Anda di halaman 1dari 9

ULUMUL HADITS

TAKHRIJ HADITS

Dosen Pengampu : Drs. Ahmad Hanany Naseh, M.A.

Disusun Oleh :

NAMA : NADILA INAYAH HAYATI

NO. /NIM : 09 / 20104010083

KELAS : PAI C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

TAHUN 2020
A. PENGERTIAN TAKHRIJ HADITS
Takhrij menurut lughat memiliki beberapa makna, yaitu berasal dari kata kharaja (
‫رج‬22‫ )خ‬yang artinya nampak/jelas. Demikian juga kata al-ikhraj (‫رج‬22‫ )االخ‬yang artinya
menampakkan dan memperlihatkannya dan kata al-makhraj (‫ )المخرج‬yang artinya tempat
keluar. Secara bahasa, Takhrij berarti juga berkumpulnya dua perkara yang saling
berlawanan dalam satu persoalan, namun secara mutlak, ia diartikan oleh para ahli bahasa
dengan arti mengeluarkan (al-istinbath), melatih atau membiasakan (at-tadrib), dan
menghadapkan (at-taujih).
Sedangkan Takhrij Hadits menurut istilah adalah penunjukan terhadap tempat hadits
di dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai dengan keperluan.
Para muhaditsin mengeartikan Takhrij Hadits sebagai berikut :
1. Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan para
periwayatannya dalam sanad yang telah menyampaikan hadits itu dengan metode
periwayatan yang mereka tempuh.
2. Arti “mengeluarkan”, yaitu mengeluarkan hadits dari dalam kitab dan meriwayatkan.
Menurut Al-Sakhawy, Takhrij hadits adalah seorang muhadits yang mengeluarkan
hadits-hadits dari dalam ajza’, al-masikhat atau kitab-kitab lainnya. Kemudian hadits
tersebut disusun oleh gurunya atau teman-temannya dan dibicarakan yang kemudian
disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu.
3. Dalalah, yaitu menunjukkan pada sumber hadits asli dan menyandarkan hadits
tersebut pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi penyusunnya.
4. Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli, yakni
kitab yang ada di dalamnya dan dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya
masing-masing, lalu untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas sanad hadits
tersebut.
B. SEJARAH TAKHRIJ HADITS
Ulama-ulama terdahulu belum begitu membutuhkan ilmu takhrij hadits, khususnya
ulama yang berada pada awal abad kelima, karena Allah SWT telah memberikan karunia
berupa hafalan yang kuat dan banyak mengkaji kitab-kitab yang bersanad dan
menghimpun hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Penguasaan para ulama terhadap
sumber-sumber hadits begitu luas sehingga jika disebutkan suatu hadits, maka tidak akan
kesulitan untuk mengetahui sumber hadits tersebut. Keadaan ini terus berlanjut sampai
beberapa abad, hingga tradisi kecintaan terhadap hafalan dan kajian kitab-kitab hadits
serta sumber rujukan pokoknya menjadi lemah. Ketika tradisi ini lemah, para ulama
selanjutnya mulai menemui kesulitan untuk mengetahui sumber suatu hadits. Kemudian
sebagian ulama mulai bangkit dan menjelaskan sumberya dari kitab hadits yang asli,
menjelaskan metodenya dan menerangkan kualitasnya, apakah hadits tersebut sahih, hasan
atau dhaif. Kemudian muncullah apa yang dinamakan dengan Kutub at-takhrij (buku-
buku takhrij).
Kitab-kitab Takhrij generasi pertama, seperti yang dikemukakan oleh Mahmud ath-
Thahhan adalah kitab-kitab buah pena al-Khatib al-Baghdadiy (w. 463 H). Kemudian,
dilakukan oleh Muhammad bin Musa Al-Hazimi (w. 584) dengan karyanya yang berjudul
Takhrij Ahadits Al-Muhadzab. Ia men-takhrij kitab fiqh Syafi’ah karya Abu Ishaq Asy-
Syirazi. Ada juga ulama lainnya, seperti Abu Al-Qasimi Al-Husaini dan Abu Al-Qasim
Al-Mahrawani. Karya kedua ulama ini hanya beberapa mahthuthah (manuskrip) saja.
Pada perkembangan selanjutnya, cukup banyak bermunculan kitab yang berupaya men-
takhrij kitab-kitab dalam berbagai ilmu agama. Diantara kitab-kitab takhrij tersebut,
adalah sebagai berikut :
1. Takhrij Ahadits Al-Muhadzabi, karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I
(w. 548 H).
2. Takhrij Ahadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib, karya Muhammad bin
Ahmad Abdul Hadi Al-Maqdisi (w. 744 H).
3. Nashbu Ar-Rayah li Ahadits Al-Hidayah li Al-Marghinani, karya Abdullah bin Yusuf
Az-Zaila’I (w. 762 H).
4. Takhrij Ahadits Al-Kasysyaf Li Az-Zamaksyari, karya Al-Hafidz Az-Zaila’i.
5. Al-Badru al-Munir fi Takhrij Al-Ahadits wa Al-Atsar Al-Waqi’ah fi Asy-Syahri Al-
Kabir li Ar-Rafi’I, karya Umar bin Ali bin al-Mulaqqin (w. 804 H).
C. METODE TAKHRIJ HADITS
Secara garis besar, ada 2 cara men-takhrij hadits (takhrijul hadits) yaitu dengan
mengguakan kitab-kitab sebagaimana yang telah disebutkan. Adapun macam-macam cara
takhrijul hadits, yaitu :
1. Metode Takhrij Hadits menurut Lafadz pertama
Merupakan suatu metode yang berdasarkan pada lafadz pertama matan hadits,
sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah dan alfabets, sehingga metode ini
mempermudah pencarian hadits yang dimaksud. Dalam metode ini, hadits-hadits
disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah sehingga pencarian hadits yang dimaksud
sangat mudah. Didalamnya juga dimuat petunjuk para mukharij hadits yang
bersangkutan (dalam Mashdar Al-Ashli) dan pernyataan kualitas hadits yang
bersangkutan.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang
besar bagi seorang mukharij untuk menemukan hadits-hadits yang dicari dengan
cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat
kelainan atau perbedaan lafadz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit untuk
menemukan hadits yang dimaksud. Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan huruf
kamus, misalnya: “Al-Jami’u Ash Shoghir min Ahadits Al-Basyir An Nadzir” karya As
Suyuti.
2. Metode Takhrij menurut Lafadz-lafadz yang terdapat dalam hadits
Merupakan suatu metode yang berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam
matan hadits, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini, tidak
menggunakan huruf-huruf, akan tetapi yang dicantumkan adalah bagian haditsnya
sehingga pencarian hadits-hadits yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitik beratkan pencarian hadits
berdasarkan lafadz – lafadznya yang asing dan jarang penggunaanya.
Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al – Mu`jam Al –
Mufahras li Al-faz Al – Hadit  An – Nabawi. Kitab ini mengumpulkan hadits-hadits
yang terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadits sebagaimana yaitu; Sahih
Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibn
Majah, Sunan Darimi, Muwaththa’ malik, dan Musnad Imam Ahmad.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat mempercepat pencarian
hadits dan memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat
dalam matan hadits. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu
terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang
mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
3. Mencari Hadits berdasarkan tema
Metode ini berdasrkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu untuk
melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari
suatu hadits yang akan di – takhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema itu
pada kitab-kitab yang disusun menggunkan metode ini. Seringkali suatu hadits
memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang men – takhrij
harus mencarinya pada tema – tema yang mungkin dikandung oleh hadits tersebut.
Contoh hadits :
2‫صالَ ِة َوا‬ َ ‫ىخ ْم ٍس َشهَا َد ِةا ْنالَاِلهَاِالَّاللّهُوانَّ ُم َح َّم ّد‬
ّ ‫ارس ُْواُل للَّ ِه َواِقَا ِمال‬ َ َ‫اال ْسالَ ُم َعل‬
ِ َ‫بُنِي‬
ْ ‫ضانَ َو َحج‬
ّ‫ّالبَ ْيتِ َمنِا ْستَطَا َعاِلَ ْي ِه َسبِ ْيال‬ َ ‫ْيتَا ِءال َّزكا َ ِة َو‬
َ ‫ص ْو ِم َر َم‬
“Dibangun Islam atas lima pondasi yaitu : Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayarkan zakat,
berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.”            
Hadits diatas mengandung beberapa tema yaitu iman, tauhid, shalat, zakat, puasa
dan haji. Berdasarkan tema-tema tersebut maka hadits diatas harus dicari didalam
kitab-kitab hadits dibawah tema-tema tersebut.  Cara ini banyak dibantu dengan kitab
“Miftah Kunuz As-Sunnah” yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan
judul-judul pembahasan.
Dari keterangan diatas jelaslah bahwa takhrij dengan metode ini sangat
tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadits. Untuk itu seorang mukharij harus
memiliki beberapa pengetahuan tentang kajian Islam secara umum dan kajian fiqih
secara khusus. Metode ini memiliki kelebihan, yaitu hanya menuntut pengetahuan
akan kandungan hadits tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafadz pertamanya.
Akan tetapi metode ini juga memiliki berbagai kelemahan, terutama apabila
kandungan hadits sulit disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat
menentukan temanya, maka metode ini tidak mungkin diterapkan.
D. TUJUAN DAN FAEDAH TAKHRIJ HADITS
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian
serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadits
itu berasal. Disamping itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang
diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadits.
Tujuan takhrij hadits adalah untuk mengetahui sumber asal hadits yang di-takhrij.
Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut. Dengan
cara ini, kita akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya memperhatikan kaidah-
kaidah ulumul hadits yang berlaku sehingga hadits tersebut menjadi jelas, baik asal-usul
maupun kualitasnya. Dalam melakukan takhrij tentunya ada tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan pokok dari Takhrij yang ingin dicapai seorang peneliti antara lain :
1. Mengetahui eksitensi suatu hadits apakah benar suatu hadits yang ingin diteliti
terdapat dalam buku-buku hadits atau tidak.
2. Mengetahui sumber otentik suatu hadits dari buku hadits apa saja.
3. Mengetahui ada berapa tempat hadits tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam
sebuah buku hadits atau dalam  beberapa buku induk hadits.
4. Mengetahui kualitas hadits (maqbul/ diterima atau mardud/ tertolak).

Adapun faedah dan manfaat takhrij di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui referensi beberapa buku hadits. Dengan takhrij, seseorang dapat


mengetahui siapa perawi suatu hadits yag di teliti dan di dalam kitab hadits apa saja
hadits tersebut di dapatkan.
2. Menghimpun sejumlah sanad hadits. Dengan takhrij, seseorang dapat menemukan   
sebuah hadits yang akan diteliti di sebuah atau beberapa buku induk hadits, misalnya
di beberapa tempat di dalam  kitab Al-bukhari saja atau di dalam kitab- kitab lain.
Dengan demikian ia akan menghimpun sejumlah sanad.
3. Mengetahui keadaan sanad yang bersambung dan yang terputus, mengetahui kadar
kemampuan perawi dalam mengingat hadits serta kejujuran dalam periwayatan.
4. Mengetahui status suatu hadits. Terkadang ditemukan sanad suatu hadits dha’if, tetapi
melalui sanad lain hukumnya shahih.
5. Meningkatkan suatu hadits yang dhoif menjadi hasan li ghayrihi  karena adanya
dukungan sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya atau meningkatkan
hadits hasan menjadi shahih li ghayrihi  dengan di temukannya sanad lain  yang  
seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.
6. Mengetahui bagaimana para imam hadits menilai suatu kualitas hadits dan bagaimana
kritikan yang disampaikan.
7. Seseorang yang melakukan takhrij dapat menghimpun beberapa sanad dan matan
suatu hadits.

Dalam melakukan takhrij


tentunya ada tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan
pokok dari takhrij yang ingin
dicapai seorang peneliti adalah
sebagai berikut :
1. Mengatahui eksistensi suatu
hadist apakah benar suatu
hadist yang ingin
diteliti terdapat dalam buku-
buku hadist atau tidak.
2. Mengatahui sumber otentik
suatu hadist dari buku
hadist apa saja yang
didapatkan.
3. Mengatahui ada berapa
tempat hadist tersebut dengan
sanad yang berbeda
didalam sebuah buku hadist
atau dalam beberapa buku
induk hadist.
4. Mengatahui kualitas hadist
(maqbul/diterim atau
6
mardud/tertolak).
D. Faedah dan Mamfaat
Takhrih Hadist
E. KITAB-KITAB YANG DIPERLUKAN
Dalam melakukan takhrij hadits, maka diperlukan kitab-kitab yang berkaitan dengan
takhrij hadits. Adapun kitab-kitab tersebut, antara lain :
1. Hidayatul bari ila tartibi Ahadisil Bukhari.
2. Mu’jam Al-Fadzi wala Siyyama Al-Gariibu Minha atau Fuhris litartibi Ahaditsi
Shahihi Muslim.
3. Miftahus Sahihain.
4. Al-Bugyatu fi Tartibi Ahaditsi Al-Hilyah.
5. Al-Jami’us Shagir.
6. Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadzil Hadis Nabawi.
F. LANGKAH-LANGKAH PRAKTIS PENELITIAN HADITS
Langkah-langkah penelitian hadits meliputi penelitian sanad dan penelitian matan.
1. Penelitian Sanad dan Rawi Hadits
a. Meneliti sanad dan rawi adalah takhrij.
b. Itibar, yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu dan
hadits tersebut pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang rawi saja,
dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah
ada rawi yang lain atau tidak untuk bagian sanad dari sanad yang dimaksud
(langkah ini tidak dapat ditinggalkan).
c. Meneliti nama para rawi yang tercantum dalam skema sanad (penelitian asma ar-
ruwat). Langkah ini dilakukan dengan mencari nama secara lengkap yang
mencakup nama, nisbat, kunyah dan laqab setiap rawi dalam kitab-kitab Rijal
Al-Hadits.
d. Meneliti tarikh ar-ruwat, yaitu meneliti al-masyayikh wa al-talamidz (guru dan
murid). Dengan langkah ini, dapat diketahui bersambung atau tidaknya sanad.
e. Meneliti al-jarh wa at-ta’dil untuk mengetahui karakteristik rawi yang
bersangkutan, baik dari segi aspek moral maupun aspek intelektualnya (keadilan
dan ke-dhabit-an).
2. Penelitian Matan
Langkah terakhir adalah penelitian terhadap matan hadits, yaitu menganalisis
matan untuk mengetahui kemungkinan adanya ‘illat dan syadz. Langkah ini dapat
dikatan sebagai langkah yang paling berat dalam penelitian suatu hadits, baik teknik
pelaksanaannya maupun aspek tanggung jawabnya. Hal itu karena kebanyakan
pengalaman suatu hadits justru lebih bergantung pada hasil analisis matannya daripada
penelitian sanad.
Langkah ini memerlukan wawasan yang luas dan mendalam, sehingga seorang
peneliti dituntut untuk menguasai bahasa Arab dengan baik, menguasai kaidah-kaidah
yang bersangkutan dengan tema matan hadits, memahami isi Al-Qur’an, baik tekstual
maupun kontekstual, memahami prinsip-prinsip ajaran Islam, mengetahui metode
istinbath, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai