah banyak
membantu dan mengarahkan penulis dalam proses
penyelesaian proposal ini.
7. Bapak dan Ibu dosen beserta staf STIKES Gunung Sari
Makassar atas segala bantuan yang telah diberikan.
8. Kepada Bapak/Ibu di kelurahan Kalegowa Kabupaten
Gowa yang telah memberikan izin, membantu menyediakan
sarana, tempat dan waktu untuk pengambilan data awal
dalam penelitian.
9. Terkhusus keluarga besar H.Syamsu Alam BA dan
HJ.Hartini atas belas kasih yang tak berujung pangkal,
pengorbanan tiada henti baik material maupun moril yang
dengan penuh iklhas membiayai kuliah saya.
10. Teristimewa Ayahanda Abdul Rifai Sese dan St.Wartina
Ibunda tercinta dan seluruh keluarga yang selama ini tiada
hentinya memberikan doa restu, dukungan dan semangat
serta motivasi kepada penulis.
11. Kepada teman-teman seperjuangan Mahasiswa Program
Studi S1 Keperawatan 2020, dan teman-teman yang tidak
dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang selalu
memberikan bantuan, dukungan, tenaga dan pikiran dengan
tulus ikhlas kepada penulis dalam proses penyusunan
proposal ini.
12. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan
menjadi bagian dalam catatan perjalanan hidupku yang telah
membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan
skripsi.

Penulis berdoa agar semua pihak yang telah membantu


penulis baik moril maupun spiritual akan diberikan Rahmat dan
Pahala dari ALLAH SWT. Penulis mengharapkan semoga tulisan
yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua yang
membacanya dan sebagai wahana menambah pengetahuan serta
pemikiran. Penulis menyadari bahwa proposal yang telah diluangkan
dalam penulisan ini masih banyak memiliki kelemahan-kelemahan
dan kekurangan, walaupun demikian secercah harapan penulis,
mudah-mudahan tetap dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian, Aamiin..

Makassar, 26 Juli 2020

Sutrayani

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN................................................................... iv
BIODATA.............................................................................................. v
KATA PENGANTAR............................................................................. vi
DAFTAR ISI.......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ i
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian.................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian................................................................ 9
E. Penelitian Sejenis................................................................. 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 8
A. Tinjauan Umum Tentang Stunting....................................... 8
B. Tinjauan Umum Tentang Variabel Yang Diteliti................... 14
C. Hubungan Antara Variabel.................................................. 22
D. Definisi Operasionel dan Kriteria Objektif............................ 25
E. Hipotesis Penelitian............................................................. 25
BAB III. METODE PENELITIAN........................................................... 27
A. Jenis dan Metode Penelitian................................................ 27
B. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................. 27
C. Populasi, Sampel dan Sampling........................................... 27
D. Pengumpulan Data............................................................... 28
E. Instrumen atau alat Pengumpulan Data............................... 28
F. Pengolahan Data.................................................................. 29
G. Etika Penelitian..................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 31
LAMPIRAN........................................................................................... 32
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Stunting masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang

banyak di derita oleh anak-anak di Indonesia. Adapun kondisi

Pandemi Covid-19 merupakan faktor yang mempengaruhi Stunting,

dimana terdapat masalah gizi yang banyak terjadi pada anak balita.

Stunted adalah suatu kondisi dimana tubuh yang pendek dan sangat

pendek berdasarkan indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U)

atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dibawah standar deviasi (<-

2SD) (Stunted) dan (<-3SD) (Severely Stunted) (Gibney, 2009). Balita

yang mengalami Stunting sudah pasti stunted, namun balita stunted

belum pasti stunting.

Stunting di defenisikan sebagai indeks Tinggi Badan menurut

umur (TB/U) kurang dari dua standar deviasi (-2SD) atau di bawah

rata standar yang ada Stunting pada anak merupakan hasil jangka

panjang konsumsi kronis diet berkualitas rendah yang di

kombinasikan dengan morbiditas penyakit infeksi. Masalah gizi yang

paling banyak ditemukan pada balita di Indonesia adalah Stunting

yaitu gangguan pertumbuhan yang terjangkit akibat kondisi

kekurangan gizi kronis dan penyakit infeksi gizi kronis. Stunting

merupakan gangguan pertumbuhan Liner yang disebabkan adanya

malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis

maupun yang ditunjukan dengan nilai. Z Sckore tinggi badan menurut

1
2

usia (TB/U) kurang dari 2 standar deviasi (-2SD) berdasarkan standar

world Health Organization (WHO).

Berdasarkan data WHO tahun 2018, di wilayah Asia Tenggara

prevalensi balita Stunting mencapai 33,8%. Pada tahun 2011,

Indonesia berada diperingkat ke 5 dari 81 negara dengan jumlah anak

Stunting terbesar di dunia yang mencapai 7.547.000 anak. Indonesia

dilaporkan memiliki jumlah anak Stunting yang lebih besar dari pada

Negara Afrika, seperti Ethiopia, Republik Demokratik Kongo, Kenya,

Uganda dan Sudan. Selama tahun 2007 sampai 2011 Indonesia di

laporkan memiliki anak-anak dengan berat badan sedang, berat

badan rendah dan berat badan berlebih yang masing-masing

mencapai 13%, 18% dan 14%. Pada tahun 2012, angka kematian

anak di bawah lima tahun di Indonesia mencapai 152.000. Prevalensi

balita Stunting di Indonesia masih fluktuatif sejak tahun 2007 sampai

2017. Prevalensi balita Stunting di Indonesia pada tahun 2007 adalah

36,8%, tahun 2010 sesbesar 35,6%, tahun 2013 sebesar 37,2% dan

tahun 2017 sebesar 29,6%. Menurut WHO, prevalensi balita pendek

menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau

lebih. Karenanya presentase balita pendek di Indonesia masih tinggi

dan merupakan masalah kesehatan yang harus di tanggulangi.

Dibandingkan beberapa negara tetangga, prevalensi balita pendek di

Indonesia juga tertinggi di bandingkan di Myanmar (35%), Vietnam

(23%), Malaysia (17%), Thailand (16%), dan Singapura (4%).


3

Di Indonesia, sekitar 35,6% (hampir 8 Juta) anak balita

mengalami stunting (Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia

adalah negara dengan prevalensi Stunting kelima terbesar.

Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami

Stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan

anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat

beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya

secara luas Stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi,

meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan. (Trihono

dkk 2015).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes 2010)

diketahui bahwa prevalensi balita Stunting di Indonesia mencapai

35,6% dengan kejadian yang tinggi pada balita (41,4) prevalensi

Stunting tersebut lebih tinggi di bandingkan angka prevalensi gizi

kurang dan buruk (17,9%) balita kurus (13,3%) serta balita gemuk

(14%) kondisi Stunting pada masa balita dapat menyebabkan

gangguan perkembangan fungsi kognitif dan psikomotorik serta

penurunan produktifitas ketika dewasa. Stunting pada masa balita

perlu mendapat perhatian khusus termasuk pada anak proses

pertumbuhan cenderung mengalami perlambatan sehingga

berpeluang untuk terjadinya kejar tumbuh lebih rendah merupakan

usia anak mengalami perlambatan yang pesat dalam kemampuan

kognitif dan motorik di perlukan kondisi fisik yang maksimal untuk


4

mendukung perkembangan ini, dimana pada anak yang Stunting

perkembangan kemampuan motorik maupun kognitif dapat terganggu,

beberapa faktor yang di duga berhubungan dengan kejadian stunting

pada balita antara lain berat badan lahir balita, riwayat infeksi balita,

riwayat penyakit kehamilan, tinggi badan orang tua dan faktor sosial

ekonomi. Kondisi gizi di Indonesia saat ini sedang mengalami gizi

ganda yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih. Saat ini Indonesia

sebagian bangsa Indonesia masih menderita kekurangan gizi

terutama pada Ibu, bayi,dan balita secara bersamaan timbul masalah

gizi lain yang itu gizi yang berdampak pada obesitas. Stunting adalah

keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek sehingga melampaui

2-SD di bawah media panjang atau tinggi badan Stunting terjadi akibat

kekuragan gizi dalam waktu lama yang di awali sejak masa janin

hingga 2 tahun pertama kehidupan. Stunting merupakan masalah

kesehatan masyarakat karena berhubungan dengan meningkatnya

resiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan motorik

lambat, dan terhambatnya pertumbuhan mental (Maryam 2012).

Menurut laporan Kementerian Keuangan bekerja sama dengan

Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan 2018, tingkat kecerdasan

anak Indonesia berada di urutan 64 terendah dari 65 Negara.

Sedangkan, Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan,

kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktifitas dan


5

kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan

kemiskinan dan ketimpangan (Kementerian Keuangan, 2018).

Berdasarkan data Pemantaun Status Gizi (PSG) Sulawesi

Selatan 2015 yang di lakukan di 24 Kabupaten/Kota menunjukkan

bahwa pervalensi balita stunting pada tahun 2014 sesbesar 34,5%.

Mengalami penurunan pada tahun 2015 menjadi 34,1%. Angka ini

menunjukkan bahwa posisi Sulawesi Selatan di tahun 2015 masih

belum mencapai target MDGs yaitu 32%. Salah satu dari Kabupaten

tersebut yang memiliki prevalensi Stunting yang cukup tinggi yaitu

Kabupaten Enrekang yang menduduki urutan ke-6 dengan prevalensi

Stunting sebesar 39,6% (Dinkes Sulsel 2015).

Sementara itu di Provinsi Sulawesi Selatan Kabupaten Toraja

Utara menjadi salah satu dari 10 Kabupaten Stunting bersama

Kabupaten Enrekang, Bone, Pangkep, Tana Toraja, Kepulauan

Selayar, Gowa, Pinrang Sinjai dan Takalar. Masuknya Toraja Utara

dan Tana Toraja dalam SK Gubernur menjadi hal penting sehingga

Kabupaten ini mengalami darurat Stunting gizi. Hal ini tertuang dalam

keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No.440.2.1/03175/DINKES,

tertanggal 5 April 2019 tentang penetapan 10 (sepuluh) Kabupaten

Lokasi Khusus (Lokus) dalam percepatan penanggulangan masalah

Stunting di Provinsi Sulawesi Selatan 2019. Dalam mengatasi

masalah Stunting ini, bukan hanya dengan upaya kesehatan, tetapi

faktor non kesehatan perlu juga di perhatikan, seperti adanya masalah


6

ekonomi, politik, sosial, budaya kemiskinan, pemberdayaan

perempuan dan adanya degradasi serta kerusakan lingkungan.

Kasus Stunting atau gangguan pertumbuhan fisik dan otak

pada anak menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Makassar.

Upaya menurunkan angkanya dilakukan secara terintegrasi lintas

sektor. Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Naisyah Tun Azikin,

menjelaskan Stunting dapat terjadi dalam 1.000 pertama kelahiran.

Hal ini di pengaruhi banyak faktor, seperti sosial ekonomi, asupan

makanan infeksi, status gizi Ibu dan lingkungan. Ia menyebut, Stunting

di Kota Makassar mencapai 5,14%. Pencapaian itu diperoleh setelah

intens dilakukan berbagai upaya mengantisipasinya. Jika

dibandingkan dengan angka Stunting Nasional yang baru saja turun

dari 37% ke 27%, apa yang ada di Kota Makassar saat ini cukup kecil.

“Angka 5.14% Stunting di Makassar merupakan pencapaian kita di

2019. Jadi kita cukup rendah dibanding angka nasional 37% yang

baru saja turun ke 27%”.

Kejadian Stunting pada balita tidak hanya berdampak pada

kondisi tubuh menjadi pendek atau sangat pendek, namun akan

berdampak pula pada perkembangan anak seperti kognitif, bahasa

dan kapasitas sensorik-motorik (Mcdonald et al,2013). Stunting pada

balita dapat dicegah dengan cara mengenali factor-faktor yang

berkontribusi terhadap kejadian Stunting. Stunting disebabkan oleh


7

factor multi dimensi (Tim Nasional Percepatan dan Penanggulangan

Kemiskinan, 2017).

Menurut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018)

factor-faktor yang mempengaruhi kejadian Stunting adalah faktor Ibu

yang meliputi postur tubuh Ibu (pendek), jarak kehamilan yang terlalu

dekat, usia Ibu saat hamil yang terlalu muda atau terlalu tua, selain

factor Ibu Stunting dipengaruhi oleh faktor bayi dan balita, serta faktor

sosial, ekonomi dan lingkungan.

Data Stunting Kabupaten Gowa pada balita untuk kategori

sangat pendek 16,4% dan pendek 17,4% sehingga prevalensi

Stunting 33,8%. Prevalensi Stunting pada balita sebesar 30,7% terdiri

dari 12,3% sangat pendek dan pendek 18,4% (Balibangkes, 2018).

Berdasarkan data dari kelurahan Kalegowa Kecamatan Somba

Opu Kabupaten Gowa pada tahun 2020, jumlah balita di daerah

tersebut sejumlah 30 orang balita Stunting.

Berdasarkan data tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian

Stunting. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian yang

berjudul factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Stunting

pada balita di Kelurahan Kalegowa Kecamatan Soba Opu Kabupaten

Gowa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan yang telah ditentukan pada latar belakang


8

masalah maka dapat di identifikasikan masalah pokok yang di peroleh

dan di kaji oleh penulis yaitu:

1. Apakah ada hubungan pola makan dengan kejadian

Stunting pada balita?

2. Apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian Stunting pada balita?

3. Apakah ada hubungan sosisal ekonomi dengan kejadian

Stunting pada balita?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

Stunting pada balita di Kelurahan Kalegowa Kecematan Somba

Opu Kabupaten Gowa.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui hubungan pola makan dengan kejadian Stunting

pada Balita di Kelurahan Kalegowa Kecamatan Somba Opu

Kabupaten Gowa.

b. Diketahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

Stunting pada Balita di Kelurahan Kalegowa Kecamatan

Somba Opu Kabupaten Gowa.

c. Diketahui hubungan Sosial Ekonomi dengan kejadian Stunting

Balita di Kelurahan Kalegowa Kecamatan Somba Opu

Kabupaten Gowa.
9

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Institusi

Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat memberikan bekal

kompetensi bagi mahasiswa sehingga mampu menerapkan ilmu

yang didapat dan diterapkan kepada masyarakat khususnya pada

Ibu yang memiliki anak balita.

2. Bagi Profesi Perawat

Memberi tambahan wawasan di bidang Keperawatan Anak tentang

pentingnya penanggulangan Stunting pada balita.

3. Manfaat Bagi Praktisi

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk lebih mendalami

kesadaran akan komunikasi makanan dengan pedoman gizi

seimbang baik pada orang dewasa maupun anak-anak agar dapat

menurunkan angka kejadian Stunting di Indonesia.

4. Manfaat Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti dalam

memperluas wawasan dan pengetahuan terutama tentang factor

kejadian Stunting pada balita.


10

E. Penelitian Sejenis

Tabel 1.1
Penelitian Sejenis

No Judul Metode Peneltian Hasil Persamaan Perbeda


Penelitian
Penelitian an

1. Faktor-faktor Metode penelitian Hasil Tekhnik Metode


yang ini menggunakan penelitian ini sampling penelitia
berhubungan studi analitik menunjukkan sama yaitu n
dengan observasional bahwa dengan menggu
kejadian dengan desain proporsi menggunak nakan
Stunting pada cross-sectional. Stunting an tekhnik deskrptif
anak balita sebesar total korelatif
26.,9% dan sampling
normal
sebesar
73,1%.

2 Analisis Metode penelitian Hasil Metode Tekhnik


. determinan menggunakan penelitian ini penelitian samplin
kejadian penelitian menunjukkan sama-sama g
GROWTH Kuantitatif bahwa status menggunak menggu
FAILURE(ST dengan desain gizi anak balita an nakan
UNTING) cross sectional berdasarkan penelitian simple
Pada anak TB/U yang kuantitatif random
balita mengalami dengan samplin
stunting(33,7% desain g
)dan normal cross
(66,3 %) sectional
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Stunting

Stunting (kerdil) merupakan kondisi dimana balita memiliki

panjang atau tinggi badan yang kurang apabila dibandingkan dengan

umur. Kondisi ini diukur dengan panjang dan tinggi badan yang lebih

dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak

dari WHO. Stunting biasanya disebabkan oleh asupan makanan yang

tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Dan mulai terjadi ketika janin

masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua

tahun (Kemenkes RI, 2008).

Stunting yang telah terjadi bila tidak diimbangi dengan catch-up

growth (tumbuh kejar) yang mengakibatkan menurunnya

pertumbuhan, terdapat masalah kesehatan masyarakat yang

berhubungan dengan Stunting yaitu meningkatnya sebuah resiko

kesakitan, kematian serta hambatan pada pertumbuhan baik motorik

ataupun mental. Stunting di bentuk oleh growth faltering dan catch up

growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidak mampuan

untuk mencapai suatu pertumbuhan yang optimal, hal tersebut

mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan berat

badan normal sehingga dapat mengalami Stunting bila pemenuhan

selanjutnya tidak terpenuhi dengan begitu baik.


12

Stunting pada balita perlu menjadi perhatian yang khusus

karena dapat menghambat perkembangan fisik dan mental seorang

anak. Balita yang mengalami Stunting memiliki resiko terjadinya

kemampuan intelektual, produktifitas, serta peningkatan resiko

degeratif di masa mendatang. Hal ini di karenakan anak Stunting juga

cenderung lebih rentang terhadap penyakit, sehingga berisiko

mengalami penurunan kualitas belajar baik dirumah maupun di

sekolah juga meningkatkan resiko obesitas, karena orang dengan

tubuh pendek berat badan idealnya juga rendah. Kenaikan berat

badan beberapa kilogram saja bisa menjadi Index Massa Tubuh (IMT)

orang tersebut naik melebihi batas normal. (Badria 2012).

Stunting (pendek) atau kurang gizi kronik adalah suatu bentuk

lain dari kegagalan pertumbuhan. Kurang gizi kronik adalah

kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, bukan seperti

kurang gizi akut. Anak yang mengalami Stunting biasanya memiliki

badan normal yang proporsional, tetapi tinggi badannya lebih pendek

dari tinggi badan normal yang dimiliki anak seusianya.

Stunting adalah proses kumulatif yang disebabkan oleh asupan

zat-zat gizi yang kurang atau penyakit infeksi yang berulang atau

kedua-duanya. Rendahnya kualitas makanan sejalan dengan

frekuensi infeksi sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan

memiliki keterlambatan dalam berpikir (Unicef, 2009).


13

Stunting berhubungan dengan resiko terhambatnya

pertumbuhan motorik kasar maupun halus, kenapa pada anak

Stunting terjadi perubahan struktur dan fungsi dalam perkembangan

otak? karena adanya keterlambatan kematangan sel-sel saraf di

bagian Cerebellum (otak kecil) yang merupakan kordinasi gerak

motorik. Keterlambatan kematangan sel-sel saraf di bagian

Cerebellum karena adanya penurunan jumlah mielin, dendrite, portikal

dalam medulla spinalis, serta reduksi neurotransmitter.

Banyak faktor yang mempengaruhi Stunting, diantaranya adalah

panjang badan lahir, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan

tinggi badan orang tua. Panjang badan lahir pendek bisa di sebabkan

oleh faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua yang pendek karena

kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa kehamilan sehingga

pertumbuhan janin tidak optimal yang mengakibatkan bayi yang lahir

memiliki panjang badan lahir pendek. Panjang badan lahir berkaitan

erat dengan tinggi badan orang tua. Ibu dengan tinggi badan pendek

lebih berpeluang untuk melahirkan anak yang pendek pula. Faktor

resiko yang mempengaruhi Stunting banyak sekali seperti riwayat

kehamilan, asupan makan anak maupun pola asuh. Bayi dengan

panjang badan lahir pendek berpeluang lebih tinggi untuk tumbuh

pendek di bandingkan dengan anak panjang badan lahir nomal. Anak

dengan panjang badan lahir pendek menunjukkan kurangnya gizi


14

yang di asup Ibu selama masa kehamilan. Sehingga pertumbuhan

janin tidak optimal. (Sri Yunita 2011).

1. Penyebab Stunting pada Balita

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya

disebabkan oleh faktor gizi buruk yang di alami oleh Ibu hamil maupun

anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat

mengurangi prevalensi stunting yaitu perlu dilakukan pada 1000 Harii

Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Beberapa faktor yang

menjadi penyebab Stunting yaitu prektek pengasuhan yang kurang

baik, termasuk kurangnya pengetahuan Ibu mengenai kesehatan dan

gizi sebelum ‘dan pada masa kehamilan, serta setelah melahirkan.

Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk ANC- Ante Natal Care

(Pelayanan Kesehatan untuk Ibu selama masa kehamilan), PNC-Post

Natal Care (Pelayanan Kesehatan untuk Ibu selama masa nifas) dan

pembelajaran dini yang berkualitas,masih kurangnya akses rumah

tangga/keluarga ke makanan bergizi, kurangnya akses ke air bersih

dan sanitasi (TNP2K 2017).

Stunting dapat di sebabkan oleh berbagai factor, WHO (2013)

yaitu faktor keluarga dan rumah tangga, makanan tambahan/

komplementer yang tidak adekuat, pemberian ASI, dan infeksi.

Faktor keluarga dan rumah tangga di bagi lagi menjadi faktor

maternal dan faktor lingkungan rumah. Factor maternal berupa nutrisi


15

yang kurang pada saat perkonsepsi, kehamilan dan llaktasi tinggi

badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan di usia remaja, kesehatan

mental, Intrauterine Growth Restriction (IGR) atau kondisi

pertumbuhan janin dalam kandungan terhambat yang di tandai dengan

BBLR, kelahiran preterm atau premature yang terjadi sebelum minggu

ke-37 atau lebih awal dari hari perkiraan lahir, jarak kehamilan yang

pendek, dan hipertensi. Faktor lingkungan rumah berupa stimulasi dan

aktivitas anak yang tidak adekuat, perawatan yang kurang sanitasi dan

pasokan air yang tidak adekuat, akses dan ketersediaan pangan,

alokasi makanan dan rumah tangga yang tidak sesuai dan edukasi

pengasuh yang rendah.

Faktor kedua penyebab Stunting adalah makanan komplementer

yang tidak adekuat. Yang dibagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan

yang rendah, cara pemberian yang tidak adekuat, keamanan makanan

dan minuman. Kualitas makanan yang rendah dapat berupa kualitas

mikronutrian yang rendah, keragaman jenis makanan yang di

konsumsi dan sumber makanan hewani yang rendah, makanan yang

tidak mengandung nutrisi dan makanan komplementer yang

mengandung energy rendah. Cara pemberian yang tidak adekuat

berupa frekuensi pemberian makanan yang rendah, pemberian

makanan yang tidak adekuat, ketika sakit dan setelah sakit,

konsistensi makanan yang terlalu halus, pemberian makanan yang

rendah dalam kuantitas. Keamanan makanan dan minuman dapat


16

berupa makanan dan minuman yang terkontaminasi, kebersihan yang

rendah, penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman.

Faktor ketiga yang dapat menyebabkan Stunting adalah

pemberian ASI (Air Susu Ibu) yang salah, karena inisiasi yang

terlambat, tidak ASI eksklusif dan penghentian penyusuan yang

terlalu cepat. Faktor keempat adalah infeksi klinis dan sub klinis

seperti infeksi pada usus: diare, (environmental enteropathy) atau

infeksi usus halus pada anak yang disebabkan oleh buruknya sanitasi

serta kebersihan lingkungan.

Faktor dasar yang menyebabkan Stunting dapat mengganggu

pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab dari Stunting

adalah BBLR, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang

tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan

penelitian sebagian besar anak-anak dengan Stunting mengkonsumsi

makanan yang berada dibawah ketentuan rekomendasi kadar gizi,

berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak,

bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan

(Gibson, 2005).

Stunting dapat mengidikasikan bahwa telah terjadi reterdasi

pertumbuhan akibat defisiensi zat gizi saat dalam kandungan, artinya

Ibu yang kurang gizi sejak awal kehamilan hingga lahir akan berisiko

melahirkan anak BBLR yang juga berisiko menjadi Stunting. Salah

satu studi yang dilakukan di Kelurahan Tamamaung Makassar


17

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara BBLR dengan

kejadian Stunting terhadap balita dikelurahan tersebut yang artinya

balita yang lahir dengan berat badan rendah berpeluang menjadi

pendek dibandingkan dengan balita yang lahir dengan berat badab

normal (Mugni, 2012).

2. Dampak Stunting

Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup

anak. WHO (2013). Dampak yang diakibatkan oleh Stunting menjadi

terbagi 2 yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang.

Dampak jangka pendek dari Stunting adalah dibidang

kesehatan, dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbilitas,

di bidang perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif,

motorik, bahasa dan di bidang ekonomi berupa peningkatan

pengeluaran untuk biaya kesehatan. Stunting juga dapat

menyebabkan dampak jangka panjang di bidang kesehatan berupa

perawatan yang pendek, peningkatan resiko untuk obesitas dan

penurunan kesehatan reproduksi, di bidang perkembangan berupa

penurunan prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang ekonomi

berupa penurunan kemampuan dan kapasitas kerja.

Menurut penelitian Hoddinot, dkk (2013) menunjukkan bahwa

Stunting pada usia 2 tahun memberikan dampak yang berupa nilai

sekolah yang lebih rendah, putus sekolah akan memiliki tinggi badan

yang lebih pendek dan berkurangnya kekuatan genggaman 22%.


18

Stunting pada usia 2 tahun juga memberikan dampak ketika dewasa

berupa pendapatan perkapita yang rendah dan juga meningkatnya

porbabilitas untuk menjadi miskin. Stunting juga berhubungan

terhadap meningkatnya jumlah kehamilan dan anak di kemudian hari,

sehingga Hoddinot menyimpulkan bahwa pertumbuhan yang

terhambat di kehidupan awal dapat memberikan dampak buruk

terhadap kehidupan, sosial dan ekonomi seseorang. Dampak Stunting

terhadap prestasi sekolah juga didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Perignon, dkk (2014) terhadap anak usia 6-12 tahun di

Kamboja. Perignon menemukan bahwa anak yang mengalami

Stunting moderate dan severe memiliki kecerdasan kognitif yang lebih

rendah di banding dengan anak yang normal. Stunting juga dapat

mempengaruhi kadar hemoglobin anak. Berdasarkan peneltian yang

dilakukan oleh Mamiro (2005) terhadap anak Tanzania menunjukkan

bahwa anak yang mengalami Stunting memiliki kadar hemoglobin

darah yang rendah.

3. Pencegahan dan Penanggulangan Stunting

Periode yang paling kritis dalam penanggulangan Stunting

dimulai sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun

yang disebut dengan periode emas (seribu hari pertama kehidupan).

Oleh Karena itu, perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu hari

pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari

pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya.


19

Pencegahan dan penanggulangan Stunting yang paling efektif

dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan, meliputi:

a. Pada Ibu Hamil

1) Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik untuk memperbaiki

gizi dan kesehatan. Apabila Ibu hamil dalam keadaan sangat

kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka

perlu diberikan makanan tambahan.

2) Perlunya mendapatkan tablet penambah darah minimal 90 tablet

selama kehamilan.

3) Menjaga kesehatan agar Ibu tidak mudah mengalami sakit.

b. Pada saat bayi lahir

1.) Persalinan di tolong oleh bidan atau dokter terlatih dan

melakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) ketika bayi lahir.

2.) Pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan.

c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

1) Selain ASI bayi di beri Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

Pemberian ASI terus dilakukan mulai bayi berusia 6 sampai

berumur 2 tahun atau lebih.

2) Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi

dasar lengkap.

d. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya

yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan

pertumbuhan.
20

e. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus di upayakan oleh

setiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air

bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang

dapat membuat energy untuk pertumbuhan teralihkan kepada

perlawanan tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh

dan terhambatnya pertumbuhan (Infodatin, 2017)

4. Kerangka Intervensi Stunting di Indonesia

Kerangka intervensi stunting yang dilakukan oleh Pemerintah

Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan

Intervensi Gizi Sensitif . kerangka pertama adalah Intervensi Gizi

Spesifik yang ditujukan kepada anak dalam 1000 Hari Pertama

Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting.

Dan umumnya dilakukan pada sektor kesehatan juga bersifat jangka

pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.

Untuk pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dibagi menjadi beberapa

intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan Ibu hingga

melahirkan balita yaitu: dengan sasaran Ibu hamil, Ibu menyusui dan

anak usia 0-6 bulan, Ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan (TNP2K,

2017).

Kerangka intervensi stunting yang direncanakan oleh

pemerintah yang kedua adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini

idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar


21

sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% intervensi stunting.

Sasarannya ialah masyarakat secara umum dan tidak khusus Ibu

hamil dan balita pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kegiatan

ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro dan

dilakukan secara lintas Kementerian dan Lembaga. Ada 11 kegiatan

yang dapat berkontribusi pada penurunan Stunting melalui Intervensi

Gizi Spesifik sebagai berikut:

1. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih

2. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi

3. Melakukan fortifikasi bahan pangan

4. Menyediakan akses kepada pelayanan kesehatan dan Keluarga

Berencana (KB)

5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)

7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua

8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal

9. Memberikan pendidikan gizi masyarakat

10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi

pada remaja

11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin

Kedua kerangka intervensi Stunting diatas sudah direncanakan

dan dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya


22

nasional untuk mencegah dan mengurangi prevalensi Stunting (TNP2K,

2017).

5. Program Intervensi Stunting Yang Dicanangkan Pemerintah

Pemerintah Indonesia telah banyak mengeluarkan paket

kebijakan dan regulasi terkait intervensi Stunting.

Kementerian/Lembaga (K/L) mempunyai program, baik terkait intervensi

gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif tujuannya untuk menurunkan

Stunting intervensi Program Gizi Spesifik dilakukan oleh Kementerian

Kesehatan (Kemenkes) melalui Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) melalui Gerakan

1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Beberapa program gizi spesifik

yang telah dilakukan oleh Pemerintah dapat sebagai berikut:

1. Program terkait intervensi dengan sasaran Ibu hamil, yang

dilakukan melalui beberapa kegiatan berikut:

a) Pemberian makanan tambahan pada Ibu hamil untuk mengatasi

kekurangan energi dan protein kronis

b) Program untuk mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat

c) Program untuk mengatasi kekurangan iodium

d) Pemberian obat cacing untuk menanggulangi kecacingan pada

ibu hamil

e) Program untuk melindungi Ibu hamil dari malaria


23

Jenis kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik di

tingkat nasional maupun di tingkat local meliputi pemberian suplemen

besi folat minimal 90 tablet, memberikan dukungan kepada Ibu hamil

untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali, memberikan

imunisasi Tetanus Toksoid (TT), pemberian makanan tambahan,

melakukan upaya untuk penanggulangan cacingan dan memberikan

kelambu serta pengobatan bagi Ibu hamil yang positif malaria.

Program yang menyasar Ibu menyusui dan Anak Usia 0-6

bulan, diantaranya mendorong IMD/Inisisasi Menyusui Dini melalui

pemberian ASI jolong/colostrums dan memastikan edukasi kepada Ibu

untuk terus memberikan ASI eksklusif kepada anak balitanya.

Kegiatan terkait termasuk memberikan pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), promosi menyusui

ASI eksklusif (konseling individu dan kelompok), imunisasi dasar,

pantau tumbuh kembang secara rutin setiap bulan dan penanganan

bayi sakit secara tepat.

Program Intervensi yang ditujukan dengan sasaran Ibu

Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan, dengan mendorong penerusan

pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MP-

ASI, menyediakan obat cacing dan suplemen zinc, melakukan

fortifikasi zat besi kedalam makanan, memberikan perlindungan

terhadap malaria, memberikan imunisasi lengkap dan melakukan

pencegahan serta pengobatan diare.Selain itu, beberapa program


24

lainnya adalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita Gizi

Kurang oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Puskesmas

dan Posyandu. Program terkait meliputi pembinaan Posyandu dan

penyuluhan serta penyediaan makanan pendukung gizi untuk balita

kurang gizi pada usia 6-59 bulan berbasis pangan lokol (misalnya

melalui Hari Makan Anak/HMA). Anggaran program berasal dari

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)- Dana Alokasi Khusus (DAK)

Non Fisik sebesar Rp.200.000.000 pertahun perPuskesmas

didaerahnya masing-masing (TNP2K,2017).

Sedangkan intervensi gizi sensitif, yang telah dilakukan oleh

pemerintah melalui K/L terkait beberapa diantaranya sebagai berikut:

1. Menyediakan dan memastikan akses pada air bersih melalui

program PAMSIMAS (Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi

Berbasis Masyarakat)

2. Menyediakan dan memastikan akses pada sanitasi melalui

kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM)

3. Melakukan fortifikasi bahan pangan (garam, gula, terigu dan

minyak goreng)

4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga

Berencana (KB)

5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)

7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua


25

8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal

9. Memberikan pendidikan gizi masyarakat

10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi

pada remaja

11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin ,

misalnya melalui Program Subsidi Beras Masyarakat

Berpenghasilan Rendah (Raskin/Rastra) dan Program Keluarga

Harapan (PKH)

12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi

Berdasarkan program-program tersebut, tampak bahwa telah

banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menurunkan

prevalensi Stunting yang tentunya disertai dengan alokasi anggaran

yang tidak sedikit. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

menunjukkan bahwa angka prevaensi Stunting pun telah mengalami

penurunan dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30.8% pada tahun

2018.

6. Penilaian Dan Pengukuran Stunting

Secara umum Antroponometri berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Antroponometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energy. Beberapa indeks

antroponometri yang sering digunakan adalah Berat badan menurut

Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan
26

menurut Tinggi Badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan Standar

Deviasi unit z (Z Score) (Sri Yunita 2012).

Stunting dapat diketahui bila seorang sudah di timbang berat

badannya dan diukur panjang dan tinggi badannya, lalu di bandingkan

dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Jadi secara

fisik balita akan lebih pendek di bandingkan balita seumurnya.

7. Penilaian Status Gizi Balita Stunting

a. Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros.

Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi

Antropometrik adalah ukuran tubuh (Supariasa 2012) menurut

NHANES (National Health And Nutrition Examination Servey)

Antropometri adalah studi tentang pengukuran tubuh manusia

dalam hal dimesti tulang otot, dan jaringan adipose atau lemak,

karena tubuh dapat mengasumsikan berbagai postur,

Antropometri selalu berkaitan dengan posisi anatomi tubuh.

b. Ukuran Antropometri

Ukuran Antropometri yang sering di pakai antara lain:

1. Umur

Untuk menentukan status gizi seseorang faktor umur

sangat penting, penentuan umur yang salah bisa menyebabkan

interprestasi status gizi yang tidak tepat, batasan umur yang

digunakan adalah tahun umur penuh.


27

2. Berat badan

Berat badan adalah hasil keseluruhan pertambahan

jaringan-jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lainnya.

Berat badan merupakan ukuran Antropometri yang terpenting,

di pakai pada setiap pemeriksaan kesehatan anak, pada setiap

kelompok umur. (Marendra 2002)

3. Tinggi badan

Tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting,

sebab dengan menghubungkan berat badan menurut tinggi

badan, factor umur dapat ditiadakan. Pengukuran tinggi badan

untuk balita yang sudah bisa berdiri tegak menggunakan alat

pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm

(Suoariasa, 2002). Tinggi badan diukur dengan subjek berdiri

tegak pada lantai yang rata, tidak menggunakan alas kaki,

kepala sejajar dataran Frankfurt (mata melihat lurus ke depan),

kaki menyatu, lutut lurus, tumit, bokong dan bahu menyentuh

dinding yang lurus, tangan menggantung disisi badan, subjek

diinstruksikan untuk menarik nafas kemudian baru pengukur

diturunkan hingga menyentuh puncak kepala (vetreks) dan

angka yang paling mendekati skala millimeter dicatat (Gibson,

2005).
28

a. Pengertian Balita

Anak Bawah Lima Tahun (balita) adalah anak yang telah menginjak

usia diatas satu tahun atau lebih, atau bisa juga digunakan perhitungan

bulan yaitu usia 12-59 bulan. Para ahli menggolongkan usia balita

sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap

berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh

kekurangan atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu. (Pusat data

dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan

anak persekolahan (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung

penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting seperti

mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan

sudah bertambah naik. Namun kemampuan lain masih terbatas.

Perkembangan dan pertumbuhan di masa balita menjadi penentu

keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode

selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang

berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering

disebut golden age atau masa keemasan (Uripi,2004).

b. Karakterisitik Balita

Menurut Karakteristik,balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak

usia 1-3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1-3 tahun

merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa

yang disediakan Ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari
29

masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang

relative besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi

kecil dengan frekuensi sering pada usia prasekolah anak menjadi

konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih yang disukainya.

Karakteristik anak usia balita (toddler) adalah sangat egosentris.

Selain itu, anak juga mempunyai perasaan takut pada ketidaktahuannya

sehingga anak perlu di beri tahu tentang apa yang terjadi padanya.

Misalnya, pada saat akan diukur suhu tubuhnya, anak akan merasa

takut melihat alat yang ditempelkan pada tubuhnya. Oleh karena itu,

jelaskan bagaimana anak akan merasakannya. Beri kesempatan

padanya untuk memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat

tersebut tidak berbahaya untuknya (Novi,2002:83).

Pada usia ini anak juga mulai bergaul dengan lingkungannya atau

bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan

dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar

memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap

ajakan. Pada masa ini berat badan akan cenderung mengalami

penurunan, akibat dari aktifitas yang mulai banyak dan pemilihan

maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa

perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila

dibandingkan dengan anak laki-laki (Uripi, 2004).

Dari aspek bahasa, anak belum mampu berbicara secara fasih.

Oleh karena itu, saat menjelaskan gunakan kata-kata yang sederhana,


30

singkat dan gunakan istilah yang dikenalnya. Posisi tubuh yang baik

saat berbicara padanya adaah jongkok, duduk di kursi kecil atau

berlutut sehingga pandangan kita akan sejajar dengannya (Novi,

2002:83).

c. Pertumbuhan Dan Perkembangan Balita

Pertumbuhan merupakan perubahan besar, jumlah, ukuran dimesti

sel, organ maupun individu yang diukur dengan ukuran berat, ukuran

panjang, ukuran tulang dan keseimbangan metabolic. Pertumbuhan

merupakan dasar untuk menilai kecukupan gizi bayi. Indikator

pertumbuhan yang banyak digunakan adalah berat badan dan

pertambahan berat, meskipun pertambahan panjang juga digunakan

untuk menilai pertumbuhan liner dan adiposity yang dtunjukkan dengan

tebal lemak bawah kulit. Pertumbuhan dapat digunakan untuk

mengetahui perubahan yang berhubungan dengan panjang, berat dan

komposisi kimia sehingga pertumbuhan membutuhkan zat gizi untuk

menghasilkan simpanan energy, pembelahan meliputi pertumbuhan

tubuh secara keseluruhan, pertumbuhan organ replikasi sel, pergantian

dan perbaikan jaringan dan kematian sel. Anak memilki ciri khas yang

selalu tumbuh dan berkembang sejak saat konsepsi sampai masa

remaja akhir. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah

sel serta jaringan intraseluler, yang berarti juga bertambahnya ukuran

fisik dan struktur tubuh sebagian atau secara keseluruhan.

Pertumbuhan tinggi badan pada manusia tidak seragam di setiap tahap


31

kehidupan. Pertumbuhan maksimal terjadi sebelum kehidupan, pada

bulan ke 4 kehidupan janin, yaitu 1,5 mm per hari, setelah itu ada

penurunan kesempatan secara progresif. Setelah lahir, bayi masih

dapat tumbuh dengan sangat cepat di bandingkan anak yang lebih tua

satu tahun setelah lahir, panjang badan bayi meningkat 50% dan pada

tahun kedua panjang badan bertambah 12-13 cm. setelah itu

peningkatan tinggi merata sekitar 5-6 cm per tahun. Pada umur 9 tahun

rata-rata tinggi badan adalah 120 cm dan kemudian bertambah sekitar

6 cm setiap tahunnya.

d. Indikator Stunting Pada Balita Menurut Umur

Status gizi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk

mengatahui Status kesehatan masyarakat (Kaldum 2008) Status Gizi

adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Status gizi anak adalah keadaan kesehatan

anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energy dan zat-zat

gizi lain yang diperolah dari pangan dan makanan dan dampak

fisiknya di ukur secara antropometri dan dikategorikan berdasarkan

standar buku WHO. Dengan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB.

Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang

berdasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan istilah lain untuk

Stunden dan Severely Studen (Kemenkes 2010). Stunting

didefenisikan sebagai indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)


32

kurang dari minus 2 standar deviasi (2-SD) atau dibawah rata-rata

standar yang ada dan Severly Stunting pada anak merupakan hasil

jangka panjang konsumsi kronis diet berkualitas rendah yang di

kombinasikan dengan morbiditas penyakit infeksi dan masalah

lingkungan.

e. Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Stunting

Menurut Soekirman 2013 faktor penyebab kurang gizi atau yang

mempengaruhi status gizi seseorang adalah:

a) Penyebab langsung

Yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin di

derita anak. Timbul gizi kurang tidak hanya karena makanan yang

kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan cukup

baik, tetapi sering di serang diare atau demam, akhirnya dapat

menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak

cukup baik maka daya tahan tubuhnya melemah. Dalam keadaan

demikian mudah di serang infeksi yang dapat mengurangi nafsu

makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi. Pada kenyataan

keduanya baik makanan dan penyakit secara bersama-sama

merupakan penyebab kurang gizi.

b) Penyebab tidak langsung

Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga,

pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan

lingkungan (Arisman 2012).


33

B. Tinjauan Umum Tentang Variabel Yang Diteliti

a. Pola Makan

Pola makan dapat diartikan suatu sistem, kerja atau asuhan

untuk melakukan sesuatu. Pola makan yang sehat dapat di artikan

sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan

secara sehat. Nutrisi sangat berguna untuk menjaga kesehatan

dan mencegah penyakit. Selain dari factor kekurangan nutrisi,

akhir-akhir ini juga muncul penyakit akibat salah pola makan

seperti kelebihan makan atau makan makanan yang kurang

seimbang (Badria 2012).

Menurut Sumantri (2011) pola makan adalah gambaran

mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan yang

dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari

suatu kelompok masyarakat tertentu.

Kebiasaan makan terbentuk pada usia 1-2 tahun yang

dengan jelas mempengaruhi kebiasaan makan tahun-tahun

selanjutnya. Kesukaran makan antara usia 3-5 tahun sering kali

akibat dari desakan makan orang tua yang berlebihan dan

selanjutnya kecemasan bila anak tidak menyesuaikan diri dengan

beberapa standar yang berubah-ubah. Reaksi negatif anak

biasanya akibat dari stress waktu makan yang tidak semestinya

dan perbaikan memerlukan peningkatan hubungan antara orang

tua dan anak.


34

Pembentukan pola makan yang benar, merupakan hal yang

sangat penting dan harus diperhatikan, sebab balita membutuhkan

nutrisi yang tepat bagi pertumbuhannya. Bila hal ini tidak

terpenuhi, maka balita bisa menderita kekurangan gizi. Pola

makan anak sering membuat orang tua pusing. Ada orang tua

yang bingung karena nafsu makan anak terlalu besar sehingga

sulit mengontrol, ada juga anak yang sulit makan. Ada juga anak

yang nafsu makannnya normal, namun hanya pada jenis makanan

tertentu, sehingga dia tidak bersemangat.

Sudah menjadi tabiat anak untuk memilih makanan. Tugas

orang tua adalah mengatur menu anak agar anak mendapatkan

gizi yang seimbang. Anak yang terlalu memilih makanan, sering

kekurangan vitamin dan mineral seperti kalsium, zat besi, asam

folat, dan vitamin B6. Namun, kebanyakan orang tua baru

memberikan perhatian pada pola makan anak ketika anak mulai

menolak makanan tertentu atau tidak berselera makan.

Porsi yang diberikan untuk anak sebaiknya porsi kecil

dengan waktu yang lebih sering dibandingkan dewasa. Porsi kecil

secara bertahap dapat menimbulkan selera makan anak.

Frekuensi yang dianjurkan adalah lima sampai enam kali makan

dalam sehari. Komposisis diet yang baik terdiri atas kelompok

makanan pokok seperti nasi, roti, mie kentang, ubi dan jagung.

kemudian kelompok lauk pauk sebagai sumber protein seperti


35

daging, ikan, telur, kacang-kacangaan, serta sayuran hijau dan

berwarna. Kelompok vitamin didapatkan dari buah-buahan dan

terakhir susu.

b. Pemberian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif menurut peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu

Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) tanpa

menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau

minuman lain yang diberikan kepada bayi sejak baru dilahirkan

selama 6 bulan (Kemenkes R.I, 2012). Menyusui Eksklusif juga

penting karena pada usia dini, makanan selain ASI belum mampu

dicerna oleh enzim-enzim yang ada didalam usus selain itu

pengeluaran sisa pembakaran makanan belum bisa dilakukan

dengan baik karena ginjal belum sempurna (Kemenkes R.I, 2012).

Manfaat dari ASI Eksklusif yaitu peningkatan kekebalan tubuh,

pemenuhan kebutuhan gizi, murah, mudah, bersih, higienis serta

dapat meningkatkan jalinan atau ikatan batin antara Ibu dan Anak.

ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi

karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan

pembunuhan kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI

Ekslusif dapat mengurangi resiko kematian pada bayi. Kolostrum

berwarna kekuningan di hasilkan pada hari pertama sampai hari


36

ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengndung

imunoglobbin, protein dan laktosa lebih sedikit dibandingkan

kolestrum tetapi lemak dan kalori lebih tinggi dengan warna susu

lebih putih. Selain mengandung zat-zat makanan, ASI juga

mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak

akan mengganggu enzim di usus (Kemenkes RI, 2016).

ASI merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama

pada bulan-bulan pertama. ASI mengandung semua zat gizi untuk

membangun dan penyediaan energy dalam susunan yang

diperlukan. ASI tidak memberatkan fungsi fraktus digestivus dan

ginjal yang belum berfungsi baik pada bayi yang belum lahir, serta

menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. Kandungan ASI

memiliki berbagai zat anti infeksi, mengurangi kejadian eksim

atopic. Zat-zat anti infeksi dapat digolongkan dalam golongan

spesifik dan non-spesifik. Responsi imunitas spesifik pada

umumnya memerlukan kerja sama dengan zat non spesifik untuk

menyingkir kuman atau virus dari tubuh (Pudjiaji, 2005).

Proverawati et al (2011) menyebutkan ASI mengandung growth

factor yang diantaranya untuk perkembangan mukosa usus. ASI

akan melindungi bayi terhadap infeksi dan juga merangsang

pertumbuhan bayi yang normal.

Masalah gizi kurang juga berkaitan dengan factor umur

dan jenis kelamin. Umur anak 6 bulan merupakan titik awal


37

timbulnya masalah gizi kurang, hal ini disebabkan karena pada

usia 6 bulan kandungan zat gizi ASI sudah mulai berkurang

sedangkan pemberian MP-ASI tidak mencukupi (Tarigan, 2003

dalam Arnisam, 2006). Pertumbuhan setelah usia 6 bulan lebih

dipengaruhi oleh pola asuh makan Ibu yang baik dalam pemberian

ASI Ekslusif, MP-ASI maupun perawatan kesehatan (Whitney &

Rolfes, 2008).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aridiyah

(2015) bahwa kejadian Stunting pada anak balita baik yang

berada di wilayah pedesaan maupun perkotaan dipengaruhi

oleh variabel pemberiaan ASI Eksklusif. Rendahnya

pemberiaan ASI Eksklusif menjadi salah satu pemicu terjadinya

Stunting pada anak balita.

Dalam Al-Qur’an di tegaskan bahwa seorang Ibu

harus menyusui anaknya secara baik dan mencukupi dengan

batas waktu hingga 2 tahun, sebagaimana firman Allah SWT

dalam Surah Al-Baqarah ayat 233:

۞ ‫َو ٱْلَٰو ِلَٰد ُت ُيْر ِض ْع َن َأْو َٰل َد ُهَّن َح ْو َلْي ِن َك اِم َلْي ِن ۖ ِلَم ْن َأَر اَد َأن ُيِتَّم‬

‫ٱلَّر َض اَع َة ۚ َو َع َلى ٱْلَم ْو ُلوِد َلُهۥ ِر ْز ُقُهَّن َو ِكْس َو ُتُهَّن ِبٱْلَم ْع ُروِف ۚ اَل ُتَك َّلُف َن ْف ٌس ِإاَّل‬

ۗ ‫ُو ْس َع َه اۚ اَل ُتَض ٓاَّر َٰو ِلَد ٌۢة ِبَو َلِدَه ا َو اَل َم ْو ُلوٌد َّلُهۥ ِبَو َلِدِهۦۚ َو َع َلى ٱْلَو اِر ِث ِم ْث ُل َٰذ ِلَك‬

‫َف ِإْن َأَر اَد ا ِفَص ااًل َع ن َت َر اٍض ِّم ْن ُهَم ا َو َتَش اُو ٍر َفاَل ُج َن اَح َع َلْي ِه َم اۗ َو ِإْن َأَر دُّت ْم َأن‬

‫َٰل‬
‫َت ْس َت ْر ِض ُع ٓو ۟ا َأْو َد ُك ْم َفاَل ُج َن اَح َع َلْي ُك ْم ِإَذ ا َس َّلْم ُتم َّمٓا َء اَت ْي ُتم ِبٱْلَم ْع ُروِف ۗ َو ٱَّتُقو۟ا ٱَهَّلل‬
38

‫َبِص يٌر‬ ‫َت ْع َم ُلوَن‬ ‫ِبَم ا‬ ‫ٱَهَّلل‬ ‫َأَّن‬ ‫َو ٱْع َلُم ٓو ۟ا‬

Terjemahan:

Dan Ibu-Ibu hendaklah menyusui anaknya selama 2

tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan

kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka

dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari

kesanggupannya. Janganlah seorang Ibu menderita karena

anaknya dan jangn pula seorang Ayah (menderita) karena

anaknya. Ahli warispun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila

keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan

permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas

keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada

orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan

pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah

dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu

kerjakan (Kementerian Agama RI, 2014:37).

Dengan menggunakan redaksi berita, ayat ini

memerintahkan dengan sangat kukuh kepada para Ibu agar

menyusukan anak-anaknya.
39

c. Sosial Ekonomi

Kekurangan gizi sering kali bagian dari lingkaran yang

meliputi kemiskinan dan penyakit. Pendapatan keluarga

mempengaruhi kehidupan perekonomian keluraga yang turut

berdampak terhadap kemampuan keluarga dalam menyediakan

asupan makanan keluarga.

Faktor ekonomi dan lingkungan lebih berpengaruh terhadap

pertumbuhan anak dari pada faktor genetik etnik (Habitcht, 1974

dalam Paramitha,2012). Status ekonomi rumah tangga di pandang

memiliki dampak yang signifikan terhadap probabilitas seorang

anak menjadi pendek dan kurus. Dalam hal ini, WHO

merekomendasikan status gizi pendek atau Stunting sebagai alat

ukur atas tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sebagai salah

satu indikator untuk memantau ekuitas dalam kesehatan (Zere &

McIntyre, 2003 dalam Paramitha , 2012).

Faktor ekonomi yang mempengaruhi status gizi diawali dari

tingkat pendidikan yang berpengaruh terhadap jenis pekerjaan.

Kemudian jenis pekerjaan akan berpengaruh pada pendapatan.

Pendapatan yang rendah merupakan kendala bagi keluarga untuk

dapat memenuhi kebutuhan gizi, baik segi kualitas maupun

kuantitasnya bagi seluruh anggota keluarga. Rendahnya


40

pendapatan menyebabkan pengeluaran uang untuk membeli bahan

makanan terbatas.

Menurut Armida (2013) faktor yang berperan dalam

menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial

ekonomi, dalam hal ini adanya beli keluarga. Kemampuan keluarga

untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar

kecilnya pendapat keluarga, harga bahan makan itu sendiri, serta

tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Orang

dengan tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan

sebagian besar pendapatan untuk makanan dan begitupun

sebaliknya. (Arisman 2012) mengatakan bahwa pendapatan

merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas

hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik

makanan yang di peroleh . Depertemen gizi dan kesehatan

masyarakat faktor sosial ekonomi, termasuk pendapatan dapat

menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan anak termasuk gizi

anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak

baik yang primer maupun yang sekunder. Sebaliknya pendapatan

keluarga yang rendah dapat membatasi keperluan dasarnya

termasuk makanan yang bergizi akibatnya terjadi kekurangan gizi.

Peneitian yang dilakukan oleh Zilda Oktarina (2013), balita

yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah lebih

banyak mengalami Stunting dibandingkan balita dari keluarga


41

dengan status ekonomi tinggi. Secara statistik, hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status ekonomii

keluarga dengan kejadian Stunting pada balita.

Berdasarkan hasil Upah Minimum Provinsi untuk tahun 2020

ditetapkan oleh Pemerintah (Provinsi/Kabupaten/Kotamadya)

dibantu oleh rekomendasi penetapan kenaikan UMP yang mngacu

pada PP Nomor 78/2015 tentang pengupahan. Dan menindaklanjuti

surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan

(Kemenaker) dengan nomor:B-M/308/HI.01.00/X2019. Sesuai data

Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan Domestik Bruto Tingkat Inflasi

Nasional tahun 2019 sebesar 5,19%. Dengan demikian kenaikan

UMP berdasarkan data tersebut adalah sebesar 8,51%.

Upah Minimum Provinsi Tahun 2019 ini sebesar

Rp.2.860.382. Kenaikan UMP Provinsi Sul-Sel tahun 2020 sebesar

Rp.243.418 atau 8,51% sesuai formula perhitungan upah PP No.78

Tahun 2015 tentang Pengupahan yang di dasarkan pada Tingkat

Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional. UMP Sul-Sel

Tahun 2020 sebesar Rp.3.103.800,- (tiga juta seratus tiga ribu

delapan ratus rupiah) perbulan, yang terdiri dari pokok dan

tunjangan tetapi bagi mereka berpenghasilan < Rp.3.103.800,-

dianggap memilki tingkat pendapatan yang rendah.

Bagi mereka berpendapatan sangat rendah hanya dapat

memenuhi kebutuhan pangan pokoknya. Beberapa sumber


42

karbohidrat yang merupakan prioritas paling utama apabila tingkat

pendapatan meningkat maka pangan prioritas ke dua. Pendapatan

yang di peroleh setelah membayar atau memenuhi biaya-biaya

lainnya.

Tingkat Pendidikan menentukan pola makan apa yang di beli

dengan uang tersebut. Orang miskin akan membelanjakan

sebagian besar pendapatannya untuk makan. Jika

pendapatanmeningkat pembelanjaan untuk membeli makanan juga

bertambah, lainnya.

C. Kerangka Teori
Kemiskinan, Pendapatan, Pendidikan

Status Ekonomi, Pola Asuh, Sanitasi dan air


Jumlah anggota
pengetahuan,pe bersih, pelayanan
keluarga
kesehatan (imunisasi)
mberian ASI
dan suplai air bersih
eksklusif, dan

pemberian

makan.

Konsumsi Pencegahan dan


Adekuat penanganan

penyakit infeksi
43

Status gizi ibu hamil

Berat badan lahir

Kejadian stunting

Sumber: ( TNP2K,2017).

D. Hubungan Antara Variabel

Dari hasil uraian diatas yang telah dikemukaan pada tinjauan

pustaka yang merupakan landasan teori dalam penyusunan

kerangka konsep, maka telah di identifikasi beberapa variabel yang

terlibat yang disusun baik variabel baik yang bersifat independen

dan variabel yang bersifat dependen sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola makan

Faktor Kejadian Stunting


Pemberian ASI

Eksklusif

Sosial Ekonomi
44

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel Yang di Teliti

E. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

No Variabel Definsi Operasional Alat Hasil Ukur Skala


. Ukur
Independen/bebas

1. Pola Pola makan adalah Kuesion Baik: Jika Ordinal


makan gambaran mengenai er responden
macam,jumlah,dan menjawab
komposisi bahan benar ≥
makanan yang di 50%
makan oleh setiap
orang yang Tidak: Jika
merupakan ciri khas responden
dari suatu kelompok menjawab
masyarakat tertentu. benar ≤ 50
%
2. Pemberian ASI Eksklusif adalah Kuesion 1= ASI Ordinal
ASI memberikan hanya er Ekslusif
Eksklusif ASI saja untuk bayi
sejak lahir sampai 0= ASI tidak
usia 6 bulan. Ekslusif
3. Sosial Kemampuan atau Kuesion Baik: Jika Ordinal
ekonomi pendapatan sebuah er penghasilan
keluarga dalam keluarga ≥
memenuhi kebutuhan Rp.3.103.80
keluarga. 0,-

Rendah:
Jika
penghasilan
45

keluarga ≤
R
p.3.103.800,
-
Variabel Dependen

Faktor Stunting adalah Kuesio Tinggi: Jika Ordinal


resiko gangguan ner responden
kejadian pertumbuhan liner menjawab
stunting yang di sebabkan benar ≥ 50
kurangnya malnutrisi %.
kronis
Rendah:
Jika
responden
menjawab
benar ≤50%
.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian( Nursalam,2011).

1. Hipotesis Alternatif(Ha/Hi)

a. Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian Stunting

pada balita

b. Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan

kejadian Stunting pada balita

c. Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan kejadian Stunting

pada balita

2. Hipotesis Nol(Ho)

a. Tidak ada hubungan antara pola makan dengan kejadian

Stunting pada balita


46

b. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan umur

dengan kejadian Stunting pada balita

c. Tidak ada hubungan antara sosial ekonomi dengan kejadian

Stunting pada balita


47

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis metode penelitian ini yang digunakan adalah Metode
Analitik Deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional yaitu
menghubungkan antara Variabel Independen (Dengan Pola Makan,
pemberian ASI Eksklusif dan Status Ekonomi).
Dengan Variabel Independen (Faktor-faktor yang berhubungan
dengan berhubungan kejadian Stunting pada Balita) di gunakan uji
hipotesa dengan pendekatan Cross Sectional yaitu rancangan
penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan dengan
waktu yang bersamaan. (Hidayah 2011).

B. Tempat Dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian dilakukan di Kelurahan Kalegowa Kecamatan
Somba Opu Kabupaten Gowa dengan Variabel dalam penelitian ini
Pola makan, Pemberian ASI eksklusif, Sosial Ekonomi yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Kelurahan
Kalegowa Kecematan Somba Opu Kabupaten Gowa.
2. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan di Kelurahan
Kalegowa, Penelitian ini berlangsung mulai tanggal…

C. Populasi Sampel Dan Sampling


1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek ( manusia, binatang,
percobaan, data laboratorium, dll) yang akan diteliti dan memenuhi
karakteristik yang di tentukan ( Rianto, 2013). Dalam penelitian ini
peneliti menetapkan jumlah populasi adalah seluruh balita berumur
48

24-59 bulan yang ada di Kelurahan Kalegowa Kabupaten Gowa


yaitu sebanyak 30 balita Stunting.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang mewakili
suatu populasi (Suryono, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh balita berumur 24-59 bulan yang ada di Kelurahan
Kalegowa Kabupaten Gowa, dengan responden Ibu dari Balita.
3. Sampling
Sampling adalah proses penyeleksi porsi atau populasi
untuk dapat mewakili populasi (Nursalam 2013). Teknik Sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu
seluruh populasi diangkat menjadi sampel.

D. Pengumpulan Data
Pada peneltian ini pengumpulan data disesuaikan dengan jenis
berikut:
1. Data Primer

Data Primer diperoleh melalui observasi langsung dengan


responden. Teknik ini di lakukan untuk mengetahui data tentang
Faktor resiko kejadian Stunting pada balita.

2. Data Sekunder
Data Sekunder di peroleh di Kelurahan Kalegowa Kecamatan
Somba Opu Kabupaten Gowa 2020.

E. Instrumen / Alat Pengumpul Data


Instrumen dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner secara
tertulis yang akan di bagikan kepada responden untuk di isi atau
dijawab sebagaimana mestinya. Diukur menggunakan Skala Guttman
dengan scorning 10 pertanyaan tiap variabel.
49

F. Pengolahan Data
Ada beberapa kegiatan yang di lakukan peneliti dalam pengolahan
data yaitu:
1. Editing (Pengeditan)
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang di peroleh atau di kumpulkan Editing dapat di lakukan
pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding (Pengkodean)
Coding merupakan kegiatan pemberian kode Numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian
kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data
menggunakan computer.
3. Tabulating (Tabulasi)
Setelah pengkodean, kemudian data di kelompokkan kedalam
suatu tabeluntuk memudahkan menganalisa data.

G. Analisis Data Penelitian


1. Analisis Univariat
Analisis Univariat di lakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari
tiap variabel penelitian, termasuk didalamnya karakteristik umur
responden, variabel Independen dan Dependen.
2. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel Dependen
menggunakan uji Chi Square.

H. Etika Penelitian
Kode etik yaitu, pedoman etika yang berlaku untuk setiap
kegiatan penelitian yang melibatkan antara peneliti, pihak yang di teliti
(subjek penelitian) dan masrayakat yang akan memperoleh dampak
hasil penelitian tersebut.
50

Setelah mendapatkan adanya rekomendasi dari institusi atas


pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi atau
lembaga tempat penelitian barulah penelitian ini dilakukan dengan
menekankan pada masalah etika yang meliputi :
1. Informed consent (Lembar Persetujuan)
Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada responden, hal
ini bertujuan agar subjek mengerti, maksud penelitian, mengetahui
dampaknya jika subjek bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden.
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan dan prifacy subjek, peneliti tidak
mencantumkan nama responden tetapi lembar alat ukur kuisioner
dan hanya menuliskan kode kepada gambar pengumpulan data
atau hasil penelitian akan disajikan.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasidari responden dijamin oleh peneliti. Hanya
kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset.
51

DAFTAR PUSTAKA

Anugraheni. (2012). Faktor-faktor resiko kejadian stunting pada balita di


kecamatanpati kabupaten pati. Program studi ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro semarang .

Arifin, A. (2016). Faktor yang berhubungan dengan status kurang gizi


pada anak usia 1-5 tahun di RSUD Pangkep. Jurnal Keperawatan ,
23-24.

Arisman. (2013). Pola makan dengan Kejadian Stunting pada balita .


Jakarta: PT Raja Geafindo Persada.

Badria. (2012). Kecukupan yang di anjurkan pada balita stunting. Jakarta:


Gramedia Kedokteran EGC.

Froferawati. (n.d.). Retrieved from Https:// WWW Jurnal.com balita


stunting dan Gizi buruk: Yogyakarta Nuha

Hidayat. (2013). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analis Data.


Jakarta Selatan: Salemba Medika.

Ibrahim, A. I. (2013). Stunting Dalam Daur Kehidupan Manusia. Jakarta:


Gramedia Kedokteran EGC.

jaenal, D. (2012). Retrieved from Http:// WWW Jurnal stunting.com:


Jakarta:Departemen RI

Nurjanna. (2019). Determinan Kabupaten JENEPOTNO Sosial Budaya


Kejadian Stunting pada suku Makassar di Kecamatan Turatea.
Jurnal Kedokteran dan Ilmu Kesehatan .

Rochimiwati, S. N. (2013). Stunting Pedoman Umum Stunting. Jakarta:


Departemen RI.
52

Ronalyw. (2019). Retrieved from https://beritakotamakassar.fajar.co.id.

Sani, M., Solehati, T., & Hendrawati, S. (2019). Hubungan usia Ibu hamil
dengan Stunted pada balita 24-59 bulan. Holistik Jurnal
Kesehatan , 284-291.

Saputri, R. A. (2019). Upaya pemerintahan daerah dalam


penanggulangan Stunting di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Jurnal Dinamika Pemerintahan , 152-168.

Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul. (2018). Jurnal Faktor-faktor yang
berhubungan dengan Kejadian Stunting pada anak usia 24-59
bulan di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang
Timur Kota Padang Tahun 2018.

Srf/Na. (2019). Retrieved from http://sulselprof.go.id.

Tiro, A., & N, H. (2012). Metode penelitian sosial:pendekatan survey.


Makassar: Adira .

Yunita, S. (2011). Pengukuran TB/U Balita Stunting. Jakarta: Kedokteran


Medikal Bedah.

Yusdarif. (2017). Determinan Kejadian Stunting pada balita di Kelurahan


Rangas, Kecamatan Banggae Kabupaten Majene .

Lampiran 1
53

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada YTH
Ibu Calon Responden Penelitian
Di-
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswi
Program Studi S1 Keperawatan Stikes Gunung Sari Makassar

Nama : Sutrayani
NIM : 16.162032
Alamat: Jl. Sultan Alauddin Komp.(Bumi Permata Hijau) Makassar
Akan mengadakan pnelitian dengan judul : “Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Stunting pada balita usia 24-59
bulan”. Penelitian tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Ibu
sebagai responden peneltian, kerahasiaan semua informasi yang
diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Tidak ada paksaan bagi Ibu untuk menjadi subyek peneletian ini.
Jika terjadi hal-hal yang merugikan selama peneltian, maka Ibu di
perbolehkan mengundurkan diri untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian
ini.

Apabila Ibu menyetujui maka saya mohon kesediaannya untuk


menandatangani lembaran persetujuan yang telah saya sediakan.

Kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Makassar, ……… 2020

Peneliti,

(Sutrayani)

16.162032
54

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya bersedia menjadi responden penelitian, dalam


penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Gunung Sari Makassar atas
nama:

Nama : Sutrayani

Nim : 16.162032

Alamat : Jl. Sultan Alauddin Komp. (Bumi Permata Hijau) Makassar

Dengan Judul : “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian


Stunting pada balita usia 24-59 bulan di Kelurahan Kalegowa
Kec.Somba Opu Kab.Gowa”.

Saya telah memahami maksud dan tujuan peneltian ini yaitu


untuk perkembangan Ilmu Keperawatan khususnya Keperawatan Anak
dan dalam rangka penyelesaian tugas akhir bagi peneliti, dan saya
memahami bahwa penelitian ini tidak merugikan saya sehingga jawaban
yang saya berikan adalah yang sejujurnya, serta saya tidak keberatan
untuk menjadi responden.

Dengan demikian secara sukarela dan tidak ada unsure


paksaan dari siapapun, saya siap berpartisipasi.

Makassar, ……….2020

Responden

(……………………….)
55

Lampiran 3

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN

A. IDENTITAS

1. No.Responden:……………….

2. Inisal Ibu :……………………

Usia Ibu :…………………… Th

Pendidikan:  TIDAK SEKOLAH

 SD

 SLTP

 SLTA

 S1

 S2

Pekerjaan :  IRT (Ibu Rumah Tangga)

 PEGAWAI NEGERI

 PEGAWAI SWASTA

 WIRASWASTA

 BURUH

 PETANI

3. Inisial Anak :…………………..


Usia Anak :……………..……Th
56

Jenis Kelamin:
 LAKI-LAKI
 PEREMPUAN

Petunjuk Pengisian :

1. Tulis identitas Ibu pada lembar jawaban yang telah disediakan.


2. Pilihlah jawaban dari pertanyaan berikut ini sesuai Ibu ketahui
3. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda
contreng (√) pada jawaban yang menurut Ibu ketahui
4. Jika Ibu ingin memperbaiki jawaban yang salah beri tanda (=)
dikotak yang salah kemudian beri tanda (√) yang benar
5. Tanyakan langsung pada peneliti jika Ibu kesulitan dalam
menjawab pertanyaan
6. Peneliti menyediakan 4 kuesioner sebagai berikut:
a) Kuesioner Pola Makan
b) Kuesioner Pemberian ASI Eksklusif
c) Kuesioner Sosial Ekonomi
d) Kuesioner Faktor Resiko Kejadian Stunting
YA : Untuk jawaban yang menurut anda benar
TIDAK : Untuk jawaban yang menurut anda salah
7. Teliti kembali apakah ada nomor yang belu terjawab
8. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya
9. Mohon kuesioner ini dikembalikan pada kami setelah di isi.
57

A. POLA MAKAN

NO. Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak
1. Apakah Ibu menerapkan
pola makan dalam sehari
terdiri dari 3 kali makan
utama (pagi, siang dan
malam) serta 2 kali
makanan selingan?
2. Apakah Ibu memberi
makanan untuk anak
dilakukan secara teratur
sesuai dengan jadwal
makan?
3. Apakah Ibu di bantu oleh
anggota keluarga yang lain
dalam memberikan
makanan kepada anak?
4. Apakah Ibu memberikan
memberikan makanan
yang nilai gizinya baik
meskipun Ibu tidak
menyukainya?
5. Apakah Ibu memberikan
susu atau makanan
selingan kepada anak
dekat dengan waktu
58

makan utama?
6. Apakah Ibu mengawasi
dan mendampingi anak
ketika makan?
7. Apakah Ibu melarang anak
mengambil makanan
sendiri karena sering
tumpah dan berceceran?
8. Apakah Ibu memaksa anak
untuk menghabiskan porsi
makanan yang Ibu
siapkan?
9. Apakah pada waktu
pemberian makanan Ibu
mengajaknya makan
sambil bermain dan jalan-
jalan keluar rumah?
10. Apakah Ibu menyusun
menu untuk anak
mengikuti pola menu
keluarga?

B. PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

NO. Pertanyaan Jawaban


Ya Tidak
1. Apakah Ibu pernah
menyusui (nama anak)?
59

2. Apakah saat ini (nama


anak) masih diberi ASI
(disusui)?
3. Apakah Ibu melihat ada
perbedaan dalam daya
tahan tubuh diantara bayi
yang di beri ASI dan yang
tidak?
4. Apakah Ibu memberikan
ASI yang pertama keluar
(kolostrum) saat bayi lahir?
5. Apakah Ibu memberikan
ASI saja atau ditambah
dengan susu formula
kepada anak sampai usia
6 bulan?
6. Apakah semua anak Ibu di
beri ASI?
7. Apakah Ibu setuju dengan
anjuran pemerintah,
menyusui bayi sampai usia
2 tahun?
8. Apakah Ibu melihat ada
perbedaan dalam
pertumbuhan dan
perkembangan diantara
bayi yang diberi ASI dan
yang tidak?
9. Apakah produksi ASI Ibu
sudah mencukupi
kebutuhan bayi?
60

10. Apakah Ibu mengikuti


pantangan makanan atau
diet selama menyusui?

C. SOSIAL EKONOMI

NO. Pertanyaan
Ya Tidak

1. Apakah keluarga mempunyai


pekerjaan tetap?
2. Apakah keluarga mendapat
penghasilan/pemasukan
yang pasti setiap bulannya
dari pekerjaan yang dijalani?
3. Apakah Ibu tidak merasa
berat dengan biaya jika, anak
Ibu sakit?
4. Apakah kebutuhan anak Ibu
bisa di penuhi?
5. Apakah Ibu mempunyai
asuransi kesehatan untuk
membantu membiayai
kesehatan anak?
6. Apakah keluarga memiliki
sumber penghasilan
lain/usaha sampingan (selain
dari gaji pokok)?
7. Apakah Ibu mempunyai
tanggungan dan pengeluaran
61

untuk pendidikan sekolah


anak?
8. Apakah
pendapatan/penghasilan
yang di peroleh kepala
keluarga dalam 1 bulan lebih
dari sama dengan UMP
Sulawesi Selatan tahun 2020
sebesar ( Rp.3.103.800) ?
9. Apakah keluarga memiliki
simpanan uang yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari?
10. Apakah dengan keadaan
ekonomi membuat Ibu
percaya diri dalam merawat
anak?

D. FAKTOR RESIKO KEJADIAN STUNTING

NO. Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak
1. Apakah pertumbuhan dan
perkembangan anak Ibu
sangat penting?
2. Apakah kesehatan anak Ibu
sangat penting untuk
pertumbuhannya?
62

3. Apakah Ibu khawatir


dengan kesehatan anak
ibu?
4. Apakah tinggi badan anak
Ibu sangat penting untuk
pertumbuhan?
5. Apakah Ibu memberikan
makanan yang
mengandung vitamin untuk
kesehatan anak ibu?
6. Apakah pendapatan
keluarga sangat
berpengaruh bagi
pertumbuhan dan
perkembangan anak Ibu?
7. Apakah tingkat pendidikan
bagi kesehatan anak masih
rendah?
8. Apakah anak Ibu
mempunyai riwayat BBLR
(Berat Bayi Lahir Rendah)?
9. Apakah pemberian ASI
tidak terpenuhi?
10. Apakah tinggi badan Ibu
berpengaruh pada
pertumbuhan fisik anak?
63

Anda mungkin juga menyukai