Anda di halaman 1dari 3

Mengapa Anak Tidak Tahan Belajar di

Sekolah?
admin 29/07/2018
2 Comments

Tulisan ini dilatarbelakangi cerita guru SMA Negeri 1 Sindue tentang peserta didik yang
tidak naik kelas dan tidak mau melanjutkan sekolah. Merespon cerita tersebut, Penulis
bertanya faktor-faktor penyebab anak tersebut tidak naik kelas. Alasan sekolah memutuskan
anak untuk tinggal kelas karena guru menganggap ia belum memiliki kemampuan akademik
atau keterampilan sosial yang memadai untuk naik ke kelas berikutnya. Hal ini seiring
dengan kriteria kenaikan kelas yang sudah disepakati dalam kurikulum sekolah. Lebih lanjut,
gurunya juga menjelaskan bahwa anak yang tinggal kelas tersebut sering tidak masuk ruang
kelas saat kegiatan belajar berlangsung.

Jika seorang anak tidak menunjukkan performa yang diharapkan dalam kelas, banyak hal
yang perlu ditelaah. Hindari menghakimi bahwa anak malas belajar atau anak tidak memiliki
kemampuan untuk menguasai materi pelajaran karena pada dasarnya kemampuan
akademiknya rendah. Guru perlu mengetahui permasalahan anak tidak tahan belajar di
kelasnya. Apakah ada kesulitan belajar? Anak belum siap belajar? Ada masalah konsentrasi
belajar? Ada masalah kemampuan menyesuaikan diri? Atau ada masalah dari guru dalam
memberikan pelayanan? Bahkan mungkin saja ada masalah dengan sesama teman
sejawatnya? Dengan mengetahui penyebab yang jelas, guru bisa menimbang dengan tepat
apakah anak tinggal kelas akan menjadi keputusan yang tepat. Keputusan tentang naik atau
tidak naik kelas, biasanya menjadi hasil rapat dewan guru dan kepala sekolah. Sebagian
orang percaya bahwa dengan tidak naik kelas anak memiliki kesempatan menambah satu
tahun ekstra untuk memperbaiki kemampuan-kemampuan yang belum dikuasainya untuk
berhasil di kelas berikutnya. Sebagian yang lain berpendapat bahwa tinggal kelas tidak
berpengaruh pada perbaikan kemampuan anak di tahun berikutnya.

Permasalahan menarik yang dikaji dan didiskusikan dalam tulisan ini difokuskan pada hal-hal
yang menjadi pemicu anak tidak mampu belajar dengan baik sehingga tidak memenuhi
tuntutan hasil belajar minimal untuk bisa naik kelas. Terkait dengan cerita yang
melatarbelakangi tulisan ini, pemicu yang akan dibahas adalah munculnya kecenderungan
beberapa anak tidak tahan belajar di ruang kelas saat kegiatan belajar berlangsung. Penulis
meyakini penyebab anak tidak tahan belajar di kelas sangat beragam, bisa karena faktor
internal maupun eksternal.

Anak tidak tahan belajar di kelas merupakan indikasi dari anak tidak mampu menyesuaikan
diri dengan komunitas belajar di kelasnya. Menurut Kartini Kartono (2002:56), penyesuaian
diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan lingkungannya,
sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, dan emosi negatif sebagai respon
pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien dapat dikikis habis. Senada dengan pendapat
tersebut, Enung Fatimah (2006:198) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu
proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi
hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya. Di antara lingkungan yang
dihadapi anak di sekolah yaitu kondisi akademik, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan
pengetahuan yang harus dipelajari selama individu menempuh pendidikan. Kegiatan
akademik menuntut anak untuk berhubungan dengan guru, teman sejawat, dan materi
pelajaran yang diajarkan.

Penyesuaian diri anak terhadap guru tergantung pada sikap guru dalam menghadapi peserta
didiknya. Jika guru memahami perbedaan individual peserta didik maka akan lebih mudah
mengadakan pendekatan terhadap berbagai masalah yang dihadapi peserta didiknya.
Hubungan yang harmonis antar guru dan peserta didik akan menciptakan kedekatan hati.
Sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Seorang guru harus dapat
menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan bagi peserta didiknya di dalam kelas.

Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk membangun hubungan yang harmonis
antara guru dan peserta didik:

1. Kenali peserta didik kita satu persatu baik namanya,tempat tinggalnya, dan
karakternya
2. Berikan mereka penghargaan atas apa yang mereka lakukan walaupun hanya dengan
acungan jempol atau usapan lembut di kepalanya.
3. Beri mereka kesempatan untuk mengungkapkan pendapat mereka tentang cara belajar
yang mereka inginkan
4. jangan langsung menghakimi mereka jika melakukan kesalahan, cari informasi dahulu
tentang masalah yang mereka hadapi.
5. Dekati jika mereka terlihat dalam keadaan sedih sehingga kita dapat memberikan
solusi atas masalah yang mereka hadapi.

Hubungan yang harmonis antara guru dan peserta didik akan membuat pembelajaran di kelas
menjadi menyenangkan. Sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi peserta didik. Di
sekolah mereka mendapatkan pelayananan yang baik dalam bidang pendidikan. Di samping
itu, harmonisasi hubungan peserta didik dengan teman sejawatnya juga sangat mempengaruhi
kenyamanan anak tinggal untuk belajar di kelas.

Penyesuaian diri dengan teman sejawat sangat penting bagi perkembangan peserta didik
terutama perkembangan sosial. Teman sejawat adalah kelompok anak-anak yang hampir
sama usianya, kelas dan motivasi bergaulnya. Dalam pergaulan teman sejawat seorang
peserta didik harus dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan aturan kelompok teman
sejawat, sebaliknya apabila tidak mengikuti aturan kelompok teman sejawat maka akan
dijauhi oleh teman-teman di kelompoknya.

Kondisi akademik lain yang juga cukup berat dihadapi oleh anak untuk bisa menyesuaikan
diri dalam belajar di kelasnya adalah berkaitan dengan materi pelajaran yang harus
dikuasainya. Permasalahan yang sering dialami anak-anak dalam penyesuaian diri terhadap
materi pelajaran adalah tidak cukupnya modal prasyarat yang dimiliki untuk mempelajari
materi pelajaran tertentu. Sebagai contoh: lemahnya pemahaman dan keterampilan dasar
dalam perhitungan matematika manjadi penghambat dalam memahami perhitungan
matematika yang lebih kompleks. Demikian pula dalam mempelajari bahasa, jika
perbendaharaan kata sangat minim maka anak akan kesulitan dalam memahami wacana teks
atau dialog yang dikembangkan dalam belajar di kelasnya. Ketika anak kesulitan masuk
untuk memahami alur materi karena modal pemahaman prasyarat yang tidak memadai maka
pemahaman dapat terputus. Jika hal ini tidak segera diatasi akan terjadi akumulasi kesulitan
yang berdampak pada pemahaman anak “tidak nyambung” dengan pembahasan materi yang
disajikan oleh guru dan/atau dibahas oleh teman-temannya di kelas. Pada kondisi yang
demikian, belajar di kelas terasa sangat lama karena anak merasa jenuh bahkan tersiksa
belajar di kelas. Anak tidak tahan berlama-lama di kelas, ingin menghindar dan bisa saja
nekat tidak mau masuk kelas saat mata pelajaran berlangsung. Dalam kondisi seperti ini anak
lebih memilih di luar kelas dan dihukum dari pada tersiksa di dalam kelas karena
mempelajari sesuatu yang tidak akan bisa dipahaminya.

Selain kondisi akademik yang terkait dengan tidak memadainya modal prasyarat dalam
mempelajari materi pelajaran tertentu, lemahnya konsentrasi belajar peserta didik juga bisa
menjadi penyebab anak tidak tahan belajar di kelas. Konsentrasi belajar adalah kemampuan
untuk memusatkan perhatian pada suatu objek dan mengesampingkan hal-hal yang tidak
berkaitan dengan objek tersebut. Konsentrasi belajar anak dapat berjalan secara efektif
apabila anak mampu menikmati kegiatan belajar yang sedang dilakukan. Anak yang memiliki
konsentrasi belajar baik akan lebih memahami apa yang sedang dipelajari. Aspek-aspek
konsentrasi belajar adalah (a) pemusatan pikiran, (b) motivasi, (c) rasa kuatir, (d) perasaan
tertekan, (e) gangguan pemikiran, (f) gangguan kepanikan, dan (g) kesiapan belajar. (Thursan
Hakim, 2005).

Kesiapan belajar anak merupakan keadaan peserta didik yang sudah siap akan menerima
pelajaran, sehingga anak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan dapat
memperoleh hasil berupa nilai yang memuaskan sebagai reward atas usahanya untuk
bersungguh-sungguh dalam belajar. Jika hal ini tidak terjadi, bahkan jika sebaliknya, anak
sering tidak siap mengikuti kegiatan belajar bersama teman-teman sejawatnya di kelas maka
anak khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan saat belajar di kelas sehingga
enggan/malas masuk kelas.

Menyikapi kondisi seperti ini, seyogyanya guru cepat tanggap dan berupaya melakukan
investigasi secara lebih mendalam permasalahan yang dihadapi peserta didiknya. Pendekatan
individual dengan suasana akrab yang tidak memvonis bahkan memberikan penghargaan
terhadap keterbukaan anak perlu dilakukan. Layanan individu untuk mengejar ketertinggalan
juga harus dilakukan. Perbaikan layanan juga diarahkan kepada upaya meningkatkan
kemampuan anak untuk menyesuaikan diri berkomunikasi secara terbuka dengan guru dan
teman sejawatnya, serta dengan lingkungan fisik dan sosialnya.

Tidak selamanya anak berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang
ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian
diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin di luar dirinya.
Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut ada anak-anak yang dapat
melakukan penyesuaian diri secara positif, namun ada pula yang melakukan penyesuaian diri
secara negatif. Dalam hal ini karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu anak
melalui lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat berpengaruh. Oleh karena itu
dibutuhkan usaha yang sinergis antara pihak keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam
memberikan pelayanan terbaik untuk suksesnya pendidikan anak. Oleh: Abu Hasan

Anda mungkin juga menyukai