Anda di halaman 1dari 108

PENETAPAN PERNIKAHAN MASYARAKAT JAWA

BERDASARKAN HITUNGAN JAWA


MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi Kasus di Desa Parit Sidang
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Satu (S.I)
Dalam Hukum Keluarga Islam
Pada Fakultas Syariah

Oleh:
EVI ROFIANA
NIM: 101170074

PEMBIMBING:
Dr. H. UMAR YUSUF, M.H.I
SULHANI, S.Sy., M.H

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
1442 H/2021 M
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR*

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Evi Rofiana
NIM :101170074
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syariah
Alamat : Desa Parit Sidang, Kec.Pengabuan, Kab. Tanjung Jabung Rarat
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang berjudul: “Penetapan
Pernikahan Masyarakat Jawa Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut Perspektif Hukum
Islam (Studi Kasus di Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat)” adalah hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil plagiarisme dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Jambi,01 Februari 2021

.NIM. 101170074

11
Pembimbing 1 : Dr. H. M. Umar, M.H.I
Pembimbing II : Sulhani, S.Sy., M.H
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jl. Jambi-Muara Sulian KM. 16 Siinp. Sei Duren
Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021

Jambi, 0 I Maret 2021


Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

JAMBl

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Assalamualaikum wr wb..
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, skripsi saudari
Evi Rofiana NIM.101170074 yang berjudul: “PENETAPAN PERNIKAHAN
MASYARAKAT JAWA BERDASARKAN HITUNGAN JAWA MENURUT
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Parit Sidang Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)" Telah disetujui dan dapat diajukan
untuk dimunaqasahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana strata
satu (S1) dalam jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan 8angsa.
Wux. vlamualaikum wr wh.

Pembimbing I Pembimbi

NIP. 19591231 199203 1 003 NIDN. 2023079201


KEMENTERIAN AGAMA
UIN SULTRAN THA£IA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS SYARI’AH
Jln. Jambi — Ma Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren — Jambi 36363 Telp (0741) 582021
Telp/Fax (0741) 583183-584118 Website: iainjambi.ac.id

PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Nomor : B 2637/D.II./PP.009/04/2021

Tugas dengan judul “Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat)”
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
Nama : Evi Rofiana
NIM :101170074
Telah dimunaqasyahkan pada : Kamis, 25 Maret 2021
Nilai Munaqasyah : 83 (A)
Dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Tim Munaqasyah/Tim Penguji


Ketua Sidang

Drs. R madi M.HI


NIP. 196 112 199303 1 001

Dr. H. Husin Bafadhal M.A vi Alfi M.H


NIP. 19711014 200312 1 003 NIP. 197. 523 201412 1 001

Pembimbi I

r. H. Umar usuf. M.HI Sulhani. S?


NIP. 19591231 199203 1 003 NIDN. 2023079201

lud S.A
NIP. 19 1120 200312 1 002
MOTTO

‫ص ِل ِحيْنَ ِم ْن ِع َبا ِد ُك ْم َواِ َمائِ ُك ْم ا ِْن يَّ ُك ْونُ ْوافُقَ َرا َء يُ ْغنِ ِه ُم‬َ ‫َوا َ ْن ِك ُحوااالَ َيا َمى ِم ْن ُك ْم َوال‬
‫عل ْي ٌم‬ ْ َ‫هللا ِم ْن ف‬
َ ‫ض ِل ِه َوهللا َوا ِس ٌع‬
Artinya : Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan
juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu
yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), Maha Mengetahui.

v
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PENETAPAN PERNIKAHAN MASYARAKAT JAWA


BERDASARKAN HITUNGAN JAWA (Studi Kasus di Desa Parit Sidang
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)”. Penelitian ini yang
penulis lakukan untuk mengungkap masyarakat Jawa yang menggunakan hitungan
Jawa dalam menetapkan pernikahan. Dimana hitungan Jawa ini merupakan adat dan
tradisi pada masyarakat Jawa yang telah ada sejak dahulu dan dilakukan oleh para
leluhur dan nenek moyang masyarakat Jawa. Dalam menetapkan pernikahan terdapat
prosesi hitungan Jawa yang dilakukan sebelum acara pernikahan berlangsung.
Hitungan Jawa ini dilakukan oleh seorang yang dipercaya sebagai projonggo di
daerah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep hitungan Jawa
dalam penetapan pernikahan pada masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang, ingin
mengetahui praktik penetapan pernikahan dengan menggunakan hitungan Jawa pada
masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang, dan untuk mengetahui perspektif hukum Islam
tentang penetapan pernikahan berdasarkan hitungan Jawa. Penelitian ini merupakan
penelitian lapangan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif tipe
pendekatan yuridis empiris. Jenis dan sumber data yaitu data primer dan data
sekunder. Instrumen pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu pertama, konsep
hitungan Jawa dalam penetapan pernikahan pada masyarakat Jawa di Desa Parit
Sidang, yaitu: Terdapat beberapa cara perhitungan yaitu bisa menggunakan tanggal
lahir dan hari lahir. Kedua, Praktik penetapan pernikahan dengan menggunakan
hitungan Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang,yaitu:Kedua calon
mempelai dihitung wetonnya oleh projonggo, kemudian diberikan pilihan hari yang
baik. Ketiga, hitungan Jawa dalam penetapan pernikahan menurut perspektif hukum
Islam adalah hukumnya mubah selama tidak bertentangan dengan nash.
Kata Kunci : Pernikahan, Hitungan Jawa, Hukum Islam

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang mana dalam

penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar

sarjana Strata Satu (S1) pada Hukum Keluarga Islam pada Universitas Islam Negeri

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dengan baik. Disamping itu, tidak lupa pula iringan

shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW

yang telah membimbing umatnya menuju hidup yang penuh dengan iman dan cahaya

Islam.

Skripsi ini diberi judul “Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa

Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa

Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)” merupakan

suatu penelitian terhadap penetapan pernikahan masyarakat Jawa berdasarkan

hitungan Jawa. Permasalahan yang terjadi hitungan Jawa ini adalah terdapat beberapa

masyarakat yang menolaknya karena dianggap menyalahi hukum Islam.

Permasalahan tersebut membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian

bagaimana penetapan pernikahan masyarakat Jawa menurut perspektif hukum Islam

di Desa Parit Sidang. Hal itulah yang kemudian akan dibahas dan dianalisis dalam

skripsi ini.

Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui tidak sedikit

hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam mengumpulkan data maupun

vii
dalam penyusunannya. Dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, terutama

bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih

kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali

kepada Yang Terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Su’aidi Asy’ri, MA. Ph.D. sebagai Rektor Universitas Islam

Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag, MH. sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas

Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Bapak Agus Salim, M.A.,M.I.R.,Ph.D. sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik.

4. Bapak Ruslan Abdul Gani, SH, MH. sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi

Umum Perencanaan dan Keuangan.

5. Bapak Dr. H. Ishaq SH. M. Hum. sebagai Wakil Dekan Bidang Bidang

Kemahasiswaan dan Kerjasama.

6. Ibu Mustiah RH, S.Ag, M.Sy. dan Bapak Irsadunas Noveri, SH, MH. sebagai

Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

viii
7. Bapak Dr. H. M. Umar, M.H.I. sebagai Pembimbing I dan Ibu Sulhani, M.H.,

sebagai Pembimbing II skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati Fakultas

Syariah dan perpustakaan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi.

9. Bapak dan Ibu pegawai Kantor Desa Parit Sidang serta masyarakat desa Parit

Sidang yang banyak meluangkan waktu untuk menjadi informan dalam penulisan

skripsi ini.

Di samping itu saya disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat

memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT kita

memohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon kemaafannya. Semoga

amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.

Jambi,01 Februari 2021


Penulis

Evi Rofiana
101170074

ix
PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Sujud
syukur kepada-Nya atas limpahan nikmat kesempatan, kemudahan dan kesehatan
yang telah Allah berikan kepada saya sehingga pada akhirnya selesailah penulisan
skrispsi saya ini.

Penulisan serta penyelesaian skripsi ini saya persembahkan kepada kedua


malaikat saya yaitu abah dan Ibu ku tercinta yang tanpanya saya tidak mungkin bisa
sampai di titik ini. Lantunan doa di sepertiga malam tak henti-henti dan tak bosannya
terus terucap secara tulus dalam mendoakan anaknya yang sedang berjuang demi
menggapai asa dan cita-cita. Keringat serta peluh keduanya tak hentinya bercucur
demi memenuhi kebutuhan anaknya sampai saat ini. Tidak ada balasan terindah bagi
keduanya kecuali Syurga-Nya Allah SWT. Perjuanganku ini tak lain dan tak bukan
adalah ingin membuat keduanya tersenyum haru melihat pencapaianku selama ini.
Tidak ada yang lebih indah selain melihat rona manis senyum di antara keduanya.
Tidak lupa juga kuucapkan terima kasih kepada Abangku Khairul Mustofa,
Mbak Komariah, Kak Alfiah, Kak Umi Kalsum, Adikku Nikmatil Nikmah, Nur
Azizah yang tak henti-hentinya memberiku semangat serta mendoakan setiap usaha
dan langkahku dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Kuucapkan terima kasih juga yang sebesar-besarnya kepada Ibunda Mustiah RH,
Bapak Irsadunnas Noveri, serta dosen pembimbingku Bapak Umar dan Ibu Sulhani
yang telah banyak membantu dan mempermudah setiap proses penyelesaian skripsi
ini.

Teruntuk teman dan sahabatku yang selalu menemani setiap proses perjuangan
ku, Rina Iswanti, Himmatul Aliah, Desyi, Dewi, Putri, Hikmah, Tria, Musdalipah,
Elmi, Riki Martin, Luqmanul Hakim,Abdurrahim, Muhammad Ridho, terimakasih
telah menjadi penyemangatku, membersamaiku, dan yang setia mendengar keluh
kesahku dalam menyelesaikan skripsi ini.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i


PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR ................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................................ iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .............................................................................. iv
MOTTO ........................................................................................................................ v
ABSTRAK ................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN ......................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xi
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 7
C. Batasan Masalah................................................................................................. 8
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian....................................................................... 8
E. Kerangka Teori................................................................................................... 9
F. Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 15
BAB II METODE PENELITIAN ............................................................................... 19
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 19
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian....................................................................... 20
C. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 21
D. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................................... 22
E. Teknik Analisis Data ........................................................................................ 25
F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 26
G. Jadwal Penelitian.............................................................................................. 27
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................................... 29
A. Aspek Historis .................................................................................................. 29
xi
B. Aspek Geografis ............................................................................................... 33
C. Aspek Demografis ............................................................................................ 34
1. Keadaan Penduduk ........................................................................................... 34
D. Aspek Ekonomi ................................................................................................ 37
E. Aspek Pemerintahan......................................................................................... 37
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ............................................ 40
A. Konsep Hitungan Jawa pada Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa ........... 40
B. Praktik Pernikahan dengan Hitungan Jawa Pada Masyarakat Jawa Di Desa
Parit Sidang ...................................................................................................... 55
D. Dampak Positif dan Negatif dari Penetapan Pernikahan Berdasarkan Hitungan
Jawa di Desa Parit Sidang ............................................................................... 67
C. Perspektif Hukum Islam tentang Penetapan Pernikahan Berdasarkan Hitungan
Jawa .................................................................................................................. 71
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 81
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 81
B. Saran ................................................................................................................. 82
C. Penutup............................................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 85
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE

xii
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR SINGKATAN

1. Hlm : Halaman
2. H : Hijriah
3. M : Masehi
4. Q.S : Al-Qur’an Surah
5. RT : Rukun Tetangga
6. UIN : Universitas Islam Negeri
7. SAW : Shollallahu Aalaihi Wasalam
8. SWT : Subhanahu Wata’ala
DAFTAR SINGKATAN
xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jadwal Penelitian… ................................................................................ 28


Tabel II : Jumlah Penduduk Pada Setiap RT Di Desa Parit Sidang Berdasarkan
Jenis Kelamin… ...................................................................................... 35
Tabel III : Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit Sidang.37
Tabel IV : Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang .............................. 39

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan menurut hukum Islam adalah suatu akad atau perikatan untuk

menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka

mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih

sayang dengan cara yang diridhai Allah. Apabila pengertian tersebut kita bandingkan

dengan yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan yang baru

Undang-Undang No 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang No 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan. Pada dasarnya antara pengertian perkawinan menurut

hukum Islam dan menurut Undang-Undang tidak terdapat perbedaan prinsipil sebab

pengertian perkawinan menurut Undang-Undang ialah ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1

Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang No 1

Tahun 1974 tentang Perkawianan dan hukum Islam memandang bahwa pernikahan

itu tidak dilihat dari aspek formal saja, tetapi juga dilihat dari segi agama, hukum dan

sosialnya. Aspek agama menetapkan keabsahan pernikahan, sedangkan dari aspek

sosialnya adalah menyangkut aspek administrasi yaitu menyangkut pencatatan di

1
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1999), hlm. 14.
Lihat juga Undang-undang No 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-undang No 1Tahun 1974
tentang Perkawinan.

1
2

KUA dan catatan sipil.2 Maka dari itu dalam pernikahan harus dicatatkan di KUA

atau di catatan sipil.

Manhaj yang digunakan dalam pengambilan hukum pencatatan nikah ini

adalah qiyas. Qiyas ialah mempersamakan hukum sesuatu perkara yang belum ada

kedudukan hukumnya dengan sesuatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya

karena adanya segi-segi persamaan antara keduanya yang disebut “illat”.3

Pernikahan bukan hanya mempersatukan dua pasangan manusia yakni laki-

laki dan perempuan, melainkan mengikatkan tali perjanjian yang suci atas nama

Allah bahwa mempelai berniat membangun rumah tangga yang sakinah, tentram dan

dipenuhi oleh rasa cinta dan kasih sayang.4

Pernikahan adalah fitrah, Islam sebagai agama fitrah, dalam arti tuntunannya

selalu sejalan dengan fitrah manusia, menilai bahwa pernikahan adalah cara hidup

yang wajar. Pernikahan merupakan perintah Allah SWT, dalam firman-Nya

ditegaskan:

‫ص ِل ِحيْنَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َواِ َمائِ ُك ْم ا ِْن يَّ ُك ْونُ ْوافُقَ َرا َء يُ ْغنِ ِه ُم‬َ ‫َوا َ ْن ِك ُحوااالَيَا َمى ِم ْن ُك ْم َوال‬
‫عل ْي ٌم‬ ْ َ‫هللا ِم ْن ف‬
َ ‫ض ِل ِه َوهللا َوا ِس ٌع‬

Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki

2
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 61.
Lihat juga Undang-undang No 16 Tahun 2019 atas Perubahan Undang-undang No 1Tahun 1974
tentang Perkawinan.
3
Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),
hlm.63.
4
Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandung:
Pustaka Setia, 2011). hlm. 30.
3

dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah


akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.5
Pernikahan dalam Islam, walau dalam kesederhanaan dan kemudahannya,

tetap saja mempunyai rukun dan syarat-syarat tertentu, yang bila diabaikan,

pernikahan di nilai tidak sah. Makna dasar nikah adalah “penyatuan”, dengan nikah

diharapkan jiwa, raga, cita-cita dan harapan, upaya dan kesungguhan suami isteri

menyatu, karena mereka telah dinikahkan.6

Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Untuk itu suami dan isteri perlu saling melengkapi, agar masing-masing dapat

mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan

materil. Karena tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia

kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar

terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan

tertentu serta harus dilakukan di depan sidang pengadilan.7

Dalam melakukan hajat pernikahan, mendirikan rumah, bepergian dan

sebagainya. Masyarakat Jawa mempunyai tata cara yang sangat lengkap dalam

hitungannya. Dari pemilihan hitungan hari atau perhitungan weton (perhitungan hari

5
Q.S. An-Nur (24): 32)
6
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku, (Tangerang:
Lentera Hati, 2007), hlm. 63.
7
Penjelasan Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974
4

lahir kedua calon mempelai)8, obor-obor (acara pemilihan jodoh dengan

memperhatikan masalah : bobot, bibit, bebet).9 Biasanya pernikahan dapat dibagi

menjadi tiga periode, yakni sebelum pernikahan, hari pelaksanaan (tempuking gawe)

dan sesudah pernikahan. Pada tahapan sebelum pernikahan masyarakat Jawa biasanya

mengawalinya dengan penentuan hari dan tanggal, tatacara nyalari, dilanjutkan

nontoni, ngelamar, wangsulan, pasok tukon, pasrah calon temanten lan upakarti

(srakaha), nyantri, pasang tarub, siraman dan midadareni, setelah itu pada hari

pelaksanaan pernikahan diadakan upacara akad dan panggih. Setelah pernikahan

biasanya adalah upacara boyongan atau ngunduh mantu.10 Dalam perhitungan

masyarakat Jawa mengenal beberapa kalender antara lain: Kalender saka, petungan

jawi (pranata mangsa), kalender Sultan Agung.

Kalender adalah penanggalan yang memuat nama-nama bulan, hari, tanggal,

dan hari-hari keagamaan seperti yang terdapat pada kalender Masehi. Kalender Jawa

memiliki arti dan fungsi tidak hanya sebagai petunjuk dan hari, tanggal dan hari libur

atau hari keagamaan, tetapi menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang

disebut sebagai petungan jawi, yaitu perhitungan baik buruk yang dilukiskan dalam

8
Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa, (Yogyakarta: Hangar
Kreator, 2005), hlm. 7.
9
Wawan Susetya, Ular-Ular Manten Wejangan Perkawinan Adat Jawa, (Yogyakarta: Narasi,
2007), hlm. 42.
10
Tim Rumah Budaya Tembi, Resep Sajen Perkawinan Pasang Tarub Jawa, (Yogyakarta:
Pustaka Anggrek, 2008), hlm. 91.
5

lambing dan watak suatu hari, tanggal, bulan, tahun, pranata mangsa, wuku dan lain-

lainnya.11

Pada zaman dahulu, masyarakat kejawen petungan weton sebagai dasar hari

pernikahan serta nasib ke depan bagi mempelai dan kelanjutan kehidupannya.

Apabila weton calon suami dan weton calon isteri tidak cocok, maka pernikahan

tersebut tidak bisa dilakukan. Karena apabila dipaksakan akan terjadi hal buruk pada

kehidupan rumah tangganya. Konsep Islam dengan konsep Jawa seringkali terjadi

kontradiksi dalam memilih calon suami dan calon istri. Misalnya: seorang gadis

dalam konsep Islam sudah masuk dalam kategori sudah matang usia dan jiwa

sosialnya. Seorang gadis tidak bisa menikah dengan laki-laki karena alasan

perhitungan yang tidak cocok.

Pernikahan di masyarakat Jawa tidak dipandang semata-mata sebagai

penggabungan dua jaringan keluarga yang luas, tetapi yang dipentingkan adalah

pembentukan rumah tangga sebagai unit yang berdiri sendiri. Istilah yang lazim untuk

“kawin” ialah omah omah, yang berasal dari kata omah atau rumah.12

Di Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung

Barat, terdapat masyarakat yang masih memegang teguh upacara-upacara adat

pernikahan yang menggunakan adat Jawa dan kepercayaan dengan mitos-mitos pada

11
Purwadi dan Enis Niken, Upacara Pernikahan Jawa, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007),
hlm. 153.
12
P. Haryono, Kultur Cina dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural, cet ke-2
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1974), hlm. 46.
6

pernikahan seperti penentuan seorang calon pengantin (tidak boleh anak pertama dan

anak ke tiga (lusan besan), penentuan arah rumah calon pengantin (tidak boleh ngalor

ngulon), penentuan hari pernikahan (harus dengan hitungan hari-hari Jawa), rumah

yang berhadap-hadapan (dandang anguk-anguk) dan juga hikmah-hikmah yang

terkandung dalam ritual-ritual khusus yang terjadi pada saat hari pernikahan dan

setelah acara pernikahan, sebab prosesi pernikahan dalam adat Jawa juga banyak

terkandung makna khusus dalam setiap kegiatannya. Di dalam penentuan tersebut

tidak lepas dari “orang tua” (orang yang dianggap mengerti dalam hal adat istiadat

Jawa) yaitu orang yang dianggap mengerti rentetan acara, simbol-simbol serta

kegiatan apa saja yang harus dilakukan dalam acara tersebut.13

Masyarakat Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung

Jabung Barat merupakan penganut Islam yang taat dengan tingkat pendidikan yang

baik. Maka dari uraian fenomena sosial keagamaan tersebut menurut penulis

merupakan kegiatan keagamaan yang bercampur dengan adat Jawa, yang berlangsung

sampai saat ini. Dari hasil pengamatan penulis, setiap pernikahan masyarakat Jawa di

Desa Parit Sidang yang masih kental dengan tradisi Jawa selalu menggunakan

hitungan Jawa untuk menentukan calon dan hari pernikahannya. Mereka

mengganggap hal ini sebagai ikhtiar mereka dalam menentukan kehidupan rumah

tangga.14

13
Wawancara dengan Ahmad, Selaku Masyarakat Desa Parit Sidang, 12 Februari 2020.
14
Observasi di Desa Parit Sidang, 14 Februari 2020.
7

Dengan melihat fenomena sosial keagamaan tersebut, maka penulis merasa

perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan hasil penelitian ini dituangkan

dalam bentuk skripsi dengan judul: PENETEPAN PERNIKAHAN

MASYARAKAT JAWA BERDASARKAN HITUNGAN JAWA MENURUT

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Di Desa Parit Sidang Kecamatan

Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat).

Fenomena sosial keagamaan tersebut penting untuk diteliti karena diharapkan

hasilnya akan memberikan kontribusi pemahaman ajaran agama Islam dan adat Jawa

serta saran bagi lebih baiknya upacara pernikahan dapat berlangsung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana konsep hitungan Jawa pada penetapan pernikahan pada masyarakat

Jawa?

2. Bagaimana praktik pernikahan dengan hitungan Jawa pada masyarakat Jawa di

Desa Parit Sidang?

3. Bagaimana dampak positif dan negatif dari adanya hitungan Jawa di Desa Parit

Sidang?

4. Bagaimana perspektif hukum Islam tentang penetapan pernikahan berdasarkan

hitungan Jawa?
8

C. Batasan Masalah

Untuk lebih terarahnya dan memproleh hasil penelitian yang lebih mendalam,

maka perlu diadakan pembatasan masalah. Maka dalam hal ini penulis akan

memberikan batasan-batasan mengenai Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa

Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut Perspektif Hukum Islam Di Desa Parit Sidang

Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui konsep hitungan Jawa pada penetapan pernikahan

masyarakat Jawa.

b. Untuk mengetahui penerapan hitungan Jawa oleh masyarakat Desa Parit Sidang

dalam penetapan pernikahan masyarakat Jawa.

c. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari hitungan Jawa di Desa Parit

Sidang.

d. Untuk mengetahui hitungan Jawa pada penetapan pernikahan menurut

perspektif hukum Islam.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Akademis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah cakrawala

berfikir bagi penulis dan semoga dapat menjadi referensi untuk menambah
9

keilmuan yang dipersembahkan kepada mahasiswa khususnya jurusan

Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syari’ah di Universitas Islam Negeri

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

2) Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1)

pada Fakultas Syari’ah bagi jurusan Hukum Keluarga Islam di Universitas

Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

b. Kegunaan Praktis

1) Bagi masyarakat Islam pada umumnya dan masyarakat desa Parit Sidang,

Kec. Pengabuan, Kab. Tanjung jabung barat pada khususnya dapat dijadikan

sebagai bahan pengkajian demi kemajuan dan penambah wawasan terhadap

pemahaman hitungan Jawa pada penetapan pernikahan.

2) Hasil penelitian ini diharapkan agar umat Islam di Indonesia khususnya

masyarakat suku Jawa agar mendapat gambaran bagaimana sebuah wacana

adat agama di fahami dalam realitas dunia yang senantiasa berubah.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori yang akan dijadikan landasan dalam suatu penelitian tersebut

adalah teori-teori hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli hukum dalam

berbagai kajian dan temuan antara lain sebagai berikut:


10

1. Teori ‘Urf

Kata ‘Urf berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu (‫)عرف يﻌرف‬sering diartikan dengan

“al-ma’ruf’” (‫ )الﻤﻌرف‬dengan arti: “sesuatu yang dikenal”.15 P


14F
Istilah ‘urf dalam

pengertian terminologi sama dengan istilah al-‘adah (adat istiadat).16 Arti ‘urf secara
P
15F

harfiah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang telah dikenal

manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. Di

kalangan masyarakat, ‘urf ini sering disebut sebagai adat17. P


16F

Penggolongan macam-macam ‘adat atau ‘urf itu dapat dilihat dari beberapa

segi :

a. Ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan. Dari segi ini ‘urf itu ada dua

macam: ‘Urf qauli dan ‘urf fi’li, ‘urf qauli yaitu kebiasaan yang berlaku dalam

penggunaan kata-kata atau ucapan. Seperti kebiasaan masyarakat Arab

menggunakan kata “walad” untuk anak laki-laki. Padahal menurut aslinya kata

itu berarti anak laki-laki dan anak perempuan. Demikian juga menggunakan kata

“lahm” untuk daging bintang darat, padahal Al-Qur’an menggunakan kata itu

untuk semua jenis daging termasuk daging ikan,penggunaan kata “dabbah”

untuk binatang berkaki empat padahal kata ini menurut aslinya mencakup

binatang melata18. Sedangkan ‘urf fi’li yaitu kebiasaan yang berlaku dalam

15
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta:Kencana Media Group, 2008), hlm. 363.
16
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 153.
17
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 128.
18
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 366.
11

perbuatan, umpamanya kebiasaan jual beli barang-barang yang enteng (murah

dan kurang begitu bernilai), kebiasaan saling mengambil rokok diantara sesame

teman tanpa adanya ucapan meminta dan memberi, tidak dianggap mencuri19.

b. Dari segi ruang lingkup penggunaannya yakni ‘urf umum dan ‘urf khusus, ‘urf

umum yaitu adat kebiasaan yang berlaku untuk semua orang di semua negeri.

‘urf khusus yaitu yang hanya berlaku di suatu tempat tertentu atau negeri tertentu

saja20. Seperti halnya tradisi piduduk yang memang dilaksanakan khusus pada

acara pernikahan.

c. Dari segi baik dan buruk, ‘adat atau ‘urf itu terbagi atas: ‘urf shahih dan ‘urf

fasid21. ‘urf shahih ialah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak

bertentangan dengan dalil syara, juga tidak menghalalkan yang haram dan juga

tidak membatalkan yang wajib. Adapun ‘urf fasid, yaitu sesuatu yang telah saling

dikenal manusia, tetapi sesuatu itu bertentangan dengan syara, atau menghalalkan

yang haram dan membatalkan yang wajib22.

Adapun dalam kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:

‫الﻌﺪة محكﻤﺔ‬

19
Ibid, hlm. 367.
20
A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 90.
21
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 368.
22
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 134.
12

Artinya: Adat (dapat dijadikan pertimbangan) dalam penetapan hukum.23

Maksud dari kaidah di atas adalah apa yang dipandang baik oleh kaum

bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara dalam muamalat dan munakahat

juga dikembalikan kepada adat kebiasaan yang berlaku. Sedangkan adat kebiasaan

yang bertentangan dengan nash-nash syara’, tentu tidak boleh dijadikan dasar

hukum.24

Syariat Islam tidak serta merta berupaya menghapuskan tradisi atau adat-

istiadat. Namun secara selektif Islam menjaga keutuhan tradisi tersebut selama hal itu

tidak bertentangan dengan hukum Islam.25 Apabila dalam Al-Qur’an maupun hadits

tidak ditemukan secara tegas mengenai hukum tradisi atau adat-istiadat tertentu,

sehingga untuk mengetahui tradisi atau adat istiadat telah sesuai dengan syariat Islam

atau tidak. Perlu menggunakan kaidah fikih yang bermaktub salah satu kaidah

asasiyyah yaitu al-‘Adah Muhakkamat.

Adat lama yang pada prinsipnya secara substansial mengandung unsur

maslahat (tidak mengandung unsur mafsadat atau mudharat), namun dalam

pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk ini dapat diterima

23
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 154.
24
Abdul Mujib, Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 45.
25
Muchsin Usman, Qawaid Al-Fiqhiyyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 96.
13

dalam Islam namun dalam pelaksanaan selanjutnya mengalami perubahan dan

penyesuaian.26

Para ulama mengamalkan ‘urf dalam memahami dan mengistibathkan hukum,

menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima ‘urf tersebut, yaitu:

1. ‘Adat atau ‘urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat.

2. ‘Adat atau ‘urf itu berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang yang

berada dalam lingkungan ‘adat itu, atau di kalangan sebagian besar warganya.

3. ‘Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku)

pada saat itu; bukan ‘urf yang muncul kemudian.

4. ‘Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara’ yang ada atau bertentangan

dengan prinsip yang pasti.27

Ulama sepakat menolak ‘adat atau ‘urf dalam bentuk ketiga karena secara

jelas bertentangan dengan syara’. Segala ketentuan yang bertentangan dengan hukum

syara’ harus ditinggalkan meskipun secara ‘adat sudah diterima oleh orang banyak.

Adat dalam bentuk ketiga ini dikelompokkan kepada ‘adat atau ‘urf yang fasid

(merusak).

2. Teori Mashlahah

Dilihat dari bentuk lafalnya, kata al-mushlahah adalah kata bahasa Arab yang

berbentuk mufrad (tunggal). Sedaangkan bentuk jamaknya adalah al-mashalih.

26
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 369.
27
Ibid, hlm. 376-377.
14

Dilihat dari segi lafalnya, kata mashlahah setimbangan dengan maf’alah dari kata

ash-shalah.28 Adapun dilihat dari segi batasan pengertiannya, terdapat dua

pengertian: yaitu menurut ‘urf dan syara’. Menurut ‘urf, yang dimaksud dengan al-

mashlahah ialah:
‫الح والنَّ ْف ِع‬
ِ ‫ص‬ َّ ‫ب ْالؤّ دّى إلى ال‬
ُ َ‫سب‬
َ ‫ال‬
Artinya : Sebab yang melahirkan kebaikan dan manfaat.

Selanjutnya, pengertian al-mashlahah secara syar’i, yaitu:

َ ‫ارعِ ِعبَادَةَ أَ ْو‬


‫عادَة‬ ِ ‫ش‬ ُ ‫ب ْال ُﻤ َؤدِّى إِلَى َم ْق‬
َّ ‫ص ْو ٍد ال‬ ُ َ‫سب‬
َّ ‫ال‬

Artinya : Sebab-sebab yang membawa dan melahirkan maksud (tujuan) asy-

Syar’I, baik maksud yang berkaitan dengan ibadah maupun

muamalah (al-‘adah).29

Imam Al-Ghazali mengemukakan penjelasan bahwa al-mashlahah dalam

pengertin syar’i ialah, meraih manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka

memelihara tujuan syara’, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Penelitian ini berkenaan dengan tradisi yang berkembang di masyarakat

berorientasikan pada kemaslahatan masyarakat, maka perlu kiranya mengkajinya

dengan al-Mashlahah. Menurut Imam Al-Ghazali bahwa upaya meraih manfaat atau

menolak kemudharatan yang semata-mata demi kepentingan duniawi manusia, tanpa

mempertimbangkan kesesuaiannya dengan tujuan syara’, apalagi bertentangan

28
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 304.
29
Ibid, hlm. 305.
15

dengannya, tidak dapat disebut dengan al-mashlahah, tetapi sebaliknya, merupakan

mafsadah.30

Imam As-Syathibi menjelaskan, seluruh ulama sepakat menyimpulkan bahwa

Allah SWT. Menetapkan berbagai ketentuan syariat dengan tujuan untuk memelihara

lima unsur pokok manusia (adh-dharuriyyat al-khams), yang biasa juga disebut

dengan al-maqashid asy-syar’iyyah (tujuan-tujuan syara’).31

Melalui teori ini bahwasanya suatu perbuatan salah satunya tradisi adat yang

dilakukan masyarakat adat pastinya sangatlah berguna dan bermanfaat bagi mereka.

Karena dengan tradisi tersebut, mereka saling berkontribusi dalam pemeliharaan adat

yang mungkin hanya terdapat beberapa suku saja yang masih melestarikannya.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini mengkaji tentang Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa

Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut Perpektif Hukum Islam di Desa Parit Sidang

Kecamatan Pengabuan. Konsep perhitungan jawa atau weton ini menjadi pembahasan

yang tidak membosankan.

Tinjauan pustaka perlu dilakukan untuk menambah wawasan peneliti sebelum

peneliti melangkah lebih jauh dalam permasalahan yang ditemukan. Dalam penelitian

ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka yang mendekati penelitian ini. Pertama

skripsi yang ditulis oleh Muhammad Talqiyuddin Al-Faruqi dengan judul “Tinjauan

30
Ibid, hlm. 306.
31
Ibid, hlm. 308.
16

Hukum Islam Terhadap Tradisi Penentuan Calon Pasangan Perkawinan Pada

Masyarakat Dusun Sawah Desa Monggol Kecamatan Saptosari”. Membahas tentang

cara hukum Islam memandang tradisi penentuan calon pasangan dalam sebuah

perkawinan di Dusun Sawah tersebut dan bagaimana dampak dari penerapan tradisi

penentuan jodoh perkawinan di Dusun Sawah Desa Monggol Kecamatan Saptosari.

Adapun hasil penelitian dari skripsi tersebut adalah dalam hukum Islam tidak

melarang adanya tradisi penentuan calon pasangan dalam sebuah perkawinan, namun

sebaik-baiknya cara dalam menentukan pasangan adalah dengan memperhatikan

kriteria sesuai dengan yang telah dianjurkan dalam Islam dengan cara melihat dari

agamanya, keturunannya, cantiknya dan hartanya. Dan dampak dari penerapan tradisi

penentuan jodoh tersebut adalah tidak sedikit dari pasangan yang akan

melangsungkan pernikahan namun dibatalkan hanya karena tradisi dari perhitungan

weton tersebut. 32

Skripsi yang kedua yang ditulis oleh Miftah Nur Rohman dengan judul

“Perhitungan Weton Pernikahan Menurut Adat Jawa dalam Perspektif Hukum

Islam”. Dalam skripsi tersebut membahas tentang praktik pernikahan dengan

perhitungan weton yang terjadi di lapangan dan perhitungan weton pernikahan

dengan adat Jawa dengan perspektif Maslahah. Adapun hasil penelitian dari skripsi

32
Muhammad Taqiyuddin Al-Faruqi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Penentuan
Calon Pasangan Perkawinan Pada Masyarakat Dusun Sawah Desa Monggol Kecamatan Saptosari,
Skripsi Mahasiswa Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyayah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,2014.
17

tersebut adalah praktik pernikahan dengan perhitungan weton yaitu setiap pasangan

calon pengantin yang akan menikah mereka akan mendatangi projonggo dan

melakukan perhitungan weton setelah itu baru ditetapkan hari pernikahan mereka,

dalam perspektif Mashlahah perhitungan tersebut lebih melihat kepada manfaat dari

perhitungan tersebut. 33

Skripsi yang ketiga yang ditulis oleh Hardian Sidiq dari Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Weton: Mengkaji Peranan Tukang

Petung dalam Perkawinan”. Dalam skripsi tersebut membahas tentang bagaimana

peranan tukang petung dalam sebuah perkawinan, dan bagaimana pandangan para

tokoh agama serta tinjauan hukum Islam mengenai peranan tukang petung tersebut.

Adapun hasil penelitian dari skripsi tersebut adalah peranan tukang petung dalam

perkawinan sangat berpengaruh, karena tukang petunglah yang akan menjadi penentu

dari semuanya, dan para tokoh agama berpendapat bahwa sebaiknya kita jangan

terlalu mempercayai tukang petung tersebut sepenuhnya, dan dalam hukum Islam

tukang petung tersebut tidaklah mempunyai landasan dari Al-Qur’an dan hadis.

Tukang petung hanya menerapkan tradisi dari nenek moyang saja. 34

33
Miftah Nur Rohman, Perhitungan Weton Pernikahan Menurut Adat Jawa dalam Perspektif
Hukum Islam, Skripsi Mahasiswa Jurusan Ahwal Syakhsiyyah, Fakultas Syariah, Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAIN) Ponorogo, 2016.
34
Hardian Sidiq, Weton: Mengkaji Peranan Tukang Petung Dalam Perkawinan, Skripsi
Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syari’ah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016.
18

Penelusuran-penelusuran yang telah penulis lakukan untuk mencari berbagai

literatur yang membahas tentang penetapan pelaksanaan pernikahan berdasarkan

hitungan Jawa yang ditinjau dari hukum Islam, hanya beberapa yang membahas

tentang konsep hitungan jawa atau weton. Dengan demikian, bahwa penulisan ini

berbeda dengan penulisan-penulisan yang sudah ada. Dalam penulisan ini

memfokuskan pandangan Hukum Islam terhadap penetapan pernikahan masyarakat

Jawa berdasarkan hitungan Jawa yang berada di Desa Parit Sidang Kecamatan

Pengabuan.
BAB II

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan strategi umum yang digunakan dalam

pengumpulan dan analisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode

diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian.

Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan untuk

memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis

untuk mewujudkan kebenaran.35

Penelitian ini merupakan sebuah karya ilmiah, tentunya merupakan sebuah

penelitian yang harus dipertanggung jawabkan dengan baik dan benar, maka dalam

penulisan menggunakan metodologi sebagai berikut:

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian sebagai obyek untuk penelitian ini dilakukan di desa Parit

Sidang, kecamatan Pengabuan yang merupakan bagian dari kabupaten Tanjung

Jabung Barat Provinsi Jambi. Dengan pertimbangan bahwa tempat dan lokasi tersebut

dapat memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun serta menyelesaikan skripsi

ini.

35
Mardelis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 24.

19
20

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 23 Oktober sampai 23 Januari 2021.

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian ini, untuk mengetahui bagaimana Penetapan

Pelaksanaan Pernikahan Masyarakat Jawa berdasarkan Hitungan Jawa di Desa

Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, maka jenis

penelitian yang dilakukan penulis dalam penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif deskriptif. Denzin dan Lincoln menjelaskan, penelitian

kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud

menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan

berbagai metode yang ada.36

Metode penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti

pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,

teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada

generalisasi.37

36
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.ke-5, (Bandung:
Alfabeta, 2013), hlm. 23.
37
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, cet ke-10, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 31.
21

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif tipe

pendekatan empiris yaitu pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di

dalam masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif, dan analisis.38 Penelitian

kualitatif ini bertujuan untuk mengkaji, mendeskripsikan, dan menganalisis lebih

dalam mengenai penetapan pelaksanaan pernikahan masyarakat Jawa berdasarkan

hitungan Jawa menurut perspektif hukum Islam di Desa Parit Sidang.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari data lapangan dan

diperoleh dari para responden,39 ataupun data yang didapat langsung dari

masyarakat sebagai sumber pertama dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, kitab-kitab dan

wawancara. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh sumber

perantara dan diperoleh dengan cara menguti dari sumber lain.40 Baik berupa

buku, jurnal, undang-undang, dan artikel, internet yang berhubungan dengan

penulisan skripsi ini.

38
Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, (Jambi: Syariah Press dan Fakultas Syariah
IAIN STS Jambi, 2014), hlm. 31-32.
39
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi, (Bandung:
Alfabeta, 2017), hlm. 71.
40
Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press dan
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, 2014), hlm. 34-35.
22

2. Sumber Data

Sumber data adalah tempat diperolehnya data. Sumber data yang digunakan

penulis terdiri dari sumber data primer dan data sekunder.

a. Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari

masyarakat yang akan diteliti.41 Diantaranya yaitu:

1) Al-Quran dan Hadist

2) Wawancara dengan Ketua Adat Desa Parit Sidang

3) Wawancara dengan Tokoh Agama Desa Parit Sidang

4) Wawancara dengan masyarakat Jawa Desa Parit Sidang

5) Wawancara dengan pelaku hitungan Jawa Desa Parit Sidang

b Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan perpustakaan

atau literatur yang mempunyai hubungannya dengan objek penelitian.42 Dalam

hal ini penulis mengutip dari buku primbon Jawa, jurnal dan dari arsip-arsip

serta bahan-bahan yang berhubungan dengan Hitungan Jawa.

D. Instrumen Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi data-

data yang diinginkan, peneliti dalam hal ini menerapkan beberapa metode sebagai

berikut:

41
H.Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Pada Penelitian Tesis Dan
Disertasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 15.
42
Ishaq,…,hlm. 100.
23

1. Wawancara

Wawancara adalah “sebuah dialog yang dilaksanakan oleh pewawancara

untuk memperoleh informasi dari terwawancara.”43 Wawancara atau metode

interview, mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu

tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari

seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu.

Wawancara merupakan salah satu pengambilan data yang dilakukan melalui

komunikasi lisan dalam bentuk terstruktur, dan tak terstruktur, wawancara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara

tidak terstruktur mirip dengan percakapan informal, metode ini bertujuan

memperoleh bentuk tertentu informasi dari semua responden, bersifat luwes,

susunan pertanyaan dapat berubah sesuai kebutuhan dan situasi.44 Teknik ini

digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data secara umum dan luas tentang hal-

hal penting dan menarik untuk diteliti lebih mendalam yakni tentang data

penetapan pelaksanaan pernikahan masyakakat Jawa berdasarkan Hitungan Jawa

dan tinjauan hukum Islam mengenai hitungan Jawa tersebut.

2. Observasi

Metode observasi atau disebut juga dengan pengamatan merupakan

“kegiatan pemuatan perhatian semua objek dengan menggunakan seluruh indera.”

43
Suharsami Arikonto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 155.
44
Dedy Mulyana, metodologi penelitian kuantitatif, paradigma baru ilmu komunikasi dan
ilmu sosial lainnya (Yogyakarta: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 180.
24

Atau suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh observan dengan ikut ambil

bagian dalam kehidupan orang-orang yang diobservasi. Observasi dilakukan

dengan menggunakan panduan observasi yang disiapkan untuk memudahkan dan

membantu peneliti dalam memperoleh data. Panduan tersebut dikembangkan dan

diperbaharui selama penulis berada di lokasi penelitian. Metode observasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi partisipan, yang dilakukan

dengan tujuan untuk mengamati peristiwa yang dialami oleh subyek dan

mengembangkan pemahaman terhadap konteks sosial yang kompleks, serta untuk

memperoleh data-data yang berkaitan dengan rumusan masalah tersebut di atas.

3. Dokumentasi

Selain dengan cara observasi dan wawancara, data penelitian juga dapat

dikumpulkan melalui pengkajian terhadap dokumen-dokumen yang relevan

dengan masalah penelitian, terutama dokumen media cetak. Metode dokumentasi

ini digunakan untuk menggali data yang bersumber dari dokumen-dokumen

terdahulu, catatan-catatan, foto-foto serta laporan-laporan yang mengandung

petunjuk-petunjuk tertentu yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian ini.

Dokumen-dokumen tersebut dipergunakan sebagai data tambahan untuk

melengkapi data penelitian, sehingga dengan data yang disaring melalui metode

dokumentasi ini mampu melengkapi serta memperkuat pengungkapan tentang

masalah penelitian.
25

E. Teknik Analisis Data

Analisis menggunakan pendekatan berfikir dengan metode analisis sebagai

berikut:

1. Induktif adalah penyelidikan berdasarkan eksperimen yang dimulai dari objek

yang khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.45 Data yang

bersifat umum, kemudian diambil satu kesimpulan yang bersifat khusus. Metode

ini penulis gunakan untuk memperkuat pendapat penulis yang bersifat umum

dengan menganalisis pendapat yang dikemukakan oleh beberapa tokoh.

2. Deduktif adalah berfikir dimulai dari realita yang bersifat umum, guna

mendapatkan kesimpulan-kesimpulan (generalisasi) tertentu yang khusus. Data

yang bersifat khusus, kemudian dibahas kepada permasalahan yang bersifat

umum. Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis pendapat beberapa tokoh

untuk menjelaskan lebih luas lagi.

3. Komparatif adalah membandingkan suatu pola fikir dengan pola fikir yang lain.

Membandingkan antara kerangka berfikir atau pendapat lain, kemudian barulah

ditarik kesimpulan yang paling kuat dan diyakini kebenarannya. Metode ini

penulis gunakan untuk memandingkan penetapan pelaksanaan pernikahan

masyarakat Jawa berdasarkan hitungan Jawa menurut perspektif hukum Islam.

45
Zarkasyi Syam, Bahan Metodelogi Penelitian, (Jambi: Fak.Tarbiyah, 2006), hlm. 24.
26

F. Sistematika penulisan

Rangkaian sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab

diperinci lagi dengan beberapa sub bab yang saling berhubungan antara satu sama

lainnya. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

kerangka teori dan tinjauan pustaka.

BAB II : Metode Penelitian, dengan sub bahasan jenis penelitian, pendekatan

penelitian, sifat penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data dan jadwal penelitian.

BAB III :Gambaran Umum Lokasi Penelitian dengan sub bahasan aspek historis,

letak dan kondisi geografis, kondisi perekonomian, kondisi sosial budaya,

kondisi sarana dan prasarana dan kondisi pemerintah desa.

BAB IV : Konsep hitungan jawa pada penetapan pernikahan di masyarakat jawa,

proses hitungan jawa yang diterapkan oleh masyarakat jawa di Desa Parit

Sidang Kecamatan Pengabuan, Dampak positif dan negatif dari hitungan

Jawa dan tinjauan hukum Islam tentang penetapan pernikahan

berdasarkan hitungan jawa yang terjadi di Desa Parit Sidang Kecamatan

Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.


27

BAB V :Membahas yang mana di dalamnya mencakup kesimpulan dari hasil

penelitian dan juga saran.

G. Jadwal Penelitian

Untuk mempermudah langkah-langkah dalam penelitian ini maka menyusun

jadwal sebagai berikut:

Tabel I
Jadwal Penelitian

Tahun 2020-2021
Feb

No April

Okto
Mar

Juli

Nov

Jan

Mar

April
Kegiatan

1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
1. Pengajuan Judul x

2. Pembuatan Proposal x x

3. Penunjukan Dosen X
Pembimbing

4. Keluar Jadwal Seminar X

5. Ujian Sminar Proposal X

6. Pengesahan Judul X

7. Surat Izin Riset X


28

8. Pengumpulan Data x

9. Pengelolaan dan X
Analisis Data
10. Bimbingan dan x
Perbaikan Skripsi
11. Agenda dan Ujian X
Skripsi
12. Perbaikan penjilidan X
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Aspek Historis

Desa Parit Sidang dulunya adalah hutan belantara yang belum pernah

tersentuh oleh tangan manusia, tokoh yang terpenting dalam sejarah Parit Sidang

adalah seseorang dari suku melayu yang bernama Bapak Sidang, beliau adalah orang

yang pertama kali menginjakkan kaki di hutan tersebut. Beliau mendirikan pondok

atau rumah di pinggir sungai dekat dengan muara aliran air dari hutan, dan sekarang

aliran sungai dari hutan tersebut menjadi sungai atau jalan air desa Parit Sidang.

Tujuan beliau datang ke hutan tersebut adalah membuka lahan baru untuk perkebunan

dan persawahan, selain itu juga di rawa-rawa hutan tersebut banyak terdapat berbagai

macam ikan, dengan alat yang sederhana, yaitu kapak dan golok untuk menebang

kayu hutan, dan untuk memotong akar-akar pohon yang menghalangi aliran arus air

dari hutan ke sungai Tungkal, saat itu diperkirakan Tahun 1905.46

Kemudian lebih kurang Pada tahun 1911 kemudian datang pula beberapa

orang dari suku Banjar, dari salah satu orang Banjar tersebut yang banyak dikenal

orang adalah bernama Bapak Ahmad Thayib alias Bapak Enceng, beliau juga

menebang kayu hutan untuk lahan perkebunan dan persawahan, Bapak Ahmad

Thayib ini juga memiliki kegemaran yang luar biasa dalam mencari ikan-ikan di rawa

46
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.

29
30

hutan, tidak jarang beliau keluar masuk hutan sambil membawa lukah sebagai alat

untuk menangkap ikan, di setiap tempat ia memasang lukah di rawa-rawa, beliau

selalu memberi tanda bambu yang di tancapkan ke tanah sebagai tanda agar tidak

lupa tempat lukah tersebut. Hingga bambu-bambu tersebut sampai sekarang masih

banyak terdapat di lahan-lahan perkebunan orang suku Banjar.

Selanjutnya lebih kurang pada tahun 1918 datang pula dua orang yang berasal

dari Jawa Timur yaitu Bapak Ahmad Qurdi dan Ahmad Kusen untuk membuka lahan

perkebunan dan persawahan. Setelah hutan tersebut dikelola dan menjadi lahan

perkebunan dan persawahan, salah satu dari mereka pulang kembali ke Jawa untuk

mengajak keluarga-keluarga mereka pindah ke Parit Sidang, sehingga secara

berduyun-duyun datang warga dari Jawa Timur. Hal ini dikarenakan tanah Sumatra

saat itu adalah tanah yang masih hutan dan belum ada kepemilikan.47

Kemudian lebih kurang pada tahun 1940 kemudian datang pula beberapa

orang atau satu rombongan dari suku Jawa Timur, ketua rombongan tersebut adalah

bernama Abdul Razaq, Bapak Abdul Razaq inilah yang melakukan tebang hutan

secara besar-besaran, berkat semangat dan tekad kerja keras Bapak Abdul Razaq dan

para sahabatnya. Akhirnya hutan tersebut berubah menjadi sebuah lahan kosong yang

siap tanam, yang sangat cocok ditanami tanaman padi, sayur-sayuran, palawija dan

juga kelapa, dan akhirnya tempat tersebut menjadi sebuah kampung, dan kampung
47
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
31

tersebut diberi nama Parit Sidang. Nama ini sesuai dengan orang yang pertama kali

datang dan tinggal di tempat tersebut, yaitu Bapak Sidang.48

Seiring berjalannya waktu penduduk Parit Sidang pun bertambah, tidak

sedikit penduduk dari Jawa Timur yang hijrah menyusul teman-temannya ke Parit

Sidang untuk menemukan kehidupan baru, kampung Parit Sidang pun semakin ramai

dan lahan hutan pun semakin lama semakin sempit, karena ditebang dan dijadikan

lahan perkebunan dan lahan persawahan oleh orang pendatang dari Jawa Timur.

Sebelumnya Parit Sidang adalah sebuah kampung yang dipimpin oleh seorang

kepala Parit atau kepala Kampung. Kepala Kampung pertama Parit Sidang adalah

Bapak Abdul Razaq, beliau diangkat menjadi kepala parit pada tahun 1942, beliau

adalah ketua rombongan yang datang dari Jawa Timur dan beliau juga yang

memimpin rombongan dalam menebang dan membuka hutan menjadi sebuah

perkampungan, setelah Bapak Abdul Razaq meninggal dunia maka masyarakat Parit

Sidang sepakat mengangkat Bapak Kusmanan sebagai kepala kampung yang kedua,

Bapak Kusmanan di angkat menjadi kepala Kampung lebih kurang pada tahun 1977,

Beliau adalah ayah dari Wahyudi Achsani salah satu perangkat Desa Parit Sidang saat

ini yaitu Kaur Pembangunan Desa Parit Sidang, setelah Bapak Kusmanan meninggal

dunia dikarenakan sakit, maka tokoh masyarakat pun sepakat menunjuk yang menjadi

kepala Kampung selanjutnya adalah Bapak Ledwar, saat itu terjadi pada tahun 1989,

48
Dokumentasi kantor Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
32

Bapak Ledwar juga orang yang pertama kali memiliki gagasan dan mendirikan

Sekolah Dasar Negeri 110/V (sekarang SDN 45).49

Setelah Teluk Nilau Mekar menjadi Desa Teluk Nilau maka Parit Sidang pun

dijadikan satu dusun yaitu dusun Tani Utama, dan kepala kampung pun berubah

namanya menjadi kepala dusun (kadus), dikarenakan Bapak Ledwar juga memiliki

kesibukan yang begitu ekstra menjadi kepala sekolah di SDN 110/V, maka pada

tahun 1987 beliau kemudian menyerahkan jabatan kepala dusun kepada masyarakat,

lalu masyarakat pun bermusyawarah dan menghasilkan sebuah keputusan yaitu

mengangkat Bapak Akibbudin sebagai kepala dusun yang selanjutnya. Setelah Bapak

Akibbudin meninggal pada tahun 2009, maka masyarakat pun sepakat mengusulkan

Bapak Suyut yang menjadi kepala Dusun selanjutnya, sesuai hasil musyawarah

mufakat yang diadakan masyarakat.

Parit Sidang adalah wilayah dari desa/kelurahan Teluk Nilau, hingga pada

bulan April 2012 diadakan pemekaran desa, Parit Sidang adalah salah satu desa

pemekaran dari Kelurahan Teluk Nilau Kecamatan Pengabuan, sebagai desa baru

mekar kepala desa Parit Sidang untuk sementara langsung ditunjuk dari kecamatan

sebagai PJS (Pejabat Sementara). Kepala Desa yang ditunjuk langsung dari

Kecamatan Pengabuan untuk memimpin desa Parit Sidang adalah bapak Zukran,

Bapak Zukran salah satu staf kantor Kecamatan Pengabuan sekaligus menjabat

49
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
33

sebagai Kepala Desa Parit Sidang yang tergolong paling rajin turun ke desa Parit

Sidang dan bertugas sebagai Kepala Desa.

B. Aspek Geografis

Secara geografis desa Parit Sidang terletak dibagian Utara ibukota kecamatan

Pengabuan kabupaten Tanjung Jabung Barat. Tepatnya seberang kelurahan Teluk

Nilau yang dibatasi sungai Pengabuan, dan jarak desa Parit Sidang ke ibukota

kecamatan Pengabuan kurang lebih 3 kilo meter, luas wilayah desa Parit Sidang lebih

kurang 1857 Ha lebih kurang 19 Km2. Dengan batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Barat berbatas dengan Desa Sei. Pampang ;

b. Sebelah Timur berbatas dengan Desa Sei Serindit;

c. Sebelah Utara berbatas dengan Desa Teluk Pulai Raya;

d. Sebelah Selatan berbatas dengan Sungai Pengabuan /kelurahan Teluk Nilau.

Keadaan topografi desa Parit Sidang dilihat secara umum merupakan daerah

yang dialiri sungai Pengabuan yang beriklim sebagaimana desa-desa lain di

Kabupaten Tanjung Jabung Barat mempunyai iklim kemarau, panca roba dan

penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pertanian

yang ada di Desa Parit Sidang.50

50
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
34

C. Aspek Demografis

1. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk desa Parit Sidang sebanyak 1035 jiwa dengan rincian

laki-laki 533 jiwa dan perempuan 502 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 271

KK, dengan penduduk usia produktif 782 jiwa, sedangkan penduduk yang

dikategorikan miskin 104 jiwa. 51

Tabel II
Jumlah Penduduk pada Setiap RT di Desa Parit Sidang Berdasarkan
Jenis Kelamin52

No RT Laki-laki Perempuan
1. 01 69 74
2. 02 119 103
3. 03 91 76
4. 04 87 81
5. 05 60 61
6. 06 36 38
7. 07 71 69
Jumlah 533 502

51
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
52
Jumlah Penduduk pada Setiap RT Di Desa Parit Sidang Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun
2020.
35

2. Agama

Penduduk desa Parit Sidang 100 % beragama Islam. Dalam kehidupan

beragama kesadaran melaksanakan ibadah keagamaan khususnya agama Islam

sangat berkembang dengan baik. Demi menunjang aktivitas peribadahan di desa

Parit Sidang, dibangun sarana dan prasarana ibadah yang terdiri dari tiga masjid

dan lima surau.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan satu hal penting dalam memajukan tingkat

kesejahteraan pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya.

Pendidikan juga diperlukan dalam meningkatkan kulitas Sumber Daya Manusia

(SDM) menjadi lebih bermutu.53 Pada masyarakat desa Parit Sidang masih banyak

penduduk yang tidak sekolah dan putus sekolah yaitu sebesar 26,38 %, kemudian

yang memiliki bekal pendidikan dasar 55, 75 %, dan pelajar SD yaitu 5,41 %,

sedangkan yang sedang dalam pendidikan di perguruan tinggi hanya 0,86 %, serta

yang telah menyelesaikan perguruan tinggi hanya 0,77 %.

53
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
36

Tabel III
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit
Sidang Tahun 202054

No Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Jumlah


Pendidikan
1. Lulusan S1 keatas 10
2. Lulusan SLTA 59
3. Lulusan SMP 159
4. Lulusan SD 283
5. Putus Sekolah 221
6. Tidak Pernah Sekolah 52
7. Mahasiswa S1 keatas 9
8. Siswa SLTA 34
9. Siswa SMP 42
10. Siswa SD 56
11. Siswa TK/PAUD 58
12. Belum Sekolah 54

4. Kesehatan

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat di desa Parit Sidang antara lain

dapat dilihat dari status kesehatan, serta pola penyakit. Status kesehatan

masyarakat antara lain dapat dilihat melalui berbagai indicator kesehatan seperti

meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, angka dan

54
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit Sidang Tahun 2020.
37

status anak gizi buruk. Sarana dan prasarana kesehatan di desa Parit Sidang

mempunyai PKD ditingkat desa dengan 1 orang bidan desa dan posyandu ditiap

dusun masing-masing mempunyai 1 (satu) pos.

D. Aspek Ekonomi

Sebagian masyarakat desa Parit Sidang bermata pencaharian petani dan

pekebun sedangkan hasil produksi ekonomis desa yang menonjol adalah kelapa,

pinang, padi dan sawit.55

Pertumbuhan ekonomi masyarakat desa Parit Sidang secara umum juga

mengalami peningkatan, hal ini dinilai dari bertambahnya jumlah penduduk yang

memiliki usaha atau pekerjaan walaupun jenis pekerjaan tersebut pada umumnya

belum dapat dipastikan bersumber dari hasil usaha yang dilakukan bisa juga diperoleh

dari pinjaman modal usaha dari pemerintah.

Yang menarik perhatian penduduk desa Parit Sidang masih banyak yang tidak

memiliki usaha atau mata pencaharian tetap, hal ini dapat di indikasikan bahwa

masyarakat Parit Sidang belum terbebas dari kemiskinan.

E. Aspek Pemerintahan

Organisasi pemerintah desa Parit Sidang dibentuk berdasarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 06 Tahun 2008 tentang Pedoman

55
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
38

Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Desa Parit Sidang terdiri

dari dua dusun yang perincian sebagai berikut:

1. Dusun Tani Utama, terdiri dari empat RT yaitu; RT 01, RT 02, RT 03, dan RT 04.

2. Dusun Karya Makmur, terdiri dari tiga RT yaitu; RT 05, RT 06, dan RT 07.

Tabel IV
Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang56

No Nama Jabatan
1. Jainal Abidin Kepala Desa Parit Sidang
2. Wahyudi Achsani Sekretaris Desa
3. Habibah Kaur TU
4. Fathul Qarib Kaur Perencanaan
5. Ibrahim Kaur Pemerintahan
6. Tri Hartono Kasi Pelayanan
7. Najib Saifullah Kasi Kesejahteraan
8. Suyanto Kadus Tani Utama
9. Hanif Masngudi Kadus Karya Makmur

56
Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang Tahun 2020
39

STRUKTUR ORGANISASI

Struktur Organisasi Pemerintah Desa Parit Sidang berpedoman pada Peraturan

Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 06 Tahun 2008 sebagai berikut :57

BPD Kepala Desa


Khanifudin Jainal Abidin

Sekdes
Keterangan : Wahyudi Ichsani
: Garis Komando

: Garis Koordinasi
Kaur TU Kaur Kaur
Perencanaan Pemerintahan
Habibah
Fathul Qarib Ibrahim

Kasi Pelayanan Kasi Kesejahteraan


Tri Hartono Najib Saifullah

Kadus Tani Utama Kadus Karya Makmur


Suyanto Hanif Masngudi

57
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung
Barat, 17 November 2020
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Konsep Hitungan Jawa pada Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa

Dalam adat Jawa diperkenalkan adanya perhitungan pernikahan. Perhitungan

tersebut menggambarkan/memprediksikan calon mempelai dalam menjalani bahtera

rumah tangga ke depannya. Perhitungan pernikahan selalu dikaitkan dengan weton.

Weton adalah hari kelahiran. Dalam bahasa Jawa, wetu bermakna keluar atau lahir,

kemudian mendapat akhiran –an yang membentuknya menjadi kata benda. Yang

disebut dengan weton adalah gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan

ke dunia.58

Dengan kata lain, weton merupakan penggabungan, penyatuan,

penghimpunan atau penjumlahan hari lahir seseorang, yaitu hari ahad, senin, selasa

dan seterusnya dengan hari pasaran, yaitu legi, pahing, pon dan seterusnya.

Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ibu Sulikhah:

“Sebelum pernikahan biasanya weton calon suami dan istri akan di hitung
terlebih dahulu. Weton itu hari kelahiran setiap orang, misalnya Ahad, Senin,
Selas dan seterusnya dengan hari pasarannya, legi, pahing,pon, wage, kliwon.
Hari dan pasaran memiliki nilai masing-masing. Nanti keduanya akan
dijumlahkan. Contohnya, kamu lahir dihari Sabtu Pon, Sabtu nilainya 9 dan
Pon nilainya 7 berarti wetonnya 16.”59

58
Romo RDS Ranoewidjojo, Primbon Masa Kini: Warisan Nenek Moyang untuk Meraba
Masa Depan, (Jakarta: Bukune, 2009), hlm. 17.
59
Wawancara dengan Sulikhah, Masyarakat Jawa, Desa Parit Sidang, 07 November 2020.

40
41

Kebudayaan sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam

bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat

dilihat dan dirasakan dalam sistem kemasyarakatan, kekerabatan yang dituangkan

dalam bentuk adat istiadat. Kebudayaan Jawa adalah penjelmaan atau

pengejawantahan budidaya manusia Jawa yang merangkum dasar pemikiran, cita-

cita, fantasi, kemauan dan kesanggupannya untuk mencapai kehidupan yang selamat,

sejahtera dan bahagia lahir batin.

Dalam perhitungan Jawa selalu mendasarkan hari yang berjumlah 7 diikuti

dengan pasaran yang berjumlah 5, tiap hari tentu ada rangkapannya pasaran.

Masing-masing hari dan pasaran mempunyai neptu, yaitu nilai dengan angkanya

sendiri-sendiri. Adapun perhitungan (peritung Jawa) neptu dina, pasaran, sasi dan

tahun menurut perhitungan pujangga Jawa adalah sebagai berikut:60

Neptu dina: (neptu dina: Jawa)

Ahad neptune : 5
Senin neptune : 4
Selasa neptune : 3
Rabu neptune : 7
Kamis neptune : 8
Jum’at neptune : 6
Sabtu neptune : 9
Neptu pasaran :
Kliwon neptune : 8
Legi neptune : 5
Pahing neptune : 9

60
Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna,
(dihimpun oleh Ny. Siti Woerjan Soemadijah Noeradyo), Cet-II, (Solo: CV. Buana Raya, 2013), hlm.
69-70.
42

Pon neptune : 7
Wage neptune : 4
Neptu Bulan (Neptu sasi : Jawa)
Sura neptune : 7 Rejeb neptune : 2
Sapar neptune : 2 Ruwah neptune : 4
Mulud neptune : 3 Poso neptune :5
Ba’da Mulud neptune : 5 Sawal neptune : 7
Jumadil Awal neptune : 6 Selo neptune : 1
Jumadil akhir neptune : 1 Besar neptune :3
Neptu Tahun (Neptu Windu: Jawa)
Alip neptune : 1 Dal neptune : 4
Ehe neptune : 5 Be’ neptune : 2
Jimawal neptune : 3 Wawu neptune : 6
Je’ neptune : 7 Jimahir neptune : 3

Bilamana neptu dina, neptu pasaran, neptu bulan dan neptu tahun seorang

telah dapat diketahui, maka langkah berikutnya adalah memperhitungkan pengaruh

apakah yang timbul dari neptu itu terhadap diri seseorang yang berkaitan dengan hari

kelahirannya. Sebagaimana telah diungkapkan oleh Bapak Jasmo:61

“Neptu dan pasaran dalam jawa itu ada hitungannya masing-masing, misalnya
hari Ahad neptunya 5, Senin neptunya 4, Selasa neptunya 3. Dari hasil
perhitungan tersebutlah kita bisa mengetahui pengaruh yang timbul dari neptu
setiap orang.”

Di dalam kitab Primbon, pembahasan mengenai perhitungan untuk

perjodohan dan mencari hari baik dalam pernikahan telah dijelaskan secara rinci.

Sehingga dalam merencanakan sebuah pernikahan, maka orang Jawa melaksanakan

“petungan” atau memperhitungkan terlebih dahulu jodoh yang akan dipilihnya dan di

hari yang baik untuk melangsungkan pernikahannya.

61
Wawancara dengan Jasmo, Sesepuh Desa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020
43

1. Perhitungan untuk Calon Suami dan Istri

a. Perhitungan Suami Istri Berdasarkan Penjumlahan Hari dan Pasaran Dengan

Pembagi 4

Adat-istiadat Jawa tidak hanya mengenal satu perhitungan saja. Ada

perhitungan lain yang tidak kalah penting. Dalam hitungan ini akan

dipaparkan 4 kategori yang memliki karakter berbeda-beda. Dalam kategori

ini sisa perhitungan adalah 1,2,3, dan 4. Sebagaimana yang telah diungkapkan

oleh Bapak Buyamin:

“Dalam hitungan Jawa itu banyak sekali macamnya, namun untuk


sebuah pernikahan ada salah satu hitungan yang perhitungannya dilihat
dari sisanya. Dan sisanya adalah 1,2,3,dan 4. Kalau 1 adalah Gentho, 2
Gembili, 3 Sri dan 4 itu Punggel. Semua itu ada maknanya tersendiri.
Makna Gentho itu jarang memiliki keturunan, Gembili akan memiliki
banyak keturunan, Sri itu banyak rezeki sedangkan Punggel itu akan
mati salah satunya. Itu semua sudah ada dalam buku Primbon.”62

Hari kelahirannya kedua pengantin, neptu dan pasarannya dijumlahkan

kemudian dibagi empat, jika sisa:63

1) Gentho, larang anak, suami istri yang masuk dalam kategori ini dalam

kehidupan rumah tangganya sedikit atau jarang memiliki keturunan.

62
Wawancara dengan Buyamin, Pelaku Hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 10
November 2020
63
Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna,
(dihimpun oleh Ny. Siti Woerjan Soemadijah Noeradyo), Cet-II, (Solo: CV. Buana Raya,
2013), hlm. 32.
44

2) Gembili, sugih anak, suami istri yang memiliki perhitungan gembili ini

dalam kehidupan rumah tangganya akan dikaruniai banyak keturunan.

3) Sri, sugih rejeki, suami istri yang dalam perhitungannya termasuk

kategori sri maka kehidupan rumah tangganya akan memiliki rezeki yang

berlimpah.

4) Punggel, mati siji, salah satu diantara suami atau istrinya akan

meninggal.

Semisal hari kelahirannya pengantian pria Jumat Pon neptunya 6 dan 7

= 13. Pengantin wanita Kamis Pahing neptunya, 8 dan 9 = 17. Kemudian

dijumlahkan 13 + 17 = 30 dibagi 4 sisa 2, maka jatuh pada hitungan Gembili,

sugih anak. Yang berarti baik.

b. Perhitungan Pernikahan Berdasarkan Hari dan Pasaran

Hari kelahirannya kedua pengantin, neptu hari dan pasarannya

dijumlahkan kemudian dibagi Sembilan, pria sisa berapa dan wanita sisa

berapa:64

1) 1 dengan 1 maka rumah tangganya akan berjalan baik, bahagia dan saling

mencintai.

2) 1 dengan 2 maka rumah tangganya akan tentram dan baik-baik saja.

3) 1 dengan 3 maka rumah tangganya kuat, tetapi rezekinya jauh.

64
Ibid., hlm. 33.
45

4) 1 dengan 4 maka rumah tangganya tidak tenteram dan mengalami banyak

celaka.

5) 1 dengan 5 maka rumah tangganya tidak langgeng dan akan bercerai.

6) 1 dengan 6 maka rumah tangganya akan mengalami banyak kesulitan

hidup.

7) 1 dengan 7 maka rumah tangganya akan memiliki musuh yang cukup

banyak.

8) 1 dengan 8 maka rumah tangganya cenderung akan mengalami hidup

sengsara.

9) 1 dengan 9 maka rumah tangganya menjadi tempat berlindung dan

menaungi.

10) 2 dengan 2 maka rumah tangganya mendapatkan keselamatan dan

rezekinya melimpah.

11) 2 dengan 3 maka salah satunya akan meninggal terlebih dahulu.

12) 2 dengan 4 maka rumah tangganya akan mengalami berbagai macam

godaan.

13) 2 dengan 5 maka rumah tangganya banyak mengalami marabahaya.

14) 2 dengan 6 maka rumah tangganya cepat menjadi kaya.

15) 2 dengan 7 maka banyak anaknya yang meninggal.

16) 2 dengan 8 maka rumah tangganya kecukupan dan murah rezeki.


46

Semisal hari kelahirannya pengantin pria Jum’at Kliwon, neptunya 6 +

8 = 14 dibagi 9, sisa 5. Hari kelahirannya pengantin wanita Jum’at Pahing,

neptunya 6 + 9 = 15 dibagi 9, sisa 6. Jadi masing-masing keduanya sisa 5 dan

6 jatuh pada hitungan cepak rejekine yang berarti baik.

c. Perhitungan Suami Istri Berdasarkan Hari Kelahiran

Di samping ada perhitungan pernikahan, di Jawa juga dikenal adanya

perhitungan untuk suami istri berdasarkan hari kelahiran. Cara perhitungannya

cukup sederhana sebab cukup mengetahui hari lahir suami dan hari lahir istri.

Hari kelahirannya kedua pengantin jika bertemu:65

1) Minggu dengan Minggu maka kehidupan rumah tangganya akan sering

mengalami sakit.

2) Minggu dengan Senin maka keduanya akan banyak penyakitnya.

3) Minggu dengan Selasa maka kehidupan rumah tangganya miskin.

4) Minggu dengan Rabu maka rumah tangganya lancar, meskipun banyak

difitnah orang.

5) Minggu dengan Kamis maka rumah tangganya penuh dengan

pertengkaran.

6) Minggu dengan Jum’at maka rumah tangganya selamat, meskipun

mendapatkan fitnah.

65
Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna,
(dihimpun oleh Ny. Siti Woerjan Soemadijah Noeradyo), Cet-II, (Solo: CV. Buana Raya, 2013), hlm.
33-34
47

7) Minggu dengan Sabtu maka rumah tangganya miskin.

8) Senin dengan Senin maka rumah tangganya tidak baik.

9) Senin dengan Selasa maka rumah tangganya selamat, meskipun difitnah.

10) Senin dengan Rabu maka mendapatkan anak perempuan.

11) Senin dengan Kamis maka rumah tangganya baik dan disenangi banyak

orang.

12) Senin dengan Jum’at maka rumah tangganya mendapat fitnah, tetapi

selamat.

13) Senin dengan Sabtu maka rumah tangganya selalu berkecukupan, tidak

pernah kurang.

14) Selasa dengan Selasa maka rumah tangganya cenderung tidak cocok dan

banyak mengalami pertengkaran.

15) Selasa dengan Rabu maka dalam kehidupannya akan menjadi kaya.

16) Selasa dengan Kamis maka rumah tangganya menjadi banyak rezeki

(kaya).

17) Selasa dengan Jum’at maka rumah tangganya akan mengalami perceraian.

18) Selasa dengan Sabtu maka dalam rumah tangganya akan mengalami

banyak pertengkaran.

19) Rabu dengan Rabu maka rumah tangganya cenderung tidak baik.

20) Rabu dengan Kamis maka mendapatkan keselamatan, meskipun difitnah.


48

Sesuai dengan hitungan tersebut bapak Kasanun mengungkapkan:

“Dalam hitungan Jawa untuk pernikahan ada juga hitungan yang


berdasarkan hari kelahiran calon suami dan istri. Ya cara
menghitungnya gampang sekali, tinggal di lihat saja hari lahirnya
calon suami dan istri. Misalnya hari lahir suami Senin dan istri Sabtu,
maka kalau kita lihat di buku Primbon kalau hari Senin dengan Sabtu
berarti rumah tangganya berkecukupan, tidak pernah kurang. Nah dari
hari lahir tersebut bisa kita ketahui bagaimana rumah tangga
kedepannya suami istri tersebut kalau berdasarkan hitungan Jawa ini.
Saya sendiri kalau tidak melihat buku Primbon ya kurang hapal juga
tentang ketentuan-ketentuannya”66

Sesuai dengan pendapat beliau, hitungan Jawa bukan hanya dari

jumlah weton saja, namun juga bisa dari hari lahirnya. Hari lahir seseorang

juga dapat menentukan bagaimana kehidupan rumah tangga di kemudian

hari.

d. Perhitungan Suami Istri Berdasarkan Penjumlahan Hari dan Pasaran dengan

Pembagi 5

Perhitungan lain yang dikenal oleh masyarakat Jawa adalah

perhitungan hari dan pasaran suami istri dengan pembagi 5. Jadi, dalam

perhitungan ini ada 5 macam kategori yang berlainan.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Jasmo:

“Perhitungan ini biasa disebut dengan hitungan hari dan pasaran antara
suami dan istri. Setelah itu baru di bagi 5. Nah hasilnya nanti bisa
dilihat, ada yang Sri, Dana, Pati dan Lungguh. Kelima kategori tadi
memiliki maknanya masing-masing, kalau sri tu banyak rezeki, dana

66
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
49

itu akan kaya, lara akan mendapatkan penyakit, pati tu salah satunya
meninggal, dan lungguh tu berarti kokoh atau selamat.” 67

Kelima kategori perhitungan itu, antara lain:

a. Sri (jika perhitungan sisa 1), dalam kehidupan rumah tangganya memiliki

banyak rezeki yang berlimpah.

b. Dana (jika perhitungan sisa 2), dalam kehidupan rumah tangganya akan

kaya.

c. Lara (jika perhitungan sisa 3), maka kehidupan rumah tangganya akan

mendapatkan halangan berupa penyakit.

d. Pati (jika perhitungan sisa 4), maka dalam kehidupan rumah tangganya,

salah satunya akan meninggal.

e. Lungguh (jika perhitungan sisa 5), dalam kehidupan rumah tangganya akan

kokoh dan selamat.

Cara perhitungannya adalah hari kelahiran dan pasaran suami istri

dijumlahkan kemudian dibagi 5. Sisa pembagian itu yang menunjukkan

kategori tertentu, tetapi jika dalam pembagian tidak memiliki sisa maka

dianggap sisa 5. Misalnya Albert Poniman yang lahir Senin Kliwon menikah

dengan Magdalena Parijem yang lahir Jum’at Legi. Maka perhitungannya

adalah (4 + 8 + 6 + 5 = 23) kemudian dibagi 5, hasilnya sisa 3. Jadi Albert

Poniman dan Magdalena Parijem menurut perhitungan ini termasuk pasangan

67
Wawancara dengan Jasmo, Sesepuh Desa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020.
50

lara, yang berarti dalam kehidupan rumah tangganya akan mendapatkan

halangan berupa penyakit.68

e. Perhitungan Suami Istri Berdasarkan Penjumlahan Hari dan Pasaran dengan

Pembagi 10 dan 7

Dalam masayarakat Jawa juga masih memakai perhitungan lain dari

yang telah dikemukakan sebelumnya. Hal yang membedakan adalah cara

perhitungannya. Hasil sisa perhitungan yang dipakai adalah 1 sampai 7.

Kategori berdasarkan sisa perhitungannya adalah sebagai berikut:69

a. Wasesa Segara (jika perhitungan sisa 1), pasangan ini memiliki keluhuran

budi pekerti, mudah memberikan maaf, memiliki wibawa di mata orang

lain, dan berlapang dada dalam berbagai hal.

b. Tunggak Semi (jika perhitungan sisa 2), pasangan yang masuk perhitungan

ini akan memiliki rezeki yang melimpah dalam rumah tangganya.

c. Satriya Wibawa (jika perhitungan sisa 3), dalam kehidupan rumah

tangganya, pasangan ini memiliki kemuliann dan keluhuran di dalam

keluarga maupun masyarakat.

d. Sumur Sinaba (jika perhitungan sisa 4), pasangan suami istri ini memiliki

kepandaian yang luar biasa sehingga menjadi tempat bertanya orang lain.

68
R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, (Yogyakarta : Narasi, 2019) Cet:II,
hlm.41.
69
Ibid, hlm. 42-43.
51

e. Satriya Wirang (jika perhitungan sisa 5), pasangan rumah tangga kategori

ini dalam kehidupannya menanggung malu dan menanggung susah.

Sebagai penolak kesialan tersebut maka pasangan suami istri kategori ini

harus melakukan ritual memotong hewan, misalnya memotong ayam.

f. Bumi Kapetak (jika perhitungan sisa 6), pasangan suami istri ini dalam

kehidupan rumah tangganya akan tahan pada kondisi sengsara, kalut hati.

Sisi baik pasangan ini adalah rajin bekerja dan selalu menjaga kebersihan.

Untuk menolak kesialan yang telah disebutkan maka pasangan suami istri

kategori ini harus melakukan ritual menimbun tanah.

g. Lebu Katiup Angin (jika perhitungan sisa 7), pasangan suami istri yang

masuk kategori ini akan mengalami hidup sengsara, keinginan tidak

terkabul, dan memiliki kecenderungan sering berpindah rumah. Untuk

menolak kesialan yang telah disebutkan maka pasangan suami istri

melakukan ritual menyebar tanah.

Cara perhitungannya adalah hari lahir dan pasaran suami dan istri

dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut kemudian dibagi 10 atau 7. Hasil

sisa pembagian tersebut tidak boleh melebihi 7.

Contoh nya Bagas lahir Kamis Pon dan Esti Lestari lahir Rabu Pahing maka

penjumlahannya adalah 8 + 7 + 7 + 9 = 31. Maka perhitungannya adalah 31

dibagi 10, kemudian sisa 1. Jadi antara Bagas dan Esti Lestari termasuk
52

kategori Wasesa Segara yang berarti mereka memiliki keluhuran budi pekerti,

mudah memberikan maaf, memiliki wibawa di mata orang lain, dan berlapang

dada dalam berbagai hal. Contoh lainnya Rangga lahir Rabu Pond an Anggi

lahir Sabtu Legi maka penjumlahannya adalah 7 + 7 + 9 + 5 = 28.

Perhitungannya jika dibagi 10 maka akan menyisakan 8, sedangkan sisa

tersebut tidak boleh melebihi 7, jadi 28 dibagi 7, dan hasil pembagian tersebut

tidak memiliki sisa. Jika tidak memiliki sisa maka dianggap sisanya adalah 7.

Maka Rangga dan Anggi masuk kategori Lebu Katiup Angin yang berarti

hidup sengsara, keinginan tidak terkabul dan memiliki kecenderungan sering

berpindah rumah.

2. Perhitungan untuk Menentukan Hari dalam Melangsungkan Pernikahan

Setelah prosesi perhitungan perjodohan, apabila telah dinyatakan cocok

biasanya langsung menentukan hari baik untuk melaksanakan pernikahan.

Untuk menentukan waktu dalam prosesi pernikahan diperlukan perhitungan-

perhitungan seperti di bawah ini.

Bulan Hari Maknanya

Senin Baik sekali


Besar/Zulhijah

Rabu Baik

Rabu Baik
Suro/Muharram
53

Selasa Baik

Selasa Baik sekali


Sapar

Kamis Baik

Rabu Baik sekali


Maulud/Rabiul Awwal

Jum’at Baik

Kamis Baik sekali


Bakda mulud/Rabiul ak

Sabtu Baik

Jum’at Baik sekali


Jumadil awal

Minggu Baik

Sabtu Baik
Jumadil akhir

Rabu Baik sekali


Rajab

Jum’at Baik

Minggu Baik
Ruwah/Sya’ban

Minggu Baik sekali


Pasa/Ramadhan

Senin Baik sekali


54

Minggu Baik sekali


Sawal

Minggu Baik sekali


Selo/Zulqaidah

Dari hasil pengamatan penulis, konsep hitungan Jawa di Desa Parit

Sidang berdasarkan buku primbon yang mereka miliki, adapun konsep-

konsepnya telah tercantum di buku primbon. Para sesepuh bahkan projonggo

sekalipun masih menggunakan primbon, karena dikhawatirkan apabila tidak

berdasarkan primbon akan salah kaprah. Namun ada beberapa masyarakat Jawa

yang memang sudah hafal mengenai konsep hitungan Jawa tersebut tanpa

melihat primbon. Konsep hitungan yang digunakan bermacam-macam, namun

pada dasarnya sama-sama ingin mencari yang terbaik. 70

B. Praktik Pernikahan dengan Hitungan Jawa Pada Masyarakat Jawa Di Desa


Parit Sidang
Pernikahan sah adalah pernikahan yang telah memenuhi syarat dan rukunnya.

Karena apabila tidak terpenuhi syarat dan rukun tersebut akan berpengaruh pada

keabsahan suatu pernikahan. Dalam islam telah diatur dan diberikan tuntunan bagi

seseorang dalam hal pernikahan secara terperinci. Namun, tidak dapat dipungkiri

bahwa dalam masyarakat praktik pernikahan tidak hanya syarat dan rukun secara

70
Observasi di Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
18 November 2020
55

Islam saja yang harus dipenuhi, melainkan ada beberapa adat istiadat yang

dimasukkan dalam hal pernikahan.

Begitu juga dengan ritual-ritual dalam adat pernikahan masyarakat Jawa yang

mana masih banyak yang menggunakan sistem numerologi atau sistem hitungan guna

mencari hari dan jodoh yang dianggap baik untuk melangsungkan pernikahan.

Praktik hitungan Jawa tidak semua orang dapat memahaminya, namun hanya orang-

orang tertentulah yang mampu memahaminya seperti orang yang sudah tua umurnya

atau yang dituakan di lingkungan tempat tinggalnya. Biasanya orang tua kedua calon

pengantin yang mencari hitungan tersebut dengan meminta bantuan kepada seorang

projonggo atau ketua adat Jawa.

Dalam hal tersebut penulis berhasil mewawancarai beberapa tokoh

masyarakat yang mengetahui adat yang terjadi di Desa Parit Sidang. Adat dalam

pernikahan memang telah ada dan turun temurun mereka lakukan. Seperti yang

disampaikan oleh bapak Kasanun:

“Pernikahan disini itu ya sama dengan pernikahan di tempat lain, namun


karena disini masih kental dengan adat Jawa, ya mereka masih menggunakan
hitungan weton dalam menetapkan pernikahan. Mayoritas masih
menggunakan hitungan tersebut sebelum melaksanakan pernikahan.”71
Dari penjelasan di atas tergambar bahwa masyarakat desa tersebut masih

banyak menggunakan adat hitungan Jawa dalam kegiatan pernikahan khususnya. Jika

ada masalah dalam pernikahan baik sebelum maupun pada saat proses, maka masih

71
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
56

mengembalikan kepada adat lagi. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh bapak

Asy’ari di bawah ini:

“Disini itu masih kental dengan adat Jawanya, ada beberapa Projonggo yang
dianggap sesepuh. Kalau masyarakat mengalammi masalah dengan
pernikahan, mereka tanya kepada Projonggo tersebut.”72

Meskipun masyarakat seluruhnya beragama Islam, kenyataan dari pendapat

tersebut menampakkan bahwa mereka tidak bisa lepas dengan adat Jawa. Mereka

memilih untuk menjaga dan melestarikan apa yang sudah diwariskan atau

ditinggalkan oleh nenek moyang.

Selain itu ada hal menarik dari pernikahan yang menggunakan adat di

masyarakat Desa Parit Sidang, yakni adanya perhitungan Jawa yang biasa disebut

dengan weton calon suami dan calon istri. Salah satu sesepuh desa menjelaskan

mengenai hitungan Jawa dalam pernikahan sebagai berikut:

“Weton itu merupakan peninggalan dari nenek moyang dahulu yang terdapat
dalam kitab Ada makno dan Betal Jemur. Perhitungan weton itu diambil dari
hari lahir seseorang, seperti: Senin Wage, seloso kliwon dst. Semua itu
memiliki nilai masing-masing. Ketika dalam perhitungan weton tersebut
cocok, maka tidak akan terjadi apa-apa setelah pernikahan. Tetapi apabila
tidak cocok, biasanya terjadi saling memandang saja, pandeng-pandengan ini
yang mengakibatkan terjadi percekcokan setelah pernikahan karena godaan
Bathoro Kolo yang merupakan efek dari weton.”73
Penjelasan di atas merupakan prinsip bagaimana hitungan Jawa/weton dalam

pernikahan yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa. Dari penjelasan tersebut,

72
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020.
73
Wawancara dengan Jasmo, Sesepuh Desa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020.
57

masyarakat Jawa mempercayai bahwa setiap sesuatu memiliki nilai. Begitu pula

dengan weton, memiliki nilai serta memiliki efek bila tidak cocok dalam hitungannya.

Sebagai adat yang sudah menjadi kebiasaan memang seharusnya kita menjaga dan

menghormati. Namun hal seperti itu sekarang ini sudah mulai dikesampingkan karena

beberapa hal terjadi di masyarakat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu

Mukhanah:

“Sebagai anak turun dari pendahulu yang hidup di tanah Jawa, seharusnya kita
juga menggunakan dan menghormati apa yang telah ditinggalkan oleh nenek
moyang. Namun jika dilihat zaman sekarang, perhitungan weton dalam
penetapan pernikahan itu tidak harus digunakan, karena masa sekarang yang
terpenting antara calon suami dan calon istri sudah sama-sama suka yang
otomatis orang tua hanya memberikan ijin saja. Tetapi ada juga orang tua
yang tidak mengijinkan karena ketidakcocokan perhitungan weton antara
keduanya.”74
Beliau menjelaskan dalam pendapat tersebut, bahwa adat tradisi perhitungan

Jawa pada masa sekarang sudah tidak banyak yang menggunakan. Karena anak muda

zaman sekarang sudah saling kenal dan suka sama suka (pacaran), sehingga oran tua

hanya memberikan izin saja.

Pendapat lain juga diungkapkan oleh Mbah Painem, beliau melihat bahwa

sekarang ini memang masyarakat mulai tidak begitu mementingkan hitungan Jawa

atau weton dalam pernikahan lagi.

74
Wawancara dengan Mukhanah, Ketua Grup Yasinan, Desa Parit Sidang, 20 November
2020.
58

“Kalau sekarang itu hitungan sebelum pernikahan sudah jarang sekali. Ya


kalau yang menggunakan itu masih ada. Tetap ada sampai sekarang. Tapi
kira-kira ya hanya 50% saja yang masih menggunakan hitung-hitungan.
Sekarang kan kalau anak sudah saling suka, sudah susah. Orang tua tidak bisa
lagi menolak dengan alasan tidak cocok hitungan wetonnya.”75
Dari pendapat tersebut, yakni hanya setengah yang menggunakan hitungan

weton. Masyarakat sudah mulai mengabaikan hitungan tersebut. Namun juga masih

ada masyarakat yang masih menggunakannya walaupun tidak sepenuhnya seperti

dahulu. Dimana jika anak sudah saling suka, orang tua hanya tinggal memberi restu

saja. Sebuah pendapat juga dikemukakan oleh Mbah Sulikhah:

“Namanya juga zaman sekarang, sudah sangat canggih dan modern. Kalau
anak sudah saling kenal dan suka ya sudah tinggal dinikahkan saja. Kadang
hitungan tetap dipakai tapi ya walaupun tidak cocok tetap dilanjutkan. Jadi
sekarang itu istilahnya “kebo nusu gudel” orang tua menuruti anaknya saja.
Dan banyak juga di antara mereka yang pergi merantau, kuliah ataupun kerja
dan ketika pulang ternyata sudah membawa calonnya sendiri. Atau ada juga
yang kecelakaan. Tapi disini Alhamdulillah ya hanya 10% saja lah yang
kecelekaan atau hamil di luar nikah. Ya kadang yang seperti itu mau tidak
mau ya harus dinikahkan.”76
Dari pendapat tersebut bahwa ada sebuah istilah “kebo nusu gudel” yang

kebanyakan masyarakat disini sangat paham akan istilah tersebut. Dimana istilah itu

bermakna bahwa orang tua di zaman sekarang dalam hal pernikahan tidak sedikit

yang menuruti anaknya saja. Ketika anak sudah memiliki pilihannya sendiri dan

sudah dianggap bahwa pilihannya adalah yang terbaik maka mau tidak mau orang tua

akan menikahkannya juga. Namun ada hal lain juga yang memaksa orang tua untuk

75
Wawancara dengan Painem, Sesepuh Desa, Desa Parit Sidang, 09 November 2020
76
Wawancara dengan Sulikhah, Masyarakat Jawa, Desa Parit Sidang, 07 November 2020
59

menikahkan anaknya seperti hamil di luar nikah. Tetapi di Desa Parit Sidang ini

hanya sekitar 10% saja yang mengalami hal tersebut. Sebuah pendapat lain

dikemukakan oleh Tokoh Agama Desa Parit Sidang yaitu bapak Asy’ari:

“Begini, kan disini mayoritas masyarakat Jawa dan masih memegang adat
Jawa, apalagi ketika prosesi pernikahan. Itu sangat kental dengan adat-adat
Jawanya. Kita itu walaupun tidak menggunakan hitungan Jawa dalam
pernikahan, tapi kita tidak boleh juga meremehkannya. Dalam artian kita
menghormati apa yang telah menjadi tradisi para orang tua disini. Kalau
menurut saya sebuah hitungan Jawa tidak boleh terlalu di yakini namun kita
juga tidak boleh meremehkannya. Kita ya jangan terlalu fanatik. Ya karena
pernikahan adalah ibadah. Dan dalam Islam juga telah memberikan konsep
yang jelas tentang tata cara pernikahan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.
Karena syarat-syarat nikah kan sudah jelas, adanya calon suami istri, wali,
saksi dan ijab kobul. Dan wanita dinikahi karena 4 perkara yaitu karena
agamanya, hartanya, keturunannya dan cantiknya.”77
Warga yang menggunakan perhitungan weton yaitu Bapak Buyamin,

mengungkapkan hitungan Jawa dalam pernikahan memang sudah ada di masyarakat

Jawa dari zaman dahulu dan sampai sekarang masih tetap digunakan.

“Iyo jelas masih digunakan lah mbak evi..saya saja ketika mau menikah
dengan istri juga dihitung. Dan ketika dihitung weton kami berdua ketemu 24.
Katanya kalau ketemu 24 itu paling bagus. Dan Alhamdulillah langgeng
sampai sekarang. Lebih bagus lagi kalau ketemu 30. Itu ketemu Ratu.
Pokoknya itu paling mantap. Hari pernikahannya pun dicari hari yang paling
bagus menurut weton kami. Semua hari itu bagus, namun masyarakat Jawa
meyakini di antara hari-hari yang bagus itu ada hari lebih bagus lagi, ya kira-
kira seperti itulah mbak”78

77
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
78
Wawancara dengan Buyamin, Pelaku Hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 10 November
2020
60

“Iya mbak Evi, bener apa kata bapak. Kami dulu dihitung dengan orang tua
kami sebelum melaksanakan pernikahan. Dan setelah dihitung ternyata cocok.
Jadi ya kami melangsungkan pernikahan.”79
Dari penjelasan pasangan suami istri tersebut bahwa mereka menggunakan

hitungan Jawa pernikahan dan meyakininya sampai sekarang. Bahkan mereka juga

sangat paham dengan hitungan Jawa. Bukan hanya itu saja, hari pernikahan pun

mereka ambil di hari yang sangat bagus berdasarkan hitungan Jawa. Karena mereka

masih sangat percaya dan yakin tentang hitungan Jawa memiliki dampak yang cukup

besar di dalam sebuah pernikahan.

Selanjutnya Bapak Jasmo sebagai warga yang menggunakan perhitungan

Jawa, beliau termasuk sesepuh yang sangat paham tentang konsep hitungan Jawa.

Beliau sangat meyakini perhitungan sebagaimana yang telah diungkapkannya:

“Hitungan Jawa itu sangat penting untuk diterapkan, apalagi kita sebagai
masyarakat Jawa yang mengerti tentang weton. Sebelum menikah itu weton
calon suami dan calon istri dihitung terlebih dahulu. Nanti kalau hitungannya
cocok ya dilanjutkan. Tapi mengingat zaman sekarang ini masyarakat sudah
mulai mengabaikan hitungan ini. Tapi kalau seperti anak pertama dan anak
ketiga itu memang tidak boleh menikah dan dari dulu sampai sekarang masih
sangat diyakini, dan benar-benar dilarang keras oleh para orang tua. Lihat saja
disini ada contohnya kan, dia anak pertama menikah dengan anak ketiga, dan
pada akhirnya lihat sendiri kan sekarang, rumah tangga mereka sekarang
hancur. Karena ya mereka melanggar dari aturan. Itu akibatnya kalau kita
meremehkan adat dan tradisi.”80
Dari pendapatnya tersebut bahwa hitungan Jawa itu sangat penting untuk

diterapkan. Dan beliau menegaskan bahwa anak pertama dan anak ketiga dari zaman

dahulu sampai sekarang masih sangat dilarang keras untuk menikah. Dan meyakinkan

79
Wawancara dengan Mar, Pelaku Hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 10 November 2020
80
Wawancara dengan Jasmo, Sesepuh desa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020
61

setelah melihat kejadian yang terjadi di Desa Parit Sidang ada yang melangsungkan

pernikahan anak pertama dan anak ketiga dan pada akhirnya rumah tangga mereka

hancur.

Selanjutnya Seno sebagai warga yang akan melangsungkan pernikahan yang

menggunakan dan meyakini hitungan Jawa menjelaskan bahwa beliau menggunakan

weton karena memang sudah ada sejak dahulu dan mengikuti orang tua karena hal

tersebut merupakan salah satu ikhtiar dalam menjalani rumah tangga. Berikut

penjelasan beliau:

“Iya saya mau menikah sebentar lagi mbak, dan weton saya dan calon istri
saya sudah dihitung oleh orang tua saya, dan cocok. Maka saya akan
melangsungkan pernikahan saya. Orang tua saya meyakininya sebagai ikhtiar
dalam menjalani rumah tangga, ya saya ikut aja. Ya walaupun zaman
sekarang udah banyak yag mengabaikan,tapi saya tetap yakini saja.”81
Dalam praktiknya, Ibu Sulikhah menjelaskan bahwa pertama, mendatangi

sesepuh atau projonggo dengan calon istri, tapi biasanya hanya dengan orang tua saja.

Kedua, disana akan ditanyai perihal hari kelahiran atau weton kedua calon suami dan

istri. Ketiga, dihitung antara weton dan weton istri, dan setelah dihitung maka mereka

akan diberikan hari yang paling baik untuk menikah sesuai dengan hitungan tersebut.

Dan kemudian yang terakhir, melaksanakan acara walimahan atau biasa disebut

dengan mantenan.

“Ya kalau di Desa kita ini biasanya sebelum melangsungkan pernikahan


mendatangi mbah Kasanun terlebih dahulu untuk dihitung weton si calon

81
Wawancara dengan Seno, Pelaku hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020
62

suami dan istri tadi, terus sama mbah Kasanun diberikan pilihan hari yang
baik untuk melangsungkan pernikahan. Tapi biasanya yang datang orang
tuanya saja. Kadang anaknya juga ikut.”82

Pendapat lain dari warga yang juga menggunakan perhitungan Jawa yaitu

weton dalam pernikahan yakni Komariah yang memiliki alasan bahwa beliau

menggunakan hitungan Jawa karena mengikuti orang tua dan kebiasaan di

masyarakat.

“Saya itu ya nurut aja sama orang tua, jadi orang tua menyuruh saya untuk
menghitung weton, ya dihitung. Lagian hitungan Jawa kan sudah ada dari
dulu kan, dan sampai sekarang juga tetap digunakan. Biasanya kalau ada yang
tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat tu kayak seakan memberi cap jelek
gitu, kadang bisa jadi bahan omongan orang juga.”
“Untuk perhitungan, dulu saya ke Mbah Kasanun, ya karena beliau termasuk
projongga di Desa ini. Beliau sudah biasa menangani masalah pernikahan dari
awal sampai selesai. Bukan hanya di Desa ini saja bahkan sampai Desa-Desa
yang jaraknya cukup jauh dari sini. Tak heran setiap yang akan
melangsungkan pernikahan akan mendatanginya untuk meminta dihitung dan
diberikan hari untuk menikah.”83
Dari berbagai pendapat yang telah diungkapkan diatas bahwa dalam sebuah

pernikahan yang mereka lakukan masih menggunakan perhitungan Jawa sebagai

masyarakat Jawa yang cukup kental dengan adat dan istiadat yang berlaku. Dalam

praktiknya, pertama wali atau orang tua si calon suami datang ke Projonggo bersama

anak dan keluarga lainnya. Kedua, mereka akan ditanyai perihal weton kelahiran

calon suami dan istri dan selanjutnya akan dijumlahkan weton keduanya. Ketiga,

82
Wawancara dengan Sulikhah, Masyarakat Jawa, Desa Parit Sidang, 07 November 2020
83
Wawancara dengan Komariah, Pelaku hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 11 November
2020
63

mereka akan diberikan pilihan hari yang baik untuk melangsungkan akad pernikahan.

Selain itu biasanya mereka juga akan meminta kepada Projonggo tersebut untuk

memagar rumah (Projonggo akan melakukan ritual yang bertujuan agar selama acara

berlangsung tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan), hal ini juga merupakan

sebuah kebiasaan masyarakat Jawa di desa Parit Sidang sebelum melaksanakan acara

pernikahan.

Hal itu sesuai dengan yang disampaikan oleh Mbah Kasanun seorang

projonggo di desa Parit Sidang, bahwa sebagai masyakarat Jawa itu jangan sampai

menghilangkan adat Jawanya. Beliau mengungkapkannya sebagai berikut:

“Hitungan Jawa dalam pernikahan itu aslinya kan weton. Weton itu ya hari
lahirnya setiap orang. Contohnya lahirnya kamu apa? Sabtu Pon ya. Nah itu
yang dinamakan weton kamu. Dan ada nilanya, kalau Sabtu Pon itu
rangkapannya 16. Sabtu 9 dan Pon itu 7, jadinya 16. Untuk mengambil hari
pernikahan ya diambil dari hari kelahiran calon suami atau istri dan diambil
pasaran calon suami atau istri. Intinya dari keduanya membawa dan
digunakan. Kalau masalah kecocokan, menurut hitungan itu adakalanya dalam
budaya atau adat. Setiap adat pasti mempunyai larangan. Kalau di Jawa itu
contohnya Geying (wage dan pahing), anak barep (pertama) ngalor ngulon.
Yang jelas seperti itu dulu sudah deprogram dan dicatat. Ada buku
primbonnya, seperti Primbon Bental Jemur. Sebagai orang Jawa itu kan ya
kalau bisa jangan sampai hilang Jawanya gitu loh mbak Evi. Ya walaupun
sekarang istilahnya “kebo nusu gudel”. Tapi setiap orang tua pastinya
menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. 84
Dari pendapat beliau tersebut menjelaskan bahwa untuk menentukan hari

pernikahan adalah dengan mengambil dari hari kelahiran calon suami atau istri dan

diambil pasaran calon suami atau istri. Setiap sesuatu dalam adat Jawa juga diyakini

84
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
64

memiliki nilai, termasuk weton dan memang sudah di program dan dicatat di buku-

buku Primbon. Beliau juga menjelaskan bahwa istilah “kebo nusu gudel” yang berarti

orang tua mengikuti kemauan anaknya itu juga menjadi salah satu alasan masyarakat

mengabaikan hitungan Jawa tersebut.

Selanjutnya, beliau juga menjelaskan tentang bagaimana praktik penetapan

pernikahan masyarakat Jawa menggunakan hitungan Jawa sebagaimana penjelasan

berikut:

“Ya mereka calon pengantin, biasanya kebanyakan hanya yang laki-laki saja
bersama orang tuanya atau kerabatnya, datang menemui saya. Nanti setelah
mengetahui weton keduanya, lalu saya hitung. Dan setelah dihitung nanti akan
diberikan pilihan hari pernikahan sesuai dengan weton calon suami atau istri
tersebut. Ya namanya manusia kita hanya bisa berikhtiar. Untuk masalah
rezeki dan harmonisnya kehidupan rumah tangga ya sebenarnya tergantung
mereka yang menjalaninya. Tapi kembali lagi kita sebagai umat Islam ya
percaya bahwa Allah SWT. Yang menentukan semuanya. Ada juga yang
ketika dihitung ternyata tidak cocok, tapi mereka tetap melangsungkan
pernikahan, dan sampai sekarang masih baik-baik saja rumah tangganya.
Namanya ujian dalam rumah tangga pasti sedikit banyaknya ya ada. Kalau
hari pernikahan memang harus benar-benar dicari harinya yang paling baik.
Namanya juga pernikahan. Perjanjian suci diantara kedua mempelai, alangkah
bagusnya jika janji tersebut diikrarkan di hari yang baik pula. Hitungan Jawa
menurut saya sama sekali tidak ingin mendahului takdir. Karena itu hanyalah
sebagai sarana ikhtiar dalam menetapkan pernikahan yang dengan harapan
kedepannya menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah.”85
Dari pendapat beliau tersebut menjelaskan tentang praktik penetapan

pernikahan masyarakat Jawa di desa Parit Sidang yang menggunakan hitungan Jawa

sebelum pernikahan. Hal pertama yaitu calon pengantin datang bersama kedua orang

tua atau kerabat. Selanjutnya kedua weton calon pengantin akan di hitung,. Setelah

85
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
65

dihitung maka akan ditetapkan hari pernikahannya. Menurut beliau semua hari baik,

namun diantara hari baik-baik tersebut masih ada hari yang lebih baik lagi dalam

melaksanakan pernikahan, karena pernikahan merupakan suatu perjanjian yang suci

diantara kedua mempelai.

Kemudian ada juga warga yang tidak menggunakan hitungan Jawa dalam

pernikahan, yaitu Ahmad. Beliau menjelaskan tidak menggunakan hitungan Jawa

karena sudah saling suka, dan orang tua juga sudah merestui.

“Iya saya tahu tentang hitungan Jawa, dan orang tua juga tahu. Tapi saya
tidak menggunakan hitungan tersebut. Karena kami sudah saling suka dan
saya sudah sangat yakin dengan istri saya. Jadi tidak perlu hitung-hitungan
lagi. Dan orang tua pun sudah sangat merestui.”86
Pendapat lain juga disampaikan oleh Korib yang juga tidak menggunakan

hitungan Jawa karena sudah yakin dan direstui oleh orang tuanya.

“Kan dulu merantau, jadi pas disana ketemu dengan istri saya sekarang, kami
sudah saling suka dan kedua orang tua pun sudah merestui, sehingga akhirnya
saya melamar istri saya tanpa pakai hitung-hitungan dulu.”87
Dari kedua pendapat warga yang tidak menggunakan hitungan Jawa memiliki

alasan yang sama, yaitu karena sudah sama-sama suka dan kedua orang tua pun sudah

merestui sehingga mereka melangsungkan pernikahan tanpa menggunakan hitungan

Jawa atau datang ke projonggo.

Dari hasil pengamatan penulis bahwa masih banyak masyarakat yang

menggunakan hitungan Jawa dalam menetapkan pernikahan di desa Parit Sidang,

86
Wawancara dengan Ahmad, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 22 November 2020
87
Wawancara dengan Korib, Kaur Perencanaan, Desa Parit Sidang, 20 November 2020
66

mereka menggunakan hitungan tersebut sebagai usaha atau ikhtiar dalam

mewujudkan rumah tangga yang baik. Walaupun dalam perhitungannya jika tidak

cocok masih ada yang tetap melaksanakan pernikahannya. Di desa Parit Sidang masih

cukup kental adat Jawa nya dalam prosesi pernikahan. Dari mulai hitungan weton

sampai penetapan hari pernikahan. 88

Adapun praktik pelaksanaan adalah calon suami istri datang ke projonggo atau

sesepuh bersama orang tua dan kerabat. Kedua adalah projonggo menghitung weton

kedua calon pengantin dan dijumlahkan. Setelah dijumlahkan maka ditetapkan hari

pernikahan. Setelah selesai dalam menetapkan hari pernikahan langkah selanjutnya

adalah menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam prosesi pernikahan hingga

acara pernikahan tersebut berlangsung. Walaupun ada juga beberapa masyarakat yang

tidak lagi menggunakan hitungan Jawa dalam pernikahan dikarenakan beberapa

alasan seperti mereka sudah saling suka, saling yakin untuk menikah, dan keduanya

telah direstui oleh orang tuanya.

C. Dampak Positif dan Negatif Dari Penetapan Pernikahan Berdasarkan Hitungan

Jawa di Desa Parit Sidang

Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia pasti mempunyai tujuan dan

fungsi. Tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan,

88
Observasi di Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
18 November 2020
67

berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu

keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh

keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang

telah diatur oleh syariah.

Kebahagiaan keluarga berkaitan dengan suasana hubungan perkawinan yang

bahagia dan serasi. Menjaga keharmonisan dalam keluarga tidaklah semudah

membalikkan telapak tangan, namun membutuhkan perjuangan dan pengorbanan.

Terkadang pasangan suami dan istri akan dihadapkan pada suatu masalah yang cukup

berat, tinggal bagaimana cara menyikapi masalah tersebut agar tetap terjaga

keharmonisan keluarganya.

Sebagian masyarakat berpendapat dengan dilakukannya perhitungan Jawa

atau hitungan weton menjadi salah satu usaha setiap keluarga untuk mencapai

keharmonisan dalam sebuah pernikahan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan

masyarakat Desa Parit Sidang masih menerapkan hitungan Jawa dalam pernikahan.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Bu Sulikhah:89

“Hitungan Jawa ini dijadikan usaha atau ikhtiar bagi pasangan yang akan
menikah, dengan harapan apabila hitungannya cocok maka rumah tangganya
akan menjadi harmonis dan bahagia sampai akhir hayat. Itulah mengapa
hitungan Jawa harus diterapkan bagi setiap pasangan yang akan menikah.”

Menerapkan perhitungan Jawa dalam penetuan hari dan calon setiap

pernikahan dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat yang

89
Wawancara dengan Sulikhah, Masyarakat Jawa, Desa Parit Sidang, 07 November 2020
68

menerapkannya. Hal ini dikarenakan tingkat kepercayaan masyarakat terkait

perhitungan weton yang telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari yang pada

akhirnya masyarakat akan terus menjaga dan melestarikan tradisi tersebut. Meskipun

banyak dari mereka tidak mengerti secara jelas apa yang telah dilakukan oleh orang-

orang terdahulunya.

Dalam ajaran Islam, terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam

memilih perjodohan, yang terpenting adalah tidak adanya sebab yang haram untuk

dinikahi baik haram untuk selamanya ataupun haram untuk sementara, seperti halnya

memilih pasangan yang baik telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW yaitu dari segi

hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Praktik perhitungan Jawa

dalam pernikahan memiliki dampak positif apabila praktik perhitungannya tidak

menyimpang dari ajaran Islam.

Selain memberikan dampak positif seperti yang dijelaskan di atas, praktik

perhitungan Jawa juga dapat memberikan dampak positif sebagai dasar ilmu

pengetahuan dalam menghadapi pernikahan yakni dengan menanamkan nilai-nilai

kebaikan serta aturan-aturan yang sesuai dengan kehidupan bermasyarakat.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Kasanun:90

“Hitungan Jawa ini tentu ada dampak positifnya, adanya hitungan tersebut
bisa menjadi dasar ilmu pengetahuan dalam menghadapi pernikahan, adanya

90
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
69

hitungan juga akan membuat pasangan lebih berhati-hati dalam memilih


pasangan, asalkan dalam pemilihannya tidak bertentangan dengan apa yang
sudah diajarkan oleh Islam. Kita sebagai manusia pasti berusaha semaksimal
mungkin agar jangan sampai salah dalam memilih pasangan hidup.”

Sedangkan dari segi negatifnya dengan mempercayai keseluruhan perhitungan

Jawa sebagai penentu hari dan pasangan dalam menetapkan pernikahan menurut

perspektif hukum Islam itu dapat dilihat dari pelakunya. Selain itu masih adanya

kekhawatiran masyarakat mendapat celaan dari lingkungan disekitarnya karena tidak

mengikuti adat yang ada.

Dampak negatif lain yang dapat ditimbulkan dari mempercayai perhitungan

Jawa, masyarakat cenderung bergantung terhadap apa yang dihasilkan dari

perhitungan Jawa tersebut, sehingga berakibat kurang maksimal dalam berusaha

untuk mencapai kebahagiaan dalam sebuah pernikahan. Selain itu kecocokan

hitungan weton antara calon mempelai laki-laki dan wanita menjadi acuan apakah

akan dilanjutkan atau dibatalkan pernikahannya.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Mukhanah:91

“Mempercayai hitungan Jawa sepenuhnya juga tidak baik, karena segala


sesuatunya sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Kita sebagai manusia hanya
berusaha. Banyak kejadian karena mempercayai hitungan Jawa tersebut maka
hal itu benar-benar terjadi. Seakan itu menjadi doa karena terlalu dipercaya.
Maka sebaiknya dalam pemilihan pasangan walaupun memakai hitungan Jawa
harus tetap mempertimbangkan yang telah diajarkan oleh Islam. Jangan
sampai kita hanya berpatokan pada hitungan Jawa saja.”

91
Wawancara dengan Mukhanah, Ketua Grup Yasinan, Desa Parit Sidang, 20 November
2020.
70

Masyarakat terlalu berpacu pada hasil dari hitungan Jawa sehingga cenderung

lebih mempercayai apa yang akan terjadi dari hasil hitungan Jawa tersebut. Padahal

pada hakikatnya manusia hanya dapat mempercayakan semuanya kepada Allah SWT.

Karena nasib baik dan buruk adalah rahasia Allah SWT.

D. Perspektif Hukum Islam tentang Penetapan Pernikahan Berdasarkan Hitungan


Jawa
Tradisi hitungan Jawa merupakan budaya Jawa yang masih banyak digunakan

masyarakat desa Parit Sidang yang telah turun temurun dari nenek moyang, baik

dalam pernikahan, memulai pekerjaan, mendirikan rumah, khitanan dan lain-lain.

Bapak Asy’ari mengungkapkan:

“Hitungan Jawa atau weton dalam pernikahan itu tidak berasal dari hukum
Islam. Karena hukum Islam itu pasti berasal dari Al-Qur’an dan Hadis.
Sedangkan hitungan Jawa dalam pernikahan adalah weton, dan weton
meruapakan hari kelahiran seseorang. Misalnya seseorang lahir pada hari
Sabtu Pon maka dilihat neptu dan pasarannya. Hitungan Jawa sendiri
merupakan adat masyarakat Jawa yang digunakan dan diyakini sampai
sekarang. Apalagi dalam sebuah pernikahan hitungan Jawa disini masih
banyak digunakan. Mereka mencari hari pernikahan yang paling baik menurut
hitungan Jawa. Semua hari baik namun diantara hari-hari baik ada yang paling
baik menurut masyarakat Jawa. Selain untuk pernikahan, hitungan Jawa juga
digunakan untuk memulai pekerjaan, mendirikan rumah, khitanan dan masih
banyak lagi yang lainnya”92
Dari pendapat beliau di atas mengungkapkan bahwa hitungan Jawa bukan

berasal dari Al-Qur’an dan Hadis. Hitungan Jawa hanyalah sebuah tradisi yang turun

temurun dari nenek moyang yang masih diyakini sampai sekarang dan digunakan

92
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
71

sebagai usaha untuk mencari kecocokan pasangan dalam pernikahan dan hari yang

baik dalam pernikahan. Beliau juga mengungkapkan bahwa sebagai masyarakat Jawa

harus menghormati adat yang ditinggalkan oleh para leluhur.

“Kita walaupun tidak menggunakan hitungan Jawa dalam mencari kecocokan


pasangan, tapi kita juga tidak boleh meremehkan atau mengatakan bahwa
weton itu tidak baik. Walaupun di dalam Al-Qur’an dan Hadis kita tidak
menemukan masalah hitungan Jawa ini. Kalau kata orang tua kamu tidak
cocok dengan dia karena wetonnya tidak cocok, maka kita jangan terlalu
percaya dan jangan pula menyepelekan. Yang penting kalau dalam Islam
kalau mau mencari pasangan ya cari yang sholeh atau sholehah, terus diantara
kedua belah pihak ada kesepakatan. Kalau kita sudah yakin dengan calon kita
ya tidak jadi masalah kalau menurut saya. Yang penting kita tidak
menyepelekannya saja. ”93
Pendapat yang lain juga diungkapkan oleh Bapak M.Nur biasanya kalau adat orang

Jawa itu tidak meninggalkan weton dalam pernikahan.

“Iya memang benar Allah SWT yang telah membuat hari, semua hari itu baik.
Dan kita sebagai manusia diperintahkan untuk memilih, manusia mempunyai
hak untuk memilih. Namun jangan terlalu diyakini tentang hitungan tadi,
jangan seperti itu. Kalau meyakini ya tidak boleh sebab semua yang mengatur
dan yang mengetahui baik dan buruk nya hanyalah Allah SWT. Hukumnya
tradisi hitungan Jawa tadi ya boleh, tapi kalau terlalu diyakini takutnya nanti
malah murtad kitanya. Hari itu tidak ada bedanya dan sama saja, semua itu
tergantung pada kepercayaan masing-masing. Kalau yakin semua hari dan
weton itu yang membuat Allah SWT, yang menentukan juga Allah SWT.”94
Hukum pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

penting. Oleh karena itu, peraturan-peraturan tentang perkawinan diatur dan

diterangkan secara jelas dan terperinci. Hukum pernikahan Islam pada dasarnya tidak

hanya mengatur tata cara pelaksanaannya saja, melainkan juga segala persoalan yang

93
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
94
Wawancara dengan M.Nur, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
72

berhubungan dengan pernikahan. Dalam pernikahan yang sesuai dengan hukum

Islam, selain syarat-syarat sah nikah, para pemeluk agama Islam juga sebaiknya

memperhatikan empat perkara ini untuk memilih pasangan untuk melangsungkan

pernikahan, yaitu kekayaan, kecantikan, nasab dan agama. Seperti dalam hadis Nabi

Muhammad SAW dari Abu Hurairah yang artinya:

Artinya: Wanita yang akan dinikahi karena empat hal, yaitu: hartanya,
kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka carilah wanita yang
taat beragama, niscaya akan beruntung.

Masyarakat Jawa memiliki kriteria tersendiri yang hampir sama dengan

tuntunan hadis di atas, yaitu bibit (keturunan), bebet (tingkah laku), dan bobot

(kualitas hidup). Perbedaannya dengan hukum Islam, masyarakat Jawa menggunakan

tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan. Tradisi hitungan Jawa atau weton dalam

pernikahan yang digunakan oleh masyarakat Jawa desa Parit Sidang bertujuan untuk

menentukan pemilihann jodoh atau kecocokan pasangan dan menentukan hari dalam

melangsungkan pernikahan. Masalah tentang perbedaan hukum dibolehkannya atau

tidak tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan tersebut akan dilihat dengan melalui

‘urf.
73

Al-‘Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi tradisinya, baik

ucapan, perbuatan maupun pantangan-pantangan dan disebut juga adat.96 Adapun

secara terminologi, seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, istilah ‘urf berarti:

“Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan

dan menyatu dengan kehidupan mereka, baik berupa perbuatan atau perkataan”.

Istilah ‘urf dalam pengertian tersebut sama dengan pengertian al-‘adah (adat istiadat).

Misalnya‘urf berupa perbuatan atau kebiasaan di satu masyarakat dalam melakukan

jual beli kebutuhan ringan sehari-hari seperti garam, tomat, dan gula dengan hanya

menerima barang dan menyerahkan harga tanpa mengucapkan ijab dan kabul (qabul).

Contoh ‘urf yang berupa perkataan, seperti kebiasaan disatu masyarakat untuk tidak

menggunakan kata al-lahm (daging) kepada jenis ikan. Kebiasaan-kebiasaan seperti

itu menjadi bahan pertimbangan waktu akan menetapkan hukum dalam masalah-

masalah yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah.97

‘Urf ditinjau dari sisi kualitasnya (bisa diterima dan ditolaknya oleh syariah) ada

dua macam ‘urf, yaitu:98

1. ‘Urf yang fasid atau ‘urf yang batal, yaitu ‘urf yang bertentangan dengan syariah.

Seperti ada kebiasaan menghalalkan minuman-minuman yang memabukkan,

96
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,
2003), cet. Ke-II, hlm 17
97
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 140.
98
Dzajuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta:
Kencana, 2006), hlm. 90.
74

menghalalkan makan riba, adat kebiasaan memboroskan harta, dan lain

sebagainya.

2. ‘Urf yang shahih atau al-‘adah ashahihah yaitu ‘urf yang tidak bertentangan

dengan syariah. Seperti memesan dibuatkan pakaian kepada penjahit. Bahkan cara

pemesanan itu pada masa sekarang sudah berlaku untuk barang-barang yang lebih

besar lagi, seperti memesan mobil, bangunan-bangunan dan lain sebagainya.

Dari segi ruang lingkup penggunaannya, ‘urf terbagi kepada:99

1. ‘Adat atau ‘urf umum, yaitu kebiasaan yang telah umum berlaku dimana-mana,

hampir diseluruh penjuru dunia, tanpa memandang Negara, bangsa, dan agama.

Contohnya: menganggukkan kepala tanda menyetujui dan menggelengkan kepala

tanda menolak atau menidakkan. Kalau ada orang yang berbuat kebalikan dari itu,

maka dianggap aneh atau ganjil.

2. ‘Adat atau ‘urf khusus, yaitu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang di

tempat tertentu atau pada waktu tertentu, tidak berlaku disemua tempat dan di

sembarang waktu. Contohnya: ‘adat menarik garis keturunan melalui garis ibu

atau perempuan di Minangkabau dan melalui bapak dikalangan suku Batak.

Para ulama yang mengamalkan ‘urf itu dalam memahami dan meng-

istinbathkan hukum, menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima ‘urf tersebut,

yaitu:

99
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 391-392
75

1. ‘Adat atau ‘urf itu bernilai maslahat dan diterima akal sehat. Syarat ini merupakan

kelaziman bagi ‘adat atau ‘urf yang sahih, sebagai persyaratan untuk diterima

secara umum. Misalnya tentang kebiasaan istri yang ditinggal mati suaminya

dibakar hidup-hidup bersama pembakaran jenazah suaminya. Meski kebiasaan itu

dinilai baik dari segi rasa agama suatu kelompok, namun tidak dapat diterima oleh

akal yang sehat. Demikian pula tentang kebiasaan makan ular.

2. ‘Adat atau ‘urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang

berada dalam lingkungan ‘adat itu, atau dikalangan sebagian besar warganya.

Dalam hal ini al-Suyuthi mengatakan:

Artinya: “Sesungguhnya ‘adat yang diperhitungkan itu adalah yang berlaku secara

umum. Seandainya kacau, maka tidak akan diperhitungkan.”

3. ‘Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada pada saat itu,

bukan ‘urf yang muncul kemudian. Hal ini berarti ‘urf itu harus telah ada

sebelum penetapan hukum. Kalau ‘urf itu datang kemudian maka tidak

diperhitungkan. Dalam hal ini ada kaidah yang mengatakan: “Urf yang

diberlakukan padanya suatu lafaz (ketentuan hukum) hanyalah yang datang

beriringan atau mendahului, dan bukan yang datang kemudian.”

4. ‘Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara’ yang ada atau bertentangan

dengan prinsip yang pasti. Sebenarnya persyaratan ini hanya menguatkan

persyaratan penerimaan ‘adat sahih: karena kalau ‘adat itu bertentangan dengan
76

nash yang ada atau bertentangan dengan prinsip syara’ yang pasti, maka ia

termasuk ‘adat yang fasid yang telah disepakati ulama untuk menolaknya.

Tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan masyarakat Jawa di Desa Parit

Sidang telah menjadi warisan secara turun temurun dari leluhur yang masih sangat

kuat memegangnya dan masih banyak yang menggunakannya. Apabila dianalisis

menggunakan ‘urf , tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan telah memenuhi

persyaratan sebagai ‘urf dan dapat dikategorikan dalam ‘urf yang sahih. Persyaratan

‘urf yang sahih tersebut adalah sebagai berikut:

1. ‘Urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima oleh akal sehat

Tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang ini

mempunyai kemaslahatan. Kemaslahatan ini dapat dilihat dikemudian hari karena

menurut Masyarakat Jawa hitungan tersebut akan berpengaruh baik untuk

kelangsungan pernikahan baik bagi suami, istri, orang tua dan keturunannya.

2. ‘Urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada dalam

lingkungan ‘adat itu, atau dikalangan sebagian besar warganya.

Pelaksanaan hitungan Jawa dalam pernikahan yang berlaku pada masyarakat Jawa

di Desa Parit Sidang tidak memandang keturunan, status sosial, agama ataupun

kedudukan lainnya.

3. ‘Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku) pada

saat itu, bukan ‘urf yang muncul kemudian.


77

Hitungan Jawa dalam pernikahan yang berlaku pada masyarakat Jawa di Desa

Parit Sidang telah ada sebelum penetapan hukum. Jadi, hitungan Jawa dalam

pernikahan yang terjadi pada saat itu sudah dilaksanakan oleh masyarakat Desa

Parit Sidang. Kemudian datang ketetapan hukum untuk dijadikan sandaran, baik

dalam menentukan cocok tidaknya pasangan pengantin ataupun menentukan hari

pernikahan.

4. ‘Urf tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara’ yang ada atau bertentangan

dengan prinsip-prinsip syara’ yang pasti.

Tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan yang berlaku pada masyarakat Jawa

di Desa Parit Sidang tidak bertentangan dengan hukum Islam atau prinsip-prinsip

syara’. Karena tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan yang berlaku pada masyarakat

Jawa di Desa Parit Sidang sekarang ini tidak ditemukan atau tidak ada praktik-praktik

yanh bertentangan dengan hukum Islam, seperti adanya sesajen dan lain-lain.

Pada hakikatnya tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan yang belaku pada

masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang dianggap sebagai sebuah bentuk ikhtiar yang

bertujuan untuk mencari kebaikan bagi kelangsungan pernikahan dan mencegah dari

hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Sehingga tradisi hitungan Jawa dalam proses

penetepan pelaksanaan pernikahan jika dianalisis menggunakan ‘urf maka termasuk

ke dalam ‘urf sahih. Selain memenuhi persyaratan sebagai ‘urf yang sahih, hitungan

Jawa tersebut juga tidak terdapat praktik-praktik yang menyimpang dari syara’ atau
78

ajaran agama Islam, seperti adanya sesajen atau hal-hal lain yang bertentangan

dengan syara’. Sebagaimana diungkapkan oleh bapak Asy’ari:

“Meskipun semua hari itu baik, manusia diberikan hak untuk memilih sebagai
ikhtiar asalkan tidak terlalu diyakini. Karena semua yang ada di langit dan
bumi termasuk semua hari itu adalah Allah SWT yang menciptakan serta
mengaturnya.”100
Dari uraian di atas penulis dapat menganalisis, bahwa hitungan Jawa dalam

penetapan pelaksanaan pernikahan masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang Kecamatan

Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat mempunyai tujuan untuk melestarikan

nilai-nilai tradisi dan budaya sebagai bentuk menghormati tradisi yang secara turun

temurun dari leluhur Desa Parit Sidang. Memang tidak mudah menjaga tradisi dan

budaya di zaman modern sekarang ini yang serba teknologi canggih serta maju.

Namun, tidak ada alasan untuk tetap melestarikan tradisi hitungan Jawa dalam

pernikahan. Karena hitungan Jawa pun sudah dianggap sebagai ikhtiar dalam mencari

hari baik dalam melangsungkan pernikahan dan pengaruhnya terhadap kehidupan

rumah tangga ke depannya.

Dari hasil pengamatan penulis hitungan Jawa dalam pernikahan di masyarakat

Jawa merupakan adat istiadat yang diketahui oleh masyarakat dengan baik serta untuk

menghormati dengan melestarikan tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan dari

generasi ke generasi berikutnya. Selain sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur,

juga sebagai bentuk ikhtiar mencari pasangan yang terbaik dan mencari hari baik

100
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
79

dalam melangsungkan pernikahan. Hitungan Jawa dalam pernikahan ditinjau dari ‘urf

, penulis mengkategorikan hitungan Jawa tersebut ke dalam kategori ‘urf yang sahih.

Karena hitungan Jawa dalam penetapan pernikahan masyarakat Jawa di Desa Parit

Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat ini dapat diterima

oleh masyarakat, walaupun tidak seluruhnya meyakini. Hitungan Jawa dalam

pernikahan masyarakat Desa Parit Sidang bertujuan untuk meraih kemaslahatan dan

menghindari kemudharatan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bagian akhir dari penulis skripsi, penulis membuat kesimpulan berdasarkan

paparan pada bab-bab sebelumnya tentang “Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa

Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa

Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)”, maka

penulis mengambil kesimpulan dari pembahasan atau hasil dari penelitian sebagai

berikut:

1. Konsep hitungan Jawa adalah menggambarkan/memprediksikan calon mempelai

dalam menjalani bahtera rumah tangga ke depannya. Perhitungan pernikahan

selalu dikaitkan dengan weton. Dalam konsep hitungan Jawa ini adalah untuk

mencari pasangan yang terbaik dan hari yang terbaik untuk melangsungkan hari

pernikahan.

2ra.ktiPk pernikahan dengan hitungan Jawa di Desa Parit Sidang adalah dengan

cara calon pengantin bersama orang tuanya mendatangi ketua adat atau yang

biasa disebut dengan projonggo. Kemudian mereka akan ditanyai perihal weton

kelahiran calon suami dan istri dan selanjutnya akan dijumlahkan weton

keduanya. Ketiga, mereka akan diberikan pilihan hari yang baik untuk

melangsungkan akad pernikahan.

80
81

3. Dampak positif dari hitungan Jawa adalah sebagai bentuk ikhtiar dan usaha

dalam memilih pasangan yang terbaik agar terciptanya keluarga yang harmonis

dan bahagia. Sedangkan dampak negatif dari hitungan Jawa tersebut adalah

masyarakat terlalu percaya dengan hasil hitungan Jawa sehingga masyarakat

cenderung bergantung terhadap apa yang dihasilkan dari perhitungan Jawa

tersebut, sehingga berakibat kurang maksimal dalam berusaha untuk mencapai

kebahagiaan dalam sebuah pernikahan. Selain itu kecocokan hitungan weton

antara calon mempelai laki-laki dan wanita menjadi acuan apakah akan

dilanjutkan atau dibatalkan pernikahannya.

4. Hitungan Jawa tidak melanggar prinsip-prinsip syara’. Hitungan Jawa dalam

pernikahan ditinjau dari ‘urf , penulis mengkategorikan hitungan Jawa tersebut

ke dalam kategori ‘urf yang sahih. Karena hitungan Jawa dalam penetapan

pernikahan masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan

Kabupaten Tanjung Jabung Barat ini dapat diterima oleh masyarakat, walaupun

tidak seluruhnya meyakini. Hitungan Jawa dalam pernikahan masyarakat Desa

Parit Sidang bertujuan untuk meraih kemaslahatan dan menghindari

kemudharatan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.

B. Saran

1. Bagi masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang yang masih menggunakan hitungan

Jawa dalam pernikahan diharapkan agar jangan terlalu meyakini sepenuhnya.


82

Karena segala sesuatu datangnya dari Allah. Mulai dari jodoh, rezeki dan maut

hanya Allah SWT saja lah yang mengetahuinya. Kita sebagai manusia hanya bisa

berikhtiar. Penggunaan hitungan Jawa tersebut bertujuan untuk melestarikan

budaya dan adat yang ditinggalkan oleh leluhur sebagai tanda hormat kepada apa

yang telah menjadi adat terdahulu. Bagi masyarakat yang tidak percaya akan adat

ini boleh saja tidak menggunakan hitungan Jawa namun juga jangan

meremehkah nya.

2. Bagi pelaku atau pengantin yang akan dihitung wetonnya untuk mencari

pasangan yang terbaik dan hari yang baik dalam melangsungkan pernikahan

diharapkan untuk jangan lupa menyerahkan semunya kepada Allah SWT agar

diberikan yang terbaik. Karena segala sesuatu yang baik hanya berasal dari Allah

SWT. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa. Siapapun yang menjadi jodoh

kita sudah pasti dia adalah orang yang terbaik yang telah Allah tetapkan untuk

kita. Untuk hitungan Jawa cukup dijadikan sebagai usaha dan sebagai

penghormatan dan pelestarian kepada adat dan budaya saja.

C. Penutup

Ucapan syukur Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah SWT, Tuhan

semesta alam, yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya kepada

penulis dan kita semua, atas Ridho dan izin-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir karya ilmiah ini yang berbentuk skripsi sebagai salah satu
83

persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1). Shalawat beserta salam

semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga, sahabat, dan

kita para pengikut sunnahnya sampai akhir zaman.

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menyadari masih banyak terdapat

kekurangan , karena penulis menyadari masih kurangnya pengetahuan mengenai

masalah ini serta keterbatasan kadar dan kemampuan dan kelemahan penulis. Maka

dari itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekeliruan

dan kekhilafan yang tidak sesuai dengan pembaca. Oleh karena itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca untuk karya

ilmiah ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.


84

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: C.V. Toha Putra, 1989.

A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum


Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh,Jakarta: Amzah, 2014.

Abdul Mujib, Kaidah-Kaidah Fiqh,Jakarta: Kalam Mulia, 2001.

Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam,Jakarta: Amzah, 2015.

Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam,Jakarta:


Pustaka Amani, cet. Ke-II, 2003.

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press 1999.

Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: Bulan


Bintang,1970.

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh,Jakarta:Kencana Media Group, 2008.

Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2010.

Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di


Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Dzajuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum


Islam, Jakarta: Kencana, 2006.

Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Paradigma Baru Ilmu


Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya ,Yogyakarta: Remaja
Rosdakarya, 2003.
85

Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif,


Bandung: Alfabeta, 2013.

Hadis Riwayat Bukhari dari Abu Hurairah No. 5090.

Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa,


Yogyakarta: Hangar Creator, 2005.

Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta


Disertasi, Bandung: Alfabeta, 2017.

Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi,Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2008.

Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Lukmanakim


Adammakna, (dihimpun oleh Ny. Siti Woerjan Soemadijah Noeradyo),
Cet-II, Solo: CV. Buana Raya, 2013.

Mardelis, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Muchsin Usman, Qawaid Al-Fiqhiyyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah,Jambi: Sulthan Thaha


Press, 2007.

M.Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-


Anakku,Tangerang: Lentera Hati, 2007.

P. Haryono, Kultur Cina dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi


Kultural,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1974.

Purwadi dan Anis Niken, Upacara Pengantin Jawa, Yogyakarta: Panji


Pustaka, 2007.

R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, Yogyakarta : Narasi,


Cet:II, 2019.
86

Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh,Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Romo RDS Ranoewidjojo, Primbon Masa Kini: Warisan Nenek Moyang


untuk Meraba Masa Depan,Jakarta: Bukune, 2009.

Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Jakarta: Sinar Grafika,


2005.

Satria Effendi, Ushul Fiqh,Jakarta: Kencana, 2008.

Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, Jambi: Syariah Press dan
Fakultas Syariah UIN STS Jambi, 2014.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2014.

Suharsami Arikonto, Prosedur Penelitian,Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Tim Rumah Budaya Tembi, Resep Sajen Perkawinan Pasang Tarub


Jawa,Yogyakarta: Pustaka Anggrek, 2008.

Wawan Susetya, Ular-Ular Manten Wejangan Perkawinan Adat


Jawa,Yogyakarta: Narasi, 2007.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Zarkasyi Syam, Bahan Metodelogi Penelitian, Jambi: Fak.Tarbiyah, 2006.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang


No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

C. Lain-lain

Miftah Nur Rohman, Perhitungan Weton Pernikahan Menurut Adat Jawa


Dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal
Syakhsiyah, Fakultas Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Ponorogo, 2016.
87

Muhammad Taqiyuddin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi


Penentuan Calon Pasangan Perkawinan Pada Masyarakat Dusun
Sawah Desa Monggol Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul,
Skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal Asy Syakhsiyah, Fakultas Syariah
Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2014.

Hardian Sidiq, Weton: Mengkaji Peranan Tukang Petung Dalam Perkawinan


(Studi Antropologi Di Desa Krandom, Kota Tegal), Skripsi Mahasiswa
Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
88

LAMPIRAN

Daftar Gambar

Wawancara dengan Bapak Zainal Abidin,


selaku Kepala Desa Parit Sidang

Wawancara dengan Bapak Kasanun,


selaku Ketua Adat Desa Parit Sidang
89

Wawancara dengan Bapak Asy’ari,


selaku Tokoh Agama Desa Parit Sidang

Wawancara dengan Ibu Mukhanah,


selaku Masyarakat Jawa Desa Parit Sidang
90

DAFTAR PERTANYAAN

A. Daftar Pertanyaan kepada tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat

lainnya

1. Bagaimana konsep hitungan Jawa dalam menetapkan pernikahan

masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten

Tanjung Jabung Barat?

2. Bagaimana praktek pelaksanaan hitungan Jawa di masyarakat Jawa di

Desa Parit Sidang?

3. Apakah setiap calon mempelai pengantin masyarakat Jawa harus

melakukan hitungan sebelum hari pernikahan dilangsungkan?

4. Apakah setiap hitungan Jawa harus diterapkan dalam penetapan

pernikahan?

5. Apa makna dari setiap hitungan Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Parit

Sidang?

6. Apakah ada hal yang akan terjadi jika hitungan Jawa oleh masyarakat

Jawa di Desa Parit Sidang tidak dilakukan?

7. Bagaimana pendapat Bapak tentang hitungan Jawa yang diterapkan oleh

masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang menurut Hukum Islam?

8. Bagaimana seharusnya sikap kita terhadap hitungan Jawa yang telah ada

sejak zaman dahulu


91

B. Pertanyaan Tambahan untuk Kepala Desa Parit Sidang Kecamatan

Pengabuan

1. Berapa banyak dusun yang ada di Desa Parit Sidang serta luas wilayah di

Desa Parit Sidang?

2. Apa saja wilayah perbatasan Desa Parit Sidang dari arah barat, timur, utara,

dan selatan?

3. Bagaimana kondisi perekonomian serta pendidikan di Desa Parit Sidang?


92

Daftar Informan

No Nama Jabatan
1. Zainal Abidin Kepala Desa
2. Jami’an Ketua RT 002
3. Kasanun Ketua Adat
4. Ahmad Tokoh Agama
5. Asy’ari Tokoh Agama
6. Seno Pelaku Hitungan Jawa
7. Sulikhah Masyarakat Jawa
8. Mukhanah Masyarakat Jawa
9. Buyamin Masyarakat Jawa
10. Painem Masyarakat Jawa
11. Jasmo Masyarakat Jawa
12. Mar Masyarakat Jawa
93

CURRICULUM VITAE

A. Identitas Diri
Nama : Evi Rofiana
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Teluk Nilau, 12 Februari 1999
Alamat Asal : Desa Parit Sidang, Kec. Pengabuan, Kab. Tanjung
Jabung Barat
Alamat Sekarang : Desa Sungai Duren, Kec. Jaluko, Kab. Muaro Jambi
No. Telp/HP : 0823-9119-2172
Nama Ayah : Muhammad Nur
Nama Ibu : Suwarni
B. Riwayat Pendidikan
SD/MI, Tahun Lulus : SDN No. 45/V Teluk Nilau, 2011
SMP/MTs, Tahun Lulus : SMP N 1 Pengabuan, 2014
SMA/MA, Tahun Lulus : MAN 1 Batanghari, 2017
C. Pengalaman Organisasi
1. Bendahara Badan Pengurus Harian Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum
Keluarga Islam Tahun 2019-2020
2. Anggota LDK Al-Uswah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 2017
3. Anggota Forum Mahasiswa Hukum Islam Indonesia Tahun 2019

Anda mungkin juga menyukai