Anda di halaman 1dari 2

Respon atas Pemaknaan Hadis Wewangian Haram Bagi Wanita di Media Sosial

Oleh : Avanda Chintya


Suatu waktu saya menjumpai salah satu postingan di media sosial dengan akun Instagram
@fiqihwanita_ yang membuat saya terdiam sejenak. Postingan tersebut memuat satu hadis
tentang wewangian yang haram bagi wanita.

Unggahan meme diberi judul “Seorang Perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui
sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang mereka yang ia pakai, maka
perempuan tersebut disebut Pelacur”.

Saya pun beralih pada keterangan yang diberikan oleh pemilik akun untuk menelusuri
hukum memakai wewangian. Dalam keterangan unggahan disebutkan redaksi hadis
mengenai parfum bagi wanita sebagai berikut.

‫ْن َزا ِن َي ٌة‬


ٍ ‫ َو ُك ُّل َعي‬،‫يح َها َف ِه َي َزا ِن َي ٌة‬
َ ‫ت َعلَى َق ْو ٍم لِ َي ِج ُدوا ِر‬ ْ ‫امْرَأ ٍة اسْ َتعْ َط َر‬
ْ َّ‫ت َفمَر‬ َ ‫َأ ُّي َما‬

“Siapun wanita yang menggunakan minyak wangi (wewangian), lalu berjalan melewati
sekelompok kaum agar mereka dapat mencium bau wanginya, maka wanita itu adalah penzina”
(HR An-Nasa’i).

Hadis ini menjadi sumber otoritatif yang dijadikan landasan dalam pembuatan meme
tersebut. Alasan yang mendasari larangan ini diperinci hingga mencapai beberapa alasan :
mulai dari kekhawatiran yang bisa mendatangkan fitnah (godaan) bagi laki-laki yang
mengantarkan pada terjadinya zina, dan bertentangan dengan sifat malu dan ‘iffah.

Hadis Wewangian : Otentisitas dan Pemaknaan

Hadis riwayat Abu Musa al-Asy’ari adalah menjaga perempuan dari fitnah. Akan tetapi, hadis
tersebut bukan berarti menegaskan bahwa perempuan adalah sumber fitnah. Justru, hadis tersebut
memberikan perlindungan bagi perempuan dari ganggunan atau adanya tindak pelecehan seksual.
Pada saat kemunculan sabda Rasulullah SAW, kondisi saat itu keberadaan perempuan di luar
rumah bukanlah sebuah kelaziaman. Apalagi dengan penggunaan wewangian yang semerbak, tentu
tindakan tersebut akan memancing laki-laki mencari-cari sumber bau dan berlanjut memperhatikan
perempuan.

Peringatan yang terkesan keras bukan menunjukkan pengekangan terhadap perempuan, namun
bentuk sikap kewaspadaan dalam mencegah bahaya yang berpotensi timbul dari perempuan yang
menggunakan wewangian semerbak. Pada saat beribadah di masjid, perempuan yang
menggunakan wewangian juga diancam tidak diterimanya shalat hingga dia mandi. Bahkan
Rasulullah menganjurkan perempuan untuk shalat di rumah sementara laki-laki berjamaah di
masjid.

Dengan anjuran ini, praktis di masjid dominan diisi oleh laki-laki. Karena itulah, perempuan yang
menggunakan wewangian juga akan memancing perhatian laki-laki yang sedang beribadah di
masjid. Hal ini juga bagian dari upaya menghindari fitnah. Dengan mengetengahkan hadis riwayat
Abu Dawud, Al Habib Abdullah bin Mahfuz al-Haddad memberikan penjelasan bahwa perempuan
diperbolehkan menyimpan minyak wangi di saku bajunya. Ketika perempuan bertemu dengan
perempuan lain, maka dia bisa menggunakan minyak tersebut. Al Habib Abdullah bin Mahfuz al
Haddad juga memberikan rambu-rambu wewangian yang bisa digunakan oleh perempuan, yaitu
wewangian yang samar sekiranya tidak tercium oleh laki-laki lain jika berjalan di antara mereka.
Larangan tersebut, bertujuan untuk menjauhkan perempuan dari fitnah agar tidak dilirik, dilihat,
dan diperhatikan oleh kaum laki-laki..

Larangan memakai wewangian bagi wanita Perspektif Mubadalah

Dalam perspektif mubadalah, hadis mengenai pemakaian parfum bagi perempuan hendaknya
dimaknai secara holistik, yakni sebuah upaya tuntunan bagi masyarakat untuk terciptanya relasi
sosial yang sehat dan menghindari sesuatu yang dapat menjerumuskan pada perbuatan haram
(Nasrullah & Novianti. C. D, 2021 p.110). Dengan adanya dua siginifikansi dinamis tersebut,
bukan berarti menghilangkan signifikansi historis. Siginifikansi historis (menghindari fitnah dan
tasyabbuh) tetap dipertimbangkan dan menjadi parameter keabsahan pemakaian wewangian.
Ketentuan ini berlaku baik itu bagi perempuan maupun laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai