1, Juli 2023
ISSN 1979-0090
E-ISSN 2987-2154
Geologi dan Identifikasi Potensi Gasifikasi Under Ground Coal Gasification (UCG)
Batubara Bawah Permukaan Berdasarkan Karakteristik Seam Batubara Di Area Pit
Bangko Barat PT Bukit Asam Tbk, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara
Enim, Provinsi Sumatera Selatan
Abstrak
Daerah penelitian secara administratif berada di Daerah Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten
Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan tepatnya berada di area PIT Banko Barat yang merupakan konsesi dari
PT. Bukit Asam Tbk tepatnya pada koordinat (UTM-WGS84 zona 48S) X1;Y1= 368714; 9582477, X2;Y2=
369941; 9582477, X3;Y3= 369941; 9581477, X4;Y4= 368714; 9581477. Semakin menipisnya cadangan energi
khususnya batubara di Indonesia dari tahun ke tahun membuat pemerintah Bersama peneliti melakukan kajian-
kajian mengenai optimalisasi pemanfaatan batubara khusunya batubara kualitas rendah dengan kedalaman lebih
dari 150 meter yang secara secara perhitungan tambang sudah tidak ekonomis lagi untuk dilakukan
penambangan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana potensi Underground Coal Gasification
(UCG) di lokasi penelitian. Batubara kualitas rendah melalui teknologi Underground Coal Gassification (UCG)
dapat menjadi sumber energi nasional jika dimanfaatkan secara optimal. Metode penelitian yang dilakukan
berupa studi pustaka, pemetaan geologi permukaan, analisis geomorfologi, analisis struktur geologi, analisis
petrografi, analisis stratigrafi, analisis data wireline log, analisis data proksimat, dan analisis potensi UCG
daerah penelitian. Stratigrafi pada daerah penelitian termasuk dalam Formasi Muara Enim, yang terdiri atas tiga
satuan batuan, dari tua ke muda diendapkan secara berurutan satuan batupasir b muara enim, satuan batulanau
muara enim, dan satuan batupasir a muara enim. Ketiga satuan batuan berumur Miosen Akhir-Pliosen dan
diendapkan pada lingkungan lower delta-plain. Pada analisis struktur geologi daerah penelitian, diketahui
kemiringan batuan berarah tenggara-barat laut serta dijumpai kekar berpasangan dan Cleat pada batubara.
Diketahui bahwa seam B1 pada sumur RN_01, RN_06 serta seam C pada sumur RN_01, RN_03, RN_04,
RN_05, RN_06 merupakan seam yang berpotensi dalam pengembangan UCG berdasarkan pada parameter
gasifikasi seperti ketebalan, kedalaman, kadar abu + kadar air total < 60%, rank lignit-bituminus, diapit lapisan
impermeable, dip yang tidak terlalu curam (± 20°), struktur geologi sederhana, jauh dari intrusi, dan lebih dari 1
sumur.
Abstract
The research area is administratively located in the Tanjung Enim Region, Lawang Kidul District, Muara Enim
Regency, South Sumatra Province to be precise in the Banko Barat PIT area which is a concession from PT.
Bukit Asam Tbk precisely at the coordinates (UTM-WGS84 zone 48S) X1;Y1= 368714; 9582477, X2;Y2=
369941; 9582477, X3;Y3= 369941; 9581477, X4;Y4= 368714; 9581477. The depletion of energy reserves,
especially coal in Indonesia from year to year, has forced the government and researchers to carry out studies
on optimizing the use of coal, especially low quality coal with a depth of more than 150 meters, which, by
calculation, is no longer economical for mining. This study aims to explain how the potential of Underground
Coal Gasification (UCG) at the research location. Low quality coal through Underground Coal Gassification
(UCG) technology can become a national energy source if utilized optimally. The research method used was
literature study, surface geological mapping, geomorphological analysis, geological structure analysis,
petrographic analysis, stratigraphic analysis, wireline log data analysis, proximate data analysis, and UCG
potential analysis in the study area. The stratigraphy in the study area is included in the Muara Enim
Formation, which consists of three rock units, from old to young, deposited sequentially in the Muara Enim
sandstone unit, Muara Enim siltstone unit, and Muara Enim sandstone unit. The three rock units are of Late
Miocene-Pliocene age and were deposited in a lower delta-plain environment. In the analysis of the geological
structure of the study area, it is known that the slope of the rock is trending southeast-northwest and found
paired joints and cleats in the coal. It is known that seam B1 on wells RN_01, RN_06 and seam C on wells
RN_01, RN_03, RN_04, RN_05, RN_06 are seams that have the potential to develop UCG based on gasification
parameters such as thickness, depth, ash content + total moisture content <60%, rank lignite-bituminous,
sandwiched between impermeable layers, not too steep dip (± 20°), simple geological structure, far from
intrusion, and more than 1 well.
PENDAHULUAN
Latarbelakang
Penelitian berlokasi di area PIT Banko Barat PT. Bukit Asam Tbk, Daerah Tanjung Enim, Kecamatan
Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Secara fisiografis daerah penelitian
termasuk ke dalam Cekungan Sumatera Selatan (Van Bemmelen, 1949). Menurut De Coster (1974) (dalam
Nasution dan Nalendra, 2017) Cekungan Sumatera Selatan terbentuk pada Awal Tersier (Eosen-Oligosen)
ketika rangkaian graben berkembang akibat sistem subduksi miring antara Lempeng Samudera Hindia dibawah
Lempeng Benua Asia.
Berdasakan peta geologi regional lembar Lahat (Gafoer, 1986), daerah penelitian diapit oleh sebuah sinklin
yang memanjang mulai dari bagian barat laut hingga bagian timur dan antiklin yang berada pada bagian
tenggara dengan pola jurus dari sinklin dan antiklin ini relatif sejajar. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan
didapatkan beberapa Cleat dan juga kekar-kekar pada daerah penelitian dengan arah umum tenggara-barat laut.
dilapangan didapatkan beberapa Cleat dan juga kekar-kekar pada daerah penelitian dengan arah umum
tenggara-barat laut.
Guna menunjang Program Strategis Kebijakan Batubara Nasional serta untuk menekan laju eksploitasi
batubara yang begitu cepat maka perlu segera dilakukan upaya pengelolaan batubara secara optimal dan
terencana. Salah satu program yang sedang dilaksanakan adalah sistem gasifikasi batubara bawah tanah
(Underground Coal Gasification/UCG) (Basuki Rahmad dkk., 2018). Underground Coal Gasification (UCG)
adalah konversi batubara menjadi produk gas langsung di bawah permukaan (tanpa melakukan kegiatan
penambangan batubara), dengan menggunakan pereaksi berupa udara, campuran udara/uap air atau campuran
oksigen/uap air (Basuki Rahmad dkk., 2018). Proses gasifikasi batubara bawah tanah dimulai dengan cara
melakukan pemboran untuk mencapai lapisan batubara dan melakukan suatu jalur penghubung/link dan diikuti
dengan proses gasifikasi. Hal ini dilakukan dengan cara menginjeksi suatu oksidan (biasanya udara),
menggasifikasi lapisan batubara dan mengambil produk gas yang dihasilkannya kepermukaan bumi melalui
lubang-lubang bor yang dibuat dari permukaan sehingga dapat menghilangkan biaya penambangan dan
reklamasi. Gas hasil tersebut dapat digunakan untuk pembangkit tenaga listrik, sumber panas untuk industri
ataupun sebagai bahan baku kimiawi (chemical feedstock) (Harijanto Soetjijo, 2006). Menurut Khadse dkk.
(2007), Friedmann dkk. (2009), Kreynin. (2012), Bhutto dkk. (2013), Imran dkk. (2014), batubara yang cocok
untuk pengembangan UCG adalah lignit sampai bituminus. Menurut Santoso (2015), selain karakteristik
batubara, perlu juga dikaji karakteristik kedalaman, ketebalan, kualitas, kondisi struktur dan lapisan penutup
batubara. Di Indonesia sendiri metode UCG belum pernah dikaji dan dilakukan, baik teknologinya maupun
kecocokan kondisi geologi batubaranya, sehingga belum diketahui kemungkinan pengembangan teknologi ini
dapat berlangsung di Indonesia (Asep B. Purnama dkk., 2017).
Berdasarkan pada penjelasan dari penelitian terdahulu, maka penting diadakannya penelitian mengenai
identifikasi terhadap karakteristik seam batubara yang berpotensi dalam pengembangan gasifikasi batubara
bawah permukaan di daerah penelitian.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian secara administratif berada di area PIT Banko Barat Wilayah Kerja PT. Bukit Asam Tbk,
Daerah Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Kavling
dari daerah penelitian seluas 1 km2 dengan koordinat batas kavling berdasarkan sistem koordinat UTM-WGS84
zona 48S yakni X1;Y1= 368714; 9582477, X2;Y2= 369941; 9582477, X3;Y3= 369941; 9581477, X4;Y4=
368714; 9581477. Lokasi penelitian tersaji pada (Gambar 1).
GEOLOGI REGIONAL
Fisiografi Regional
Menurut Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Pulau Sumatera dalam 6 bagian (Gambar 2.), yaitu :
a) Zona Jajaran Barisan.
b) Zona Semangko.
c) Zona Pegunungan Tiga Sepuluh.
d) Zona Kepulauan Busur Luar.
e) Zona Paparan Sunda.
f) Zona Dataran Rendah dan Bukit.
Berdasarkan Peta Fisiografi Sumatera dengan skala 1:8.000.000 menurut Van Bemmelen (1949), dapat
diketahui koordinat dari kavling daerah penelitian berdasarkan pada sistem koordinat UTM-WGS84 zona 48S
yakni pada X1;Y1= 368714; 9582477, X2;Y2= 369941; 9582477, X3;Y3= 369941; 9581477, X4;Y4= 368714;
9581477.
Secara fisiografis Cekungan Sumatera Selatan (Gambar 2.) merupakan cekungan Tersier berarah baratlaut-
tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Daerah Penelitian Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan
Sunda di sebelah timurlaut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan
Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah baratlaut yang
memisahkan Cekungan Sumatera Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah (Van Bemmelen, 1949).
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai
akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng
Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2.
Stratigrafi Regional
Menurut De Coster (1974) (dalam Nasution dan Nalendra, 2017), stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
secara umum dapat dikenal satu megacycle (daur besar) yang terdiri dari suatu transgresi dan diikuti regresi.
Formasi yang terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa (Formasi Talang Akar,
Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Kelompok Palembang diendapkan selama fase regresi (Formasi Air
Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai), sedangkan Formasi Lemat dan older Lemat diendapkan
sebelum fase transgresi utama. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan menurut De Coster (1974) (dalam
researchgate) dapat dilihat pada (Gambar 3).
termetamorfosa. Hasil dating di beberapa tempat menunjukkan bahwa beberapa batuan berumur Kapur
Akhir sampai Eosen Awal. Batuan metamorf Paleozoikum-Mesozoikum dan batuan sedimen mengalami
perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan beku selama episode orogenesa Mesozoikum Tengah (Mid-
Mesozoikum).
2. Formasi Lahat
Batuan tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan adalah batuan yang berumur akhir
Mesozoik. Batuan yang ada pada Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, konglomerat, breksi, dan
lempung. Batuan-batuan tersebut kemungkinan merupakan bagian dari siklus sedimentasi yang berasal
dari Continental, akibat aktivitas vulkanik, dan proses erosi dan disertai aktivitas tektonik pada akhir
kapur-awal Tersier di Cekungan Sumatera Selatan.
5. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian intermediate-shelfal dari
Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar platform dan tinggian. Kontak pada bagian bawah
dengan Formasi Talang Akar atau dengan batuan Pra-Tersier. Komposisi dari Formasi Baturaja ini terdiri
dari Batugamping Bank (Bank Limestone) atau platform dan reefal. Ketebalan bagian bawah dari formasi
ini bervariasi, namun rata-rata 200-250 feet (sekitar 60-75 m). Singkapan dari Formasi Baturaja di
Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 feet (sekitar 520 m). Formasi ini sangat fossiliferous dan dari
analisis umur anggota ini berumur Miosen. Fauna yang ada pada Formasi Baturaja umurnya N6-N7.
fase transgresif laut maksimum, (maximum marine transgressive) ke dalam 2 cekungan. Batuan yang ada
di formasi ini terdiri dari napal yang mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak mengandung foram
plankton. Sisipan batugamping dijumpai pada bagian bawah. Formasi Gumai beda fasies dengan Formasi
Talang Akar dan sebagian berada di atas Formasi Baturaja. Ketebalan dari formasi ini bervariasi
tergantung pada posisi dari cekungan, namun variasi ketebalan untuk Formasi Gumai ini berkisar dari
6000–9000 feet (18002700 m). Penentuan umur Formasi Gumai dapat ditentukan dari dating dengan
menggunakan foraminifera planktonik. Pemeriksaan mikropaleontologi terhadap contoh batuan dari
beberapa sumur menunjukkan bahwa fosil foraminifera planktonik yang dijumpai dapat digolongkan ke
dalam zona Globigerinoides sicanus, Globogerinotella insueta, dan bagian bawah zona Orbulina Satiralis
Globorotalia peripheroranda, umurnya disimpulkan Miosen Awal-Miosen Tengah. Lingkungan
pengendapan Laut Terbuka, Neritik.
b) Anggota M2 terdiri dari perulangan batulempung, batulempung pasiran berwarna coklat abuabu, batupasir
halus-sedang, berwarna coklat abu-abu dibagian bawah berwarna hijau abu-abu, serta batubara. Lapisan
batubara yang terdapat dalam anggota ini terdiri dari seam Petai, Suban, dan Mangus, dengan penyebaran
tidak menerus.
c) Anggota M3 terdiri dari perselingan batupasir dan batulanau, berwarna biru hijau, batulempung abuabu
hijau dan coklat, horizon pasir 3-6 meter yang terletak 40 meter diatas seam Mangus. Batupasir dalam
anggota ini dicirikan oleh kehadiran nodul-nodul ironstone kalsitan. Lapisan batubara dari anggota ini
terdiri dari seam batubara Benuang dan Burung.
d) Anggota M4 tersusun oleh batulempung dan batupasir serta terdapat beberapa lapisan batubara. Lapisan
batubara terdiri dari seam Kebon, Enim, Jelawatan dan Niru.
Gambar 4. Peta geologi regional dan susunan stratigrafi regional Tanjung Enim, Sumatera Selatan (PT.
Bukit Asam, 2007)
Gambar 5. Stratigrafi Regional Muara Enim, Sumatera Selatan (Kusumahbrata, Heryanto, dan Susanto, 2003)
METODE
Berikut merupakan beberapa tahapan metode yang dilakukan dalam penelitian :
4. Analisis Stratigrafi
Analisis ini bertujuan untuk menentukan lingkungan pengendapan pada daerah penelitian yang
didasarkan berdasarkan litologi dominan dan struktur sedimen yang berkembang di daerah penelitian yang
menganut pada klasifikasi Horne (1978).
5. Analisis Petrografi
Analisis ini merupakan analisis yang dilakukan oleh penulis dengan mengamati sampel batuan yang
telah disayat dibawah mikroskop elektron untuk dilakukan penderan secara petrografis yang bertujuan untuk
mengetahui lingkungan pengendapan mengacu pada klasifikasi Pettijohn (1957)..
Melalui data proksimat batubara selanjutnya, dari data kedalaman seam, ketebalan seam, kandungan abu,
kandungan total moisture, dan nilai kalori diolah oleh penulis untuk dibuat peta iso kedalaman seam
batubara, peta iso ketebalan seam batubara, peta iso abu seam batubara, peta iso total moisture seam
batubara, dan peta iso kalori seam batubara dengan menggunakan software Surfer 13.
struktur sedimen perlapisan (Gambar. 7), ripple-lamination, parallel-lamination dan flaser (Gambar. 8). Dibeberapa
tempat terdapat batulanau berwarna abu-abu dengan struktur sedimen perlapisan, dan batubara seam C (Petai) dengan
warna hitam, gores coklat, kilap kusam, pecahan brittle (Gambar. 9). Satuan batuan ini menempati bagian tenggara dari
kavling daerah penelitian dengan arah pelamparan barat dayatimur laut. Satuan ini merupakan satuan tertua pada daerah
penelitian.
Satuan batuan ini terdapat pada bagian tenggara dari kavling daerah penelitian dan melampar searah kemenerusan
lapisan yang berarah relatif barat daya-timur laut. Dari hasil interpretasi data wireline log didapatkan data ketebalan rata-
rata dari satuan ini kurang lebih 39,2 meter.
De Coster, 1974 menafsirkan satuan batuan ini berumur Miosen Akhir – Pliosen, berdasarkan kedudukan
stratigrafinya. Berdasarkan interpretasi data log bor, analisa petrografi serta struktur sedimen yang berkembang seperti
ripplelamination, parallel-lamination dan flaser yang terdapat pada satuan ini serta didukung dengan nilai sulfur rata-rata
pada batubara seam C sebesar 0,98% adb, maka penulis menginterpretasikan satuan ini terendapkan pada lingkungan
lower delta-plain dengan sub-lingkungan pengendapan distributary mouth-bar berdasarkan model lingkungan
pengendapan dari Horne (1978) (Gambar. 10). Hubungan stratigrafi Satuan Batupasir B Muara Enim ini selaras dengan
Satuan Batulanau Muara Enim diatasnya adalah selaras, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kontak yang semakin
menghalus menjadi kesatuan litologi batulanau (Gambar. 11) .
Gambar 8. Struktur ripple-lamination, parallel-lamination dan flaser pada batupasir di LP 14 Arah Kamera N038°E
Gambar 9. Singkapan batubara seam C (seam Petai) dengan roof berupa batulanau di LP 16. Arah Kamera N178°E
Gambar 10. Lingkungan pengendapan Satuan Batupasir B Muara Enim (Horne, 1978)
Gambar 11. Lingkungan pengendapan Satuan Batupasir B Muara Enim (Horne, 1978)
maka penulis menginterpretasikan satuan ini terendapkan pada lingkungan lower deltaplain dengan sub-lingkungan
pengendapan interdistributary bay dan swamp berdasarkan model pengendapan Horne (1978) (Gambar. 14).
Satuan Batulanau Muara Enim ini memiliki hubungan selaras dengan Satuan Batupasir A Muara Enim diatasnya dan
juga satuan Batupasir B Muara Enim dibawahnya, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kontak yang semakin
mengkasar menjadi kesatuan litologi batupasir pada bagian atas (Gambar. 15).
Gambar 12. Singkapan batubara seam A1 (seam Mangus Atas) dengan roof berupa batulanau Arah Kamera
N029°E
Gambar 13. Singkapan batubara seam B2 (seam Suban Bawah) dan roof berupa batulempung di LP 40. Arah Kamera
N048°E
Gambar 14. Lingkungan pengendapan Satuan Batulanau Muara Enim (Horne, 1978)
Gambar 15. Kontak antara Satuan Batulanau Muara Enim dan Satuan Batupasir A Muara Enim di LP 25. Arah
Kamera N311°E
Gambar 16. Singkapan batupasir sisipan batubara gantung (hanging seam) di LP 30. Arah Kamera N055°E
Gambar 17. Lingkungan pengendapan Satuan Batupasir A Muara Enim (Horne, 1978)
Gambar 18. Peta geologi gegional Lahat (Gafoer, 1986) sebagai refrensi dalam penelitian geologi detil di lapangan
1. Kekar
Ditemukan kekar yang terdapat di batupasir (Gambar. 19) dan kekar pada batulanau (Gambar. 20). Kekar-kekar ini
digunakan untuk mengetahui arah tegasan yang mengindikasikan terjadinya sebuah gaya kompresi yang menyebabkan
lapisan batuan menjadi miring. Berdasarkan hasil analisa menggunakan software Dips, pada LP 14 didapatkan extension
joint sebesar N132°E/89° dan release joint sebesar N038°E/07° dengan tegasan utama kekar ini berarah 84°, N306°E,
tegasan medium 08°, N132°E dan tegasan terendah 01°, N222°E. Selanjutnya, pada LP 20 didapatkan extension joint
sebesar N132°E/89° dan release joint sebesar N045°E/10° dengan tegasan utama kekar ini berarah 81°, N315°E, tegasan
medium 09°, N133°E dan tegasan terendah 03°/223°E (Gambar. 21).
Gambar 20. Kenampakkan face Cleat dan butt Cleat pada batubara seam B1 di LP 20. Arah Kamera N070°
2. Cleat
Pada daerah penelitian juga ditemukan keterdapatan cleat pada batubara. Menurut Laubach (1998), Cleat adalah
rekahan alami didalam lapisan batubara yang bersifat terbuka, terdiri atas face Cleat dan butt Cleat. Pengukuran pada
face cleat dapat digunakan untuk mengetahui arah tegasan (Kuncoro, 2012). Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan
pada face Cleat dan butt cleat pada batubara seam A2 yang terisi pirit di LP 9 (Gambar. 22), Berdasarkan
analisa struktur cleat di LP 9 didapatkan arah orientasi face cleat sebesar N134°E dan N314°E (Gambar. 24).
Sedangkan cleat pada singkapan batubara LP 20 seam BI (Gambar. 23) memiliki arah orientasi face Cleat masing-
masing sebesar N136°E dan N316°E (Gambar. 25). Cleat di daerah penelitian ada yang terisi mineral pirit,
amber dan ada juga yang tidak terisi.
Gambar 22. Kenampakkan face Cleat dan butt Cleat pada batubara seam A2 yang terisi pirit di LP 9. Arah
Kamera N036°E
Gambar 23. Kenampakkan face Cleat dan butt Cleat pada batubara seam B1 LP 20. Arah Kamera N070°
LP 9
Gambar 24. Diagram Roset pada face Cleat di batubara seam A2 dengan arah umum N134°E dan N314°E
LP 20
Gambar 25. Diagram Roset pada face Cleat di batubara seam B1 dengan arah umum N136°E dan N316°E
Gambar 26 Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan Daerah Penelitian (Oleh Penulis)
Lokasi titik bor potensi UCG tepatnya berada berada di area PIT Banko Barat (Gambar. 29). Data koordinat titik bor
yang digunakan merupakan data pada saat ekplorasi awal, sehingga elevasi dari titik bor masih menggunakan peta topografi
sebelum ditambang.
Dalam penelitiannya, penulis mengacu pada beberapa parameter sebagai referensi yang kemudian dimodifikasi,
sehingga didapatkan parameter akhir yang bertujuan untuk membuat rekomendasi pada seam batubara yang mana yang
dapat dilakukan UCG.
Asep B. Purnama, (2017) menentukan kriteria potensi pengembangan UCG yang berdasarkan pada karakteristik
batubara sebagai berikut :
Berikut data analisa parameter penentuan UCG di lokasi penelitian merujuk pada modifikasi kriteria potensi
UCG Menurut Asep B. Purnama (2017) (Tabel. 1) :
Tabel 1. Data Analisa Parameter penentuan UCG di Lokasi Penelitian Merujuk Pada Modifikasi KriteriaPotensi
UCG Menurut Asep B. Purnama (2017)
Kadar Air Kadar Abu Kadar Air Nilai Kalor Nilai Kalor
Kedalaman Ketebalan Kadar Air Kadar Abu
Sumur Seam Total Rata- Rata-Rata Total + Kadar (kcal/kg, Rata-Rata Rank
(m) (m) Total (%, ar) (%, adb)
Rata (%, ar) (%, adb) Abu (%) ar) (kcal/kg, ar)
RN_01 A1 88,97 10,17 23,00 3,60 5213
RN_02 – – – – – –
RN_03 – – – – – –
25,10 2,83 27,93 5282
RN_04 A1 36,38 10,75 25,90 1,70 5251
RN_05 A1 38,29 10,42 28,70 2,80 5176
RN_06 A1 119,58 11,42 22,80 3,20 5487
RN_01 A2 118,50 8,71 23,70 2,00 5141
RN_02 – – – – – –
Berdasarkan hasil analisa data parameter penentuan UCG di Lokasi Penelitian Merujuk Pada Modifikasi
Kriteria Potensi UCG Menurut Asep B. Purnama (2017) (Tabel 1.), maka hanya didapati 1 seam yang dapat masuk
dalam kriteria pengembangan gasifikasi batubara bawah permukaan berdasarkan pada parameter kedalaman, ketebalan,
kadar air total + kadar abu dan rank batubara, yaitu seam C pada sumur RN_01 dan RN_06.
Mehdi Najafi, dkk. (2014) melakukan penelitian menggunakan parameter sebagai berikut :
1. Semua Rank Batubara (lignit hingga antrasit).
2. Kedalaman seam > 100 m.
3. Ketebalan batubara mulai dari 1 m hingga 25 m.
4. Kandungan abu < 60%
5. Sudut dip 0° – 70°
6. Intensitas sesar kurang dari 1 pada jarak 30 m
Berikut data analisa parameter penentuan UCG di lokasi penelitian merujuk pada modifikasi kriteria potensi
UCG Menurut Mehdi Najafi (2014) (Tabel. 2) :
Tabel 2. Data Analisa Parameter penentuan UCG di Lokasi Penelitian Merujuk Pada Modifikasi Kriteria
Potensi UCG Menurut Mehdi Najafi (2014)
Berdasarkan data analisa parameter penentuan UCG di lokasi penelitian berdasarkan modifikasi dari kriteria
Potensi UCG merujuk pada Mehdi Najafi (2014) (Tabel 2.) didapati seam yang dapat masuk dalam kriteria
pengembangan gasifikasi batubara bawah permukaan pada parameter kedalaman, ketebalan, kandungan abu dan rank
batubara, yaitu seam A1 pada sumur RN_06, seam A2 pada sumur RN_01 dan RN_06, seam B1 pada sumur RN_01 dan
RN_06, seam B2 pada sumur RN_01, RN_04, RN_05 dan RN_06 serta seam C pada sumur RN_01, RN_04, RN_05 dan
RN_06.
Berikut data analisa parameter penentuan UCG di lokasi penelitian merujuk pada modifikasi kriteria potensi
Tabel 3. Data Analisa Parameter penentuan UCG di Lokasi Penelitian Merujuk Pada Modifikasi Kriteria Potensi
UCG Menurut Eska P. Dwitama (2017)
Kadar Nilai
Kadar Air Kadar Air Kadar Abu Nilai Kalor
Kedalaman Ketebalan Kadar Abu Air Total Kalor
Sumur Seam Total (%, Total Rata- Rata-Rata Rata-Rata Rank
(m) (m) (%, adb) + Kadar (kcal/kg,
ar) Rata (%, ar) (%, adb) (kcal/kg, ar)
Abu (%) ar)
RN_01 A1 88,97 10,17 23,00 3,60 5213
RN_02 – – – – – –
RN_03 – – – – – –
25,10 2,83 27,93 5282
RN_04 A1 36,38 10,75 25,90 1,70 5251
RN_05 A1 38,29 10,42 28,70 2,80 5176
RN_06 A1 119,58 11,42 22,80 3,20 5487
RN_01 A2 118,50 8,71 23,70 2,00 5141
RN_02 – – – – – –
S
RN_03 A2 15,60 10,50 – – –
u
24,63 1,70 26,33 5298
RN_04 A2 60,96 11,94 23,50 1,00 5420
b
RN_05 A2 67,85 10,39 26,30 2,50 5246
-
RN_06 A2 138,68 11,16 25,00 1,30 5383
B
RN_01 B1 140,40 11,53 26,20 4,30 5019
i
RN_02 B1 6,79 3,53 30,80 3,60 4918
t
RN_03 B1 40,20 12,43 – – –
26,48 3,16 29,64 5199 u
RN_04 B1 87,23 12,95 24,50 3,50 5292
m
RN_05 B1 92,34 12,84 26,80 2,50 5293
i
RN_06 B1 164,58 12,76 24,10 1,90 5473
n
RN_01 B2 159,05 4,04 24,90 3,50 5137
u
RN_02 B2 17,08 4,94 29,50 3,20 4978
s
RN_03 B2 58,50 4,30 – – –
26,52 2,98 29,50 5165
RN_04 B2 106,19 4,64 29,00 2,70 5026
3,97 5541
C
RN_05 B2 111,51 24,40 1,70
RN_06 B2 183,16 4,45 24,80 3,80 5140
RN_01 C 203,68 10,43 23,40 5,10 5140
RN_02 C 61,79 10,93 27,60 3,80 5194
RN_03 C 100,00 10,36 – – –
24,96 3,24 28,20 5320
RN_04 C 148,43 10,33 26,20 2,90 5221
RN_05 C 154,84 10,04 26,30 2,50 5263
RN_06 C 224,82 10,71 21,30 1,90 5783
Berdasarkan data hasil analisa parameter penentuan UCG di lokasi penelitian berdasarkan modifikasi dari
kriteria Potensi UCG merujuk pada Eska P. Dwitama (2017) (Tabel 3.) didapati seam yang dapat masuk dalam kriteria
pengembangan gasifikasi batubara bawah permukaan berdasarkan pada parameter kedalaman, ketebalan, kadar air total +
kadar abu dan rank batubara, yaitu terdapat pada seam A1 pada sumur RN_06, seam A2 pada sumur RN_01 dan RN_06,
seam B1 pada sumur RN_01 dan RN_06 serta seam C pada sumur RN_01, RN_04, RN_05 dan RN_06.
Berikut data analisa parameter penentuan UCG di lokasi penelitian merujuk pada modifikasi kriteria potensi
UCG Menurut CSIRO Australia (2004) (Tabel. 4) :
Tabel 4. Data Analisa Parameter penentuan UCG di Lokasi Penelitian Merujuk Pada Modifikasi Kriteria Potensi
UCG Menurut pada CSIRO Australia (2004)
Berdasarkan data analisa parameter penentuan UCG di lokasi penelitian berdasarkan modifikasi dari kriteria
Potensi UCG merujuk pada CIRO Australia (2004) (Tabel 4.), maka hanya didapati 1 seam yang dapat masuk
dalam kriteria dalam pengembangan gasifikasi batubara bawah permukaan berdasarkan pada parameter
kedalaman, ketebalan, kadar abu dan rank batubara, yaitu seam C pada sumur RN_01 dan RN_06.
Tabel 5. Parameter Potensi UCG yang Dimodifikasi Penulis Untuk Kriteria Penelitian Potensi UCG di Lokasi
Penelitian
Berikut data analisa parameter penentuan UCG di lokasi penelitian merujuk pada modifikasi kriteria potensi
UCG Menurut CSIRO Australia (2004) (Tabel. 6) :
Tabel 6. Analisa Data Kriteria Potensi UCG yang Dimodifikasi Penulis Untuk Kriteria Penelitian Potensi UCG
di Lokasi Penelitian (modifikasi penulis)
Kadar Nilai
Kadar Air Kadar Air Kadar Abu Nilai Kalor
Kedalaman Ketebalan Kadar Abu Air Total Kalor
Sumur Seam Total (%, Total Rata- Rata-Rata Rata-Rata Rank
(m) (m) (%, adb) + Kadar (kcal/kg,
ar) Rata (%, ar) (%, adb) (kcal/kg, ar)
Abu (%) ar)
RN_01 A1 88,97 10,17 23,00 3,60 5213
RN_02 – – – – – –
RN_03 – – – – – –
25,10 2,83 27,93 5282
RN_04 A1 36,38 10,75 25,90 1,70 5251
RN_05 A1 38,29 10,42 28,70 2,80 5176
RN_06 A1 119,58 11,42 22,80 3,20 5487
RN_01 A2 118,50 8,71 23,70 2,00 5141
RN_02 – – – – – –
S
RN_03 A2 15,60 10,50 – – –
u
24,63 1,70 26,33 5298
RN_04 A2 60,96 11,94 23,50 1,00 5420
b
RN_05 A2 67,85 10,39 26,30 2,50 5246
-
RN_06 A2 138,68 11,16 25,00 1,30 5383
B
RN_01 B1 140,40 11,53 26,20 4,30 5019
i
RN_02 B1 6,79 3,53 30,80 3,60 4918
t
RN_03 B1 40,20 12,43 – – –
26,48 3,16 29,64 5199 u
RN_04 B1 87,23 12,95 24,50 3,50 5292
m
RN_05 B1 92,34 12,84 26,80 2,50 5293
i
RN_06 B1 164,58 12,76 24,10 1,90 5473
n
RN_01 B2 159,05 4,04 24,90 3,50 5137
u
RN_02 B2 17,08 4,94 29,50 3,20 4978
s
RN_03 B2 58,50 4,30 – – –
26,52 2,98 29,50 5165
RN_04 B2 106,19 4,64 29,00 2,70 5026
3,97 5541
C
RN_05 B2 111,51 24,40 1,70
RN_06 B2 183,16 4,45 24,80 3,80 5140
RN_01 C 203,68 10,43 23,40 5,10 5140
RN_02 C 61,79 10,93 27,60 3,80 5194
RN_03 C 100,00 10,36 – – –
24,96 3,24 28,20 5320
RN_04 C 148,43 10,33 26,20 2,90 5221
RN_05 C 154,84 10,04 26,30 2,50 5263
RN_06 C 224,82 10,71 21,30 1,90 5783
Berdasarkan data hasil analisa berdasarkan modifikasi penulis (Tabel. 6), didapati seam yang dapat masuk
dalam kriteria pengembangan gasifikasi batubara bawah permukaan berdasarkan pada parameter kedalaman,
ketebalan, kadar air total + kadar abu dan rank batubara, yaitu terdapat pada seam B1 pada sumur RN_01 dan
RN_06 dan seam C pada sumur RN_01, RN_03, RN_04, RN_05 dan RN_06.
Disini penulis menambahkan parameter tambahan, dimana salah satu syarat UCG harus lebih dari satu
sumur dikarenakan pada proses UCG harus minimal memakai 2 sumur yaitu sumur untuk injeksi dan sumur
produksi.
3.2. Korelasi
Setelah melakukan interpretasi litologi berdasarkan data wireline log yang dibandingkan dengan coring
batuan, selanjutnya penulis melakukan korelasi dari 6 sumur untuk mengetahui sebaran litologi bawah
permukaan. Korelasi dikerjakan berdasarkan 2 metode, yaitu korelasi stratigrafi dan korelasi struktur
(Gambar. 30). Berikut ini merupakan arah sayatan dari masing-masing penampang korelasi :
Gambar 42. Peta Iso Total Moisture Batubara Seam B1 (%, ar)
paling rendah dengan nilai 1,8%, adb (berwarna ungu) berada pada bagian utara daerah penelitian.
Dengan demikian, diinterpretasikan bahwa lapisan batubara seam C yang berpotensi dari segi kadar abu
terdapat pada seluruh sumur, mengingat salah satu persyaratan dari potensi UCG adalah jumlah kadar air
+ kadar abu < 60% (Gambar. 46).
Gambar 47. Peta Iso Total Moisture Batubara Seam C (%, ar)
Batubara seam B1 pada sumur RN_01 memiliki ketebalan 11,53 meter dan sumur RN_06 memiliki
tebal 12,76 meter sedangkan seam batubara C pada sumur RN_01 memiliki ketebalan 10,43 meter,
sumur RN_03 memiliki tebal 10,36 meter, sumur RN_04 memiliki tebal 10,33 meter, sumur RN_05
memiliki tebal 10,04 meter dan sumur RN_06 memiliki tebal 10,71 meter. Berdasarkan data tersebut
maka potensi untuk dilakukan UCG dari segi ketebalan sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Dimana ketebalan lebih dari 10 meter akan lebih ekonomis serta semakin tinggi efisiensi gasifikasi atau
semakin rendah heat loss (CSIRO, 2004).
Pada dasarnya intrusi akan meningkatkan nilai kalor pada batubara sehingga batubara yang tadinya
berkalori rendah menjadi berkalori tinggi. Batubara berkalori tinggi secara teori akan semakin rendah
kandungan gasnya jika dibanding batubara berkalori rendah (CSIRO, 2004).
Gambar 49. Batulanau dengan sisipan batubara tipis suban marker yang berada di atas seam
batubara B1, menunjukkan lapisan impermeable pada bagian roof dengan kedudukan N210°E/23° di
LP 20
Gambar 52. Batulanau yang berada di atas seam batubara C, menunjukkan lapisan impermeable pada
bagian roof dengan kedudukan N242°E/24° di LP 16
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Daerah penelitian tersusun atas 3 satuan batuan, yaitu Satuan Batupasir B Muara Enim yang dicirikan
dengan litologi berupa batupasir tebal dengan struktur sedimen ripple-lamination, parallel-lamination dan
flaser, batulanau, dan batubara seam C. Selanjutnya terdapat Satuan Batulanau Muara Enim yang dicirikan
oleh litologi berupa batulanau dengan struktur sedimen perlapisan, batulempung karbonan, batulempung
tufaan sebagai sisipan pada batubara seam A1, batupasir tufaan, batubara seam A1, batubara seam A2,
batubara seam suban marker, batubara seam B1, dan batubara seam B2. Satuan terakhir adalah Satuan
Batupasir A Muara Enim yang dicirikan oleh litologi berupa batupasir dengan sisipan batubara gantung
(hanging seam) dengan struktur sedimen ripple-lamination dan parallel-lamination, dan batulanau.
Hubungan stratigrafi ketiga satuan batuan tersebut adalah selaras.
2. Struktur geologi mayor daerah penelitian secara regional kavling daerah penelitian diapit oleh sebuah sinklin
yang memanjang mulai dari bagian barat laut hingga bagian timur dan antiklin yang berada pada bagian
tenggara. Struktur geologi minor yang ditemukan pada daerah penelitian berupa kekar-kekar dan Cleat pada
batubara. Berdasarkan arah umum dari kekar-kekar dan face Cleat batubara dibeberapa lokasi pengamatan,
didapatkan gaya tegasan yang berarah barat laut-tenggara yang menyebabkan adanya perubahan jurus dari
struktur geologi regional relatif menjadi berarah barat daya-timur laut sehingga dapat diindikasikan adanya
struktur seperti sesar di luar kavling daerah penelitian yang menyebabkan terjadinya perubahan jurus.
3. Berdasarkan pada parameter gasifikasi modifikasi penulis seperti parameter kedalaman seam yang lebih dari
100 meter, ketebalan seam yang lebih dari 10 meter, kadar abu + kadar air total < 60%, rank lignit-
bituminus, diapit oleh batuan yang bersifat impermeable, dip yang tidak terlalu curam (± 20°), struktur
geologi sederhana, jauh dari tubuh intrusi, dan lebih dari 1 sumur maka dari hasil analisa didapatkan seam
B1 pada sumur RN_01 dan RN_06 serta seam C pada sumur RN_01, RN_03, RN_04, RN_05 dan RN_06
sebagai seam yang berpotensi dalam pengembangan gasifikasi batubara bawah permukaan.
SARAN
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai Underground Coal Gassififcation (UCG) dengan variable seam
batubara sebagai obyek penelitian dengan jumlah data lebih banyak supaya didapatkan kesimpulkan potensi
Underground Coal Gassififcation (UCG) pada daerah prospek. Selain itu perlu dilakukan analisa lanjutan
seperti analisa untuk mengetahui komposisi kandungan gas secara lebih presisi karena penelitian ini memiliki
banyak keterbatasan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggayana, Komang. (2002). Diktat Kuliah Genesa Batubara. Departemen Teknik Pertambangan, ITB.
Anonim. (2011). Materi Training Kualitas Batubara. PT Geoservices, LTD, Samarinda.
Badhurahman, A. (2017). Drainage vs Dewatering System. Bandung: ITB Bandung.
Bemmelen, R.W. Van. (1949). The Geology of Indonesia, Vol. 1 A, Government Printing Office, The Hauge,
Amsterdam.
Bhutto, A. W., Bazmi A. A. dan Zahedi, G. (2013). “Underground coal gasification: From fundamentals to
applications”. Progress in Energy and Combustion Science, hal. 189 – 214. doi:
10.1016/j.pecs.2012.09.004.
Bishop, M.G. (2000). Petroleum Systems of The Northwest Java Province and Offshore South East Sumatra
Indonesia, United States of America, USGS.
Boggs, S. J. (2006). Principles of Sedimentology and Stratigraphy. New Jersey: Pearson.
CSIRO. (2004). Underground Coal Gasification: Evaluating Environmental Barriers. Exploration and Mining
Report P2004/5.
Dwitama, Eska P., Ramdhani Rizki M., Firmansyah F., dan Purnomo, W.S. (2017). Evaluasi Potensi Batubara
untuk Underground Coal Gasification pada lubang bor JWT-02, Daerah Ampah, Kabupaten Barito
Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Buletin Sumber Daya Geologi, Volume 12, No 3, 2017.
Fossen, H. (2010). Structural Geology, Published in the United States of America, Cambridge University Press,
New York.
Gafoer, S., Cobrie, T., & Purnomo, J. (1986). Peta Geologi Lembar Lahat Sumatra Selatan, Bandung : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Harsono, A. (1997). Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log. Schlumberger Oilfield Services Company.
Horne, J., Ferm, F., B.P., & Baganz. (1978). Depositional Model in Coal Exploration dan Mine Planning in
Appalachian Region. The American Association of Petroleum Geologist, 2379-2411.
Howard, A. (1967). Drainage Analysis in Geology Interpretation: A Summation. AAPG Bulletin, 2246-2259.
Huda, M., tekMIRA. UCG Site Selection Powerpoint.
Hutton, A., dan Brian, J. (1995). Short Course on Coal Exploration, Manpower Development Centre for Mines
(MDCM), Bandung.
KGS. (2006). Method of Mining, Kentucky Geological Survey – University of Kentucky.
Kreynin, E. V. (2012). “An analysis of new generation coal gasification projects”. International Journal of
Mining Science and Technology, 22(4), hal. 509–515. doi: 10.106/j.ijmst.2012.01.012.
Kuncoro, P.B. (2012). Cleat Pada Lapisan Batubara dan Aplikasinya Di Dalam Industri Pertambangan.
Prosiding Simposium dan Seminar Geomekanika Ke-1 Tahun 2012 Menggagas Masa Depan Rekayasa
Batuan & Terowongan Di Indonesia. Program Studi Teknik Geologi, UPN “Veteran” Yogyakarta.
Kusumahbrata, Y., Heryanto, R., & Susanto, E. (2003). Voolluum 1 A Kajian Eksplorasi CBM Sumatera Selatan
Vo Kajian Eksplorasi CBM Sumatera Selatan Tim Studi Eksplorasi. Tidak di Publikasi.
Laubach, S.E., R.A. Marrett, J.E. Olson, dan A.R. Scott. (1998). Characteristics and origins of coal Cleat : a
review: International Journal of Coal Geology, v.35.
Martodjojo dan Djuhaeni. (1996). Sandi Stratigrafi Indonesia, Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli
Geologi Indonesia, Bandung.
Nahjafi M., Jalali, S. M. E., dan KhaloKakaie, R. (2014). Ranking of coal for underground coal gasification
(UCG) in Mazino coal deposit, Tabas coal field, Iran. Journal of Geology dan Mining Research, Vol.
6(3), pp.39-45, 2014.
Nasution, Frillia dan Nalendra, Stevanus. (2017). Characterization Of Coal Quality Based On Ash Content From
M2 Coal-Seam Group, Muara Enim Formation, South Sumatra Basin. Journal of Geoscience,
Engineering, Environment, and Technology, Vol 02, No 03, 2017.
Pettijohn, F., Potter, P., dan Siever, R. (1973). Sand and Sandstone. Berling: Springer-Verlag Berlin-Heidelberg.
PT. Bukit Asam (Persero). 2007. Laporan Internal Pemboran Eksplorasi dan Geophysical Logging. Tbk. Satuan
Kerja Unit Eksplorasi Rinci. Tidak dipublikasikan.
Pulunggono, A., Sulaksono, A.H., Kosuma, C.G. (1992). Pre-Tertiary and Tertiary Fault Systems As A
Framework Of The South Sumatera Basin A Study Of Sar- Maps. Proceedings Indonesian Petroleum
Association, Twenty First Annual Convention.
Purnama, Asep B., Subarna, Yudha S., Sendjadja, Yoga A., Muljana, Budi dan Santoso, Binarko. (2017).
Potensi Batubara Untuk Pengembangan Gasifikasi Bawah Permukaan : Studi Kasus Desa Macang
Sakti, Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, Volume 13, Nomor 1,
Januari 2017 : 13 – 30.
Purnama, Asep B. dan Huda, Miftahul. (2019). A Preliminary Study of Indonesian Coal Basins for Underground
Coal Gasification Development. Indonesian Mining Journal, Vol.22, No. 1, April 2019 : 61–76.
Rahmad, B., Raharjo, S., Pramudiohadi, E.W., Ediyanto, Pratama, A.D. (2018). Pengembangan Lapangan
Gasifikasi Batubara dan Karakteristik Mikroskopis Seam-A Upper Daerah Bitahan, Rantau, Kab.
Tapin, Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) 2018.
ISSN: 1979-91/X.
Rahmad, B., Raharjo, S., Ediyanto, Rahmanda, H.A. (2019). Underground Coal Gasification in the North Muara
Tiga Besar Utara Area, East Merapi District, Lahat Regency, South Sumatera. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. ISSN: 1693-4393.
Shepard, F. P. dan Moore, D. G. (1955). Central Texas Coast Sedimentation Characteristics of Sedimentation
Environment, Recent History and Diagenesis. American Association of Petroleum Geologist Bulletin.
Soetjijo, H. (2006). Pengaruh Panjang Zona Gasifikasi Batubara Bawah Tanah Terhadap Komposisi Gas Hasil
(Effect of Zona Length of An Underground Coal Gasification to The Gas Product Composition). RISET
– Geologi dan Pertambangan Jilid 16 No.2 Tahun 2006, hal. 49 – 60.
Stach, E., Mackowsky, M., Th., Teichmuller, M., Tailor, GH., Chandra, D. dan Teichmuller, R. (1982). Stach’s
Textbook of Coal Petrology 3th Edition. Gebr. Borntraeger, Berlin-Stutgart.
Suarez-ruiz, I., dan Crelling, J.C. (2009). Applied Coal Petrology: The Role of Petrology in Coal Utilization.
Szabo, Jozsef., David, Lorant., Loczy Denes. (2006). Anthropogenic Geomorphology, Springer Ltd., University
of Debrecen, Hungaria.
Thomas, L. (2013). Coal Geology, John Wiley & Sons Ltd. The Atrium. Southern Gate. Chichester, Wes Sussex
P019 8SQ, England.
Tresnadi, H. (2014). Pengelolaan Air Asam Tambang di PIT Bangko Barat, Tanjung Enim Sumatera Selatan.
Jurnal PTSM-TPSA-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2014.
Zuidam, V. (1985). Terrain Analysis and Classification using Aerial Photographs A Geomorphological
Approach.