Anda di halaman 1dari 8

METODE TAKHRIJ HADIS BIL LAFDZI

Perintah Taat kepada Rasul


Siti Anggiaty Supriatna
201370041
sayaanggi20@gmail.com
Mahasiswi UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Abstrak
Dalam melakukan sebuah penelitian hadis di perlukan sebuah kajian biasa dikenal
dengan Takhrij Hadis atau meteode Takhrij Hadis. Takhrij Hadis adalah sebuah Langkah atau
metode untuk mencari sumber atau refrensi asal hadis tersebut diuliskan atau dibukukan lengkap
dengan matan dan sanadmya. Takhrij hadis dilakukan bila seseorang atau peneliti hadis
menemukan sebuah potongan atau kutipan hadis yang tidak lengkap matannya, tidak disertakan
asal sumber hadis berikut serta tidak disertai dengan sanad hadis tersebut. Takhrij Hadis
memiliki beberap metode diantaranya metode awal matan, awal sanad, metodel bil lafdzi dan
juga metode Maudhu‘I atau tema. Dalam penulisan takhrij hadis ini penulis menggunakan
metode bil Lafdzi dengan menggunakan kitab Mu‘jam Al Mufahras lil Alfadzi Hadisin Nabawi
karya A.J Winsinhk yang diterjemahkan dalam Bahasa arab oleh Muhammad Fuad ‗Abdul Baqi.
Metode bil Lafdzi adalah metode mencari hadis dengan mengambil atau menentukan satu kata
dalam matan yang akan dijadikan sebagai kata kunci dalam pencarian hadis dan seumbernya
dalam kitab Mu‘jam Al Mufahras lil Alfadzi Hadisin Nabawi, apabila telah ditemukan potongan
hadis yang sesuai dan sumber hadisnya dalam kitab Mu‘jam maka Langkah selanjutnya adalah
membuka kitab sumber atau Kutub Tis‘ah dengan sesuai kode hadis dan sumber hadis yang
ditemukan dalam kitab Mu‘jam.
Kata kunci : Takhrij, Hadis

PENDAHULUAN
Hadis merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Quran yang harus dijadikan
pedoman bagi seluruh umat islam, hadis juga berfungsi sebagai bayan atau tafsir atas Al Quran.
Secara istilah hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW baik
dari segi perkataan, perbuatan, ketetapan dan juga sifat.1
Sering kali kita menemukan potongan potongan Al Quran atau hadis yang membahas
tentang perkara agama dalam sebuah buku maupun lembaran - lembaran kertas seperti koran.
Majalah islami. Tabloid dan lain sebagainya. Seringkali pula potongan ayat atau hadis tersebut

1
Abdul Majid, ULUMUL HADIS (jakarta: Amzah, 2015). Hal. 2
tidak di kutip dengan lengkap dan tidak menyantumkan sumber asalnya seperti halnya nama
perawi atau kitab sumbernya.
Pada satu kesempatan penulis menemukan sebuah makalah yang berjudul ―Taat kepada
rasul dengan menyempurnakan Shalat‖ yang di dalamnya terdapat sebuah hadis yang mengutip
sebuah hadis tanpa mencantumkan nama perawi dan kitab sumber aslinya. Hal ini perlu di
perhatikan guna menjaga ke otentikan hadis itu sendiri, mengingat hadis adalah sumber hukum
islam kedua setelah Al Quran.
Hadis sendiri berbeda sifatnya dengan Al Quran, Al Quran diturunkan secara Qath‘I dan
terjaga ke mutawatiran nya dari zaman Nabi hingga akhir zaman. Berbeda hadis yang masih
banyak memiliki problematika dalam perawiannya baik dari segi sanad maupun matan hadis itu
sendiri. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri mengingat karena Nabi melarang bahwa hadis tidak
boleh ditulis karena ditakutkan akan bercampur dengan ayat ayat Al Quran yang pada masa itu
juga sedang masa diturunkan nya wahyu dan banyak para sahabat yang mencatat setiap wahyu
yang turun kepada nabi.
Maka dari itu bernagkat dari pembahasan diatas penulis berkeinginan untuk mencari
sumber Hadis atau Kualitas hadis yang penulis temukan dalam makalah yang telah penulis
sebutkan di atas yakni makalha, dengan melakukan takhrij manual menggunakan metode bil
lafdzi dengan berpedoman kepada Kutub at-Tis‘ah dan kitab Mu‘jam Al Mufahras lil Alfadzi
hadisin Nabawi sebagai alat mencari hadis dalam kutub tis‘ah.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij
Takhrij bila ditinjau dari segi Bahasa Arab berasal dari kata kharaja artinya
keluar, sedangkan takhrij dalam perubahan kata terdapat ziyadah ‗ain fi‘il bermakna li al-
ta‘diyah yang semula fi‘il lazim tidak memerlukan objek, menjadi fi‘il muta‘addi yang
memerlukan objek menjadi kharraj yukharriju takhrijan yang bermakna mengeluarkan,
menampakkan, memunculkan, menyebutkan dan menumbuhkan2
Menurut Mahmud al-Tahhan dalam kitab Usūl al-takhrīj wa dirasatu al-asānid
dijelaskan bahwa Takhrij adalah ―Menunjukkan asal suatu hadist di dalam sumber
aslinya yang meriwayatkan hadis tersebut beserta sanadnya, lalu menjelaskan status
hadis tersebut bila dibutuhkan‖.3 Secara simgkat takrij Hadis adalah upaya menemukan
atau menunjukan sumber utama hadis beserta Riwayat sanad dan matan yang lengkap dan
juga kualitas hadisny bila diperlukan. Takhrij Hadis lahir guna mencari tahu kelengkapan
suatu matan hadis beserta sanadnya yang mana seringkali hadis disampaikan atau dikutip
hanya dalam bentuk sebuah matan dan terkadang tidak lengakap seluruh matan.
Takhrij Hadis biasa dilakukan dengan menacari hadis kepada kitab Hadis primer
seperti Al-Kutub Al Sittah dan beberap kitab hadis primer lainnya atau biasa dikenal
2
M. Syuhudi Isma‘il,Metodalogi Penelitian Hadist Nabi, (Jakarata, Bulan Bintang, 1992), hal.143
3
Mahmud al-Thahhan, Ushul al-Takhrij Wa dirasatu al-Asanid, (Riyadh, Maktabah al-Ma‘arif, 1978), hal
10.
Kutub At Tis‘ah yang terdiri dari Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi,
Sunan Abu Daud, Sunan An Nasai, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad Darimi, Muwatha
imam Malik, Musnah Imam Ahmad. Kitab kitab tersebut adalah kitab kitabprimer yang
menjadi sumber rujukan Hadis.
Takrij Hadis pada umumnya dilakukan secara manual dengan beberapa metode,
pertama : Takrij melalui awal matan atau lafadz pertama yang terdapat pada matan hadis,
kedua : Takhrij bil Lafdzi atau takrij dengan melalui kosa kata yang terdapat pada matan
hadis. Metode ini dilakukan dengan menggunakan kitab Al Mu‘jam Al Mufahras li
Alfadz al Hadits an Nawawi karya seorang orientalis yang Bernama A.J Winsinck yang
diterjemahkan oleh Muhammad Fuad ‗Abdul Baqi kitab ini merujuk kepada kitab kitab
yang menjadi sumber pokok hadis yaitu Kutub aT Tis‘ah. Cara penggunaan kitab ini
dengan mencari asal kata dalam sebuah kalimat yang terdapat pada matan sesuai dengan
urutan huruf Hijaiah. Ketiga : Takhrij Hadis melalui awal perawi. Keempat : Takhrij
melalui tematik atau maudhu. kelima : Takhrij Hadis berdasarkan kualitas hadis.
Namun pada kesempatan kali ini penulis akan melakukan takrij dengan metode
yang kedua yakni metode bil Lafdzi, yakni dengan mencari kosa kata yang terdapat pada
matan hadis. Metode ini dilakukan dengan menggunakan kitab Al Mu‘jam Al Mufahras li
Alfadz al Hadits an Nawawi karya seorang orientalis yang Bernama A.J Winsinck yang
diterjemahkan oleh Muhammad Fuad ‗Abdul Baqi kitab ini merujuk kepada kitab kitab
yang menjadi sumber pokok hadis yaitu Kutub aT Tis‘ah. Cara penggunaan kitab ini
dengan mencari asal kata dalam sebuah kalimat yang terdapat pada matan sesuai dengan
urutan huruf Hijaiyah.

B. Takhrij Manual bil Lafdzi


Pada Langkah pertama melakukan takhrij hadis penulis mencari
potonganpotongan hadis yang tidak terdapat sumber dan perawinya, maka kemudian
penulis menemukan sebuah hadis sebagai berikut.

Adapun Langkah kedua penulis melakukan kegiatan takhrij dengan memilih salah
satu lafadz yang terdapat pada matan, lalu kemudian mencarinya pada kitab Al Mu‘jam
Al Mufahras Li Alfadzi Hadisin Nabawi karya A.j Winsink yang diterjemahkan oleh
Muhammad Fuad ‗Abdul Baqi dengan mencari kata ‫ فالة‬pencarian di mulai dengan
mencari urutan huruf fa kemudian lam dan ya. Kemudian ditemukan kata tersebut pada
halaman 199 jilid 6.
Setalah diemukan kata Falaah hadis tersebut berada dalam kitab Sunan Abi Daud
halaman 48. Dengan kata kunci sebagai berikut ‫ صالة‬.‫د‬
Setelah menemukan kode atau sumber hadis tersebut berada maka Langkah selanjutnya
penulis melakukan pencarian kitab sumbernya yakni kitab Sunan Abi Daud, maka
kemudian ditemukan teks lengkap dari hadis yang dicari beserta sanadnya. Berikut teks
lengkap hadis beserta sanadnya.

ّ ‫س ِعٍ ٍذ ْال ُخذ ِْس‬


ُ ‫ قَا َل َس‬:َ‫ قَال‬،ِ‫ي‬
ِ‫سى ُل هللا‬ َ ًِ‫ َع ْه أَب‬، َ‫اء ب ِْه ٌَ ِضٌذ‬
ِ ‫ط‬ ٍ ‫ َع ْه ه َِال ِل ب ِْه َم ٍْ ُم‬، َ‫ ثَنَا أَبُى ُمعَا ِوٌَت‬،‫سى‬
َ ‫ َع ْه َع‬،‫ىن‬ َ ٍ‫َحذَّثَنَا ُم َح َّمذ ُ ْبهُ ِع‬
ْ‫س ُجىدَهَا بَلَغَت‬ ُ َ َ َ َ َ
ُ ‫صالهَا فًِ فالةٍ فأت َّم ُسكى َع َها َو‬ َّ َ َ
َ ‫ فإِرا‬،‫صالة‬ً َ ْ
َ َ‫سا َو ِعش ِشٌه‬ ُ َ
ً ‫صالة فًِ َج َما َع ٍت ت ْع ِذل َخ ْم‬ ُ َ َّ ‫ «ال‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ٍْ ِه َو‬ َ
.»ً ‫ص َالة‬ َ ‫س‬
َ‫ٍِه‬ ‫َم‬ْ‫خ‬
َ ‫ َو‬.‫ص َالتِ ِه فًِ ْال َج َما َع ِت‬
َ‫ساق‬ َ ‫ف َعلَى‬ َ ُ ‫الش ُج ِل فًِ ْالفَ َالةِ ت‬
ُ ‫ضا َع‬ َ :ِ‫اح ِذ ْبهُ ِصٌَا ٍد فًِ َهزَا ْال َحذٌِث‬
َّ ُ ‫ص َالة‬ ِ ‫ قَا َل َع ْبذ ُ ْال َى‬: َ‫قَا َل أَبُى دَ ُاود‬
‫ْال َحذٌِث‬
Sunan Abu Daud 473: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isa telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Hilal bin Maimun dari 'Atha` bin Yazid
dari Abu Sa'id Al Khudri dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Shalat yang dikerjakan secara berjamaah menyamai dua puluh lima kali shalat (secara
sendirian). Apabila dia mengerjakannya di tanah lapang, lalu dia menyempurnakan ruku
dan sujudnya, maka shalatnya sampai lima puluh kali pahala shalat".
Abu Dawud berkata: Abdul Wahid bin Ziyad menyebutkan di dalam hadits ini: "Shalat
seseorang yang dikerjakan di tanah lapang, dilipat gandakan pahalanya daripada
shalatnya secara berjamaah", selanjutnya dia menyebutkan Hadits itu secara lengkap. 4

4
Sulaimān ibn al-Asy`aṡ ibn Isḥāq ibn Basyīr ibn Syidād ibn `Amru al-Azdiy al-Sijistāniy Abū Dāwud, Sunan Abī
Dāwud, ed. by Muḥammad Muḥyī al-Dīn Abd al-Ḥamīd (al-Maktabah al-`Aṣriyyah).
َ ‌ً‫‌أ َ ِب‬
‌ٍ‫س ِعٌد‬ َ ‌ً‫‌أ َ ِب‬
‌ٍ‫س ِعٌد‬
‌ّ ‫ْال ُخد ِْر‬
ِ‫ي‬ ‌ّ ‫ْال ُخد ِْر‬
ِ‫ي‬
‌‫اء‌ب ِْن‬ِ ‫ط‬َ ‫‌ َع‬
‌‫ٌَ ِزٌ َد‬ ‌‫اء‌ب ِْن‌ٌَ ِزٌ َد‬
ِ ‫ط‬َ ‫ع‬
َ ‌
‌‫‌ه ََِل ِل‌ب ِْن‬
‌ٍ ‫َم ٌْ ُم‬
‫ون‬ ‌‫‌ ِه ََل ِل‌ب ِْن‬
‌ٍ ‫َم ٌْ ُم‬
‫ون‬
‌َ‫‌أَبُو‌ ُم َعا ِو ٌَة‬
‌‫احدِ‌ب ُْن‬ ْ ‫ع ْبد‬
ِ ‫ُ‌ال َو‬ َ
‫سى‬
َ ٌ‫‌ ُم َح َّمدُ‌بْنُ‌ ِع‬ ‌ٍ‫ِزٌَاد‬

‌‫‌أَبُو‌ َد ُاو َد‬ ‌‫‌أَبُو‌ َد ُاو َد‬

Langkah terakhir yakni pemaparan biografi para perawi beserta Jar Ta‘dilnya.
Sulaiman bin Asy‘ats bin Ishaq Al Sijistani atau biasa dikenal dengan Abu Daud.
Beliau lahir di Basrah pada tahun 202 H. beliau banyak melakukan perjalanan untuk
mendapatkan hadis ke berbagai negeri diantaranya : Basrah, Baghdad, Syam, Kufa dan
berbagai negeri lainya. Beliau memiliki gelar Al Hafidz yakni orang yang memiliki
hafalan 100.000 hadis beserta sanadnya dan beliau merupakan seorang penulis kitab
yang menjadi salah satu kitab primer yang termasuk kedalam Kutub At Tis‘ah dengan
nama kitabnya yakni Sunan Abu Daud. Banyak ulama yang berkomentar tentang kualitas
dirinya diantaranya ialah: Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya mengutip dari pendapat
Ibrahim Al Asfahani bahwasanya Imam Abu Daud adalah seorang Al Imam Al Hafidz
yang terkemuka pada zamannya. Tidak ada satu perjalanan pun dalam hidupnya kecuali
hanya untuk menuntut ilmu.5
Muhammad bin Isa bin Najih bin Thaba‘I atau biasa dikenal dengan kuniahnya
yakni Ibnu Thaba‘i. beliau lahir desa Thabariah pada tahun 150. H. dan wafat pada tahun
224 H. beliau merupakan seorang pengikut Tabiin kalangan biasa dan bernasab Al
Baghdadi. Ibnu Hibban dalam kitabnya As tsiqat memasukan beliau sebagai salah
seorang perawi yang Tsiqat dan seseorang yang mengetahui hadis Bani Hasyim.6 Beigitu
juga dengan Ibnu Hajar ia berpedapat bahwa Muhammad bin Isa adalah seorang yang
Tsiqah dan Faqih.7

5
Abū al-Faḍl Aḥmad ibn ‗Aliy ibn Muḥammad ibn Aḥmad Ibn Ḥajar, Tahżīb Al-Tahżīb (Dā‘irah al-Ma‗ārif al-
Niẓāmiyah PP - India, 1326), I–XII <https://shamela.ws/book/3310>.
6
Muḥammad Ibn Ḥibbān, Al-Ṡiqāt, ed. by Muḥammad ‗Abd al-Mu‗īd Khān (Dā‘irah al Ma‗ārif al-‗Uṡmāniyyah
PP - Heydarabad, 1973), I–IX <https://shamela.ws/book/5816>. Jilid. 9 hal. 64
7
Abū al-Faḍl Aḥmad ibn ‗Aliy ibn Muḥammad ibn Aḥmad Ibn Ḥajar, Taqrīb Al-Tahżīb, ed. by Muḥammad
‗Awwāmah (Dār al-Kutub al-‗Ilmiyyah PP - Suria, 1986) <https://shamela.ws/book/8609>. Jilid. 1 hal. 886
Muhammad bin Khazim atau biasa dikenal dengan Abu Muawiyah. Lahir pada
tahun 113 H. di Kufah, beliau merupakan kalangan pengikut atba tabi‘in kalangan tua dan
wafat pada tahun 194 H. Abu Hatim mengomentarinya sebagai perawi yang Tsubut dan
Alim.8
Hilai bin Maimun atau biasa dikenal dengan kuniahnya Abu Ali. Tahun
kelahirannya tidak diketahui namun beliau wafat pada tahun 141 H. Negeri semasa
hidupnya ialah di kufah, Ibnu Hajar berpendapat bahwa Hilal bin Maimun adalah perawi
yang Shaduq atau benar. 9 Ibnu Hibban memasukan Hilal bin Maymun sebagai perwi
yang Tsiqah dalam kitabnya At tsiqat.10
‗Atha bin Yazid kiniahnya Abu Muhmmad. Lahir di Syam tahun 25 H.
marganya adalah Al Laitsi beliau merupakan Tabi‘in kalangan pertengahan, beliau wafat
pada tahun 105 H. Ibnu Hajar mengomentari ‗Atha bin Yazid sebagai perawi yang
Tsiqah11, begitupula dengan Ibnu Abi Hatim berkomentar dalam kitabnya Bahwa Atha‘
bin Yazid adalah perawi yang pernah mendengar langsung dari Abu Said Al Khudri dan
Abu Huraira dan beliau merupakan perawi yang Tsiqah.12
Abu Said Al Khudri nama lengkapnya adalah Said bin Malik Bin Sinan Al
Anshor. Ia merupakan seorang sahabat dari kalangan kaum Anshor dan merupakan
seorang sahabat yang faqih. Beliau wafat di Madinah pada tahun 64 H. Az Zahabi
berkomentar bahwa ia adalah salah seorang sahabat yang Faqih.13

KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan dan proses pengkajian takhrij di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa hadis tentang keutamaan shalat berjamaah dengan jalan kaki itu lebih besar
pahalanya terdapat dalam kitab sunan Abu Dau yang diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri
dengan memiliki dua jalur periwayatan. Adapuun untuk kualitas sanad hadis sendiri Shahih
karna tersambungnya sanad dan kualitas perawa perawi yang Tsiqah dan juga Dhabit. Berikut
skema pohon sanad hadis.

8
Abū Muḥammad ‗Abd al-Raḥmān ibn Idrīs ibn al-Munżir al-Tamīmiy al-Ḥanẓaliy al-Rāziy Ibn Abī Ḥātim, Al-
Jarḥ Wa Al-Ta‘Dīl (Dār Iḥyā‘ al-Turāṡ al-‗Arabiy, 1952), I–IX <https://shamela.ws/book/2170>. Jilid.7 Hal. 246
99
Ibn Ḥajar, I–XII. Jilid. 1 Hal.1028
10
Ibn Ḥibbān, I–IX.
11
Aḥmad ibn ‗Abd Allāh ibn Abī al-Khair ibn ‗Abd al-‗Alīm Ṣafiy al-Dīn al- Khazrajiy, Khulāṣah Tażhīb Tahżīb
Al-Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl, ed. by ‗Abd al-Fattāḥ Abū Guddah (Dār al-Basyā‘ir, 1416)
<https://shamela.ws/book/5858>.
12
Ibn Ḥibbān, I–IX.
13
Syams al-Dīn Abū ‗Abd Allāh Muḥammad ibn Aḥmad ibn ‗Uṡmān ibn Qāimāz al- Żahabiy, Al-Kāsyif Fī Ma‘rifah
Man Lahu Riwāyah Fī Al-Kutub Al-Sittah, ed. by Muḥammad ‗Awāmah Aḥmad Muḥammad Namr al-Khaṭīb (Dār
al-Qiblah li al-Ṡaqāfah al-Islāmiyyah PP - Jeddah, 1992), I–IV <https://shamela.ws/book/2171>. Jlid. 2 hal. 648.
‫رسول‌هللا‬

‫‌أ َ ِبً‌ َ‬
‫س ِعٌدٍ‌‬
‫ْال ُخد ِْر ّ‌‬
‫يِ‬

‫اء‌ب ِْن‌ٌَ ِزٌ َد‌‬


‫ط ِ‬‫‌ َع َ‬

‫‌ه ََِل ِل‌ب ِْن‌‬


‫َم ٌْ ُم ٍ‌‬
‫ون‬

‫‌عبد‌الواحد‌‬
‫‌أَبُو‌ ُم َعا ِو ٌَةَ‌‬
‫بن‌زٌاد‌‬

‫‌ ُم َح َّمدُ‌بْنُ ‌ ِعٌ َ‬
‫سى‬ ‫‌أَبُو‌ َد ُاو َد‌‬

‫‌أَبُو‌ َد ُاو َد‌‬


DAFTAR PUSTAKA
Abū Dāwud, Sulaimān ibn al-Asy`aṡ ibn Isḥāq ibn Basyīr ibn Syidād ibn `Amru al-Azdiy al-
Sijistāniy, Sunan Abī Dāwud, ed. by Muḥammad Muḥyī al-Dīn Abd al-Ḥamīd (al-Maktabah
al-`Aṣriyyah)
Ibn Abī Ḥātim, Abū Muḥammad ‗Abd al-Raḥmān ibn Idrīs ibn al-Munżir al-Tamīmiy al-
Ḥanẓaliy al-Rāziy, Al-Jarḥ Wa Al-Ta‘Dīl (Dār Iḥyā‘ al-Turāṡ al-‗Arabiy, 1952), I–IX
<https://shamela.ws/book/2170>
Ibn Ḥajar, Abū al-Faḍl Aḥmad ibn ‗Aliy ibn Muḥammad ibn Aḥmad, Tahżīb Al-Tahżīb (Dā‘irah
al-Ma‗ārif al-Niẓāmiyah PP - India, 1326), I–XII <https://shamela.ws/book/3310>
———, Taqrīb Al-Tahżīb, ed. by Muḥammad ‗Awwāmah (Dār al-Kutub al-‗Ilmiyyah PP -
Suria, 1986) <https://shamela.ws/book/8609>
Ibn Ḥibbān, Muḥammad, Al-Ṡiqāt, ed. by Muḥammad ‗Abd al-Mu‗īd Khān (Dā‘irah al Ma‗ārif
al-‗Uṡmāniyyah PP - Heydarabad, 1973), I–IX <https://shamela.ws/book/5816>
Khazrajiy, Aḥmad ibn ‗Abd Allāh ibn Abī al-Khair ibn ‗Abd al-‗Alīm Ṣafiy al-Dīn al-, Khulāṣah
Tażhīb Tahżīb Al-Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl, ed. by ‗Abd al-Fattāḥ Abū Guddah (Dār al-
Basyā‘ir, 1416) <https://shamela.ws/book/5858>
Majid, Abdul, ULUMUL HADIS (jakarta: Amzah, 2015)
Żahabiy, Syams al-Dīn Abū ‗Abd Allāh Muḥammad ibn Aḥmad ibn ‗Uṡmān ibn Qāimāz al-, Al-
Kāsyif Fī Ma‘rifah Man Lahu Riwāyah Fī Al-Kutub Al-Sittah, ed. by Muḥammad ‗Awāmah
Aḥmad Muḥammad Namr al-Khaṭīb (Dār al-Qiblah li al-Ṡaqāfah al-Islāmiyyah PP -
Jeddah, 1992), I–IV <https://shamela.ws/book/2171>

Anda mungkin juga menyukai