Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut
Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut
SKRIPSI
Oleh:
EVI ROFIANA
NIM: 101170074
PEMBIMBING:
Dr. H. UMAR YUSUF, M.H.I
SULHANI, S.Sy., M.H
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil plagiarisme dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
.NIM. 101170074
11
Pembimbing 1 : Dr. H. M. Umar, M.H.I
Pembimbing II : Sulhani, S.Sy., M.H
Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi
Jl. Jambi-Muara Sulian KM. 16 Siinp. Sei Duren
Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021
JAMBl
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamualaikum wr wb..
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, skripsi saudari
Evi Rofiana NIM.101170074 yang berjudul: “PENETAPAN PERNIKAHAN
MASYARAKAT JAWA BERDASARKAN HITUNGAN JAWA MENURUT
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Parit Sidang Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)" Telah disetujui dan dapat diajukan
untuk dimunaqasahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar sarjana strata
satu (S1) dalam jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan 8angsa.
Wux. vlamualaikum wr wh.
Pembimbing I Pembimbi
Nomor : B 2637/D.II./PP.009/04/2021
Tugas dengan judul “Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat)”
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
Nama : Evi Rofiana
NIM :101170074
Telah dimunaqasyahkan pada : Kamis, 25 Maret 2021
Nilai Munaqasyah : 83 (A)
Dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Pembimbi I
lud S.A
NIP. 19 1120 200312 1 002
MOTTO
ص ِل ِحيْنَ ِم ْن ِع َبا ِد ُك ْم َواِ َمائِ ُك ْم ا ِْن يَّ ُك ْونُ ْوافُقَ َرا َء يُ ْغنِ ِه ُمَ َوا َ ْن ِك ُحوااالَ َيا َمى ِم ْن ُك ْم َوال
عل ْي ٌم ْ َهللا ِم ْن ف
َ ض ِل ِه َوهللا َوا ِس ٌع
Artinya : Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan
juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu
yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), Maha Mengetahui.
v
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana Strata Satu (S1) pada Hukum Keluarga Islam pada Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dengan baik. Disamping itu, tidak lupa pula iringan
shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing umatnya menuju hidup yang penuh dengan iman dan cahaya
Islam.
Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa
hitungan Jawa. Permasalahan yang terjadi hitungan Jawa ini adalah terdapat beberapa
di Desa Parit Sidang. Hal itulah yang kemudian akan dibahas dan dianalisis dalam
skripsi ini.
hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam mengumpulkan data maupun
vii
dalam penyusunannya. Dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, terutama
bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka skripsi ini
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali
1. Bapak Prof. Dr. Su’aidi Asy’ri, MA. Ph.D. sebagai Rektor Universitas Islam
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag, MH. sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas
4. Bapak Ruslan Abdul Gani, SH, MH. sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi
5. Bapak Dr. H. Ishaq SH. M. Hum. sebagai Wakil Dekan Bidang Bidang
6. Ibu Mustiah RH, S.Ag, M.Sy. dan Bapak Irsadunas Noveri, SH, MH. sebagai
Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri
viii
7. Bapak Dr. H. M. Umar, M.H.I. sebagai Pembimbing I dan Ibu Sulhani, M.H.,
8. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati Fakultas
9. Bapak dan Ibu pegawai Kantor Desa Parit Sidang serta masyarakat desa Parit
Sidang yang banyak meluangkan waktu untuk menjadi informan dalam penulisan
skripsi ini.
Di samping itu saya disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari
memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT kita
Evi Rofiana
101170074
ix
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Sujud
syukur kepada-Nya atas limpahan nikmat kesempatan, kemudahan dan kesehatan
yang telah Allah berikan kepada saya sehingga pada akhirnya selesailah penulisan
skrispsi saya ini.
Teruntuk teman dan sahabatku yang selalu menemani setiap proses perjuangan
ku, Rina Iswanti, Himmatul Aliah, Desyi, Dewi, Putri, Hikmah, Tria, Musdalipah,
Elmi, Riki Martin, Luqmanul Hakim,Abdurrahim, Muhammad Ridho, terimakasih
telah menjadi penyemangatku, membersamaiku, dan yang setia mendengar keluh
kesahku dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
DAFTAR ISI
xii
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR SINGKATAN
1. Hlm : Halaman
2. H : Hijriah
3. M : Masehi
4. Q.S : Al-Qur’an Surah
5. RT : Rukun Tetangga
6. UIN : Universitas Islam Negeri
7. SAW : Shollallahu Aalaihi Wasalam
8. SWT : Subhanahu Wata’ala
DAFTAR SINGKATAN
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan menurut hukum Islam adalah suatu akad atau perikatan untuk
mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih
sayang dengan cara yang diridhai Allah. Apabila pengertian tersebut kita bandingkan
hukum Islam dan menurut Undang-Undang tidak terdapat perbedaan prinsipil sebab
seorang pria dengan seorang wanita sebagai istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1
Tahun 1974 tentang Perkawianan dan hukum Islam memandang bahwa pernikahan
itu tidak dilihat dari aspek formal saja, tetapi juga dilihat dari segi agama, hukum dan
1
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1999), hlm. 14.
Lihat juga Undang-undang No 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-undang No 1Tahun 1974
tentang Perkawinan.
1
2
KUA dan catatan sipil.2 Maka dari itu dalam pernikahan harus dicatatkan di KUA
adalah qiyas. Qiyas ialah mempersamakan hukum sesuatu perkara yang belum ada
kedudukan hukumnya dengan sesuatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya
laki dan perempuan, melainkan mengikatkan tali perjanjian yang suci atas nama
Allah bahwa mempelai berniat membangun rumah tangga yang sakinah, tentram dan
Pernikahan adalah fitrah, Islam sebagai agama fitrah, dalam arti tuntunannya
selalu sejalan dengan fitrah manusia, menilai bahwa pernikahan adalah cara hidup
ditegaskan:
ص ِل ِحيْنَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َواِ َمائِ ُك ْم ا ِْن يَّ ُك ْونُ ْوافُقَ َرا َء يُ ْغنِ ِه ُمَ َوا َ ْن ِك ُحوااالَيَا َمى ِم ْن ُك ْم َوال
عل ْي ٌم ْ َهللا ِم ْن ف
َ ض ِل ِه َوهللا َوا ِس ٌع
Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
2
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 61.
Lihat juga Undang-undang No 16 Tahun 2019 atas Perubahan Undang-undang No 1Tahun 1974
tentang Perkawinan.
3
Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),
hlm.63.
4
Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandung:
Pustaka Setia, 2011). hlm. 30.
3
tetap saja mempunyai rukun dan syarat-syarat tertentu, yang bila diabaikan,
pernikahan di nilai tidak sah. Makna dasar nikah adalah “penyatuan”, dengan nikah
diharapkan jiwa, raga, cita-cita dan harapan, upaya dan kesungguhan suami isteri
Untuk itu suami dan isteri perlu saling melengkapi, agar masing-masing dapat
materil. Karena tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia
kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar
sebagainya. Masyarakat Jawa mempunyai tata cara yang sangat lengkap dalam
hitungannya. Dari pemilihan hitungan hari atau perhitungan weton (perhitungan hari
5
Q.S. An-Nur (24): 32)
6
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku, (Tangerang:
Lentera Hati, 2007), hlm. 63.
7
Penjelasan Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974
4
menjadi tiga periode, yakni sebelum pernikahan, hari pelaksanaan (tempuking gawe)
dan sesudah pernikahan. Pada tahapan sebelum pernikahan masyarakat Jawa biasanya
nontoni, ngelamar, wangsulan, pasok tukon, pasrah calon temanten lan upakarti
(srakaha), nyantri, pasang tarub, siraman dan midadareni, setelah itu pada hari
masyarakat Jawa mengenal beberapa kalender antara lain: Kalender saka, petungan
dan hari-hari keagamaan seperti yang terdapat pada kalender Masehi. Kalender Jawa
memiliki arti dan fungsi tidak hanya sebagai petunjuk dan hari, tanggal dan hari libur
atau hari keagamaan, tetapi menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang
disebut sebagai petungan jawi, yaitu perhitungan baik buruk yang dilukiskan dalam
8
Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa, (Yogyakarta: Hangar
Kreator, 2005), hlm. 7.
9
Wawan Susetya, Ular-Ular Manten Wejangan Perkawinan Adat Jawa, (Yogyakarta: Narasi,
2007), hlm. 42.
10
Tim Rumah Budaya Tembi, Resep Sajen Perkawinan Pasang Tarub Jawa, (Yogyakarta:
Pustaka Anggrek, 2008), hlm. 91.
5
lambing dan watak suatu hari, tanggal, bulan, tahun, pranata mangsa, wuku dan lain-
lainnya.11
Pada zaman dahulu, masyarakat kejawen petungan weton sebagai dasar hari
Apabila weton calon suami dan weton calon isteri tidak cocok, maka pernikahan
tersebut tidak bisa dilakukan. Karena apabila dipaksakan akan terjadi hal buruk pada
kehidupan rumah tangganya. Konsep Islam dengan konsep Jawa seringkali terjadi
kontradiksi dalam memilih calon suami dan calon istri. Misalnya: seorang gadis
dalam konsep Islam sudah masuk dalam kategori sudah matang usia dan jiwa
sosialnya. Seorang gadis tidak bisa menikah dengan laki-laki karena alasan
penggabungan dua jaringan keluarga yang luas, tetapi yang dipentingkan adalah
pembentukan rumah tangga sebagai unit yang berdiri sendiri. Istilah yang lazim untuk
“kawin” ialah omah omah, yang berasal dari kata omah atau rumah.12
pernikahan yang menggunakan adat Jawa dan kepercayaan dengan mitos-mitos pada
11
Purwadi dan Enis Niken, Upacara Pernikahan Jawa, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007),
hlm. 153.
12
P. Haryono, Kultur Cina dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural, cet ke-2
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1974), hlm. 46.
6
pernikahan seperti penentuan seorang calon pengantin (tidak boleh anak pertama dan
anak ke tiga (lusan besan), penentuan arah rumah calon pengantin (tidak boleh ngalor
ngulon), penentuan hari pernikahan (harus dengan hitungan hari-hari Jawa), rumah
terkandung dalam ritual-ritual khusus yang terjadi pada saat hari pernikahan dan
setelah acara pernikahan, sebab prosesi pernikahan dalam adat Jawa juga banyak
tidak lepas dari “orang tua” (orang yang dianggap mengerti dalam hal adat istiadat
Jawa) yaitu orang yang dianggap mengerti rentetan acara, simbol-simbol serta
Jabung Barat merupakan penganut Islam yang taat dengan tingkat pendidikan yang
baik. Maka dari uraian fenomena sosial keagamaan tersebut menurut penulis
merupakan kegiatan keagamaan yang bercampur dengan adat Jawa, yang berlangsung
sampai saat ini. Dari hasil pengamatan penulis, setiap pernikahan masyarakat Jawa di
Desa Parit Sidang yang masih kental dengan tradisi Jawa selalu menggunakan
mengganggap hal ini sebagai ikhtiar mereka dalam menentukan kehidupan rumah
tangga.14
13
Wawancara dengan Ahmad, Selaku Masyarakat Desa Parit Sidang, 12 Februari 2020.
14
Observasi di Desa Parit Sidang, 14 Februari 2020.
7
perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan hasil penelitian ini dituangkan
hasilnya akan memberikan kontribusi pemahaman ajaran agama Islam dan adat Jawa
B. Rumusan Masalah
Jawa?
3. Bagaimana dampak positif dan negatif dari adanya hitungan Jawa di Desa Parit
Sidang?
hitungan Jawa?
8
C. Batasan Masalah
Untuk lebih terarahnya dan memproleh hasil penelitian yang lebih mendalam,
maka perlu diadakan pembatasan masalah. Maka dalam hal ini penulis akan
Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut Perspektif Hukum Islam Di Desa Parit Sidang
1. Tujuan Penelitian
masyarakat Jawa.
b. Untuk mengetahui penerapan hitungan Jawa oleh masyarakat Desa Parit Sidang
c. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif dari hitungan Jawa di Desa Parit
Sidang.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Akademis
berfikir bagi penulis dan semoga dapat menjadi referensi untuk menambah
9
2) Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1)
b. Kegunaan Praktis
1) Bagi masyarakat Islam pada umumnya dan masyarakat desa Parit Sidang,
Kec. Pengabuan, Kab. Tanjung jabung barat pada khususnya dapat dijadikan
E. Kerangka Teori
Kerangka teori yang akan dijadikan landasan dalam suatu penelitian tersebut
adalah teori-teori hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli hukum dalam
1. Teori ‘Urf
Kata ‘Urf berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu ()عرف يﻌرفsering diartikan dengan
pengertian terminologi sama dengan istilah al-‘adah (adat istiadat).16 Arti ‘urf secara
P
15F
harfiah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang telah dikenal
Penggolongan macam-macam ‘adat atau ‘urf itu dapat dilihat dari beberapa
segi :
a. Ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan. Dari segi ini ‘urf itu ada dua
macam: ‘Urf qauli dan ‘urf fi’li, ‘urf qauli yaitu kebiasaan yang berlaku dalam
menggunakan kata “walad” untuk anak laki-laki. Padahal menurut aslinya kata
itu berarti anak laki-laki dan anak perempuan. Demikian juga menggunakan kata
“lahm” untuk daging bintang darat, padahal Al-Qur’an menggunakan kata itu
untuk binatang berkaki empat padahal kata ini menurut aslinya mencakup
binatang melata18. Sedangkan ‘urf fi’li yaitu kebiasaan yang berlaku dalam
15
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta:Kencana Media Group, 2008), hlm. 363.
16
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 153.
17
Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 128.
18
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 366.
11
dan kurang begitu bernilai), kebiasaan saling mengambil rokok diantara sesame
teman tanpa adanya ucapan meminta dan memberi, tidak dianggap mencuri19.
b. Dari segi ruang lingkup penggunaannya yakni ‘urf umum dan ‘urf khusus, ‘urf
umum yaitu adat kebiasaan yang berlaku untuk semua orang di semua negeri.
‘urf khusus yaitu yang hanya berlaku di suatu tempat tertentu atau negeri tertentu
saja20. Seperti halnya tradisi piduduk yang memang dilaksanakan khusus pada
acara pernikahan.
c. Dari segi baik dan buruk, ‘adat atau ‘urf itu terbagi atas: ‘urf shahih dan ‘urf
fasid21. ‘urf shahih ialah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak
bertentangan dengan dalil syara, juga tidak menghalalkan yang haram dan juga
tidak membatalkan yang wajib. Adapun ‘urf fasid, yaitu sesuatu yang telah saling
dikenal manusia, tetapi sesuatu itu bertentangan dengan syara, atau menghalalkan
الﻌﺪة محكﻤﺔ
19
Ibid, hlm. 367.
20
A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 90.
21
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 368.
22
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 134.
12
Maksud dari kaidah di atas adalah apa yang dipandang baik oleh kaum
bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara dalam muamalat dan munakahat
juga dikembalikan kepada adat kebiasaan yang berlaku. Sedangkan adat kebiasaan
yang bertentangan dengan nash-nash syara’, tentu tidak boleh dijadikan dasar
hukum.24
Syariat Islam tidak serta merta berupaya menghapuskan tradisi atau adat-
istiadat. Namun secara selektif Islam menjaga keutuhan tradisi tersebut selama hal itu
tidak bertentangan dengan hukum Islam.25 Apabila dalam Al-Qur’an maupun hadits
tidak ditemukan secara tegas mengenai hukum tradisi atau adat-istiadat tertentu,
sehingga untuk mengetahui tradisi atau adat istiadat telah sesuai dengan syariat Islam
atau tidak. Perlu menggunakan kaidah fikih yang bermaktub salah satu kaidah
pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk ini dapat diterima
23
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 154.
24
Abdul Mujib, Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 45.
25
Muchsin Usman, Qawaid Al-Fiqhiyyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 96.
13
penyesuaian.26
1. ‘Adat atau ‘urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat.
2. ‘Adat atau ‘urf itu berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang yang
berada dalam lingkungan ‘adat itu, atau di kalangan sebagian besar warganya.
3. ‘Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku)
4. ‘Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara’ yang ada atau bertentangan
Ulama sepakat menolak ‘adat atau ‘urf dalam bentuk ketiga karena secara
jelas bertentangan dengan syara’. Segala ketentuan yang bertentangan dengan hukum
syara’ harus ditinggalkan meskipun secara ‘adat sudah diterima oleh orang banyak.
Adat dalam bentuk ketiga ini dikelompokkan kepada ‘adat atau ‘urf yang fasid
(merusak).
2. Teori Mashlahah
Dilihat dari bentuk lafalnya, kata al-mushlahah adalah kata bahasa Arab yang
26
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 369.
27
Ibid, hlm. 376-377.
14
Dilihat dari segi lafalnya, kata mashlahah setimbangan dengan maf’alah dari kata
pengertian: yaitu menurut ‘urf dan syara’. Menurut ‘urf, yang dimaksud dengan al-
mashlahah ialah:
الح والنَّ ْف ِع
ِ ص َّ ب ْالؤّ دّى إلى ال
ُ َسب
َ ال
Artinya : Sebab yang melahirkan kebaikan dan manfaat.
muamalah (al-‘adah).29
pengertin syar’i ialah, meraih manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka
memelihara tujuan syara’, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
dengan al-Mashlahah. Menurut Imam Al-Ghazali bahwa upaya meraih manfaat atau
28
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 304.
29
Ibid, hlm. 305.
15
mafsadah.30
Allah SWT. Menetapkan berbagai ketentuan syariat dengan tujuan untuk memelihara
lima unsur pokok manusia (adh-dharuriyyat al-khams), yang biasa juga disebut
Melalui teori ini bahwasanya suatu perbuatan salah satunya tradisi adat yang
dilakukan masyarakat adat pastinya sangatlah berguna dan bermanfaat bagi mereka.
Karena dengan tradisi tersebut, mereka saling berkontribusi dalam pemeliharaan adat
yang mungkin hanya terdapat beberapa suku saja yang masih melestarikannya.
F. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut Perpektif Hukum Islam di Desa Parit Sidang
Kecamatan Pengabuan. Konsep perhitungan jawa atau weton ini menjadi pembahasan
peneliti melangkah lebih jauh dalam permasalahan yang ditemukan. Dalam penelitian
ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka yang mendekati penelitian ini. Pertama
skripsi yang ditulis oleh Muhammad Talqiyuddin Al-Faruqi dengan judul “Tinjauan
30
Ibid, hlm. 306.
31
Ibid, hlm. 308.
16
cara hukum Islam memandang tradisi penentuan calon pasangan dalam sebuah
perkawinan di Dusun Sawah tersebut dan bagaimana dampak dari penerapan tradisi
Adapun hasil penelitian dari skripsi tersebut adalah dalam hukum Islam tidak
melarang adanya tradisi penentuan calon pasangan dalam sebuah perkawinan, namun
kriteria sesuai dengan yang telah dianjurkan dalam Islam dengan cara melihat dari
agamanya, keturunannya, cantiknya dan hartanya. Dan dampak dari penerapan tradisi
penentuan jodoh tersebut adalah tidak sedikit dari pasangan yang akan
weton tersebut. 32
Skripsi yang kedua yang ditulis oleh Miftah Nur Rohman dengan judul
dengan adat Jawa dengan perspektif Maslahah. Adapun hasil penelitian dari skripsi
32
Muhammad Taqiyuddin Al-Faruqi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Penentuan
Calon Pasangan Perkawinan Pada Masyarakat Dusun Sawah Desa Monggol Kecamatan Saptosari,
Skripsi Mahasiswa Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyayah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,2014.
17
tersebut adalah praktik pernikahan dengan perhitungan weton yaitu setiap pasangan
calon pengantin yang akan menikah mereka akan mendatangi projonggo dan
melakukan perhitungan weton setelah itu baru ditetapkan hari pernikahan mereka,
dalam perspektif Mashlahah perhitungan tersebut lebih melihat kepada manfaat dari
perhitungan tersebut. 33
Skripsi yang ketiga yang ditulis oleh Hardian Sidiq dari Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Weton: Mengkaji Peranan Tukang
peranan tukang petung dalam sebuah perkawinan, dan bagaimana pandangan para
tokoh agama serta tinjauan hukum Islam mengenai peranan tukang petung tersebut.
Adapun hasil penelitian dari skripsi tersebut adalah peranan tukang petung dalam
perkawinan sangat berpengaruh, karena tukang petunglah yang akan menjadi penentu
dari semuanya, dan para tokoh agama berpendapat bahwa sebaiknya kita jangan
terlalu mempercayai tukang petung tersebut sepenuhnya, dan dalam hukum Islam
tukang petung tersebut tidaklah mempunyai landasan dari Al-Qur’an dan hadis.
33
Miftah Nur Rohman, Perhitungan Weton Pernikahan Menurut Adat Jawa dalam Perspektif
Hukum Islam, Skripsi Mahasiswa Jurusan Ahwal Syakhsiyyah, Fakultas Syariah, Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAIN) Ponorogo, 2016.
34
Hardian Sidiq, Weton: Mengkaji Peranan Tukang Petung Dalam Perkawinan, Skripsi
Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga, Fakultas Syari’ah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016.
18
hitungan Jawa yang ditinjau dari hukum Islam, hanya beberapa yang membahas
tentang konsep hitungan jawa atau weton. Dengan demikian, bahwa penulisan ini
Jawa berdasarkan hitungan Jawa yang berada di Desa Parit Sidang Kecamatan
Pengabuan.
BAB II
METODE PENELITIAN
pengumpulan dan analisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode
diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian.
Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan untuk
penelitian yang harus dipertanggung jawabkan dengan baik dan benar, maka dalam
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian sebagai obyek untuk penelitian ini dilakukan di desa Parit
Jabung Barat Provinsi Jambi. Dengan pertimbangan bahwa tempat dan lokasi tersebut
dapat memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun serta menyelesaikan skripsi
ini.
35
Mardelis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 24.
19
20
2. Waktu Penelitian
1. Jenis Penelitian
Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, maka jenis
pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,
bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi.37
36
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.ke-5, (Bandung:
Alfabeta, 2013), hlm. 23.
37
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, cet ke-10, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 31.
21
2. Pendekatan Penelitian
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari data lapangan dan
diperoleh dari para responden,39 ataupun data yang didapat langsung dari
masyarakat sebagai sumber pertama dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, kitab-kitab dan
perantara dan diperoleh dengan cara menguti dari sumber lain.40 Baik berupa
38
Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, (Jambi: Syariah Press dan Fakultas Syariah
IAIN STS Jambi, 2014), hlm. 31-32.
39
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi, (Bandung:
Alfabeta, 2017), hlm. 71.
40
Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press dan
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, 2014), hlm. 34-35.
22
2. Sumber Data
Sumber data adalah tempat diperolehnya data. Sumber data yang digunakan
a. Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
b Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan perpustakaan
hal ini penulis mengutip dari buku primbon Jawa, jurnal dan dari arsip-arsip
data yang diinginkan, peneliti dalam hal ini menerapkan beberapa metode sebagai
berikut:
41
H.Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Pada Penelitian Tesis Dan
Disertasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 15.
42
Ishaq,…,hlm. 100.
23
1. Wawancara
interview, mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu
tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari
komunikasi lisan dalam bentuk terstruktur, dan tak terstruktur, wawancara yang
susunan pertanyaan dapat berubah sesuai kebutuhan dan situasi.44 Teknik ini
digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data secara umum dan luas tentang hal-
hal penting dan menarik untuk diteliti lebih mendalam yakni tentang data
2. Observasi
43
Suharsami Arikonto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 155.
44
Dedy Mulyana, metodologi penelitian kuantitatif, paradigma baru ilmu komunikasi dan
ilmu sosial lainnya (Yogyakarta: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 180.
24
Atau suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh observan dengan ikut ambil
digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi partisipan, yang dilakukan
dengan tujuan untuk mengamati peristiwa yang dialami oleh subyek dan
3. Dokumentasi
Selain dengan cara observasi dan wawancara, data penelitian juga dapat
melengkapi data penelitian, sehingga dengan data yang disaring melalui metode
masalah penelitian.
25
berikut:
yang khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.45 Data yang
bersifat umum, kemudian diambil satu kesimpulan yang bersifat khusus. Metode
ini penulis gunakan untuk memperkuat pendapat penulis yang bersifat umum
2. Deduktif adalah berfikir dimulai dari realita yang bersifat umum, guna
umum. Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis pendapat beberapa tokoh
3. Komparatif adalah membandingkan suatu pola fikir dengan pola fikir yang lain.
ditarik kesimpulan yang paling kuat dan diyakini kebenarannya. Metode ini
45
Zarkasyi Syam, Bahan Metodelogi Penelitian, (Jambi: Fak.Tarbiyah, 2006), hlm. 24.
26
F. Sistematika penulisan
Rangkaian sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab
diperinci lagi dengan beberapa sub bab yang saling berhubungan antara satu sama
BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
penelitian, sifat penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik
BAB III :Gambaran Umum Lokasi Penelitian dengan sub bahasan aspek historis,
proses hitungan jawa yang diterapkan oleh masyarakat jawa di Desa Parit
G. Jadwal Penelitian
Tabel I
Jadwal Penelitian
Tahun 2020-2021
Feb
No April
Okto
Mar
Juli
Nov
Jan
Mar
April
Kegiatan
1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
1. Pengajuan Judul x
2. Pembuatan Proposal x x
3. Penunjukan Dosen X
Pembimbing
6. Pengesahan Judul X
8. Pengumpulan Data x
9. Pengelolaan dan X
Analisis Data
10. Bimbingan dan x
Perbaikan Skripsi
11. Agenda dan Ujian X
Skripsi
12. Perbaikan penjilidan X
BAB III
A. Aspek Historis
Desa Parit Sidang dulunya adalah hutan belantara yang belum pernah
tersentuh oleh tangan manusia, tokoh yang terpenting dalam sejarah Parit Sidang
adalah seseorang dari suku melayu yang bernama Bapak Sidang, beliau adalah orang
yang pertama kali menginjakkan kaki di hutan tersebut. Beliau mendirikan pondok
atau rumah di pinggir sungai dekat dengan muara aliran air dari hutan, dan sekarang
aliran sungai dari hutan tersebut menjadi sungai atau jalan air desa Parit Sidang.
Tujuan beliau datang ke hutan tersebut adalah membuka lahan baru untuk perkebunan
dan persawahan, selain itu juga di rawa-rawa hutan tersebut banyak terdapat berbagai
macam ikan, dengan alat yang sederhana, yaitu kapak dan golok untuk menebang
kayu hutan, dan untuk memotong akar-akar pohon yang menghalangi aliran arus air
Kemudian lebih kurang Pada tahun 1911 kemudian datang pula beberapa
orang dari suku Banjar, dari salah satu orang Banjar tersebut yang banyak dikenal
orang adalah bernama Bapak Ahmad Thayib alias Bapak Enceng, beliau juga
menebang kayu hutan untuk lahan perkebunan dan persawahan, Bapak Ahmad
Thayib ini juga memiliki kegemaran yang luar biasa dalam mencari ikan-ikan di rawa
46
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
29
30
hutan, tidak jarang beliau keluar masuk hutan sambil membawa lukah sebagai alat
selalu memberi tanda bambu yang di tancapkan ke tanah sebagai tanda agar tidak
lupa tempat lukah tersebut. Hingga bambu-bambu tersebut sampai sekarang masih
Selanjutnya lebih kurang pada tahun 1918 datang pula dua orang yang berasal
dari Jawa Timur yaitu Bapak Ahmad Qurdi dan Ahmad Kusen untuk membuka lahan
perkebunan dan persawahan. Setelah hutan tersebut dikelola dan menjadi lahan
perkebunan dan persawahan, salah satu dari mereka pulang kembali ke Jawa untuk
berduyun-duyun datang warga dari Jawa Timur. Hal ini dikarenakan tanah Sumatra
saat itu adalah tanah yang masih hutan dan belum ada kepemilikan.47
Kemudian lebih kurang pada tahun 1940 kemudian datang pula beberapa
orang atau satu rombongan dari suku Jawa Timur, ketua rombongan tersebut adalah
bernama Abdul Razaq, Bapak Abdul Razaq inilah yang melakukan tebang hutan
secara besar-besaran, berkat semangat dan tekad kerja keras Bapak Abdul Razaq dan
para sahabatnya. Akhirnya hutan tersebut berubah menjadi sebuah lahan kosong yang
siap tanam, yang sangat cocok ditanami tanaman padi, sayur-sayuran, palawija dan
juga kelapa, dan akhirnya tempat tersebut menjadi sebuah kampung, dan kampung
47
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
31
tersebut diberi nama Parit Sidang. Nama ini sesuai dengan orang yang pertama kali
sedikit penduduk dari Jawa Timur yang hijrah menyusul teman-temannya ke Parit
Sidang untuk menemukan kehidupan baru, kampung Parit Sidang pun semakin ramai
dan lahan hutan pun semakin lama semakin sempit, karena ditebang dan dijadikan
lahan perkebunan dan lahan persawahan oleh orang pendatang dari Jawa Timur.
Sebelumnya Parit Sidang adalah sebuah kampung yang dipimpin oleh seorang
kepala Parit atau kepala Kampung. Kepala Kampung pertama Parit Sidang adalah
Bapak Abdul Razaq, beliau diangkat menjadi kepala parit pada tahun 1942, beliau
adalah ketua rombongan yang datang dari Jawa Timur dan beliau juga yang
perkampungan, setelah Bapak Abdul Razaq meninggal dunia maka masyarakat Parit
Sidang sepakat mengangkat Bapak Kusmanan sebagai kepala kampung yang kedua,
Bapak Kusmanan di angkat menjadi kepala Kampung lebih kurang pada tahun 1977,
Beliau adalah ayah dari Wahyudi Achsani salah satu perangkat Desa Parit Sidang saat
ini yaitu Kaur Pembangunan Desa Parit Sidang, setelah Bapak Kusmanan meninggal
dunia dikarenakan sakit, maka tokoh masyarakat pun sepakat menunjuk yang menjadi
kepala Kampung selanjutnya adalah Bapak Ledwar, saat itu terjadi pada tahun 1989,
48
Dokumentasi kantor Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
32
Bapak Ledwar juga orang yang pertama kali memiliki gagasan dan mendirikan
Setelah Teluk Nilau Mekar menjadi Desa Teluk Nilau maka Parit Sidang pun
dijadikan satu dusun yaitu dusun Tani Utama, dan kepala kampung pun berubah
namanya menjadi kepala dusun (kadus), dikarenakan Bapak Ledwar juga memiliki
kesibukan yang begitu ekstra menjadi kepala sekolah di SDN 110/V, maka pada
tahun 1987 beliau kemudian menyerahkan jabatan kepala dusun kepada masyarakat,
mengangkat Bapak Akibbudin sebagai kepala dusun yang selanjutnya. Setelah Bapak
Akibbudin meninggal pada tahun 2009, maka masyarakat pun sepakat mengusulkan
Bapak Suyut yang menjadi kepala Dusun selanjutnya, sesuai hasil musyawarah
Parit Sidang adalah wilayah dari desa/kelurahan Teluk Nilau, hingga pada
bulan April 2012 diadakan pemekaran desa, Parit Sidang adalah salah satu desa
pemekaran dari Kelurahan Teluk Nilau Kecamatan Pengabuan, sebagai desa baru
mekar kepala desa Parit Sidang untuk sementara langsung ditunjuk dari kecamatan
sebagai PJS (Pejabat Sementara). Kepala Desa yang ditunjuk langsung dari
Kecamatan Pengabuan untuk memimpin desa Parit Sidang adalah bapak Zukran,
Bapak Zukran salah satu staf kantor Kecamatan Pengabuan sekaligus menjabat
49
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
33
sebagai Kepala Desa Parit Sidang yang tergolong paling rajin turun ke desa Parit
B. Aspek Geografis
Secara geografis desa Parit Sidang terletak dibagian Utara ibukota kecamatan
Nilau yang dibatasi sungai Pengabuan, dan jarak desa Parit Sidang ke ibukota
kecamatan Pengabuan kurang lebih 3 kilo meter, luas wilayah desa Parit Sidang lebih
kurang 1857 Ha lebih kurang 19 Km2. Dengan batas wilayah sebagai berikut:
Keadaan topografi desa Parit Sidang dilihat secara umum merupakan daerah
Kabupaten Tanjung Jabung Barat mempunyai iklim kemarau, panca roba dan
penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pertanian
50
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
34
C. Aspek Demografis
1. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk desa Parit Sidang sebanyak 1035 jiwa dengan rincian
laki-laki 533 jiwa dan perempuan 502 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 271
KK, dengan penduduk usia produktif 782 jiwa, sedangkan penduduk yang
Tabel II
Jumlah Penduduk pada Setiap RT di Desa Parit Sidang Berdasarkan
Jenis Kelamin52
No RT Laki-laki Perempuan
1. 01 69 74
2. 02 119 103
3. 03 91 76
4. 04 87 81
5. 05 60 61
6. 06 36 38
7. 07 71 69
Jumlah 533 502
51
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
52
Jumlah Penduduk pada Setiap RT Di Desa Parit Sidang Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun
2020.
35
2. Agama
Parit Sidang, dibangun sarana dan prasarana ibadah yang terdiri dari tiga masjid
3. Pendidikan
(SDM) menjadi lebih bermutu.53 Pada masyarakat desa Parit Sidang masih banyak
penduduk yang tidak sekolah dan putus sekolah yaitu sebesar 26,38 %, kemudian
yang memiliki bekal pendidikan dasar 55, 75 %, dan pelajar SD yaitu 5,41 %,
sedangkan yang sedang dalam pendidikan di perguruan tinggi hanya 0,86 %, serta
53
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
36
Tabel III
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit
Sidang Tahun 202054
4. Kesehatan
dapat dilihat dari status kesehatan, serta pola penyakit. Status kesehatan
masyarakat antara lain dapat dilihat melalui berbagai indicator kesehatan seperti
meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, angka dan
54
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit Sidang Tahun 2020.
37
status anak gizi buruk. Sarana dan prasarana kesehatan di desa Parit Sidang
mempunyai PKD ditingkat desa dengan 1 orang bidan desa dan posyandu ditiap
D. Aspek Ekonomi
pekebun sedangkan hasil produksi ekonomis desa yang menonjol adalah kelapa,
mengalami peningkatan, hal ini dinilai dari bertambahnya jumlah penduduk yang
memiliki usaha atau pekerjaan walaupun jenis pekerjaan tersebut pada umumnya
belum dapat dipastikan bersumber dari hasil usaha yang dilakukan bisa juga diperoleh
Yang menarik perhatian penduduk desa Parit Sidang masih banyak yang tidak
memiliki usaha atau mata pencaharian tetap, hal ini dapat di indikasikan bahwa
E. Aspek Pemerintahan
Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 06 Tahun 2008 tentang Pedoman
55
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Tanggal 17 November 2020.
38
Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Desa Parit Sidang terdiri
1. Dusun Tani Utama, terdiri dari empat RT yaitu; RT 01, RT 02, RT 03, dan RT 04.
2. Dusun Karya Makmur, terdiri dari tiga RT yaitu; RT 05, RT 06, dan RT 07.
Tabel IV
Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang56
No Nama Jabatan
1. Jainal Abidin Kepala Desa Parit Sidang
2. Wahyudi Achsani Sekretaris Desa
3. Habibah Kaur TU
4. Fathul Qarib Kaur Perencanaan
5. Ibrahim Kaur Pemerintahan
6. Tri Hartono Kasi Pelayanan
7. Najib Saifullah Kasi Kesejahteraan
8. Suyanto Kadus Tani Utama
9. Hanif Masngudi Kadus Karya Makmur
56
Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang Tahun 2020
39
STRUKTUR ORGANISASI
Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 06 Tahun 2008 sebagai berikut :57
Sekdes
Keterangan : Wahyudi Ichsani
: Garis Komando
: Garis Koordinasi
Kaur TU Kaur Kaur
Perencanaan Pemerintahan
Habibah
Fathul Qarib Ibrahim
57
Dokumentasi Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung
Barat, 17 November 2020
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Weton adalah hari kelahiran. Dalam bahasa Jawa, wetu bermakna keluar atau lahir,
kemudian mendapat akhiran –an yang membentuknya menjadi kata benda. Yang
disebut dengan weton adalah gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan
ke dunia.58
penghimpunan atau penjumlahan hari lahir seseorang, yaitu hari ahad, senin, selasa
dan seterusnya dengan hari pasaran, yaitu legi, pahing, pon dan seterusnya.
“Sebelum pernikahan biasanya weton calon suami dan istri akan di hitung
terlebih dahulu. Weton itu hari kelahiran setiap orang, misalnya Ahad, Senin,
Selas dan seterusnya dengan hari pasarannya, legi, pahing,pon, wage, kliwon.
Hari dan pasaran memiliki nilai masing-masing. Nanti keduanya akan
dijumlahkan. Contohnya, kamu lahir dihari Sabtu Pon, Sabtu nilainya 9 dan
Pon nilainya 7 berarti wetonnya 16.”59
58
Romo RDS Ranoewidjojo, Primbon Masa Kini: Warisan Nenek Moyang untuk Meraba
Masa Depan, (Jakarta: Bukune, 2009), hlm. 17.
59
Wawancara dengan Sulikhah, Masyarakat Jawa, Desa Parit Sidang, 07 November 2020.
40
41
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat
cita, fantasi, kemauan dan kesanggupannya untuk mencapai kehidupan yang selamat,
dengan pasaran yang berjumlah 5, tiap hari tentu ada rangkapannya pasaran.
Masing-masing hari dan pasaran mempunyai neptu, yaitu nilai dengan angkanya
sendiri-sendiri. Adapun perhitungan (peritung Jawa) neptu dina, pasaran, sasi dan
Ahad neptune : 5
Senin neptune : 4
Selasa neptune : 3
Rabu neptune : 7
Kamis neptune : 8
Jum’at neptune : 6
Sabtu neptune : 9
Neptu pasaran :
Kliwon neptune : 8
Legi neptune : 5
Pahing neptune : 9
60
Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna,
(dihimpun oleh Ny. Siti Woerjan Soemadijah Noeradyo), Cet-II, (Solo: CV. Buana Raya, 2013), hlm.
69-70.
42
Pon neptune : 7
Wage neptune : 4
Neptu Bulan (Neptu sasi : Jawa)
Sura neptune : 7 Rejeb neptune : 2
Sapar neptune : 2 Ruwah neptune : 4
Mulud neptune : 3 Poso neptune :5
Ba’da Mulud neptune : 5 Sawal neptune : 7
Jumadil Awal neptune : 6 Selo neptune : 1
Jumadil akhir neptune : 1 Besar neptune :3
Neptu Tahun (Neptu Windu: Jawa)
Alip neptune : 1 Dal neptune : 4
Ehe neptune : 5 Be’ neptune : 2
Jimawal neptune : 3 Wawu neptune : 6
Je’ neptune : 7 Jimahir neptune : 3
Bilamana neptu dina, neptu pasaran, neptu bulan dan neptu tahun seorang
apakah yang timbul dari neptu itu terhadap diri seseorang yang berkaitan dengan hari
“Neptu dan pasaran dalam jawa itu ada hitungannya masing-masing, misalnya
hari Ahad neptunya 5, Senin neptunya 4, Selasa neptunya 3. Dari hasil
perhitungan tersebutlah kita bisa mengetahui pengaruh yang timbul dari neptu
setiap orang.”
perjodohan dan mencari hari baik dalam pernikahan telah dijelaskan secara rinci.
“petungan” atau memperhitungkan terlebih dahulu jodoh yang akan dipilihnya dan di
61
Wawancara dengan Jasmo, Sesepuh Desa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020
43
Pembagi 4
perhitungan lain yang tidak kalah penting. Dalam hitungan ini akan
ini sisa perhitungan adalah 1,2,3, dan 4. Sebagaimana yang telah diungkapkan
1) Gentho, larang anak, suami istri yang masuk dalam kategori ini dalam
62
Wawancara dengan Buyamin, Pelaku Hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 10
November 2020
63
Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna,
(dihimpun oleh Ny. Siti Woerjan Soemadijah Noeradyo), Cet-II, (Solo: CV. Buana Raya,
2013), hlm. 32.
44
2) Gembili, sugih anak, suami istri yang memiliki perhitungan gembili ini
kategori sri maka kehidupan rumah tangganya akan memiliki rezeki yang
berlimpah.
4) Punggel, mati siji, salah satu diantara suami atau istrinya akan
meninggal.
dijumlahkan kemudian dibagi Sembilan, pria sisa berapa dan wanita sisa
berapa:64
1) 1 dengan 1 maka rumah tangganya akan berjalan baik, bahagia dan saling
mencintai.
64
Ibid., hlm. 33.
45
celaka.
hidup.
banyak.
sengsara.
menaungi.
rezekinya melimpah.
godaan.
cukup sederhana sebab cukup mengetahui hari lahir suami dan hari lahir istri.
mengalami sakit.
difitnah orang.
pertengkaran.
mendapatkan fitnah.
65
Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna,
(dihimpun oleh Ny. Siti Woerjan Soemadijah Noeradyo), Cet-II, (Solo: CV. Buana Raya, 2013), hlm.
33-34
47
11) Senin dengan Kamis maka rumah tangganya baik dan disenangi banyak
orang.
12) Senin dengan Jum’at maka rumah tangganya mendapat fitnah, tetapi
selamat.
13) Senin dengan Sabtu maka rumah tangganya selalu berkecukupan, tidak
pernah kurang.
14) Selasa dengan Selasa maka rumah tangganya cenderung tidak cocok dan
15) Selasa dengan Rabu maka dalam kehidupannya akan menjadi kaya.
16) Selasa dengan Kamis maka rumah tangganya menjadi banyak rezeki
(kaya).
17) Selasa dengan Jum’at maka rumah tangganya akan mengalami perceraian.
18) Selasa dengan Sabtu maka dalam rumah tangganya akan mengalami
banyak pertengkaran.
19) Rabu dengan Rabu maka rumah tangganya cenderung tidak baik.
jumlah weton saja, namun juga bisa dari hari lahirnya. Hari lahir seseorang
hari.
Pembagi 5
perhitungan hari dan pasaran suami istri dengan pembagi 5. Jadi, dalam
“Perhitungan ini biasa disebut dengan hitungan hari dan pasaran antara
suami dan istri. Setelah itu baru di bagi 5. Nah hasilnya nanti bisa
dilihat, ada yang Sri, Dana, Pati dan Lungguh. Kelima kategori tadi
memiliki maknanya masing-masing, kalau sri tu banyak rezeki, dana
66
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
49
itu akan kaya, lara akan mendapatkan penyakit, pati tu salah satunya
meninggal, dan lungguh tu berarti kokoh atau selamat.” 67
a. Sri (jika perhitungan sisa 1), dalam kehidupan rumah tangganya memiliki
b. Dana (jika perhitungan sisa 2), dalam kehidupan rumah tangganya akan
kaya.
c. Lara (jika perhitungan sisa 3), maka kehidupan rumah tangganya akan
d. Pati (jika perhitungan sisa 4), maka dalam kehidupan rumah tangganya,
e. Lungguh (jika perhitungan sisa 5), dalam kehidupan rumah tangganya akan
kategori tertentu, tetapi jika dalam pembagian tidak memiliki sisa maka
dianggap sisa 5. Misalnya Albert Poniman yang lahir Senin Kliwon menikah
67
Wawancara dengan Jasmo, Sesepuh Desa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020.
50
Pembagi 10 dan 7
a. Wasesa Segara (jika perhitungan sisa 1), pasangan ini memiliki keluhuran
b. Tunggak Semi (jika perhitungan sisa 2), pasangan yang masuk perhitungan
d. Sumur Sinaba (jika perhitungan sisa 4), pasangan suami istri ini memiliki
kepandaian yang luar biasa sehingga menjadi tempat bertanya orang lain.
68
R. Gunasasmita, Kitab Primbon Jawa Serbaguna, (Yogyakarta : Narasi, 2019) Cet:II,
hlm.41.
69
Ibid, hlm. 42-43.
51
e. Satriya Wirang (jika perhitungan sisa 5), pasangan rumah tangga kategori
Sebagai penolak kesialan tersebut maka pasangan suami istri kategori ini
f. Bumi Kapetak (jika perhitungan sisa 6), pasangan suami istri ini dalam
kehidupan rumah tangganya akan tahan pada kondisi sengsara, kalut hati.
Sisi baik pasangan ini adalah rajin bekerja dan selalu menjaga kebersihan.
Untuk menolak kesialan yang telah disebutkan maka pasangan suami istri
g. Lebu Katiup Angin (jika perhitungan sisa 7), pasangan suami istri yang
Cara perhitungannya adalah hari lahir dan pasaran suami dan istri
Contoh nya Bagas lahir Kamis Pon dan Esti Lestari lahir Rabu Pahing maka
dibagi 10, kemudian sisa 1. Jadi antara Bagas dan Esti Lestari termasuk
52
kategori Wasesa Segara yang berarti mereka memiliki keluhuran budi pekerti,
mudah memberikan maaf, memiliki wibawa di mata orang lain, dan berlapang
dada dalam berbagai hal. Contoh lainnya Rangga lahir Rabu Pond an Anggi
tersebut tidak boleh melebihi 7, jadi 28 dibagi 7, dan hasil pembagian tersebut
tidak memiliki sisa. Jika tidak memiliki sisa maka dianggap sisanya adalah 7.
Maka Rangga dan Anggi masuk kategori Lebu Katiup Angin yang berarti
berpindah rumah.
Rabu Baik
Rabu Baik
Suro/Muharram
53
Selasa Baik
Kamis Baik
Jum’at Baik
Sabtu Baik
Minggu Baik
Sabtu Baik
Jumadil akhir
Jum’at Baik
Minggu Baik
Ruwah/Sya’ban
berdasarkan primbon akan salah kaprah. Namun ada beberapa masyarakat Jawa
yang memang sudah hafal mengenai konsep hitungan Jawa tersebut tanpa
Karena apabila tidak terpenuhi syarat dan rukun tersebut akan berpengaruh pada
keabsahan suatu pernikahan. Dalam islam telah diatur dan diberikan tuntunan bagi
seseorang dalam hal pernikahan secara terperinci. Namun, tidak dapat dipungkiri
bahwa dalam masyarakat praktik pernikahan tidak hanya syarat dan rukun secara
70
Observasi di Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
18 November 2020
55
Islam saja yang harus dipenuhi, melainkan ada beberapa adat istiadat yang
Begitu juga dengan ritual-ritual dalam adat pernikahan masyarakat Jawa yang
mana masih banyak yang menggunakan sistem numerologi atau sistem hitungan guna
mencari hari dan jodoh yang dianggap baik untuk melangsungkan pernikahan.
Praktik hitungan Jawa tidak semua orang dapat memahaminya, namun hanya orang-
orang tertentulah yang mampu memahaminya seperti orang yang sudah tua umurnya
atau yang dituakan di lingkungan tempat tinggalnya. Biasanya orang tua kedua calon
pengantin yang mencari hitungan tersebut dengan meminta bantuan kepada seorang
masyarakat yang mengetahui adat yang terjadi di Desa Parit Sidang. Adat dalam
pernikahan memang telah ada dan turun temurun mereka lakukan. Seperti yang
banyak menggunakan adat hitungan Jawa dalam kegiatan pernikahan khususnya. Jika
ada masalah dalam pernikahan baik sebelum maupun pada saat proses, maka masih
71
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
56
mengembalikan kepada adat lagi. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh bapak
“Disini itu masih kental dengan adat Jawanya, ada beberapa Projonggo yang
dianggap sesepuh. Kalau masyarakat mengalammi masalah dengan
pernikahan, mereka tanya kepada Projonggo tersebut.”72
tersebut menampakkan bahwa mereka tidak bisa lepas dengan adat Jawa. Mereka
memilih untuk menjaga dan melestarikan apa yang sudah diwariskan atau
Selain itu ada hal menarik dari pernikahan yang menggunakan adat di
masyarakat Desa Parit Sidang, yakni adanya perhitungan Jawa yang biasa disebut
dengan weton calon suami dan calon istri. Salah satu sesepuh desa menjelaskan
“Weton itu merupakan peninggalan dari nenek moyang dahulu yang terdapat
dalam kitab Ada makno dan Betal Jemur. Perhitungan weton itu diambil dari
hari lahir seseorang, seperti: Senin Wage, seloso kliwon dst. Semua itu
memiliki nilai masing-masing. Ketika dalam perhitungan weton tersebut
cocok, maka tidak akan terjadi apa-apa setelah pernikahan. Tetapi apabila
tidak cocok, biasanya terjadi saling memandang saja, pandeng-pandengan ini
yang mengakibatkan terjadi percekcokan setelah pernikahan karena godaan
Bathoro Kolo yang merupakan efek dari weton.”73
Penjelasan di atas merupakan prinsip bagaimana hitungan Jawa/weton dalam
pernikahan yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa. Dari penjelasan tersebut,
72
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020.
73
Wawancara dengan Jasmo, Sesepuh Desa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020.
57
masyarakat Jawa mempercayai bahwa setiap sesuatu memiliki nilai. Begitu pula
dengan weton, memiliki nilai serta memiliki efek bila tidak cocok dalam hitungannya.
Sebagai adat yang sudah menjadi kebiasaan memang seharusnya kita menjaga dan
menghormati. Namun hal seperti itu sekarang ini sudah mulai dikesampingkan karena
Mukhanah:
“Sebagai anak turun dari pendahulu yang hidup di tanah Jawa, seharusnya kita
juga menggunakan dan menghormati apa yang telah ditinggalkan oleh nenek
moyang. Namun jika dilihat zaman sekarang, perhitungan weton dalam
penetapan pernikahan itu tidak harus digunakan, karena masa sekarang yang
terpenting antara calon suami dan calon istri sudah sama-sama suka yang
otomatis orang tua hanya memberikan ijin saja. Tetapi ada juga orang tua
yang tidak mengijinkan karena ketidakcocokan perhitungan weton antara
keduanya.”74
Beliau menjelaskan dalam pendapat tersebut, bahwa adat tradisi perhitungan
Jawa pada masa sekarang sudah tidak banyak yang menggunakan. Karena anak muda
zaman sekarang sudah saling kenal dan suka sama suka (pacaran), sehingga oran tua
Pendapat lain juga diungkapkan oleh Mbah Painem, beliau melihat bahwa
sekarang ini memang masyarakat mulai tidak begitu mementingkan hitungan Jawa
74
Wawancara dengan Mukhanah, Ketua Grup Yasinan, Desa Parit Sidang, 20 November
2020.
58
weton. Masyarakat sudah mulai mengabaikan hitungan tersebut. Namun juga masih
dahulu. Dimana jika anak sudah saling suka, orang tua hanya tinggal memberi restu
“Namanya juga zaman sekarang, sudah sangat canggih dan modern. Kalau
anak sudah saling kenal dan suka ya sudah tinggal dinikahkan saja. Kadang
hitungan tetap dipakai tapi ya walaupun tidak cocok tetap dilanjutkan. Jadi
sekarang itu istilahnya “kebo nusu gudel” orang tua menuruti anaknya saja.
Dan banyak juga di antara mereka yang pergi merantau, kuliah ataupun kerja
dan ketika pulang ternyata sudah membawa calonnya sendiri. Atau ada juga
yang kecelakaan. Tapi disini Alhamdulillah ya hanya 10% saja lah yang
kecelekaan atau hamil di luar nikah. Ya kadang yang seperti itu mau tidak
mau ya harus dinikahkan.”76
Dari pendapat tersebut bahwa ada sebuah istilah “kebo nusu gudel” yang
kebanyakan masyarakat disini sangat paham akan istilah tersebut. Dimana istilah itu
bermakna bahwa orang tua di zaman sekarang dalam hal pernikahan tidak sedikit
yang menuruti anaknya saja. Ketika anak sudah memiliki pilihannya sendiri dan
sudah dianggap bahwa pilihannya adalah yang terbaik maka mau tidak mau orang tua
akan menikahkannya juga. Namun ada hal lain juga yang memaksa orang tua untuk
75
Wawancara dengan Painem, Sesepuh Desa, Desa Parit Sidang, 09 November 2020
76
Wawancara dengan Sulikhah, Masyarakat Jawa, Desa Parit Sidang, 07 November 2020
59
menikahkan anaknya seperti hamil di luar nikah. Tetapi di Desa Parit Sidang ini
hanya sekitar 10% saja yang mengalami hal tersebut. Sebuah pendapat lain
dikemukakan oleh Tokoh Agama Desa Parit Sidang yaitu bapak Asy’ari:
“Begini, kan disini mayoritas masyarakat Jawa dan masih memegang adat
Jawa, apalagi ketika prosesi pernikahan. Itu sangat kental dengan adat-adat
Jawanya. Kita itu walaupun tidak menggunakan hitungan Jawa dalam
pernikahan, tapi kita tidak boleh juga meremehkannya. Dalam artian kita
menghormati apa yang telah menjadi tradisi para orang tua disini. Kalau
menurut saya sebuah hitungan Jawa tidak boleh terlalu di yakini namun kita
juga tidak boleh meremehkannya. Kita ya jangan terlalu fanatik. Ya karena
pernikahan adalah ibadah. Dan dalam Islam juga telah memberikan konsep
yang jelas tentang tata cara pernikahan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.
Karena syarat-syarat nikah kan sudah jelas, adanya calon suami istri, wali,
saksi dan ijab kobul. Dan wanita dinikahi karena 4 perkara yaitu karena
agamanya, hartanya, keturunannya dan cantiknya.”77
Warga yang menggunakan perhitungan weton yaitu Bapak Buyamin,
Jawa dari zaman dahulu dan sampai sekarang masih tetap digunakan.
“Iyo jelas masih digunakan lah mbak evi..saya saja ketika mau menikah
dengan istri juga dihitung. Dan ketika dihitung weton kami berdua ketemu 24.
Katanya kalau ketemu 24 itu paling bagus. Dan Alhamdulillah langgeng
sampai sekarang. Lebih bagus lagi kalau ketemu 30. Itu ketemu Ratu.
Pokoknya itu paling mantap. Hari pernikahannya pun dicari hari yang paling
bagus menurut weton kami. Semua hari itu bagus, namun masyarakat Jawa
meyakini di antara hari-hari yang bagus itu ada hari lebih bagus lagi, ya kira-
kira seperti itulah mbak”78
77
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
78
Wawancara dengan Buyamin, Pelaku Hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 10 November
2020
60
“Iya mbak Evi, bener apa kata bapak. Kami dulu dihitung dengan orang tua
kami sebelum melaksanakan pernikahan. Dan setelah dihitung ternyata cocok.
Jadi ya kami melangsungkan pernikahan.”79
Dari penjelasan pasangan suami istri tersebut bahwa mereka menggunakan
hitungan Jawa pernikahan dan meyakininya sampai sekarang. Bahkan mereka juga
sangat paham dengan hitungan Jawa. Bukan hanya itu saja, hari pernikahan pun
mereka ambil di hari yang sangat bagus berdasarkan hitungan Jawa. Karena mereka
masih sangat percaya dan yakin tentang hitungan Jawa memiliki dampak yang cukup
Jawa, beliau termasuk sesepuh yang sangat paham tentang konsep hitungan Jawa.
“Hitungan Jawa itu sangat penting untuk diterapkan, apalagi kita sebagai
masyarakat Jawa yang mengerti tentang weton. Sebelum menikah itu weton
calon suami dan calon istri dihitung terlebih dahulu. Nanti kalau hitungannya
cocok ya dilanjutkan. Tapi mengingat zaman sekarang ini masyarakat sudah
mulai mengabaikan hitungan ini. Tapi kalau seperti anak pertama dan anak
ketiga itu memang tidak boleh menikah dan dari dulu sampai sekarang masih
sangat diyakini, dan benar-benar dilarang keras oleh para orang tua. Lihat saja
disini ada contohnya kan, dia anak pertama menikah dengan anak ketiga, dan
pada akhirnya lihat sendiri kan sekarang, rumah tangga mereka sekarang
hancur. Karena ya mereka melanggar dari aturan. Itu akibatnya kalau kita
meremehkan adat dan tradisi.”80
Dari pendapatnya tersebut bahwa hitungan Jawa itu sangat penting untuk
diterapkan. Dan beliau menegaskan bahwa anak pertama dan anak ketiga dari zaman
dahulu sampai sekarang masih sangat dilarang keras untuk menikah. Dan meyakinkan
79
Wawancara dengan Mar, Pelaku Hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 10 November 2020
80
Wawancara dengan Jasmo, Sesepuh desa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020
61
setelah melihat kejadian yang terjadi di Desa Parit Sidang ada yang melangsungkan
pernikahan anak pertama dan anak ketiga dan pada akhirnya rumah tangga mereka
hancur.
weton karena memang sudah ada sejak dahulu dan mengikuti orang tua karena hal
tersebut merupakan salah satu ikhtiar dalam menjalani rumah tangga. Berikut
penjelasan beliau:
“Iya saya mau menikah sebentar lagi mbak, dan weton saya dan calon istri
saya sudah dihitung oleh orang tua saya, dan cocok. Maka saya akan
melangsungkan pernikahan saya. Orang tua saya meyakininya sebagai ikhtiar
dalam menjalani rumah tangga, ya saya ikut aja. Ya walaupun zaman
sekarang udah banyak yag mengabaikan,tapi saya tetap yakini saja.”81
Dalam praktiknya, Ibu Sulikhah menjelaskan bahwa pertama, mendatangi
sesepuh atau projonggo dengan calon istri, tapi biasanya hanya dengan orang tua saja.
Kedua, disana akan ditanyai perihal hari kelahiran atau weton kedua calon suami dan
istri. Ketiga, dihitung antara weton dan weton istri, dan setelah dihitung maka mereka
akan diberikan hari yang paling baik untuk menikah sesuai dengan hitungan tersebut.
Dan kemudian yang terakhir, melaksanakan acara walimahan atau biasa disebut
dengan mantenan.
81
Wawancara dengan Seno, Pelaku hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 15 November 2020
62
suami dan istri tadi, terus sama mbah Kasanun diberikan pilihan hari yang
baik untuk melangsungkan pernikahan. Tapi biasanya yang datang orang
tuanya saja. Kadang anaknya juga ikut.”82
Pendapat lain dari warga yang juga menggunakan perhitungan Jawa yaitu
weton dalam pernikahan yakni Komariah yang memiliki alasan bahwa beliau
masyarakat.
“Saya itu ya nurut aja sama orang tua, jadi orang tua menyuruh saya untuk
menghitung weton, ya dihitung. Lagian hitungan Jawa kan sudah ada dari
dulu kan, dan sampai sekarang juga tetap digunakan. Biasanya kalau ada yang
tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat tu kayak seakan memberi cap jelek
gitu, kadang bisa jadi bahan omongan orang juga.”
“Untuk perhitungan, dulu saya ke Mbah Kasanun, ya karena beliau termasuk
projongga di Desa ini. Beliau sudah biasa menangani masalah pernikahan dari
awal sampai selesai. Bukan hanya di Desa ini saja bahkan sampai Desa-Desa
yang jaraknya cukup jauh dari sini. Tak heran setiap yang akan
melangsungkan pernikahan akan mendatanginya untuk meminta dihitung dan
diberikan hari untuk menikah.”83
Dari berbagai pendapat yang telah diungkapkan diatas bahwa dalam sebuah
masyarakat Jawa yang cukup kental dengan adat dan istiadat yang berlaku. Dalam
praktiknya, pertama wali atau orang tua si calon suami datang ke Projonggo bersama
anak dan keluarga lainnya. Kedua, mereka akan ditanyai perihal weton kelahiran
calon suami dan istri dan selanjutnya akan dijumlahkan weton keduanya. Ketiga,
82
Wawancara dengan Sulikhah, Masyarakat Jawa, Desa Parit Sidang, 07 November 2020
83
Wawancara dengan Komariah, Pelaku hitungan Jawa, Desa Parit Sidang, 11 November
2020
63
mereka akan diberikan pilihan hari yang baik untuk melangsungkan akad pernikahan.
Selain itu biasanya mereka juga akan meminta kepada Projonggo tersebut untuk
memagar rumah (Projonggo akan melakukan ritual yang bertujuan agar selama acara
berlangsung tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan), hal ini juga merupakan
sebuah kebiasaan masyarakat Jawa di desa Parit Sidang sebelum melaksanakan acara
pernikahan.
Hal itu sesuai dengan yang disampaikan oleh Mbah Kasanun seorang
projonggo di desa Parit Sidang, bahwa sebagai masyakarat Jawa itu jangan sampai
“Hitungan Jawa dalam pernikahan itu aslinya kan weton. Weton itu ya hari
lahirnya setiap orang. Contohnya lahirnya kamu apa? Sabtu Pon ya. Nah itu
yang dinamakan weton kamu. Dan ada nilanya, kalau Sabtu Pon itu
rangkapannya 16. Sabtu 9 dan Pon itu 7, jadinya 16. Untuk mengambil hari
pernikahan ya diambil dari hari kelahiran calon suami atau istri dan diambil
pasaran calon suami atau istri. Intinya dari keduanya membawa dan
digunakan. Kalau masalah kecocokan, menurut hitungan itu adakalanya dalam
budaya atau adat. Setiap adat pasti mempunyai larangan. Kalau di Jawa itu
contohnya Geying (wage dan pahing), anak barep (pertama) ngalor ngulon.
Yang jelas seperti itu dulu sudah deprogram dan dicatat. Ada buku
primbonnya, seperti Primbon Bental Jemur. Sebagai orang Jawa itu kan ya
kalau bisa jangan sampai hilang Jawanya gitu loh mbak Evi. Ya walaupun
sekarang istilahnya “kebo nusu gudel”. Tapi setiap orang tua pastinya
menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. 84
Dari pendapat beliau tersebut menjelaskan bahwa untuk menentukan hari
pernikahan adalah dengan mengambil dari hari kelahiran calon suami atau istri dan
diambil pasaran calon suami atau istri. Setiap sesuatu dalam adat Jawa juga diyakini
84
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
64
memiliki nilai, termasuk weton dan memang sudah di program dan dicatat di buku-
buku Primbon. Beliau juga menjelaskan bahwa istilah “kebo nusu gudel” yang berarti
orang tua mengikuti kemauan anaknya itu juga menjadi salah satu alasan masyarakat
berikut:
“Ya mereka calon pengantin, biasanya kebanyakan hanya yang laki-laki saja
bersama orang tuanya atau kerabatnya, datang menemui saya. Nanti setelah
mengetahui weton keduanya, lalu saya hitung. Dan setelah dihitung nanti akan
diberikan pilihan hari pernikahan sesuai dengan weton calon suami atau istri
tersebut. Ya namanya manusia kita hanya bisa berikhtiar. Untuk masalah
rezeki dan harmonisnya kehidupan rumah tangga ya sebenarnya tergantung
mereka yang menjalaninya. Tapi kembali lagi kita sebagai umat Islam ya
percaya bahwa Allah SWT. Yang menentukan semuanya. Ada juga yang
ketika dihitung ternyata tidak cocok, tapi mereka tetap melangsungkan
pernikahan, dan sampai sekarang masih baik-baik saja rumah tangganya.
Namanya ujian dalam rumah tangga pasti sedikit banyaknya ya ada. Kalau
hari pernikahan memang harus benar-benar dicari harinya yang paling baik.
Namanya juga pernikahan. Perjanjian suci diantara kedua mempelai, alangkah
bagusnya jika janji tersebut diikrarkan di hari yang baik pula. Hitungan Jawa
menurut saya sama sekali tidak ingin mendahului takdir. Karena itu hanyalah
sebagai sarana ikhtiar dalam menetapkan pernikahan yang dengan harapan
kedepannya menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah.”85
Dari pendapat beliau tersebut menjelaskan tentang praktik penetapan
pernikahan masyarakat Jawa di desa Parit Sidang yang menggunakan hitungan Jawa
sebelum pernikahan. Hal pertama yaitu calon pengantin datang bersama kedua orang
tua atau kerabat. Selanjutnya kedua weton calon pengantin akan di hitung,. Setelah
85
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
65
dihitung maka akan ditetapkan hari pernikahannya. Menurut beliau semua hari baik,
namun diantara hari baik-baik tersebut masih ada hari yang lebih baik lagi dalam
Kemudian ada juga warga yang tidak menggunakan hitungan Jawa dalam
karena sudah saling suka, dan orang tua juga sudah merestui.
“Iya saya tahu tentang hitungan Jawa, dan orang tua juga tahu. Tapi saya
tidak menggunakan hitungan tersebut. Karena kami sudah saling suka dan
saya sudah sangat yakin dengan istri saya. Jadi tidak perlu hitung-hitungan
lagi. Dan orang tua pun sudah sangat merestui.”86
Pendapat lain juga disampaikan oleh Korib yang juga tidak menggunakan
hitungan Jawa karena sudah yakin dan direstui oleh orang tuanya.
“Kan dulu merantau, jadi pas disana ketemu dengan istri saya sekarang, kami
sudah saling suka dan kedua orang tua pun sudah merestui, sehingga akhirnya
saya melamar istri saya tanpa pakai hitung-hitungan dulu.”87
Dari kedua pendapat warga yang tidak menggunakan hitungan Jawa memiliki
alasan yang sama, yaitu karena sudah sama-sama suka dan kedua orang tua pun sudah
86
Wawancara dengan Ahmad, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 22 November 2020
87
Wawancara dengan Korib, Kaur Perencanaan, Desa Parit Sidang, 20 November 2020
66
mewujudkan rumah tangga yang baik. Walaupun dalam perhitungannya jika tidak
cocok masih ada yang tetap melaksanakan pernikahannya. Di desa Parit Sidang masih
cukup kental adat Jawa nya dalam prosesi pernikahan. Dari mulai hitungan weton
Adapun praktik pelaksanaan adalah calon suami istri datang ke projonggo atau
sesepuh bersama orang tua dan kerabat. Kedua adalah projonggo menghitung weton
kedua calon pengantin dan dijumlahkan. Setelah dijumlahkan maka ditetapkan hari
adalah menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam prosesi pernikahan hingga
acara pernikahan tersebut berlangsung. Walaupun ada juga beberapa masyarakat yang
alasan seperti mereka sudah saling suka, saling yakin untuk menikah, dan keduanya
Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia pasti mempunyai tujuan dan
fungsi. Tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan,
88
Observasi di Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
18 November 2020
67
keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh
Terkadang pasangan suami dan istri akan dihadapkan pada suatu masalah yang cukup
berat, tinggal bagaimana cara menyikapi masalah tersebut agar tetap terjaga
keharmonisan keluarganya.
atau hitungan weton menjadi salah satu usaha setiap keluarga untuk mencapai
keharmonisan dalam sebuah pernikahan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan
masyarakat Desa Parit Sidang masih menerapkan hitungan Jawa dalam pernikahan.
“Hitungan Jawa ini dijadikan usaha atau ikhtiar bagi pasangan yang akan
menikah, dengan harapan apabila hitungannya cocok maka rumah tangganya
akan menjadi harmonis dan bahagia sampai akhir hayat. Itulah mengapa
hitungan Jawa harus diterapkan bagi setiap pasangan yang akan menikah.”
pernikahan dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat yang
89
Wawancara dengan Sulikhah, Masyarakat Jawa, Desa Parit Sidang, 07 November 2020
68
perhitungan weton yang telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari yang pada
akhirnya masyarakat akan terus menjaga dan melestarikan tradisi tersebut. Meskipun
banyak dari mereka tidak mengerti secara jelas apa yang telah dilakukan oleh orang-
orang terdahulunya.
Dalam ajaran Islam, terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam
memilih perjodohan, yang terpenting adalah tidak adanya sebab yang haram untuk
dinikahi baik haram untuk selamanya ataupun haram untuk sementara, seperti halnya
memilih pasangan yang baik telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW yaitu dari segi
perhitungan Jawa juga dapat memberikan dampak positif sebagai dasar ilmu
“Hitungan Jawa ini tentu ada dampak positifnya, adanya hitungan tersebut
bisa menjadi dasar ilmu pengetahuan dalam menghadapi pernikahan, adanya
90
Wawancara dengan Kasanun, Ketua Adat Jawa, Desa Parit Sidang, 16 November 2020
69
Jawa sebagai penentu hari dan pasangan dalam menetapkan pernikahan menurut
perspektif hukum Islam itu dapat dilihat dari pelakunya. Selain itu masih adanya
hitungan weton antara calon mempelai laki-laki dan wanita menjadi acuan apakah
91
Wawancara dengan Mukhanah, Ketua Grup Yasinan, Desa Parit Sidang, 20 November
2020.
70
Masyarakat terlalu berpacu pada hasil dari hitungan Jawa sehingga cenderung
lebih mempercayai apa yang akan terjadi dari hasil hitungan Jawa tersebut. Padahal
pada hakikatnya manusia hanya dapat mempercayakan semuanya kepada Allah SWT.
masyarakat desa Parit Sidang yang telah turun temurun dari nenek moyang, baik
“Hitungan Jawa atau weton dalam pernikahan itu tidak berasal dari hukum
Islam. Karena hukum Islam itu pasti berasal dari Al-Qur’an dan Hadis.
Sedangkan hitungan Jawa dalam pernikahan adalah weton, dan weton
meruapakan hari kelahiran seseorang. Misalnya seseorang lahir pada hari
Sabtu Pon maka dilihat neptu dan pasarannya. Hitungan Jawa sendiri
merupakan adat masyarakat Jawa yang digunakan dan diyakini sampai
sekarang. Apalagi dalam sebuah pernikahan hitungan Jawa disini masih
banyak digunakan. Mereka mencari hari pernikahan yang paling baik menurut
hitungan Jawa. Semua hari baik namun diantara hari-hari baik ada yang paling
baik menurut masyarakat Jawa. Selain untuk pernikahan, hitungan Jawa juga
digunakan untuk memulai pekerjaan, mendirikan rumah, khitanan dan masih
banyak lagi yang lainnya”92
Dari pendapat beliau di atas mengungkapkan bahwa hitungan Jawa bukan
berasal dari Al-Qur’an dan Hadis. Hitungan Jawa hanyalah sebuah tradisi yang turun
temurun dari nenek moyang yang masih diyakini sampai sekarang dan digunakan
92
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
71
sebagai usaha untuk mencari kecocokan pasangan dalam pernikahan dan hari yang
baik dalam pernikahan. Beliau juga mengungkapkan bahwa sebagai masyarakat Jawa
“Iya memang benar Allah SWT yang telah membuat hari, semua hari itu baik.
Dan kita sebagai manusia diperintahkan untuk memilih, manusia mempunyai
hak untuk memilih. Namun jangan terlalu diyakini tentang hitungan tadi,
jangan seperti itu. Kalau meyakini ya tidak boleh sebab semua yang mengatur
dan yang mengetahui baik dan buruk nya hanyalah Allah SWT. Hukumnya
tradisi hitungan Jawa tadi ya boleh, tapi kalau terlalu diyakini takutnya nanti
malah murtad kitanya. Hari itu tidak ada bedanya dan sama saja, semua itu
tergantung pada kepercayaan masing-masing. Kalau yakin semua hari dan
weton itu yang membuat Allah SWT, yang menentukan juga Allah SWT.”94
Hukum pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat
diterangkan secara jelas dan terperinci. Hukum pernikahan Islam pada dasarnya tidak
hanya mengatur tata cara pelaksanaannya saja, melainkan juga segala persoalan yang
93
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
94
Wawancara dengan M.Nur, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
72
Islam, selain syarat-syarat sah nikah, para pemeluk agama Islam juga sebaiknya
pernikahan, yaitu kekayaan, kecantikan, nasab dan agama. Seperti dalam hadis Nabi
Artinya: Wanita yang akan dinikahi karena empat hal, yaitu: hartanya,
kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka carilah wanita yang
taat beragama, niscaya akan beruntung.
tuntunan hadis di atas, yaitu bibit (keturunan), bebet (tingkah laku), dan bobot
tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan. Tradisi hitungan Jawa atau weton dalam
pernikahan yang digunakan oleh masyarakat Jawa desa Parit Sidang bertujuan untuk
menentukan pemilihann jodoh atau kecocokan pasangan dan menentukan hari dalam
tidak tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan tersebut akan dilihat dengan melalui
‘urf.
73
Al-‘Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi tradisinya, baik
secara terminologi, seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, istilah ‘urf berarti:
“Sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan
dan menyatu dengan kehidupan mereka, baik berupa perbuatan atau perkataan”.
Istilah ‘urf dalam pengertian tersebut sama dengan pengertian al-‘adah (adat istiadat).
jual beli kebutuhan ringan sehari-hari seperti garam, tomat, dan gula dengan hanya
menerima barang dan menyerahkan harga tanpa mengucapkan ijab dan kabul (qabul).
Contoh ‘urf yang berupa perkataan, seperti kebiasaan disatu masyarakat untuk tidak
itu menjadi bahan pertimbangan waktu akan menetapkan hukum dalam masalah-
masalah yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah.97
‘Urf ditinjau dari sisi kualitasnya (bisa diterima dan ditolaknya oleh syariah) ada
1. ‘Urf yang fasid atau ‘urf yang batal, yaitu ‘urf yang bertentangan dengan syariah.
96
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,
2003), cet. Ke-II, hlm 17
97
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 140.
98
Dzajuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta:
Kencana, 2006), hlm. 90.
74
sebagainya.
2. ‘Urf yang shahih atau al-‘adah ashahihah yaitu ‘urf yang tidak bertentangan
dengan syariah. Seperti memesan dibuatkan pakaian kepada penjahit. Bahkan cara
pemesanan itu pada masa sekarang sudah berlaku untuk barang-barang yang lebih
1. ‘Adat atau ‘urf umum, yaitu kebiasaan yang telah umum berlaku dimana-mana,
hampir diseluruh penjuru dunia, tanpa memandang Negara, bangsa, dan agama.
tanda menolak atau menidakkan. Kalau ada orang yang berbuat kebalikan dari itu,
2. ‘Adat atau ‘urf khusus, yaitu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang di
tempat tertentu atau pada waktu tertentu, tidak berlaku disemua tempat dan di
sembarang waktu. Contohnya: ‘adat menarik garis keturunan melalui garis ibu
Para ulama yang mengamalkan ‘urf itu dalam memahami dan meng-
yaitu:
99
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 391-392
75
1. ‘Adat atau ‘urf itu bernilai maslahat dan diterima akal sehat. Syarat ini merupakan
kelaziman bagi ‘adat atau ‘urf yang sahih, sebagai persyaratan untuk diterima
secara umum. Misalnya tentang kebiasaan istri yang ditinggal mati suaminya
dinilai baik dari segi rasa agama suatu kelompok, namun tidak dapat diterima oleh
2. ‘Adat atau ‘urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang
berada dalam lingkungan ‘adat itu, atau dikalangan sebagian besar warganya.
Artinya: “Sesungguhnya ‘adat yang diperhitungkan itu adalah yang berlaku secara
3. ‘Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada pada saat itu,
bukan ‘urf yang muncul kemudian. Hal ini berarti ‘urf itu harus telah ada
sebelum penetapan hukum. Kalau ‘urf itu datang kemudian maka tidak
diperhitungkan. Dalam hal ini ada kaidah yang mengatakan: “Urf yang
4. ‘Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara’ yang ada atau bertentangan
persyaratan penerimaan ‘adat sahih: karena kalau ‘adat itu bertentangan dengan
76
nash yang ada atau bertentangan dengan prinsip syara’ yang pasti, maka ia
termasuk ‘adat yang fasid yang telah disepakati ulama untuk menolaknya.
Sidang telah menjadi warisan secara turun temurun dari leluhur yang masih sangat
persyaratan sebagai ‘urf dan dapat dikategorikan dalam ‘urf yang sahih. Persyaratan
1. ‘Urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima oleh akal sehat
Tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang ini
kelangsungan pernikahan baik bagi suami, istri, orang tua dan keturunannya.
2. ‘Urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada dalam
Pelaksanaan hitungan Jawa dalam pernikahan yang berlaku pada masyarakat Jawa
di Desa Parit Sidang tidak memandang keturunan, status sosial, agama ataupun
kedudukan lainnya.
3. ‘Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku) pada
Hitungan Jawa dalam pernikahan yang berlaku pada masyarakat Jawa di Desa
Parit Sidang telah ada sebelum penetapan hukum. Jadi, hitungan Jawa dalam
pernikahan yang terjadi pada saat itu sudah dilaksanakan oleh masyarakat Desa
Parit Sidang. Kemudian datang ketetapan hukum untuk dijadikan sandaran, baik
pernikahan.
4. ‘Urf tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara’ yang ada atau bertentangan
Tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan yang berlaku pada masyarakat Jawa
di Desa Parit Sidang tidak bertentangan dengan hukum Islam atau prinsip-prinsip
syara’. Karena tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan yang berlaku pada masyarakat
Jawa di Desa Parit Sidang sekarang ini tidak ditemukan atau tidak ada praktik-praktik
yanh bertentangan dengan hukum Islam, seperti adanya sesajen dan lain-lain.
Pada hakikatnya tradisi hitungan Jawa dalam pernikahan yang belaku pada
masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang dianggap sebagai sebuah bentuk ikhtiar yang
bertujuan untuk mencari kebaikan bagi kelangsungan pernikahan dan mencegah dari
hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Sehingga tradisi hitungan Jawa dalam proses
ke dalam ‘urf sahih. Selain memenuhi persyaratan sebagai ‘urf yang sahih, hitungan
Jawa tersebut juga tidak terdapat praktik-praktik yang menyimpang dari syara’ atau
78
ajaran agama Islam, seperti adanya sesajen atau hal-hal lain yang bertentangan
“Meskipun semua hari itu baik, manusia diberikan hak untuk memilih sebagai
ikhtiar asalkan tidak terlalu diyakini. Karena semua yang ada di langit dan
bumi termasuk semua hari itu adalah Allah SWT yang menciptakan serta
mengaturnya.”100
Dari uraian di atas penulis dapat menganalisis, bahwa hitungan Jawa dalam
nilai-nilai tradisi dan budaya sebagai bentuk menghormati tradisi yang secara turun
temurun dari leluhur Desa Parit Sidang. Memang tidak mudah menjaga tradisi dan
budaya di zaman modern sekarang ini yang serba teknologi canggih serta maju.
Namun, tidak ada alasan untuk tetap melestarikan tradisi hitungan Jawa dalam
pernikahan. Karena hitungan Jawa pun sudah dianggap sebagai ikhtiar dalam mencari
Jawa merupakan adat istiadat yang diketahui oleh masyarakat dengan baik serta untuk
juga sebagai bentuk ikhtiar mencari pasangan yang terbaik dan mencari hari baik
100
Wawancara dengan Asy’ari, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, 14 November 2020
79
dalam melangsungkan pernikahan. Hitungan Jawa dalam pernikahan ditinjau dari ‘urf
, penulis mengkategorikan hitungan Jawa tersebut ke dalam kategori ‘urf yang sahih.
Karena hitungan Jawa dalam penetapan pernikahan masyarakat Jawa di Desa Parit
Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat ini dapat diterima
pernikahan masyarakat Desa Parit Sidang bertujuan untuk meraih kemaslahatan dan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Hitungan Jawa Menurut Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa
penulis mengambil kesimpulan dari pembahasan atau hasil dari penelitian sebagai
berikut:
selalu dikaitkan dengan weton. Dalam konsep hitungan Jawa ini adalah untuk
mencari pasangan yang terbaik dan hari yang terbaik untuk melangsungkan hari
pernikahan.
2ra.ktiPk pernikahan dengan hitungan Jawa di Desa Parit Sidang adalah dengan
cara calon pengantin bersama orang tuanya mendatangi ketua adat atau yang
biasa disebut dengan projonggo. Kemudian mereka akan ditanyai perihal weton
kelahiran calon suami dan istri dan selanjutnya akan dijumlahkan weton
keduanya. Ketiga, mereka akan diberikan pilihan hari yang baik untuk
80
81
3. Dampak positif dari hitungan Jawa adalah sebagai bentuk ikhtiar dan usaha
dalam memilih pasangan yang terbaik agar terciptanya keluarga yang harmonis
dan bahagia. Sedangkan dampak negatif dari hitungan Jawa tersebut adalah
antara calon mempelai laki-laki dan wanita menjadi acuan apakah akan
ke dalam kategori ‘urf yang sahih. Karena hitungan Jawa dalam penetapan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat ini dapat diterima oleh masyarakat, walaupun
B. Saran
1. Bagi masyarakat Jawa di Desa Parit Sidang yang masih menggunakan hitungan
Karena segala sesuatu datangnya dari Allah. Mulai dari jodoh, rezeki dan maut
hanya Allah SWT saja lah yang mengetahuinya. Kita sebagai manusia hanya bisa
budaya dan adat yang ditinggalkan oleh leluhur sebagai tanda hormat kepada apa
yang telah menjadi adat terdahulu. Bagi masyarakat yang tidak percaya akan adat
ini boleh saja tidak menggunakan hitungan Jawa namun juga jangan
meremehkah nya.
2. Bagi pelaku atau pengantin yang akan dihitung wetonnya untuk mencari
pasangan yang terbaik dan hari yang baik dalam melangsungkan pernikahan
diharapkan untuk jangan lupa menyerahkan semunya kepada Allah SWT agar
diberikan yang terbaik. Karena segala sesuatu yang baik hanya berasal dari Allah
SWT. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa. Siapapun yang menjadi jodoh
kita sudah pasti dia adalah orang yang terbaik yang telah Allah tetapkan untuk
kita. Untuk hitungan Jawa cukup dijadikan sebagai usaha dan sebagai
C. Penutup
Ucapan syukur Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah SWT, Tuhan
semesta alam, yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya kepada
penulis dan kita semua, atas Ridho dan izin-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir karya ilmiah ini yang berbentuk skripsi sebagai salah satu
83
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1). Shalawat beserta salam
semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga, sahabat, dan
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menyadari masih banyak terdapat
masalah ini serta keterbatasan kadar dan kemampuan dan kelemahan penulis. Maka
dari itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekeliruan
dan kekhilafan yang tidak sesuai dengan pembaca. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca untuk karya
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press 1999.
Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, Jambi: Syariah Press dan
Fakultas Syariah UIN STS Jambi, 2014.
B. Peraturan Perundang-Undangan
C. Lain-lain
LAMPIRAN
Daftar Gambar
DAFTAR PERTANYAAN
lainnya
pernikahan?
5. Apa makna dari setiap hitungan Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Parit
Sidang?
6. Apakah ada hal yang akan terjadi jika hitungan Jawa oleh masyarakat
8. Bagaimana seharusnya sikap kita terhadap hitungan Jawa yang telah ada
Pengabuan
1. Berapa banyak dusun yang ada di Desa Parit Sidang serta luas wilayah di
2. Apa saja wilayah perbatasan Desa Parit Sidang dari arah barat, timur, utara,
dan selatan?
Daftar Informan
No Nama Jabatan
1. Zainal Abidin Kepala Desa
2. Jami’an Ketua RT 002
3. Kasanun Ketua Adat
4. Ahmad Tokoh Agama
5. Asy’ari Tokoh Agama
6. Seno Pelaku Hitungan Jawa
7. Sulikhah Masyarakat Jawa
8. Mukhanah Masyarakat Jawa
9. Buyamin Masyarakat Jawa
10. Painem Masyarakat Jawa
11. Jasmo Masyarakat Jawa
12. Mar Masyarakat Jawa
93
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri
Nama : Evi Rofiana
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Teluk Nilau, 12 Februari 1999
Alamat Asal : Desa Parit Sidang, Kec. Pengabuan, Kab. Tanjung
Jabung Barat
Alamat Sekarang : Desa Sungai Duren, Kec. Jaluko, Kab. Muaro Jambi
No. Telp/HP : 0823-9119-2172
Nama Ayah : Muhammad Nur
Nama Ibu : Suwarni
B. Riwayat Pendidikan
SD/MI, Tahun Lulus : SDN No. 45/V Teluk Nilau, 2011
SMP/MTs, Tahun Lulus : SMP N 1 Pengabuan, 2014
SMA/MA, Tahun Lulus : MAN 1 Batanghari, 2017
C. Pengalaman Organisasi
1. Bendahara Badan Pengurus Harian Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum
Keluarga Islam Tahun 2019-2020
2. Anggota LDK Al-Uswah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 2017
3. Anggota Forum Mahasiswa Hukum Islam Indonesia Tahun 2019